You are on page 1of 334

9

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Pada BAB 2 ini penulis menguraikan tentang konsep dasar dan asuhan

kebidanan pada ibu dalam masa kehamilan, persalinan, nifas, bayi baru lahir dan

Keluarga Berencana (KB).

2.1 Kehamilan

2.1.1 Konsep dasar kehamilan

1. Pengertian kehamilan

Proses kehamilan merupakan mata rantai yang bersinambung dan terdiri

dari ovulasi, migrasi spermatozoa, ovum, konsepsi, dan pertumbuhan zigot,

nidasi (implantasi) pada uterus, pembentukan plasenta, dan tumbuh kembang

hasil konsepsi sampai aterm (Manuaba, 2012: 75). Menurut Sukarni (2013:

65) kehamilan adalah suatu peristiwa yang mempunyai prinsip terjadinya

fertilisasi yaitu bertemunya sel telur/ovum wanita dengan sel

benih/spermatozoa pria, pembelahan sel (zigot), nidasi/implantasi zigot

tersebut pada dinding saluran reproduksi, pertumbuhan dan perkembangan

zigot-embrio-janin menjadi bakal individu baru. Saifuddin (2009: 213)

menambahkan bila dihitung dari saat fertilisasi hingga lahirnya bayi,

kehamilan normal akan berlangsung dalam waktu 40 minggu, kehamilan

terbagi dalam 3 trimester, dimana trimester ke-1 berlangsung dalam 12

minggu, trimester ke-2 berlangsung 15 minggu (minggu ke-13 hingga ke-27),

dan trimester 3 berlangsung 13 minggu (minggu ke-28 hingga ke-40).


10

Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa kehamilan

merupakan proses pertemuan spermatozoa dan ovum (konsepsi),

pertumbuhan zigot, nidasi (implantasi) pada uterus, pembentukan plasenta

dan tumbuh kembang hasil konsepsi sampai aterm dalam waktu 40 minggu,

yang terbagi dalam 3 trimester dimana trimester ke-1 berlangsung dalam 12

minggu, trimester ke-2 berlangsung 15 minggu dan trimester 3 berlangsung

13 minggu dan berakhir dengan permulaan persalinan.

2. Fisiologi kehamilan

Proses kehamilan merupakan mata rantai yang berkesinambungan dan

terdiri dari:

a. Konsepsi

Pertemuan inti ovum dengan inti spermatozoa disebut konsepsi

atau fertilisasi dan membentuk zigot. Proses konsepsi berlangsung

sebagai berikut ovum yang dilepaskan dalam proses ovulasi diliputi

oleh korona radiata yang mengandung persediaan nutrisi. Pada ovum

dijumpai inti dalam bentuk metaphase di tengah sitoplasma yang

disebut vitellus. Perjalanan korona radiata makin berkurang ketika

masukpada zona pelusida. Nutrisi dialirkan ke dalam vitellus, melalui

saluran pada zona pelusida. Konsepsi terjadi pada pars ampularis tuba

yaitu tempat yang paling luas, dindingnya penuh jonjot, ovum

mempunyai waktu terlama dalam ampula tuba, ovum siap dibuahi

setelah 12 jam dan hidup selama 48 jam (Manuaba, 2012: 77-79).


11

b. Proses nidasi atau implantasi

Menurut Romauli (2011: 57-58) sel telur yang telah dibuahi akan

segera membelah diri membentuk blastomer. Pada hari ke-3 bola

tersebut terdiri dari 16 sel blastomer dan disebut morula. Pada hari ke-

14 didalam bola tersebut mulai membentuk rongga yang disebut

blastula. Pada hari ke-4 blastula masuk ke endometrium dan pada hari

ke-6 menempel pada endometrium. Pada hari ke-10 seluruh blastula

terbenam dalam endometrium dan dengan demikian nidasi sudah

selesai. Pada sebagian wanita mengalami perdarahan ringan akibat

implantasi.

c. Pembentukan plasenta

Plasentasi adalah proses pembentukan struktur dan jenis plasenta.

Pada manusia plasentasi berlangsung 12-18 minggu setelah fertilisasi.

Tiga minggu paska fertilisasi sirkulasi darah janin dapat diidentifikasi

dan dimulai pembentukan villi korialis. Sirkulasi darah janin ini

berakhir di lengkung kapilar (capillary loops) di dalam villi korialis

yang ruang intervillinya dipenuhi dengan darah maternal yang dipasok

oleh arteri spiralis dan dikeluarkan melalui vena uterina. Villi korialis

ini akan bertumbuh menjadi suatu masa jaringan yaitu plasenta

(Saifuddin, 2009: 145-146).

Manuaba (2012: 85) menambahkan Villi korialis menghancurkan

desidua sampai pembuluh darah, mulai dengan pembuluh darah vena

pada hari ke-10 sampai 11 setelah konsepsi, sehingga sejak saat itu
12

embrio mendapat tambahan nutrisi dari darah ibu secara langsung. Villi

korialis menghancurkan pembuluh darah arteri sehingga terjadilah

aliran darah pertama retroplasenter pada hari ke-14 sampai 15 setelah

konsepsi. Sebagian dari villi korialis tetap berhubungan langsung

dengan pars basalis desidua, tetapi tidak sampai menembusnya.

Hubungan villi korialis dengan lapisan desidua tersebut dibatasi oleh

jaringan fibrotik yang disebut lapisan Nitabusch.

d. Embrio dan janin

Menurut Saifuddin (2009: 158) menjelaskan embrio akan

berkembang sejak usia 3 minggu hasil konsepsi. Secara klinik pada usia

gestasi 4 minggu dengan USG akan tampak sebagai kantong gestasi

berdiameter 1 cm, tetapi embrio belum tampak. Pada minggu ke-6 dari

haid terakhir, usia konsepsi 4 minggu embrio berukuran 5 mm, kantong

gestasi berukuran 2-3 cm. Pada saat itu akan tampak denyut jantung

secara USG. Pada akhir minggu ke-8 usia gestasi (6 minggu usia

embrio), embrio berukuran 22-24 mm, di mana akan tampak kepala

yang relatif besar dan tonjolan jari. Gangguan akan mempunyai dampak

berat apabila terjadi pada gestasi kurang dari 12 minggu, terlebih pada

minggu ke-3.

Menurut Saifuddin (2009: 158), uraian tentang perkembangan

fungsi organ janin mulai dari usia gestasi 25 minggu sampai 40 minggu

dapat dilihat pada tabel 2.1


13

Tabel 2.1
Perkembangan Fungsi Organ Janin

Usia Organ
gestasi
(minggu)
25-28 Pada usia ini perkembangan otak sangat cepat. Sistem saraf
mengendalikan gerakan dan fungsi tubuh, mata sudah membuka.
Kelangsungan hidup pada periode ini sangat sulit bila lahir.
29-32 Bila bayi dilahirkan, ada kemungkinan untuk hidup (50-70%).
Tulang telah terbentuk sempurna, gerakan nafas telah reguler, suhu
relatif stabil.
33-36 Berat janin 1500-2500 gram. Bulu kulit janin (lanugo) mulai
berkurang, pada saat 35 minggu paru telah matur. Janin akan dapat
hidup tanpa kesulitan.
38-40 Sejak 38 minggu kehamilan disebut aterm, di mana bayi akan
memiliki seluruh uterus. Air ketuban mulai berkurang, tetapi masih
dalam batas normal.
Sumber: Saifuddin, 2009, Ilmu kebidanan, Jakarta, halaman 158-159

2.1.2 Asuhan kehamilan

Asuhan Kebidanan mengikuti langkah-langkah manajemen kebidanan

adalah sebagai berikut:

1. Pengkajian

a. Data subjektif

1) Biodata

a) Umur

Dalam kurun waktu reproduksi sehat, dikenal bahwa usia

aman untuk kehamilan adalah 20-30 tahun (Romauli, 2011: 162).

Keadaan ini disebabkan karena belum matangnya alat reproduksi

untuk hamil, sehingga memudahkan terjadi keguguran, infeksi,

anemia pada kehamilan, dan keracunan kehamilan atau gestosis

(Manuaba, 2012: 235236). Usia ayah janin yang berumur lebih


14

dari 40 tahun mempunyai risiko membuahi anak dengan cacat lahir

(Curtis, 2002).

b) Pendidikan

Kurangnya pendidikan sehingga tetap berorientasi pada

pengobatan tradisional dan pelayanan tradisional mempengaruhi

kesejahteraan ibu (Manuaba, 2012: 11). Semakin tinggi pendidikan

seseorang, maka semakin baik pula pengetahuannya tentang

sesuatu. Pada ibu hamil dengan pendidikan rendah, kadang ketika

tidak mendapatkan cukup informasi mengenai kesehatannya maka,

ia tidak tahu mengenai bagaimana cara melakukan perawatan

kehamilan yang baik (Romauli, 2011: 124).

c) Pekerjaan

Pajanan terhadap bunyi yang keras dan berbagai bentuk kerja

shift meningkatkan insiden aborsi spontan (Wheeler, 2004:62).

Bekerja di pabrik rokok dan percetakan ada pengaruh terhadap

kehamilan (Romauli, 2011: 163). Masalah juga ditemukan pada

wanita yang bekerja dengan visual display unit (VDU) selama

kehamilan dapat mengalami risiko keguguran atau cacat lahir

(Fraser, 2009: 168).

Ekonomi seseorang mempengaruhi dalam pemilihan

makanan yang akan dikonsumsi sehari-harinya. Seorang dengan

ekonomi yang tinggi kemungkinan besar gizi yang dibutuhkan

tercukupi ditambah dengan adanya pemeriksaan membuat gizi ibu


15

semakin terpantau (Sukarni, 2013: 116). Wanita yang di bawah

garis kemiskinan tidak mendapat perawatan prenatal yang adekuat

(Walsh, 2012: 122).

d) Alamat

Ibu yang tinggal di daerah pegunungan memiliki risiko tinggi

kekurangan yodium. Kekurangan yodium akan berpengaruh pada

tumbuh kembang janinnya. Alamat juga berfungsi untuk menjaga

kemungkinan bila ada ibu yang namanya sama (Manuaba, 2012:

14).

e) Lama/berapa kali kawin.

Apabila lama pernikahan ibu sesuai usia reproduksi, berarti

alat reproduksi ibu dapat berfungsi dengan baik. Menikah lebih dari

1 kali, dikhawatirkan adanya penyakit menular seksual (Manuaba,

2012: 85).

2) Keluhan utama

Beberapa ketidaknyamanan umum pada ibu hamil trimester III

antara lain :

a) Gangguan istirahat tidur

Sering buang air kecil (BAK) karena uterus membesar

menekan kandung kemih dan insomnia karena ketidaknyamanan

uterus yang membesar dan pergerakan janin mengakibatkan

gangguan istirahat tidur (Varney, 2007: 538-543).


16

b) Nyeri ulu hati

Penurunan motilitas gastrointestinal yang terjadi akibat

relaksasi otot halus disebabkan peningkatan jumlah progesterone

dan tekanan uterus yang membesar menyebabkan nyeri ulu hati

(Varney, 2007: 538).

c) Konstipasi

Relaksasi otot polos pada usus besar terjadi akibat

peningkatan jumlah progesterone, pergeseran dan tekanan pada

usus akibat pembesaran uterus dapat menurunkan motilitas saluran

gastrointestinal dan penggunaan zat besi menyebabkan konstipasi

(Varney, 2007: 539).

d) Kram tungkai

Uterus yang membesar memberi tekanan pada pembuluh

darah panggul, sehingga mengganggu sirkulasi melewati foramen

obturator dalam perjalanan menuju ekstremitas bagian bawah

menyebabkan kram tungkai (Varney, 2007: 540).

e) Edema dependen

Tekanan uterus yang membesar pada vena-vena panggul saat

dudukatau berdiri dan pada vena kava inferior saat posisi terlentang

menyebabkan edema dependen (Varney, 2007: 540).

f) Dispareunia

Vagina/panggul tertekan uterus yang membesar atau tekanan

bagian presentasi menyebabkan dispareunia (Varney, 2007: 540-

541).
17

g) Nyeri punggung bawah

Pergeseran pusat gravitasi wanita karena berat uterus yang

membesar menyebabkan nyeri punggung bawah (Varney, 2007:

541-542).

h) Sesak

Perubahan pernapasan akibat progesterone dan peningkatan

laju metabolik maternal dan konsumsi oksigen janin menimbulkan

sesak dalam kehamilan. Tekanan dari pembesaran uterus pada

diafragma memperberat masalah ini (Varney, 2007: 543).

i) Sakit kepala

Sakit kepala disebabkan oleh ketegangan otot, stres,

perubahan postur postur, ketegangan mata, sinus dan keletihan

(Walsh, 2012: 147).

j) Hemoroid

Progesterone mempercepat relaksasi otot polos yang

menyebabkan kelemahan pada dinding pembuluh darah. Tekanan

rahim pada vena-vena disekeliling rectum dan anus

menyebabkandilatasi pembuluh darah. Konstipasi karena kerasnya

feses juga merupakan factor terjadinya hemoroid (Walsh, 2012:

148).

k) Varises

Penekanan uterus yang membesar pada vena panggul saat

wanita duduk atau berdiri dan penekanan pada vena kava inverior
18

saat berbaring mengganggu sirkulasi vena dan menyebabkan

masalah varises (Varney, 2007: 540).

l) Cemas dengan kehidupan bayi dan dirinya sendiri

Perubahan mood yang paling sering selama kehamilan adalah

cemas disebabkan perubahan biofisik dan psikologis yang dialami

oleh ibu hamil (Walsh, 2012 : 186).

3) Riwayat Kesehatan

Penyakit yang berpengaruh terhadap kehamilan, persalinan,

nifas, neonatus dan KB adalah :

a) Penyakit Jantung

Pada masa hamil terjadi peningkatkan curah jantung wanita

hingga 40% melebihi curah jantungnya ketika tidak hamil.

Peningkatan curah jantung selama kehamilan akan meningkatkan

risiko dekompensasi jantung pada wanita yang mempunyai riwayat

penyakit jantung (Varney, 2007: 628). Pasien dengan penyakit

jantung kelas I dan II masih diperbolehkan hamil, kelas III dan IV

sebaiknya tidak hamil (Kemenkes RI 2013: 198).

b) Anemia

Pengaruh anemia dalam kehamilan adalah dapat terjadi

abortus, persalinan prematuritas, hambatan pertumbuhan dan

perkembangan janin dalam rahim, mudah menjadi infeksi,

ancaman dekompensasi kordis (Hb<6gr%), molahidatidosa,

hiperemesis gravidarum, perdarahan antepartum, ketuban pecah

dini (KPD).
19

c) Penyakit asma

Penyakit asma dalam kehamilan kadang-kadang bertambah

berat atau malah berkurang. Dalam batas wajar, penyakit asma

banyak pengaruhnya terhadap kehamilan. Penyakit asma yang

berat dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan janin

melalui pertukaran O2 dan CO2 didalam rahim (Manuaba, 2012:

336). Wanita yang memiliki riwayat asma berat sebelum hamil

menjadi semakin buruk selama masa hamil. Asma dihubungkan

dengan hiperemesis gravidarum, kelahiran preterm, hipertensi

kronis, preeklampsia, dan perdarahan pervaginam (Varney, 2007:

629).

d) Hepatitis infeksiosa

Pengaruh infeksi hepatitis terhadap kehamilan bersumber dari

gangguan fungsi hati dalam mengatur dan mempertahankan

metabolisme tubuh sehingga aliran nutrisi ke janin dapat terganggu

atau berkurang. Oleh karena itu, pengaruh infeksi hati terhadap

kehamilan dapat dalam bentuk keguguran atau persalinan

premature dan kematian janin dalam rahim (Manuaba ,2012: 342).

e) TORCH

Semua infeksi toksoplasmosis, sitomegalovirus, herpes

simpleks dan rubella (TORCH) yang dapat menimbulkan kelainan

kongenital dalam bentuk hampir sama yaitu mikrosefali, ketulian


20

dan kebutaan, kehamilan dapat terjadi abortus, dan pertumbuhan

janin terhambat (Manuaba, 2012: 340).

f) Sifilis

Ibu hamil dengan sifilis dapat mengakibatkan terjadinya

kematian janin dalam rahim (Manuaba, 2012: 338).

g) HIV/AIDS

Transmisi vertikal virus AIDS dari ibu kepada janinnya

terjadi melalui intrauterine saat kehamilan. Kelainan yang dapat

terjadi pada janin adalah berat badan lahir rendah, bayi lahir mati,

partus preterm dan abortus spontan (Saifuddin, 2009: 933).

h) Gonore

Infeksi selama kehamilan menyebabkan terjadinya kelainan

premature dan korioamnionitis.

i) Hipotiroid dan hipertiroid

Kelebihan tiroksin dapat terjadinya keguguran, dapat

meningkatkan risiko terjadinya eklamsia, kegagalan jantung dan

keadaan perinatal yang buruk. Keadaan hipotiroid dihubungkan

dengan kejadian infertilitas (Saifuddin, 2009: 848-849). Hipotiroid

jarang terjadi pada masa kehamilan jika wanita terus mendapat

pengobatan tiroid, biasanya levotiroksin (Wheeler, 2004: 9).

j) Tuberkulosis

Obat-obatan yang digunakan untuk mengatasi tuberkulosis

sangat berisiko bagi janin dan neonatus, tapi terapi ini penting

karena risiko tuberkulosis lebih berat daripada risiko toksisitas obat


21

(Wheeler, 2004: 8). Ibu hamil yang menderita penyakit TBC akan

terjadi penurunan berat badan (Saifuddin, 2009: 806). Kehamilan

tidak mempengaruhi perjalanan penyakit ini. Namun, pada

kehamilan dengan infeksi TBC risiko terjadinya IUGR dan

kematian perinatal meningkat 6 kali lipat (Saifuddin, 2009: 807).

k) Hipertensi

Wanita yang memiliki hipertensi kronis berisiko mengalami

preeklampsia, persalinan prematur retardasi pertumbuhan janin.

Pemisahan prematur plasenta (abrupsio plasenta) yang berpotensi

mencetuskan morbiditas dan mortalitas ibu serta janin cenderung

terjadi (Wheeler, 2004: 8).

l) Diabetes Melitus

Menurut Wheeler (2004: 7), ibu dengan riwayat penyakit

insulin dependent diabetes mellitus (IDDM) dapat mengalami

hipertensi berat, preeklampsia, ketoasidosis, polihidramnion dan

bahkan kebutaan serta gagal ginjal. Cairan amnion berlebih dapat

terjadi. Janin berisiko tinggi mengalami kelainan kongenital dan

mungkin memiliki ukuran besar atau berukuran sangat besar

(makrosomia), kelahiran pervaginam dapat mengiritasi jaringan

maternal.

m) Infeksi ginjal dan saluran kemih

Kehamilan dapat menurunkan daya tahan tubuh sehingga makin

meningkatkan infeksi menjadi sepsis yang menyebabkan kematian

ibu dan janin (Manuaba, 2012: 345).


22

n) Lupus eritematosus

Wanita hamil dengan lupus eritematosus berisiko terjadi

restriksi pertumbuhan intrauterin (Wheeler, 2004: 8).

o) Epilepsi

Obat epilepsi fenitoin (dilantin) yang dikonsumsi sebelum ibu

hamil dapat menyebabkan sindrom hidantoin janin, yakni retardasi

pertumbuhan janin dan retardasi mental (Wheeler, 2004: 7).

p) Kanker

Risiko kanker pada keturunannya tidak meningkat kecuali orangtua

adalah carrier gen rentan kanker (Wheeler, 2004: 8). Pengaruh

kanker seviks pada kehamilan adalah kemandulan, sering terjadi

abortus akibat infeksi, perdarahan dan hambatan dalam

pertumbuhan janin sampai kematian janin (Saifuddin, 2009: 896).

4) Riwayat Kesehatan Keluarga

Kejadian kehamilan ganda dipengaruhi salah satunya oleh faktor

genetik atau keturunan (Saifuddin, 2009: 311). Bayi dengan cacat lahir

dapat diwariskan dari keluarga. Keguguran 3 kali atau lebih pada

keturunan tingkat pertama (orangtua, saudara kandung, anak)

menunjukkan translokasi kromosom. Retardasi mental pada anggota

keluarga dapat berupa penyakit mental yang diturunkan, sindrom X-

rapuh adalah yang paling sering terjadi. Retardasi mental cenderung

terjadi ketika 2 atau lebih anggota keluarga mengalami gangguan ini.

Preeklampsia memiliki kecenderungan kekambuhan yang kecil, tapi


23

signifikan bila ibu atau saudara perempuannya mengalami preeklampsia

berat (Wheeler, 2004: 34).

Diabetes, meskipun tidak diturunkan secara genetik, memiliki

kecenderungan terjadi pada anggota keluarga yang lain, terutama jika

mereka hamil atau obesitas. Hipertensi juga memiliki komponen familial,

dan kehamilan kembar juga memiliki insiden yang lebih tinggi pada

keluarga tertentu. Beberapa kondisi, seperti anemia sel sabit, lebih

banyak terjadi pada ras tertentu (Fraser dan Cooper, 2009: 254).

Inkompatibilitas RhD dapat terjadi jika seorang wanita dengan

golongan darah Rh negatif mengandung janin dengan Rh positif bukan

golongan darah Rh negatif (Fraser, 2009: 845-846).

Isoimunisasi ABO biasanya terjadi jika golongan darah ibu O dan

golongan darah bayi A atau B. Tipe darah A dan B mempunyai protein

atau antigen yang tidak ada dalam darah tipe O. Beberapa wanita

menghasilkan IgG yang dapat menembus plasenta dan melekat di sel

darah merah janin dan menghancurkannya. Bayi pertama dan berikutnya

berisiko namun tidak terlalu berat dibandingkan inkompatibilitas Rh.

Pada sebagian besar kasus terjadi hemolisis ringan. Namun pada

kehamilan berikutnya hemolisis dapat menjadi lebih berat (Fraser, 2009:

850).

Kontak dengan individu yang diketahui atau dicurigai terinfeksi TB

(tinggal dalam satu rumah atau dilingkungan yang tertutup) beresiko

tinggi terpajan atau terinfeksi tuberculosis (Varney, 2007: 612).


24

5) Riwayat Kebidanan

a) Haid

Menurut Sofian (2013: 35) menjelaskan bahwa wanita harus

mengetahui tanggal hari pertama haid terakhir (HPHT) supaya dapat

ditaksir umur kehamilan dan taksiran tanggal persalinan (TTP), yang

dihitung dengan menggunakan rumus dari Naegele: TTP= (hari

HT+7) dan (bulan HT-3) dan (tahun HT+1).

Menurut Manuaba (2012: 68) gambaran riwayat haid klien yang

akurat biasanya membantu penetapan tanggal perkiraan kelahiran,

dengan menggunakan rumus Neagle h+7 b-3 th+1 untuk siklus 28

hari, sedangkan untuk siklus 35 hari dengan menggunakan rumus

h+14 b-3 th+1. Siklus menstruasi lebih pendek atau lebih panjang dari

normal, kemungkinan wanita tersebut telah hamil saat terjadi

perdarahan.

b) Kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu

Diabetes pada kehamilan yang terdiagnosis pada kehamilan

pertama biasanya akan berulang pada kehamilan berikutnya (Varney,

2007: 639). Kehamilan ektopik cenderung berulang. Aborsi spontan

akibat kelainan genetik dan kromosom serta keguguran pada trimester

kedua akibat serviks tidak kompeten juga dapat berulang. Kondisi lain

yang cenderung berulang ialah anomali kongenital, diabetes

gestasional, preeklampsia, retardasi pertumbuhan intrauterin, distosia


25

bahu, depresi pascapartum dan perdarahan pascapartum akibat atoni

uterus. Interval antar kehamilan yang kurang dari 1 tahun, ada

kemungkinan risiko kelahiran prematur dan anemia pada kehamilan

berikutnya (Wheeler, 2004: 3839). Semakin tinggi paritas, insiden

abrupsio plasenta, plasenta previa, perdarahan uterus dan mortalitas

ibu (Varney, Kriebs & Gegor, 2007: 691).

Menurut Saifuddin (2010: 476) pemakai IUD dengan proses

peradangan yang dapat timbul pada endometrium dan endosalping

dapat menyebabkan terjadinya kehamilan ektopik. Pada akseptor, pil

KB yang hanya mengandung progesteron dapat mengakibatkan

gerakan tuba melambat.

Ada kalanya kehamilan terjadi ketika IUD masih terpasang. IUD

bisa dilepas jika talinya tampak selama trimester pertama, tapi lebih

baik dirujuk ke dokter bila kehamilan sudah berusia 13 minggu.

Pelepasan IUD menurunkan risiko keguguran, sedangkan membiarkan

IUD tetap terpasang meningkatkan aborsi septik pada pertengahan

trimester. Riwayat penggunaan IUD terdahulu meningkatkan risiko

kehamilan ektopik (Wheeler, 2004: 37).

c) Kehamilan sekarang

Anamnesis riwayat kehamilan antara lain perdarahan

pervaginam, mual, muntah dan masalah atau kelainan pada kehamilan

sekarang (Saifuddin, 2009: 9192). Trauma abdomen atau cidera


26

selama hamil dapat menyebabkan perdarahan dan abrupsio plasenta

(Wheeler, 2004: 136).

Ibu hamil harus berhati-hati dalam mengkonsumsi obat-obatan

yang dijual bebas. Litium dan isotretinoin (Accutane) bersifat

teratogen. Vitamin A yang dikonsumsi lebih dari 10.000 IU per hari

menimbulkan defek lahir (Wheeler, 2004: 910). Amfetamin yang

biasanya terdapat pada obat-obat yang dijual bebas, bila dipakai

bersama kokain akan menimbulkan komplikasi persalinan prematur,

pertumbuhan janin terhambat, solusio plasenta dan gawat janin. Selain

itu, juga dapat meningkatkan tekanan darah, palpitasi, insomnia,

aritmia jantung, infark miokard, halusinasi dan kecemasan (Saifuddin,

2009: 949). Aktivitas miometrium dimulai saat kehamilan. Bila

melakukan pemeriksaan ginekologik waktu hamil kadang dapat diraba

adanya kontraksi uterus (tanda Braxton-Hicks). Pada seluruh trimester

kehamilan dapat dicatat adanya kontraksi ringan dengan amplitudo 5

mmHg yang tidak teratur. His sesudah kehamilan 30 minggu terasa

lebih kuat dan lebih sering. Sesudah 36 minggu aktivitas uterus lebih

meningkat lagi sampai persalinan mulai (Saifuddin, 2009: 290).

Perasaan gerakan janin pertama (quickening) pada primigravida

usia kehamilan 18 minggu atau 20 minggu sedangkan pada

multigravida di usia kehamilan 14 minggu atau 16 minggu. Gerakan

janin pertama kali dapat digunakan untuk menentukan umur


27

kehamilan (Marmi, 2011: 103). Tiap wanita hamil yang akan

berpergian ke luar negeri dan di dalam negeri diperbolehkan

mengambil vaksinasi ulangan terhadap cacar, kolera, dan tifus. Untuk

melindungi janin yang akan dilahirkan terhadap tetanus neonatorum

dewasa ini dianjurkan untuk diberikan toxoid tetanus pada ibu hamil

(Wiknjosastro, 2005: 161-162).

Tiap wanita hamil yang akan berpergian ke luar negeri dan di

dalam negeri diperbolehkan mengambil vaksinasi ulangan terhadap

cacar, kolera, dan tifus. Untuk melindungi janin yang akan dilahirkan

terhadap tetanus neonatorum dewasa ini dianjurkan untuk diberikan

toxoid tetanus pada ibu hamil (Wiknjosastro, 2005: 161-162).

Saifuddin (2006: 91) menambahkan tentang imunisasi TT pada ibu

hamil pada tabel 2.2 sebagai berikut :

Tabel 2.2
Imunisasi TT

Antigen Interval (selang waktu Lama %


minimal) perlindungan perlindungan
TT 1 Pada kunjungan - -
antenatal pertama
TT 2 4 minggu setelah TT 1 3 tahun 80

TT 3 6 bulan setelah TT 2 5 tahun 95

TT 4 1 tahun setelah TT 3 10 tahun 99

TT 5 1 tahun setelah TT 4 25 tahun atau 99


seumur hidup
Sumber:Saifuddin, Abdul bari. 2006. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal, Jakarta: YBPSP.
28

6) Pola kebiasaan sehari-hari

a) Nutrisi

Wanita hamil yang memerlukan setiap harinya adalah 2500

kalori (Saifuddin, 2009: 286). Pada trimester III, janin mengalami

pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Perkembangan

janin yang pesat ini terjadi pada 20 minggu terakhir kehamilan.

Umumnya nafsu makan ibu akan sangat baik dan ibu merasa cepat

lapar (Romauli, 2011: 135). Makanan yang manis dan asin akan

memberikan kecenderungan janin tumbuh besar dan merangsang

timbulnya keracunan saat kehamilan (Marmi, 2011: 118).

Jumlah protein yang diperlukan oleh ibu hamil adalah 85

g/hari. Sumber protein tersebut dapat diperoleh dari tumbuh-tumbuhan

(kacang-kacangan) atau hewani (ikan, ayam, keju, susu, telur).

Kebutuhan kalsium ibu hamil adalah 1,5 g/hari. Kalsium dibutuhkan

untuk pertumbuhan janin, terutama bagi pengembangan otot dan

rangka. Sumber kalsium yang mudah diperoleh adalah susu, keju, dan

kalsium karbonat (Saifuddin, 2009: 286). Karbohidrat diperlukan

untuk pencernaan protein dan beberapa fungsi otak. Karbohidrat dapat

ditemukan dalam biji-bijian, sayuran, buah dan gula. Gula dikenal

sebagai karbohidrat sederhana dan zat tepung serta serat sebagai

karbohidrat kompleks (Varney, Kriebs dan Gegor, 2007: 94).

Zat besi digunakan untuk membuat hemoglobin, yang

mentransportasi oksigen ke seluruh jaringan tubuh. Makanan yang

mengandung zat besi antara lain adalah produk susu dan sereal yang
29

difortifikasi, minyak hati, ikan, kuning telur. Asam folat berfungsi

sebagai koenzim dalam metabolisme asam nukleat, mencegah anemia

megalobastik. Asam folat bisa didapatkan dari sereal yang diperkaya,

sayuran berdaun hijau, roti dan biji-bijian yang diperkaya, makanan

yang difortifikasi (Varney, Kriebs dan Gegor, 2007: 98-99). ).

Menurut Sofian (2012: 46) hendaknya ibu hamil selalu makan sayur-

sayuran dan buah-buahan yang berwarna karena nilai gizinya tinggi

untuk kesehatan. Berikut pada Tabel 2.3 akan di tampilkan contoh

nutrisi pada ibu hamil:

Tabel 2.3
Perbedaan kebutuhan nutrisi ibu hamil dengan sebelum hamil

Jenis Tidak Hamil Hamil

Kalori 2500 2500


Protein (gr) 60 85
Kalsium (gr) 0,8 1,5
Ferum (mg) 12 15
Vit A (SI) 5000 6000
Vit B (mg) 1,5 1,8
Vit C (mg) 70 100
Reboflafin (mg) 2,2 2,5
As nicotin (mg) 15 1,8
Vit D (SI) + 400-800
Sumber : Marmi, 2011 halaman 119. Asuhan Kebidanan Pada
Masa Antenatal. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

b) Eliminasi

Pada akhir kehamilan, ibu akan sering berkemih karena

kandung kemih akan tertekan oleh uterus akibat kepala janin sudah
30

mulai turun ke pintu atas panggul (Saifuddin, 2009: 185).

Desakan tersebut menyebabkan kandung kemih cepat terasa penuh.

Hemodilusi menyebabkan metabolisme air makin lancar sehingga

pembentukan urin akan bertambah (Manuaba, 2010: 94).

Peningkatan frekuensi berkemih pada trimester III paling sering

dialami oleh wanita primigravida setelah lightening. Lightening

menyebabkan bagian presentasi (terendah) janin akan menurun masuk

ke dalam panggul dan menimbulkan tekanan langsung pada kandung

kemih. Warna kuning jernih, tidak sakit saat berkemih, frekuensi

berkemih meningkat dengan jumlah pengeluaran yang meningkat pula

(Marmi, 2011: 134).

Wanita yang sebelumnya tidak mengalami konstipasi dapat

memiliki masalah ini pada trimester ke dua atau ke tiga. Konstipasi

diduga akibat penurunan peristaltis yang disebabkan relaksasi otot

polos pada usus besar ketika terjadi peningkatan jumlah progesteron,

bisa juga disebabkan karena kurangnya asupan nutrisi yang

mengandung serat dan kurangnya mobilisasi/gerak. Normalnya bab 1-

2 x/hari, konsistensi lunak, berwarna kuning. (Varney, Kriebs dan

Gegor 2007: 539). Marmi menambahkan konstipasi akibat efek

samping penggunaan zat besi pada wanita hamil (Marmi, 2011: 137).

Hemoroid juga hal yang sering terjadi sebagai akibat konstipasi dan

peningkatan tekanan vena pada bagian bawah karena pembesaran

uterus (Saifuddin, 2010: 185).


31

c) Istirahat

Kebutuhan tidur wanita hamil pada malam hari kurang lebih 8

jam dan istirahat dalam keadaan rileks pada siang hari selama 1 jam

(Romauli, 2011: 144). Ketidaknyamanan fisik akibat gerakan janin,

abdomen yang menggantung, kram tungkai, ngilu sendi, nyeri ulu

hati, nyeri punggung, dan kontraksi rahim (bukan persalinan)

membuat wanita sangat sulit tidur nyenyak ketika usia kehamilan

lanjut. Mimpi yang tidak lazim sering dialami beberapa wanita. Topik

mimpi yang sering muncul ialah bayi yang tidak normal dan menjadi

ibu yang jahat. Wanita hamil juga cenderung mengalami halusinasi

(Wheeler, 2004: 142143).

d) Personal Hygiene

Menurut Sofian (2013: 47-48) mandi diperlukan untuk

kebersihan diri, terutama untuk perawatan kulit, karena fungsi

ekskresi dan keringat bertambah. Pakaian yang harus digunakan ibu

hamil harus longgar bersih dan tidak ada ikatan yang ketat pada

daerah perut. Pemakaian bra dengan ukuran yang terlalu ketat dan

menggunakan busa akan mengganggu penyerapan keringat payudara.

Membersihkan puting dengan sabun mandi dapat menyebabkan iritasi.

Bersihkan puting susu dengan minyak kelapa lalu dibilas dengan air

hangat (Romauli, 2011: 146).

Mandi minimal 2 kali sehari karena ibu hamil cenderung untuk

mengeluarkan banyak keringat, menjaga kebersihan diri terutama

lipatan kulit (ketiak, bawah buah dada, daerah genetalia) dengan cara

dibersihkan dengan air dan dikeringkan (Romauli, 2011: 138).

Leukorea (keputihan) merupakan sekresi vagina dalam jumlah besar


32

dengan konsistensi kental atau cair yang dimulai dari trimester I,

sebagai bentuk dari hiperplasi mukosa vagina. Leukorea dapat

disebabkan karena terjadinya peningkatan produksi kelenjar dan lendir

endosevikal sebagai akibat dari peningkatan kadar estrogen. Leukorea

juga dapat disebabkan oleh pengubahan sejumlah besar glikogen pada

sel epitel vagina menjadi asam laktat oleh basil Doderlein. Upaya

untuk mengatasi leukorea adalah dengan mengganti celana dalam

berbahan katun dengan sering dan mengganti celana dalam secara

rutin (Marmi, 2011: 133-134).

e) Aktivitas

Aktivitas yang terlalu berat dapat menyebabkan abortus dan

persalinan prematur (Romauli, 2011: 171). Saifuddin (2009: 287)

menambahkan ibu hamil jangan melakukan pekerjaan rumah tangga

yang berat dan hindarkan kerja fisik yang dapat menimbulkan

kelelahan yang berlebihan. Tekanan uterus yang membesar pada vena-

vena panggul saat wanita duduk atau berdiri dan pada vena kava

inferior saat ia dalam posisi terlentang akan menyebabkan gangguan

sirkulasi vena dan peningkatan tekanan vena pada ekstremitas bawah

sehingga menyebabkan edema dependen pada kaki. Edema dependen

ini akan membatasi gerakan atau aktivitas ibu hamil (Varney, 2007:

540). Aktivitas yang banyak dianjurkan adalah jalan-jalan waktu pagi

hari untuk ketenangan dan mendapatkan udara segar (Manuaba, 2010:

121).

f) Rekreasi

Wanita hamil harus berhati-hati melakukan perjalanan yang

cenderung lama dan melelahkan karena dapat menimbulkan


33

ketidaknyamanan dan mengakibatkan gangguan sirkulasi serta

oedema tungkai karena kaki tergantung jika duduk terlalu lama

(Marmi, 2011: 125). Berpergian jauh bukanlah halangan bagi ibu

hamil selama dilakukan dengan kesadaran. Ini berarti perjalanan harus

dilakukan secara bertahap sehingga tersedia cukup waktu untuk

istirahat dalam perjalanan jauh dengan kendaraan sendiri. Berpergian

dengan kendaraan umum yang kurang memerhatikan keadaan ibu

hamil perlu mempertimbangkan lamanya perjalanan.

Perjalanan pendek dan dalam waktu singkat bukan menjadi

halangan, kecuali mempunyai riwayat kehamilan dan persalinan yang

buruk. Ibu dengan riwayat kehamilan dan persalinan yang buruk,

sebaiknya rencana perjalanan jauh ditunda dahulu sampai anak lahir

dan mencapai umur yang cukup (Manuaba, 2010: 193).

g) Kehidupan Seksual

Menurut Romauli (2011: 139) selama kehamilan berjalan

normal, koitus diperbolehkan sampai akhir kehamilan, meskipun

beberapa ahli berpendapat sebaiknya tidak lagi berhubungan seks

selama 14 hari menjelang kelahiran. Koitus tidak dibenarkan bila

terdapat perdarahan pervaginam, riwayat abortus berulang,

abortus/partus prematurus imminens dan ketuban pecah sebelum

waktunya. Manuaba (2012: 120) menambahkan hubungan seksual

dihentikan bila terdapat tanda infeksi, pengeluaran cairan disertai rasa

nyeri atau panas dan riwayat kematian dalam kandungan. Keinginan

seksual ibu hamil trimester III sudah berkurang karena berat perut

yang semakin membesar dan tekniknya pun sudah sulit dilakukan.


34

Posisi diatur untuk menyesuaikan pembesaran perut (Marmi, 2011:

123).

h) Riwayat ketergantungan

Pemakaian obat-obatan pada wanita hamil sangat

mempengaruhi ibu maupun janinnya, terutama pada masa konsepsi

dan trimester I kehamilan, karena tahap ini merupakan tahap

organogenesis atau pembentukan organ. Obat-obatan tersebut adalah

ganja, morfin, heroin, pethidin, jenis barbiturate, alcohol dan lain-lain

akan menimbulkan gangguan pada ibu dan janinnya. Janin akan

mengalami cacat fisik, kelahiran premature dan BBLR, serta cacat

mental dan sosial. Ibu hamil dengan ketergantungan obat pada

umumnya akan takut melahirkan bayi cacat, merasa gelisah, bingung

dan takut terhadap akibat yang akan dialami oleh bayinya dengan

minum obat-obatan tersebut (Romauli, 2011: 123). Selain berisiko

mengalami penyakit kardiovaskular, penyakit paru obstruktif, dan

kanker paru, wanita yang merokok selama hamil juga mengakibatkan

janinnya mengalami penurunan perfusi uteroplasenta dan penurunan

oksigenasi (Wheeler, 2004: 12).

Wanita hamil yang mengkonsumsi alkohol 1 gelas atau lebih per

hari berisiko mengalami aborsi spontan sampai 2 kali lipat dan setiap

2 gelas alkohol yang dikonsumsi di kehamilan tahap lanjut akan

membuat berat lahir berkurang sebesar 160 gram (Wheeler, 2004: 12).

Konsumsi obat-obatan terlarang seperti kokain dapat menyebabkan

aborsi spontan, kelahiran prematur, retardasi pertumbuhan intrauterin,

dan abrupsio plasenta. Penggunaan heroin dihubungkan dengan


35

prematuritas dan retardasi pertumbuhan intrauterin (Wheeler, 2004:

15).

Merokok, minum alkohol dan kecanduan narkotik secara

langsung dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan janin

dan menimbulkan kelahiran dengan berat badan rendah bahkan dapat

menimbulkan cacat bawaan atau kelainan pertumbuhan dan

perkembangan mental. (Manuaba, 2012: 122).

i) Psikososial dan Spiritual

Trimester III sering disebut periode penantian dengan penuh

kewaspadaan. Ibu hamil tidak sabar menantikan kelahiran sang bayi,

berjaga-jaga atau menunggu tanda dan gejala persalinan, merasa

cemas dengan kehidupan bayinya dan dirinya sendiri, merasa

canggung, jelek, berantakan dan memerlukan dukungan yang sangat

besar dan konsisten dari pasangannya, mengalami proses duka lain

ketika mengantisipasi hilangnya perhatian dan hak istimewa khusus

selama hamil (Varney, 2007: 503-504).

Ibu hamil sangat membutuhkan dukungan yang intensif dari

keluarga dengan cara menunjukan perhatian dan kasih sayang

(Romauli, 2011 : 121). Persiapan menjadi orang tua adalah persiapan

mental dan ekonomi karena bertambah anggota keluarga bertambah

pula kebutuhanya (Romauli, 2011: 158). Wanita hamil trimester III

mulai memilih nama untuk bayi mempersiapkan kebutuhan bayi,

mengikuti kelas persiapan menjadi orang tua. Orang-orang

disekitarnya mulai membuat rencana untuk bayi yang akan dilahirkan

(Marmi, 2011: 95).


36

j) Latar belakang sosial budaya

Menurut Walsh (2012: 170), faktor yang dikaitkan dengan risiko

nutrisi tinggi pada kehamilan adalah dari faktor sosial/kultural di

antaranya adalah pola makan yang tidak biasa (vegetarian), keyakinan

yang mencakup larangan makanan khusus, dukungan sosial buruk.

Mitos di masyarakat yang berkaitan dengan kehamilan yaitu

pantangan makanan, misalnya ibu hamil harus pantang terhadap

makanan yang berasal dari daging, ikan, telur, dan goreng-gorengan

karena percaya akan menyebabkan kelainan pada janin. Adat ini akan

sangat merugikan ibu dan janin karena hal tersebut akan membuat

pertumbuhan janin tidak optimal dan pemulihan kesehatannya akan

lambat (Romauli, 2011: 169). Saifuddin menambahkan (2012: N-5)

mengurangi garam untuk mencegah preeklampsia, membatasi

hubungan seksual untuk mencegah abortus dan kelahiran prematur,

pemberian kalsium untuk mencegah kram pada kaki dan membatasi

makan dan minum untuk mencegah bayi besar secara teori tidak

terbukti berpengaruh terhadap kehamilan.

Beberapa jamu yang digunakan pada masa kehamilan dapat

membahayakan. Hal ini dikarenakan dosis jamu belum diketahui atau

karena jamu belum teridentifikasi dengan tepat, terkontaminasi, atau

tercampur (Wheeler, 2004: 139).

b. Data obyektif

Setelah dibahas data subyektif, untuk melengkapi data dalam

menegakkan diagnosis, maka harus melakukan pengkajian data obyektif

melalui pemeriksaan inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi yang


37

dilakukan secara berurutan. Data-data yang perlu untuk dikaji adalah

sebagai berikut:

1) Pemeriksaan Umum

a) Keadaan umum baik, kesadaran komposmentis (Manuaba, 2012:

114). Lordosis yang progresif akan menjadi bentuk yang umum pada

kehamilan (Saifuddin, 2009: 186). Apabila ibu hamil berjalan

dengan sikap kifosis, skoliosis, atau pincang maka kemungkinan ada

kelainan panggul (Romauli, 2011: 172).

b) Tanda-tanda vital (TTV)

(1) Suhu

Suhu tubuh yang normal adalah 36-37,5oC. Bila suhu

tubuh lebih dari 37oC perlu diwaspadai adanya infeksi

(Romauli, 2011: 173).

(2) Pernapasan

Pernapasan normalnya 16-24 x/ menit (Romauli, 2011:

173). Pada ibu hamil trimester III, uterus telah mengalami

pembesaran sehingga terjadi penekanan diafragma. Selain itu,

diafragma akan mengalami elevasi kurang lebih 4 cm selama

kehamilan. Hal ini menimbulkan perasaan sesak napas.

Banyak wanita cenderung merespon sesak napas dengan cara

melakukan hiperventilasi (Varney, 2007: 543).

(3) Nadi

Nadi dalam keadaan santai denyut nadi ibu sekitar 60-80

x/menit Denyut nadi 100 x/ menit atau lebih dalam keadaan


38

santai merupakan pertanda buruk. Jika denyut nadi ibu 100

x/menit atau lebih, mungkin ibu mengalami salah satu atau

lebih keluhan seperti tegang, ketakutan atau cemas akibat

masalah tertentu, perdarahan berat, anemia sakit/demam

gangguan tyroid, gangguan jantung (Romauli, 2011: 173).

(4) Tekanan darah

Tekanan darah dalam batas normal, yaitu 100/70

130/90mmHg (Romauli, 2011: 173). Tekanan darah dikatakan

tinggi bila lebih dari 140/90 mmHg. Bila tekanan darah

meningkat, yaitu sistolik 30 mmHg atau lebih dan atau

diastolic 15 mmHg atau lebih, kelainan ini dapat berlanjut

menjadi preeklamsi dan eklamsi kalau tidak ditangani dengan

cepat (Romauli, 2011: 173).

c) Pemeriksaan antopometri

(1) Berat badan (BB)

Berat badan ditimbang tiap kali kunjungan untuk

mengetahui penambahan berat badan ibu . Normalnya

penambahan tiap minggu adalah 6,50 sampai 16,50 kg

(Romauli, 2011: 173). Pada trimester III kenaikan berat badan

sekitar 5,5 kg dan sampai akhir kehamilan 11-12 kg. Cara yang

dipakai untuk menentukan berat badan menurut tinggi badan

adalah dengan menggunakan indeks masa tubuh yaitu dengan

rumus berat badan dibagi tinggi badan pangkat 2 (Romauli,

2011: 85-86).

Wheeler (2004: 7172) menjelaskan bahwa indeks

massa tubuh (IMT) digunakan untuk menentukan penambahan


39

berat yang direkomendasikan pada wanita hamil. IMT

diperoleh dengan menghubungkan tinggi badan klien dengan

berat badannya saat hamil.

Penambahan berat badan pada wanita hamil menurut

IMT dapat dilihat pada tabel 2.4

Tabel 2.4
Penambahan berat badan sesuai berat badan sesuai IMT awal

IMT Ketegori Penambahan berat


badan

19,8-26 Berat badan normal 12,5-17,5 kg

< 19,8 Berat badan rendah 14-20 kg

26,1-29 Berat badan lebih 7,5-12,5 kg

>29 Obesitas 7,5 kg


Sumber : Wheeler, 2004 halaman 71-72 Buku Saku Asuhan
Pranatal dan Pascapartum. Jakarta: EGC.

(2) Tinggi badan (TB)

Ibu hamil dengan tinggi badan 145 cm tergolong

risiko tinggi risiko panggul sempit (Romauli, 2011: 173)

(3) Lingkar lengan atas (LILA)

Menurut Romauli (2011: 173) LILA diukur pada

lengan atas yang kurang dominan, LILA <23,5 cm merupakan

indikator kuat untuk status gizi yang kurang/buruk, sehingga

berisiko untuk melahirkan bayi dengan berat badan lahir

rendah (BBLR).
40

2) Pemeriksaan Fisik

a) Rambut

Rambut yang mudah dicabut menandakan kurang gizi atau ada

kelainan tertentu (Romauli, 2011: 175).

b) Kepala

Kulit pucat dan rambut rapuh dapat mengindikasikan

kekurangan nutrisi. Adanya parasit berhubungan dengan kondisi

tempat tinggal yang buruk (Walsh, 2012: 114).

c) Muka

Edema pada wajah merupakan salah satu gejala preeklampsi

(Manuaba, 2012: 261).

d) Mata

Membran mukosa pucat menandakan anemia (Walsh, 2012:

114). Adanya tanda ikterik menandakan ibu mungkin terinfeksi

hepatitis (Fraser, 2009: 374). Spasme arteriol, edema sekitar diskus

optikus, ablasio retina (lepasnya retina) merupakan salah satu tanda

gejala pre-eklampsia (Manuaba, 2012: 262). Bentuk simetris,

konjungtiva normal berwarna merah muda, bila pucat menandakan

anemia. Sklera normal berwarna putih, bila kuning menandakan ibu

mungkin terinfeksi hepatitis, bila merah kemungkinan ada

konjungtivitis. Kelopak mata yang bengkak kemungkinan adanya

preeklampsia (Romauli, 2011: 174).


41

e) Mulut dan Gigi

Menurut Romauli (2011: 174) caries atau keropos menandakan

ibu kekurangan kalsium. Saat hamil sering terjadi caries yang

berkaitan dengan emesis, hiperemesis gravidarum. Adanya

kerusakan gigi yang dapat menjadi sumber infeksi. Saifuddin

menambahkan (2010: 185) gusi akan menjadi lebih hiperemis dan

lunak sehinggga dengan trauma sedang saja bisa menyebabkan

perdarahan. Epulis selama kehamilan akan muncul.

f) Leher

Normal bila tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada

pembesaran limfe dan tidak ditemukan bendungan vena jugularis

(Romauli, 2011: 174). Adanya bendungan vena kemungkinan

gangguan aliran darah akibat penyakit jantung atau aneurisma vena.

Kelenjar tiroid sedikit membesar saat hamil perlu dievaluasi tentang

hipertiroid. Adanya pembengkakan limfe menunjukkan

kemungkinan infeksi dan metastatis keganasan (Manuaba, 2012:

162). Klasifikasi pembesaran kelenjar tyroid :

Tingkat 0 : tidak teraba

Tingkat I : teraba dan terlihat dengan kepala ditengadahkan

Tingkat Ia :tidak teraba/jika teraba tidak lebih dari tiroid

normal

Tingkat Ib :jelas teraba dan membesar, tidak terlihat meskipun

kepala tengadah
42

Tingkat II : mudah dilihat dengan posisi biasa

Tingkat III : terlihat dari jarak tertentu

g) Dada

Murmur jantung sistolik ditemukan pada 90% wanita hamil.

