You are on page 1of 9

Asuhan Keperawatan Efusi Pleura

SeputarSehat.com November 30, 2012


Asuhan Keperawatan Efusi Pleura, Contoh Asuhan Keperawatan Efusi Pleura, Makalah
Asuhan Keperawatan Efusi Pleura, Efusi pleura adalah akumulasi cairan yang berlebihan
pada rongga pleura, cairan tersebut mengisi ruangan yang mengelilingi paru.

Asuhan Keperawatan Efusi Pleura


1. DEFINISI
Efusi pleura adalah akumulasi cairan yang berlebihan pada rongga pleura, cairan tersebut
mengisi ruangan yang mengelilingi paru. Cairan dalam jumlah yang berlebihan dapat
mengganggu pernapasan dengan membatasi peregangan paru selama inhalasi. Terdapat empat
tipe cairan yang dapat ditemukan pada efusi pleura : Cairan serusa (hidrothorax),Darah
(hemothotaks),Chyle (chylothoraks), dan Nanah (pyothoraks atau empyema).
2. EPIDEMIOLOGI
Efusi pleura sering terjadi di negara-negara yang sedang berkembang, salah satunya di
Indonesia. Hal ini lebih banyak diakibatkan oleh infeksi tuberkolosis. Bila di negara-negara
barat, efusi pleura terutama disebabkan oleh gagal jantung kongestif, keganasan, dan
pneumonia bakteri. Di Amerika efusi pleura menyerang 1,3 juta org/th. Di Indonesia TB Paru
adalah peyebab utama efusi pleura, disusul oleh keganasan. 2/3 efusi pleura maligna
mengenai wanita. Efusi pleura yang disebabkan karena TB lebih banyak mengenai pria.
Mortalitas dan morbiditas efusi pleura ditentukan berdasarkan penyebab, tingkat keparahan
dan jenis biochemical dalam cairan pleura.
3. ETIOLOGI/FAKTOR PREDISPOSISI
Dalam keadaan normal, cairan pleura dibentuk dalam jumlah kecil untuk melumasi
permukaan pleura (pleura adalah selaput tipis yang melapisi rongga dada dan membungkus
paru-paru).
Bisa terjadi 3 jenis efusi yang berbeda :

1. Efusi Transudat dapat disebabkan oleh biasanya disebabkan oleh suatu kelainan pada
tekanan normal di dalam paru-paru. Seperti kegagalan jantung kongestif (gagal
jantung kiri), sindroma nefrotik, asites (oleh karena sirosis kepatis), syndroma vena
cava superior, tumor, sindroma meig.

2. Efusi Eksudat disebabkan oleh infeksi, TB, preumonia, tumor, infark paru, radiasi,
penyakit kolagen. Kanker, tuberkulosis dan infeksi paru lainnya, reaksi obat, asbetosis
dan sarkoidosis merupakan beberapa contoh penyakit yang bisa menyebabkan efusi
pleura eksudativa.

Berdasarkan sumber lain, penyebab efusi pleural yaitu:

1. Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan seperti pada
dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediatinum, sindroma meig (tumor
ovarium) dan sindroma vena kava superior.

2. Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang (tuberculosis, pneumonia, virus),


bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang menembus ke rongga pleura, karena tumor
dimana masuk cairan berdarah dan karena trauma. Di Indonesia 80% karena
tuberculosis.
Kelebihan cairan rongga pleura dapat terkumpul pada proses penyakit neoplastik,
tromboembolik, kardiovaskuler, dan infeksi. Ini disebabkan oleh sedikitnya satu dari
empat mekanisme dasar :