Murmur terjadi karena tekanan darah ibu selama hamil meningkat

secara mencolok (Marmi, 2011: 207). Pada ibu dengan riwayat

pernafasan (asma, bronchitis kronis, merokok), paru harus di

auskultasi untuk adanya penurunan upaya (Walsh, 2008: 283).

h) Payudara

Buah dada biasanya membesar saat kehamilan akibat hipertrofi

alveoli. Hal ini sering kali menyebabkan hipersensitivitas pada

mammae. Di bawah kulit buah dada, sering tampak gambaran-

gambaran vena yang meluas. Puting susu biasanya membesar dan lebih

tua warnanya. Puting yang datar atau masuk yang dapat menghalangi

upaya menyusui. Seorang ibu dengan riwayat implantasi payudara

mungkin meragukan kemampuannya untuk menyusui dan mungkin

perlu peyakinan dan pembimbingan. Adanya massa yang ditemukan

harus dicatat untuk tindakan lanjut pasca salin segera (Walsh, 2012:

283).

Payudara harus kembali diperiksa pada usia kehamilan 36

minggu untuk memastikan perlunya tindakan untuk mengeluarkan

puting yang datar atau masuk ke dalam (Varney, Kriebs dan Gegor,

2007: 530). Pada kehamilan 32 minggu warna cairan agak putih

seperti cairan susu yang sangat encer. Dari kehamilan 32 minggu


43

sampai anak lahir, cairan keluar lebih kental, berwarna kuning, dan

banyak mengandunng lemak yang disebut kolostrum (Romauli,

2011: 78)

i) Abdomen

Bentuk simetris, bekas luka operasi, terdapat linea nigra, strie

livida, dan terdapat pembesaran abdomen (Romauli, 2011: 174).

Pada kulit dinding perut akan terjadi perubahan warna menjadi

kemerahan, kusam yang disebut striae gravidarum (Romauli, 2011:

84). Pada primigravida perut tegang, menonjol dan terdapat strie

livida akibat dari peregangan uterus. Pada multigravida perut

lembek, menggantung serta terdapat strie livida dan albikan

(Manuaba, 2012: 125). Pembesaran abdomen ke depan atau ke

samping (pada ascites abdomen membesar ke samping), pembesaran

sesuai usia kehamilan, tidak ada bekas luka, tampak gerakan janin

(Marmi, 2011: 167).

Gerakan menendang atau tendangan janin yang normal adalah

10 gerakan dalam 12 jam (Saifuddin, 2009: 285). Setelah minggu ke

enam belas, gerakan pertama sudah dapat dirasakan (Manuaba,

2012: 235). Bila ada jaringan parut, tanda ini harus dicocokan

dengan riwayat yang di dapat sebelumnya tentang kelahiran sesar

(Walsh, 2007: 283).

j) Genetalia

Pemeriksaan genitalia dilakukan dengan mencari adanya lesi,

eritema, perubahan warna, pembengkakan, ekskoriasi dan memar.

Bila ada lesi kemungkinan menunjukkan sifilis atau herpes (Marmi,


44

2011: 170). Vagina dan vulva mengalami peningkatan pembuluh

darah karena pengaruh estrogen sehingga tampak makin berwarna

merah dan kebiru-biruan (Manuaba, 2012: 92). Peningkatan kongesti

ditambah relaksasi dinding pembuluh darah dan uterus yang berat

dapat menyebabkan timbulnya edema dan varises vulva (Romauli,

2011: 74).

Wiknjosastro (2008: 44) menambahkan pada genetalia

dilakukan pemeriksaan adanya luka atau massa termasuk

kodilomata, varikositas vulva atau rektum, adanya perdarahan

pervaginam, cairan ketuban dan adanya luka parut di vagina

mengindikasikan adanya riwayat robekan perineum atau tindakan

episiotomi sebelumnya.

k) Anus

Normal tidak ada benjolan atau pengeluaran darah dari anus

(Romauli, 2011: 175). Menurut Walsh (2007: 115). Pembesaran

hemoroid dapat meningkatkan ketidaknyamanan dan perdarahan

selama kehamilan. Derajat haemoroid :

Derajat 1 : benjolan kecil, masuk sendiri dengan ibu di suruh

seperti menahan BAB

Derajat 2 : benjolan besar, kita masukkan dan tidak keluar

Derajat 3 : benjolan besar, tidak bisa masuk sendiri, apabila di

masukkan keluar lagi

Derajat 4 : benjolan besar, disertai darah


45

l) Ekstremitas (edema)

Menurut Manuaba (2012: 108), varises terjadi karena pengaruh

dari estrogen dan progesteron, terutama bagi mereka yang

mempunyai bakat. Varises terjadi di kaki dan betis. Varises vena

pada ibu hamil lebih mudah muncul pada wanita yang memiliki

kecenderungan tersebut dalam keluarga atau memiliki faktor

predisposisi kongenital. Varises dapat diakibatkan oleh gangguan

sirkulasi vena dan peningkatan tekanan vena pada ekstremitas bagian

bawah karena penekanan uterus yang membesar pada vena panggul

saat wanita tersebut duduk atau berdiri dan penekanan pada vena

kava inferior saat ia berbaring (Varney, 2007: 540).

Varises primer bermula pada kerusakan dinding pembuluh

vena perifer yang karena sesuatu hal melebar kemudian diikuti oleh

katup yang tidak berfungsi. Vena perforantes dengan katupnya yang

masih normal. Sedangkan varises sekunder bermula dengan

insufiensi vena pervorantes, vena dalam kemudian diikuti oleh

meningginya tekanan darah dalam vena perifer. Tidak berfungsinya

katup vena perforantes biasanya diakibatkan oleh kelainan pada

system vena dalam. Gejala varises antara lain : rasa pegal pada

ekstremitas yang akan bertambah bila berdiri lama dan berkurang

bila ekstremitas ditinggikan, kadang-kadang terjadi penyulit bentuk

korengdi daerah mata kaki yang sukar sembuh. Biasanya didahului

oleh kelainan kulit berupa eksim yang sering disertai peradangan,

perdarahan dapat terjadi jika kulit diatas varises perifer menjadi


46

sangat tipis, biasanya disertai trauma ringan dan keluhan dari segi

kosmetika (Mansjoer, 2009: 361).

Pada ibu hamil trimester III sering terjadi edema dependen

yang disebabkan karena kongesti sirkulasi pada ekstremitas bawah,

peningkatan kadar permeabilitas kapiler, tekanan dari pembesaran

uterus pada vena pelvik ketika duduk atau pada vena kava inferior

ketika berbaring. Jika edema muncul tidak hanya di ekstremitas

bawah, tapi juga muncul pada muka, tangan, dan disertai proteinuria

serta hipertensi perlu diwaspadai adanya preeklampsia (Marmi,

2011: 136).

3) Pemeriksaan khusus

Pada pemeriksaan khusus ini berlaku untuk asuhan kehamilan dan

asuhan persalinan.

(1) Tinggi fundus uteri (TFU) Mc. Donald


Untuk mengikuti pertumbuhan anak dengan cara mengikuti
pertumbuhan rahim, maka sekarang sering ukuran rahim
ditentukan dalam centimeter (cm). Dapat dilihat di tabel 2.5

Tabel 2.5
Penentuan usia kehamilan berdasarkan TFU

Tinggi Fundus
Usia
kehamilan Dalam cm Menggunakan penunjuk-
penunjuk badan
28 minggu 28cm ( 2cm) Di tengah, antara umbilikus
dan prosesus sifoideus
29-35 Usia kehamilan dalam -
minggu minggu = cm ( 2cm)
36 minggu 36cm ( 2cm) Pada prosesus sifoideus

Sumber : Saifuddin, Abdul Bari, 2009. Buku Acuan Nasional Pelayanan


Kesehatan Maternal dan Neonatal, Jakarta, halaman 93.
47

(2) Tafsiran berat janin

Menurut Romauli (2011: 71) menurut rumusnya Johnson

tausak cara mengukur tafsiran berat janin adalah (tinggi fundus dalam

cm-n) x 155= berat badan (gram). Bila kepala di atas atau pada spina

iskiadika maka n=12, dan bila kepala di bawah spina iskiadika maka

n=11.

Tafsiran berat janin sesuai usia kehamilan trimester III

menurut Manuaba (2012: 89) dapat dilihat pada tabel 2.6

Tabel 2.6
Tafsiran berat janin sesuai usia kehamilan trimester III

Usia kehamilan (bulan) Berat badan (gram)


7 1000
8 1800
9 2500
10 3000
Sumber: Manuaba, 2012, Ilmu kebidanan, penyakit kandungan dan
KB, halaman 89.

(3) Pemeriksaan Leopold

(1) Leopold I

Pada letak kepala akan teraba bokong pada fundus, yaitu

tidak keras, tidak melenting, dan tidak bulat. Jika kesulitan

menentukan apakah kepala atau bokong yang terdapat di fundus,

dapat digunakan perasat Knebel, caranya dengan satu tangan di

fundus dan tangan lain di atas simfisis (Manuaba, 2012: 117-

118).
48

Tinggi fundus uteri pada pemeriksaan Leopold I pada


trimester III adalah sebagai berikut:

Tabel 2.7
Usia kehamilan berdasarkan TFU dalam Leopold

Tinggi fundus uteri Usia kehamilan


1/3 diatas pusat 28 minggu
pusat-prosesus xipoideus 34 minggu
Setinggi prosesus xipoideus 36 minggu
Dua jari (4 cm) dibawah 40 minggu
prosesus xipoideus
Sumber: Manuaba 2012, Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan
KB, Jakarta, halaman 100.

(2) Leopold II

Menentukan batas samping rahim kanan/kiri dan

menentukan letak punggung. Letak membujur dapat ditetapkan

punggung anak, yang teraba rata dengan tulang iga seperti papan

cuci.

Jika pada perabaan abdomen sulit menentukan punggung

kanan atau punggung kiri, dapat menggunakan perasat Budin

dan Ahfeld. Variasi Budin dengan menentukan letak punggung

dengan satu tangan menekan di fundus. Variasi Ahfeld dengan

menentukan letak punggung dengan pinggir tangan kiri

diletakkan di tengah perut (Manuaba, 2012: 117-119).

(3) Leopold III

Menentukan bagian terbawah janin di atas simfisis ibu dan

bagian terbawah janin sudah masuk PAP atau masih bisa


49

digoyangkan (Manuaba, 2012: 119). Jika belum masuk PAP,

kepala akan teraba bulat dan keras (Manuaba, 2010: 117).

Pada primigravida, kepala janin masuk PAP pada usia

kehamilan 36 minggu, jika sudah masuk usia 36 minggu dan

kepala belum masuk PAP dapat dilakukan osborn test untuk

menentukan adakan disporposi kepala panggul, sedangkan pada

multigravida kepala janin baru masuk PAP menjelang persalinan

(Manuaba, 2010: 172).

(4) Leopold IV

Menentukan bagian terbawah janin dan berapa jauh janin

sudah masuk PAP. Bila bagian terendah masuk PAP telah

melampaui lingkaran terbesarnya, maka tangan yang melakukan

pemeriksaan divergen, sedangkan bila lingkaran terbesarnya

belum masuk PAP, maka tangan pemeriksa konvergen Jika

belum masuk PAP, kepala akan teraba bulat dank eras

(Manuaba, 2012: 117-119).

(4) Auskultasi

Normal terdengar denyut jantung di bawah pusat ibu (baik di

bagian kiri atau di bagian kanan). Mendengarkan denyut jantung bayi

meliputi frekuensi dan keteraturanya. DJJ dihitung selama 1 menit

penuh. Frekuensi DJJ normal antara 120-140 kali per menit (Romauli,

2011: 176). Cara menghitung keteraturan detak jantung janin

dilakukan dengan menghitung 5 detik pertama, 5 detik kedua istirahat,


50

5 detik ketiga, 5 detik keempat istirahat dan 5 detik kelima.

Kesimpulan hasil diperoleh tidak teratur jika selisih 5 detik pertama,

ketiga dan kelima lebih dari 2 dan teratur jika kurang dari 2

(Manuaba, 2012: 170).

Faktor yang menentukan detak jantung janin adalah presentasi,

posisi kedudukan punggung, sikap anak/habitus terhadap dirinya dan

kehamilan kembar (Manuaba, 2012: 170). Dari sifat bunyi DJJ kita

dapat mengetahui keadaan janin. Janin yang dalam keadaan sehat

bunyi jantungnya teratur dan frekuensinya antara 120-140 per menit.

Bila bunyi jantung kurang dari 120 per menit atau lebih dari 160

permenit atau tidak teratur, maka janin dalam keadaan asfiksia

(Marmi, 2011: 189).

(5) Pemeriksaan Panggul

Marmi (2011: 171172) menjelaskan bahwa seorang multipara

yang sudah beberapa kali melahirkan anak yang aterm dengan spontan

dan mudah, dapat dianggap mempunyai panggul yang cukup luas.

Tanda-tanda kemungkinan panggul sempit ialah:

(1) Pada primigravida kepala belum turun pada bulan terakhir.

(2) Pada multipara jika dalam anamnesa, ternyata persalinan yang

dulu sukar (riwayat obstetrik yang jelek).

(3) Jika terdapat kelainan letak hamil tua.

(4) Jika badan penderita menunjukkan kelainan seperti kifosis,

skoliosis, kaki pendek sebelah/pincang, kerdil.


51

(5) Kalau ukuran-ukuran panggul luar sempit.

Persalinan dapat berlangsung dengan baik atau tidak

antara lain tergantung pada luasnya jalan lahir yang terutama

ditentukan oleh bentuk dan ukuran-ukuran panggul. Untuk

meramalkan apakah persalinan dapat berlangsung biasa,

pengukuran panggul diperlukan (Marmi, 2011: 171).

Panggul dibagi dua yaitu panggul luar dan dalam (Marmi, 2011: 171).

(1) Pemeriksaan panggul luar menurut Marmi (2011: 174) yaitu:

(a) Distantia spinarum, jarak antara spina iliaka anterior superior

kiri dan kanan normalnya 23-26 cm.

(b) Distantia kristarum, jarak antara crista iliaka kanan dan kiri

normalnya 26-29 cm.

(c) Conjungata eksterna (baudeloque), jarak antara pinggir atas

simpisis dan ujung prosessus spinosus ruas tulang lumbal ke-

V normalnya 18-20 cm.

(d) Ukuran lingkar panggul, dari pinggir atas simpisis ke

pertengahan antara spina iliaka anterior superior dan

trochanter mayor sepihak dan kembali melalui tempat-tempat

yang sama dipihak yang lain normalnya 80-90 cm.

(2) Pemeriksaan panggul dalam

Menurut Marmi (2011: 175-176) pemeriksaan dilakukan

pada usia kehamilan 36 minggu. Pemeriksaan dalam berfungsi

untuk menentukan kesan mengenai bentuk panggul. Hasil


52

normal bila promontorium tidak teraba, tidak ada tumor

(exostose), linea innominata teraba sebagian, spina iskiadika

tidak teraba, os. sacrum mempunyai inklinasi ke belakang dan

sudut arkus pubis >90.

(6) Perkusi refleks patella

Normalnya tungkai bawah akan bergerak sedikit ketika tendon

patella diketuk. Bila gerakannya berlebihan dan cepat, maka hal ini

mungkin merupakan tanda preeklampsia. Bila refleks patella negatif,

kemungkinan pasien mengalami kekurangan vitamin B1 (Romauli,

2011: 176).

g) Pemeriksaan penunjang

(1) Pemeriksaan yang rutin dilakukan

(a) Pemeriksaan haemoglobin

Menurut Romauli (2011: 187) Tujuan pemeriksaan

haemoglobin adalah untuk mengetahui kadar Hb dalam darah

dan menentukan derajat anemia. Kondisi haemoglobin dapat

digolongkan sebagai berikut:

Hb 11 gr% : Tidak anemia

Hb 9-10 gr% : Anemia ringan

Hb 7-8 gr% : Anemia sedang

Hb < 7 gr% : Anemia berat

(b) Pemeriksaan golongan darah

Diambil dari darah periver, bertujuan untuk

mengetahui golongan darah, dilakukan pada kunjungan


53

pertama kehamilan. Mengetahui golongan darah ini sebagai

persiapan ibu apabila ibu mengalami perdarahan selama

persalinan, sehingga transfusi dapat segera dilakukan

(Romauli, 2011: 187-188).

(2) Pemeriksaan yang dilakukan atas indikasi

(a) Protein urin

Menurut Romauli (2011: 188) pemeriksaan urin

dilakukan pada kunjungan pertama dan kunjungan trimester

III. Pemeriksaan dilakukan dengan preparat kimia dengan

hasil sebagai berikut :

Tidak ada kekeruhan : (negatif/-)

Ada kekeruhan ringan tanpa butiran : (positif 1/+1)

Kekeruhan mudah terlihat dengan butiran : (positif 2/++)

Kekeruhan jelas dan berkeping-keping : (positif 3/+++)

Sangat keruh berkeping besar/bergumpal : (positif 4/++++)

Dapat pula diukur dengan cara dipstik yaitu dengan

mencelupkan strip ke dalam urine segar (5 detik) sampai

semua test area terendam dalam urine. Baca hasil test dengan

cara membandingkan warna pada standart warna yang

tersedia (Romauli, 2011: 188).

(b) Reduksi urin

Menurut Romauli (2011: 188) untuk mengetahui kadar

glukosa dalam urin, dilakukan pada kunjungan pertama


54

kehamilan. Menggunakan metode fehling cara menilai

hasilnya:

Hijau jernih/biru : negatif

Hijau keruh : positif 1/+

Hijau keruh, kekuningan, (1-1,5 %) : positif 2/++

Jingga/kuning keruh (2-3,5 %) : positif 3/+++

Merah kekuningan, keruh/merah bata : positif 4/++++

Perbandingan hasil reduksi urine secara dipstick dapat

dilihat di gambar 2.1

Gambar 2.1
Perbandingan hasil reduksi urin

(c) Ultrasonogafi (USG)

Pemeriksaan USG pada trimester III dilakukan untuk

menilai letak plasenta, ketebalan segmen bawah uterus,

kondisi serviks, tumor pelvic, penentuan usia kehamilan,

evaluasi pertumbuhan janin, terduga kematian janin, terduga

kehamilan kembar, terduga kelainan volume cairan amnion,


55

evaluasi kesejahteraan janin, ketuban pecah dini atau

persalinan preterm dan penentuan presentasi janin (Saifuddin,

2009: 252-258).

(d) Non Stress Test (NST)

Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai hubungan

gambaran DJJ dan aktivitas janin. Penilaian dilakukan

terhadap frekuensi dasar DJJ, variabilitas dan timbulnya

akselerasi yang menyertai gerakan janin (Marmi, 2011: 190).

Romauli (2011: 181) menambahkan terdapat sedikitnya 2 Kli

gerakan janin dalam waktu 10 menit.

(e) Pemeriksaan Waserman Research (WR) dan Veneral Deases

Research Laboratory (VDRL)

Diambil dari darah vena cubiti bertujuan untuk

mengetahui ibu hamil terkena sifilis, dilakukan pada waktu

pertama kali periksa kehamilan dan dapat dilakukan di RS,

puskesmas, dan laboratorium klinik (Romauli, 2011: 188).

(f) Pemeriksaan HbSAg

Diambil dari darah vena, dilakukan pada pemeriksaan

hamil yang pertama, bertujuan untuk mengetahui ada atau

tidaknya virus hepatitis B dalam darah, baik dalam kondisi

aktif maupun sebagai carier (Romauli, 2011: 188).

(g) Pemeriksaan darah malaria

Semua ibu hamil di daerah endemis malaria dilakukan

pemeriksaan darah malaria dalam rangka skrinning pada


56

kontak pertama ibu hamil di daerah non endemis malaria

dilakukan pemeriksaan atas indikasi (Kemenkes, 2010: 10).

(h) Pemeriksaan tes sifilis

Pemeriksaan tes sifilis dilakukan di daerah dengan

risiko tinggi dan ibu hamil yang diduga sifilis hasil normal jika

pemeriksaan sifilis hasilnya negatif (Kemenkes, 2010: 10).

(i) Pemeriksaan HIV

Pemeriksaan HIV terutama untuk daerah dengan risiko

tinggi kasus HIV dan ibu hamil yang dicurigai menderita HIV.

Hasil normal jika pemeriksaan HIV hasilnaya negatif

(Kemenkes, 2010: 10).

(j) Pemeriksaan BTA

Pemeriksaan BTA dilakukan pada ibu hamil yang

dicurigai menderita tuberkulosis sebagai pencegahan agar

infeksi tuberkulosis tidak mempengaruhi kesehatan janin

Hasil normal jika pemeriksaan BTA negatif (Kemenkes, 2010:

10-11).

g) Skor Puji Rochjati

Keadaan risiko ditetapkan menjelang kehamilan, saat kehamilan

muda, hamil pertengahan, inpartu dan setelah persalinan. Hasil

penilaian menurut Puji Rochyati dalam buku Manuaba (2012: 241)

yaitu kehamilan risiko rendah dengan jumlah skor 2, kehamilan risiko

tinggi dengan jumlah skor 6-10 dan kehamilan risiko sangat tinggi
57

dengan jumlah skor 12. Tabel skor Puji Rochyati berada pada

lampiran 4 halaman 270.

c. Analisa data

Menurut Kepmenkes (2007: 5) data yang telah diolah dianalisis. Bidan

melakukan analisis berdasarkan urutan sebagai berikut:

1) Mencari hubungan antara data atau fakta yang satu dengan lainnya

untuk mencari sebab dan akibat.

2) Mencantumkan masalah dan apa masalah utamanya.

3) Menentukan tingkat risiko masalah.

Hasil analisa data yang diperoleh pada pengkajian,

menginterpretasikannya logis untuk menegakkan diagnosa dan masaah

kebidanan yang tepat.

2. Diagnosa Kebidanan

Menurut Romauli (2011: 182), dalam menentukan diagnosa kebidanan

maka harus menjawab pertanyaan berikut: a. hamil atau tidak, b. primi atau

multigravida, c. tuanya kehamilan, d. anak hidup atau mati, e. anak tunggal

atau kembar, f. letak anak, g. anak intrauterin atau ekstrauterin, h. keadaan

jalan lahir, i. keadaan umum penderita.

Contoh dari diagnosa kebidanan pada ibu hamil trimester III normal

adalah:

G1/>1 PAPIAH, usia kehamilan 2840 minggu, janin hidup, tunggal,

intrauterin, situs bujur, habitus fleksi, posisi puka/puki, presentasi kepala,

kesan jalan lahir normal, keadaan umum ibu dan janin baik/buruk dengan

risiko rendah/risiko tinggi/risiko sangat tinggi, prognosa baik/buruk


58

(Handajani, 2010: 19). Kemungkinan masalah yang terjadi pada ibu hamil

trimester III menurut Varney (2007: 538543) adalah:

a. Gangguan rasa nyaman karena perubahan fisiologis pada ibu hamil

trimester III (sering BAK, nyeri ulu hati, konstipasi, kram tungkai, edema

dependen, dispareunia, nyeri punggung bawah, sesak napas dan sakit

kepala).

b. Hemoroid (Walsh, 2012: 148)

c. Varises (Walsh, 2012: 158)

d. Cemas dengan kehidupan bayi dan dirinya sendiri (Walsh, 2012: 186).

3. Perencanaan

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No.

938/Menkes/SK/VIII/2007 tentang Standar Asuhan Kebidanan (2011: 5)

dalam perencanaan terdapat promosi persalinan normal dan persiapan

kelahiran/kegawatdaruratan (Program Perencanaan Persalinan dan

Pencegahan Komplikasi/P4K), mengatasi masalah sesuai dengan kondisi dan

kebutuhan klien, kolaborasi dan rujukan bila diperlukan sesuai dengan

kebutuhan.

a. Diagnosa : G1/>1 PAPIAH, usia kehamilan 28-40 minggu, janin hidup,

tunggal, intrauterin, situs bujur, habitus fleksi, posisi

puka/puki, presentasi kepala, kesan jalan lahir normal,

keadaan umum ibu dan janin baik/buruk, prognosa

baik/buruk (Handajani, 2010: 21).

Tujuan menurut Handajani (2010: 21) adalah:

1) Setelah dilakukan asuhan kebidanan, ibu dan bayi sehat sejahtera


59

2) kehamilan dapat berlangsung normal dan dapat lahir pervaginam

Kriteria menurut Handajani (2010: 21) adalah:

1) Kesejahteraan ibu

a) Keadaan umum ibu baik, kesadaran komposmentis

Tekanan darah : 110/70130/90 mmHg

Nadi : 6890 x/menit

Suhu : 36,537 C

Pernapasan : 1620 x/menit

b) Penambahan berat badan sesuai dengan IMT awal kehamilan

seperti pada tabel 2.4 halaman 39

c) Hasil laboratorium menurut Romauli (2011: 175-176) yaitu:

Hb > 11 gr %

Protein urine negatif

Reduksi urine negatif

HIV negatif

VDRL negatif

HbsAg negatif

Malaria negatif

2) Kesejahteraan janin

a) DJJ 120160 x/menit dan teratur (Manuaba, 2012: 116)

b) Gerakan janin normal, yaitu 10 gerakan dalam 12 jam (Saifuddin,

2009: 285)

c) TBJ berdasarkan usia kehamilan sesuai tabel 2.6 halaman 47


60

3) Kemajuan kehamilan menurut Marmi (2011: 8) yaitu:

a) Presentasi kepala

b) Situs bujur, habitus fleksi

c) Aterm (37-40 minggu)

d) TFU sesuai usia kehamilan sesuai tabel 2.5 halaman 46

Intervensi menurut Varney, Kriebs dan Gegor (2007: 554-556)

1) Promotif

1) Jelaskan pada ibu tentang hasil pemeriksaan dengan komunikasi

terapeutik.

Rasional: pengetahuan tentang kondisi dirinya akan mengubah cara

pandang klien terhadap dirinya sehingga dapat memutuskan

tindakan apa yang akan dilakukan (Tyastuti, 2011: 145).

2) Jelaskan tentang ketidaknyamanan dan masalah yang mungkin

timbul pada ibu hamil trimester III.

Rasional: pengetahuan tentang ketidaknyamanan dan masalah yang

mungkin timbul pada ibu hamil trimester III, akan menambah

pengetahuan klien mengenai dirinya sehingga mampu mengambil

keputusan apa yang akan dilakukan (Tyastuti, 2011: 145).

Ketidaknyamanan ibu hamil trimester III adalah gangguan rasa

nyaman karena perubahan fisiologis pada ibu hamil trimester III

adalah gangguan istirahat tidur, nyeri ulu hati, konstipasi, kram


61

tungkai, edema dependen, dispareunia, nyeri punggung bawah,

sesak napas dan sakit kepala (Varney, 2007: 538543).

3) Diskusikan dengan ibu tentang kebutuhan dasar ibu hamil trimester

III, meliputi nutrisi, eliminasi, istirahat dan tidur, personal hygiene,

aktivitas, hubungan seksual, perawatan payudara, dan senam hamil.

Rasional: pengetahuan tentang kebutuhan dasar ibu hamil trimester

III, akan mengubah cara pandang klien mengenai dirinya sehingga

dapat memutuskan tindakan apa yang akan dilakukan (Tyastuti,

2011: 145)

a) Nutrisi

Kebutuhan gizi ibu hamil meningkat 15% dibandingkan

kebutuhan wanita normal. Peningkatan gizi ini dibutuhkan untuk

pertumbuhan ibu dan janin. Makanan dikonsumsi ibu hamil 40%

digunakan untuk pertumbuhan janin dan sisanya (60%) digunakan

untuk pertumbuhan ibunya. Pada trimester III nafsu makan sangat

baik, tetapi jangan berlebihan, kurangi karbohidrat, tingkatkan

protein, sayur-sayuran dan buah-buahan, lemak harus tetap

dikonsumsi. Selain itu kurangi makanan terlalu manis dan terlalu

asin (garam, ikan asin, tauco dan kecap asin) karena makanan

tersebut akan memberikan kecenderungan janin tumbuh besar dan

merangsang timbulnya keracunan kehamilan (Marmi, 2011:118)

b) Eliminasi

Untuk memperlancar dan mengurangi infeksi kandung

kemih yaitu minum dan menjaga kebersihan sekitar kelamin.

Perubahan hormonal mempengaruhi aktivitas usus halus dan usus


62

besar, sehingga BAB mengalami sembelit. Untuk mengatasi

sembelit, ibu dianjurkan untuk meningkatkan gerak, banyak

makan-makanan berserat (sayur dan buah-buahan). Sembelit

dapat menambah gangguan wasir menjadi lebih besar dan

berdarah (Marmi, 2011:122).

c) Istirahat dan tidur

Wanita hamil harus mengurangi semua kegiatan yang

melelahkan, tapi tidak boleh digunakan sebagai alasan untuk

menghindari pekerjaan yang tidak disukainya. Wanita hamil juga

harus menghindari posisi duduk, berdiri dalam waktu yang sangat

lama. Ibu hamil harus mempertimbangkan pola istirahat dan tidur

yang mendukung kesehatan sendiri maupun kesehatan bayinya.

Kebiasaan tidur larut malam dan kegiatan-kegiatan malam hari

harus dipertimbangkan dan kalau mungkin dikurangi hingga

seminimal mungkin. Tidur malam sekitar 8 jam setiap istirahat

dan tidur siang kurang lebih 1 jam (Marmi, 2011:124125).

d) Personal Hygiene

Marmi (2011:120122) menjelaskan bahwa personal

hygiene sangat diperlukan selama kehamilan, karena kebersihan

badan mengurangi kemungkinan infeksi.

e) Aktifitas

Aktivitas yang dianjurkan adalah jalan-jalan waktu pagi

hari untuk ketenngan dan mendapatkan udara segar. Ibu hamil

boleh melakukan kegiatan atau aktivitas fisik biasa selama tidak

terlalu melelahkan (Romauli, 2011:140). Senam hamil bertujuan


63

mempersiapkan dan melatih otot-otot sehingga dapat

dimanfaatkan untuk berfungsi secara optimal dalam persalinan

normal. Senam hamil dimulai pada usia kehamilan sekitar 2428

minggu. Beberapa aktivitas yang dapat dianggap sebagai senam

hamil yaitu jalan-jalan saat hamil terutama pagi hari untuk dapat

menghirup udara pagi, menguatkan otot dasar panggul, dapat

mempercepat turunnya kepala bayi dan mempersiapkan mental

menghadapi persalinan serta senam pernapasan bertujuan untuk

meningkatkan pertukaran CO2 dan O2 paru-paru dan melatih otot

dinding perut dan diafragma (Manuaba, 2010:132135).

f) Hubungan seksual

Kehamilan bukan merupakan halangan untuk melakukan

hubungan seksual. Pada kehamilan tua sekitar 14 hari menjelang

persalinan perlu dihindari hubungan seksual karena dapat

membahayakan, bisa terjadi bila kurang higienis, ketuban bisa

pecah, dan persalinan bisa terangsang karena sperma mengandung

prostaglandin (marmi, 2011:122123).

4) Jelaskan pada ibu tentang tanda bahaya kehamilan trimester III.

Rasional: pengetahuan tentang tanda bahaya kehamilan trimester

III akan mengubah cara pandang klien terhadap dirinya sehingga

dapat memutuskan tindakan apa yang akan dilakukan (Tyastuti,

2011: 145).

Tanda bahaya kehamilan trimester III adalah perdarahan

pervaginam, sakit kepala yang hebat, penglihatan kabur, bengkak


64

pada muka dan jari tangan, keluar cairan pervaginam, gerakan

janin tidak terasa (Romauli, 2011: 153)

5) Jelaskan pada ibu tentang persiapan persalinan (P4K) meliputi

penolong persalinan, tempat persalinan, perlengkapan yang

diperlukan ibu dan bayi, keuangan, donor darah, transportasi dan

pendamping.

Rasional: adanya rencana persalinan akan mengurangi

kebingungan, kekacauan pada saat persalinan dan meningkatkan

kemungkinan bahwa ibu akan menerima asuhan yang sesuai dan

tepat waktu serta identifikasi kebutuhan untuk antisipasi keadaan

darurat (Marmi, 2011: 128). Ada 5 komponen penting dalam

rencana persalinan menurut Romauli (2011:146148), antara lain:

(1) Membuat rencana persalinan, yang meliputi memilih tempat

persalinan, tenaga terlatih, bagaimana menghubungi tenaga

kesehatan tersebut, bagaimana transportasi ke tempat

persalinan, siapa yang akan menemani pada saat

persalinan, berapa banyak biaya yang dibutuhkan, dan

menentukan calon pendonor darah.

(2) Membuat rencana untuk pengambilan keputusan jika terjadi

kegawatdaruratan.

(3) Mempersiapkan sistem transportasi jika terjadi

kegawatdaruratan.

(4) Membuat rencana atau pola menabung.


65

(5) Mempersiapkan peralatan yang diperlukan untuk persalinan.

6) Jelaskan pada ibu tentang tanda-tanda persalinan.

Rasional: mengidentifikasi kebutuhan yang harus dipersiapkan

untuk mempersiapkan persalinan dan kemungkinan keadaan

darurat serta ibu segera datang pada fasilitas pelayanan kesehatan

(Kemenkes, 2014: 8).

Tanda-tanda persalinan menurut Sofian (2012: 70) nyeri his yang

datang lebih kuat, sering dan teratur, keluar lendir bercampur darah

(show) dan ketuban pecah dengan sendirinya.

2) Kuratif

7) Berikan suplemen zat besi paling sedikit 90 tablet selama

kehamilan dan beritahu ibu cara meminumnya.

Rasional: Fe merupakan mineral yang dapat menstimulasi

pembentukan sel darah merah, yang berperan sebagai komponen

pembantu mioglobin dalam mengirimkan oksigen ke otot (Jordan,

2004: 277).

Absorpsi zat besi mengalami peningkatan jika terdapat asam di

lambung keberadaan asam ini dapat ditingkatkan dengan memberi

zat besi berama jus jeruk (Jordan, 2004: 276).

3) Rehabilitatif

8) Pesankan pada ibu untuk kontrol ulang sesuai jadwal (2 minggu

lagi) atau sewaktu-waktu bila ada keluhan.


66

Rasional: kunjungan ulang dilakukan untuk mendeteksi adanya

komplikasi kehamilan, persiapan kelahiran dan kesiapan

menghadapi kegawatdaruratan (Marmi, 2011: 199).

Intervensi menurut Budihardja (2010: 20) yaitu

1) Berikan KIE yang efektif kepada ibu hamil

Rasional: KIE yang efektif merupakan bagian dari pelayanan antenatal

terpadu yang diberikan sejak kontak pertama untuk membantu ibu

hamil dalam mengatasi masalahnya (Budihardja, 2010: 20).

a) Persiapan persalinan dan kesiagaan menghadapi komplikasi

Isi pesannya yaitu tanda-tanda bahaya dalam kehamilan, persalinan

dan nifas, tabulin, tempat persalinan, transportasi rujukan,

penolong persalinan, calon donor darah, pendamping persalinan,

suami SIAGA.

b) Inisiasi menyusui dini dan ASI eksklusif

Isi pesannya yaitu skin to contact untuk IMD, kolostrum, rawat

gabung, ASI saja 6 bulan, tidak diberi susu formula, keinginan

untuk menyusui, penjelasan pentingnya ASI, perawatan puting

susu.

c) KB pasca salin

Isi pesannya yaitu metode yang sesuai dalam masa nifas.

d) Masalah gizi

Isi pesannya yaitu tablet besi, mengkonsumsi garam beryodium,

mengkonsumsi makanan padat kalori dan kaya zat besi, pemberian

makanan tambahan.
67

e) Masalah penyakit kronis dan penyakit menular

Isi pesannya yaitu upaya pencegahan, mengenali gejala penyakit,

menerapkan PHBS, kepatuhan minum obat.

f) Kelas ibu

Isi pesannya yaitu setiap ibu hamil menggunakan buku KIA,

bertukar pengalaman diantara ibu hamil, senam hamil.

g) Brain booster

Isi pesannya yaitu berkomunikasi dengan janin, musik untuk

menstimulasi janin, nutrisi gizi seimbang bagi ibu hamil.

h) Informasi HIV/AIDS (PMTCT) dan IMS

Isi pesannya yaitu definisi HIV AIDS dan IMS, penularan HIV dan

IMS, pentingnya tes HIV.

i) Informasi KIP

Isinya yaitu pengertian kekerasan terhadap perempuan, bentuk-

bentuk KIP, akibat KIP, pencegahan dan penanganan KIP.

2) Lakukan kolaborasi dan rujukan pada keadaan yang tidak

normal/bermasalah

Rasional: memberikan asuhan kebidanan pada ibu dengan risiko tinggi

dan pertolongan pertama pada kegawatdaruratan (Sofyan, 2008:117).

a) Ibu hamil dengan perdarahan antepartum

b) Ibu hamil dengan demam

c) Ibu hamil dengan hipertensi ringan (tekanan darah 140/90 mmHg)

tanpa proteinuria
68

d) Ibu hamil dengan hipertensi berat (diastole 110 mmHg) tanpa

proteinuria

e) Ibu hamil dengan preeklampsia

f) Ibu hamil BB lebih (kenaikan BB > 2 kg/bulan)

g) TFU tidak sesuai dengan umur kehamilan

h) Kelainan letak janin pada trimester III

i) Gawat janin

j) Ibu hamil dengan anemia

k) Ibu hamil dengan diabetes mellitus

l) Ibu hamil dengan malaria

m) Ibu hamil dengan TBC

n) Ibu hamil dengan sifilis

o) Ibu hamil dengan HIV

p) Ibu hamil kemungkinan ada masalah kejiwaan

q) Ibu hamil yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga.

Masalah I : Gangguan rasa nyaman karena perubahan fisiologis pada

ibu hamil trimester III (Sering BAK sehubungan dengan

penekanan kandung kemih oleh uterus yang membesar,

nyeri ulu hati, konstipasi, kram tungkai, edema dependen,

dispareunia, nyeri punggung bawah, sesak napas),

hemoroid, varises dan cemas.

Tujuan : Menurut Varney (2007: 538-543) ibu dapat beradaptasi

dengan perubahan fisiologis pada ibu hamil trimester III


69

(sering BAK, nyeri ulu hati, konstipasi, kram tungkai,

edema dependen, dispareunia, insomnia, nyeri punggung

bawah, sesak napas, sakit kepala).

1) Sering BAK

Kriteria :

a) Jumlah ekskresi dalam 24 jam 1500 cc bergantung pada

pemasukan cairan, berbau khas (Saifuddin, 2006: 249).

b) Infeksi saluran kemih tidak terjadi urine berwarna kuning jernih

dan tidak sakit saat berkemih (Saifuddin, 2006: 249).

c) Tidak terjadi gagal ginjal akibat infeksi (Lisnawati, 2013: 167).

d) Ibu memahami mengenai sering BAK dan dapat mengatasi

(Doenges, 2001: 96)

Intervensi pada keluhan sering BAK menurut Varney (2007: 538)

antara lain:

a) Promotif

(1) Jelaskan penyebab terjadinya sering BAK.

Rasional: membantu klien memahami alasan fisiologis dari

frekuensi berkemih. Pembesaran uterus trimester III

menurunkan kapasitas kandung kemih, mengakibatkan sering

berkemih (Doenges, 2001: 96).

b) Preventif

(2) Hindari minum-minuman kopi dan teh.

Rasional: kopi dan teh mengandung diuretik alamiah (tannin)

yang akan menambah frekuensi berkemih, sehingga


70

mengakibatkan dehidrasi/hipovolemia berat (Doenges, 2001:

96).

(3) Kurangi asupan cairan pada malam hari

Rasional: ginjal berespon terhadap penurunan curah

jantungdengan mereabsorbsi natrium dan cairan, output urine

biasanya menurun selama 3 hari karena perpindahan cairan

ke jaringan tetapi dapat meningkat pada malam hari sehingga

cairan berpindah kembali ke sirkulasi bila klien tidur

(Muttaqin, 2009: 109).

(4) Kosongkan kandung kemih saat terasa ingin berkemih.

Rasional: keluhan berkemih sering timbul karena kandung

kencing tertekan karena kepala sudah mulai turun. Pada

kehamilan lanjut pelvis ginjal kanan dan ureter lebih

berdilatasi daripada pelvis ginjal kiri sehingga pelvis dan

ureter mampu menampung urin sekitar 1500 ml (Romauli,

2011: 79-80).

(5) Anjurkan ibu untuk banyak minum di siang hari.

Rasional: mempertahankan tingkat cairan dan perfusi ginjal

(Doenges, 2001: 96).

c) Rehabilitatif

(6) Kaji ulang masalah-masalah medis yang ada sebelumnya

(misal penyakit ginjal, hipertensi, penyakit jantung)

Rasional: masalah-masalah yang mempengaruhi fungsi ginjal

disertai dengan peningkatan volume cairan dan stasis


71

meningkatkan risiko klien terhadap masalah-masalah

sirkulasi yang mempengaruhi plasenta atau janin (Doenges,

2001: 97).

2) Nyeri ulu hati

Kriteria :

a) Ibu makan sering, porsi kecil 4-5 kali, 6 porsi 300-500 kalori per

hari (Sukarni, 2013: 120)

b) Tidak kembung karena peningkatan asam lambung akibat

peningkatan jumlah progesterone (Varney, 2007: 538-543)

c) Tidak nyeri tekan pada perut bagian atas, cara mengukur nyeri

dapat dilihat pada lampiran 8 halaman 274.

Intervensi pada keluhan nyeri ulu hati menurut Varney (2007: 538

539) adalah:

a) Preventif

(1) Anjurkan ibu untuk makan dalam porsi kecil tetapi sering.

Rasional: makan sering dalam porsi kecil dapat menetralkan

keasaman lambung (Doenges, 2001: 87).

(2) Pertahankan postur tubuh berdiri tegak hindari posisi

membungkuk dan tidur posisi supinasi.

Rasional: ibu berdiri dan berjalan tegak dengan menggunakan

otot transverses dan dasar panggul. Kepala harus

dipertahankan tegak dengan dagu rata dan bahu turun rileks

(Romauli, 2011: 141).


72

Rasional: membungkuk dapat menambah tekanan uterus pada

lambung.

(3) Hindari makanan berlemak.

Rasional: makanan berlemak meningkatkan keasaman gastrik

(Doenges, 2001: 87).

(4) Hindari makanan yang pedas dan bergas.

Rasional: Cabai mengandung zat kimia capsaisin yang tinggi,

mengkonsumsi capsaisin yang terlalu banyak atau berlebihan

tidak baik untuk kesehatan. Hal tersebut dapat meningkatkan

produksi asam lambung secara berlebihan (Arisman, 2010:

33).

b) Kuratif

(5) Kolaborasi dengan dokter SpOg untuk pemberian antasida

rendah natrium

Rasional: menetralisir keasaman lambung dan penurunan

kadar fosfor (Doenges, 2001: 87).

3) Konstipasi

Kriteria : Ibu BAB 1-2 x/hari, konsistensi lunak, berwarna kuning

(pearce, 2011: 237).

Intervensi pada keluhan konstipasi menurut Varney (2007: 539)

adalah:

a) Preventif

(1) Asupan cairan yang adekuat, yakni minum air minimal 8

gelas/hari (ukuran gelas minum).


73

Rasional: asupan cairan yang adekuat dapat melunakkan

feses.

(2) Anjurkan ibu untuk jalan-jalan pagi atau senam ringan 20-30

menit secara teratur.

Rasional: meningkatkan peristaltik dan membantu mencegah

konstipasi (Doenges, 2001: 69).

(3) Minum air hangat (misal: air putih) saat bangkit dari tempat

tidur.

Rasional: air hangat dapat merangsang gerak peristaltik usus

(Romauli, 2011: 139).

(4) Makan-makanan berserat dan mengandung serat alami (misal:

selada, daun seledri).

Rasional: makanan berserat dapat meningkatkan peristaltik

usus sehingga sisa makanan didorong untuk segera keluar

(Romauli, 2011: 139).

(5) Miliki pola defekasi yang baik dan teratur.

Rasional: rutinitas harian dapat mengidentifikasi perilaku

seperti mengabaikan keinginan defekasi yang akan

menghambat fungsi normal defekasi (Walsh, 2012: 142).

(6) Lakukan masase abdomen searah jarum jam pada titik tengah

antara pubis dan umbilikus selama kira-kira 10 menit


74

Rasional: masase dapat merangsang peristaltik dan keinginan

untuk defekasi (Walsh, 2012: 142).

b) Kuratif

(7) Kolaborasi dengan dokter SpOg untuk pemberian dulcolax.

Rasional: merupakan preparat yang akan menarik air lewat

proses osmosis yang akan meningkatkan volumenya dan

dengan demikian akan menstimulasi peristaltik usus (Jordan,

2004: 301).

c) Rehabilitatif

(8) Beri tahu klien supaya menghindari latihan yang lama dan

keras

Rasional: latihan keras dianggap dapat menurunkan sirkulasi

uteroplasenta, kemungkinan mengakibatkan bradikardi janin,

hipotermia dan retardasi pertumbuhan (Doenges, 2001: 69).

4) Kram tungkai

Kriteria :

a) Intensitas kram tungkai berkurang, lamanya 1-2 menit

b) Ibu mampu mengatasi bila kram tungkai terjadi

Intervensi pada keluhan kram tungkai menurut Varney (2007:540)

adalah:

a) Preventif

(1) Minta wanita meluruskan kaki yang kram dan menekan

tumitnya (misal: dorsofleksikan kakinya).


75

Rasional: dorsofleksi telapak kaki dapat meningkatkan

perfusi/oksigenasi jaringan dan membantu menghilangkan

tekanan pada saraf-saraf ekstremitas bagian bawah (Doenges,

2001:87).

(2) Dorong wanita untuk melakukan senam hamil dan memiliki

kebiasaan mempertahankan mekanisme tubuh yang baik.

Rasional: senam hamil dan kebiasaan dapat melatih otot-otot

dan mempertahankan mekanisme tubuh yang baik dapat

meningkatkan sirkulasi darah bagian bawah

(Manuaba,2012:132).

(3) Anjurkan ibu untuk diet mengandung kalsium dan fosfor.

Rasional: kekurangan asupan kalsium dan ketidakseimbangan

rasio kalsium-fosfor dapat menyebabkan kejang kaki .

5) Edema dependen

Kriteria :

a) Setelah istirahat atau tidur, edema berkurang/edema tidak

menetap/edema mengecil (Walsh, 2012: 132).

b) Edema minimal pada ekstremitas bawah tanpa adanya cekungan

setelah tekanan dilepaskan (Walsh, 2012: 132).

c) Tekanan darah sistolik <140 mmHg, diastolik <90 mmHg

(Varney, 2007 : 645).

d) Protein urin negative (Varney, 2007 : 645).

e) Tidak terdapat gangguan pengelihatan, nyeri kepala dan ulu hati

yang menetap (Varney, 2007: 645).


76

Intervensi pada keluhan edema dependen menurut Varney (2007: 540)

adalah:

a) Preventif

(1) Hindari menggunakan pakaian yang ketat.

Rasional: pakaian ketat dapat menghambat aliran balik vena

(Doenges, 2001: 84).

(2) Elevasi kaki 10-15 menit saat kaki bengkak.

Rasional: elevasi kaki dapat melancarkan sirkulasi darah

balik ke jantung.

(3) Posisi menghadap ke samping saat berbaring.

Rasional: posisi ini dapat memobilisasi bagian yang

mengalami edema dependen. Edema berkurang pada pagi

hari pada kasus edema fisiologis (Doenges, 2001: 96).

(4) Penggunaan penyokong atau korset pada abdomen maternal.

Rasional: penggunaan penyokong atau korset pada abdomen

maternal dapat menyangga janin dan memberi ruangan

bagian bawah.

(5) Anjurkan untuk tidak membatasi cairan

Rasional: tidak membatasi cairan tetapi mempertahankan

asupan untuk meningkatkan fungsi ginjal (Walsh, 2012: 157).

b) Kuratif

(6) Lakukan kolaborasi rujukan ke dokter Sp.Og bila terdapat

tanda protein urin positif, tekanan darah meningkat diatas

140/90 mmHg, pandangan mata kabur, oedem menetap.


77

Rasional: deteksi dini komplikasi preeklamsia

6) Dispareunia

Kriteria :

a) Tidak nyeri saat berhubungan seksual, cara mengukur nyeri dapat

dilihat pada lampiran 8 halaman 274.

b) Tidak terdapat perdarahan pasca hubungan seksual (Varney,

2007: 541).

c) Tidak terjadi kontraksi yang berlebihan pada uterus (Varney,

2007: 541).

Intervensi pada keluhan dispareunia menurut Varney (2007: 541)

adalah:

a) Promotif

(1) Anjurkan ibu berdiskusi mengenai pemikiran yang salah dan

ketakutan yang dirasakan dengan pasangan (suami).

Rasional: komunikasi antar pasangan adalah penting untuk

pemecahan masalah yang konstruktif (Doenges, 2001: 98).

(2) Berikan informasi mengenai cara alternatif untuk memuaskan

hasrat seksual masing-masing pasangan.

Rasional: kebutuhan seksual dapat dipenuhi melalui

masturbasi, kemesraaan, membelai, dan sebagainya, bila

secara bersama diinginkan atau dapat diterima (Doenges,

2001: 98).
78

(3) Diskusikan pentingnya tidak meniup udara ke dalam vagina

Rasional: kematian ibu karena embolisme udara telah di

jumpai (Doenges, 2001: 98).

b) Preventif

(4) Lakukan perubahan posisi dalam berhubungan seksual,

seperti miring, wanita di atas, dan menungging.

Rasional: posisi miring membantu sirkulasi dan oksigenasi ke

janin (Handajani, 2010: 37).

c) Kuratif

(5) Rujuk pada dokter SpOg bila masalah tidak teratasi

Rasional: meningkatkan adaptasi positif pada perubahan

seksual (Doenges, 2001: 98).

7) Nyeri punggung bawah

Kriteria menurut Handajani (2010: 21) yaitu :

a) Tidak nyeri, cara mengukur nyeri dapat dilihat pada lampiran 8

halaman 274

b) Nyeri tidak mengganggu aktifitas

Intervensi pada keluhan nyeri punggung bawah menurut Varney

(2007: 542) adalah:.

a) Preventif

(1) Lakukan body mekanik yang benar.

Rasional: menekuk kaki akan membuat kedua tungkai yang

menopang berat badan dan meregang, bukan punggung.

Melebarkan kedua kaki dan menempatkan satu kaki sedikit di


79

depan kaki yang lain akan memberi jarak yang cukup saat

bangkit dari posisi setengah jongkok.

(2) Hindari membungkuk berlebihan dan mengangkat beban.

Rasional: menghilangkan tegang pada punggung bawah yang

disebabkan oleh peningkatan lengkung vertebra lumbosakral

dan pengencangan otot-otot punggung (Doenges, 2001: 87).

(3) Gunakan sepatu tumit rendah.

Rasional: sepatu tumit tinggi tidak stabil dan memperberat

masalah pada pusat gravitasi serta lordosis (Walsh, 2012:

140).

(4) Gunakan kasur yang menyokong dan posisikan badan dengan

menggunakan bantal sebagai pengganjal.

Rasional: penyokong dapat memberikan tekanan yang rata

pada semua bagian tubuh dan mencegah peregangan

(Romauli, 2011: 142).

8) Sesak nafas

Kriteria :

a) Frekuensi pernafasan 1624 x/menit, teratur (Doenges, 2001: 43)

Intervensi pada keluhan sesak napas menurut Varney (2007:543)

adalah:

a) Promotif

(1) Jelaskan alasan terjadinya sesak napas.

Rasional: meredakan kecemasan atau ketakutan akan

mengurangi respon hiperventilasi (Romauli, 2011: 88).


80

b) Preventif

(2) Anjurkan wanita berdiri dan meregangkan lengannya di atas

kepalanya secara berkala dan mengambil napas dalam.

Rasional: posisi ini dapat meningkatkan ketersediaan ruang

untuk ekspansi paru (Doenges, 2001: 7980).

(3) Anjurkan mempertahankan postur yang baik, jangan

menjatuhkan bahu.

Rasional: postur yang baik dapat membantu memaksimalkan

penurunan diafragmatik, meningkatkan ketersediaan ruang

untuk ekspansi paru (Doenges, 2001: 79).

(4) Hindari merokok

Rasional: merokok menurunkan persediaan oksigen untuk

pertukaran ibu ke janin (Doenges, 2001: 80).

9) Sakit kepala

Kriteria menurut (Walsh, 2012: 147) :

a) Intensitas sakit kepala berkurang

b) Tidak mengganggu aktifitas

c) Kesadaran komposmentis

d) Tidak terjadi jatuh atau hilang keseimbangan

e) Nyeri tidak menetap

Intervensi keluhan sakit kepala menurut Walsh (2012: 147) adalah:

a) Promotif

(1) Jelaskan pada ibu penyebab sakit kepala.


81

Rasional: ibu mengerti penyebab sakit kepala, yaitu karena

ketegangan otot, stres, perubahan postur tubuh, ketegangan

mata dan keletihan serta mampu mengambil keputusan untuk

tindakan asuhan kebidanan (Walsh, 2012: 147).

b) Preventif

(2) Anjurkan ibu untuk istirahat yang cukup.

Rasional: istirahat yang kurang dari kebutuhan dapat menjadi

pemicu sakit kepala.

(3) Bangun tidur jangan langsung beraktivitas

Rasional: kondisi tidur terjadi hipotensi autostetik jika

bangun tiba-tiba akan terjadi tekanan intrakranial dan

menyebabkan pasien akan pusing.

c) Kuratif

(4) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik

(parasetamol 500, ibu profen atau asam mefenamat).

Rasional: parasetamol merupakan obat pilihan pertama pada

kehamilan dan laktasi karena efek samping yang ditimbulkan

oleh parasetamol tidak lazim terjadi tetapi dapat meliputi

ruam kulit, kelainan darah dan kadang-kadang bertambah

parahnya penyakit asma (Jordan, 2004: 418).

d) Rehabilitatif

(5) Ajarkan ibu cara menurunkan ketegangan, seperti teknik

relaksasi, masase leher dan otot bahu, serta mandi air hangat.
82

Rasional: teknik relaksasi dapat dapat menurunkan

ketegangan otot dan menurunkan laju metabolism (Walsh,

2012: 264).

Rasional: masase dapat memberikan stimulasi pelepasan

endorphin, penurunan katekolamin endogen dan rangsangan

terhadap serat saraf aferen yang mengakibatkan blok terhadap

transmisi rangsangan nyeri (Walsh, 2012: 266).

Rasional: air hangat dapat menyebabkan vasodilatasi,

sehingga sirkulasi darah lancar dan mandi air hangat dapat

memberi kenyamanan (Walsh, 2012: 140).

b. Masalah II : Hemoroid

Tujuan : Hemoroid tidak terjadi atau tidak bertambah parah/sembuh

(Walsh, 148: 2012)

Kriteria :

a) Derajat hemoroid tidak bertambah

b) Tidak ada benjolan pada anus/rectum

c) BAB 12 x/hari, konsistensi lunak (Walsh, 2012: 148). Tidak

berdarah dan tidak nyeri, tidak kesulitan BAB, tidak terjadi perlukaan

pada rektum (Lisnawati, 2013: 171).

Intervensi pada masalah hemoroid menurut Varney (2007: 539) adalah:

a) Preventif

(1) Hindari konstipasi.

Rasional: pencegahan merupakan cara penanganan yang paling

efektif.
83

(2) Mandi berendam air hangat pada hemoroid derajat 1-2.

Rasional: air hangat dapat menyebabkan vasodilatasi, sehingga

sirkulasi darah lancar dan mandi air hangat dapat memberi

kenyamanan (Walsh, 2007: 140).

(3) Berikan informasi diet tentang buah-buahan, sayuran, padi-padian,

serat, makanan kasar dan masukan cairan adekuat.

Rasional: informasi akan mengurangi kebingungan sehingga klien

dapat mengambil tindakan untuk mengatasi masalah tersebut.

(4) Anjurkan latihan ringan seperti jalan-jalan di pagi hari 20-30

menit secara teratur.

Rasional: meningkatkan peristaltik usus dan membantu mencegah

konstipasi.

(5) Anjurkan ibu untuk mengkonsumsi makanan tinggi serat untuk

menghindari konstipasi

Rasional: makanan tinggi serat menjadikan feses tidak terlalu

padat/keras sehingga mempermudah pengeluaran feses.

(6) Anjurkan ibu untuk minum air minimal 3000 ml

Rasional: air putih mampu membantu melancarkan sistem

peredaran darah menjadi lebih lancar.

b) Kuratif

(7) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian pencahar (dulcolax

atau supositoria)
84

Rasional: pencahar dapat meningkatkan kehilangan kalium dengan

mempercepat volume aliran cairan lewat kolon (Jordan, 2004:

299).

(8) Rujuk untuk dilakukan operasi pengangkatan hemoroid pada masa

ibu pulih dari masa nifas

Rasional: rujukan medis untuk kemungkinan intervensi

pembedahan (hemoroidekstomi) direkomendasikan (Walsh, 2012:

149)

c. Masalah III : Varises

Tujuan : Varises tidak terjadi atau tidak bertambah parah (Walsh,

2012: 158)

Kriteria menurut Walsh (2012: 158) yaitu:

1) Tidak ada benjolan pada pembuluh darah ekstremitas bagian bawah

2) Tidak nyeri, cara ukur nyeri dapat dilihat pada lampiran 8 halaman

275.

3) Varises sembuh/tidak bertambah parah

4) Tidak ada benjolan pembuluh darah pada ekstremitas bagian bawah

dan vulva

5) Tidak ada rasa nyeri, kemerahan pada sekitar pembuluh darah.

Intervensi pada masalah varises menurut Varney (2007: 540) adalah:

1) Preventif

a) Kenakan kaos kaki penyokong.

Rasional: penggunaan kaos kaki penyokong dapat meningkatkan

aliran balik vena dan menurunkan risiko terjadinya varises

(Doenges, 2001: 84).

b) Hindari mengenakan pakaian ketat.


85

Rasional: pakaian ketat dapat menghambat aliran balik vena

(Doenges, 2001: 84).

c) Hindari berdiri lama dan tidak menyilang saat duduk.

Rasional: meningkatkan aliran balik vena dan menurunkan risiko

terjadinya varises (Doenges, 2001: 84).

d) Lakukan latihan ringan dan berjalan secara teratur.

Rasional: latihan ringan dan berjalan secara teratur dapat

memfasilitasi peningkatan sirkulasi.

e) Kenakan penyokong abdomen maternal atau korset.

Rasional: penggunaan korset dapat mengurangi tekanan pada

vena panggul dan dapat mengurangi nyeri punggung (Walsh,

2012: 140).

f) Gunakan kaos celana penyokong

Rasional: dapat memberikan tekanan lawan untuk varises vena

(Walsh, 2012: 159).

g) Anjurkan banyak mengkonsumsi vitamin A,C,E dan B kompleks

Rasional: untuk pemeliharaan dinding pembuluh darah. Vitamin E

dapat memelihara integritas dinding pemuluh darah dan mencegah

pembentukan trombus (Walsh, 2012: 159).

2) Kuratif

h) Kolaborasi dengan dokter untuk tindakan operasi

Rasional: pembedahan merupakan cara yang paling efektif dalam

penyembuhan varises.
86

d. Masalah IV : Cemas dengan kehidupan bayi dan dirinya sendiri

Tujuan : Kecemasan ibu berkurang (Doenges, 2001: 33)

Kriteria :

1) Cemas kategori normal, cara ukur cemas dapat dilihat pada lampiran 7

halaman 273.

2) Tanda-tanda vital (TTV) normal menurut Handajani (2010: 21) yaitu:

Tekanan darah : 110/70130/90 mmHg

Nadi : 6890 x/menit

Pernapasan : 1620 x/menit

Intervensi pada masalah cemas menurut Doenges (2001: 33) adalah:

1) Promotif

a) Anjurkan ibu mengungkapkan rasa takut dan masalah.

Rasional: membantu klien membedakan dan mengetahui masalah-

masalah tertentu, memberi kesempatan untuk memecahkannya

sehingga mengurangi kecemasan (Doenges, 2001: 33).

b) Batasi stimulasi eksternal (TV, radio, pengunjung, telepon).

Rasional: suasana yang tenang meningkatkan istirahat dan

relaksasi, yang dapat membantu dalam menurunkan ketegangan

otot dan dapat meningkatkan aliran darah uterus serta janin

(Doenges, 2001: 33).

c) Ukur tanda vital ibu dan janin saat rileks.

Rasional: tanda vital klien dan janin mungkin berubah karena

kecemasan. Tanda vital yang stabil menunjukkan penurunan

tingkat kecemasan (Doenges, 2001: 33).


87

d) Berikan dukungan moril

Rasional: rasa percaya diri akan timbul dalam diri klien, sehingga

dapat menumbuhkan sikap yang kooperatif

e) Anjurkan ibu untuk mendekatkan diri pada Tuhan YME

Rasional: pendekatan diri pada Tuhan YME menimbulkan

perasaan tenang.

2) Rehabilitatif

f) Anjurkan penggunaan teknik relaksasi (misal: latihan napas

dalam, visualisasi, guided imagery).

Rasional: relaksasi dapat menurunkan ketegangan otot dan

menurunkan laju metabolism (Walsh, 2012: 264).

Rasional: visualisasi dapat mengurangi perasaan

ketidaknyamanan dan menimbulkan perasaan lebih sejahtera

(Walsh, 2012: 264).

Rasional: guided imagery dapat menurunkan tingkat kecemasan

dengan menggunakan imajinasi dan visualisasi (Walsh, 2012:

264).

4. Pelaksanaan

Bidan melaksanakan rencana asuhan kebidanan secara komprehensif,

efektif, efisien dan aman berdasarkan evidence based kepada klien/pasien

dalam bentuk upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.

Dilaksanakan secara mandiri, kolaborasi, dan rujukan (Kemenkes RI,


88

2011:6). Pelaksanaan ini dapat digunakan untuk asuhan kebidanan kehamilan,

persalinan, nifas, neonatus dan keluarga berencana.

5. Evaluasi

Bidan melakukan evaluasi secara sistematis dan berkesinambungan

untuk melihat keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan, sesuai dengan

perubahan perkembangan kondisi klien. Evaluasi atau penilaian dilakukan

segera setelah selesai melaksanakan asuhan sesuai kondisi klien. Hasil

evaluasi segera dicatat dan dikomunikasikan pada klien dan/atau keluarga.

Hasil evaluasi harus ditindaklanjuti sesuai dengan kondisi klien/pasien.

6. Dokumentasi

Menurut Kemenkes RI (2011:7), evaluasi ditulis dalam bentuk catatan

perkembangan SOAP, yaitu sebagai berikut:

a. S adalah data subyektif, mencatat hasil anamnesa.

b. O dalah data obyektif, mencatat hasil pemeriksaan.

c. A adalah hasil analisa, mencatat diagnosa dan masalah kebidanan.

d. P adalah penatalaksanaan, mencatat seluruh perencanaan dan

penatalaksanaan yang sudah dilakukan seperti tindakan antisipatif,

tindakan segera, tindakan secara komprehensif, penyuluhan, dukungan,

kolaborasi, evaluasi/follow up dan rujukan.

Evaluasi ini dapat digunakan untuk asuhan kebidanan kehamilan,

persalinan, nifas, neonatus dan keluarga berencana.

( Tanda tangan dan nama terang )


89

2.2 Persalinan

2.2.1 Konsep dasar persalinan

2. Pengertian persalinan

Persalinan adalah rangkaian proses yang berakhir dengan pengeluaran

hasil konsepsi oleh ibu (Varney, 2007:672). Manuaba menambahkan (2012:

164166) proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan plasenta) yang telah

cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau

melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan. Persalinan aterm

terjadi antara usia kehamilan 3742 minggu (Manuaba, 2012: 164166).

Pendapat lain disampaikan oleh Wiknjosastro (2010: 37) persalinan adalah

proses bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar dari uterus ibu. Persalinan

dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup bulan

(setelah 37 minggu) tanpa disertai adanya penyulit. Persalinan dimulai

(inpartu) sejak uterus berkontraksi dan menyebabkan perubahan pada serviks

(membuka dan menipis) dan berakhir dengan lahirnya plasenta secara

lengkap.

Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa persalinan yaitu

rangkaian proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar dari uterus

ibu melalui jalan lahir dengan bantuan atau tanpa bantuan. Persalinan

dianggap normal jika usia kehamilan 37-42 minggu tanpa disertai adanya

penyulit dimulai (inpartu) sejak uterus berkontraksi dan menyebabkan

perubahan pada serviks (membuka dan menipis) dan berakhir dengan lahirnya

plasenta secara lengkap.


90

3. Fisiologi persalinan

a. Tanda persalinan

Tanda-tanda persalinan menurut Manuaba (2012: 173) adalah:

(a) Terjadinya his persalinan. His persalinan mempunyai ciri khas

pinggang terasa nyeri yang menjalar ke depan, sifatnya teratur,

interval makin pendek, dan kekuatannya makin besar, makin

beraktivitas (jalan) makin bertambah.

(b) Pengeluaran lendir dan darah (pembawa tanda). Pembukaan

menyebabkan lendir darah yang terdapat pada kanalis servikalis lepas.

Terjadi perdarahan karena kapiler pembuluh darah pecah.

(c) Pengeluaran cairan. Pada beberapa kasus terjadi ketuban pecah yang

menimbulkan pengeluaran cairan. Sebagian besar ketuban baru pecah

menjelang pembukaan lengkap. Dengan pecahnya ketuban diharapkan

persalinan berlangsung dalam waktu 24 jam.

b. Tahap persalinan

(a) Kala I

Menurut Wiknjosastro (2010: 38), kala I persalinan dimulai

sejak terjadinya kontraksi uterus yang teratur dan meningkat

(frekuensi dan kekuatannya) hingga serviks membuka lengkap (10

cm). Kala I persalinan terdiri atas 2 fase, yaitu:

a) Fase laten

Dimulai sejak awal berkontraksi yang menyebabkan

penipisan dan pembukaan serviks secara bertahap, berlangsung


91

hingga serviks membuka kurang dari 4 cm, berlangsung hampir

atau hingga 8 jam.

b) Fase aktif

Frekuensi dan lama kontraksi uterus akan meningkat secara

bertahap (kontraksi dianggap adekuat/memadai jika terjadi 3 kali

atau lebih dalam waktu 10 menit dan berlangsung selama 40 detik

atau lebih), dari pembukaan 4 cm hingga mencapai pembukaan

lengkap atau 10 cm akan terjadi dengan kecepatan rata-rata 1 cm

per jam (nulipara atau primigravida) atau lebih dari 1 cm hingga 2

cm (multipara) dan terjadi penurunan bagian terbawah janin.

Sifat kontraksi otot rahim (his) kala I menurut Manuaba (2012:

170171) adalah:

(1) Kontraksi bersifat simetris.

(2) Fundal dominan, artinya bagian fundus uteri sebagai pusat dan

mempunyai kekuatan yang paling besar.

(3) Involunter artinya tidak dapat diatur oleh parturien (ibu).

(4) Intervalnya makin lama makin pendek.

(5) Kekuatannya makin besar dan pada kala II diikuti dengan refleks

mengejan.

(6) Diikuti retraksi, artinya panjang otot rahim yang telah

berkontraksi tidak akan kembali ke panjang semula.

(7) Setiap kontraksi mulai dari pace maker yang terletak di sekitar

insersi tuba, dengan arah penjalaran ke daerah serviks uteri

dengan kecepatan 2 cm per detik.


92

(8) Kontraksi rahim menimbulkan rasa sakit pada pinggang, daerah

perut, dan dapat menjalar ke arah paha.

2) Kala II

Persalinan kala II dimulai ketika pembukaan serviks sudah

lengkap (10 cm) dan berakhir dengan lahirnya bayi. Kala II juga

disebut kala pengeluaran bayi (Wiknjosastro, 2010:77). Kala II pada

primi berlangsung 12 jam, sedangkan pada multi 1 jam

(Sofian, 2013: 73).

Kekuatan his pada akhir kala I atau permulaan kala II

mempunyai amplitudo 60 mmHg, interval 34 menit, dan durasi

berkisar 6090 detik (Manuaba, 2012: 171).

3) Kala III

Kala III dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan

lahirnya plasenta dan selaput ketuban (Wiknjosastro, 2010: 95).

Setelah bayi lahir, kontraksi rahim beristirahat sebentar. Uterus

teraba keras dengan fundus uteri setinggi pusat, dan berisi plasenta

yang menjadi 2 kali lebih tebal dari sebelumnya. Beberapa saat

kemudian, timbul his pelepasan dan pengeluaran uri. Dalam waktu

510 menit, seluruh plasenta terlepas, terdorong ke dalam vagina,

dan akan lahir spontan atau dengan sedikit dorongan dari atas

simfisis atau fundus uteri. Seluruh proses biasanya berlangsung 530

menit setelah bayi lahir. Pengeluaran plasenta disertai dengan

pengeluaran darah kira-kira 100200 cc (Sofian, 2013: 73).


93

Setelah istirahat sekitar 810 menit, rahim berkontraksi untuk

melepaskan plasenta dari insersinya, di lapisan Nitabusch. Pelepasan

plasenta dapat mulai dari pinggir atau dari sentral dan terdorong ke

bagian bawah rahim (Manuaba, 2012: 171).

4) Kala IV

Kala IV persalinan dimulai sejak plasenta lahir sampai 2 jam

setelah plasenta lahir (Hidayat, 2010: 92). Kala IV dimaksudkan untuk

melakukan observasi karena perdarahan postpartum paling sering

terjadi pada 2 jam pertama. Observasi yang dilakukan meliputi tingkat

kesadaran penderita, pemeriksaan TTV, kontraksi uterus dan

terjadinya perdarahan. Perdarahan dianggap masih normal bila

jumlahnya tidak melebihi 400 sampai 500 cc (Manuaba, 2012: 174).

c. Mekanisme persalinan

Menurut Cunningham (2013: 396) gerakan-gerakan pokok

persalinan adalah engagement, desensus, fleksi, rotasi interna (putaran

paksi dalam), ekstensi, rotasi eksterna (putaran paksi luar) dan ekspulsi.

1) Engagement

Menurut Cunningham (2013: 396-397) mekanisme yang

digunakan oleh diameter biparietal, diameter transversal terbesar

kepala janin pada presentasi oksiput, untuk melewati pintu atas

panggul disebut engagement. Fenomena ini dapat terjadi sampai

setelah dimulainya persalinan. Pada banyak wanita multipara dan

beberapa wanita nulipara, kepala janin dapat bergerak bebas di atas

pintu atas panggul pada awitan persalinan. Dalam keadaan ini, kepala
94

kadangkala disebut mengambang. Kepala yang berukuran normal

biasanya tidak melakukan engagement dengan sutura sagitalisnya

mengarah ke anteroposterior. Melainkan, kepala janin biasanya

memasuki pintu atas panggul pada diameter transversal atau salah satu

dari diameter obliknya. Saifuddin (2009: 310), menambahkan

masuknya kepala melintasi PAP dapat dalam keadaan sinklitismus,

ialah bila arah sumbu kepala janin tegak lurus dengan bidang PAP.

Untuk lebih jelasnya sinklitismus dapat dilihat pada gambar 2.2

Gambar 2.2
Sinklitismus

Sumber : Saifuddin, Abdul Bari. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta, halaman 310.

a) Asinklitismus anterior

Menurut Saifuddin (2009: 312) asinklitismus anterior

menurut Naegele apabila arah sumbu kepala membuat sudut lancip

ke depan dengan pintu atas panggul. Untuk lebih jelasnya

asinklitismus anterior dapat dilihat pada gambar 2.3


95

Gambar 2.3
Asinklitismus anterior

Sumber : Saifuddin, Abdul Bari. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta, halaman 310.

b) Asinklitismus posterior

Menurut Cunningham (2013: 397) sutura sagitalis terletak

di dekat simfisis, sebagian besar os parietalis posterior yang akan

terpresentasi, dan kondisi ini disebut asinklitismus posterior.

Asinklitismus posterior menurut Litzman, ialah apabila keadaan

adalah sebaliknya dari asinklitismus anterior (Saifuddin, 2009:

312). Untuk lebih jelasnya asinklitismus posterior dapat dilihat

pada gambar 2.4

Gambar 2.4
Asinklitismus Posterior

Sumber : Saifuddin, Abdul Bari. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta, halaman 311.
96

2) Desensus

Menurut Cunningham (2013: 397-398) hal ini merupakan syarat

utama kelahiran bayi. Pada wanita nulipara, engagement dapat terjadi

sebelum awitan persalinan, dan desensus lebih lanjut mungkin belum

terjadi sampai dimulainya persalinan kala II. Pada wanita multipara,

desensus dimulai bersamaan dengan engagement. Desensus terjadi

akibat satu atau lebih dari empat kekuatan:

a) Tekanan cairan amnion

b) Tekanan langsung fundus pada bokong saat kontraksi

c) Usaha mengejan yang menggunakan otot-otot abdomen

d) Ekstensi dan penelusuran badan janin

3) Fleksi

Begitu desensus mengalami tahanan, baik dari serviks, dinding

panggul, atau dasar panggul, biasanya terjadi fleksi kepala. Pada

gerakan ini, dagu mendekat ke dada janin, dan diameter suboksipito

bregmatika yang lebih pendek menggantikan diameter oksipitofrontal

yang lebih panjang (Cunningham, 2013: 398).

4) Rotasi interna

Gerakan ini adalah pemutaran kepala dengan suatu cara

sehingga oksiput perlahan-lahan bergerak dari posisi asalnya ke

anterior menuju simfisis pubis, atau yang lebih jarang ke posterior

menuju lengkung sakrum. Rotasi interna penting untuk penyelesaian

persalinan, kecuali jika janinnya kecil (Cunningham, 2013: 398).


97

5) Ekstensi

Ketika setelah rotasi interna, kepala yang telah terfleksi

maksimal mencapai vulva dan mengalami ekstens. Jika kepala yang

telah terfleksi maksimal, saat mencapai dasar panggul, tidak

berekstensi tetapi malah semakin terdorong ke bawah, kepala ini akan

mengenai bagian posterior perineum dan akhirnya akan terdorong ke

jaringan perineum. Tetapi, pada saat kepala menekan lorong panggul,

ada dua kekuatan yang bekerja. Pertama, yang diberikan uterus,

bekerja lebih ke posterior, dan kedua yang ditimbulkan oleh dasar

panggul yang resisten dan simfisis, bekerja lebih ke anterior. Resultan

gayanya mengarah ke muara vulva dan dengan demikian

menyebabkan ekstensi (Cunningham, 2013: 398).

Bertambahnya distensi perineum dan pembukaan vagina, secara

berangsur-angsur akan semakin banyak bagian oksiput yang terlihat.

Kepala dilahirkan melalui ekstensi lebih lanjut ketika oksiput, bregma,

dahi, hidung, mulut, dan akhirnya dagu berhasil melewati tepi anterior

perineum. Segera setelah seluruh kepala lahir, kepala jatuh ke bawah

sehingga dagu terletak di atas daerah anus ibu (Cunningham, 2013:

398).

6) Rotasi eksterna

Kepala yang sudah dilahirkan selanjutnya mengalami

pemulihan. Jika oksiput pada mulanya mengarah ke kiri, bagian ini

akan berotasi ke arah tuberositas iskhi kiri, bila asalnya mengarah ke

kanan, oksiput akan berotasi ke kanan. Kembalinya kepala ke posisi


98

oblik diikuti dengan diselesaikannya rotasi eksterna ke posisi lintang,

suatu gerakan yang sesuai dengan rotasi badan janin, yang berfungsi

membawa diameter anteroposterior pintu bawah panggul. Satu bahu

akan terletak anterior di belakang oleh faktor-faktor panggul yang

sama seperti yang menyebabkan rotasi interna kepala (Cunningham,

2013: 398).

7) Ekspulsi

Hampir segera setelah rotasi eksterna, bahu depan akan tampak

di bawah simfisis pubis dan perineum segera teregang oleh bahu

belakang. Setelah kedua bahu tersebut lahir, sisa badan bayi lainnya

akan lahir dengan cepat (Cunningham, 2013: 398).

2.2.2 Asuhan persalinan

1. Pengkajian data

a. Data subyektif

1) Biodata

a) Umur

Usia 20-30 tahun karena belum matangnya alat reproduksi

untuk hamil meningkatkan komplikasi persalinan, meliputi

persalinan lama pada nulipara, seksio sesaria, kelahiran preterm

(Varney, 2007: 691).

b) Pekerjaan

Wanira karier mendapat cuti hamil sebulan menjelang

kelahiran (Manuaba, 2012: 120). Kemiskinan selanjutnya menjadi


99

ko-variabel dari sejumlah faktor lain yang berhubungan dengan

hasil akhir kehamilan yang buruk (Walsh, 2012: 122).

(b) Keluhan utama

a) Kala I

Persalinan diawali dengan terjadinya his persalinan. His

persalinan mempunyai ciri khas pinggang terasa nyeri yang

menjalar ke depan, sifatnya teratur, intervalnya makin pendek dan

kekuatannya makin besar, mempunyai pengaruh terhadap

perubahan serviks, makin beraktivitas (jalan), kekuatan makin

bertambah (Manuaba, 2012: 173). Pada kala I ibu akan

mengalami perubahan psikologis seperti rasa takut, stress,

ketidaknyamanan, cemas dan marah-marah (Hidayat, 2010: 39).

b) Kala II

Ibu merasakan ingin meneran bersamaan dengan terjadinya

kontraksi, ibu merasakan adanya peningkatan tekanan pada

rektum dan/atau vaginanya (Wiknjosastro, 2010: 77). Pada kala

II ibu akan mengalami emotional distress, tidak dapat

mengendalikan emosi, takut dan cemas (Hidayat, 2010: 62).

c) Kala III

Beberapa ibu merintih atau tiba-tiba diam saat mereka

mengalami kram uterus, biasanya sebelum mengeluarkan

plasenta, bekuan, atau kehilangan darah. Sensasi ini bisa disertai


100

dengan keinginan ringan untuk mengejan untuk mengeluarkan

plasenta. Pada kala III ibu merasa bahagia karena bayi telah lahir

(Chapman, 2006: 29).

d) Kala IV

Setelah plasenta lahir, kontraksi rahim tetap kuat. Kekuatan

kontraksi ini tidak diikuti oleh interval pembuluh darah tertutup

rapat dan terjadi kesempatan membentuk trombus. Kontraksi

ikutan saat menyusui bayi sering dirasakan oleh ibu postpartum,

karena pengeluaran oksitosin oleh kelenjar hipofisis posterior

(Manuaba, 2012: 171172). Pada kala IV ibu merasa cemas dan

takut karena tidak dapat memenuhi kebutuhan anaknya dan terjadi

bounding attachment (Sulistyawati, 2009: 59).

Tremor selama kala IV persalinan. normal jika tidak disertai

demam >38oC atau tanda-tanda infeksi lainya. Respon ini akibat

hilangnya ketegangan dan sejumlah energi selama melahirkan

(Sondakh, 2013: 145). Keluhan lain yang dirasakan selama kala

IV adalah keletihan akibat lamanya persalinan (Varney,

2008:709).

3) Riwayat kesehatan

Penyakit yang berpengaruh pada persalinan adalah:

a) Penyakit Jantung

Pada ibu yang menderita penyakit jantung membutuhkan

asupan yang berhubungan dengan keseimbangan cairan selama


101

persalinan. Penggunaan cairan kristaloid intravena yang tidak tepat

akan menyebabkan peningkatan volume darah yang bersirkulasi,

padahal penderita penyakit jantung sulit untuk beradaptasi dengan

perubahan tersebut dan mereka dapat dengan mudah mengalami

edema pulmonal. Curah jantung dipengaruhi oleh posisi ibu selama

persalinan. Posisi terlentang menurunkan curah jantung karena

menghambat aliran balik vena ke jantung sehingga mengakibatkan

hipotensi maternal dan bradikardi janin. Oleh karena itu akan lebih

baik jika semua wanita bersalin termasuk yang menderita penyakit

jantung, menggunakan posisi tegak atau miring kiri (Fraser, 2009:

321).

b) Anemia

Bahaya saat persalinan adalah gangguan his (kekuatan

mengejan), kala I dapat berlangsung lama sehingga dapat

melelahkan dan sering memerlukan tindakan operasi kebidanan,

kala uri dapat diikuti retensio plasenta, dan perdarahan pasca salin

karena atonia uteri, kala IV dapat terjadi perdarahan pasca salin

sekunder dan atonia uteri (Manuaba, 2012: 240).

c) Asma

Wanita yang mempunyai asma yang berat mengalami

peningkatan persalinan prematur. Obat asma yang harus dihindari

selama persalinan karena memiliki efek bronkospasme, yaitu

prostaglandin intravena, intraamniotik, dan transservikal (Fraser,

2009: 322323).
102

d) Hepatitis infeksiosa

Penularan saat persalinan dapat terjadi melalui kontak

dengan darah ibu yang terinfeksi atau selama kontak dekat ibu-bayi

yang baru lahir dalam periode pasca melahirkan (Varney, 2007:

165). Penularan kepada anak yang terjadi saat lahir dan setelah

lahir adalah melalui pencernaan yang menelan darah dari perlukaan

jalan lahir. Abortus dan partus prematurus biasanya terjadi pada

wanita yang menderita penyakit hepatitis berat. Apabila partus

berlangsung spontan, maka kelahiran pervaginam dapat

diharapkan, kecuali ada indikasi lain untuk seksio sesaria

(Wiknjosastro, 2005: 560).

e) Sifilis

Pengaruhnya dalam bentuk persalinan prematuritas atau

kematian dalam rahim dan infeksi bayi dalam bentuk plak

kongenital yakni pemfigus sifilitus, deskuamasi kulit telapak

tangan dan kaki, terdapat kelainan pada mulut dan gigi (Manuaba ,

2012: 338).

f) HIV/AIDS

Saat persalinan penularan virus terjadi ketika bayi secara

langsung terpajan pada cairan tubuh ibu (Walsh, 2012: 437).

g) Gonore

Konjungtivitis gonokokal (ophthalmia neonatorum)

manisfestasi tersering dari infeksi perinatal umumnya

ditransmisikan selama proses persalinan (Saifuddin, 2009: 925).


103

h) Hipotiroid dan hipertiroid

Wanita hipertiroid berisiko mengalami preeklampsia dan

gagal jantung (Wheeler, 2004: 9).

i) Diabetes Melitus

Pada persalinan yaitu gangguan kontraksi otot rahim yang

menimbulkan persalinan lama atau terlantar, janin besar dan sering

memerlukan tindakan operasi (Manuaba, 2012: 346).

j) Infeksi ginjal dan saluran kemih

Pengaruh infeksi ginjal dan saluran perkemihan terhadap

persalinan terutama karena demam yang tinggi dan menyebabkan

terjadi kontraksi otot rahim sehingga dapat menimbulkan

keguguran dan persalinan prematuritas.

f) Kanker

Pengaruh kanker serviks pada persalinan adalah pada kala I

mengalami hambatan karena serviks kaku oleh jaringan kanker,

risiko terjadi ketuban pecah dini dan inersia uteri

g) Epilepsi

Dibandingkan wanita bukan epilepsi, wanita epilepsi

memiliki risiko melahirkan bayi malformasi dua sampai tiga kali

lebih tinggi dan risiko memiliki anak dengan gangguan kejang 2%

sampai 3%. Mereka juga beresiko mengalami preeklamsia dan

persalinan prematur (Wheeler, 2004: 7).

4) Riwayat kesehatan keluarga


104

a) Diabetes

Pengaruh diabetes dalam persalinan antara lain: inertia uteri

dan atonia uteri, distosia bahu karena anak besar, kelahiran mati,

lebih sering pengakhiran partus dengan tindakan termasuk sectio

caesarea, lebih mudah terjadi infeksi, angka kematian maternal

lebih tinggi (Wiknjosastro, 2006: 521).

b) Asma

Pengaruh asma pada ibu dan janin sangat tergantung dari

sering dan beratnya serangan, karena ibu dan janin akan

kekurangan oksigen atau hipoksia. Keadaan hipoksia bila tidak

segera diatasi tentu akan berpengaruh pada janin, dan sering

terjadi keguguran, persalinan prematur atau berat janin tidak

sesuai dengan usia kehamilan (gangguan pertumbuhan janin)

(Wiknjosastro, 2006: 490).

4) Riwayat kebidanan

a) Riwayat persalinan yang lalu

Persalinan yang lama juga mencerminkan suatu masalah

dapat berulang. Kemungkinan ini semakin kuat jika persalinan

yang lama merupakan pola yang berulang. Disproporsi antara

bagian presentasi dan pelvis ibu dapat terjadi. Interval antar

kehamilan yang kurang dari 1 tahun, ada kemungkinan risiko

kelahiran prematur dan anemia pada kehamilan berikutnya

(Wheeler, 2004: 3839).


105

Paritas mempengaruhi durasi persalinan dan insiden

komplikasi. Dominasi fundus uteri pada multipara lebih besar

dengan kontraksi lebih kuat dan dasar panggul yang relaks

sehingga bayi mudah melalui jalan lahir dan mengurangi lama

persalinan. Pada grandemultipara, semakin banyak jumlah janin,

persalinan secara progresif menjadi semakin lama (Varney, Kriebs

& Gegor, 2007: 691). Riwayat bedah sesar secara klasik dapat

meningkatkan risiko terjadinya ruptur uteri (Saifuddin, 2010: 518).

b) Riwayat persalinan sekarang

Semakin tinggi paritas, insiden abrubsio plasenta, plasenta

previa dan perdarahan uterus maka mortalitas ibu dan mortalitas

perinatal juga meningkat. Kalau pada persalinan sebelumnya

serviks mengalami pembukaan lengkap, pembukaan kali ini tidak

akan sulit sehingga memperpendek lama persalinan. Pada

multipara dominasi fundus uteri lebih besar dengan kontraksi

lebih kuat dan dasar panggul lebih relaks sehingga bayi lebih

mudah melalui jalan lahir sehingga mengurangi lama persalinan.

Pada grande multipara, semakin banyak jumlah janin,

persalinan secara progresif menjadi semakin lama. Hal ini diduga

akibat perubahan otot-otot uterus yang sering disebut keletihan

pada otot uterus. Ukuran bayi yang terbesar yang dilahirkan

pervaginam memastikan keadekuatan panggul wanita untuk

ukuran bayi saat ini. Wanita yang memiliki riwayat melahirkan


106

bayi kecil dari ayah yang sama cenderung memiliki bayi yang

kecil juga kali ini (Varney, 2007: 691).

5) Pola kehidupan sehari-hari

a) Nutrisi

Selama persalinan, metabolisme karbohidrat baik aerob

maupun anaerob meningkat dengan kecepatan tetap. Peningkatan

ini terutama disebabkan oleh ansietas dan aktivitas otot rangka.

Motilitas dan absorpsi lambung terhadap makanan padat jauh

berkurang. Apabila kondisi ini diperburuk oleh penurunan lebih

lanjut sekresi asam lambung selama persalinan, maka saluran

cerna bekerja dengan lambat sehingga waktu pengosongan

lambung menjadi lebih lama. Cairan tidak dipengaruhi dan waktu

yang dibutuhkan untuk pencernaan dalam lambung tetap seperti

biasa. Makanan yang dikonsumsi selama periode menjelang

persalinan atau fase laten persalinan cenderung tetap berada dalam

lambung selama persalinan (Varney, Kriebs dan Gegor, 2008: 686-

687).

Ibu diperbolehkan mengkonsumsi makanan rendah lemak

dan rendah residu sesuai selera untuk memberinya energi. Namun,

makan dan minum selama persalinan akan menyebabkan ibu

mengalami peningkatan risiko regurgitasi dan aspirasi isi lambung

(Fraser dan Cooper, 2009: 451).


107

b) Eliminasi

Selama persalinan, ibu harus dianjurkan berkemih setiap 1-

2 jam. Urin yang berada dalam kandung kemih merupakan massa

yang tidak dapat ditekan sehingga dapat mengganggu penurunan

bagian presentasi janin atau mengurangi kapasitas uterus untuk

berkontraksi, meningkatkan risiko perdarahan paska salin.

Kandung kemih yang penuh juga dapat menghambat masuknya

kepala janin ke dalam gelang panggul (Fraser & Cooper, 2009:

452). Poliuria sering terjadi selama persalinan. Kondisi ini dapat

diakibatkan peningkatan lebih lanjut curah jantung selama

persalinan dan kemungkinan peningkatan laju filtrasi glomerulus

dan aliran plasma ginjal. Poliuria menjadi kurang jelas pada posisi

telentang karena posisi ini membuat aliran urin berkurang selama

kehamilan Varney, Kriebs dan Gegor, 2008: 687).

Jika ibu ingin buang air besar saat fase aktif maka lakukan

periksa dalam untuk memastikan bahwa apa yang dirasakan ibu

bukan karena tekanan bayi pada rectum. Jangan memberikan

klisma selama persalinan karena dapat meningkatkan jumlah tinja

yang keluar selama persalinan kala II (Wiknjosastro, 2008:56).

c) Istirahat dan tidur

Keletihan dan penurunan fisik pada wanita dipengaruhi

oleh tingkat keletihannya saat memasuki persalinan, rumatan

hidrasi selama persalinan, lama persalinan, dan kemampuan

menghadapi tuntutan kondisi dan situasi yang terjadi. Kehilangan

kemampuan koping dapat meningkatkan keletihan dan keletihan


108

dapat menurunkan kemampuan koping wanita, atau semakin lama

persalinan, wanita merasakan keletihan yang lebih besar,

sebaliknya keletihan juga dapat mengakibatkan persalinan

berlangsung lama (Varney, Kriebs dan Gegor, 2008: 709). Istirahat

posisi miring kiri dapat mempercepat penurunan bagian terendah

janin sampai dasar panggul dan kepala janin tetap fleksi dan

membantu sirkulasi dan oksigenasi ke janin (Handajani, 2010: 37).

d) Personal Hygiene

Pencukuran perianal rutin tidak dilakukan selama beberapa

tahun terakhir. Riset menunjukkan bahwa pencukuran perianal

tidak perlu dilakukan dan tidak meningkatkan angka terjadinya

infeksi (Fraser & Cooper, 2009: 442).

Bagi ibu yang sedang berada pada proses persalinan normal,

mandi air hangat (birthing pool) dapat menjadi pereda nyeri efektif

yang dapat meningkatkan mobilitas tanpa peningkatan efek

samping bagi ibu atau bayinya (Fraser & Cooper, 2009: 442). Pada

Kala II, wanita mengalami dehidrasi karena banyaknya cairan yang

hilang melalui kulit dalam bentuk keringat(Marmi, 2012: 171-172).

Menurut Varney, Kriebs dan Gegor (2008: 760), pada kala I,

mengganti pakaian yang basah oleh keringat dan perlak, menjaga

perineum tetap kering membersihkan genetalia dari depan ke

belakang dan mengganti pembalut yang menyerap di anatara

bokong ibu dapat menekan terjadinya infeksi intrauteri akibat


109

kontaminasi pada introitus vagina. Mandi, menyikat gigi,

mengeringkan dengan handuk dapat membuat ibu merasa lebih

nyaman

e) Aktivitas

Dalam kala I apabila ketuban belum pecah wanita inpartu

boleh duduk atau berjalan-jalan, jika berbaring sebaiknya kesisi

letaknya punggung janin, jika ketuban sudah pecah wanita tersebut

dilarang berjalan-jalan harus berbaring. Adanya his/kontraksi yang

semakin sering menjelang persalinan menghambat aktivitas ibu

(Sofian, 2013: 77).

Selama persalinan ibu cenderung memilih berbagai posisi

dan sering mengubah posisi selama persalinan dan melahirkan. Ibu

bersalin sulit bergerak pada hidrasi intravena, pemantauan janin

kontinyu, sedasi dan anestesi. Masase dianggap membantu dalam

relaksasi dan menurunkan nyeri, merangsang reseptor sensori di

kulit dan otot di bawahnya dan memberi rasa sejahtera. Masase

dapat bervariasi dari pijatan ringan sampai masase lebih dalam

terhadap kulit dan struktur di bawahnya (Walsh, 2012: 264).

Varney, Kriebs dan Gegor (2008: 768) menyebutkan bahwa

saat kala II, wanita dapat melahirkan pada posisi litotomi, dorsal,

miring, berjongkok, berdiri, lutut dada, atau tangan lutut, atau pada

bangku-lahir atau kursi-lahir. Posisi litotomi atau dorsal paling


110

sering dianjurkan oleh bidan. Wanita dalam posisi tegak lurus 30

derajat memiliki kala II yang singkat dengan dorongan fisiologis.

Berjalan ke toilet adalah cara paling efektif untuk berkemih.

Gerakan dan gravitasi yang terlibat membantu kemajuan

persalinan normal. Melarang ambulasi ke toilet hanya pada kasus

prolaps tali pusat, plasenta previa, preeklampsia atau pada risiko

tinggi (Walsh, 2012: 287).

f) Budaya

Penggunaan rumput fatimah bagi ibu yang akan melahirkan

sering ditemukan. Dari penelitian yang ada, diketahui bahwa

tanaman tersebut mengandung oksitosin sejenis hormon yang dapat

merangsang kontraksi pada rahim sehingga dianggap melancarkan

kelahiran. Meskipun demikian, studi mengenai kadar senyawa

yang terkandung, efek yang dihasilkan, serta keamanan rumput

Fatimah terhadap ibu hamil dan bayinya masih sulit ditemukan. Itu

sebabnya, konsumsi air rendaman atau rebusan tanaman ini tidak

dianjurkan oleh kalangan medis (Saifuddin, 2010: 110). Tindakan

yang tidak bermanfaat bahkan kemungkinan membahayakan

menurut Saifuddin (2011: 171) yaitu:

(1) Mendorong uterus sebelum plasenta lahir

(2) Mendorong fundus ke bawah kearah vagina

(3) Kateterisasi karena menambah risiko infeksi saluran kemih

(4) Tarikan tali pusat terlalu kuat

(5) Membiarkan plasenta tetap berada dalam uterus


111

b. Data obyektif

1) Pemeriksaan umum

a) Keadaan umum

Kondisi umum selama kala II persalinan akan bergantung

pada kondisi, umumnya akhir kala I persalinan. Jika wanita

memasuki tahap kedua persalinan sudah kehabisan tenaga, ia akan

mengalami kesulitan mengerahkan tenaga yang diperlukan untuk

mendorong, terutama jika ia primigravida (Varney, Kriebs dan

Gegor, 2008: 760)

b) Tanda-tanda vital

(1) Tekanan darah meningkat selama kontraksi disertai

peningkatan sistolik rata-rata 15 (10-20) mmHg dan diastolik

rata-rata 5-10 mmHg. Pada waktu-waktu di antara kontraksi,

tekanan darah kembali ke tingkat sebelum persalinan. Nyeri,

rasa takut dan kekhawatiran dapat semakin meningkatkan

tekanan darah (Varney, Kriebs dan Gegor, 2008: 686).

(2) Nadi perubahan yang mencolok selama kontraksi disertai

peningkatan selama fase peningkatan (Varney, Kriebs dan

Gegor, 2008: 687).

(3) Suhu tubuh sedikit meningkat selama persalinan, tertinggi

selama dan segera setelah melahirkan. Dianggap normal ialah

peningkatan suhu yang tidak lebih dari 0,5-1C, yang

mencerminkan peningkatan metabolisme persalinan (Varney,

Kriebs dan Gegor, 2008: 687).


112

(4) Sedikit peningkatan frekuensi pernapasan masih normal,

selama persalinan dan mencerminkan peningkatan

metabolisme yang terjadi (Varney, Kriebs dan Gegor, 2008:

687).

c) Pemeriksaan fisik

(1) Muka

Tanda gejala yang terjadi pada masa akhir fase transisi

yaitu butiran keringat pada alis (Varney, 2007: 681).

(2) Mulut dan gigi

Butiran keringat pada bibir atas, gigi menggeletuk dan

cegukan merupakan tanda gejala yang terjadi pada masa akhir

fase transisi (Varney, 2007: 681). Wanita yang bersalin

biasanya mengeluarkan bau napas yang tidak sedap, mulut

kering, bibir kering atau pecah-pecah, gigi berjigong, terutama

jika ia bersalin selama berjam-jam tanpa mendapat cairan oral

dan perawatan mulut (Varney, 2007: 719).

(3) Payudara

Stimulasi puting susu mungkin dapat meningkatkan

kekuatan dan kualitas kontraksi, karena dapat memicu

pelepasan oksitosin secara ilmiah (Wiknjosastro, 2008: 83-

101).

(4) Abdomen

Uterus harus selalu lebih lunak setelah setiap kontraksi.

Kontraksi yang terlalu lama atau sangat kuat dan singkat akan
113

menimbulkan hipoksia pada janin. Penurunan bagian

presentasi janin selalu dapat diraba dengan palpasi abdomen

(Fraser, 2009: 453-454).

Saat kontraksi uterus dimulai nyeri tidak akan terjadi

selama beberapa detik dan akan hilang kembali di akhir

kontraksi. Ketika meraba adanya kontraksi, bidan akan

mengetahui dimulainya kontraksi sebelum ibu merasakannya.

Uterus harus selalu terasa lebih keras setiap kontraksi.

Kontraksi yang terlalu lama, atau sangat kuat dan urutannya

singkat akan menimbulkan masalah seperti hipoksia janin

(Fraser & Cooper, 2009: 453-454). Tingkatan rasa nyeri dapat

dilihat pada tabel 2.8

Tabel 2.8
Tingkatan rasa nyeri

Skala nyeri Derajat nyeri Keterangan

0 Tidak ada nyeri -

1 Nyeri ringan Secara objektif klien dapat


berkomunikasi dengan baik

2 Nyeri sedang Secara objektif klien mendesis dan


menyeringai

3 Nyeri hebat Secara objektif klien kadang menangis,


menggigit bibir, dan focus pada aktifitas
penghilang nyeri

4 Nyeri sangat Secara objektif menghindari percakapan,


hebat menghindari kontak social

5 Nyeri paling Secara objektif klien sudah tidak mampu


hebat lagi berkomunikasi, memukul
Sumber: Sondakh, 2013: Asuhan Kebidanan Persalinan dan BBL.Malang halaman 220
114

Pada genetalia dilakukan pemeriksaan adanya luka atau

masa termasuk kondilomata, varikositas vulva atau rektum,

adanya perdarahan pervaginam, cairan ketuban, dan adanya

luka parut di vagina. Luka parut di vagina mengindikasikan

adanya riwayat robekan perineum atau tindakan episiotomi

sebelumnya, sementara pada kala II terdapat perineum

menonjol dan vulva membuka (Wiknjosastro, 2010:43).

Keluar lendir bercampur darah (show) yang lebih banyak

karena robekan-robekan kecil pada serviks (Sofian, 2011: 70).

Pengeluaran cairan, pada beberapa kasus terjadi ketuban pecah

yang menimbulkan pengeluaran cairan (Manuaba, 2010: 173).

Segera setelah kelahiran, vagina tetap terbuka lebar, mungkin

mengalami beberapa derajat edema dan memar, dan celah pada

interuptus. Setelah satu hingga dua hari pertama pascapartum,

tonus otot vagina kembali, celah vagina tidak lebar dan vagina

tidak lagi edema. Sekarang vagina menjadi berdinding lunak,

lebih besar dari biasanya dan umumnya longgar. Ukurannya

menurun dengan kembalinya rugea vagina sekitar minggu

ketiga pascapartum (Varney, Kriebs dan Gegor, 2008: 960).

Jaringan parut pada perineum atau vagina menghalangi

kemajuan persalinan (Wiknjosastro, 2008: 172). Pada kala III

tampak tali pusat menjulur di depan vulva. Pada kala IV pada

tampak robekan perineum yang dibagi menjadi 4 derajat

Menurut Wiknjosastro (2008: 115) yaitu:


115

(a) Derajat satu: Mukosa vagina, komisura posterior dan kulit

perineum

(b) Derajat dua: Mukosa vagina, komisura posterior, kulit

perineum dan otot perineum

(c) Derajat tiga: Mukosa vagina, komisura posterior, kulit

perineum, otot perineum dan otot sfingter ani

(d) Derajat empat: Mukosa vagina, komisura posterior, kulit

perineum, otot perineum, otot sfingter ani dan dinding

depan rektum

(5) Anus

Mulai merasa ingin mengejan dengan anus mulai terbuka

(Manuaba, 2012: 184).