Peningkatan tekanan kapiler subpleural atau limfatik

Penurunan tekanan osmotic koloid darah

Peningkatan tekanan negative intrapleural

Adanya inflamasi atau neoplastik pleura

4. PATOFISIOLOGI
Cairan di rongga pleura jumlahnya tetap karena adanya keseimbangan antara produksi oleh
pleura parietalis dan absorbsi oleh pleura viseralis. Keadaan ini dapat dipertahankan karena
adanya keseimbangan antara tekanan hidrostatis pleura parietalis.
Didalam rongga pleura terdapat + 5ml cairan yang cukup untuk membasahi seluruh
permukaan pleura parietalis dan pleura viseralis. Cairan ini dihasilkan oleh kapiler pleura
parietalis karena adanya tekanan hidrostatik, tekanan koloid dan daya tarik elastis. Sebagian
cairan ini diserap kembali oleh kapiler paru dan pleura viseralis, sebagian kecil lainnya (10-
20%) mengalir ke dalam pembuluh limfe sehingga pasase cairan disini mencapai 1 liter
seharinya.
Terkumpulnya cairan di rongga pleura disebut efusi pleura, hal ini terjadi bila keseimbangan
antara produksi dan absorbsi terganggu misalnya pada hyperemia akibat inflamasi, perubahan
tekanan osmotic (hipoalbuminemia), peningkatan tekanan vena (gagal jantung).
5. KLASIFIKASI
Berdasarkan lokasi cairan yang terbentuk, effusi dibagi menjadi unilateral dan bilateral.
Efusi yang unilateral tidak mempunyai kaitan yang spesifik dengan penyakit penyebabnya.
Akan tetapi efusi yang bilateral ditemukan pada penyakit-penyakit berikut: Kegagalan
jantung kongestif, sindroma nefrotik, asites, infark paru, lupus eritematosus systemic, tumor
dan tuberkolosis.

Berdasarkan jenis cairannya dibedakan menjadi:

1. Hemotoraks (darah di dalam rongga pleura) biasanya terjadi karena cedera di dada.
Penyebab lainnya adalah: pecahnya sebuah pembuluh darah yang kemudian
mengalirkan darahnya ke dalam rongga pleura kebocoran aneurisma aorta (daerah
yang menonjol di dalam aorta) yang kemudian mengalirkan darahnya ke dalam
rongga pleura gangguan pembekuan darah.
Darah di dalam rongga pleura tidak membeku secara sempurna, sehingga biasanya
mudah dikeluarkan melelui sebuah jarum atau selang.

2. Empiema (nanah di dalam rongga pleura) bisa terjadi jika pneumonia atau abses
paru menyebar ke dalam rongga pleura.
Empiema bisa merupakan komplikasi dari:

Pneumonia

Infeksi pada cedera di dada

Pembedahan dada

Pecahnya kerongkongan

Abses di perut.

6. GEJALA KLINIS
Gejala yang paling sering ditemukan (tanpa menghiraukan jenis cairan yang terkumpul
ataupun penyebabnya) adalah sesak nafas dan nyeri dada (biasanya bersifat tajam dan
semakin memburuk jika penderita batuk atau bernafas dalam). Kadang beberapa penderita
tidak menunjukkan gejala sama sekali.
Gejala lainnya yang mungkin ditemukan: batuk,cegukan,pernafasan yang cepat,dan nyeri
perut. Sekitar 25% penderita efusi pleura keganasan tidak mengalami keluhan apapun pada
saat diagnosis ditegakkan.
Gejala lainnya:
Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan, setelah
cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita akan sesak napas.
Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri dada
pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak keringat, batuk,
banyak riak.
Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan
cairan pleural yang signifikan.

7 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium :

Rontgen dada : Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang dilakukan
untuk mendiagnosis efusi pleura, yang hasilnya menunjukkan adanya cairan.
CT scan dada: CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan bisa
menunjukkan adanya pneumonia, abses paru atau tumor
USG dada: USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan yang
jumlahnya sedikit, sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan.
Torakosentesis : Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan
melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui torakosentesis
(pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang dimasukkan diantara sela iga ke dalam
rongga dada dibawah pengaruh pembiusan lokal).
Biopsi:Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya, maka dilakukan
biopsi, dimana contoh lapisan pleura sebelah luar diambil untuk dianalisa.
Analisa cairan pleura : Efusi pleura didiagnosis berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik, dan di konfirmasi dengan foto thoraks.
Bronkoskopi : Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber
cairan yang terkumpul.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Beberapa diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan efusi pleura
antara lain :
Diagnosa keperawatan pre-op :
1.Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder
terhadap penumpukkan cairan dalam rongga pleura
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan perubahan membran alveolar-kapiler.
3. Nyeri dada berhubungan dengan peradangan pada rongga pleura.
4. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh secara mendadak ditandai
dengan demam.
5. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia. akibat sesak nafas sekunder terhadap penekanan struktur abdomen.
6.Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen ditandai dengan kelelahan/kelemahan.
7.Gangguan pola tidur dan istirahat sehubungan dengan batuk yang menetap dan sesak nafas
serta perubahan suasana lingkungan
8.Kurang pengetahuan mengenai kondisi, patofisiologis efusi pleural, aturan pengobatan
sehubungan dengan kurang terpajang informasi.
Diagnosa keperawatan post-op:
1. Nyeri berhubungan dengan faktor-fakor fisik (pemasangan water seat drainase
(WSD))
2. Risiko infeksi berhubungan dengan pemasangan WSD dan terapi torakosintesis.
3. Ansietas berhubungan dengan pemasangan WSD dan terapi torakosintesis.
RENPRA EFUSI PLEURA
No Diagnosa Tujuan Intervensi
1 Bersihan jalan Setelah dilakukan Airway manajemenn
nafas tidak efektif askep jam Status Bebaskan jalan nafas dengan posisi leher
b/d banyaknya respirasi: terjadi ekstensi jika memungkinkan.
scret mucus kepatenan jalan Posisikan pasien untuk memaksimalkan
nafas dg KH:Pasien ventilasi
tidak sesak nafas, Identifikasi pasien secara actual atau
auskultasi suara paru potensial untuk membebaskan jalan nafas.
bersih, tanda Pasang ET jika memeungkinkan
vital dbn. Lakukan terapi dada jika memungkinkan
Keluarkan lendir dengan suction
Asukultasi suara nafas
Lakukan suction melalui ET
Atur posisi untuk mengurangi dyspnea
Monitor respirasi dan status oksigen jika
memungkinkan
Airway Suction
Tentukan kebutuhan suction melalui oral
atau tracheal
Auskultasi suara nafas sebelum dan
sesudah suction
Informasikan pada keluarga tentang
suction
Masukan slang jalan afas melalui hidung
untuk memudahkan suction
Bila menggunakan oksigen tinggi (100%
O2) gunakan ventilator atau rescution manual.
Gunakan peralatan steril, sekali pakai
untuk melakukan prosedur tracheal suction.
Monitor status O2 pasien dan status
hemodinamik sebelum, selama, san sesudah
suction.
Suction oropharing setelah dilakukan
suction trachea.
Bersihkan daerah atau area stoma trachea
setelah dilakukan suction trachea.
Hentikan tracheal suction dan berikan O2
jika pasien bradicardia.
Catat type dan jumlah sekresi dengan
segera
2 Gangguan Setelah dilakukan Airway Manajemen
pertukaran gas askep jam Status Bebaskan jalan nafas
berhubungan pernafasan seimabang Dorong bernafas dalam lama dan tahan
dengan perubahan antara kosentrasi udara batuk
membran kapiler dalam darah arteri dg Atur kelembaban udara yang sesuai
alveolar KH: Atur posisi untuk mengurangi dispneu
Menunjukkan Monitor frekuensi nafas b/d penyesuaian
peningkatan Ventilasi oksigen
dan oksigen cukup Monitor Respirasi
AGD dbn Monitor kecepatan,irama, kedalaman dan
upaya bernafas