(6) Ekstremitas

Jari-jari kaki melengkung setiap kali kontraksi muncul,

kram pada bokong, paha atau betis, tungkai gemetar

merupakan tanda gejala yang terjadi pada masa akhir fase

transisi (Varney, 2007: 681).

d) Pemeriksaan khusus

(1) Palpasi tinggi fundus uteri (TFU) Mc. Donald

Untuk mengikuti pertumbuhan janin dengan cara

mengikuti pertumbuhan rahim, maka sering ukuran rahim

ditentukan dalam centimeter (cm). Pemantauan tumbuh

kembang janin dapat dilihat pada tabel 2.5 halaman 46


116

Penurunan bagian terbawah janin menurut Wiknjosastro

(2010: 42): Penurunan kepala janin dilakukan dengan

menghitung proporsi bagian terbawah janin yang masih berada

di atas tepi atas simfisis dan dapat diukur dengan lima jari

tangan (perlimaan). Penurunan kepala janin dengan sistem

perlimaan dapat dilihat pada tabel 2.9

Tabel 2.9
Penurunan Kepala Janin dengan Sistem Perlimaan

Periksa Periksa Keterangan


luar dalam
Kepala di atas PAP, mudah
5/5 -
digerakkan
Sulit digerakkan, bagian terbesar
4/5 HI II
kepala belum masuk panggul

Bagian terbesar belum masuk


3/5 HII III
panggul

Bagian terbesar kepala sudah


2/5 HIII +
masuk panggul

1/5 HIII IV Kepala di dasar panggul


0/5 HIV Di perineum
Sumber: Saifuddin, Abdul Bari, 2010. Buku Panduan Praktis Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal, Jakarta, halaman N-10.

(2) Auskultasi

Denyut jantung janin berbunyi ganda tetapi lebih cepat

dibandingkan bunyi jantung orang biasa. DJJ normal harus

berada pada rentang 110-160x/menit (Fraser & Cooper, 2009:

261). Selama kala I persalinan denyut DJJ harus dievaluasi


117

segera setelah sebuah kontraksi paling tidak setiap 30 menit

dan setiap 15 menit selama kala dua. Untuk wanita dengan

kehamilan berisiko, evaluasi auskultasi dilakukan paling tidak

setiap 15 menit selama kala satu dan setiap 5 menit selama

kala dua (Leveno, 2009: 147-148). Jika DJJ dasar kurang dari

110 denyut per menit (dpm) kondisi ini disebut bradikardia,

jika DJJ dasar lebih dari 160 dpm kondisi ini disebut takikardia

(Cunningham, 2013: 431)

(3) His

Menurut Saifuddin (2009: 289-290) frekuensi his adalah

jumlah his dalam waktu tertentu. Amplitudo dikalikan dengan

frekuensi his dalam 10 menit menggambarkan keaktifan uterus

dan diukur dengan unit Montevideo, jika amplitudo 50 mmHg,

frekuensi his 3x dalam 10 menit, maka aktivitas uterus adalah

50x3=150 unit Montevideo. Nilai yang adekuat untuk

terjadinya persalinan ialah 150-120 unit Montevideo.

Amplitudo uterus terus meningkat sampai 60 mmHg pada

akhir kala I dan frekuensi his menjadi 2-4 kontraksi tiap 10

menit. Juga durasi his meningkat dari 20 detik pada permulaan

partus sampai 60-90 detik pada akhir kala I atau pada

permulaan kala II . His kala II intervalnya 34 menit, lama 60

90 detik, setelah bayi lahir sekitar 810 menit kemudian rahim

berkontraksi untuk melepaskan plasenta dari insersinya


118

Menurut Yeyeh (2009: 13-18) his persalinan dibagi

menjadi 4 :

(a) His pembukaan :adalah his yang menimbulkan pembukaan

pada serviks. His ini terjadi sampai pembukaan serviks

lengkap 10 cm, his mulai kuat, teratur dan sakit.

(b) His pengeluaran (his mengedan/his kala II), his sangat

kuat, teratur, simetris, terkoordinasi dan lama. His

pengeluaran berfungsi untuk mengeluarkan janin.

(c) His pelepasan uri (kala III), kontraksi mulai turun,

berfungsi melepaskan dan mengeluuarkan plasenta.

(d) His pengiring (kala IV), kontraksi bersifat lemah, masih

sedikit nyeri, menyebabkan pengecilan rahim.

(4) Pemeriksaan dalam

Menurut Cunningham (2013: 410) perhatian cermat

terhadap hal-hal berikut:

(a) Pendataran serviks

Derajat pendataran serviks biasanya dinyatakan

dengan panjang kanalis servisis berbanding dengan

panjang yang belum mendatar. Jika panjang serviks

berkurang separuh, dikatakan 50% mendatar, bila serviks

menjadi setipis segmen uterus bawah di dekatnya, serviks

dikatakan telah mendatar penuh atau 100%.

(b) Dilatasi serviks

Dilatasi serviks ditentukan dengan memperkirakan

diameter rata-rata pembukaan serviks. Jari pemeriksa


119

disapukan dari tepi serviks di satu sisi ke sisi yang

berlawanan, dan diameter yang dilintasi dinyatakan dalam

sentimeter(1-10).

(c) Posisi serviks

Hubungan antara os serviks dengan kepala janin

dikategorikan sebagai posterior, posisi tengah, atau

anterior. Bersamaan dengan posisi, konsistensi serviks

ditentukan menjadi lunak, kaku atau diantara keduanya.

(d) Bidang hodge

Menurut Manuaba (2012:58), bidang Hodge I yaitu

bidang yang sama dengan pintu atas panggul, Hodge II

yaitu bidang sejajar dengan Hodge I setinggi tepi bawah

simpisis, Hodge III bidang sejajar dengan Hodge I setinggi

spina iskiadika, Hodge IV yaitu bidang sejajar degan

Hodge I setinggi ujung tulang kelangkang (os sakrum).

Gambar bidang Hodge dapat dilihat pada gambar 2.5

Gambar 2.5
Bidang Hodge

Sumber: Manuaba, 2012.Ilmu Kebidanan Kandungan dan KB,


Jakarta halaman 59
120

(e) Stasiun

Stasiun merupakan hubungan antara bagian paling

bawah bagian presentasi dan garis imajiner yang ditarik di

antara spina iskiadika pelvis wanita. Bagian paling bawah

pada bagian presentasi janin yang terletak sejajar dengan

spina iskiadika disebut station 0. Stasiun diukur di atas

atau di bawah tingkat spina iskiadika (dalam sentimeter),

jika di atas ditulis stasiun -1, -2, -3, -4, dan -5 dan jika di

bawah ditulis +1, +2, +3, +4, dan +5 (Varney, Kriebs dan

Gegor 2008:677). Stasiun dapat dilihat pada gambar 2.6

Gambar 2.6
Stasiun

Sumber: Varney, 2008 Buku Ajar Asuhan Kebidanan.Jakarta halaman 677

e) Pemeriksaan penunjang

(1) Darah

Gula darah menurun selama persalinan, menurun drastis

pada persalinan yang lama dan sulit, kemungkinan besar akibat


121

peningkatan aktivitas otot uterus dan rangka ( Varney, 2007:

686).

(2) Urin

Menurut Cunningham (2013: 411) pada beberapa unit,

sebuah spesimen urin yang diekskresikan (sedapat mungkin

bebas dari debris) diperiksa kadar protein dari glukosanya.

Spesimen urin diambil untuk analisis protein hanya pada ibu

hamil dengan hipertensi.

Tes lakmus (tes Nitrazin), jika kertas lakmus merah

berubah menjadi biru menunjukan adanya air ketuban. PH air

ketuban 7-7,5, darah dan infeksi vagina dapat menghasilkan

positif palsu. Sekret vagina ibu hamil PH 4-5, dengan kertas

nitrazin tidak berubah warna tetap kuning (Nugroho, 2012:

154)

f) Lembar observasi

Selama fase laten, semua asuhan, pengamatan dan

pemeriksaan harus dicatat. Hal ini dapat dicatat secara terpisah,

baik di catatan kemajuan persalinan (lembar observasi) maupun di

buku KIA atau Kartu Menuju Sehat (KMS) ibu hamil

(Wiknjosastro, 2008: 58). Lembar observasi di lampiran 5.

g) Partograf

Partograf adalah alat bantu untuk memantau kemajuan kala

satu persalinan dan informasi untuk membuat keputusan klinik.

Partograf harus digunakan untuk:


122

(1) Semua ibu dalam fase aktif kala I persalinan dan merupakan

elemen penting dari asuhan persalinan. Partograf sangat

membantu penolong persalinan dalam memantau,

mengevaluasi, dan membuat keputusan klinik, baik persalinan

dengan penyulit maupun yang tidak disertai dengan penyulit.

(2) Selama persalinan dan kelahiran disemua tempat (rumah,

puskesmas, klinik, bidan swasta, rumah sakit).

(3) Semua penolong persalinan yang memberikan asuhan

persalinan kepada ibu dan proses kelahiran bayinya.

Penggunaan partograf secara rutin dapat memastikan bahwa

ibu dan bayinya mendapat asuhan yang aman, adekuatdan tepat

waktu serta membantu mencegah terjadinya penyulit yang dapat

mengancam keselamatan jiwa mereka (Wiknjosastro, 2008: 57).

Contoh lembar partograf ada di lampiran 6 halaman 272.

c. Analisa data

Menurut Kepmenkes (2007: 5) data yang telah diolah dianalisis.

Bidan melakukan analisis berdasarkan urutan sebagai berikut:

1) Mencari hubungan antara data atau fakta yang satu dengan lainnya

untuk mencari sebab dan akibat.

2) Mencantumkan masalah dan apa masalah utamanya.

3) Menentukan tingkat risiko masalah.

Hasil analisa data yang diperoleh pada pengkajian,

menginterpretasikannya logis untuk menegakkan diagnosa dan masaah

kebidanan yang tepat.


123

2. Diagnosa kebidanan

Diagnosa pada ibu bersalin Romauli (2011: 182) adalah sebagai

berikut:Dalam menentukan diagnosa kebidanan maka harus menjawab

pertanyaan berikut: (a) hamil, (b) primi atau multi, (c) tuanya kehamilan, (d)

anak hidup atau mati, (e) tunggal atau kembar, (f) letak anak, (g) anak

intrauterin atau ekstrauterin, (h) keadaan jalan lahir, (i) keadaan umum

penderita

Contoh diagnosa kebidanan ibu bersalin normal menurut Handajani

(2010: 34) pada adalah GPAPIAH, usia kehamilan 3940 minggu, tunggal,

hidup, intrauterine, situs bujur, habitus fleksi, puka/puki, presentasi kepala,

HI-IV, inpartu kala I fase laten/ aktif (akselerasi, dilatasi maksimal dan

deselerasi), kala II, III dan IV, BBL (0-2 jam postpartum). Keadaan umum

ibu dan janin baik/buruk, prognosa baik/buruk dengan kemungkinan masalah

menurut Doenges (2001: 267310) yaitu:

a. Gangguan rasa nyaman (nyeri) karena dilatasi jaringan/hipoksia, tekanan

pada jaringan sekitar stimulasi pada ujung saraf parasimpatis dan

simpatis

b. Cemas menghadapi persalinan

c. Keletihan

Pada persalinan normal sewaktu-waktu dapat menjadi patologi/komplikasi.

Berikut keadaan komplikasi pada persalinan:

Masalah kala I

e. Dehidrasi karena kurangnya intake cairan

f. Potensial terjadi ketuban pecah dini


124

g. Potensial terjadi kala I memanjang (fase laten dan aktif).

Masalah kala II

h. Potensial kala II memanjang

i. Potensial terjadi gawat janin

Masalah kala III

j. Retensio plasenta

Masalah kala IV

k. Potensial terjadinya atonia uteri

3. Perencanaan

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 938/Menkes/SK/VIII/2007

tentang Standar Asuhan Kebidanan (2011: 8) yaitu pemantauan dan

pemberian asuhan kala I, II, III dan IV dengan prinsip sayang ibu dan bayi

serta pencegahan infeksi (PI).

a. Diagnosa : GPAPIAH, usia kehamilan 3740 minggu, tunggal, hidup,

intrauterine, situs bujur, habitus fleksi, puka/puki,

presentasi kepala, HI-IV, inpartu kala I fase laten/ aktif

, keadaan umum ibu dan janin baik/buruk, prognosa

baik/buruk (Handajani, 2010: 145).

b. Tujuan : Menjaga kelangsungan hidup dan memberikan derajat

kesehatan yang tinggi bagi ibu dan bayinya (Wiknjosastro,

2010: 3).

c. Kriteria :

1) Keadaan umum baik, kesadaran komposmentis (Handajani, 2010: 36).


125

2) TTV normal yaitu suhu badan 3637,5 C, tekanan darah 100/70

130/90 mmHg, nadi 60-80 kali per menit, dan napas 1624 kali per

menit (Handajani, 2010: 36).

3) Aterm 37-40 minggu

4) Pada primigravida kala I berlangsung 1012 jam, kala II 11,5 jam,

kala III 10 menit, kala IV 2 jam, jumlah lama persalinannya tanpa

memasukkan kala IV yang sifatnya observasi adalah 1012 jam, pada

multigravida kala I berlangsung 68 jam, kala II 0,51 jam, kala III 10

menit, kala IV 2 jam, jumlah lama persalinannya tanpa memasukkan

kala IV yang sifatnya observasi adalah 810 jam (Manuaba, 2012:

175)

5) His pada kala I intervalnya 34 menit, lama 4060 detik, his kala II

intervalnya 34 menit, lama 6090 detik, setelah bayi lahir sekitar 8

10 menit kemudian rahim berkontraksi untuk melepaskan plasenta

dari insersinya, setelah plasenta lahir kontraksi tetap kuat dengan

amplitudo 6080 mmHg (Manuaba, 2012: 171)

6) Manajemen aktif kala III yaitu plasenta lahir dalam 30 menit secara

spontan dan lengkap (Handajani, 2010: 37)

7) Perdarahan yang normal tidak melebihi 500 cc (Manuaba, 2012: 174).

8) Bayi lahir spontan, menangis dan bernapas, tonus otot bayi baik, DJJ

120-160 x/menit, keras, kuat dan teratur, tidak ada molase

(Wiknjosastro, 2008: 126)

Intervensi:
126

a) Kala I

(1) Jelaskan pada ibu dan keluarga tentang hasil pemeriksaan.

Rasional: wanita yang melakukan persiapan dalam menghadapi

pelahiran memiliki pengetahuan tentang proses persalinan.

Mereka biasanya menginginkan dan memerlukan informasi

tentang kemajuan persalinan mereka (Varney, 2007: 718).

(2) Anjurkan ibu untuk melakukan teknik relaksasi saat ada his.

Teknik relaksasi yaitu dengan mengambil napas dalam dari

hidung dan mengeluarkannya dari mulut setelah masing-masing

kontraksi.

Rasional: teknik ini berfungsi ganda, tidak hanya meningkatkan

relaksasi, tetapi juga berfungsi membersihkan jalan napas

dengan menghilangkan kemungkinan hiperventilasi (Varney,

2007: 716).

(3) Observasi sesuai partograf (his, DJJ, ketuban, pembukaan,

penurunan kepala dan TTV ibu).

Rasional: partograf mencatat hasil observasi dan kemajuan

persalinan dengan menilai pembukaan serviks melalui periksa

dalam, mendeteksi secara dini kemungkinan terjadinya partus

lama (Wiknjosastro, 2010: 56-59).

Frekuensi minimal penilaian dan intervensi dalam persalinan

normal dapat dilihat pada tabel berikut ini:


127

Tabel 2.10
Frekuensi Minimal Penilaian dan Intervensi
dalam Persalinan Normal

Parameter Frekuensi pada fase Frekuensi pada


laten fase aktif
Tekanan darah Setiap 4 jam Setiap 4 jam
Suhu badan Setiap 4 jam Setiap 2 jam
Nadi Setiap 30-60 menit Setiap 30-60
menit
Denyut Setiap 1 jam Setiap 30
jantung janin menit
Kontraksi Setiap 1 jam Setiap 30
menit
Pembukaan Setiap 4 jam* Setiap 4 jam*
serviks
Penurunan Setiap 4 jam* Setiap 4 jam*
Sumber : Saifuddin, Abdul Bari. 2006. Buku Acuan Nasional Pelayanan
Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Jakarta: YBPSP. Halaman N-9

(4) Anjurkan ibu untuk mendapatkan posisi yang nyaman dalam

persalinan, anjurkan untuk tidak berbaring terlentang.

Rasional: jika ibu berbaring terlentang maka berat uterus dan

isinya (janin, cairan ketuban, plasenta dan lain-lain) menekan

vena kava inferior ibu. Hal ini akan mengurangi pasokan

oksigen melalui sirkulasi uteroplasenter sehingga akan

menyebabkan hipoksia pada bayi. Berbaring terlentang juga

akan mengganggu kemajuan persalinan dan menyulitkan ibu

untuk meneran secara efektif (Enkin, et al dalam Wiknjosastro,

2010: 85).

(5) Beri asupan nutrisi pada ibu dengan memberi ibu makan dan

minum.
128

Rasional: makanan dari sumber karbohidrat (nasi, roti,

singkong, dll) sangat cepat dicerna oleh tubuh sehingga proses

metabolisme untuk menghasilkan energi untuk mengejan pun

juga lebih cepat dan ibu bersalin harus minum yang cukup untuk

mencegah terjadinya dehidrasi (Wiknjosastro, 2010: 53).

(6) Anjurkan ibu untuk BAB maupun BAK jika terasa.

Rasional: kandung kemih yang penuh mengganggu penurunan

kepala bayi. Selain itu juga akan menambah rasa nyeri pada

perut bawah, menghambat penatalaksanaan distosia bahu,

menghalangi lahirnya plasenta dan perdarahan pascasalin

(Wiknjosastro, 2010: 80).

(7) Jaga privasi ibu dengan menutup pintu, jendela, serta kelambu

tempat persalinan.

Rasional: menjaga privasi dan mencegah pajanan merupakan

upaya untuk menghormati martabat wanita (Varney, 2007: 718).

(8) Jaga kebersihan dan kondisi tetap kering.

Rasional: kebersihan dan kondisi kering meningkatkan

kenyamanan dan relaksasi serta menurunkan risiko infeksi

(Varney, 2007: 719).

(9) Gunakan teknik sentuhan fisik.

Rasional: sentuhan yang diberikan pada wanita (misal pada

tungkai, kepala, lengan) tanpa ada tujuan lain dapat

mengekspresikan kepedulian, memberi kenyamanan, dan


129

pengertian serta dapat menentramkan, menenangkan,

menghilangkan kesepian dan sebagainya (Varney, 2008: 722).

(10) Berikan masase pada seluruh punggung maupun pada area

abdomen bawah.

Rasional: usapan pada punggung dengan pemberian tekanan

eksternal pada tulang belakang (lumbal) menghilangkan tekanan

internal pada tulang belakang (lumbal) oleh kepala janin

sehingga mengurangi nyeri (Varney, 2007: 720721).

Rasional: usapan pada perut dapat meningkatkan kenyamanan

dan merupakan ekspresi kepedulian terhadap wanita dan

meningkatkan sirkulasi perut (Varney, 2007: 720721).

(11) Anjurkan ibu untuk jalan-jalan jika ketuban belum pecah dan

pembukaan belum lengkap

Rasional: mempercepat penurunan kepala janin

(12) Atur posisi senyaman mungkin

Rasional: posisi disesuaikan dengan keinginan ibu

(Wiknjosastro, 2010: 85). Jika ibu berbaring terlentang maka

uterus akan menekan vena cava inferior yang mengakibatkan

hipoksia janin. Posisi tegak seperti berjalan, berdiri atau jongkok

membantu turunnya kepala bayi dan seringkali memperpendek

waktu persalinan (Wiknjosastro, 2010: 84-85).

(13) Lakukan pemeriksaan dalam atas indikasi.


130

Rasional: mengetahui kemajuan pembukaan serviks, penurunan

kepala, effacement, ketuban, bagian terendah janin sesuai

dengan partograf (Handajani, 2010: 37).

Lakukan pertolongan persalinan berdasarkan 58 langkah APN

b) Kala II

(1) Dengar dan lihat tanda gejala kala II. Tanda gejala kala II yaitu

ibu merasakan ada dorongan ingin meneran, tekanan pada anus,

dan terlihat kondisi vulva yang membuka dan perineum yang

menonjol.

Rasional: gejala dan tanda kala II merupakan mekanisme

alamiah bagi ibu dan penolong persalinan bahwa proses

pengeluaran bayi sudah dimulai (Wiknjosastro, 2010: 80).

(2) Pastikan perlengkapan peralatan, bahan, dan obat-obatan

esensial untuk menolong persalinan dan menatalaksana

komplikasi ibu dan bayi baru lahir.

Rasional: ketidakmampuan untuk menyediakan semua

perlengkapan, bahan-bahan, dan obat-obat esensial pada saat

diperlukan akan meningkatkan risiko terjadinya penyulit pada

ibu dan bayi baru lahir sehingga keadaan ini dapat

membahayakan keselamatan jiwa mereka (Wiknjosastro, 2010:

51).

(3) Pakai celemek plastik.


131

Rasional: celemek merupakan penghalang atau barier antara

penolong dengan bahan-bahan yang berpotensi untuk

menularkan penyakit (Wiknjosastro, 2010: 78).

(4) Lepas dan simpan semua perhiasan yang dipakai, cuci tangan

dengan sabun dan air bersih mengalir kemudian keringkan

tangan dengan tisu atau handuk pribadi yang bersih dan kering.

Rasional: cuci tangan merupakan upaya yang paling penting

untuk mencegah kontaminasi silang (Saifuddin, 2012: U-15).

(5) Pakai sarung tangan DTT pada tangan yang akan digunakan

untuk periksa dalam.

Rasional: penggunaan sarung tangan merupakan tindakan

kewaspadaan universal untuk melindungi dari setiap cairan atau

rabas yang mungkin atau patogen yang menular melalui darah

(Varney, 2007: 1117).

(6) Masukkan oksitosin ke dalam tabung suntik (gunakan tangan

yang bersarung tangan DTT) dan steril (pastikan tidak terjadi

kontaminasi pada alat suntik).

Rasional: semua perlengkapan dan bahan-bahan dalam partus

set harus dalam keadaan desinfeksi tingkat tinggi (DTT) atau

steril (Wiknjosastro, 2010: 78).

(7) Bersihkan vulva dan perineum, seka dengan hati-hati dari depan

ke belakang dengan menggunakan kapas atau kassa yang

dibasahi air DTT.


132

Rasional: membersihkan vulva dan perineum dengan air DTT

digunakan sebagai pencegahan infeksi dan menjaga kebersihan

ibu (Ambarwati, 2009: 54)

(8) Lakukan periksa dalam untuk memastikan pembukaan lengkap.

Rasional: mengetahui kemajuan pembukaan serviks, penurunan

kepala, effacement, ketuban, bagian terendah janin sesuai

dengan partograf (Handajani, 2010: 37)

(9) Dekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan tangan

yang masih memakai sarung tangan ke dalam larutan klorin

0,5%, kemudian lepaskan dan rendam dalam keadaan terbalik

dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit. Cuci kedua tangan

setelah sarung tangan dilepaskan.

Rasional: dekontaminasi dapat mematikan virus hepatitis B dan

HIV (Wiknjosastro, 2010: 23).

(10) Periksa DJJ setelah kontraksi/saat relaksasi uterus untuk

memastikan bahwa DJJ dalam batas normal (120160 x/menit).

Rasional: mendeteksi bradikardia janin dan hipoksia berkenaan

dengan penurunan sirkulasi maternal dan penurunan perfusi

plasenta yang disebabkan oleh anestesia, valsava manuver, atau

posisi yang tidak tepat (Doenges, 2001: 300).

(11) Beritahukan bahwa pembukaan sudah lengkap dan keadaan

janin baik dan bantu ibu dalam menemukan posisi yang nyaman

dan sesuai dengan keinginannya.


133

Rasional: jika ibu berbaring terlentang maka berat uterus dan

isinya (janin, cairan ketuban, plasenta dan lain-lain) menekan

vena kava inferior ibu. Hal ini akan mengurangi pasokan

oksigen melalui sirkulasi uteroplasenter sehingga akan

menyebabkan hipoksia pada bayi. Berbaring terlentang juga

akan mengganggu kemajuan persalinan dan menyulitkan ibu

untuk meneran secara efektif (Enkin, et al dalam Wiknjosastro,

2010: 85).

(12) Minta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi meneran (bila

ada rasa ingin meneran dan terjadi kontraksi yang kuat, bantu

ibu ke posisi setengah duduk atau posisi lain yang diinginkan

dan pastikan ibu merasa nyaman).

Rasional: posisi duduk atau setengah duduk dapat memberikan

rasa nyaman bagi ibu dan memberi kemudahan baginya untuk

beristirahat di antara kontraksi. Keuntungan dari kedua posisi ini

adalah gaya gravitasi untuk membantu ibu melahirkan bayinya

(Enkin, et al dalam Wiknjosastro, 2010: 82).

(13) Laksanakan bimbingan meneran pada saat ibu merasa ada

dorongan kuat untuk meneran.

Rasional: meneran secara berlebihan menyebabkan ibu sulit

bernapas sehingga terjadi kelelahan yang tidak perlu dan

meningkatkan risiko asfiksia pada bayi sebagai akibat turunnya

pasokan oksigen melalui plasenta (Enkin, et al dalam

Wiknjosastro, 2010: 79).


134

(14) Anjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi

nyaman, jika ibu belum merasa ada dorongan untuk meneran

dalam 60 menit.

Rasional: posisi jongkok dapat membantu mempercepat

kemajuan persalinan kala II dan mengurangi rasa nyeri

(Wiknjosastro, 2010: 84).

(15) Letakkan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) di perut ibu,

jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 56 cm.

Rasional: handuk pada perut ibu digunakan untuk persiapan

mengeringkan bayi saat bayi lahir (Wiknjosastro, 2010: 87).

(16) Letakkan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian di bawah bokong

ibu.

Rasional: Melindungi perineum dan mengendalikan keluarnya

kepala secara bertahap pada vagina dan perineum

(Wiknjosastro, 2010: 87).

(17) Buka tutup partus set dan perhatikan kembali kelengkapan alat

dan bahan.

Rasional: ketidaklengkapan alat, bahan-bahan, dan obat-obat

esensial pada saat diperlukan akan meningkatkan risiko

terjadinya penyulit pada ibu dan bayi baru lahir sehingga

keadaan ini dapat membahayakan keselamatan jiwa mereka

(Wiknjosastro, 2010: 51).

(18) Pakai sarung tangan DTT pada kedua tangan.


135

Rasional: penggunaan sarung tangan merupakan tindakan

kewaspadaan universal untuk melindungi dari setiap cairan atau

rabas yang mungkin atau patogen yang menular melalui darah

(Varney, 2007: 1117).

(19) Setelah tampak kepala bayi dengan diameter 56 cm membuka

vulva maka lindungi perineum dengan satu tangan yang dilapisi

kain bersih dan kering. Tangan yang lain menahan kepala bayi

untuk menahan posisi defleksi dan membantu lahirnya kepala.

Anjurkan ibu untuk meneran perlahan atau bernapas cepat dan

dangkal.

Rasional: melindungi perineum dan mengendalikan keluarnya

bayi secara bertahap dan hati-hati dapat mengurangi regangan

berlebihan (robekan) pada vagina dan perineum (Wiknjosastro,

2010: 87).

(20) Periksa kemungkinan adanya lilitan tali pusat dan ambil

tindakan yang sesuai jika hal itu terjadi, dan segera lanjutkan

proses kelahiran.

Rasional: perasat ini dilakukan untuk mengetahui apakah tali

pusat berada di sekeliling leher bayi dan jika memang demikian,

untuk menilai seberapa ketat tali pusat tersebut sebagai dasar

untuk memutuskan cara mengatasi situasi tersebut (Varney,

2007: 1146).
136

(21) Tunggu hingga kepala janin selesai melakukan putaran paksi

luar secara spontan.

Rasional: pengamatan yang cermat dapat mencegah setiap

gangguan, memberi waktu untuk bahu berotasi internal ke arah

diameter anteroposterior pintu bawah panggul (Varney, 2007:

1147).

(22) Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara

biparietal. Anjurkan ibu untuk meneran saat kontraksi. Dengan

lembut gerakkan kepala ke arah bawah dan distal hingga bahu

depan muncul di bawah arkus pubis dan kemudian gerakkan

arah atas dan distal untuk melahirkan bahu belakang.

Rasional: penempatan tangan ini dirancang untuk mencegah

memegang bayi di bawah mandibula atau di sekeliling leher

untuk melahirkan bahu dan badan bayi. Kelahiran bahu dan

badan bayi dengan gerakan ke arah atas dan luar secara

biparietal merupakan mekanisme persalinan yang disebut

kelahiran bahu dan tubuh dengan fleksi lateral melalui kurva

carus (Varney, 2007: 1153).

(23) Setelah bahu lahir, geser tangan bawah untuk kepala dan bahu.

Gunakan tangan atas untuk menelusuri dan memegang lengan

dan siku sebelah atas.

Rasional: tangan ini mutlak penting untuk mengontrol lengan

atas, siku, dan tangan bahu belakang saat bagian-bagian ini


137

dilahirkan karena jika tidak tangan atau siku dapat menggelincir

keluar dan menimbulkan laserasi perineum (Varney, 2007:

1148).

(24) Setelah tubuh dan lengan lahir, penelusuran tangan atas

berlanjut ke punggung, bokong, tungkai dan kaki. Pegang kedua

mata kaki (masukkan telunjuk di antara kaki dan pegang

masing-masing mata kaki dengan ibu jari dan jari-jari lainnya).

Rasional: tindakan ini memungkinkan Anda menahan bayi

sehingga Anda dapat mengontrol pelahiran badan bayi yang

tersisa dan menempatkan bayi aman dalam rengkuhan tangan

Anda tanpa ada kemungkinan tergelincir melewati badan atau

tangan atau jari-jari Anda (Varney, 2007: 1148).

(25) Lakukan penilaian bayi baru lahir.

Rasional: proses penilaian sebagai dasar pengambilan keputusan

bukanlah suatu proses sesaat yang dilakukan 1 kali. Penilaian ini

menjadi dasar keputusan apakah bayi perlu resusitasi

(Wiknjosastro, 2010: 150).

c) Bayi baru lahir

(26) Keringkan bayi mulai dari muka, kepala, dan bagian tubuh

lainnya kecuali bagian tangan tanpa membersihkan verniks.

Ganti handuk basah dengan handuk/kain yang kering. Biarkan

bayi di atas perut ibu.

Rasional: hipotermi mudah terjadi pada bayi yang tubuhnya

dalam keadaan basah atau tidak segera dikeringkan dan


138

diselimuti walaupun berada di dalam ruangan yang relatif

hangat (Wiknjosastro, 2010: 123). Meletakkan bayi di atas

abdomen ibu, memungkinkan ibu segera kontak dengan

bayinya, menyebabkan uterus berkontraksi, dan

mempertahankan bayi bebas dari cairan yang saat ini

terakumulasi di meja atau tempat tidur di area antara kaki ibu

(Varney, 2007: 1154).

(30) Dalam waktu 2 menit setelah bayi lahir, jepit tali pusat dengan

klem kira-kira 3 cm dari pusat bayi. Dorong isi tali pusat ke arah

distal (ibu) dan jepit kembali tali pusat pada 2 cm distal dari

klem pertama.

Rasional: memberi cukup waktu bagi tali pusat mengalirkan

darah kaya zat besi kepada bayi (Wiknjosastro, 2010: 122).

(31) Lakukan pemotongan dan pengikatan tali pusat.

Rasional: memberi cukup waktu bagi tali pusat mengalirkan

darah kaya zat besi kepada bayi (Wiknjosastro, 2010: 122).

(32) Letakkan bayi agar ada kontak kulit ibu ke kulit bayi.

Rasional: meletakkan bayi di atas abdomen ibu memungkinkan

ibu segera kontak dengan bayinya, menyebabkan uterus

berkontraksi, dan mempertahankan bayi bebas dari cairan yang

saat ini terakumulasi di meja atau tempat tidur di area antara

kaki ibu (Varney, 2007: 1154).

(33) Selimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan pasang topi di

kepala bayi.
139

Rasional: bagian kepala bayi memiliki luas permukaan yang

relatif luas dan bayi akan dengan cepat kehilangan panas jika

bagian tersebut tidak tertutup (Wiknjosastro, 2010: 125).

(43) Lakukan inisiasi menyusu dini (IMD) dan biarkan bayi tetap

melakukan kontak kulit ke kulit di dada ibu paling sedikit 1 jam.

Rasional: IMD dan kontak kulit antara ibu dengan bayi akan

menstabilkan pernapasan, mengendalikan temperatur tubuh

bayi, menurunkan kejadian ikterus, serta merangsang produksi

oksitosin dan prolaktin pada ibu. Kolostrum adalah imunisasi

pertama bagi bayi (Wiknjosastro, 2010: 128).

(44) Lakukan pemeriksaan fisik bayi baru lahir.

Rasional: dari hasil pemeriksaan, bidan memastikan tingkat

kesejahteraan bayi baru lahir dan mengidentifikasi masalah yang

mungkin terjadi dan masalah yang sedang terjadi (Varney, 2007:

915).

(45) Setelah 1 jam pemberian vitamin K1, berikan imunisasi Hepatitis

B di paha kanan.

Rasional: vitamin K1 injeksi 1 mg IM untuk mencegah

perdarahan bayi baru lahir akibat defisiensi vitamin K yang

dapat dialami oleh sebagian bayi baru lahir. Imunisasi Hepatitis

B bermanfaat untuk mencegah infeksi Hepatitis B terhadap bayi,

terutama jalur penularan ibu ke bayi (Wiknjosastro, 2010: 137).


140

d) Kala III

(27) Periksa kembali uterus untuk memastikan tidak ada lagi bayi

dalam uterus (hamil tunggal).

Rasional: oksitosin menyebabkan uterus berkontraksi yang akan

menurunkan pasokan oksigen pada bayi. Jangan menekan kuat

korpus uteri karena dapat terjadi kontraksi tetanik yang akan

menyulitkan pengeluaran plasenta (Wiknjosastro, 2010: 97).

(28) Beritahu ibu bahwa ia akan disuntik oksitosin agar uterus

berkontraksi baik.

Rasional: oksitosin menyebabkan fundus uteri berkontraksi

dengan kuat dan efektif sehingga membantu pelepasan plasenta

dan mengurangi kehilangan darah (Wiknjosastro, 2010: 97).

(29) Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikkan oksitosin 10

unit intramuskular (IM) di 1/3 paha atas bagian distal lateral

(lakukan aspirasi sebelum menyuntikkan oksitosin).

Rasional: oksitosin merangsang fundus uteri untuk berkontraksi

dengan kuat dan efektif sehingga dapat membantu pelepasan

plasenta dan mengurangi kehilangan darah. Aspirasi sebelum

penyuntikan akan mencegah penyuntikan oksitosin ke pembuluh

darah (Wiknjosastro, 2010: 97).

(34) Pindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 510 cm dari

vulva.

Rasional: memegang tali pusat lebih dekat ke vulva akan

mencegah avulsi (Wiknjosastro, 2010: 98).


141

(35) Letakkan 1 tangan di atas kain pada perut ibu, di tepi atas

simfisis untuk mendeteksi. Tangan lain menegangkan tali pusat.

Rasional: tindakan ini dilakukan untuk mendeteksi tanda-tanda

pelepasan plasenta meliputi tali pusat makin menjulur dan

korpus uteri bergerak ke atas (Wiknjosastro, 2010: 98).

(36) Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat ke arah bawah

sambil tangan yang lain mendorong uterus ke arah belakang-atas

(dorso-kranial) secara hati-hati. Jika plasenta tidak lahir setelah

3040 detik, hentikan penegangan tali pusat dan tunggu hingga

timbul kontraksi berikutnya dan ulangi prosedur di atas.

Rasional: melahirkan plasenta dengan teknik dorso-kranial dapat

mencegah terjadinya inversio uteri (Wiknjosastro, 2010: 98).

(37) Lakukan penegangan dan dorongan dorso-kranial hingga

plasenta terlepas, minta ibu meneran sambil penolong menarik

tali pusat dengan arah sejajar lantai dan kemudian ke arah atas,

mengikuti poros jalan lahir (tetap lakukan tekanan dorso-

kranial).

Rasional: segera melepaskan plasenta yang telah terpisah dari

dinding uterus akan mencegah kehilangan darah yang tidak

perlu (Wiknjosastro, 2010: 98).

(38) Saat plasenta muncul di introitus vagina, lahirkan plasenta

dengan kedua tangan. Pegang dan putar plasenta hingga selaput

ketuban terpilin kemudian lahirkan dan tempatkan plasenta pada

wadah yang telah disediakan.


142

Rasional: melahirkan plasenta dan selaputnya dengan hati-hati

akan membantu mencegah tertinggalnya selaput ketuban di jalan

lahir (Wiknjosastro, 2010: 99).

(39) Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, lakukan

masase uterus, letakkan telapak tangan di fundus dan lakukan

masase dengan gerakan melingkar dengan lembut hingga uterus

berkontraksi (fundus teraba keras).

Rasional: tindakan masase fundus uteri dilakukan agar uterus

berkontraksi. Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 15

detik, lakukan penatalaksanaan atonia uteri (Wiknjosastro, 2010:

102).

(40) Periksa kedua sisi plasenta baik bagian ibu maupun bayi dan

pastikan selaput ketuban lengkap dan utuh. Masukkan plasenta

ke dalam kantong plastik atau tempat khusus.

Rasional: inspeksi plasenta, ketuban, dan tali pusat bertujuan

untuk mendiagnosis normalitas plasenta, perlekatan, dan tali

pusat, untuk skrining kondisi yang tidak normal dan untuk

memastikan apakah plasenta dan membran telah dilahirkan

seluruhnya (Varney, 2007: 1162).

(41) Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum.

Lakukan penjahitan bila laserasi menyebabkan perdarahan.

Rasional: penjahitan digunakan untuk mendekatkan kembali

jaringan tubuh dan mencegah kehilangan darah (Hidayat,

2010:99).
143

e) Kala IV

(42) Pastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi

perdarahan pervaginam.

Rasional: jika uterus tidak berkontraksi dengan segera setelah

kelahiran plasenta, maka ibu dapat mengalami perdarahan sekitar

350500 cc/menit dari bekas tempat melekatnya plasenta

(Wiknjosastro, 2010: 104).

(46) Lanjutkan pemantauan kontraksi dan mencegah perdarahan

pervaginam.

Rasional: atonia uteri terjadi jika uterus tidak berkontraksi dalam

15 detik setelah dilakukan rangsangan taktil (masase) fundus uteri

(Wiknjosastro, 2010: 102).

(47) Ajarkan ibu/keluarga cara melakukan masase uterus dan menilai

kontraksi.

Rasional: jika ibu dan keluarga mengetahui cara melakukan

masase uterus dan memeriksa kontraksi maka ibu dan keluarga

mampu untuk segera mengetahui jika uterus tidak berkontraksi

dengan baik (Wiknjosastro, 2010: 103).

(48) Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah.

Rasional: memperkirakan kehilangan darah hanyalah salah 1 cara

untuk menilai kondisi ibu (Wiknjosastro, 2010: 110).

(49) Periksa nadi ibu dan keadaan kandung kemih setiap 15 menit

selama 1 jam pertama pascapersalinan dan setiap 30 menit selama

jam kedua pascapersalinan.


144

Rasional: sebagian besar kejadian kesakitan dan kematian ibu

terjadi selama 4 jam pertama setelah kelahiran bayi. Jika tanda-

tanda vital dan kontraksi uterus masih dalam batas normal selama

2 jam pasca persalinan, mungkin ibu tidak akan mengalami

perdarahan pasca persalinan( Wiknjosastro, 2010: 112).

(50) Pantau tanda-tanda bahaya pada bayi setiap 15 menit. Pastikan

bahwa bayi bernapas dengan baik (4060 kali/menit) serta suhu

tubuh normal (36,537,5 C).

Rasional: mekanisme pengaturan temperatur tubuh pada BBL

belum berfungsi sempurna. Oleh karena itu, jika tidak dilakukan

upaya pencegahan kehilangan panas tubuh maka bayi baru lahir

dapat mengalami hipotermia (Wiknjosastro, 2010: 123).

(51) Tempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin

0,5% untuk dekontaminasi (10 menit). Cuci dan bilas peralatan

setelah didekontaminasi.

Rasional: dekontaminasi membuat benda-benda lebih aman untuk

ditangani dan dibersihkan oleh petugas (Wiknjosastro, 2010: 23).

Rasional: mencuci dan membilas adalah cara paling efektif untuk

menghilangkan sebagian besar mikroorganisme pada

peralatan/perlengkapan yang kotor atau yang sudah digunakan

(Wiknjosastro, 2010: 25).

(52) Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah yang

sesuai.
145

Rasional: sebagian besar limbah persalinan dan kelahiran bayi

adalah sampah terkontaminasi. Jika tidak dikelola dengan benar,

sampah terkontaminasi berpotensi untuk menginfeksi siapapun

yang melakukan kontak atau menangani sampah tersebut

termasuk anggota masyarakat (Wiknjosastro, 2010: 30).

(53) Bersihkan ibu dengan menggunakan air DTT. Bersihkan sisa

cairan ketuban, lendir, dan darah. Bantu ibu memakai pakaian

yang bersih dan kering.

Rasional: kebersihan dan kondisi kering meningkatkan

kenyamanan dan relaksasi serta menurunkan risiko infeksi

(Varney, 2007: 719).

(54) Pastikan ibu merasa nyaman. Bantu ibu memberikan ASI.

Anjurkan keluarga untuk memberi ibu minuman dan makanan

yang diinginkannya.

Rasional: pemberian ASI secara dini bisa merangsang produksi

ASI, memperkuat refleks menghisap bayi. Refleks menghisap

awal pada bayi paling kuat dalam beberapa jam pertama setelah

lahir (Wiknjosastro, 2010: 129).

(55) Dekontaminasi tempat bersalin dengan larutan klorin 0,5%.

Rasional: dekontaminasi memastikan benda yang terkontaminasi

darah dan cairan tubuh dapat ditangani secara aman

(Wiknjosastro, 2010: 16).

(56) Celupkan sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5%,

balikkan bagian dalam ke luar dan rendam dalam larutan klorin

0,5% selama 10 menit.


146

Rasional: larutan klorin 0,5% cepat mematikan virus hepatitis B

dan HIV (Wiknjosastro, 2010: 23).

(57) Cuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir.

Rasional: cuci tangan merupakan upaya yang paling penting

untuk mencegah kontaminasi silang (Saifuddin, 2012: U-14).

(58) Lengkapi partograf, periksa TTV, dan asuhan kala IV.

Rasional: tekanan darah, nadi, respirasi harus stabil seperti pada

tahap sebelum bersalin selama 1 jam postpartum. Monitor

tekanan darah dan nadi penting selama kala IV untuk mendeteksi

adanya syok diakibatkan oleh adanya kehilangan darah (Hidayat,

2010: 9495).

f) Lakukan kolaborasi dan rujukan bila terdapat komplikasi pada kala I-

IV

Rasional: memberikan asuhan kebidanan pada ibu dengan risiko tinggi

dan pertolongan pertama pada kegawatdaruratan (Sofyan, 2008:117).

(1) Masalah I : Nyeri persalinan

Tujuan : Ibu dapat beradaptasi dengan kontraksi rahim

(Doenges, 2001: 276)

(a) Kesejahteraan ibu

1. Keadaan umum ibu baik, kesadaran komposmentis

(Handajani, 2010: 21)

2. Ibu tampak rileks atau tenang di antara kontraksi

(Doenges, 2001: 276)

3. Skala nyeri dapat dilihat pada tabel 2.8 halaman 113


147

4. Ibu dapat menggunakan teknik relaksasi untuk

mengurangi nyeri (Doenges, 2001: 277)

5. His pada kala I intervalnya 34 menit, lama 4060 detik,

his kala II intervalnya 34 menit, lama 6090 detik,

setelah bayi lahir sekitar 810 menit kemudian rahim

berkontraksi untuk melepaskan plasenta dari insersinya,

setelah plasenta lahir kontraksi tetap kuat dengan

amplitudo 6080 mmHg (Manuaba, 2012: 171)

(b) Kesejahteraan janin

1. DJJ 120160 x/menit dan teratur (Handajani, 2010: 21)

Intervensi menurut Doenges (2001: 277) adalah:

(a) Preventif

1. Bantu dalam penggunaan teknik relaksasi dengan tarik

napas panjang dari hidung dan menghembuskannya dari

mulut dan masase abdomen.

Rasional: dapat memblok impuls nyeri dalam korteks

cerebral melalui respon kondisi dan stimulasikan,

memudahkan kemajuan persalinan (Doenges, 2001:

277).

2. Lakukan masase pada punggung dan memberikan

dukungan sosial pada waktu his.

Rasional: usapan pada punggung dengan pemberian

tekanan eksternal pada tulang belakang (lumbal)

menghilangkan tekanan internal pada tulang belakang


148

(lumbal) oleh kepala janin sehingga mengurangi nyeri

(Varney, 2007: 720721).

(b) Promotif

3. Kaji kebutuhan klien terhadap sentuhan fisik selama

persalinan.

Rasional: sentuhan dapat bertindak sebagai distraksi dan

membantu mengalihkan perhatian dari persalinan

(Doenges, 2001: 268).

4. Berikan lingkungan tenang yang dengan ventilasi

adekuat, lampu redup, dan tidak ada petugas yang tidak

dibutuhkan.

Rasional: membantu mengalihkan perhatian dari

persalinan (Doenges, 2001:268)

5. Hypnobirthing

Rasional: dengan Hypnobirthing rasa sakit bisa

diminimalkan mekanismenya baik secara fisiologis

maupun patologis. Secara fisiologis saat wanita masuk

relaksasi hipnotis, gelombang alfia frekuensinya 7-14

hertz, ketika pikiran masuk ke gelombang ini manusia

menghasilkan zat endorphin alami yang berguna

menghilangkan rasa sakit, selain itu sistim metablosime

tubuh jauh lebih baik dan tubuh bebas dari ketegangan.

Sedangkan secara psikologis, segala pengaruh negatif


149

bisa dihilangkan dengan pengaruh positif (Manurug,

2011: 130).

6. Water birth

Rasional: rasa nyeri persalinan berkurang dengan

berendam air hangat sehingga membuat rileks dan

nyaman sehingga rasa sakit dan stress akan berkurang.

(c) Kuratif

7. Lakukan rujukan untuk pemberian ILA

Rasional: Intra Lumbal aenastheticmerupakan tindakan

untuk menghilangkan rasa nyeri persalinan.

Rasional: anestesi ini akan menimbulkan analgesik

selama akhir kala 1 dan 2 pada persalinan.

(2) Masalah II: Cemas menghadapi persalinan

Tujuan : Ibu dapat beradaptasi dengan cemas (Doenges,


2001: 266)
Kriteria :
(a) Ibu tampak rileks dengan situasi persalinan (Doenges, 2001:

266).

(b) Cemas normal, cara mengukur cemas dapat dilihat pada

lampiran 7 halaman 273.

(c) Tanda-tanda vital (TTV) normal menurut Handajani (2010:

21) yaitu:

Tekanan darah : 110/70130/90 mmHg


Nadi : 6890 x/menit
Pernapasan : 1620 x/menit
Intervensi menurut Doenges (2001: 267) adalah:
150

a) Preventif

1. Kaji tingkat dan penyebab kecemasan, kesiapan untuk

melahirkan anak, latar belakang budaya dan peran orang

terdekat.

Rasional: cemas memperberat persepsi nyeri dan

mempengaruhi teknik koping (Doenges, 2001: 267).

2. Anjurkan klien untuk mengungkapkan perasaannya.

Rasional: stres, rasa takut, dan ansietas mempunyai efek

yang dalam pada proses persalinan (Doenges, 2001: 67).

3. Tentukan kebutuhan hiburan, anjurkan berbagai aktivitas

(misal jalan-jalan) atau mengajak ibu berbincang-

bincang dengan tema yang ringan.

Rasional: membantu mengalihkan perhatian dari

persalinan (Doenges, 2001: 268).

4. Sadari kebutuhan klien dengan memberikan apa yang

dibutuhkan ibu, misalnya air minum.

Rasional: rasa peduli dari tenaga kesehatan terhadap

kebutuhan dari ibu akan meningkatkan kepercayaan dan

menimbulkan ketenangan bagi ibu.

5. Tingkatkan privasi dan penghargaan terhadap kesopanan.

Gunakan penutupan selama pemeriksaan vagina.


151

Rasional: menjaga privasi akan meningkatkan kesadaran

terhadap kesopanan dan kepercayaan terhadap tenaga

kesehatan (Doenges, 2001: 268).

6. Berikan kesempatan untuk percakapan termasuk pilihan

nama bayi, perkiraan persalinan, dan persepsi/rasa takut

selama kehamilan.

Rasional: adanya kesempatan untuk klien

mengungkapkan kesenangan tentang diri sendiri,

kehamilan, dan bayinya bertindak sebagai pengalihan

untuk membantu melewati waktu persalinan (Doenges,

2001: 268).

(3) Masalah III : Keletihan

Tujuan : Klien menggunakan teknik menghemat energi di

antara kontraksi (Doenges, 2001: 292).

Kriteria :

(a) Klien tampak rileks di antara kontraksi (Doenges, 2001: 292)

(b) TTV normal yaitu tekanan darah 100/70130/90 mmHg, nadi

60-80 kali per menit, dan napas 1624 kali per menit

(Handajani, 2010: 36)

(c) His pada kala I intervalnya 34 menit, lama 4060 detik, his

kala II intervalnya 34 menit, lama 6090 detik, setelah bayi

lahir sekitar 810 menit kemudian rahim berkontraksi untuk

melepaskan plasenta dari insersinya, setelah plasenta lahir


152

kontraksi tetap kuat dengan amplitudo 6080 mmHg

(Manuaba, 2012: 171)

(d) Klien dapat mengejan dengan adekuat

Intervensi menurut Doenges (2001: 292) adalah:

(a) Promotif

1. Kaji derajat keletihan dengan melihat dari wajah ibu.

Rasional: keletihan dapat mengganggu kemampuan fisik

dan psikologis klien (Doenges, 2001: 292).

2. Sediakan lingkungan dengan penerangan redup dan tidak

membingungkan klien.

Rasional: penurunan stresor membantu meningkatkan

istirahat (Doenges, 2001:292).

3. Berikan dorongan agar ibu tetap bersemangat.

Rasional: membantu klien mempertahankan usaha

maksimal (Doenges, 2001: 292).