Catat pergerakan dada, lihat kesimetrisan
dada, menggunakan alat bantu dan retraksi
otot intercosta
Monitoring pernafasan hidung, adanya
ngorok
Monitor pola nafas, bradipneu, takipneu,
hiperventilasi, resirasi kusmaul dll
Palpasi kesamaan ekspansi paru
Perkusi dada anterior dan posterior dari
kedua paru
Monitor kelelahan otot diafragma
Auskultasi suara nafas, catat area
penurunan dan atau ketidakadanya ventilasi
dan bunyi nafas
Monitor kegelisahan, cemas dan marah
Catat karakteristik batuk dan lamanya
Monitor sekresi pernafasan
Monitor dispneu dan kejadian
perkembangan dan perburukan
Lakukan perawatan terapi nebulasi bila
perlu
Tempatkan pasien kesamping untuk
mencegah aspirasi
Manajemen asam Basa
Kirim pemeriksaan laborat keseimbangan
asam basa ( missal AGD,urin dan tingkatan
serum)
Monitor AGD selama PH rendah
Posisikan pasien untuk perfusi ventilasi
yang optimum
Pertahankan kebersihan jalan udara
(suction dan terapi dada)
Monitor pola respiorasi
Monitor kerja pernafsan (kecepatan
pernafasan
3 Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen nyeri :
berhubungan Asuhan keperawatan Lakukan pegkajian nyeri secara
dengan agen . jam tingkat komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,
injury: fisik kenyamanan klien durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
meningkat dg KH: presipitasi.
Klien melaporkan Observasi reaksi nonverbal dari ketidak
nyeri berkurang dg nyamanan.
scala 2-3 Gunakan teknik komunikasi terapeutik
Ekspresi wajah untuk mengetahui pengalaman nyeri klien
tenang sebelumnya.
klien dapat istirahat Kontrol faktor lingkungan yang
dan tidur mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
v/s dbn pencahayaan, kebisingan.
Kurangi faktor presipitasi nyeri.
Pilih dan lakukan penanganan nyeri
(farmakologis/non farmakologis)..
Ajarkan teknik non farmakologis
(relaksasi, distraksi dll) untuk mengetasi
nyeri..
Berikan analgetik untuk mengurangi
nyeri.
Evaluasi tindakan pengurang
nyeri/kontrol nyeri.
Kolaborasi dengan dokter bila ada
komplain tentang pemberian analgetik tidak
berhasil.
Administrasi analgetik :.
Cek program pemberian analogetik;
jenis, dosis, dan frekuensi.
Cek riwayat alergi..
Tentukan analgetik pilihan, rute
pemberian dan dosis optimal.
Monitor TV
Berikan analgetik tepat waktu terutama
saat nyeri muncul.
Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan
gejala efek samping.
4 Intoleransi aktifitas Setelah dilakukan NIC: Toleransi aktivitas
berhubungan askep jam Klien Tentukan penyebab intoleransi aktivitas
dengan dapat menoleransi & tentukan apakah penyebab dari fisik,
ketidakseimbangan aktivitas & melakukan psikis/motivasi
antara suplai ADL dgn baik Kaji kesesuaian aktivitas&istirahat klien
oksigen dengan Kriteria Hasil: sehari-hari
kebutuhan Berpartisipasi aktivitas secara bertahap, biarkan klien
dalam aktivitas fisik berpartisipasi dapat perubahan posisi,
dgn TD, HR, RR yang berpindah&perawatan diri
sesuai Pastikan klien mengubah posisi secara
Warna kulit bertahap. Monitor gejala intoleransi aktivitas
normal,hangat&kering Ketika membantu klien berdiri, observasi
Memverbalisasikan gejala intoleransi spt mual, pucat, pusing,
pentingnya aktivitas gangguan kesadaran&tanda vital
secara bertahap Lakukan latihan ROM jika klien tidak
Mengekspresikan dapat menoleransi aktivitas
pengertian pentingnya
keseimbangan latihan
& istirahat
toleransi aktivitas
5 Ketidak Setelah dilakukan Managemen nutrisi
seimbangan nutrisi askep .. jam terjadi Kaji pola makan klien
kurang dari peningkatan status Kaji kebiasaan makan klien dan makanan
kebutuhan tubuh nutrisi dg KH: kesukaannya
b/d ketidak Mengkonsumsi Anjurkan pada keluarga untuk
mampuan nutrisi yang adekuat. meningkatkan intake nutrisi dan cairan
pemasukan b.d Identifikasi kelaborasi dengan ahli gizi tentang
faktor biologis kebutuhan nutrisi. kebutuhan kalori dan tipe makanan yang
Bebas dari tanda dibutuhkan
malnutrisi. tingkatkan intake protein, zat besi dan vit
c
monitor intake nutrisi dan kalori
Monitor pemberian masukan cairan lewat
parenteral.
Nutritional terapi
kaji kebutuhan untuk pemasangan NGT
berikan makanan melalui NGT k/p
berikan lingkungan yang nyaman dan
tenang untuk mendukung makan
monitor penurunan dan peningkatan BB
monitor intake kalori dan gizi
6 Risiko infeksi b/d Setelah dilakukan Kontrol infeksi.
penurunan askep jam infeksi Batasi pengunjung.