4. Bantu ibu memilih posisi yang nyaman

Rasional: posisi terlentang akan menekan vena cava

inferior yang mengakibatkan hipoksia janin

(Wiknjosastro, 2010: 85)..

Rasional: posisi miring kiri dapat mempercepat

penurunan bagian terendah janin sampai dasar panggul

dan kepala janin tetap fleksi dan membantu sirkulasi dan

oksigenasi ke janin (Handajani, 2010: 37).


153

Rasional: posisi jongkok membantu turunnya kepala bayi

dan memperpendek waktu persalinan (Wiknjosastro,

2010: 84).

(b) Preventif

5. Anjurkan ibu makan dan minum.

Rasional: ibu bersalin mudah sekali mengalami dehidrasi

selama proses persalinan dan kelahiran bayi

(Wiknjosastro, 2010: 79).

6. Anjurkan klien istirahat di antara kontraksi.

Rasional: menghemat kekuatan dan mengambil O2

sebanyak-banyaknya yang diperlukan untuk mengejan.

Masalah pada persalinan kala I

(4) Masalah IV : Dehidrasi karena kurangnya intake cairan

Tujuan : Ibu bersalin tidak terjadi dehidrasi dalam persalinan

(Walsh, 2012: 287)

Kriteria :

(a) Mukosa bibir basah (Varney, 2008: 719)

(b) His intervalnya 3-4 menit, lamanya 40-60 detik (manuaba,

2012: 171)

(c) Turgor kulit cepat kembali

(d) Mata normal/tidak cekung

Intervensi menurut Walsh (2012: 287) adalah:

(a) Promotif

1. Jelaskan mengenai dehidrasi dalam persalinan.


154

Rasional : pengetahuan yang didapat bisa memberikan

informasi dengan keluhan yang dirasakan

(b) Preventif

2. Kaji tingkat kekeringan kulit dan mulut

Rasional: Dehidrasi dapat berakibat pada peningkatan

suhu tubuh, kulit, kering dan penurunan saliva.

3. Ukur jumlah dan karakter emesis

Rasional: Mual dan muntah memperberat kehilangan

cairan.

4. Lepaskan pakaian yang berlebihan, pertahankan

lingkungan sejuk, dan lap wajah/badan klien dengan

waslap basah.

Rasional: membatasi diaphoresis (mekanisme tubuh

untuk mengurangi cairan dengan cara berkeringat)

karena ibu menghasilkan banyak keringat selama

persalinan.

5. Berikan makanan dan minumann

Rasional: memberikan tenaga pada ibu dan

meningkatkan cadangan makanan saat hipoglikemia.

(c) Kuratif

6. Rujuk dan lakukan kolaborasi dengan dokter SpOg untuk

pemberian cairan secara parenteral.

Rasional: menggantikan kehilangan cairan. Larutan

seperti ringer laktat diberikan secara intravena membantu


155

memperbaiki atau mencegah ketidakseimbangan

elektrolit (Doenges, 2001: 292).

(d) Rehabilitatif

7. Damping ibu pasca pulang dari rumah sakit

Rasional : memberikan kepercayaan diri pada kondisi ibu

setelah perawatan di rumah sakit

(5) Masalah V: Potensial terjadi kala I memanjang

Tujuan : Kala I segera terlewati ibu dan janin sehat tanpa

komplikasi (Wiknjosastro, 2008 : 49)

Kriteria :

(a) Tidak terjadi infeksi intrapartum (Suhu 36-37oC).

(b) Tidak terjadi ruptur uteri

(c) Tidak terjadi cincin retraksi patologis

(d) Tidak terjadi fistula

(e) Tidak terjadi cidera otot-otot dasar panggul

(f) DJJ 120160 x/menit, kuat dan teratur

(g) Tidak terjadi kaput suksedaneum dan tidak terjadi molase

kepala janin

(h) Bayi lahir spontan

Intervensi menurut Wiknjosastro (2008: 49) antara lain :

(a) Promotif

1. Jelaskan mengenai kala I memanjang


156

Rasional: Meredakan kecemasan atau ketakutan akan

mengurangi respon hiperventilasi

(b) Kuratif

2. Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki kemampuan

penatalaksanaan gawatdarurat obstetri dan bayi baru

lahir.

Rasional: Rujukan segera mengurangi risiko kematian

dan kesakitan ibu dan bayi.

3. Dampingi ibu ke tempat rujukan dan berikan dukungan

serta semangat.

Rasional: Mengantisipasi apabila persalinan berlangsung

selama proses rujukan dan terjadi komplikasi lain.

(c) Rehabilitatif

4. Dampingi ibu pasca operasi dan pulang dari rumah sakit

Rasional: Mengembalikan rasa percaya diri klien

terhadap kondisinya.

5) Masalah VI : Potensial terjadi ketuban pecah dini

Tujuan : kala I segera terlewati ibu dan janin sehat tanpa

komplikasi (Wiknjosastro, 2008: 48).

Kriteria :

(a) Tidak terjadi infeksi maternal maupun neonatal

(b) Tidak terjadi hipoksia karena kompresi tali pusat

Intervensi menurut Wiknjosastro (2008: 48) adalah sebagai berikut:


157

(a) Preventif

1. Pastikan diagnosis (Uji lakmus dan Vagina Toucher)

Rasional: Diagnosis yang tepat adanya KPD dapat untuk

melakukan tindakan selanjutnya

2. Baringkan ibu miring ke kiri

Rasional: Miring kiri yang dilakukan pada ibu bersalin dapat

mempercepat penurunan kepala janin dan memperlancar aliran

darah plasenta yang mengalir ke janin.

3. Observasi DJJ

Rasional: Perubahan DJJ menjadi brakikardi atau takikardi

merupakan tanda adanya kegawatdaruratan janin.

4. Dampingi ibu ke tempat rujukan dan bawa partus set, kateter,

penghisap lendir Delee dan handuk atau kain.

(b) Kuratif

5. Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki kemampuan

penatalaksanaan lanjut

Rasional: Rujukan yang tepat akan meminimal kemungkinan

terjadinya komplikasi dan kematian pada ibu dan bayi.

6. Dampingi ibu ke tempat rujukan dan bawa partus set, kateter,

penghisap lendir Delee dan handuk atau kain

7. Rasional: Memberikan dukungan pada ibu dan mengantisipasi

apabila persalinan berlangsung selama proses rujukan.


158

(c) Rehabilitatif

8. Dampingi ibu setelah pulang dari rumah sakit

Rasional: mengembalikan kepercayaan diri ibu

Masalah kala II

(6) Masalah VII : potensial kala II memanjang

Tujuan: setelah dilakukan asuhan diharapkan bayi segera lahir

(Wiknjosastro. 2008: 49)

Kriteria :

(a) Tidak terjadi infeksi intrapartum (Suhu 36-37C)

(b) Tidak terjadi ruptur uteri

(c) Tidak terjadi cincin retraksi patologis

(d) Tidak terjadi fistula

(e) Tidak terjadi cidera otot-otot dasar panggul

(f) DJJ 120-160x/menit, kuat dan teratur

(g) Tidak terjadi kaput suksedaneum dan tidak terjadi molase kepala

janin

Intervensi menurut Wiknjosastro (2008: 49) antara lain :

(a) Promotif

1. Jelaskan mengenai kala II memanjang


Rasional: Meredakan kecemasan atau ketakutan akan
mengurangi respon hiperventilasi
(b) Kuratif

2. Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki kemampuan

penatalaksanaan gawatdarurat obstetri dan bayi baru lahir

Rasional: Rujukan yang tepat akan meminimal kemungkinan

terjadinya komplikasi dan kematian pada ibu dan bayi


159

3. Dampingi ibu ke tempat rujukan


Rasional: Mengantisipasi apabila persalinan berlangsung
selama proses rujukan dan terjadi komplikasi lain.
(c) Rehabilitatif

4. Dampingi ibu ke tempat rujukan dan berikan dukungan serta

semangat

Rasional: Mengembalikan rasa percaya diri klien terhadap

kondisinya.

Rasional: Dampingi ibu pasca operasi dan pulang dari rumah


sakit
Masalah BBL

(7) Masalah VIII: Potensial terjadi gawat janin

Tujuan : Janin lahir selamat, tanpa komplikasi (Wiknjosastro,

2008: 94).

Kriteria :

(a) DJJ 120-160 x/menit, kuat teratur

(b) Bayi lahir sehat

Intervensi menurut Wiknjosastro (2008: 94) sebagai berikut:

(a) Preventif

1. Berbaring ke kiri, anjurkan ibu untuk napas panjang perlahan-

lahan dan berhenti meneran.

Rasional: Jika ibu berbaring terlentang maka berat uterus dan

isinya menekan vena cava inferior ibu. Hal ini akan

mengurangi pasokan oksigen melalui sirkulasi uteroplasenter

dan akan menyebabkan hipoksia pada bayi. Berbaring


160

terlentang juga akan mengganggu kemajuan persalinan dan

menyulitkan ibu untuk meneran secara efektif.

2. Nilai ulang DJJ setelah 5 menit

Rasional: Jika DJJ normal, minta ibu kembali meneran dan

pantau DJJ setelah setiap kontraksi. Pastikan ibu tidak

berbaring terlentang dan tidak menahan nafasnya saat meneran.

Jika DJJ abnormal, rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki

kemampuan penatalaksanaan gawatdarurat obstetri dan bayi

baru lahir

(b) Kuratif

3. Dampingi ibu ke tempat rujukan

Rasional: Mengantisipasi apabila persalinan berlangsung

selama proses rujukan dan terjadi komplikasi lain.

(c) Rehabilitatif

4. Damping ibu pulang dari rumah sakit

Rasional: mengembalikan kepercayaan diri pada kondisi ibu

Masalah kala III

(8) Masalah IX: Retensio plasent

Tujuan : Plasenta dapat dikeluarkan secara lengkap (Wiknjosastro,

2008: 114).

Kriteria : Tidak ada sisa plasenta yang tertinggal.

Intervensi menurut Wiknjosastro (Wiknjosastro, 2008: 114).

(a) Promotif

1. Jelaskan mengenai retensio plasenta


161

Rasional: Meredakan kecemasan atau ketakutan akan

mengurangi respon hiperventilasi

(b) Preventif

2. Setelah 30 menit dilakukan penegangan tali pusat terkendali

(PTT) terjadi perdarahan plasenta belum lahir dilakukan

tindakan plasenta manual.

Rasional: mengetahui seberapa jauh perlekatan plasenta dan

mengetahui tanda-tanda pelepasan plasenta

(c) Kuratif

3. Pemeberian oksitosin pertama dan kedua sebelum dilakukan

tindakan plasenta manual

Rasional: Oksitosin merangsang kontraksi uterus

4. Berikan antibiotika profilaksis dosis tunggal

Rasional: Mencegah terjadinya infeksi setelah dilakukan

tindakan plasenta manual.

9) Masalah X : Potensial terjadinya atonia uteri

Tujuan : Atonia uteri dapat teratasi (Wiknjosastro, 2008: 121).

Kriteria :

(a) Kontraksi uterus keras dan bundar

(b) Kandung kencing kosong

(c) Perdarahan berhenti atau <500 cc

(d) Tidak ada tanda-tanda syok

Intervensi menurut Wiknjosastro (2008: 121) adalah :


162

(a) Promotif

1. Jelaskan tindakan yang akan dilakukan dalam penanganan

atonia uteri

Rasional : pasien dan keluarga mengetahui tindakan yang

akan dilakukan, agar keluarga dan pasien kooperatif dengan

tindakan selanjutnya

(b) Preventif

2. Massase fundus uteri segera setelah bayi lahir (maksimal 15

detik)

Rasional: Massase merangsang uterus untuk berkontraksi

3. Bersihkan bekuan darah dan selaput dari vagina dan lubang

serviks

Rasional: Bekuan darah dan selaput ketuban dalam vagina

dan seluruh serviks dapat menghalangi uterus berkontraksi

dengan baik

4. Pastikan kandung kencing kosong, jika penuh dan dapat

dipalpasi maka lakukan katerisasi dengan teknik aseptik

Rasional: kandung kemih yang penuh akan menghalangi

uterus berkontraksi dengan baik

5. Lakukan kompresi bimanual internal (KBI) selama 5 menit.

Jika uterus berkontraksi maka teruskan KBI selama 2 menit

Rasional: KBI memberikan tekanan langsung pada

pembuluh darah dinding uetus dan juga merangsang


163

miometrium untuk berkontraksi. Jika uterus tidak

berkontraksi maka lakukan KBE dengan bantuan keluarga

6. Anjurkan keluarga untuk melakukan KBE

Rasional: Keluarga dapat meneruskan proses kompresi

bimanual eksterna selama penolong melakukan langkah

selanjutnya.

(c) Kuratif

7. Berikan ergometrin 0,2 mg IM (kontraindikasi hipertensi)

atau misoprostol 600-1000 mcg per rectal

Rasional: Ergometrin dan misoprostol akan bekerja dalam

5-7 menit dan menyebabkan uterus berkontraksi

8. Pasang infus RL 500 cc + 20 IU Oksitosin tetesan grojog

habis dalam waktu 10 menit

Rasional: Pemberian infus RL akan membantu memulihkan

volume cairan yang hilang selama perdarahan dan oksitosin

dengan tetesan cepat akan merangsang kontraksi uterus.

9. Ulangi KBI selama 2 menit

Rasional: KBI yang digunakan bersama dengan ergometrin

dan oksitosin atau misoprostol akan membuat uterus

berkontraksi

10. Rujuk segera jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 2

menit

Rasional: Jika uterus tidak berkontraksi hal ini bukanlah

atonia uteri sederhana, ibu membutuhkan perawatan gawat


164

darurat di fasilitas yang mampu melaksanakan tindakan

bedah dan transfusi darah.

11. Dampingi ibu ke tempat rujukan dan teruskan dengan KAA

atau pasang kondom kateter

Rasional: Dengan pemberian tindakan berupa KAA atau

kondom kateter bisa membantu uterus untuk berkontraksi

12. Lanjutkan infus RL + 20 IU oksitosin dalam 500 ml habis

dalam 1 jam kemudian dilanjutkan 125 ml/jam sampai habis

1,5 liter sebagai rehidrasi hingga tempat rujukan

Rasional: Pemberian infus RL akan membantu memulihkan

volume cairan yang hilang selama perdarahan dan oksitosin

dengan tetesan cepat akan merangsang kontraksi uterus.

(d) Rehabilitatif

13. Mendampingi ibu pulang dari rumah sakit

Rasional: mengembalikan kepercayaan diri pada kondisi

ibu

2.3 Nifas

2.3.1 Konsep dasar nifas

1. Pengertian nifas

Periode pascapartum adalah masa dari kelahiran plasenta dan selaput

janin (menandakan akhir periode intrapartum) hingga kembalinya traktus

reproduksi wanita pada kondisi tidak hamil (Varney, 2007:958). Menurut

Ambarwati (2010: 1) masa nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali,


165

mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti

prahamil. Lama masa nifas ini 68 minggu. Pendapat yang sama juga

disampaikan oleh Manuaba (2012: 200) kala puerperium yang berlangsung

selama 6 minggu atau 42 hari merupakan waktu yang diperlukan untuk

pulihnya organ kandungan pada keadaan yang normal.

Dari pengertian di atas peneliti dapat menyimpulkan bahwa nifas

adalah masa pemulihan dari kelahiran plasenta dan selaput janin hingga

kembalinya alat-alat kandungan pada kondisi seperti prahamil dan lamanya

masa nifas ini adalah 6-8 minggu (42 hari).

2. Fisiologi nifas

a. Laktasi

Menurut Sofian (2013: 88), untuk menghadapi masa laktasi, sejak

kehamilan telah terjadi perubahan-perubahan pada kelenjar mammae yaitu:

1) Proliferasi jaringan pada kelenjar-kelenjar, alveoli, dan bertambahnya

jaringan lemak.

2) Pengeluaran cairan susu jolong (kolostrum), yang berwarna kuning-

putih susu, dari duktus laktiferi, hipervaskularisasi pada permukaan

dan bagian dalam, dimana vena-vena berdilatasi sehingga tampak

jelas.

3) Setelah persalinan, pengaruh supresi estrogen dan progesteron hilang.

Maka timbul pengaruh hormon laktogenik (LH) atau prolaktin yang

akan merangsang air susu. Di samping itu, pengaruh oksitosin

menyebabkan mioepitel kelenjar susu berkontraksi sehingga air susu


166

keluar. Produksi akan banyak sesudah 23 hari pascapersalinan. Bila

bayi mulai disusui, hisapan pada puting susu merupakan rangsangan

psikis yang secara reflektoris mengakibatkan oksitosin dikeluarkan

oleh hipofisis. Produksi ASI akan lebih banyak. Sebagai efek positif

adalah involusi uteri akan lebih sempurna. Di samping ASI

merupakan makanan utama bayi yang tidak ada bandingannya,

menyusui bayi sangat baik untuk menjelmakan rasa kasih sayang

antara ibu dan anaknya. ASI adalah untuk anak ibu. Ibu dan bayi dapat

ditempatkan dalam 1 kamar (rooming in) atau pada tempat yang

terpisah. Keuntungan rooming in adalah mudah menyusukan bayi,

setiap saat selalu ada kontak antara ibu dan bayi, dan sedini mungkin

ibu telah belajar mengurus bayinya.

Menurut Manuaba (2012: 214), jenis-jenis ASI menurut stadium

laktasi, yaitu:

1) Kolostrum

Berwarna kuning jernih dengan protein berkadar tinggi,

mengandung imunoglobulin, laktoferin, ion-ion (Na, Ca, K, Zn, Fe),

vitamin (A, E, K, dan D), lemak, dan rendah laktosa. Kolostrum

banyak mengandung antibodi dan anti infeksi serta dapat

menumbuhkembangkan flora dalam usus bayi, untuk siap menerima

ASI. Pengeluaran kolostrum berlangsung sekitar 2-3 hari dan diikuti

ASI yang mulai berwarna putih.


167

2) ASI transisi (antara)

ASI antara, mulai berwarna putih bening dengan susunan yang

disesuaikan kebutuhan bayi, dan kemampuan mencerna usus bayi.

3) ASI sempurna (matur)

Pengeluaran ASI penuh sesuai dengan perkembangan usus bayi,

sehingga dapat menerima susunan ASI sempurna. ASI matur

merupakan nutrisi bayi yang terus berubah sesuai dengan

perkembangan bayi sampai 6 bulan (Manuaba, 2012: 214).

Menurut Ambarwati (2010: 10), ada 2 refleks pada ibu yang sangat

penting dalam proses laktasi yaitu:

1) Refleks prolaktin

Sewaktu bayi menyusu ujung saraf peraba yang terdapat pada

puting susu terangsang. Rangsangan tersebut oleh serabut afferent

dibawa ke hipotalamus di dasar otak, lalu memacu hipofise anterior

untuk mengeluarkan hormon prolaktin ke dalam darah. Melalui

sirkulasi prolaktin memacu sel kelenjar atau alveoli untuk

memproduksi air susu. Jumlah prolaktin yang disekresi dan jumlah

susu yang diproduksi berkaitan dengan stimulus hisapan, yaitu

frekuensi, intensitas, dan lamanya bayi menghisap.

2) Refleks aliran (let down reflex)

Rangsangan yang ditimbulkan oleh bayi saat menyusu selain

mempengaruhi hipofise anterior mengeluarkan hormon prolaktin juga


168

mempengaruhi hipofise posterior mengeluarkan hormon oksitosin,

dimana oksitosin dilepas ke dalam darah akan memacu otot-otot polos

yang mengelilingi alveoli dan duktulus berkontraksi sehingga

memeras air susu dari alveoli, duktulus, dan sinus menuju puting susu.

b. Involusi uterus

Uterus secara berangsur-angsur menjadi kecil (berinvolusi) hingga

akhirnya kembali seperti sebelum hamil (Sofian, 2013: 87). Involusi uteri

adalah kembalinya uterus ke ukuran semula sebelum hamil, sekitar kurang

lebih 60 gram. Proses ini dimulai segera setelah plasenta lahir akibat

kontraksi otot-otot polos uterus (Jannah, 2011: 65). Tinggi dan berat

uterus pada masa nifas dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 2.11
Tinggi dan berat uterus pada masa nifas

Waktu
Tinggi fundus Berat uterus (g)
involusi
Plasenta lahir Sepusat 1000
7 hari Pertengahan pusat- 500
simpisis
14 hari Tidak teraba 350

42 hari Sebesar hamil 2 50


minggu
56 hari Normal 30
Sumber : Manuaba (2012:200), Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan KB, Jakarta:
halaman 200.

Proses involusi uterus menurut Marmi (2014: 85-86) adalah sebagai

berikut :
169

1) Iskemia miometrium

Disebabkan oleh kontraksi dan retraksi yang terus menerus dari

uterus setelah pengeluaran plasenta membuat uterus relative anemi

dan menyebabkan serat otot atrofi.

2) Atrofi jaringan

Jaringan yang berpoliferasi dengan adanya estrogen dalam jumlah

besar, kemudian mengalami atrofi sebagai reaksi terhadap

penghentian produksi estrogen yang menyertai pelepasan plasenta.

Selain perubahan atrofi pada otot-otot uterus, lapisan desisua akan

mengalami atrofi dan terlepas dengan meninggalkan lapisan basal

yang akan beregenerasi menjadi endometrium yang baru.

3) Autolysis

Merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi di dalam

otot uterine. Enzim proteolitik akan memendekkan jaringan otot yang

telah sempat mengendur hingga 10 kali panjangnya dari semula dan 5

kali lebar dari semula selama kehamilan.

4) Efek oksitosin (kontraksi)

Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera

setelah bayi lahir, diduga terjadi sebagai respon terhadap penurunan

volume intrauterine yang sangat besar. Hormon oksitosin yang dilepas

dari kelenjar hipofisis memperkuat dan mengatur kontraksi uterus,

mengompresi pembuluh darah dan membantu proses hemoistasis.


170

Kontraksi dan retraksi otot uterine akan mengurangi suplai darah ke

uterus. Proses ini akan membantu mengurangi bekas luka tempat

implantasi plasenta serta mengurangi perdarahan. Luka bekas

perlekatan plasenta memerlukan waktu 8 minggu untuk sembuh total.

Selama 1-2 jam pertama postpartum intensitas kontraksi uterus bisa

berkurang dan menjadi teratur. Karena itu penting sekali menjaga dan

mempertahankan kontraksi uterus pada masa ini. Suntikan oksitosis

biasanya diberikan secara intravena atau intramuscular segera setelah

kepala bayi lahir. Pemberian ASI segera setelah bayi lahir akan

merangsang pelepasan oksitosis karena hisapan bayi pada payudara.

c. Lochea

Lochea yang menetap pada awal periode postpartum menunjukkan

adanya tanda-tanda perdarahan sekunder yang mungkin disebabkan oleh

tertinggalnya sisa atau selaput plasenta. Lochea alba atau serosa yang

berlanjut dapat menandakan adanya endometritis, terutama bila disertai

dengan nyeri pada abdomen dan demam. Bila terjadi infeksi akan keluar

cairan bernanah dan berbau busuk yang disebut dengan lochea purulenta,

sedangkan pengeluaran lochea yang tidak lancar disebut dengan lokhea

statis (Sulistyawati, 2009: 7677).

Menurut (Ambarwati, 2010: 78-79), pengeluaran lochea dapat dibagi

berdasarkan waktu dan warnanya seperti pada tabel berikut ini


171

Tabel. 2.12
Jenis pengeluaran lochea berdasarkan waktu dan warna

Lochea Waktu Warna Ciri-ciri


Rubra 14 hari Merah Terdiri dari darah segar,
(kruenta) segar jaringan sisa-sisa plasenta,
dinding rahim, lemak bayi,
lanugo (rambut bayi) dan sisa
mekonium
Sanguinolenta 47 hari Merah Sisa darah bercampur lendir
kecoklatan
dan
berlendir
Serosa 714 hari Kuning Mengandung serum, juga
kecoklatan terdiri dari leukosit dan
robekan/laserasi plasenta
Alba >14 hari Putih Mengandung leukosit, sel
postpartum desidua dan sel epitel, selaput
lendir serviks dan serabut
jaringan yang mati
Purulenta Terjadi infeksi, keluar cairan
seperti nanah berbau busuk
Lochiastasis Lochea tidak lancar
keluarnya
Sumber: Ambarwati, Eny Retna, 2010. Asuhan Kebidanan Nifas, Yogyakarta,
halaman 78-79.

2.2.1 Asuhan nifas

1. Pengkajian data

a. Data subyektif

1) Biodata

a) Pekerjaan

Wanita karier mendapatkan cuti dua bulan setelah persalinan.

(Manuaba, 2012: 120). Ibu bekerja tetap harus memberi ASI

kepada bayinya. Jika memungkinkan bayi dapat dibawa ke tempat

kerja ibu. Namun hal ini sulit apabila di tempat kerja tidak ada
172

pojok laktasi, bila tempat kerja ibu dekat dengan rumah, ibu dapat

pulang untuk menyusui bayinya pada waktu istirahat atau minta

bantuan seseorang untuk membawa bayinya ke tempat kerja

(Ambarwati, 2008: 31).

2) Keluhan utama

Menurut Varney, Kriebs dan Gegor (2008: 974-977), keluhan yang

sering dialami ibu masa nifas antara lain sebagai berikut :

a) After pain

Nyeri setelah kelahiran disebabkan oleh kontraksi dan

relaksasi uterus berurutan yang terjadi secara terus menerus.

Nyeri yang lebih berat pada paritas tinggi adalah disebabkan

karena terjadi penurunan tonus otot uterus, menyebabkan

relaksasi intermitten (sebentar-sebentar) berbeda pada wanita

primipara tonus otot uterusnya masih kuat dan uterus tetap

berkontraksi.

b) Keringat berlebih

Wanita paska salin mengeluarkan keringat berlebihan

karena tubuh menggunakan rute ini dan diuresis untuk

mengeluarkan kelebihan cairan interstisial yang disebabkan oleh

peningkatan normal cairan intraseluler selama kehamilan.

c) Pembesaran payudara

Pembesaran payudara disebabkan kombinasi, akumulasi,

dan stasis air susu serta peningkatan vaskularitas dan kongesti.


173

Kombinasi ini mengakibatkan kongesti lebih lanjut karena stasis

limfatik dan vena. Hal ini terjadi saat pasokan air susu meningkat,

pada sekitar hari ke 3 paska salin baik pada ibu menyusui maupun

tidak menyusui, dan berakhir sekitar 24 hingga 48 jam. Nyeri

tekan payudara dapat menjadi nyeri hebat terutama jika bayi

mengalami kesulitan dalam menyusu.

d) Nyeri luka perineum

Beberapa tindakan kenyamanan perineum dapat meredakan

nyeri akibat laserasi atau episiotomi dan jahitan laserasi atau

episiotomi tersebut.

e) Konstipasi

Konstipasi dapat menjadi berat dengan longgarnya dinding

abdomen dan oleh ketidaknyamanan jahitan robekan perineum.

3) Riwayat Kesehatan

a) Penyakit jantung

Pengaruh penyakit jantung dalam masa pasca

persalinan/nifas menurut Manuaba (2012:337), sebagai berikut;

(1) Setelah bayi lahir penderita dapat tiba-tiba jatuh kolaps, yang

disebabkan darah tiba-tiba membanjiri tubuh ibu sehingga kerja

jantung sangat bertambah, perdarahan merupakan komplikasi

yang cukup berbahaya. (2) Saat laktasi kekuatan jantung


174

diperlukan untuk membentuk ASI. (3) Mudah terjadi infeksi post

partum, yang memerlukan kerja tambahan jantung.

b) Anemia

Anemia postpartum akan menyebabkan terjadi subinvolusi

uteri, menimbulkan perdarahan postpartum, memudahkan infeksi

puerperium, pengeluaran ASI berkurang, terjadi dekompensasi

kordis mendadak setelah persalinan, anemia kala nifas, mudah

terjadi infeksi mammae (Manuaba, 2012: 240). Ibu yang menderita

anemia dapat mengikuti KB dengan menggunakan suntik progestin

(Saifuddin, 2006: 51).

c) Hepatitis infeksiosa

Menyusui bayi tidak merupakan masalah. Penularan

melalui saluran cerna membutuhkan titer virus yang lebih tinggi

dari penularan parenteral (Saifuddin, 2009: 907).

d) HIV/AIDS

Ibu yang menyusui bayinya secara eksklusif memiliki

risiko yang sama dibandingkan ibu yang tidak menyusui

(Kemenkes RI, 2012: 12). Gangguan pada payudara seperti abses

dan luka pada puting payudara dapat meningkatkan risiko

penularan HIV ketika diberi ASI (Kemenkes RI, 2012: 12).

e) Gonore
175

Infeksi pasca persalinan jika tidak diterapi akan mengarah

pada perforasi kornea serta infeksi ginjal dan rectal (Saifuddin,

2009: 925).

f) Tuberkulosis

Menyusui selama terapi TB tidak dikontraindikasikan.

Transfer sejumlah kecil obat melalui air susu tidak dapat diartikan

sebagai terapi bagi baru lahir (Varney, 2007: 613).

g) Hipertensi

Pada masa nifasnya berisiko untuk mengalami eklampsia

pada beberapa jam atau beberapa hari setelah persalinan (Fraser,

2009: 629).

h) Diabetes Melitus

Kencing manis/diabetes lebih sering mengakibatkan infeksi

nifas dan sepsis serta menghambat penyembuhan luka jalan lahir,

baik karena ruptur perineum maupun luka episiotomi

(Wiknjosastro, 2005:521). Perdarahan pascapartum sering terjadi

pada penderita diabetes mellitus (Wheeler, 2004:7).

i) Kanker payudara

Laktasi dihentikan apabila mendapat kemoterapi (Saifuddin, 2009:

901).

4) Riwayat persalinan

Data diperlukan untuk mengetahui kemungkinan keadaan yang

diderita ibu nifas dan bayinya (Ambarwati, 2010: 133) meliputi

kandung kemih, perdarahan.


176

5) Pola kebiasaan sehari-hari

a) Nutrisi

Ibu biasanya lapar segera setelah melahirkan, sehingga ia

boleh mengkonsumsi makanan ringan. Ibu siap makan pada 12

jam postprimordial, dan dapat ditoleransi dengan diet yang

ringan. Setelah benar-benar pulih dari efek analgesia, anastesia,

dan keletihan, kebanyakan ibu merasa sangat lapar. Permintaan

untuk memperoleh makanan 2 kali dari jumlah yang biasa

dikonsumsi disertai konsumsi camilan sering ditemukan. Sering

kali untuk pemulihan nafsu makan diperlukan waktu 34 hari

sebelum faal usus kembali normal. Meskipun kadar progesteron

menurun setelah melahirkan, namun asupan makanan juga

mengalami penurunan selama 1 atau 2 hari (Sukarni, 2013: 324).

Ibu menyusui harus mendapatkan tambahan zat makanan

sebesar 800 kkal yang digunakan untuk memproduksi ASI dan

untuk aktivitas ibu sendiri (Sulistyawati, 2009: 97). Ibu nisas

membutuhkan diet untuk mempertahankan tubuh terhadap

infeksi, mencegah konstipasi, dan untuk memulai proses

pemberian asi. Asupan kalori per hari ditingkatkan sampai 2700

kalori per har. Asupan cairan ditingkatkan sampai 3000 ml

(Bahiyatun , 2009 :68)

b) Eliminasi

BAB secara spontan bisa tertunda selama 23 hari setelah

ibu melahirkan. Keadaan ini bisa disebabkan karena tonus otot


177

usus menurun selama proses persalinan dan pada awal masa

pascapartum, diare sebelum persalinan, enema sebelum

melahirkan, kurang makan atau dehidrasi. Ibu sering kali sudah

menduga nyeri saat defekasi karena nyeri yang dirasakannya di

perineum akibat episiotomi, laserasi atau hemoroid (Sukarni,

2013: 324-325).

Dalam 12 jam pasca melahirkan, ibu mulai membuang

kelebihan cairan yang tertimbun di jaringan selama ia hamil.

Salah satu mekanisme untuk mengurangi cairan yang teretensi

selama masa hamil ialah diaforesis luas, terutama pada malam

hari, selama 23 hari pertama setelah melahirkan. Diuresis

pascapartum yang disebabkan oleh penurunan kadar estrogen,

hilangnya peningkatan tekanan vena pada tingkat bawah, dan

hilangnya peningkatan volume darah akibat kehamilan

merupakan mekanisme tubuh untuk mengatasi kelebihan cairan

(Sukarni, 2013: 327).

c) Istirahat

Kurang istirahat pasca melahirkan akan mempengaruhi ibu

nifas dalam beberapa hal, yaitu mengurangi jumlah ASI yang

diproduksi, memperlambat proses involusi uterus dan

memperbanyak perdarahan, menyebabkan depresi dan

ketidakmampuan untuk merawat bayi dan dirinya sendiri

(Saifuddin, 2009: 127).


178

d) Aktivitas

Mobilisasi dini sangat dianjurkan kecuali ada

kontraindikasi. Mobilisasi dini akan meningkatkan sirkulasi dan

mencegah risiko tromboflebitis, meningkatkan fungsi kerja

peristaltik dan kandung kemih. Pada persalinan normal dan

keadaan ibu normal biasanya ibu diperbolehkan untuk mandi ke

wc dengan bantuan orang lain.latihan menarik nafas dalam serta

latihan tungkai yang sederhana dan duduk sambil mengayunkan

kakinya di tempat tidur (Bahiyatun, 2009: 76-77). Marmi (2014:

149) menambahkan senam nifas sebaiknya dilakukan dalam 24

jam setelah persalinan. Pada ibu yang beberapa jam baru keluar

dari kamar operasi pernafasanlah yang dilatih guna mempercepat

penyembuhan luka operasi, sementara latihan untuk

mengencangkan otot perut dan melancarkan sirkulasi darah di

tungkai baru dilakukan 2-3 hari setelah bangun dari tempat tidur.

e) Seksual

Secara fisik aman untuk memulai hubungan suami istri

begitu darah merah berhenti dan ibu dapat memasukkan 1 atau 2

jari ke dalam vagina tanpa nyeri, aman untuk memulai hubungan

suami istri kapan saja ibu siap. Namun banyak budaya yang

menunda hubungan suami istri sampai 40 hari atau 6 minggu

setelah persalinan (Saifuddin, 2012: N-27).


179

f) Personal hygiene

Pakaian agak longgar terutama di daerah dada sehingga

payudara tidak tertekan. Daerah perut tidak perlu diikat dengan

kencang karena tidak akan mempengaruhi involusi. Pakaian dalam

sebaiknya yang menyerap, sehingga lokia tidak memberikan iritasi

pada sekitarnya (Manuaba, 2012:202).

Leukorea adalah sekresi vagina dalam jumlah besar, dengan

konsistensi kental atau cair yang bersifat asam akibat pengubahan

glikogen pada sel epitel vagina menjadi asam laktat oleh basil

Doderlein. Meski basil ini berfungsi melindungi ibu dan janin dari

kemungkinan infeksi yang mengancam, tetapi basil ini merupakan

medium yang dapat mempercepat pertumbuhan organisme yang

bertanggung jawab terhadap terjadinya vaginitis. Upaya untuk

mengatasi leukorea adalah dengan memperhatikan kebersihan

tubuh pada area tersebut dan mengganti celana dalam berbahan

katun dengan sering. (Varney, 2007:538).

g) Riwayat psikososial dan spiritual

Sibling atau persaingan diantara saudara kandung akibat

kelahiran anak berikutnya biasanya terjadi pada anak usia 2-3

tahun. Hal ini ditunjukan dengan penolakan terhadap kelahiran

adiknya, menangis, menarik diri dari lingkunganya, menjauh dari

ibunya, atau melakukanmkekerasan pada adiknya (Romauli, 2011:

160).Elemen-elemen bonding attachment menurut Marmi (2014:

68-69).
180

(1) Suara : saling mendengar dan merespon suara antara orang

tua dan bayi juga penting. Orang tua menunggu tangisan

pertama bayinya dengan tegang.

(2) Aroma : ibu mengetahui bahwa setiap anak memiliki aroma

yang unik. Sedangkan bayi belajar dengan cepat untuk

membedakan aroma susu ibunya

(3) Entrainment : bayi baru lahir bergerak-gerak sesuai dengan

struktur pembicaraan orang dewasa. Menggoyang tangan,

mengangkat kepala, menendang-nendangkan kaki, seperti

sedang berdansa mengikuti sura orangtuanya. Entrainment

terjadi saat anak mulai bicara. Irama ini berfungsi member

umpan balik positif kepada orang tua dan menegakkan suatu

pola komunikasi efektif yang positif.

(4) Bioritme : anak yang belum lahir atau baru lahir dapat

dikatakan senada dengan ritme alamiah ibunya. Untuk itu

salah satu tugas bayi baru lahir adalah membentuk ritme

personal (bioritme). Orang tua dapat membantu proses ini

dengan member kasih sayang yang konsisten dengan

memanfaatkan waktu saat bayi mengembangkan prilaku

yang responsive. Hal ini dapat meningkatkan interaksi

social dan kesempatan bayi untuk belajar.

(5) Kontak dini : tidak ada bukti alamiah yang menunjukan

bahwa kontak dini setelah lahir merupakan hal yang penting

untuk hubungan orang tua dan anak.

(6) Sentuhan-sentuhan atau indra peraba digunakan untuk

mengenali bayi baru lahir dengan cara mengeksplorasi


181

tubuh bayi dengan ujung jarinya

kontak mata ketika bayi baru lahir mampu secara

fungsional.

Dalam Bahiyatun (2009: 64-65) Periode masa nifasi

diuraikan oleh Rubin terjadi dalam tiga tahap yaitu taking in,

taking hold, dan letting go dalam tabel 2.13

Tabel 2.13
Periode masa nifas

Periode Ciri-ciri
taking in 1. Tingkah laku ibu tergantung orang lain dan hanya fokus
pada dirinya sendiri
2. Terjadi pada 1-2 hari pasca salin
3. Ibu akan mengulang-ulang pengalamannya waktu
bersalin dan melahirkan
4. Tidur tanpa gangguan sangat penting untuk mencegah
gangguan tidur
5. Peningkatan nutrisi mungkin dibutuhkan karena selera
makan ibu biasanya bertambah, nafsu makan yang
kurang menandakan proses pengembalian kondisi ibu
tidak langsung normal.

taking hold 1. Terjadi pada 2-4 hari pasca salin


2. Ibu berusaha keras untuk menguasai keterampilan untuk
merawat bayi
3. Perhatian terhadap fungsi-fungsi tubuh
4. Terbuka untuk menerima pengetahuan dan nasehat
untuk merawat bayi.

letting go 1. Terjadi setelah ibu pulang ke rumah dan sangat


berpengaruh terhadap waktu dan perhatian yang
diberikan oleh keluarga
2. Ibu mengambil tanggungjawab terhadap perawatan bayi
3. Pada periode ini umumnya terjadi depresi postpartum.

Sumber : Bahiyatun, 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Normal. Jakarta: EGC
halaman 64-65
182

Ada kalanya ibu mengalami perasaan sedih yang berkaitan

dengan bayinya. Keadaan ini disebut dengan baby blues yang

disebabkan oleh perubahan perasaan yang dialami ibu saat hamil

sehingga sulit menerima kehadiran bayinya. Gejala baby blues

antara lain menangis, mengalami perubahan perasaan, cemas,

kesepian, khawatir mengenai sang bayi, penurunan gairah seks

dan kurang percaya diri terhadap kemampuan menjadi seorang

ibu. Ada kalanya ibu merasakan kesedihan karena kebebasan,

otonomi, interaksi sosial, kemandirian berkurang. Hal ini akan

mengakibatkan depresi postpartum (Ambarwati, 2010: 89-91).

h) Latar belakang sosial budaya

Menurut Saifuddin (2009: 130131), kebiasaan yang tidak

bermanfaat pada masa nifas bahkan membahayakan antara lain:

(1) Menghindari makanan berprotein, seperti ikan/telur karena

ibu menyusui perlu tambahan kalori sebesar 500 kalori/hari.

(2) Penggunaan bebat perut segera pada masa nifas (24 jam

pertama).

(3) Penggunaan kantong es/pasir untuk menjaga uterus

berkontraksi. Ini merupakan perawatan yang tidak efektif

untuk atonia uteri.

(4) Memisahkan bayi dari ibunya untuk masa yang lama pada 1

jam pertama setelah kelahiran. Masa transisi adalah masa

kritis untuk ikatan batin ibu dan bagi bayi untuk mulai

menyusu.
183

a. Data obyektif

Data-data yang perlu untuk dikaji adalah sebagai berikut:

1) Keadaan umum: kesadaran komposmetis (Manuaba, 2012:114).

2) Tanda-tanda vital

a) Tekanan darah

Segera setelah melahirkan, banyak wanita mengalami

peningkatan sementara tekanan darah sistolik dan diastolik, yang

kembali secara spontan ke tekanan darah sebelum hamil selama

beberapa hari kurang lebih 140/90 mmHg (Varney, Kriebs dan

Gegor, 2008: 961).

b) Nadi

Denyut nadi yang meningkat selama persalinan akhir,

kembali normal setelah beberapa jam pertama paska salin.

Hemoragi, demam selama persalinan, dan nyeri akut atau persisten

dapat memengaruhi proses ini. Apabila denyut nadi di atas 100

selama puerperium, hal tersebut abnormal dan mungkin

menunjukkan adanya infeksi atau hemoragi paska salin lambat

(Varney, Kriebs dan Gegor, 2008: 961).

c) Suhu

Suhu maternal kembali stabil dalam 24 jam pertama pasca

partum normal apabila terjadi kenaikan 0,5-1oC suhu diatas 38 oC

mengindikasi adanya infeksi (Varney, Kriebs dan Gegor, 2008:961)

.
184

d) Pernafasan

Napas pendek, cepat, atau perubahan lain memerlukan

evaluasi adanya kondisi-kondisi seperti kelelahan cairan, eksaserbasi

asma, dan embolus paru (Varney, Kriebs dan Gegor, 2008: 961).

3) Pemeriksaan fisik

a) Mata

Pada ibu postpartum apabila konjungtiva pucat menandakan

anemia (Fraser, 2009: 631).

b) Payudara

Pada masa nifas pemeriksaan payudara dapat dicari beberapa

hal berikut yaitu Puting susu pecah/pendek/rata, Nyeri tekan,

abses, produksi ASI terhenti, dan pengeluaran ASI (Saifuddin,

2006:124). Pembesaran payudara disebabkan kombinasi,

akumulasi, dan stasis air susu serta peningkatan vaskularitas dan

kongesti. Kombinasi ini mengakibatkan kongesti lebih lanjut

karena stasis limfatik dan vena. Hal ini terjadi saat pasokan air

susu meningkat, pada sekitar hari ke 3 paska salin baik pada ibu

menyusui maupun tidak menyusui, dan berakhir sekitar 24-48 jam

(Varney, Kriebs dan Gegor, 2008:974).

Pada ibu nifas yang menyusui ataupun tidak menyusui,

payudara akan terasa kencang dan membesar pada hari ke 3 atau

ke 4 karena pengaruh hormon memicu payudara untuk

memproduksi ASI (Fraser, 2009: 631).


185

Tabel 2.14
Asi menurut stadium laktasi

S Ciri-ciri
H
Stadium lakstasi Hari ke
K Cairan kental1berwarna kuning-
Kolostrum -3 kekuningan lebih kuning
dibandingkan dengan susu matur
Bila dipanaskan bergumpal
Volume berkisar 150-300 ml/24 jam
A Warna putih 4kekuningan
Asi peralihan -10
A Warna putih 1kekuningan
Asi matur 10 keatas Tidak menggumpal jika dipanaskan

Sumber : Wulandari, 2011: Asuhan Kebidanan Ibu masa Nifas halaman 25-26. Yogyakarta.
Gosyen Publishing

c) Abdomen

Pada abdomen kita harus memeriksa posisi uterus atau

tinggi fundus uteri, kontraksi uterus, dan ukuran kandung kemih

(Saifuddin, 2006: 124). Menurut Varney, Kriebs dan Gegor

(2008: 1064-1065), pemeriksaan abdomen paska salin dilakukan

selama periode paska salin dini (1 jam-5 hari) yang meliputi

tindakan berikut:

(1) Pemeriksaan kandung kemih

Dalam memeriksa kandung kemih mencari secara

spesifik distensi kandung kemih yang disebabkan oleh retensi

urin akibat hipotonisitas kandung kemih karena trauma

selama melahirkan. Kondisi ini dapat mempredisposisi

wanita mengalami infeksi kandung kemih. Oleh karena itu

bukti dari kandung kemih yang penuh harus dievaluasi dalam


186

pemeriksaan abdomen. Distensi kandung kemih dapat terlihat

sebagai penonjolan pada kontur abdomen di atas simpisis

pubis yang memanjang ke arah umbilikus.

(2) Pemeriksaan uterus

Mencatat lokasi, ukuran, dan konsistensi. Penentuan

lokasi uterus dilakukan dengan mencatat apakah fundus

berada di atas atau di bawah umbilikus dan apakah fundus

berada pada garis tengah abdomen atau bergeser ke salah satu

lokasi dan ukuran saling tumpang tindih, karena ukuran

ditentukan bukan hanya melalui palpasi, tetapi juga dengan

mengukur tinggi fundus uteri. Konsistensi uterus memiliki

ciri keras dan lunak.

(3) Evaluasi tonus otot abdomen dengan memeriksa derajat

distasis

Menurut (Varney, Kriebs dan Gegor, 2008:1065),

penentuan jumlah diastasis rekti digunakan sebagai alat

objektif untuk mengevaluasi tonus otot abdomen. Diastasis

rekti adalah derajad pemisahan otot rektus abdomen.

Pemisahan ini diukur menggunakan lebar jari ketika otot-otot

abdomen kontraksi dan sekali lagi ketika otot-otot tersebut

relaksasi. Pencatatan hasil pemeriksaan sebagai suatu

pecahan yang di dalamnya pembilang mewakili lebar

diastasis dalam hitungan lebar jari ketika otot-otot mengalami


187

kontraksi dan pembagi mewakili lebar diastasis dalam

hitungan lebar jari ketika otot-otot relaksasi misalnya

diastasis yang ukurannya dua lebar jari ketika otot-otot

berkontraksi dan lima lebar jari ketika otot-otot relaksasi

akan dicatat sebagai berikut diastasis=2/5 jari. rangkaian

pengukuran dapat tertulis sebagai berikut yaitu diastasis=dua

jari ketika otot-otot berkontraksi dan lima jari ketika otot-

otot relaksasi.

d) Kandung kemih

Penurunan berkemih seiring diuresis pascapartum bisa

menyebabkan distensi kandung kemih. Distensi kandung kemih

yang muncul segera setelah wanita melahirkan dapat

menyebabkan perdarahan berlebihan karena keadaan ini bisa

menghambat uterus berkontraksi dengan baik. Pada masa

pascapartum tahap lanjut, distensi yang berlebihan ini dapat

menyebabkan kandung kemih lebih peka terhadap infeksi

sehingga mengganggu proses berkemih normal (Sukarni, 2013:

328).

e) Genetalia

Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan

yang sangat besar selama proses melahirkan bayi, dan dalam

beberapa hari pertama setelah proses tersebut, kedua organ ini

tetap berada dalam keadaan kendor. Setelah 3 minggu vulva dan


188

vagina akan kembali seperti tidak hamil. Segera setelah

melahirkan, perineum menjadi kendor karena sebelumnya

teregang oleh tekanan kepala bayi yang bergerak maju. Pada

postnatal hari ke-5 perineum sudah mendapatkan kembali seperti

sebelum melahirkan (Sukarni, 2013:322).

Ligamen-ligamen dan diafragma pelvis serta fascia yang

meregang sewaktu kehamilan dan partus, setelah janin lahir,

berangsur-angsur menciut kembali seperti sediakala (Sukarni,

2013: 330).

Proses penyembuhan luka perineum adalah seperti tabel

berikut :

Tabel 2.15
Proses penyembuhan luka

Hari Proses penyembuhan

0-3 Bekuan darah terbentuk diperkuat oleh serat fibrin


hari Terjadi respon peradangan akut: leukosit polimorf dan
makrofag ke tempat luka, eksudat berprotein tinggi
menyebabkan edema local

1 Krusian mongering, mengeras dan akhirnya mengelupas


minggu Luka berkontraksi
Terjadi aktifitas mitosis di sel epidermis yang diatas jaringan
hidup
Terbentuk kapiler pembuluh darah baru
Jaringan ikat yang dibentuk oleh firoblas menunjang kapiler
baru

6 bulan Depresi permukaan mungkinmasih tampak pucat


Epitelisasi tuntas
Jaringan ikat mengalami reorganisasi:pembuluh darah
berkurang dan jaringan lebih kuat
Sumber : Jane Coad, 2006 Anatomi dan Fisiologi untuk Bidan, Halaman 306
189

f) Ekstremitas

Flegmasia alba dolens merupakan salah satu bentuk infeksi

puerperalis yang mengenai pembuluh darah vena femoralis yang

terinfeksi dan disertai bengkak pada tungkai, berwarna putih,

terasa sangat nyeri, tampak bendungan pembuluh darah, suhu

tubuh meningkat (Manuaba, 2012: 418). Adaptasi

muskuloskeletal ibu yang terjadi selama masa nifas mencakup

hal-hal yang membantu relaksasi dan hipermobilitas sendi dan

perubahan pusat gravitasi ibu akibat pembesaran rahim.

Stabilisasi sendi lengkap pada minggu ke-6 sampai ke-8 setelah

wanita melahirkan (Sukarni, 2013: 329).

4) Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan dan pengawasan Hemoglobin (Hb) dapat

dilakukan dengan menggunakan alat Sahli dan elektrik. Hasil

pemeriksaan Hb dengan Sahli dan elektrik dapat digolongkan sebagai

berikut yaitu tidak anemia jika Hb >11 g%, anemia ringan jika Hb 9-

10 g%, anemia sedang jika Hb 7-8 g%, anemia berat jika Hb <7 g% (

Manuaba, 2012:239).

c. Analisa data

Menurut Kepmenkes (2007: 5) data yang telah diolah dianalisis.

Bidan melakukan analisis berdasarkan urutan sebagai berikut:

1) Mencari hubungan antara data atau fakta yang satu dengan lainnya

untuk mencari sebab dan akibat.

2) Mencantumkan masalah dan apa masalah utamanya.


190

3) Menentukan tingkat risiko masalah.

Hasil analisa data yang diperoleh pada pengkajian,

menginterpretasikannya logis untuk menegakkan diagnosa dan masaah

kebidanan yang tepat.

2. Diagnosa

Diagnosa kebidanan untuk ibu nifas normal menurut Anggraini (2010:

140) adalah: Diagnosa dapat ditegakkan yang berkaitan dengan para, abortus,

anak hidup, umur ibu dan keadaan nifas. Data dasar meliputi:

a. Data subyektif

Pernyataan ibu tentang jumlah persalinan, pernah abortus atau

tidak, keterangan ibu tentang umur, keterangan ibu tentang keluhannya.

b. Data obyektif

Palpasi tentang tinggi fundus uteri dan kontraksi, hasil pemeriksaan

tentang pengeluaran pervaginam, hasil pemeriksaan tanda-tanda vital.

Contoh diagnosa pada ibu nifas normal yaitu PAPIAH, postpartum hari ke

142, persalinan normal, laktasi lancar, involusi normal, lokhea normal,

keadaan psikologis ibu baik, keadaan umum ibu dan bayi baik/buruk,

prognosa baik/buruk. Dengan kemungkinan masalah :

a. Nyeri after pain

b. Gangguan eliminasi BAB dan BAK

c. Gangguan rasa nyaman nyeri

d. Post partum blues

3. Perencanaan

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No.

938/Menkes/SK/VIII/2007 tentang Standar Asuhan Kebidanan (2011: 14),


191

yaitu memberikan asuhan nifas, mengatasi masalah sesuai kondisi dan

kebutuhan klien, pendidikan kesehatan (KIE) dan konseling, follow up

(kunjungan nifas berikutnya).

a. Diagnosa :PAPIAH, postpartum hari ke 1 42, persalinan normal,

laktasi lancar, involusi normal, lokhea normal, keadaan

psikologis ibu baik, keadaan umum ibu dan bayi

baik/buruk, prognosa baik/buruk.

(Anggraini, 2010: 140).

Tujuan : Masa nifas berjalan normal tanpa penyulit bagi ibu dan bayi

(Handajani, 2010: 54).

Kriteria :

1) Kesejahteraan ibu menurut (Handajani, 2010: 54)

a) Keadaan umum ibu baik, kesadaran komposmentis

b) TTV dalam batas normal, yaitu:

TD : 100/70130/90 mmHg

N : 68100 x/menit

S : 36,537,5 C

RR : 1628 x/menit

c) Involusi uterus normal sesuai tabel 2.11 halaman 168

d) Lokhea normal sesuai tabel 2.12 halaman 171

e) TFU tidak teraba setelah 14 hari

f) Dapat berkemih setelah 4 jam post partum

g) Laktasi normal sesuai tabel 2.14 halaman 185


192

h) Bayi mendapatkan ASI yang cukup menurut Kemenkes RI (2013:

60)

(1) Tanda: buang air kecil bayi sebanyak 6x/24 jam

(2) Buang air besar berwarna kekuningan berbiji

(3) Bayi tampak pulas setelah minum asi

(4) Berat badan bayi bertambah

(5) Payudara terasa lembut dan kosong setelah menyusui

Intervensi :

1) Promotif

a) Jelaskan hasil pemeriksaan ibu nifas dengan komunikasi

terapeutik.

Rasional : hak memperoleh informasi tentang kondisi dan

keadaan apa yang sedang dialami. Isi dan waktu pemberian

informasi, sangat tergantung dari kondisi pasien dan jenis

tindakan yang akan segera dilaksanakan. Informasi harus

diberikan langsung kepada pasien dan keluarga ( Saifuddin, 2006:

36)

b) Jelaskan mengenai fisiologi nifas, yaitu laktasi, involusi, dan

lokhea.

Rasional : pengetahuan tentang fisiologis nifas akan mengubah

cara pandang klien mengenai dirinya, sehingga klien dapat

menghargai dan menerima keadaan dirinya (tyastuti, 2011: 145)

c) Jelaskan mengenai kebutuhan dasar ibu nifas.


193

Rasional : pengetahuan tentang kebutuhan dasar ibu nifas, akan

mengubah cara pandang klien mengenai dirinya sehingga dapat

memutuskan tindakan apa yang akan dilakukan (Tyastuti, 2011:

145).

Pemberian KIE tentang menjaga kebersihan diri, istirahat, nutrisi,

aktifitas, menyusui secara eksklusif, perawatan payudara,

hubungan suami istri dan rencana kunjungan nifas selanjutnya

(Kemenkes 2011: 14)

(1) Nutrisi

Tidak ada kontraindikasi dalam pemberian nutrisi

setelah persalinan. Ibu harus mendapat nutrisi yang lengkap

dengan tambahan kalori sejak sebelum hamil (200-500 kal)

yang akan mempercepat pemulihan kesehatan dan kekuatan,

meningkatkan kualitas dan kuantitas ASI, serta mencegah

terjadinya infeksi (Bahiyatun, 2009: 68).

(2) Eliminasi

Menurut Ambarwati (2008: 105-106), miksi disebut

normal jika ibu dapat buang air kecil spontan setiap 34 jam.

Ibu biasanya 2-3 hari pasca salin masih sulit buang air besar.

Jika klien pada hari ke tiga belum juga buang air besar maka

diberikan laksan supositoria dan minum air hangat. Agar dapat

buang air besar secara teratur dapat dilakukan diit teratur,

pemberian cairan yang banyak, makanan cukup serta olahraga.


194

(3) Personal hygiene

Mengajarkan pada ibu bagaimana membersihkan

daerah kelamin dengan sabun dan air (Saifuddin, 2009: 127).

Pakaian agak longgar terutama di daerah dada sehingga

payudara tidak tertekan. Daerah perut tidak perlu diikat dengan

kencang karena tidak akan memengaruhi involusi. Pakaian

dalam sebaiknya yang menyerap,kassa pembalut sebaiknya

dibuang setiap saat terasa penuh dengan lochea (Manuaba,

2012: 202).

(4) Istirahat

Seorang wanita yang dalam masa nifas dan menyusui

memerlukan waktu lebih banyak untuk istirahat karena sedang

dalam proses penyembuhan, terutama organ-organ reproduksi

dan untuk kebutuhan menyusui bayinya. ibu dianjurkan untuk

istirahat (tidur) saat bayi sedang tidur (Bahiyatun, 2009: 82-

83).

(5) Aktivitas

Mobilisasi dini sangat dianjurkan, kecuali ada

kontraindikasi. Mobilisasi dini akan meningkatkan sirkulasi

dan mencegah risiko tromboflebitis, meningkatkan fungsi kerja

peristaltik dan kandung kemih, sehingga mencegah distensi

abdomen dan konstipasi. Mobilisasi dini dilakukan secara

bertahap sesuai kebutuhan ibu. Pada persalinan normal dan


195

keadaan ibu normal, biasanya ibu diperbolehkan untuk mandi

dan ke WC dengan bantuan orang lain, yaitu pada 1 atau 2 jam

setelah persalinan. Sebelum waktu ini, ibu harus diminta untuk

melakukan latihan menarik napas dalam serta latihan tungkai

yang sederhana dan harus duduk serta mengayunkan

tungkainya di tepi tempat tidur (Bahiyatun, 2009: 76-77).

d) Jelaskan cara menyusui yang benar.

Rasional: posisi yang tepat memastikan puting dan areola mamae

masuk keseluruhan ke dalam mulut bayi sehingga puting tidak

lecet dan metode penghisapan bisa terpenuhi (Doenges, 2001:

391).

b) Jelaskan tanda bahaya nifas, meliputi sakit kepala, nyeri

epigastrik, pengelihatan kabur, pembengkakan di wajah atau

ekstremitas, demam, muntah, rasa sakit waktu berekamih,

payudara berubah menjadi merah, panas dan sakit, rasa sakit,

merah dan pembengkakan kaki.

Rasional : sakit kepala, nyeri epigastrik, pengelihatan kabur,

pembengkakan di wajah atau ekstremitas mengindikasikan adanya

preeklamsi atau eklamsi nifas, demam, muntah, rasa sakit waktu

berkemih mengindikasi adanya infeksi, payudara berubah menjadi

merah, panas dan sakit mengindikasi adanya bendungan air susu

hingga menjadi mastitis, rasa sakit, merah dan pembengkakan


196

kaki mengindikasi adanya flegmasia albadolen (Sulistyawati,

2009: 173- 197).

c) Beri konseling tentang keluarga berencana

Rasional : pemilhan kontrasepsi disiapkan saat nifas untuk

pertimbangan hubunganya dengan produksi ASI (Anggaini, 2010:

62)

2) Preventif

d) Ajari ibu senam nifas.

Rasional: senam nifas dapat meningkatkan dilatasi pembuluh

darah sehingga darah lancar dan pasokan O2 ke seluruh tubuh

terutama perlukaan pasca salin semakin baik yang berdampak

pada proses penyembuhan luka serta membuat jahitan lebih

merapat (Ambarwati, 2010: 109).

e) Ajari ibu cara perawatan payudara.

Rasional: gerakan masase payudara dapat memperlancar

peredaran darah.

f) Jelaskan tentang jadwal kunjungan nifas.

Rasional : kunjungan nifas merupakan program pencegahan,

diagnose dini, dan pengobatan komplikasi dini bagi ibu dan bayi

(Sulistyawati, 2009: 2).

Rasional: kunjungan ulang dilakukan untuk mengevaluasi kondisi

ibu dan bayi serta memberikan intervensi selanjutnya. Kunjungan

masa nifas menurut Saifuddin (2009: 123) yaitu 68 jam setelah


197

persalinan, 6 hari setelah persalinan, 2 minggu setelah persalinan

dan 6 minggu setelah persalinan.

3) Kuratif

g) Melakukan kolaborasi dan rujukan bila terjadi komplikasi seperti

perdarahan berlebih, secret vagina berbau, demam, nyeri perut

berat, kelelahan atau sesak, bengkak di tangan, wajah, tungkai,

atau sakit kepala dan pandangan kabur, dan nyeri payudara ,

pembengkakan payudara, luka dan perdarahan putting (Kemenkes

RI, 2013: 50).

Rasional : informasi dan tindak lanjut termasuk perlunya rujukan

untuk penanganan kasus, pemeriksaan laboratorium/penunjang,

konsultasi atau perawatan dan juga jadwal control berikutnya

apabila diharuskan dating lebih cepat (Kemenkes, 2010: 19)

k) Berikan suplemen besi diminum setidaknya selama 3 bulan pasca

persalinan, suplemen vitamin A 1 kapsul 200.000 IU diminum

segera setelah persalinan, dan 1 kapsul 200.000 IU diminum 24

jam kemudian (kemenkes RI, 2013: 51)

Rasional: vitamin A digunakan untuk pertumbuhan sel dan

meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi (Ambarwati,

2010:101).

Rasional: zat besi dibutuhkan untuk kenaikan sirkulasi darah dan

menambah sel darah merah (Hb) sehingga daya angkut oksigen

mencukupi kebutuhan (Ambarwati, 2010: 100).


198

a. Masalah I : Nyeri after pains

Tujuan : ibu mampu beradaptasi dengan rasa nyeri (Bahiyatun 2009:

123)

Kriteria :

1) Mules terjadi setelah persalinan berlangsung 2-3 hari postpartum

(Wiknjosastro, 2005: 240)

2) Pada akhir kala III, TFU teraba 2 jari bawah pusat

3) Uterus teraba baik, bulat, keras (Wiknjosastro, 2008: 119)

4) Nyeri tidak mengganggu aktifitas, cara mengukur nyeri dapat dilihat

pada lampiran 8 halaman 274.

Intervensi untuk gangguan after pains menurut Bahiyatun (2009:

123) adalah :

1) Promotif

a) Jelaskan pada ibu penyebab after pain

Rasional: nyeri lebih berat pada paritas tinggi disebabkan oleh

penurunan tonus otot uterus secara bersamaan, menyebabkan

relaksasi intermiten. Pada wanita menyusui after pain lebih terasa,

karena isapan bayi menstimulasi produksi oksitosin oleh hipofisis

posterior. Pelepasan oksitosin tidak hanya memicu reflek let down

pada payudara, tetapi juga menyebabkan kontraksi uterus

(Varney, Kriebs dan Gegor, 2008: 974).

2) Preventif

a) Jelaskan pada ibu bahwa perlu mengosongkan kandung kemih.


199

Rasional: nyeri akan hilang jika uterus berkontraksi dengan baik.

Kandung kemih yang penuh mengubah posisi uterus ke atas

sehingga mengakibatkan relaksasi dan kontraksi uterus lebih

nyeri (Varney, Kriebs dan Gegor, 2008: 974).

b) Anjurkan ibu menyusui eksklusif pada bayi.

Rasional: isapan bayi menstimulasi produksi oksitosin oleh

hipofisis posterior. Pelepasan oksitosin selain memicu let down

reflex, juga dapat menyebabkan kontraksi uterus (Varney, Kriebs

dan Gegor, 2008: 974).

c) Anjurkan keluarga untuk memberikan dukungan mengenai

mobilisasi dini pada ibu.

Rasional: ambulasi awal dilakukan dengan melakukan gerakan dan

jalan-jalan ringan dilakukan secara berangsur sesuai frekuensi dan

intensitas aktivitas pasien. Ambulasi dini dapat menjadikan faal

usus dan kandung kemih menjadi lebih baik (Sulistyawati, 2009:

101).

3) Kuratif

d) Lakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat

analgesic (parasetamol 500 mg tiap 4 jam atau bila perlu) dan

rujukan sesuai kebutuhan jika diperlukan.

Rasional: analgesik bekerja menghilangkan nyeri dengan cara

menghambat pembentukan prostaglandin dan mencegah sensitasi

reseptor sakit terhadap rangsang mekanik atau kimiawi.


200

Informasi tindak lanjut termasuk perlunya rujukan untuk

penanganan kasus, pemeriksaan laboratorium/ penunjang,

konsultasi atau perawatan dan juga jadwal control berikutnya

apabila diharuskan datang lebih cepat (Kemenkes, 2010: 19).

b. Masalah II : Gangguan eliminasi

Tujuan : Gangguan eliminasi tidak terjadi (Purwanti, 2012: 64)

Kriteria :

1) Ibu bisa BAK spontan dalam 6 jam pertama postpartum, warna kuning

jernih, konsistensi encer (Purwanti, 2012: 64)

2) Ibu bisa BAB spontan dalam 3 hari pertama setelah melahirkan, warna

kuning tengguli, konsistensi lunak (Purwanti, 2012: 56)

Intervensi untuk gangguan eliminasi menurut Purwanti (2012: 88)

adalah:

1) Promotif

a) Berikan penjelasan kepada pasien mengenai pentingnya BAK dan

BAB sedini mungkin setelah melahirkan.

Rasional: kandung kemih dalam puerperium kurang sensitive dan

kapasitasnya bertambah sehingga kandung kemih cepat penuh

atau sesudah buang air kecil masih tertinggal urin residual

(normal 15cc) sehingga sisa urin dan trauma pada kandung

kencing waktu persalinan memudahkan terjadinya infeksi

(Ambarwati, 2010: 81).


201

Rasional: dalam 24 jam pertama, pasien harus sudah dapat BAB

karena semakin lama feses tertahan dalam usus maka akan

semakin sulit baginya untuk BAB secara lancar. Feses yang

tertahan dalam usus semakin lama akan mengeras karena cairan

yang terkandung dalam feses akan selalu terserap oleh usus

(Sulistyawati, 2009: 101).

b) Yakinkan pasien bahwa jongkok dan mengejan ketika BAK/BAB

tidak akan menimbulkan kerusakan pada luka jahitan.

Rasional: luka jahitan tidak akan rusak. Konstipasi dan retensio

urine bisa terjadi jika ibu menahan defekasi dan berkemih karena

rasa takut akan robekan dan rusaknya luka jahitan (Varney, 2007:

961).

2) Preventif

c) Anjurkan pasien untuk banyak minum air putih serta makan

sayuran dan buah.

Rasional: air putih dapat merangsang gerak peristaltik usus

(Romauli, 2011: 139).

d) Anjurkan pasien untuk melakukan ambulasi dini.

Rasional: ambulasi dini dapat membuat faal usus dan kandung

kemih menjadi lebih baik sehingga melancarkan eliminasi

(Purwanti, 2012:63).

3) Kuratif

e) Kolaborasi untuk pemberian obat pencahar dulcolax bila perlu


202

Rasional: obat pencahar dapat menstimulus gerakan peristaltik

usus sebagai reflek dari rangsangan langsung terhadap dinding

usus dan dengan demikian menyebabkan atau mempermudah

buang air besar (defekasi) dan meredakan sembelit. Penggunaan

pelunak feses pada jangka panjang harus dibatasi untuk

menghindari terjadinya ketergantungan (Varney, Kriebs dan

Gegor, 2008: 977).

c. Masalah III: Nyeri luka jahitan perineum

Tujuan : Ibu dapat beradaptasi dengan rasa nyeri (Purwanti, 2012: 89)

Kriteria :

1) Nyeri berkurang dan ibu tampak rileks

2) Jahitan bertaut bagus

3) Luka jalan lahir jika tidak terinfeksi akan sembuh dalam 6-7 hari

(Sofian, 2013: 87)

4) Tidak nyeri, cara mengukur nyeri pada lampiran 8 halaman 274.

Intervensi nyeri luka jahitan perineum menurut Purwanti (2012: 89) adalah:

1) Promotif

a) Jelaskan penyebab nyeri pada luka jahitan perineum.

Rasional : nyeri pada luka janitan perineum timbul akibat laserasi

atau episiotomi dan jahitan dari laserasi atau episiotomi tersebut

pada saat persalinan (Varney, Kriebs dan Gegor, 2008: 975).

2) Preventif

b) Observasi luka jahitan perineum.


203

Rasional: adanya luka di daerah perineum yang bila terkena

kotoran dapat terinfeksi (Anggraini, 2010: 59).

c) Anjurkan ibu untuk mandi dengan menggunakan air hangat.

Rasional: meningkatkan sirkulasi pada perineum, meningkatkan

oksigenasi dan nutrisi pada jaringan (Doenges, 2001:388).

d) Ajarkan ibu tentang perawatan perineum yang benar.

Rasional: penyembuhan luka harus terkena O2 agar tetap kering,

apabila terkena infeksi maka luka jalan lahir akan lama sembuh

(Sofian, 2013: 87).

e) Berikan ibu kompres es pada perineum

Rasional: memberi anastesia lokal, meningkatkan vasokonstriksi

dan mengurangi edema dan vasodilatasi (Doenges, 2001: 388).

Rasional : kompres es dapat mengurangi pembengkakan dan

membuat perineum baal pada periode segera pascapartum.

Manfaat optimum dicapai dengan kompres dingin selama 30

menit (Varney, Kriebs dan Gegor, 2008: 976).

f) Anjurkan ibu banyak makan protein

Rasional: protein diperlukan untuk pertumbuhan dan penggantian

sel-sel yang rusak atau mati serta proses penyembuhan luka

(Ambarwati, 2010: 98).

3) Kuratif
204

g) Beri analgesik oral (parasetamol 500 mg tiap 4 jam atau bila

perlu).

Rasional: parasetamol mengandung asetaminofen yang bekerja

melalui mekanisme efek anti nyeri di sistem saraf pusat dengan

menghambat serotonin sehingga mampu mengurangi nyeri

(Jordan, 2004: 418).

4) Rehabilitatif

h) Lakukan latihan kegel

Rasional : latihan kegel dapat memperkuat otot vagina (Saifuddin,

2006: 127).

Latihan kegel meningkatkan sirkulasi ke area perineum sehingga

meningkatkan penyembuhan. Latihan ini juga dapat

mengembalikan tonus otot pada susunan otot panggul (Varney,

Kriebs dan Gegor, 2008: 976)

d. Post partum blues

Tujuan : Ibu dapat melewati masa nifas dengan normal Bahiyatun (2009:

65)

Kriteria : Ibu tidak mudah sedih, takut, sering menangis, labilitas perasaan,

cenderung menyalahkan diri sendiri, mood mudah berubah,

merasa bersalah, menarik diri dalam lingkungan, gangguan tidur

dan nafsu makan (Suherni, 2009: 91)

Intervensi nyeri luka jahitan perineum menurut Bahiyatun (2009: 65)

adalah:

1) Promotif
205

a) Jelaskan penyebab post partum blues menggunakan komunikasi

terapiutik

Rasional : Rasional: pengetahuan tentang kondisi dirinya akan

mengubah cara pandang klien terhadap dirinya sehingga dapat

memutuskan tindakan apa yang akan dilakukan (Tyastuti, 2011:

145).

2) Preventif

b) Tidak ada perawatan khusus, empati dan dukungan keluarga serta

staf kesehatan diperlukan. Jika gejala tetap ada lebih dari 2

minggu diperlukan bantuan professional

Rasional : pendampingan yang diberikan oleh keluarga dapat

memberikan support dan dukungan mental.

2.4 Neonatus

2.4.1 Konsep Dasar Neonatus

1. Pengertian Neonatus

Neonatus adalah bayi baru lahir yang berusia sampai dengan 28 hari, di

mana terjadi perubahan yang sangat besar dari kehidupan di dalam rahim

menjadi di luar rahim (Kemenkes RI, 2014: 90). Neonatus adalah bayi yang

baru mengalami proses kelahiran, berusia 0-28 hari. Bayi baru lahir (BBL)

memerlukan penyesuaian fisiologis berupa maturasi, adaptasi

(menyesuaikan diri dari kehidupan intrauterin ke kehidupan ekstrauterin)

dan toleransi bagi BBL untuk dapat dapat hidup dengan baik (Marmi, 2012:

1). Sondakh (2013: 150) menambahkan neonatus adalah bayi yang lahir
206

pada usia kehamilan 37-42 minggu dengan berat badan sekitar 2500-3000

grarm dan panjang badan sekitar 50-55 cm

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa neonatus adalah bayi

baru lahir yang berusia sampai dengan 28 hari yang lahir pada usia kehamilan

37-42 minggu dengan berat badan sekitar 2500-3000 garm dan panjang badan

sekitar 50-55 cm yang memerlukan penyesuaian fisiologis dari kehidupan

intrauterin ke kehidupan ekstrauterin.

2. Fisiologi bayi baru lahir

Saat lahir, bayi mengalami perubahan fisiologis yang cepat dan hebat.

Kelangsungan hidup bergantung pada pertukaran oksigen dan karbondioksida

yang cepat dan teratur (Leveno, 2009: 281).

a. Sistem pernapasan

Sistem pernapasan menurut (Sondakh, 2013: 150-151)

1) Pernafasan awal dipicu oleh faktor fisik, sensoris dan kimia

a) Faktor fisik meliputi usaha yang diperlukan untuk

mengembangkan paru-paru dan mengisi alveolus yang kolaps

(misalnya, perubahan dalam gradient tekanan)

b) Faktor-faktor sensorik, meliputi suhu, bunyi, cahaya, suara dan

penurunan suhu.

c) Faktor-faktor kimia, meliputi perubahan dalam darah (misalnya,

penurunan kadar oksigen, peningkatan pada karbondioksida,

dalam penurunan pH.

2) Frekuensi pernapasan bayi baru lahir berkisar 30-60 x/menit.


207

3) Sekresi lendir mulut dapat menyebabkan bayi batuk dan muntah,

terutama selama 12-18 jam pertama

4) Bayi baru lahir lazimnya bernafas melalui hidung. Respon reflek

terhadap obstruksi nasal dan membuka mulut untuk mempertahakan

jalan nafas tidak ada pada sebagian besar sampai 3 minggu setelah

kelahiran

b. Perubahan sirkulasi

Menurut Varney, Kriebs dan Gegor (2008: 880), aliran darah

dari plasenta berhenti pada saat tali pusat di klem. Tindakan ini

menghentikan suplai oksigen plasenta dan menyebabkan terjadinya

serangkaian reaksi selanjutnya. Reaksi ini dilengkapi oleh reaksi yang

terjadi dalam paru sebagai respon terhadap tarikan napas pertama.

Sebagian besar darah janin yang teroksigenasi melalui paru dan

mengalir melalui lubang antara atrium kanan dan kiri, yang disebut

foramen ovale. Darah yang kaya oksigen ini kemudian secara istimewa

mengalir ke otak melalui duktus arteriosus. Tali pusat di klem, maka

sistem bertekanan rendah yang ada pada unit janin-plasenta terputus.

Sistem sirkulasi bayi baru lahir sekarang merupakan sistem sirkulasi

tertutup, bertekanan tinggi dan berdiri sendiri.

c. Termoregulasi

Menurut Varney, Kriebs dan Gegor (2008: 881-882), perubahan

termoregulasi neonatus adalah sebagai berikut bayi baru lahir memiliki

kecenderungan menjadi cepat stres karena perubahan suhu lingkungan.


208

Karena suhu di dalam uterus berfluktuasi sedikit, janin tidak perlu

mengatur suhu. Suhu janin biasanya lebih tinggi 0,60 C daripada suhu

ibu.

Bayi baru lahir dapat kehilangan panas melalui 4 mekanisme,

yaitu konveksi, konduksi, radiasi dan evaporasi. Tempat kelahiran harus

disiapkan dengan adekuat untuk meminimalkan kehilangan panas pada

neonatus. Neonatus dapat menghasilkan panas dengan 3 cara, yaitu

menggigil, aktivitas otot volunter, dan termogenesis (produksi panas

tubuh) tanpa menggigil.

Termogenesis tanpa menggigil mengacu pada 1 dari 2 cara

berikut ini peningkatan kecepatan metabolisme atau penggunaan lemak

coklat (brown fat) untuk memproduksi panas. Neonatus dapat

menghasilkan panas dalam jumlah besar dengan meningkatkan

kecepatan metabolisme. Pada cara kedua, lemak coklat dimobilisasi

untuk menghasilkan panas. Lapisan lemak coklat berada pada dan di

sekitar tulang belakang bagian atas, klavikula dan sternum, dan ginjal

serta pembuluh darah besar. Banyaknya lemak coklat bergantung pada

usia gestasi dan berkurang pada bayi baru lahir yang mengalami

retardasi pertumbuhan.

Lemak coklat adalah sumber yang tidak dapat diperbarui pada

bayi baru lahir. Penghasilan panas melalui penggunaan cadangan lemak

coklat dimulai pada saat bayi lahir akibat lonjakan katekolamin dan
209

penghentian supresor prostaglandin dan adenosin yang dihasilkan

plasenta.

Kehilangan panas pada neonatus segera berdampak pada

hipoglikemia, hipoksia, dan asidosis. Dampak tersebut merupakan

akibat peningkatan kebutuhan metabolisme yang disebabkan oleh usaha

bayi baru lahir untuk membuat zona suhu yang netral.

d. Pengaturan glukosa

Pada setiap bayi baru lahir, kadar glukosa turun selama periode

waktu yang singkat (1-2 jam setelah kelahiran). Sistem pada bayi baru

lahir yang sehat belajar untuk mengoreksi secara mandiri penurunan

kadar glukosa fisiologis. Koreksi penurunan kadar glukosa darah dapat

terjadi dalam 3 cara yaitu melalui penggunaan ASI atau susu formula,

melalui penggunaan cadangan glikogen, atau melalui pembuatan

glukosa dari sumber lain, khususnya lipid. Bayi baru lahir yang sehat

menghasilkan glukosa sebanyak 4-8 mg/kg/menit sebagai respon

terhadap kebutuhan (Varney, Kriebs dan Gegor, 2008:883).

e. Perubahan pada darah

Bayi baru lahir dilahirkan dengan hemoglobin yang tinggi.

Konsentrasi hemoglobin normal memiliki rentang dari 13,7-20,0 g/dL.

Selama beberapa hari pertama kehidupan, nilai hemoglobin sedikit

meningkat, sedangkan volume plasma menurun. Akibat perubahan

dalam volume plasma tersebut, hematokrit, yang normalnya dalam

rentang 51-56% pada saat kelahiran, meningkat dari 3 menjadi 6%.


210

Hemoglobin kemudian turun perlahan, tapi terus-menerus pada 7-9

minggu pertama setelah bayi lahir. Nilai hemoglobin rata-rata untuk

bayi berusia 2 bulan ialah 12,0 g/dL (Varney, Kriebs dan Gegor, 2008:

884).

f. Perubahan pada sistem gastrointestinal

Kemampuan bayi baru lahir cukup bulan untuk menelan dan

mencerna sumber makanan dari luar terbatas. Sebagian besar

keterbatasan tersebut membutuhkan berbagai enzim dan hormon

pencernaan yang terdapat di semua bagian saluran cerna, dari mulut

sampai ke usus. Bayi baru lahir kurang mampu mencerna protein dan

lemak dibandingkan orang dewasa. Absorpsi karbohidrat relatif efisien,

tapi tetap kurang efisien dibandingkan dengan orang dewasa.

Kemampuan bayi baru lahir, terutama efisien dalam mengabsorpsi

monosakarida, seperti glukosa, asalkan jumlah glukosa tidak terlalu

banyak.

Sfingter jantung (sambungan esofagus bawah dan lambung)

tidak sempurna, yang membuat regurgitasi isi lambung dalam jumlah

banyak pada bayi baru lahir dan bayi muda. Kapasitas lambung pada

bayi tersebut cukup terbatas, kurang dari 30 cc untuk bayi baru lahir

cukup bulan (Varney, Kriebs dan Gegor, 2008:885).

g. Perubahan pada sistem imun

Menurut Varney, Kriebs dan Gegor (2008: 886-888), sistem

imun neonatus tidak matur pada sejumlah tingkat yang signifikan.


211

Ketidakmampuan fungsional ini membuat neonatus rentan terhadap

banyak infeksi dan respon alergi. Sistem imun yang matur memberikan

baik imunitas alami maupun yang didapat. Dua macam imunitas pada

bayi baru lahir, yaitu:

1) Imunitas alami

Imunitas alami terdiri dari struktur tubuh yang mencegah

atau meminimalkan infeksi. Beberapa contoh imunitas alami

meliputi (a) perlindungan barier yang diberikan oleh kulit dan

membran mukosa; (b) kerja seperti saringan oleh saluran napas; (c)

kolonisasi pada kulit dan usus oleh mikroba pelindung; dan (d)

perlindungan kimia yang diberikan oleh lingkungan asam pada

lambung.

2) Imunitas yang didapat

Neonatus dilahirkan dengan imunitas pasif terhadap virus

dan bakteri yang pernah dihadapi ibu. Janin mendapatkan imunitas

ini melalui perjalanan transplasenta dari imunoglobulin varietas

IgG. Imunoglobulin lain seperti IgM dan IgA, tidak dapat melewati

plasenta.

h. Perubahan pada sistem ginjal

Bayi baru lahir cukup bulan memiliki beberapa defisit

struktural dan fungsional pada sistem ginjal. Banyak dari defisit

tersebut memperbaiki dirinya sendiri pada bulan pertama kehidupan.

Ginjal bayi baru lahir menunjukkan penurunan aliran darah ginjal dan

penurunan kecepatan filtrasi glomerulus. Kondisi itu mudah


212

menyebabkan retensi cairan dan intoksikasi air. Bayi baru lahir

mengekskresikan sedikit urin pada 48 jam pertama kehidupan, sering

kali hanya 30-60 ml. Seharusnya tidak terdapat protein atau darah

dalam urin bayi baru lahir (Varney, Kriebs dan Gegor, 2008: 888).

2.4.2 Asuhan Neonatus

1. Pengkajian data

a. Data subyektif

1) Biodata

Biodata orang tua menurut Sondakh (2013: 162)

Nama ibu: untuk memudahkan memanggil/ menghindar kekeliruan

Pekerjaan : untuk mengetahui tingkat social ekonomi

Pendidikan:untuk memudahkan pemberian KIE

Agama : untuk mengetahui kepercayaan yang dianut ibu

Alamat : untuk memudahkan komunikasi dan kunjungan rumah

Identitas sangat penting untuk menghindari bayi tertukar, gelang

identitas tidak boleh dilepas sampai penyerahan bayi (Manuaba, 2012:

205).

b. Keluhan utama

Keluhan utama pada neonatus adalah bayi gelisah, tidak ada

keinginan untuk menghisap ASI, bayi lapar, tidak sabar untuk

menghisap puting (Manuaba, 2012: 221).

c. Riwayat kebutuhan sehari-hari

a) Nutrisi
213

Menurut Walsh (2012: 375) bayi menyusu setiap 1-8 jam.

Menyusu biasanya jarang pada hari paska salin. Frekuensi

meningkat dengan cepat antara hari ke-3 sampai ke-7 setelah

kelahiran . Asi merupakan makanan yang palong cocok bagi bayi

baru lahir.

Kebutuhan dasar cairan dan kalori pada neonatus dapat

dilihat pada tabel 2.16

Tabel 2.16
Kebutuhan dasar cairan dan kalori pada neonatus

Hari kelahiran Cairan/Kg/hari Kalori/


kg/hari

Hari ke-1 60 ml 40 kal

Hari ke-2 70 ml 50 kal

Hari ke-3 80 ml 60 kal

Hari ke-4 90 ml 70 kal

Hari ke-5 100 ml 80 kal

Hari ke-6 110 ml 90 kal

Hari ke-7 120 ml 100 kal


Sumber: Saifuddin, Abdul bari, 2009. Buku Acuan Nasional Pelayanan
Maternal Neonatal Jakarta: YBPSP, halaman 380

b) Eliminasi

Urin pertama dikeluarkan saat lahir, atau dalam 24 jam

pertama dan setelahnya dengan frekuensi yang semakin sering

seiring meningkatnya asupan cairan. Urin encer, berwarna

kuning, dan tidak berbau. Warna keruh yang disebabkan lendir


214

dan garam asam urat dapat terjadi pada mulanya hingga asupan

meningkat. Mekonium yang telah ada di usus besar sejak usia 16

minggu kehamilan, dikeluarkan dalam 24 jam pertama kehidupan

dan dikeluarkan seluruhnya dalam 4872 jam. Feses pertama ini

berwarna hijau kehitaman, lengket serta mengandung empedu,

asam lemak, lendir dan sel epitel. Sejak hari ke-3 hingga ke-5

kelahiran, feses menjadi berwarna kuning kecoklatan. Setelah

bayi diberi makan, feses menjadi berwarna kuning (Fraser, 2009:

711).

Pengeluaran mekonium awalnya tampak hitam gelap atau

hijau namun secara bertahap menjadi lebih terang warnanya

sampai kekuningan. Bayi yang menyusu ASI bervariasi

defekasinya dalam sehari dari berkali-kali sampai tidak defekasi

selama beberapa hari. BAK bayi normalnya mengalami berkemih

8-10 kali per hari (Walsh, 2012: 378).

c) Istirahat & tidur

Semenjak aktivasi pernapasan pada saat lahir, bayi tetap

terjaga dan reaktif terhadap rangsang untuk jangka waktu sekitar

1 jam, lalu rileks dan tidur. Lama tidur pertama ini bervariasi dari

beberapa menit hingga beberapa jam, dan diikuti periode ke-2

reaktivitas. Pada awalnya periode terbangun berhubungan dengan

rasa lapar, tetapi setelah beberapa minggu periode terbangun

berlangsung lebih lama memenuhi kebutuhan terhadap interaksi

sosial (Fraser, 2009: 713). Bayi baru lahir tidur 1618 jam sehari,
215

paling sering blok waktu 45 menit sampai 2 jam (Walsh, 2007:

378).

d) Personal hygiene

Bayi dimandikan ditunda sampai sedikitnya 4-6 jam setelah

kelahiran, setelah suhu bayi stabil. Pencucian rambut hanya perlu

dilakukan sekali atau 2 kali dalam seminggu. Pemakaian popok

harus dilipat sehingga puntung tali pusat terbuka ke udara, yang

mencegah urin dan feses membasahi tali pusat. Popok harus

diganti beberapa kali sehari ketika basah (Walsh, 2012: 377378).

Perawatan tali pusat ialah menjaga agar tali pusat tetap

kering dan bersih. Cuci tangan dengan sabun sebelum merawat

tali pusat (Saifuddin, 2009: 370).

e) Aktifitas

Bayi dapat menangis sedikitnya 5 menit per hari sampai

sebanyak-banyaknya 2 jam per hari, bergantung pada temperamen

individu. Alasan paling umum untuk menangis adalah lapar,

ketidaknyamanan karena popok basah, suhu ekstrim dan stimulasi

berlebihan (Walsh, 2012: 378).

f) Psikososial

Kontak kulit dengan kulit juga membuat bayi lebih tenang

sehingga didapat pola tidur yang lebih baik (Saifuddin, 2009:

369).

d. Data obyektif

1) Keadaan umum bayi yang sehat tampak kemerah-merahan, aktif,

tonus otot baik, menangis keras (Wiknjosastro, 2010: 122).


216

2) Tanda-tanda vital

a) Nadi

Bunyi jantung dalam menit-menit pertama kira-kira 180

kali/menit yang kemudian turun sampai 120-140 kali/menit pada

waktu bayi berumur 30 menit (Wiknjosastro, 2005: 255).

b) Suhu

Suhu normal bayi sekitar 36,537,5 C (Marmi, 2011: 25).

Suhu rektal menunjukkan suhu inti tubuh, suhu aksila normalnya

1 lebih dingin dari suhu inti tubuh yaitu 36,537,5 C (Walsh,

2012: 369). Suhu aksila 36,537 C sedangkan suhu kulit 3636,5



C (Fraser, 2009: 710).

c) Pernapasan

Bayi baru lahir selama satu menit penuh dengan

mengobservasigerakan naik turunperut bayi. Pernapasan bayi

dapat naik turun, semakin lambat ata semakin cepat dari waktu ke

waktu, kondisi itu normal. Bayi baru lahir memiliki frekuensi

antara 40-60 kali per menit (Marmi, 2011: 8). Frekuensi rata-

rata 40 kali per menit. Rentang 3060 kali per menit. Pernapasan

merupakan pernapasan diafragma dan abdomen (Varney, 2007:

880).

3) Antropometri

a) Panjang badan

Panjang badan antara 50-55 cm (Marmi, 2011: 68).

Panjang bayi baru lahir paling akurat dikaji jika kepala bayi baru

lahir terletak rata terhadap permukaan yang keras. Kedua tungkai


217

diluruskan dan kertas dimeja pemeriksaan diberi tanda. Setelah

bayi baru lahir dipindahkan, bidan kemudian dapat mengukur

panjang bayi dalam satuan sentimeter (Varney, Kriebs dan Gegor,

2008:921).

b) Berat badan

Bayi aterm umur 3740 minggu berat badan normal 2700

4000 gram (Manuaba, 2007:363). Menurut Ladewig (2006:157),

berat badan bayi baru lahir rata-rata adalah 3405 gram, dan

normalnya adalah 25004000 gram. Berat dipengaruhi oleh ras

dan usia ibu, serta ukuran bayi.

Berat badan dapat berkurang 10% selama beberapa hari

pertama kehidupan tetapi harus meningkat kembali dalam 2

minggu setelah kelahiran. Selanjutnya peningkatan bervariasi

secara individual, tetapi rata-rata 160 g/minggu adalah normal

selama bulan pertama (Walsh, 2012:368).

Penurunan berat badan lebih dari 5% dari berat badan waktu

lahir, menunjukkan kekurangan cairan (Saifuddin, 2009:138).

Berat badan dapat berkurang 10% selama beberapa hari pertama

kehidupan tetapi harus meningkat kembali dalam 2 minggu

setelah kelahiran. Selanjutnya peningkatan bervariasi secara

individual, tetapi rata-rata 160g/minggu adalah normal selama

bulan pertama (Walsh, 2012: 368).da tabel 2.17


218

Berikut penurunan berat badan sesuai umur bayi.

Tabel 2.17
Penurunan berat badan sesuai umur

Penurunan atau kenaikan BB yang dapat


Umur diterima dalam bulan pertama

1 minggu Turun sampai 10%

2-4 minggu Naik setidak-tidaknya 160 gram perminggu


(setidaknya 15 gram perhari).

1 bulan Naik setidak-tidaknya 300 gram dalam bulan


pertama

Bila penimbangan dilakukan setiap hari dengan alat

Minggu pertama Tidak ada penurunan berat badan atau kurang


dari 10%

Setelah minggu Setiap hari terjadi kenaikan pada bayi kecil


pertama setidak-tidaknya 20 gram.

Sumber : Wiknjosastro, 2008, Asuhan Persalinan Normal, Jakarta, halaman 143.

c) Ukuran kepala

Menurut Manuaba (2012: 102), ukuran tulang kepala bayi

aterm dibagi menjadi ukuran muka belakang dan ukuran

melintang. Ukuran muka belakang dibagi menjadi 5 antara lain:

(1) Diameter suboksipito bregmatika 9,5 cm. Lingkaran

(sirkumferensia) suboksipito bregmatika 32 cm.

(2) Diameter suboksipito frontalis 11 cm.

(3) Diameter fronto oksipitalis 12 cm. Lingkaran oksipito

frontalis 34 cm.
219

(4) Diameter mento oksipitalis 13,5 cm. Lingkaran mento

oksipitalis 35 cm.

(5) Diameter submento bregmatika 9,5 cm. Lingkaran submento

bregmatika 32 cm.

Ukuran melintang dibagi menjadi 2 antara lain:

(1) Diameter biparietalis 9 cm.

(2) Diameter bitemporalis 8 cm.

Jika ukuran kepala terlalu besar kemungkinan bayi

mengalami makrosefalus, dan jika ukuran kepala terlalu kecil

kemungkinan bayi mengalami mikrosefalus.

d) Lingkar dada 3038 cm (Marmi, 2011: 8).

4) Pemeriksaan fisik

a) Kepala

Kedua fontanela dapat diraba dengan mudah, tidak

menonjol dan tidak meregang, adanya kaput suksedaneum sebagai

temuan umum, adanya sefalohematoma (Walsh, 2012: 369).

Sutura yang berjarak lebar mengindikasikan bayi preterm,

moulding yang buruk atau hidrosefalus. Pada kelahiran spontan

letak kepala sering terlihat tulang kepala tumpang tindih yang

disebut moulase. Keadaan ini normal kembali setelah beberapa hari

sehingga ubun-ubun mudah diraba (Marmi, 2011: 56).

b) Wajah

Ekspresi asimetris dapat menunjukkan paralisis saraf. Alis,

bulu mata, dan garis rambut normal harus ada. Dahi yang

menonjol atau datar sempit sebagai kecurigaan anomali


220

kromosom. Dagu sangat kecil (mikrognasia), dikaitkan dengan

sindrom Pirre Robin (Walsh, 2012: 370).

c) Mata

Pupil harus sama dan reaktif terhadap cahaya, terjadi refleks

merah/orange menunjukkan kornea dan lensa normal. Inspeksi

bagian iris, untuk mengetahui bagian titik putih pada iris sebagai

bercak Brushfield, dikaitkan dengan trisomi 21 (sindrom down).

Sklera harus diperiksa adanya hemoragi. Kemerahan pada

konjungtiva mengindikasikan adanya infeksi (Walsh, 2012: 370).

d) Hidung

Simetris, membran mukosa merah muda dan lembab, tidak

ada pernapasan cuping hidung (Walsh, 2012: 370371).

e) Mulut

Simetris, tidak ada sumbing (skizis), refleks hisap kuat,

saliva berlebihan dikaitkan dengan fistula atau atresia

trakeoesofagus (Walsh, 2012: 370).

f) Telinga

Tulang kartilago telinga telah sempurna dibentuk (Fraser

dan Cooper, 2009: 709).Telinga harus menempel pada titik garis

horizontal dari kantus luar mata. Kartilago harus keras dan

berkembang baik. Pendengaran harus baik, bayi harus terkejut

dengan bunyi keras dan mampu memalingkan perhatian ke arah

suara yang dikenalnya (Walsh, 2012: 370).


221

g) Leher

Simetris, tidak teraba massa dan pembesaran tiroid, tidak ada

krepitus atau fraktur (Walsh, 2012: 370). Periksa adanya trauma

leher yang dapat menyebabkan kerusakan pada fleksus brakhialis.

Adanya lipatan kulit yang berlebihan di bagian belakang leher

menunjukkan adanya kemungkinan trisomi 21 (Marmi, 2012: 58).

Melihat adanya cidera akibat persalinan (Saifuddin, 2009: 137).

h) Dada

Bentuk dada normal, diameter anteroposterior sama dengan

diameter transversal. Prosesus xifoideus terlihat karena tipisnya

dinding dada. Pada bayi aterm biasanya memiliki ukuran jaringan

payudara lebih besar dari 5 mm. Puting yang lebar sering terlihat

pada sindrom Turner. Pernapasan tidak tampak kesulitan, tidak

ada retraksi interkostal, substernal atau suprasternal, gerakan

pernapasan harus simetris. Bunyi napas bronkial karena kavitas

dada kecil. Bunyi napas sisi kanan dan kiri harus sama. Murmur

sistolik derajat II pada hari pertama kehidupan adalah normal

(Walsh, 2012: 371).

Frekuensi pernafasan 30 sampai 50 kali per menit

(Saifuddin, 2009: 138). Pada bayi laki-laki maupun perempuan

hilangnya estrogen maternal menyebabkan pembesaran payudara,

kadang disertai oleh sekresi air susu pada hari ke-4 atau ke-5

(Fraser, 2009: 712).


222

i) Aksila

Nodus kecil dapat terlihat pada beberapa neonatus sehat.

Neonatus yang pernah terpajan pada HIV mengalami

limfadenopati aksilaris (Walsh, 2012: 371).

j) Abdomen

Normalnya abdomen simetris, lunak, bulat, tidak ada massa,

tidak menonjol atau cekung. Bising usus terdengar paling cepat

15 menit setelah kelahiran, normalnya bising gemuruh terdengar

setiap 1020 detik. Distensi kandung kemih yang biasanya teraba

di bawah umbilikus adalah tidak normal. Palpasi pada sisi kanan

digunakan untuk mengidentifikasi tepi hepar, normalnya halus,

padat, dan mobile. Marjin hepar biasanya 12 cm di bawah iga

pada sisi kanan.

Limpa dapat dipalpasi pada sisi kiri, tetapi limpa bersifat

mobile dan sulit untuk dibedakan. Pada palpasi awal limpa sering

ada di bawah iga dan tidak teraba. Ginjal kiri biasanya lebih

mudah dipalpasi karena ginjal kanan ada di bawah hepar. Inspeksi

tali pusat ditemukan adanya 3 pembuluh darah. Tali pusat mulai

mengering antara beberapa jam kelahiran sampai 3 hari dan

biasanya mengisut atau menghitam pada hari ke-2 sampai ke-3

kehidupan. Bau menyengat, kemerahan, atau rabas purulen pada

dasar tali pusat dikaitkan dengan infeksi. Hernia umbilikus dan

inguinalis adalah gangguan umum. Hernia umbilikalis disebabkan


223

oleh separasi persisten otot rekti dan paling umum pada anak laki-

laki kulit hitam. Gangguan ini paling tampak saat bayi menangis

(Walsh, 2012: 371372).

k) Punggung

Punggung bayi harus diinspeksi dan dipalpasi dengan posisi

bayi telungkup. Jika ada pembengkakan, lesung, atau rambut yang

melekat dapat menandakan adanya cacat tulang belakang tersamar

(Fraser, 2009: 715). Bokong harus diregangkan untuk mengkaji

lesung dan sinus yang dapat mengindikasikan anomali medula

spinalis (Walsh, 2012: 373).

l) Genetalia

Pada bayi perempuan terkadang sedikit terjadi perdarahan

vagina, hal ini disebabkan oleh pengaruh hormon estrogen ibu

(Withdrawl bledding) (Ladewig, 2006: 170). Terdapat tonjolan

labia mayora, minora, dan klitoris. Pada neonatus laki-laki lokasi

meatus uretra harus tepat di ujung penis. Hipospadia

menunjukkan meatus ada di ventral. Epispadia menggambarkan

meatus terletak dorsal. Kulup normalnya melekat pada glans, dan

retraksi tidak boleh dilakukan. Skrotum mungkin mengalami

edema atau pembesaran. Hidrokel (cairan di sekitar testis) umum

terjadi dan biasanya menghilang pada usia 1 tahun (Walsh, 2012:

372373).

m) Anus

Periksa adanya kelainan atresia ani, kaji posisinya (Marmi,

2012:59).
224

n) Ekstremitas

Ukuran setiap tulang harus proporsional untuk ukuran

seluruh tungkai dan tubuh secara umum. Tungkai harus simetris,

terdapat 10 jari, telapak harus terbuka secara penuh untuk

memeriksa jari ekstra dan lekukan telapak tangan. Sindaktili

adalah penyatuan atau penggabungan jari-jari dan polidaktili

menunjukkan jari ekstra. Kuku jari harus ada pada setiap jari dan

pada bayi aterm, kuku ini meluas sampai ujung jari. Bayi normal

lahir dengan refleks menggenggam yang kuat, dan ekstremitas

atas difleksikan satu sama lain dengan tonus baik ketika bayi

dalam status terjaga tenang (Walsh, 2012: 370-371).

o) Integumen

Warna kulit neonatus normal adalah kemerahan, kadang

terlihat sianosis pada ujung-ujung jari pada hari pertama. Bila

terdapat sianosis pada seluruh tubuh kemungkinan kelainan

jantung bawaan, warna kulit yang pucat terdapat pada anemia

berat dan asfiksia, warna kulit kuning disebabkan oleh kadar

bilirubin yang tinggi dalam serum darah. Jaundis dapat dideteksi

pertama kali pada wajah, mukosa membran mulut, dan sklera

(Ladewig, 2006: 172).