imunitas tubuh, terkontrol, status imun Bersihkan lingkungan pasien secara benar
prosedur invasive adekuat dg KH: setiap setelah digunakan pasien.
Bebas dari tanda Cuci tangan sebelum dan sesudah
dangejala infeksi. merawat pasien, dan ajari cuci tangan yang
Keluarga tahu benar.
tanda-tanda infeksi. Pastikan teknik perawatan luka yang sesuai
Angka leukosit jika ada.
normal. Tingkatkan masukkan gizi yang cukup.
Tingkatkan masukan cairan yang cukup.
Anjurkan istirahat.
Berikan therapi antibiotik yang sesuai, dan
anjurkan untuk minum sesuai aturan.
Ajari keluarga cara
menghindari infeksi serta tentang tanda dan
gejala infeksi dan segera untuk melaporkan
keperawat kesehatan.
Pastikan penanganan aseptic semua daerah
IV (intra vena)
Proteksi infeksi.
Monitor tanda dan gejala infeksi.
Monitor WBC.
Anjurkan istirahat.
Ajari anggota keluarga cara-cara
menghindari infeksi dan tanda-tanda
dan gejala infeksi.
Batasi jumlah pengunjung.
Tingkatkan masukan gizi dan cairan yang
cukup
7 Kurang Setelah dilakukan Mengajarkan proses penyakit
pengetahuan askep jam Kaji pengetahuan keluarga tentang proses
keluarga pengetahuan keluarga penyakit
berhubungan klien meningkat dg Jelaskan tentang patofisiologi penyakit
dengan kurang KH: dan tanda gejala penyakit
paparan dan Keluarga Beri gambaran tentaang tanda gejala
keterbatasan menjelaskan kembali penyakit kalau memungkinkan
kognitif keluarga yg dijelaskan Identifikasi penyebab penyakit
Keluarga Berikan informasi pada keluarga tentang
kooperative dan mau keadaan pasien, komplikasi penyakit.
kerjasama saat Diskusikan tentang pilihan therapy pada
dilakukan tindakan keluarga dan rasional therapy yang diberikan.
Berikan dukungan pada keluarga untuk
memilih atau mendapatkan pengobatan lain
yang lebih baik.
Jelaskan pada keluarga tentang
persiapan / tindakan yang akan dilakukan
8 Cemas Setelah dilakukan Pengurangan kecemasan
berhubungan askep jam Bina hubungan saling percaya.
dengan krisis kecemasan terkontrol Kaji kecemasan keluarga dan identifikasi
situasional, dg KH: ekspresi wajah kecemasan pada keluarga.
hospitalisasi tenang , anak / Jelaskan semua prosedur pada keluarga.
keluarga mau Kaji tingkat pengetahuan dan persepsi
bekerjasama dalam pasien dari stress situasional.
tindakan askep. Berikan informasi factual tentang
diagnosa dan program tindakan.
Temani keluarga pasien untuk
mengurangi ketakutan dan memberikan
keamanan.
Anjurkan keluarga untuk mendampingi
pasien.
Berikan sesuatu objek sebagai sesuatu
simbol untuk mengurang kecemasan
orangtua.
Dengarkan keluhan keluarga.
Ciptakan lingkungan yang nyaman.
Alihkan perhatian keluarga untuk
mnegurangi kecemasan keluarga.
Bantu keluarga dalam mengambil
keputusan.
Instruksikan keluarga untuk melakukan
teknik relaksasi.
DAFTAR PUSTAKA
Al sagaff H dan Mukti. A, Dasar Dasar Ilmu Penyakit Paru, Airlangga University Press,
Surabaya ; 1995
Carpenito, Lynda Juall, Diagnosa keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik Edisi 6,
Penerbit Buku Kedokteran EGC,;1995
Carpenito, Lynda Juall, Rencana Asuhan dan Dokumentasi keperawatan Edisi 2, Penerbit
Buku Kedokteran EGC ; 1995
Engram, Barbara, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Volume I, Penerbit Buku
Kedokteran EGC ; 1999
Ganong F. William, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 17, Jakarta EGC ; 1998
Gibson, John, MD, Anatomi Dan Fisiologi Modern Untuk Perawat, Jakarta EGC ; 1995
Keliat, Budi Anna. Proses Keperawatan, Arcan Jakarta ; 1991
Laboratorium Ilmu Penyakit Paru FK UNAIR, Dasar Dasar Diagnostik Fisik Paru,
Surabaya; 1994
Lismidar,proses keperawatan H,dkk, Proses keperawatan, AUP, 1990
Marrilyn. E. Doengus, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3 Jakarta EGC ; 1999
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo, Pedoman Diagnosis dan Terapi Lab/UPF Ilmu
Penyakit Paru, Airlangga University Press; 1994
B.AC,Syaifudin, Anatomi dan fisiologi untuk perawat, EGC; 1992
Soeparman A. Sarwono Waspadji, Ilmu Penyakit Dalam jilid II ; 1990
Susan Martin Tucker, Standar Perawatan Pasien, Jakarta EGC ; 1998
Soedarsono, Guidelines of Pulmonology, Surabaya ; 2000
Doenges, M.E., Moorhouse, M.F., & Geissler, A.C. (1993). Rencana asuhan Keperawatan:
pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Edisi 3. Jakarta:
EGC
Smelttzer, Suzanne. ( 2001). Buku ajar keperawatan medikal bedah Brunner& Suddarth. Vol
1. Edisi 8. Jakarta : EGC

You might also like