5) Pemeriksaan neurologis

a) Refleks Morro/kaget

Refleks ini terjadi sebagai respon terhadap rangsangan yang

mendadak. Bayi dipegang terlentang, dengan batang tubuh dan


225

kepala ditopang dari bawah . ketika kepala dan bahu hendak jatuh

ke belakang, bayi akan merespon dengan abduksi dan ekstensi

lengan dengan jari membentuk kipas. dan kadang diikuti dengan

gemetar. Kemudia, tangan menekuk dan mendekat kearah dada .

resopon yang sama dapat dilihat pada tungkai yang, setelah

ekstensi, fleksi kearah abdomen. Reflek ini bersifat simetris dan

biasanya terjadi selama 8 minggu pertama kehidupanya. Jika

reflek ini tidak ditemukan merupakan tanda kerusakan otak dan

imaturitas. Reflek yang menetap diatas umur 6 bulan menandakan

adanya keterlambatan mental (Fraser & Cooper, 2009: 722).

b) Refleks rooting/mencari

Bayi akan memutar kearah sumber rangsangan dan

membuka mulut, bersiap untuk menyusu jika disentuh di pipi atau

tepi mulut (Fraser & Cooper, 2009: 722).

c) Refleks sucking/menghisap

Reflek ini berkembang dengan baik pada bayi yang normal

dan terkoordinasi dengan pernafasan. Reflek ini sangat penting

artinya bagi proses pemberian makan dan kecukupan nutrisi

(Fraser & Cooper, 2009: 722).

d) Refleks muntah, batuk, dan bersin

Refleks ini melindungi bayi dari sumbatan jalan nafas

(Fraser & Cooper, 2009: 722).

e) Refleks Glabella/berkedip dan kornea


226

Refleks ini melindungi mata dari trauma (Fraser & Cooper,

2009: 722).

f) Refleks tonic neck/menoleh

Jika bayi ditarik pergelangan tanganya hingga posisi duduk

, kepala bayi pada awalnya akan jatuh ke belakang, kemudian ke

kanan sebentar sebelum jatuh ke depan kea rah dada (Fraser &

Cooper, 2009: 722).

g) Refleks grapping/menggenggam

Refleks genggaman telapak tangan dapat dilihat dengan

meletakan pensil atau jari di telapak tangan . jari atau tangan itu

akan digenggam dengan mantap. Respon yang sama juga

ditunjukan dengan cara menyentuh bagian bawah jari kaki (Fraser

& Cooper, 2009: 722).

h) Refleks neck righting/gerakan leher dan bahu

Pada posisi telentang, ekstremitas di sisi tubuh di mana

kepala menoleh mengalami ekstensi, sedangkan di sisi tubuh

lainnya fleksi. Tonus otot dapat dilihat pada respons bayi terhadap

gerakan pasif (Fraser & Cooper, 2009: 722).

i) Refleks stapping/melangkah

Menurut Fraser & Cooper (2009: 722) Jika disangga pada

posisi tegak dengan kakinya menyentuh permukaan datar, bayi

seperti mencoba berjalan. Jika digendong dengan tibia menyentuh


227

ujung meja, bayi akan mencoba menaiki meja tersebut refleks

perubahan ekstremitas.

c. Analisa data

Menurut Kepmenkes (2007: 5) data yang telah diolah dianalisis.

Bidan melakukan analisis berdasarkan urutan sebagai berikut:

1) Mencari hubungan antara data atau fakta yang satu dengan lainnya

untuk mencari sebab dan akibat.

2) Mencantumkan masalah dan apa masalah utamanya.

3) Menentukan tingkat risiko masalah.

Hasil analisa data yang diperoleh pada pengkajian,

menginterpretasikannya logis untuk menegakkan diagnosa dan masaah

kebidanan yang tepat.

2. Diagnosa kebidanan

Menurut Sondakh (2013: 165), diagnosa kebidanan yaitu

Diagnosa : bayi baru lahir normal, umur jam, keadaan umum baik/buruk,

prognosa baik/buruk.

Data subyektif : bayi lahir tanggal jam dengan normal,

Data obyektif : nadi normal (130-160 kali/menit), nafas normal (30-60

kali/menit), tangisan kuat, warna kulit merah, tonus otot

baik.

Berat badan : 2500-4000 gram

Panjang badan : 48-52 cm


228

Contoh diagnosa kebidanan yaitu bayi baru lahir normal, aterm, usia

0-28 hari, riwayat persalinan normal, tangisan kuat, warna kulit merah, tonus

otot baik, jenis kelamin laki-laki/perempuan, BB (2500-400 gram), PB (48-

52 cm), keadaan umum baik/buruk, prognosa baik/buruk. Kemungkinan

masalah pada bayi baru lahir menurut Ladewig (2006:180199) adalah:

a. Hipoglikemi

b. Hipotermi

c. Ikterik

3. Perencanaan

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No.

938/Menkes/SK/VIII/2007 tentang Standar Asuhan Kebidanan (2011: 11),

yaitu pencegahan hipotermia/jaga kehangatan bayi, pemenuhan kebutuhan

bayi baru lahir, dan pencegahan infeksi (PI).

a. Diagnosa : Bayi baru lahir normal, aterm, usia 0-28 hari, riwayat

persalinan normal, tangisan kuat, warna kulit merah, tonus

otot baik, jenis kelamin laki-laki/perempuan, BB (2500-

400 gram), PB (48-52 cm), keadaan umum baik/buruk,

prognosa baik/buruk (Sondakh, 2013: 165).

Tujuan : Neonatus dapat melewati masa transisi dari intrauterin ke

ekstrauterin dengan baik (Varney, 2007: 878).

Kriteria menurut Varney, Kriebs dan Gegor (2008: 897), sebagai berikut:

1) Bayi tidak mengalami gangguan nafas (respirasi 40-80 x/menit, nadi

120-140 x/menit.
229

2) Suhu bayi normal (36,5-37,50C), seluruh tubuh hangat, tidak sianosis

3) Bayi lahir aterm usia kehamilan 37-40 minggu

4) Bayi dapat menyusu kuat dan lancar

5) Bayi banyak tidur dan tidak rewel

6) Bayi defeksi 1-4 kali setiap hari, warna hijau emas, lunak

7) Bayi berkemih 8-10 kali atau lebih setiap hari

8) BB bayi turun tidak lebih dari 10% dari berat badan lahir dalam 10

hari pertama setelah lahir.

9) Tali pusat mulai mengering antara beberapa jam kelahiran sampai 3

hari dan biasanya mengisut atau menghitam pada hari ke-2 sampai

ke-3 kehidupan (Walsh, 2012: 371-372).

10) Kulit bayi tidak ikterus atau berwarna kuning dan dibagian sclera

putih

11) bayi tampak sehat, kemerah-merahan, aktif, tonus otot baik,

menangis kuat, minum ASI/menyusu kuat (Wiknjosastro 2005: 256)

12) Reflek pada bayi normal (Doenges 2001: 567)

13) Bunyi jantung dalam menit-menit pertama kira-kira 180 kali per

menit yang kemudian turun sampai 140-120 kali per menit pada

waktu bayi berumur 30 menit (Wiknjosastro 2005: 255).

Intervensi menurut Marmi (2012: 8788) adalah:

1) Promotif

a) Pasang identitas bayi dengan menggunakan gelang atau tanda lain

Rasional: menghindari bayi tertukar


230

b) Jaga tali pusat dalam keadaan bersih dan kering.

Rasional: Tali pusat yang basah atau lembab dapat menyebabkan

infeksi (Saifuddin, 2009: 130).

c) Ajarkan tanda-tanda bahaya bayi pada orangtua.

Rasional: Menurut Notoarmodjo (2003: 165) pengetahuan

menentukan perilaku seseorang tentang kesehatan, sehingga

setelah diberikan penjelasan ibu dapat mempratikkan perilaku

cara mengetahui secara dini tanda bahaya yang terjadi pada

bayinya.

Tanda bahaya bayi menurut Sondakh (2013: 161) pernafasan sulit

atau lebih dari 60kali/menit, warna kuning terutama 24 jam

pertama, biru atau pucat, tali pusat merah, bengkak, keluar cairan

berbau busuk, tidak berkemih dalam 24 jam, kejang, menangis

terus-menerus, tidak bisa tenang.

d) Beri ASI setiap 23 jam.

Rasional: kapasitas lambung pada bayi terbatas, kurang dari 30 cc

untuk bayi baru lahir cukup bulan. ASI diberikan 23 jam sebagai

waktu untuk mengosongkan lambung (Varney, 2007: 885).

2) Preventif

e) Jaga bayi dalam keadaan bersih, hangat, dan kering.

Rasional: Suhu bayi lahir dapat turun beberapa derajat karena

lingkunga eksternal lebih dingin daripada lingkungan pada uterus.

Kehilangan panas yang cepat dalam lingkungan tang dingin


231

terjadi melalui konduksi, konveksi, radiasi dan evaporasi

(Sondakh, 2013: 152).

f) Jelaskan cara menyusui yang benar

Cara menyusui yang benar menurut Saifuddin (2009: 377-378)

adalah sebagai berikut:

(1) Cuci tangan dengan air bersih yang mengalir

(2) Ibu duduk dengan santai dan oleskan ke puting dan areola

sekitarnya. Manfaatnya adalah sebagai desinfektan dan

menjaga kelembaban puting susu.

(3) Posisikan bayi dengan benar.

(a) Bayi dipegang dengan satu lengan. Kepala bayi

diletakkan dekat lengkungan siku iu, bokong bayi

ditahan dengan telapak tangan ibu.

(b) Perut bayi menempel ke perut ibu.

(c) Mulut bayi berada di depan puting ibu.

(d) Lengan yang di bawah merangkul tubuh ibu, jangan

berada diantara tubuh ibu dan bayi. Tangan yang di atas

boleh dipegang ibu atau diletakkan di atas dada ibu.

(e) Telinga dan lengan yang di atas berada dalam satu garis

lurus.

(4) Bibir bayi dirangsang dengan puting ibu dan akan membuka

lebar, kemudian dengan cepat kepala bayi didekatkan ke


232

payudara ibu dan puting susu serta areola dimasukkan ke

dalam mulut bayi.

(5) Cek perlekatan apakah sudah benar.

(a) Dagu menempel ke payudara ibu

(b) Mulut terbuka lebar

(c) Sebagian besar areola terutama yang berada di bawah,

masuk ke dalam mulut bayi.

(d) Bibir bayi terlipat ke luar

(e) Pipi bayi tidak bolek kempot (karena bayi tidak

menghisap, tapi memerah ASI)

(f) Tidak boleh terdengar bunyi decak, hanya boleh

terdengar bunyi menelan.

(g) Ibu tidak kesakitan.

(h) Bayi tenang.

Rasional: Bila diposisikan dengan benar bayi puting susu akan

masuk sampai menyentuh sejauh langit-langit lunak sentuhan ini

akan merangsang reflek penghisapan (Sulistyowati, 2009: 27).

g) Mandikan bayi minimal 6 jam setelah lahir.

Rasional: memandikan bayi dalam beberapa jam pertama setelah

lahir dapat menyebabkan hipotermia melalui evaporasi dan

konveksi yang sangat membahayakan kesehatan bayi baru lahir

(Doenges, 2001:570).
233

h) Jelaskan mengenai perawatan bayi sehari-hari.

Rasional: Untuk bayi yang lahir di fasilitas kesehatan dianjurkan

diberikan BCG dan OPV pada saat sebelum bayi pulang dari klinik

(Wiknjosastro, 2008: 139).

(1) Sampai tali pusat kering dan lepas, didaerah ini terjadi infeksi

sehingga dijaga agar bersih dan kering, ibu harus mencuci

sekitar tali pusat setiap hari dengan sabun dan air, beritahu

ibu untuk lapor ke bidan bila tali pusat berbau, ada

kemerahan disekitarnya atau mengeluarkan cairan (Saifuddin,

2009: 130).

(2) Memandikan bayi untuk memberikan rasa nyaman,

memperlancar sirkulasi darah, mencegah infeksi,

meningkatkan daya tahan tubuh dan menjaga serta merawat

integritas kulit (Bahiyatun: 2009: 79).

(3) Setiap kali bayi buang air kecil dan besar, bersihkan bagian

perinealnya dengan air dan sabun, serta keringkan dengan

baik, kotoran bayi dapat menyebabkan infeksi sehingga harus

dibersihkan (Saifuddin, 2009: 130).

(4) Menurut Saifuddin (2009: 130) dalam waktu seminggu

pertama beri bayi:

(a) Vaksin polio secara oral

(b) Vaksin Hepatitis B

i) Lakukan pijat bayi

Rasional: Sentuhan dan pijatan pada bayi segera setelah kelahiran

merupakan kontak tubuh kelanjutan yang diperlukan bayi untuk


234

mempertahankan rasa aman. Sentuhan dan pandangan dengan

penuh kasih sayang yang ibu berikan kepada buah hati melalui

pijatan akan direspon oleh bayi sebagai bentuk perlindungan,

perhatian dan ungkapan cinta kepada bayi, sehingga akan

menguatkan hubungan ibu dengan anaknya dan mengalirkan

kekuatan jalinan kasih antara keduanya.

j) Persiapkan bayi pulang

Rasional: membuat dan memberikan surat keterangan lahir yang

menerangkan tentang nama bayi, orang tua, alamat, tanggal, hari

dan jam kelahiran, berat lahir, panjang lahir, jenis kelamin, jenis

persalinan nama dan tanda tangan penolong serta pengawasan

tumbuh kembang/buku KIA (Kemenkes, 2011:11-12).

2) Kuratif

k) Lakukan rujukan bila sewaktu-waktu bayi mengalami komplikasi

misalnya ikterus patologi, BBLR dan asfiksia.

Rasional: memberikan asuhan kebidanan pada bayi dengan risiko

tinggi dan pertolongan pertama pada kegawatdaruratan (Sofyan,

2008: 117).

b. Masalah I : Hipoglikemi

Tujuan: Hipoglikemi tidak terjadi (Ladewig, 2006: 180)

Kriteria menurut Ladewig (2006: 180) adalah:

1) Kadar glukosa dalam darah > 45 mg/dL


235

2) Bayi tidak kejang, tidak letargi, pernapasan teratur, kulit kemerahan,

tidak pucat, minum ASI adekuat, tangis kuat dan normotermi

Intervensi menurut Ladewig (2006: 181182) adalah:

1) Promotif

(a) Kaji bayi baru lahir dan catat setiap faktor risiko.

Rasional: bayi preterm, bayi dari ibu diabetes, bayi baru lahir

dengan asfiksia, stres karena kedinginan, sepsis, atau polisitemia,

bayi lewat bulan, bayi kurang bulan termasuk berisiko mengalami

hipoglikemi (Varney, 2007: 883).

(b) Kaji kadar glukosa darah dengan menggunakan strip-kimia pada

seluruh bayi baru lahir dalam 12 jam setelah kelahiran.

Rasional: bayi baru lahir kadar glukosa rendah terjadi pada 1

sampai 1,5 jam setelah lahir dan kadar glukosa stabil dalam 3-4

jam (Varney, 2007: 883).

(c) Kaji seluruh bayi untuk tanda-tanda hipoglikemi.

Rasional: tanda-tanda hipoglikemi yang diketahui sejak dini akan

mencegah terjadinya komplikasi lebih lanjut dan segera

mengambil keputusan untuk tindakan selanjutnya.

Tanda hipoglikemia : BAK kurang dari 6 kali, BAB berwarna

pucat , bayi rewel , malas menyusu.

(d) Berikan ASI lebih awal

Rasional: ASI mengandung karbohidrat yang tinggi yaitu laktosa

sebagai sumber energi untuk mencegah hipoglikemia (Bahiyatun,

2009: 13).
236

(e) Berikan tindakan yang meningkatkan rasa nyaman saat istirahat,

dan mempertahankan suhu lingkungan yang optimal.

Rasional: tindakan tersebut dapat mengurangi aktivitas dan

konsumsi glukosa serta menghemat tingkat energi bayi.

(f) Evaluasi hipoglikemia melalui sampel darah

Rasional: darah yang diambil dari tumit bayi baru lahir

mengandung darah kapiler dan kadar glukosa darah (Varney,

2007: 883).

2) Kuratif

(g) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian cairan infus glukosa

510% bagi bayi yang berisiko hipoglikemia.

Rasional: glukosa 5-10% untuk memberikan glukosa secara cepat

dengan pemberian 6-8 mg/kg/menit (90-100mL/kg/hari)

(Wheeler, 2006: 181).

c. Masalah II : Hipotermi

Tujuan : Suhu normotermi (Ladewig, 2006: 184185)

Kriteria :

1) Suhu bayi 36,537,5 C (Marmi, 2011:25)

2) Bayi menetek kuat, tidak lesu, akral hangat, denyut jantung bayi 120

160 kali/menit, kulit tubuh bayi lembab, turgor baik (Saifuddin, 2009:

373)

Intervensi menurut Ladewig (2006:184185) adalah:


237

1) Promotif

a) Kaji suhu bayi baru lahir, baik menggunakan metode pemeriksaan

per aksila atau kulit.

Rasional: penurunan suhu kulit terjadi sebelum penurunan suhu

inti tubuh, yang dapat menjadi indikator awal stres dingin

(Doenges, 2001:570).

b) Kaji tanda-tanda hipotermi.

Rasional: selain sebagai suatu gejala, hipotermi dapat merupakan

awal penyakit yang berakhir dengan kematian (Saifuddin,

2009:373).

c) Cegah kehilangan panas tubuh bayi melalui konduksi, konveksi,

radiasi dan evaporasi.

Rasional : suhu bayi baru lahir dapat turun beberapa derajat

karena lingkungan eksternal lebih dingin daripada lingkungan

pada uterus. Kehilangan panas yang cepat dlam lingkungan yang

dingin terjadi melalui konduksi, konveksi, radiasi dan evaporasi

(Sondakh, 2013: 152).

Rasional: konduksi adalah kehilangan panas tubuh melalui kontak

langsung antara tubuh bayi dengan permukaan yang dingin.

Konveksi adalah kehilangan panas yang terjadi saat bayi terpapar

udara sekitar yang lebih dingin. Radiasi adalah kehilangan panas

yang terjadi karena bayi ditempatkan di dekat benda-benda yang

mempunyai suhu tubuh lebih rendah dari suhu tubuh bayi.

Evaporasi adalah kehilangan panas yang terjadi karena penguapan

cairan ketuban pada permukaan tubuh oleh panas tubuh bayi


238

sendiri karena setelah lahir, tubuh bayi tidak segera dikeringkan

dan diselimuti (Varney, 2007:881-882).

2) Kuratif

d) Lakukan rujukan bila sewaktu-waktu bayi mengalami komplikasi

Rasional: memberikan asuhan kebidanan pada bayi dengan risiko

tinggi dan pertolongan pertama pada kegawatdaruratan (Sofyan,

2008:117).

d. Masalah III : Ikterik

Tujuan : Ikterik tidak terjadi (Ladewig, 2006: 199)

Kriteria menurut Ladewig (2006: 199) adalah:

1) Kadar bilirubin serum <12,9 mg/dL

2) Kulit bayi berwarna kemerahan, mukosa, sklera, dan urin tidak

berwarna kekuning-kuningan

3) Feses berwarna kuning keemasan tidak pucat

4) Bayi menyusu kuat

5) Tanda bayi menyusu kuat bayi banyak tidur dan tidak rewel, bayi

defeksi 1-4 kali setiap hari, warna hijau emas, lunak, bayi berkemih 8-

10 kali atau lebih setiap hari

Intervensi menurut Ladewig (2006: 200201) antara lain:

1) Promotif

a) Mengkaji faktor-faktor risiko.

Rasional: riwayat prenatal tentang imunisasi Rh,

inkompatibilitas ABO, penggunaan aspirin pada ibu, sulfonamida,

atau obat-obatan antimikroba, dan cairan amnion berwarna


239

kuning (indikasi penyakit hemolitik tertentu) merupakan faktor

predisposisi bagi kadar bilirubin yang meningkat (Doenges,

2001:694).

b) Mengkaji tanda dan gejala klinis ikterik.

Rasional: pola penerimaan ASI yang buruk, letargi, gemetar,

muntah, hepatosplenomegali, penurunan berat badan yang

berlebihan, menangis kencang dan tidak adanya refleks morro

merupakan tanda-tanda awal enselopati bilirubin (Varney,

2007:943).

c) Berikan ASI sesegera mungkin, dan lanjutkan setiap 24 jam.

Rasional: kolostrum sebagai pembersih selaput usus BBL

sehingga saluran pencernaan siap untuk menerima makanan

(Ambarwati, 2010: 25) Mekonium memiliki kandungan bilirubin

yang tinggi dan penundaan keluarnya mekonium meningkatkan

reabsorpsi bilirubin sebagai bagian dari pirau enterohepatik. Jika

kebutuhan nutrisi bayi terpenuhi, akan memudahkan keluarnya

mekonium (Varney, 2007:943).

d) Jemur bayi di matahari pagi jam 79 selama 10 menit.

Rasional: menjemur bayi di sinar ultaviolet pada jam 79 selama

10 menit akan mengubah senyawa bilirubin menjadi senyawa

yang mudah larut dalam air agar lebih mudah diekskresikan.

e) Pertahankan bayi tetap hangat dan kering


240

Rasional: stres dingin berpotensi melepaskan asam lemak yang

bersaing pada sisi ikatan pada albumin, sehingga meningkatkan

kadar bilirubin yang bersirkulasi dengan bebas (Doenges, 2001:

695).

2) Kuratif

f) Kolaborasi untuk pemeriksaan laboratorium

Rasional: bilirubin tampak dalam 2 bentuk: bilirubin direk yang

dikonjugasi oleh enzim hepar glukoronil transferase dan bilirubin

indirek yang dikonjugasi dan tampak dalam bentuk bebas dalam

darah atau terikat pada albumin (Doenges, 2001:696).

g) Lakukan kolaborasi rujukan bila sewaktu-waktu bayi mengalami

komplikasi

Rasional: memberikan asuhan kebidanan pada bayi dengan risiko

tinggi dan pertolongan pertama pada kegawatdaruratan (Sofyan,

2008: 117).

2.5 Keluarga berencana (KB)

2.5.1 Konsep dasar keluarga berencana

1. Pengertian

Keluarga berencana adalah tindakan yang membantu individu atau

pasangan suami istri untuk menghindari kelahiran yang tidak diinginkan,

mendapatkan kelahiran yang memang diinginkan, mengatur interval di antara

kehamilan, mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur

suami istri dan menentukan jumlah anak dalam keluarga (Hartanto, 2004: 26-
241

27). Menurut Manuaba (2012: 637) keluarga berencana paska salin adalah

tindakan KB ketika wanita baru melahirkan atau keguguran di rumah sakit,

atau memberi pengarahan agar memilih KB efektif (melakukan sterilisasi

wanita atau pria, menggunakan AKDR, menerima KB hormonal dalam

bentuk suntik atau susuk). Pendapat lain dikemukakan oleh Bahiyatun (2009:

84) keluarga berencana adalah salah satu usaha untuk mencapai kesejahteraan

dengan jalan memberi nasihat perkawinan, pengobatan kemandulan, dan

penjarangan kehamilan.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kontrasepsi adalah

suatu upaya atau tindakan untuk mencegah terjadinya kehamilan yang tidak

diinginkan, mengatur interval di antara kehamilan, mengontrol waktu saat

kelahiran dan menentukan jumlah anak dalam keluarga untuk mencapai

kesejahteraan dengan jalan memberi nasihat perkawinan, pengobatan

kemandulan, dan penjarangan kehamilan.

2. Macam kontrasepsi pasca salin

a. Metode Amenore Laktasi (MAL)

1) Pengertian

Merupakan alat kontrasepsi yang mengandalkan pemberian Air

Susu Ibu (ASI) secara eksklusif, artinya hanya diberikan ASI tanpa

tambahan makanan atau minuman apapun. Metode Amenore Laktasi

(MAL) dapat dijadikan sebagai alat kontrasepsi bila memenuhi syarat

berikut menyusui secara penuh (full breast feeding), belum

haid/menstruasi dan usia bayi kurang dari 6 bulan. Metode ini bisa

efektif sampai 6 bulan (Affandi, 2013: MK1-2).


242

2) Cara Kerja

Menurut (Affandi, 2013: Mk-1) cara kerjanya penundaan/

penekanan ovulasi. Ovulasi dapat dihambat oleh kadar prolaktin yang

tinggi. Pemberian asi mencegah kehamilan lebih dari 98% selama 6

bulan pertama setelah ibu melahirkan bila ibu menyusui atau memberi

ASI tanpa ditambah susu formula dan belum pernah mengalami

perdarahan pervaginam setelah hari ke-56 pascapartum (Varney, 2007:

430)

b. Kondom

1) Pengertian

Kondom merupakan selubung/sarung karet yang terbuat dari

berbagai bahan diantaranya lateks (karet), plastik (vinil), atau bahan

alami (produksi hewani) yang dipasang pada penis saat berhubungan

seksual. Kondom terbuat dari karet sintetis yang tipis, berbentuk

silinder, dengan muaranya berpinggir tebal yang digulung berbentuk

rata atau mempunyai bentuk seperti puting susu. Berbagai bahan telah

ditambahkan pada kondom baik untuk meningkatkan efektifitasnya

misal penambahan spermisida maupun sebagai aksesoris aktivitas

seksual (Affandi, 2013: MK-17).

2) Cara kerja

Menurut Manuaba (2012: 594) cara kerja kondom adalah

menampung spermatozoa sehingga tidak masuk kedalam kanalis

serviks. Dengan mengahalangi tertumpahnya sperma ke dalam vagina


243

sehingga sprematozoa tidak mungkin masuk ke dalam rahim. Menurut

Affandi (2013: MK-18) cara kerja kondom mengahalangi pertemuan

sperma dan sel telur dengan cara mengemas sperma di ujung selubung

karet yang dipasang pada penis sehingga sperma tersebut tidak tercurah

ke dalam saluran reproduksi perempuan. Mencegah penularan

mikroorganisme (IMS termasuk HBV dan HIV/AIDS) dari satu

pasangan kepada pasangan yang lain (khusus kondom yang terbuat dari

lateks dan vinil).

c. Implant

1) Pengertian

Implant adalah metode kontrasepsi hormonal yang efektif, tidak

permanen dan dapat mencegah terjadinya kehamilan antara tiga sampai

5 tahun (Affandi, 2013: MK-55). Implan adalah suata alat kontrasepsi

ini efektif selama 5 tahun untuk norplant dan 3 tahun untuk jadena,

indoplant dan implanont. Metode ini dapat digunkan oleh semua

perempuan dalam usia reproduksi. Kesuburan akan dapat segera

kembali setelah implant dicabut dan aman diapakai pada saat laktasi

(Bahiyatun, 2009: 88).

2) Cara kerja

Menurut Hartanto (2010: 183) cara kerja kontrasepsi implan adalah

mengentalkan lendir servik sehingga menghambat pergerakan sperma,

mengganggu proses pembentukan endometrium sehingga sulit terjadi

implantasi sekalipun telah terjadi fertilisasi antara sperma dan ovum


244

dan menekan ovulasi. Menurut Affandi (2013:MK-58) menebalkan

mukus serviks sehingga mukus menjadi tebal dan tidak dapat dilewati

sperma. Progestin dalam implan akan menekan pengeluaran follicle

stimulating hoermone (FSH) dan luteing hormone (LH) dari

hipotalamus dan hipofise. Hormon LH direndahkan sehingga ovulasi

ditekan oleh levonorgestrel (kandungan dalam implan) dan ditekan

kuatoleh etonogestrel sehingga tidak terjadi ovulasi pada 3 tahun

penggunaan implan.

d. Pil progestin

1) Pengertian

Pil Progestin adalah metode yang cocok untuk perempuan

menyusui yang ingin menggunakan pil KB dan sangat efektif pada

masa laktasi. Dosisnya rendah, tidak menurnkan produksi ASI, tidak

memberikan efek samping utama adalah gangguan perdarahan

(Bahiyatun, 2009: 86).

2) Cara kerja

Menurut Manuaba (2012: 598) rangsangan balik ke hipotalamus

dan hipofisis, sehingga pengeluaran LH tidak terjadi. Progesteron

mengubah endometrium, sehingga kapasitas spermatozoa tidak

berlangsung. Mengentalkan lendir serviks sehingga sulit ditembus

sprematozoa. Menghambat peristaltik tuba sehingga menyulitkan

konsepsi. Menghindari implantasi melalui perubahan struktur

endometrium. Menurut Affandi (2013: MK-50) menekan sekresi

gonadotropin dan sintesis steroid seks di ovarium. Endometrium


245

mengalami transformasi lebih awal sehingga implantasi lebih sulit.

Mengentalkan lendir serviks sehingga menghambat penetrasi sperma.

Mengubah motilitas tuba sehingga transportasi sperma terganggu.

e. KB suntik progestin

1) Pengertian

KB suntik progestin adalah metode yang sangat efektif, aman dan

dapat digunakan oleh semua wanita dalam usia reproduksi. Dengan

metode ini, kembalinya kesuburan lebih lambat (rata-rata 4

bulan).Metode ini cocok untuk masa laktasi karena tidak menekan

produksi ASI (Bahiyatun, 2009: 87).

2) Cara kerja

Menurut Affandi (2013:MK-43) mencegah ovulasi, mengentalkan

lendir serviks sehingga menurunkan kemampuan penetrasi sperma,

menjadikan selaput lendir rahim tipis dan atrofi, menghambat

transportasi hamet oleh tuba. Menurut Manuaba (2012: 601)

menghalangi pengeluaran FSH dan LH sehingga tidak terjadi pelepasan

ovum, mengentalkan lendir serviks sehingga sulit ditembus

spermatozoa, menganggu peristaltik tuba falopi, sehingga konsepsi

dihambat, mengubah suasana endometrium sehingga tidak sempurna

untuk implantasi hasil konsepsi.

f. AKDR (alat kontrasepsi dalam rahim)

1) Pengertian

AKDR adalah bahan inner sintetik (dengan atau tanpa unsur

tambahan untuk sinergi efektifitas) dengan berbagai bentuk yang


246

dipasangkan ke dalam rahim untuk menghasilkan efek kontraseptik

(Saifuddin, 2006: 492). AKDR metode ini sangat efektif, reversible,

dan berjangka panjang, dapat dipakai oleh semua perempuan usia

reproduktif, tetapi tidak boleh dipakai oleh perempuan yang terpajan

infeksi menular seksual (Bahiyatun, 2009: 90).

2) Cara kerja

Menurut Affandi (2013: MK-69) cara kerja dari AKDR adalah

mengurangi sperma untuk masuk ke tuba falopi, endometrium

mengalami transformasi yang ireguler, epitel atrofi sehingga

menganggu implantasi, mencegah terjadinya pembuahan dengan

mengembok bersatunya ovum dengan sperma, menginaktifkan sperma.

g. Kontrasepsi mantap

1) Pengertian

Kontrasepsi mantap menurut Affandi (2013: MK-89) dibagi

menjadi dua yaitu tubektomi dan vasektomi. Tubektomi adalah metode

kontrasepsi untuk perempuan yang tidak ingin anak lagi, perlu prosedur

bedah untuk melakukan tubektomi sehingga diperlukan pemeriksaan

fisik dan pemeriksaan tambahan lainnya untuk memastikan apakah

seorang klien sesuai menggunakan metode ini atau tidak. Vasektomi

adalah kontrasepsi untuk laki-laki yang tidak ingin punya anak lagi.

2) Cara kerja

Cara kerja tubektomi dengan mengoklusi tuba falopi

(mengikat/memotong atau measang cincin) sehingga sperma tidak dapat

betemu dengan ovum. (Affandi, 2013: K- 89).


247

2.5.2 Pengkajian data

1. Pengkajian data

a. Data subyektif

1) Keluhan utama

Keluhan utama pada ibu pascasalin menurut Saifuddin (2013:U-8)

adalah:

a) Usia 20-35 tahun ingin menjarangkan kehamilan.

b) Usia >35 tahun tidak ingin hamil lagi

3) Riwayat kesehatan

a) Penggunaan kontrasepsi hormonal tidak diperbolehkan pada ibu

yang menderita kanker payudara atau riwayat kanker payudara,

diabetes mellitus disertai komplikasi, penyakit hati akut, jantung,

stroke (Affandi, 2013: MK-45).

b) Yang tidak diperbolehkan menggunakan KB implant adalah

perdarahan pervaginam yang belum jelas penyebabnya, riwayat

kanker, mioma uterus, gangguan toleransi gula (Saifuddin, 2010:

MK-54).

c) Perdarahan pervaginam yang tidak diketahui (sampai dapat

dievaluasi), infeksialat genetal (vaginitis, servisitis). Tiga bulan

terakhir sedang mengalami/sering menderita penyakit radang

panggul (PRP)/abortus septik, kelainan bawaan uterus yang

abnormal, penyakit trofoblas yang ganas, TBC pelvic, Kanker alat

genital (Affandi, 2013: MK-83)


248

4) Riwayat kebidanan

a) Haid

Penggunaan KB hormonal mempunyai efek pada pola haid

tetapi tergantung pada lama pemakaian. Perdarahan inter-menstrual

dan perdarahan bercak berkurang dengan berjalannya waktu.

Sedangkan kejadian amenorea bertambah besar (Hartanto, 2004:

169). Ketika ibu mulai mendapatkan haid lagi, itu pertanda ibu

sudah subur kembali dan harus segera mulai menggunakan KB lain

disamping MAL. Perdarahan sebelum 56 hari pasca persalinan

dapat diabaikan (Affandi, 2013: MK-4). Bagi ibu dengan riwayat

dismenorhea berat, jumlah darah haid yang banyak, haid yang

ireguler atau perdarahn bercak (spotting) tidak dianjurkan

menggunakan IUD (Hartanto, 2004: 209).

b) Kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu

Wanita yang abortus/keguguran dapat menggunakan KB

suntik ataupun setelah melahirkan dan menyusui. Tetapi jika

diketahui hamil atau perdarahan yang belum jelas dianjurkan tidak

memakai alat kontrasepsi KB suntik (Affandi, 2013: MK-43).

MAL memerlukan persiapan sejak perawatan kehamilan

agar segera menyusui dalam 30 menit pasca persalinan. MAL

dapat digunakan oleh ibu yang menyusui secara eksklusif, bayinya

berumur 6 bulan dan belum mendapatkan haid setelah melahirkan.

Ibu harus menyusui bayinya secara penuh dan On Demand. Bayi


249

menghisap secara langsung, menyusui di mulai dari setengah jam

sampai satu jam setelah bayi lahir. Kolostrum diberikan kepada

bayi. MAL dapat mengurangi perdarahan pasca persalinan.

(Affandi, 2013:MK 1-MK 4).

IUD tidak untuk ibu yang memiliki riwayat kehamilan

ektopik (Affandi, 2013: MK-83). IUD dapat diinsersikan segera

setelah melahirkan, selama 48 jam pertama, atau setelah 4 minggu

pasca persalinan dan 6 bulan setelah KB MAL (Affandi, 2013:

MK-85. IUD tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI

(Affandi, 2013: MK-75).

c) Riwayat KB

Ibu perlu metode kontrasepsi lain jika ibu sudah

mendapatkan haid lagi, tidak lagi menyusui bayinya secara

eksklusif, bayi sudah berumur 6 bulan. Suami/pasangan berisiko

tinggi terpapar Infeksi Menular Seksual, termasuk AIDS harus

memakai kondom ketika MAL (Affandi, 2013: MK-3).

Penggunaan KB hormonal (implan) dapat digunakan pada akseptor,

pasca penggunaan kontrasepsi jenis apapun (pil, suntik, IUD) tanpa

ada kontraindikasi dari masing-masing jenis kontrasepsi tersebut

(Hartanto, 2004: 168).

5) Pola kehidupan sehari-hari

a) Nutrisi
250

KB Hormonal (Implan, suntik, pil) merangsang pusat

pengendali nafsu makan dihipotalamus yang menyebabkan

akseptor makan lebih banyak daripada biasanya (Hartanto,

2004:171).

b) Eliminasi

Dilatasi ureter oleh pengaruh kontrasepsi hormonal

(progestin), sehingga timbul statis dan berkurangnya waktu

pengosongan kandung kencing karena relaksasi otot (Hartanto,

2004:124).

c) Istirahat dan tidur

Gangguan tidur yang dialami ibu karena harus menyusui On

Demand (menyusui setiap saat bayi membutuhkan ), sering

menyusui selama 24 jam termasuk di malam hari (Affandi,

2013:MK-4).

d) Kehidupan seksual

Pada penggunaan jangka panjang kontrasepsi hormonal dapat

menimbulkan kekeringan vagina, menurunkan libido (Saifudin,

2010:MK-41).

e) Keadaan psikologis

Menyusui dapat meningkatkan hubungan psikologi ibu dan

anak (Affandi, 2013:MK-2). Perubahan perasaan (mood) dan

kegelisahan (Affandi, 2013:MK-55). Beberapa klien malu untuk

membeli kondom di tempat umum (Affandi, 2013:MK-19).

f) Riwayat ketergantungan
251

Perokok dapat menggunakan kontasepsi suntikan progestin

begitu juga dengan ibu yang menggunakan obat untuk epilepsy

(fenitan dan berbiturat) atau obat tuberculosis (rifampisin)

(Affandi, 2013:MK-45).

b. Data Obyektif

1) Pemeriksaan Umum

a) Tanda-tanda vital

Tekanan darah untuk pengguna KB hormonal < 180/110

mmHg (Affandi, 2013: MK-45). Denyut nadi lebih dari 100/mnt

anjuran tidak menggunakan kontrasepsi nonhormonal (Affandi,

2006: MK-41). Suhu normal 36-37oC, pada akseptor IUD dengan

PID akan terjadi kenaikan suhu mencapai 38oC atau lebih

(Hartanto, 2004: 221).

b) Pemeriksaan antropometri

(1) Berat badan

Permasalahan berat badan merupakan efek samping

penggunaan kontrasepsi hormonal yaitu terjadi peningkatan

atau penurunan berat badan (Saifuddin, 2013: MK-50).

c) Pemeriksaan fisik

(1) Muka

Pada penggunaan KB hormonal agak lama akan timbul

flek-flek, jerawat pada pipi dan dahi, muka tidak sembab

(Affandi, 2013: MK-44). Hirsutisme (tumbuh rambut/bulu

berlebihan di daerah muka), tetapi sangat jarang terjadi

(Affandi, 2013: MK-52).


252

(2) Mata

Kontrasepsi hormonal dapat digunakan dengan

konjungtiva palpebra pucat (anemis), sklera putih (tidak

ikterus), pandangan mata tidak kabur (Saiffudin, 2010: MK-

55).

(3) Payudara

Keterbatasan pada penggunaan KB progestin dan

implant akan timbul nyeri pada payudara (Affandi, 2013: MK-

63). Terdapat benjolan/kanker payudara atau riwayat kanker

payudara tidak boleh menggunakan implan (Saifuddin, 2006:

MK-55).

(4) Abdomen

Peringatan khusus bagi pengguna implant bila disertai

nyeri perut bagian bawah yang hebat kemungkinan terjadi

kehamilan ektopik.Kram/nyeri perut bagian bawah, terutama

bila disertai dengan tidak enak badan, demam/mengigil perlu

dicurigai kemungkinan infeksi panggul. (Affandi, 2013: MK-

72)

(5) Genetalia

Dampak yang ditimbulkan dari penggunaan AKDR

diantaranya mengalami haid yang lebih lama dan banyak,

perdarahan (spotting) antar menstruasi, dan komplikasi lain

cairan vagina/dugaan penyakit radang panggul (Affandi, 2013:

MK-73).
253

(6) Ekstermitas

Pada pengguna implan, luka bekas insisi akan

mengeluarkan darah/nanah disertai dengan rasa nyeri pada

lengan (Saifuddin, 2006: MK-58). Ibu dengan varises di

tungkai maupun vulva dapat menggunakan AKDR (Affandi,

2013: MK-83).

2) Pemeriksaan khusus

a) Pemeriksaan dalam bimanual

Lakukan pemeriksaan dalam bimanual untuk menentukan

besar, bentuk, posisi, dan mobilitas uterus, serta untuk

menyingkirkan kemunhkinan-kemungkinan adanyan infeksi atau

keganasan dari organ-organ sekitarnya yang menjadi

kontraindikasi pemasangan IUD (Hartanto, 2004: 212).

b) Pemeriksaan sondage uterus

Ukuran rongga rahim kurang dari 5 cm merupakan

konntraindikasi pemasangan AKDR (Affandi, 2013:MK-83).

c. Analisa data

Menurut Kepmenkes (2007: 5) data yang telah diolah dianalisis. Bidan

melakukan analisis berdasarkan urutan sebagai berikut:

1) Mencari hubungan antara data atau fakta yang satu dengan lainnya

untuk mencari sebab dan akibat.

2) Mencantumkan masalah dan apa masalah utamanya.

3) Menentukan tingkat risiko masalah.


254

Hasil analisa data yang diperoleh pada pengkajian,

menginterpretasikannya logis untuk menegakkan diagnosa dan masaah

kebidanan yang tepat.

2. Diagnosa kebidanan

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No.

938/Menkes/SK/VIII/2007 tentang Standar Asuhan Kebidanan (2011: 5),

bidan menganalisa data yang diperoleh pada pengkajian menginterpretasikan

secara akurat dan logis untuk menegakkan diagnosa dan masalah kebidanan

yang tepat. Kriteria perumusan diagnosa dan atau masalah adalah sebagai

berikut:

1. Diagnosa sesuai dengan nomenklatur kebidanan

2. Masalah dirumuskan sesuai dengan kondisi klien

3. Dapat diselesaikan dengan Asuhan Kebidanan secara mandiri,

kolaborasi, dan rujukan.

Contoh diagnosa kebidananan pada calon peserta KB yaitu PAPIAH usia

1549 tahun, anak terkecil usia ......, calon peserta KB, belum ada pilihan,

tanpa kontraindikasi, keadaan umum baik/buruk, prognosa baik/buruk.

3. Perencanaan

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 938/Menkes/SK/VIII/2007

tentang Standar Asuhan Kebidanan (2011: 16), yaitu pendidikan kesehatan

(KIE) dan konseling, memberikan/ memasang alat kontrasepsi sesuai kondisi

dan pilihan klien.


255

Diagnosa : PAPIAH usia 1549 tahun, anak terkecil usia ......, calon peserta KB,

belum ada pilihan, tanpa kontraindikasi, keadaan umum

baik/buruk, prognosa baik/buruk

Tujuan : ibu mantap menggunakan KB yang sesuai dengan keinginan dan

kondisinya (Saifuddin, 2012: U-3)

Kriteria :

a. Ibu dapat memilih KB yang sesuai dengan keinginan dan kondisinya

b. Setelah dilakukan asuhan kebidanan, keadaan akseptor baik dan kooperatif

c. Ibu dapat menjelaskan kembali penjelasan yang diberikan petugas

d. Ibu menggunakan salah satu kontrasepsi

e. Efek samping alat kontrasepsi dapat diminimalisir

Intervensi secara promotif menurut Saifuddin (2012: U-3-U-4) adalah sebagai

berikut:

a. Promotif

1) Sapa dan salam kepada klien secara terbuka dan sopan

Rasional : meyakinkan klien dan membangun rasa percaya diri

(Saifuddin, 2010: U-3).

2) Tanyakan kepada klien informasi tentang dirinya (pengalaman KB,

kesehatan reproduksi, tujuan, kepentingan).

Rasional : dengan mengetahui informasi tentang diri klien dan

keinginan klien kita akan dapat membantu klien dalam menentukan

KB apa yang sesuai dengan klien (Saifuddin, 2010: U-3).

3) Jelaskan pada klien mengenai beberapa jenis kontrasepsi, meliputi

jenis, keuntungan, kerugian, efektifitas, indikasi dan kontraindikasi.


256

Rasional : menurut Notoatmodjo (2003: 165) pengetahuan

menentukan perilaku seseorang tentang kesehatan, sehingga setelah

diberikan penjelasan ibu dapat mempraktikkan perilaku cara memilih

alat kontrasepsi yang tepat untuk dirinya.

4) Bantulah klien menentukan pilihannya.

Rasional : klien akan mampu memilih alat kontrasepsi yang sesuai

dengan keadaan dan kebutuhannya (Saifuddin, 2010: U-4)

5) Diskusikan pilihan tersebut dengan pasangan klien.

Rasional : penggunaan alat kontrasepsi merupakan kesepakatan dari

pasangan usia subur sehingga perlu dukungan dari pasangan klien.

6) Jelaskan secara lengkap bagaimana menggunakan kontrasepsi

pilihannya.

Rasional: menurut Notoatmodjo (2003: 165) pengetahuan menentukan

perilaku seseorang tentang kesehatan, sehingga setelah diberikan

penjelasan ibu dapat mempraktikkan perilaku cara mengatasi

kontrasepsi.

7) Jelaskan secara lengkap bagaimana pelaksanaan alat kontrasepsi

Rasional : menurut Notoatmodjo (2003: 165) pengetahuan

menentukan perilaku seseorang tentang kesehatan, sehingga setelah

diberikan penjelasan ibu dapat mempraktikkan perilaku bagaimana

cara pelaksanaan alat kontrasepsi dengan tepat.

Rasional : MAL sebagai alat kontrasepsi bila menyusui secara penuh,

belum haid, dan umur bayi kurang dari 6 bulan. Kondom dipasang
257

pada penis saat hubungan seksual. Suntikan progestin dapat digunakan

setiap saat selama siklus haid, asal ibu tidak hamil. Implan adalah

kontrasepsi bawah kulit dengan cara kerja menghambat kemampuan

sperma masuk ke tuba fallopii. AKDR adalah kontrasepsi yang

dipasang di dalam rahim dengan teknik with drawal (Saifuddin, 2010:

MK-1, MK-17, MK-42-75).

8) Berikan pelayanan KB

Rasional: Klien mendapatkan pelayanan KB yang sesuai dengan

keadaannya.

9) Pesankan pada ibu untuk melakukan kunjungan ulang.

Rasional : kunjungan ulang digunakan untuk memantau keadaan ibu

dan mendeteksi dini bila terjadi komplikasi atau masalah selama

penggunaan alat kotrasepsi (Saifuddin, 2010: U-4).

b. Kuratif

10) Lakukan rujukan apabila terdapat masalah/komplikasi.

Rasional : memberikan asuhan kebidanan pada ibu dengan risiko

tinggi dan pertolongan pertama pada kegawatdaruratan (Sofyan, 2008:

117).

Masalah pada penggunaan alat kontrasepsi :

(a) Masalah I: Amenorhea (suntik progestin)

Tujuan : Setelah diberikan asuhan, ibu tidak mengalami

komplikasi lebih lanjut (Saifuddin, 2010: MK- 47):

Kriteria : Ibu bisa beradaptasi dengan keadaanya

Intervensi menurut Saifuddin (2010: MK- 47):


258

(1) Kaji pengetahuan pasien tentang amenorrhea.

(2) Rasional: Mengetahui tingkat pengetahuan pasien.

(3) Pastikan ibu tidak hamil dan jelaskan bahwa darah haid

tidak terkumpul di dalam rahim.

(4) Rasional: Ibu dapat merasa tenang dengan keadaan

kondisinya.

(5) Bila terjadi kehamilan hentikan penggunaan KB, bila

kehamilan ektopik segera rujuk.

(6) Rasional: Penggunaan KB pada kehamilan dapat

mempengaruhi kehamilan dan kehamilan ektopik lebih

besar pada pengguna KB.

(b) Masalah II: Perdarahan bercak/spotting (suntik progestin)

Tujuan : Setelah diberikan asuhan, ibu mampu beradaptasi

dengan keadaannya (Saifuddin, 2010: MK-47)

Kriteria : Keluhan ibu terhadap masalah bercak/spotting

berkurang

Intervensi menurut Saifuddin (2010: MK-47) adalah:

(1) Jelaskan bahwa perdarahan ringan sering dijumpai, tetapi

hal ini bukanlah masalah.

Rasional: Klien mampu mengerti dan memahami

kondisinya bahwa efek menggunakan KB hormonal adalah

terjadinya perdarahan bercak/spotting.


259

(2) Bila klien tidak dapat menerima perdarahan dan tidak ingin

melanjutkan kontrasepsi dapat diganti dengan kontrasepsi

lainnya.

Rasional: Klien mengerti dan memahami kontrasepsi yang

akan digunakan.

(c) Masalah III :Peningkatan/penurunan berat badan (suntik

progestin)

Tujuan : Ibu bisa beradaptasi dengan alat kontrasepsi yang

digunakan (Saifuddin, 2010: MK-47)

Kriteria : Kenaikan berat badan tidak berlebihan

Intervensi menurut Saifuddin (2010: MK-47MK-48)

(1) Informasikan bahwa kenaikan/penurunan berat badan

sebanyak 12 kg dapat terjadi. Perhatikan diet klien. Bila

berat badan berlebihan, hentikan suntikan dan anjurkan

metode kontrasepsi lain.

(d) Masalah IV : Ekspulsi (implan)

Tujuan :Setelah dilakukan pemasangan tidak ada keluhan

(Saifuddin, 2010: MK-58)

Kriteria : Implan yang sudah terpasang tidak lepas

Intervensi menurut Saifuddin (2010: MK-58MK-59):

(1) Cabut kapsul yang ekspulsi, periksa apakah kapsul yang

lain masih di tempat dan apakah ada tanda-tanda infeksi

daerah insersi. Bila tidak ada infeksi dan kapsul lain masih

berada pada tempatnya, pasang kapsul baru 1 buah pada


260

tempat insersi yang berbeda. Bila ada infeksi, cabut seluruh

kapsul yang ada dan pasang kapsul baru pada lengan yang

lain, atau anjurkan klien menggunakan metode kontrasepsi

lain.

(e) Masalah V: Infeksi pada daerah insersi (implan)

Tujuan : Setelah dilakukan pemasangan implan, tidak ada

masalah (Saifuddin, 2010: MK-58)

Kriteria :

(1) Daerah insisi tidak ada tanda infeksi

(2) Tidak ada kemerahan dan tidak ada nanah

Intervensi menurut Saifuddin (2010: MK-58MK-59):

(1) Penanganan: Bila terdapat infeksi tanpa nanah, bersihkan

dengan sabun dan air, atau antiseptik. Berikan antibiotik

yang sesuai untuk 7 hari. Implan jangan dilepas dan klien

diminta kembali 1 minggu. Bila tidak membaik, cabut

implan dan pasang yang baru pada sisi lengan yang lain

atau cari metode kontrasepsi lain. Bila ditemukan abses,

bersihkan dengan antiseptik, insisi dan alirkan pus keluar,

cabut implan, lakukan perawatan luka dan berikan

antibiotik oral 7 hari.

(f) Masalah VI : Kejang (AKDR)

Tujuan :Alat kontrasepsi yang digunakan tidak menimbulkan

komplikasi (Saifuddin, 2009: MK-79)


261

Kriteria : Ibu mampu beradaptasi dengan KB IUD

yang digunakan

Intervensi menurut Saifuddin (2009: MK-79):

(1) Pastikan dan tegaskan adanya PRP dan penyebab lain dari

kekejangan. Tanggulangi penyebabnya bila ditemukan. Bila

tidak ditemukan penyebabnya, beri analgesik untuk sedikit

meringankan. Bila klien mengalami kejang berat, lepaskan

IUD dan bantu klien menentukan metode kontrasepsi yang

lain.

(g) Masalah VII: Perdarahan pervaginam yang hebat (AKDR)

Tujuan :Setelah diberikan asuhan, ibu tidak mengalami

komplikasi penggunaan KB (Saifuddin, 2010: MK-

79)

Kriteria :Perdarahan berkurang dan ibu tidak khawatir

dengan kondisinya

Intervensi menurut Saifuddin (2010: MK-79):

(1) Pastikan dan tegaskan adanya infeksi pelvik dan kehamilan

ektopik

Rasional: Tanda dari kehamilan ektopik dan infeksi pelvik

adalah berupa perdarahan yang banyak.

(2) Berikan terapi ibuprofen (800 mg, 3 kali sehari selama 1

minggu) untuk mengurangi perdarahan dan berikan tablet

besi (1 tablet setiap hari selama 1-3 bulan).


262

Rasional: Terapi ibuprofen dapat membantu mengurangi

nyeri dan karena perdarahan yang banyak maka diperlukan

tablet tambah darah.

(3) Lepaskan AKDR jika klien menghendaki.

Rasional: Perdarahan yang banyak merupakan komplikasi

dari penggunaan AKDR.

4. Pelaksanaan sesuai standar Kepmenkes No 938/MENKES/SK/VIII/2007

5. Evaluasi secara sistematis dan berkesinambungan untuk melihat keefektifan

dari asuhan yang sudah diberikan. Hasil evaluasi segera dicatat dan

dikomunikasikan pada klien atau keluarga. Hasil evaluasi harus

ditindaklanjuti sesuai dengan kondisi klien

6. Evaluasi ditulis dalam bentuk catatan perkembangan SOAP

(Tanda tangan dan nama terang )


263

BAB 3

TINJAUAN KASUS

Pada bab ini penulis akan menguraikan asuhan kebidanan pada Ny. R

mulai masa hamil, bersalin, nifas, neonatus dan KB paskasalin sebagai berikut:

3.1 Asuhan Kebidanan pada Kehamilan

3.1.1 Pengumpulan Data

Langkah pertama adalah mengumpulkan semua informasi kondisi klien.

Tanggal Pengkajian : 21-04-2016, Pukul 16.00 WIB

Tempat Pengkajian : BPM Ny. T Wilayah Magetan

1. Data Subyektif

a. Biodata

Nama : Ny. R Tn. E

Umur : 21 tahun 24 tahun

Agama : Islam Islam

Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia Jawa/Indonesia

Pendidikan : SD SMU

Pekerjaan : IRT Swasta (Proyek jalan)

Penghasilan - 1.500.000/bulan

Umur menikah : 19 tahun 22 tahun

Berapa kali menikah : 1kali 1 kali

Lama menikah : 2 tahun 2 tahun

Alamat :Banyudono RT X RW X
264

b. Keluhan Utama

Datang ke bidan ingin memeriksakan kehamilanya.

c. Riwayat Kesehatan

1) Riwayat Kesehatan Dahulu dan Sekarang

Ibu dalam keadaan sehat, tidak pernah menderita penyakit dengan

gejala batuk lama, BB menurun, hilang nafsu makan, berkeringat malam

hari (TBC), banyak makan, banyak minum, sering kencing (DM), nyeri

perut sebelah kanan, kuning pada kulit/anggota badan (hepatitis),

berkeringat berlebihan di telapak tangan dan jantung berdebar-debar

(jantung) dan tekanan darah tinggi (hipertensi), tidak pernah mengalami

sesak nafas berbunyi (asma), tidak mempunyai penyakit dengan gejala daya

tahan tubuh menurun, mudah jatuh sakit (HIV/AIDS), darah sukar

membeku bila terluka (Hemofilia), influenza, malaise, demam, adanya ruam

kulit dan pembesaran kelenjar getah bening, nyeri pada kelenjar limfe yang

membesar, dapat disertai pneumonia, keputihan, terdapat gelembung-

gelembung di daerah alat kelamin (TORCH)., mengalami/merasa lemah,

letih, lesu, lunglai, lemas (anemia). Tidak pernah keputihan yang gatal dan

berbau, tidak nyeri saat BAK (PMS), ibu tidak pernah MRS, tidak pernah

menjalani operasi apapun.

2) Riwayat kesehatan Keluarga

Pihak ibu dan suami tidak menderita penyakit menurun (DM,

Jantung, Asma, Hemofili dan Hipertensi), keluarga yang tinggal serumah

dengan ibu tidak menderita penyakit menular (TBC, HIV/AIDS, IMS dan

Hepatitis), penyakit menahun dan tidak mempunyai riwayat keturunan

kembar.
265

d. Riwayat Kebidanan

1) Haid

Haid pertama kali umur 12 tahun, siklus haid 28-30 hari, lamanya

6-7 hari. Pada hari pertama dan kedua ganti pembalut 3-4 x sehari,

selanjutnya ganti pembalut 2x sehari sampai haid hari terakhir, konsistensi

encer, sedikit gumpalan, berwarna merah segar, tidak mengalami nyeri haid.

Setelah haid ibu mengalami keputihan + 2-3 hari warna putih bening,

konsistensi encer, tidak berbau dan tidak gatal. HPHT = 09-08-2015, HPL

berdasarkan perhitungan bidan tanggal 16-05-2016. HPL berdasarkan hasil

USG 15-05-2016.

2) Kehamilan Sekarang

Selama ini tidak pernah mengalami keguguran. Hamil anak

pertama usia kehamilan 9 bulan. Tau hamil ketika terlambat haid satu bulan

dan dicek sendiri hasilnya positif kemudian ibu memeriksakan kehamilanya

di bidan.

Trimester I: pada usia kehamilan 6-7 minggu ibu periksa ke bidan

mengalami keluhan mual dan pusing yang ringan. Mendapat vitamin B6

X/1x1, Anelat X/1x1 dan Calcifar X/1x1. Ibu mengkonsumsi obat secara

rutin sampai habis sesuai aturan. Mendapat penyuluhan tentang nutrisi

makan sedikit tetapi sering. Ibu melaksanakan anjuran bidan dirumah.

Periksa kedua di bidan pada usia kehamilan 11 minggu mengeluh pusing

ringan tidak sampai mengganggu aktifitas. Mendapat vitamin B6 X/1x1,

Anelat X/1x1 dan Calcifar X/1x1. Ibu melaksanakan anjuran bidan. Ibu
266

mengkonsumsi obat secara rutin sampai habis sesuai aturan. Mendapat

anjuran untuk cek lab.

Trimester II: pada usia kehamilan 4 bulan ibu periksa ke bidan

tidak ada keluhan. Ibu pertama kali merasakan gerakan janin saat usia

kehamilan 5 bulan. Ibu mengalami batuk pilek saat usia kehamilan 6, 7 dan

8 bulan periksa ke bidan mendapatkan obat Anelat XX/1x1, Calcifar X/1x1,

Fondazen X/1x1. Obat diminum habis sesuai aturan. Mendapatkan

penyuluhan tentang istirahat yang cukup, diit nutrisi dan senam hamil. Ibu

melaksanakan anjuran bidan dirumah. Ibu USG 1 kali saat trimester 2 pada

usia kehamilan 25-26 minggu. Hasilnya normal tidak ada kelainan.

Trimester III: Pada usia kehamilan 29-30 dan 32-33 minggu ibu

mengeluh gigi dan kakinya terkadang kemeng, mendapat obat fondazen

X/1x1 dan Calcifar X/1x1. Mendapatkan anjuran untuk ANC terpadu. Pada

usia kehamilan 34 minggu ibu ANC terpadu di puskesmas ngariboyo

mendapatkan obat Fe XX/1x1 dan Kalk X/1x1. Mendapat anjuran istirahat

yang cukup. Pada usia kehamilan 37-38 minggu mengeluh sering BAK.

Tidak mendapatkan obat karena obat dari ANC terpadu dan dari dokter

masih tablet tambah darah sisa 7 tablet, Mendapatkan penyuluhan tentang

P4K, olahraga dan tanda persalinan. Usia kehamilan 39-40 minggu periksa

dibidan mengeluh bengkak pada yang apabila dibuat istirahat bengkak

berangsur-angsur menghilang. Mendapatkan obat neurodex X/1x1.

Mendapatkan penyuluhan tentang diit nutrisi, tanda bahaya pada kehamilan

dan jalan-jalan pagi. Ibu mengeluh kenceng-kenceng yang hilang timbul,

ibu tidak pernah menghitung gerakan janinnya. mendapatkan terapi caviplex


267

X/1x1. Obat diminum sesuai anjuran bidan. Mendapatkan anjuran untuk

USG. Saat trimester III ibu melakukan USG sebanyak 2 kali saat usia

kehamilan 36-37 minggu dan 40-41 minggu hasilnya normal.

3) Keluarga Berencana

Ibu belum pernah menggunakan alat kontrasepsi dan setelah

kelahiran anaknya yang pertama ibu belum mempunyai rencana

menggunakan alat kontrasepsi pasca salin.

e. Pola kebiasaan sehari-hari

1) Nutrisi

Sebelum hamil : Makan teratur, 3x sehari dengan komposisi nasi, sayur,

lauk, dan buah, minum 9-10 gelas/hari.

Selama hamil : Saat hamil muda ibu makan dengan porsi lebih sedikit

daripada biasanya karena mual, porsi makan mulai meningkat saat usia

kehamilan menginjak 4 bulan. dengan komposisi nasi, sayur, lauk (protein

hewani biasanya 2-3 hari sekali), buah-buahan (papaya, pisang, jeruk), tidak

ada pantangan, minum 10-12 gelas/hari, Ibu minum susu ibu hamil 1 gelas

per hari sejak usia kehamilan 2 bulan, cara membuatnya dengan air panas

dicampur air dingin lalu ditambahkan susu sesuai takaran tidak minum susu

untuk ibu hamil sejak usia kehamilan 8 bulan.

2) Eliminasi

Sebelum hamil: BAB teratur 1 x sehari, konsistensi lunak, warna kuning,

tidak ada keluhan BAB. BAK 6-8 kali sehari, warna kuning jernih, tidak ada

keluhan BAK.
268

Selama hamil : BAB teratur 1 x sehari, konsistensi lunak, warna kuning,

tidak ada keluhan BAB. BAK 9-10 kali sehari, urine warna kuning jernih,

ibu mengeluh sering BAK namun tidak sampai mengganggu aktifitas ibu.

3) Istirahat

Sebelum hamil : Ibu tidur siang 1 jam dan tidur malam 7-8 jam

Selama hamil : Ibu tidur siang 1-2 jam, tidur malam 7-8 jam sering

terbangun karena BAK. Saat tidur terbangun 2-3x karena BAK. Setelah

BAK ibu dapat langsung tidur kembali.

4) Aktifitas

Sebelum hamil : Ibu melakukan pekerjaan ibu rumah tangga seperti IRT

pada umumnya, seperti mencuci, menjemur, menyetrika, memasak dan

mengepel dilakukan ibu sendiri terkadang dibantu oleh ibunya.

Selama hamil : Ibu melakukan pekerjaan ibu rumah tangga seperti IRT

pada umumnya. Ibu tidak pernah mengangkat benda berat. Ibu melakukan

senam 2-3 hari sekali mulai usia kehamilan 34 minggu tidak mengalami

keluhan baik selama ataupun sesudah melakukan senam hamil. Ibu rutin

jalan-jalan pagi 10-15 menit sehari. Saat jalan-jalan pagi tidak ada keluhan.

5) Personal Hygiene

Sebelum hamil : Mandi 2 kali sehari, keramas 2 hari sekali, menggosok

gigi setiap kali mandi dan sebelum tidur, genetalia dibersihkan setiap kali

BAB dan BAK dari arah depan ke belakang, pakaian dan pakaian dalam

setiap habis mandi ganti atau saat merasa basah atau lembab.

Selama hamil : Mandi 2 kali sehari, keramas 2 hari sekali, menggosok

gigi setiap kali mandi dan sebelum tidur, ibu biasanya membersihkan puting
269

susu dengan baby oil setiap sebelum mandi, genetalia dibersihkan setiap kali

BAB dan BAK dari arah depan ke belakang, ganti pakaian dalam setiap

habis mandi atau saat merasa tidak nyaman. Ganti celana dalam tiap kali

BAK atau merasa lembab.

6) Rekreasi

Sebelum hamil: Biasanya menonton TV bersama keluarga, berkunjung ke

rumah saudara atau tetangga dan jalan-jalan disekitar

Selama hamil: Biasanya menonton TV brersama keluarga untuk mengisi

waktu luang dan jalan-jalan disekitar rumah terkadang berkunjung ke rumah

saudara naik motor, tidak ada keluhan.

f. Riwayat Ketergantungan

Dalam satu rumah Ibu, suami dan orang tua dari tidak ada riwayat

ketergantungan terhadap makanan tertentu, rokok, minuman beralkohol dan

obat-obatan tertentu. Orang tua (ayah) merokok tetapi saat merokok menjauh

dari ibu.

g. Hubungan seksual

Ibu melakukan hubungan seksual 2-3 kali dalam satu bulan karena suami

berkerja di luar daerah.

h. Latar belakang sosial budaya

Ibu tidak pernah pijat ke dukun pada bagian perut selama hamil, Ibu tidak

pernah minum jamu selama hamil. Di keluarga masih ada kebiasaan selamatan.

i. Psikososial dan spiritual

Ibu tinggal bersama suami dan orang tua dari ibu, seluruh keluarga sangat

mendukung atas kehamilannya, hamil dinantikan dan diinginkan oleh ibu,


270

suami dan keluarga, berharap baik ibu maupun bayinya dapat lahir dengan

selamat. Ibu sudah mempersiapkan diri, mental dan ekonomi dalam

menghadapi persalinanya nanti. Mempersiapkan diri mengkonsumsi makanan

yang bergizi untuk persiapan persalinanya nanti, ibu sudah merasakan

kenceng-kenceng meskipun jarang, perasanya bahagia karena bayi yang

ditunggu-tunggu tidak lama lagi akan lahir dan sedikit merasa cemas karena

belum pernah mengalami proses persalinan. Ibu belum mempunyai

pengalaman saat hamil, tetapi ibu selalu mendapat dukungan oleh keluarganya

dan tak segan-segan ibu selalu bertanya ke bidan jika ada keluhan. Ibu sudah

merencanakan persiapan persalinannya dengan penolong persalinan dan tempat

persalinan di BPM Ny T Wilayah Kab. Magetan.

2. Data Obyektif

a. Kesadaran : composmentis

b. TTV

TD : 130/80 mmHg

N : 86 x/menit

S : 36,5 C

R : 20 x/menit

c. Antropometri

TB : 152 cm

BB sebelum hamil : 54 kg

BB periksa terakhir : 62,5 kg (24-03-2016)

BB sekarang : 64 kg

LILA : 25 cm
54
IMT : (1,52) 2 = 23,37 (kategori berat badan normal)
271

d. Pemeriksaan fisik

Muka Tidak odema, tidak ada kloasma gravidarum

Mata Simetris, sklera putih, konjungtiva palpebra merah

muda, kelopak mata tidak oedem. Pandangan

tidak kabur.

Mulut dan gigi Bibir lembab, tidak ada stomatitis, gusi bersih,

tidak ada epulis, lidah bersih, jumlah gigi 32, tidak

ada caries, tidak ada gigi berlubang.

Leher Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid dan vena

jugularis, tidak ada pembesaran kelenjar limfe

Thorax Pernafasan teratur, tidak ada ronchi maupun

whezing, irama jantung teratur.

Payudara Simetris, tidak ada benjolan abnormal, areola

bersih terdapat hiperpigmentasi, puting bersih

menonjol, kolostrum payudara kanan dan kiri

sudah keluar

Abdomen Pembesaran perut sesuai usia kehamilan,

membujur, tidak mengkilat, terdapat linea nigra,

tidak ada bekas operasi caesar, pusar ibu datar,

saat terlihat gerakan janin ibu tidak terlihat nyeri

saat palpasi tidak ada nyeri tekan, teraba fleksi,

intrauterine.

Genetalia Bersih, tidak ada condiloma akuminata dan

condiloma matalata, tidak ada fluor albus, tidak


272

odeme, tidak ada varises, tidak ada pembesaran

maupun nyeri tekan pada kelenjar bartolini

maupun scene.

Anus Bersih, tidak ada hemoroid

Ekstremitas Atas : Simetris, tidak odema, fungsi baik

Bawah: Simetris, tidak ada oedem dan varises,

reflek patela kanan dan kiri positif, fungsi baik

e. Pemeriksaan Khusus

1) Palpasi

Leopold I : xipoideus, pada fundus


TFU 3 jari bawah prosesus

teraba bagian lunak, kurang bulat, dan tidak

melenting

Leopold II :
Pada perut bagian kanan teraba bagian keras

memanjang seperti papan. Pada perut sebelah kiri

teraba bagian kecil janin

Leopold III :
Pada bagian terendah teraba bagian keras tidak

dapat digoyangkan

Leopold IV Sejajar :

2) TFU Mc Donald = 33 cm

3) TBJ = (33-11) x 155 = 3410 gram


273

4) Auskultasi

DJJ terdengar tunggal, (+) 144 x/menit (12-12-12) teratur, keras dan

kuat, punctum maksimum 2 jari kanan bawah pusat, tidak terdengar DJJ

di tempat lain.

5) Ukuran panggul luar

Distansia Spinarum : 24 cm

Distansia Kristarum : 26 cm

Boudelogue : 19 cm

Lingkar panggul : 98 cm

6) Pemeriksaan laboratorium oleh puskesmas Ngariboyo tanggal 31-03-

2016:

Hb: 12,7 gr%

Golongan darah: B

Pemeriksaan Lab oleh mahasiswa tanggal 21-04-2016:

Protein urin: ( - ) /Negative

Reduksi urin: ( - )/Negative

7) Skor Poedji Rochyati

2 skor awal, kategori kehamilan resiko rendah (KRR).

3. Analisis Data

Diagnosa Masalah Data dasar

G1P00000, umur kehamilan DS :


36-37 minggu, janin Ini kehamilan yang pertama dengan
tunggal, hidup, intrauterin, usia kehamilan 9 bulan. HPHT = 09-
situs bujur, habitus fleksi, 08-2015, HPL = 16-05-2016.
posisi puka, presentasi Sisa tablet tambah darah sisa 7 tablet.
kepala, kepala masuk PAP, DO : Kesadaran composmentis
274

kesan jalan lahir normal, R : 20 x/mnt, N : 86x/menit,


kehamilan resiko rendah, S : 36,5C, TD: 130/80 mmHg
KU ibu dan janin baik TB: 152cm, BB: 64 kg,
54
IMT 2 = 23,37 (kategori berat
(1,52)
badan normal).
Muka tidak odema, sklera putih,
konjungtiva palpebra merah muda,
kelopak mata tidak oedem dan
pandangan tidak kabur.
Payudara simetris, tidak ada benjolan
abnormal, puting bersih menonjol,
kolostrum payudara kanan dan kiri
sudah keluar
Pembesaran perut sesuai usia
kehamilan, membujur, tidak
mengkilat, tidak ada bekas operasi
caesar, pusat datar, saat terlihat
gerakan janin ibu tidak terlihat nyeri,
saat palpasi tidak ada nyeri tekan,
teraba fleksi, intrauterine.
Genetalia berih, tidak ada fluor albus,
odeme dan varises, tidak ada
pembesaran maupun nyeri tekan pada
kelenjar bartolini dan scene
Anus tidak ada hemoroid
Ekstremitas atas-bawah tidak odema,
reflek patella kanan dan kiri positif
TFU Mc Donald : 33 cm TBJ : 3410
gram
Palpasi abdomen: Leopold 1: TFU 3
jari bawah px, bokong, Leopold II:
punggung kanan, Leopold III:
presentasi kepala, masuk PAP,
Leopold IV: sejajar
DJJ terdengar tunggal, (+) 144
x/menit (12-12-12) teratur, keras dan
kuat, punctum maksimum 2 jari kanan
bawah pusat
Skor Poedji Rochyati 2 skor awal
275

masuk kategori KRR


Distansia spinarum: 24 cm, distansia
kristarum: 26, boudelogue: 19 cm,
Lingkar panggul 98 cm
Pemeriksaan Lab puskesmas
Ngariboyo tanggal 31-03-2016 Hb:
12,7 gr%, Golongan darah: B
Pemeriksaan Lab oleh mahasiswa
tanggal 21-04-2016: Protein urin: ( - )
/Negative, Reduksi urin: ( - )/Negative

Sering BAK DS: BAK 9-10 kali sehari, tidak


mengganggu aktifitas. Dapat
langsung tertidur kembali setelah
BAK
Ibu minum air putih 10-12 gelas per
hari

3.1.2 Diagnosa Kebidanan

G1P00000, umur kehamilan 36-37 minggu, janin tunggal, hidup, intrauterin, situs

bujur, habitus fleksi, posisi puka, presentasi kepala, kepala masuk PAP, kesan

jalan lahir normal, kehamilan resiko rendah, KU ibu dan janin baik. Prognosa

baik.

3.1.3 Perencanaan

Tanggal : 21-04-2016, Pukul: 06.10 WIB

1. Tujuan :a)Ibu dan bayi sehat sejahtera

b)Kehamilan dapat berlangsung normal dan dapat lahir pervaginam

c)Ibu mampu beradaptasi dengan perubahan yang terjadi pada

kehamilan trimester III.

2. Kriteria: a)Keadaan ibu baik, kesadaran composmentis

b)Ibu bisa mengatur konsumsi cairan pola minum

c)Ibu menghindari konsumsi minuman yang mengandung diuretik


276

d) Tanda-tanda vital dalam batas normal :

Penambahan berat badan 0,5 kg/ minggu

TD : 100/70-130/90 mmHg

N : 76-88 x/menit

S : 36,5 37,5C

e) RR : 16-24 x/menit Keadaan janin baik

TFU usia kehamilan 37-40 minggu pertengahan px dan pusat,

situs bujur, habitus fleksi dan presentasi kepala, DJJ 120-160

x/menit, kuat, irama teratur, TBJ 3300-4000 gram dan gerakan

janin 2 kali dalam 10 menit. Aterm 39-40 minggu.

3. Intervensi :

a. Jelaskan pada ibu tentang hasil pemeriksaan dengan komunikasi

terapeutik.

Rasional: pengetahuan tentang kondisi dirinya akan mengubah cara

pandang klien terhadap dirinya sehingga dapat memutuskan tindakan

apa yang akan dilakukan

b. Jelaskan penyebab terjadinya sering BAK.

Rasional: membantu klien memahami alasan fisiologis dari frekuensi

berkemih. Pembesaran uterus trimester III menurunkan kapasitas

kandung kemih, mengakibatkan sering berkemih

c. Hindari minum-minuman kopi dan teh.

Rasional: kopi dan teh mengandung diuretik alamiah (tannin) yang akan

menambah frekuensi berkemih, sehingga mengakibatkan

dehidrasi/hipovolemia berat
277

d. Kurangi asupan cairan pada malam hari

Rasional: ginjal berespon terhadap penurunan curah jantung dengan

mereabsorbsi natrium dan cairan, output urine biasanya menurun

selama 3 hari karena perpindahan cairan ke jaringan tetapi dapat

meningkat pada malam hari sehingga cairan berpindah kembali ke

sirkulasi bila klien tidur

e. Anjurkan ibu untuk banyak minum di siang hari.

Rasional: mempertahankan tingkat cairan dan perfusi ginjal

f. Diskusikan tentang pemenuhan nutrisi seimbang yang berkualitas

Rasional: Pemenuhan nutrisi yang berkualitas guna persiapan energi

saat persalinan.

g. Diskusikan dengan ibu tentang kebutuhan dasar ibu hamil trimester III,

meliputi eliminasi, istirahat dan tidur, personal hygiene, aktivitas,

hubungan seksual, perawatan payudara, dan senam hamil.

Rasional: pengetahuan tentang kebutuhan dasar ibu hamil trimester III,

akan mengubah cara pandang klien mengenai dirinya sehingga dapat

memutuskan tindakan apa yang akan dilakukan

h. Jelaskan tentang ketidaknyamanan dan masalah yang mungkin timbul

pada ibu hamil trimester III.

Rasional: pengetahuan tentang ketidaknyamanan dan masalah yang

mungkin timbul pada ibu hamil trimester III, akan menambah

pengetahuan klien mengenai dirinya sehingga mampu mengambil

keputusan apa yang akan dilakukan


278

i. Jelaskan pada ibu tentang tanda bahaya kehamilan trimester III.

Rasional: pengetahuan tentang tanda bahaya kehamilan trimester III,

akan mengubah cara pandang klien mengenai dirinya sehingga dapat

memutuskan tindakan apa yang akan dilakukan

j. Jelaskan pada ibu tentang persiapan persalinan (P4K).

Rasional: adanya rencana persalinan akan mengurangi kebingungan,

kekacauan pada saat persalinan dan meningkatkan kemungkinan bahwa

ibu akan menerima asuhan yang sesuai dan tepat waktu serta

identifikasi kebutuhan untuk antisipasi keadaan darurat

k. Jelaskan tentang ciri-ciri his palsu dan his persalinan

Rasional: pengetahuan tentang his palsu dan his persalinan akan

mengubah cara pandang klien mengenai dirinya sehingga dapat

memutuskan tindakan apa yang akan dilakukan

l. Jelaskan pada ibu tentang persalinan meliputi tanda-tanda persalinan,

cara kerja persalinan, tanda bahaya persalinan, episiotomi, cara

mengejan yang benar.

Rasional: mengidentifikasi kebutuhan yang harus dipersiapkan untuk

mempersiapkan persalinan dan kemungkinan keadaan darurat serta ibu

segera datang pada fasilitas pelayanan kesehatan

m. Jelaskan mengenai perawatan payudara meliputi pengertian, cara,

waktu pelaksanaan, alat dan bahan.

Rasional: Perawatan payudara selama kehamilan bermanfaat untuk

persiapan masa latasi


279

n. Pesankan pada ibu untuk kontrol ulang sesuai jadwal (1 minggu lagi)

atau sewaktu-waktu bila ada keluhan.

Rasional: kunjungan ulang dilakukan untuk mendeteksi adanya

komplikasi kehamilan, persiapan kelahiran dan kesiapan menghadapi

kegawatdaruratan.

o. Beri suplemen zat besi satu hari sekali

Rasional: Fe merupakan mineral yang dapat menstimulasi pembentukan

sel darah merah, yang berperan sebagai komponen pembantu mioglobin

dalam mengirimkan oksigen ke otot (Jordan, 2004: 277).

3.1.4 Pelaksanaan

Tanggal : 21 April 2015, Pukul 16.30 WIB

Diagnosa: G1P00000, umur kehamilan 36-37 minggu, janin tunggal, hidup,

intrauterin, situs bujur, habitus fleksi, posisi puka, presentasi kepala, kepala

masuk PAP, kesan jalan lahir normal, kehamilan resiko rendah, KU ibu dan

janin baik. Prognosa baik.

1. Menjelaskan pada ibu tentang hasil pemeriksaan kehamilan bahwa keadaan

ibu dan janin baik.

2. Menjelaskan penyebab terjadinya sering BAK.

3. Menganjurkan mengindari minum-minuman kopi dan teh.

4. Kurangi asupan cairan pada malam hari

5. Anjurkan ibu untuk banyak minum di siang hari.

6. Mendiskusikan ulang kebutuhan dasar ibu hamil meliputi nutrisi , eliminasi,

istirahat/ tidur, aktivitas, personal Hygiene, seksual, dan mengajarkan

perawatan payudara
280

7. Mendiskusikan ketidaknyamanan ibu hamil trimester III meliputi edema

dependen, hemoroid, konstipasi, kram pada kaki, nyeri punggung, varises

dan cara mengatasinya (SAP dan leaflet terlampir).

8. Mendiskusikan ulang tentang tanda-tanda bahaya kehamilan trimester III

meliputi perdarahan pervaginam, bengkak pada muka atau tangan, air

ketuban keluar sebelum waktunya, sakit kepala yang hebat, gerakan bayi

berkurang, atau tidak bergerak, nyeri abdomen yang hebat dan masalah

visual (SAP dan leaflet terlampir).

9. Mengingatkan kembali mengenai tanda-tanda persalinan yaitu timbulnya his

persalinan yang adekuat minimal 2-3 kali dalam 10 menit, keluarnya lendir

bercampur darah dari jalan lahir (blood show), keluarnya cairan banyak

tiba-tiba dari jalan lahir (SAP dan leaflet terlampir).

10. Mengingatkan kembali pada ibu mengenai P4K, meliputi penolong

persalinan, tempat persalinan, pendamping persalinan, transportasi, dana,

pendonor darah, kepedulian suami/masyarakat dalam kesiapan persalinan

dan penanganan komplikasi serta persiapan kebutuhan ibu dan bayi (SAP

dan leaflet terlampir).

11. Menjelaskan mengenai perawatan payudara meliputi pengertian, cara, waktu

pelaksanaan, alat dan bahan (SAP dan leaflet terlampir).

12. Mengingatkan kembali pada ibu cara minum tablet tambah darah yang benar

adalah dengan menggunakan air jeruk atau tomat, tidak oleh bersamaan

dengan kopi atau teh dan bila obat habis segera periksa ke bidan.
281

13. Menganjurkan ibu periksa ulang 1 minggu lagi tanggal 28-04-2016 atau

sewaktu-waktu bila ada keluhan.

3.1.5 Evaluasi

Tanggal: 21 April 2016, Pukul: 16.45 WIB

S : 1. Ibu memahami tentang penjelasan yang diberikan oleh petugas

2. Ibu sudah menentukan penolong persalinan yaitu di tempat bidan,

tempat persalinan di bu Titik Nurjatiningsih, pendamping persalinan

suami dan keluarga, sudah menyiapkan transportasi yaitu

menggunakan motor milik sendiri, dana sudah disiapkan, pendonor

darah suami, kebutuhan ibu dan bayi sudah ditaruh dalam 1 tas.

3. Ibu mengatakan akan periksa ulang tanggal 28-04-2016

O : 1. Ibu dapat menyebutkan 3 cara mengatasi sering kencing dengan benar

2. Ibu dapat menyebutkan kebutuhan dasar ibu hamil TM III,

ketidaknyamanan, tanda bahaya hamil TM III dan tanda-tanda

persalinan

3. Ibu dapat mendemonstrasikan cara membersihkan puting susu dengan

benar.

A: G1P00000, umur kehamilan 36-37 minggu, janin tunggal, hidup,

intrauterin, situs bujur, habitus fleksi, posisi puka, presentasi kepala,

kepala masuk PAP, kesan jalan lahir normal, kehamilan resiko

rendah, KU ibu dan janin baik dengan pengetahuan ibu tentang

perawatan dirinya bertambah.


282

P : 1. Pesan untuk melakukan kunjungan ulang tiap 1 minggu sekali atau

sewaktu-waktu bila ada keluhan atau tanda-tanda persalinan.

2. Pada kunjungan berikutnya lakukan pemeriksaan kesejahteraan ibu

dan janin yaitu menimbang BB, TTV, TFU, palpasi, auskultasi DJJ,

observasi keluhan ibu, periksa kemungkinan adanya tanda bahaya

pada kehamilan, apabila terdapat tanda bahaya kehamilan segera

lakukan penanganan.

3. Pastikan ibu sudah melaksanakan nasihat yang diberikan atau belum.

4. Beri asuhan kebidanan sesuai kondisi ibu pada kunjungan berikutnya.

Petugas

( Alqis Aliza Wahyu Hariani )

3.1.6 Kunjungan ANC ke-2

Tanggal 13- Mei- 2016, Pukul 16.00 WIB

Tempat Pengkajian : BPM Ny. T, Wilayah kab.Magetan

S : 1. Ibu ingin memeriksakan kehamilannya

2. Obat ibu sudah habis

3. Kaki terkadang bengkak bila duduk terlalu lama namun setelah

dibuat istirahat bengkak berkurang dan berangsur menghilang.

4. Ibu sudah tidak terbangun pada malam hari karena BAK, ibu sudah

melakukan perawatan payudara sehari satu kali, melaksanakan senam

hamil, jalanjalan di pagi hari dan sudah minum tablet tambah darah
283

sesuai dosis menggunakan air putih. Sekarang obat habis.

5. Ibu belum menghitung gerakan janinnya

O : 1. Kesadaran composmentis

2. Tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 88 x/mnt, suhu 36,7C, respirasi

20x/menit.

3. BB terakhir periksa: 64 kg (tanggal 21-04-2016)

BB sekarang: 67 kg

4. Muka tidak pucat, tidak sembab, mata simetris, konjungtiva palpebra

merah muda, sklera putih, pandangan mata tidak kabur, payudara

simetris, bersih, puting bersih menonjol, kolostrum keluar +/+,

pernafasan teratur, irama jantung reguler, pembesaran uterus sesuai

usia kehamilan, arah pembesaran membujur, tidak mengkilat,

terkadang terlihat gerakan janin, ekstermitas atas dan bawah normal

tidak oedem, tidak varises.

5. TFU Mc Donald : 32 cm

6. TBJ Johnson Tausack : (32-11) x 155 = 3255 gram

7. Pemeriksaan Leopold

1) Leopold 1: TFU 3 jari dibawah px, bokong

2) Leopold II: punggung kanan

3) Leopold III: kepala masuk PAP

4) Leopold IV: sejajar

8. DJJ (+) 144 x/menit (12-12-12) teratur, keras dan kuat, punctum

maksimum 2 jari kanan bawah pusat.


284

A: GIP00000, usia kehamilan 39-40 minggu, janin tunggal, hidup,

intrauterin, situs bujur, habitus fleksi, posisi puka, presentasi kepala,

masuk PAP, kesan jalan lahir normal, kehamilan resiko rendah,

keadaan umum ibu dan janin baik. Prognosa baik.

P : 1. Menjelaskan hasil pemeriksaan pada ibu, ibu dan janin dalam kondisi

sehat, ibu terlihat lega.

2. Menjelaskan penyebab terjadinya oedem yaitu disebabkan

peningkatan aliran darah vena pada ekstremitas bawah karena

pembesaran rahim. Cara mengatasinya dengan meluruskan kaki yang

bengkak dan istirahat dengan posisi kaki lebih tinggi 10-15 cm dari

kepala saat kaki bengkak. Ibu dapat menjelaskan kembali cara

mengatasi oedem.

3. Menganjurkan untuk menghitung gerak janinnya dalam 10 menit. Ibu

mengatakan akan melakukanya

4. Diskusikan tentang pemenuhan nutrisi seimbang

Rasional: Pemenuhan nutrisi yang berkualitas guna persiapan energi

saat persalinan.

5. Memberikan terapi: Neurodex X/1x1. Ibu akan minum obat sesuai

anjuran

6. Menganjurkan ibu untuk kontrol ulang 1 minggu lagi yaitu pada

tanggal 20-05-2016 atau sewaktu-waktu bila ada keluhan atau tanda-

tanda persalinan. Ibu mengatakan akan kontrol ulang.

7. Pada kunjungan berikutnya lakukan pemeriksaan kesejahteraan ibu

dan janin meliputi timbang BB, TTV, palpasi, auskultasi DJJ,


285

observasi keluhan oedem dan atasi keluhan pada ibu, periksa

apakah ada tanda bahaya pada kehamilan, apabila terdapat tanda

bahaya pada kehamilan maka lakukan penanganan segera.

8. Pastikan ibu sudah melaksanakan nasihat yang diberikan atau belum.

9. Beri asuhan kebidanan sesuai kondisi ibu pada kunjungan

berikutnya.

Petugas

(Alqis Aliza Wahyu Hariani)

3.1.7 Kunjungan ANC ke-3

Tanggal 19- Mei- 2016, Pukul 16.30 WIB

Tempat Pengkajian: BPM Ny.T Wilayah Kab.Magetan

S : 1. Ibu ingin memeriksakan kehamilannya

2. Saat ini tidak ada keluhan

3. Sudah merasa kenceng-kenceng tapi sering hilang saat dibuat

berjalan.

4. Pergerakan janinnya 2-3 kali dalam 10 menit.

O : 1. Kesadaran composmentis

2. Tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 88 x/mnt, suhu 36,6C, respirasi

20x/menit.

3. BB terakhir periksa : 67 kg (tanggal 13-05-2016)


286

BB sekarang : 71 kg .

4. Muka tidak pucat, tidak sembab, mata simetris, konjungtiva palpebra

merah muda, sklera putih, payudara simetris, bersih, puting bersih

menonjol, kolostrum keluar +/+, pernafasan teratur, irama jantung

reguler, pembesaran uterus sesuai usia kehamilan, tidak mengkilat,

terkadang terlihat gerakan janin, ekstermitas atas dan bawah normal

tidak oedem, tidak varises.

5. TFU Mc Donald : 36 cm

6. TBJ Johnson Tausack : (36-11) x 155 = 3875 gram

7. Leopold 1 : TFU 2 jari dibawah px, bokong

Leopold II : punggung kanan

Leopold III : kepala masuk PAP

Leopold IV : sejajar

9. DJJ (+) 140 x/menit (11-12-12) teratur, keras dan kuat, punctum

maksimum 2 jari kanan bawah pusat.

A: GIP00000, usia kehamilan 40-41 minggu, janin tunggal, hidup,

intrauterin, situs bujur, habitus fleksi, posisi puka, presentasi kepala,

masuk PAP, kesan jalan lahir normal, kehamilan resiko rendah,

keadaan umum ibu dan janin baik. Prognosa baik

P : 1. Menjelaskan hasil pemeriksaan pada ibu, ibu dan janin dalam kondisi

2. Sehat, ibu terlihat lega.

3. Mendiskusikan ulang tentang tanda-tanda persalinan. Ibu mengerti


287

dan dapat mengulang penjelasan yang diberikan.

4. Mendiskusikan tentang IMD. Ibu mengerti dan dapat mengulang

penjelasan yang diberikan.

5. Mengingatkan ibu untuk membawa perlengkapan bayi dan ibu saat

merasakan adanya tanda-tanda persalinan. Ibu bersedia

melakukannya.

6. Menganjurkan ibu untuk USG menanyakan TBJ, kondisi air ketuban

dan konsultasi waktu persalinan. Ibu USG tanggal 21-05-2016 di

dokter Edy,Spog hasilnya semua normal tafsiran berat janin 3317

gram tidak ada disporposi kepala panggul, bisa dilahirkan

pervaginam, keadaan ketuban bagus. Advice dokter segera dilahirkan

di rumah sakit dengan di rangsang karena sudah waktunya untuk

bersalin.

7. Memberikan terapi : Caviplex X/1x1

8. Pada kunjungan berikutnya lakukan pemeriksaan kesejahteraan ibu

dan janin meliputi timbang BB, TTV, palpasi, auskultasi DJJ,

observasi keluhan oedem dan atasi keluhan pada ibu, periksa

apakah ada tanda bahaya pada kehamilan, apabila terdapat tanda

bahaya pada kehamilan maka lakukan penanganan segera.

Petugas

(Alqis Aliza Wahyu Hariani)


288

3.2 Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin

Tanggal : 21 Mei 2016, pukul : 19.45 WIB

Tempat : Ruang Bersalin RSUD Sayidiman Magetan

No RM : 229183

S : 1. Kenceng-kenceng dan keluar lendir bercampur sedikit darah

berwarna kecoklatan sejak tanggal 21 mei 2016 pukul 07.00 WIB

namun kenceng-kenceng masih hilang timbul, datang ke RS pukul

19.45 WIB.

2. Ibu makan terakhir tanggal 21 April 2016 pukul 19.00 WIB (nasi,

ayam, dan telur goreng), minum terakhir tanggal 21 April 2016 pukul

19.20 WIB (air putih, pocari sweat, teh hangat).

3. BAB terakhir tanggal 21-05-2016 pukul 05.30 WIB dan BAK

terakhir pukul 17.30 WIB. Ibu terakhir makan tgl 21-05-2016 pukul

17.00 WIB dengan satu porsi sedang dihabiskan, terakhir minum

pukul 19.00 satu gelas air putih.

4. Terakhir tidur siang pukul 12.30-02.00 WIB. Terbangun karena

kenceng-kenceng.

O : 1. KU baik, kesadaran composmentis

2. TD 140/90 mmHg, N: 88 x/mnt S: 36,5o, P: 22 x/mnt

3. Muka tidak pucat, tidak sembab, ibu meringis saat ada his,

konjungtiva palpebra merah muda, sklera putih, payudara kolostrum

sudah keluar.

4. TFU Mc Donald: 34 cm TBJ: 3255 gram


289

5. Pemeriksaan Palpasi

Leopold 1 : TFU 3 jari dibawah px, bokong

Leopold II : punggung kanan

Leopold III : kepala masuk PAP

Leopold IV : sejajar

6. Perlimaan 3/5

7. DJJ (+) 148 x/menit (12-12-13) teratur, keras dan kuat, punctum

maksimum 3 jari kanan bawah pusat.

8. His 2x dalam 10 menit lama 20 detik

9. VT : pukul 19.45 WIB

v/v taa, 1 cm, eff 10%, ket (+), preskep HI, ujung coxigis dapat

ditolak, spina isciadika tidak teraba, sudut arcus pubis > 90o,

blooslym (+), kesan jalan lahir normal.

Pukul 20.30 WIB ketuban pecah warna jernih

VT: v/v taa, 1 cm longgar, eff 10%, ket (-), preskep HI, ujung

coxigis dapat ditolak, spina isciadika tidak teraba, sudut arcus pubis

> 90o, blooslym (+), kesan jalan lahir normal.

A: G1P00000, UK 40-41 Minggu, janin tunggal, hidup, intrauterin, situs

bujur, habistus fleksi, posisi puka, presentasi kepala, kepala masuk

PAP, kesan jalan lahir normal,KRR, inpartu kala I fase laten, KU ibu

dan janin baik. Prognosa baik

P 1. Menjelaskan hasil pemeriksaan pada ibu dan keluarga. Ibu dan

keluarga memahami
: penjelasan yang diberikan.
290

2. Meminta salah satu keluarga untuk mendampingi proses persalinan.

Ibu memilih
: ditemani budhe.
3. Memberi dukungan dan motivasi. Ibu dan keluarga tidak cemas

dengan keadaan ibu dan selalu berdoa untuk kelancaran persalinan

ibu.

4. Mengajari teknik distraksi relaksasi. Ibu nafas panjang ketika ada

his.

5. Menganjurkan ibu untuk tidur miring kiri. Selama inpartu ibu tidur

miring kiri, telentang ketika dilakukan pemeriksaan

6. Menganjurkan keluarga untuk memberikan makan dan minum pada

ibu diantara his. Ibu minum teh manis satu gelas, minum pocari

sweet 1 gelas dan 3 potong roti dan makan nasi 4 sendok.

7. Menganjurkan ibu tidak menahan BAB/BAK. Ibu BAK 3 kali ke

kamar mandi

8. Meminta ibu untuk tidak mengejan terlebih dahulu sebelum

pembukaan lengkap. Ibu tidak mengejan sebelum pembukaan

lengkap.

9. Observasi Denyut Jantung Janin (DJJ), his, dan nadi tiap 30 menit

(pukul 20.15 WIB). Urin dan suhu tiap 2 jam (pukul 21.45 WIB).

Tekanan darah tiap 4 jam (pukul 23.45 WIB). lingkaran Bandle,

penurunan kepala, dan ketuban. Terdapat di lembar observasi

10. Lakukan VT 4 jam lagi (pukul 23.45 WIB) atau jika ada indikasi

yaitu tanda gejala kala II (doran, teknus, perjol, vulka).

11. Melakukan pemasangan infus sesuai advice dokter Budhi,Spog


291

infus RL 20 Tpm di lengan kiri, lokasi pemasangan bersih tidak

terdapat rembesan cairan.

12. Konsultasikan keadaan pasien dengan dr SpOg. Pukul 21.30

dilakukan kosultasi dengan dr.Budhi,SpOg advice dokter injeksi

oxterchid 2x1 gram dan observasi selama 6 jam (sampai pukul

03.30) apabila tidak terdapat kemajuan pembukaan berikan

misoprostol 4x1/8 pervaginam.

13. Catat dalam lembar observasi (terlampir)

Petugas

(Alqis Aliza Wahyu Hariani)

Tanggal: 22 Mei 2016 , Pukul 02.30 WIB

S: 1. Nyeri pada perut bagian bawah dan kenceng-kenceng semakin sering

2. Ibu tidur miring kiri

O: 1. KU ibu baik, kesadaran composmentis

2. TD: 120/80 mmHg, N: 88 x/mnt, P: 20 x/mnt, S: 36,5oC

3. Perlimaan 3/5

4. VT: v/v taa, 7 cm, eff 75%, ket (-), Preskep HII+,sutura teraba jelas,

antar tulang terpisah, tidak ada bagian kecil disamping kepala janin.

5. DJJ (+) 140 x/mnt (12-11-12), kuat, teratur, punctum maksimum 3 jari

kanan bawah pusat

6. His 3 kali dalam 10 menit lama 40 detik


292

7. Terpasang infus RL 20 Tpm di lengan kiri. Lokasi pemasangan bersih

tidak terdapat rembesan cairan

A: GIP00000, inpartu kala I fase aktif dilatasi maksimal, KU ibu dan janin

baik. Prognosa baik. G1P00000, UK 40-41 Minggu, janin tunggal, hidup,

intrauterin, situs bujur, habistus fleksi, posisi puka, presentasi kepala,

kepala masuk PAP, kesan jalan lahir normal, KRR, inpartu kala I fase

aktif dilatasi maksimal, KU ibu dan janin baik. Prognosa baik

P: 1. Menjelaskan hasil pemeriksaan pemeriksaan. Ibu dan keluarga mengerti

tentang penjelasan yang di berikan

2. Mengajarkan cara mengejan yang baik ketika ada his. Ibu dapat

mendemonstrasikan cara mengejan dengan cara menarik lutut ke arah

dada dan dagu ditempelkan ke dada.

3. Memassase pada punggung ibu. Ibu terlihat nyaman

4. Menganjurkan keluarga untuk memberikan makan dan minum diantara

his. Ibu makan 2 sendok nasi dengan telur dan minum pocari setengah

gelas 60 cc

5. Menganjurkan untuk tidak menahan jikan ingin BAB atau BAK. Ibu 2

kali BAK ke kamar mandi tidak ada keluhan.

6. Mengingatkan ibu untuk tidak mengejan sebelum pembukaan lengkap.

Ibu tidak mengejan sebelum pembukaan lengkap.

7. Observasi Denyut Jantung Janin (DJJ), his, dan nadi tiap 30 menit

(pukul 03.00 WIB). Urin dan suhu tiap 2 jam (pukul 04.30 WIB).
293

Tekanan darah tiap 4 jam (pukul 05.30 WIB). lingkaran Bandle,

penurunan kepala, dan ketuban. Terdapat di lembar observasi

8. Lakukan VT 4 jam lagi (pukul 05.30 WIB) atau jika ada indikasi yaitu

ketuban pecah dan ada tanda gejala kala II (doran, teknus, perjol, vulka)

Petugas

(Alqis Aliza Wahyu Hariani)

Tanggal 22 Mei 2016 , Pukul: 04.20 WIB

S: Kenceng-kenceng semakin sering dan semakin sakit, merasakan

adanya dorongan untuk mengejan seperti ingin BAB yang tidak

dapat ditahan.

O: 1. Ibu tampak kesakitan ketika ada his

2. Perineum menonjol, vulva dan anus membuka, blood slym (+)

3. Tidak ada lingkaran Bandle

4. His 5 kali/10 menit, lamanya 50 detik

5. DJJ (+) 140 x/menit (13-13-13) kuat teratur, punctum maksimum 3

jari kanan atas simpisis

6. VT: v/v taa, 10 cm, eff 100%, ket (-) warna jernih, Pres kep HIII,

UUK bawah simpisis, sutura teraba jelas antar tulang terpisah, caput

(+), tidak ada bagian kecil disamping kepala

7. Perlimaan 0/5
294

A: GIP00000, inpartu kala II, KU ibu dan janin baik. Prognosa baik.

P: 1. Menjelaskan hasil pemeriksaan kepada ibu bahwa pembukaan

sudah lengkap dan ibu boleh mengejan ketika ada his. Ibu mengerti.

2. Menyiapkan alat, obat dan penolong persalinan

3. Memimpin ibu mengejan saat ada his. Ibu semangat mengejan saat

ada his.

4. Mengobservasi DJJ diantara his. Hasil DJJ (+) 156 x/mnt (13-13-

13) kuat, teratur 3 jari kanan atas simpisis

5. Memberikan dukungan dan semangat kepada ibu

6. Memberi makan dan minum diatara his. Ibu minum 30 cc pocari

sweet.dan makan roti 2 suap.

7. Menganjurkan tidak menahan jika ingin BAB atau BAK. Selama

kala II ibu tidak BAB dan BAK.

8. Setelah kepala bayi crowning 3-4 cm dalam fase acme dan saat

perineum tipis dan teregang melakukan episiotomi mediolateral

sinistra tanpa anestesi dengan indikasi perineum kaku

9. Setelah kepala bayi crowning 5-6 cm membantu melahirkan kepala,

setelah kepala lahir, mengecek terdapat 1 lilitan tali pusat longgar

dan dikeluarkan di sela-sela kepala, menunggu kepala melakukan

putar paksi luar dan melahirkan kepala, bahu, badan bayi

menggunakan teknik sanggah susur hingga lahir badan bayi

seluruhnya.
295

10. Menilai bayi baru lahir dalam nol detik meliputi gerak dan tangis.

Bayi menangis kuat dan bergerak aktif.

Petugas

(Alqis Aliza Wahyu Hariani)

Tanggal 22 Mei 2016 , Pukul: 04.40 WIB

S: Ibu senang anaknya sudah lahir

O: Bayi lahir spontan belakang kepala, lilitan 1x longgar, tangis kuat, gerak

aktif, jenins kelamin laki-laki

A: Bayi lahir normal belakang kepala, KU baik, prognosa baik

P: 1. Mengeringkan bayi dengan handuk bersih dan kering

2. Menjepit, memotong dan mengikat tali pusat. Tidak terdapat

perdarahan aktif pasca pemotonga tali pusat

3. Melakukan IMD selama 1 jam, mengganti dengan kain yang kering

dan memasang topi. Perilaku bayi saat IMD bayi mendecakkan bibir

dan membawa jarinya ke mulut, Bayi mengeluarkan air liur dan

menjilati perut ibunya, bayi menendang menggerakkan kaki, bahu,

lengan dan badanya kearah dada ibu dengan mengandalkan indra

penciumanya, bayi bertemu puting payudara sebelah kanan, menjilati

dan menghisap putting payudara sebelah kanan dengan kuat. 30

menit IMD berhasil.

4. Memantau tanda bahaya bayi tiap 15 menit meliputi suhu dan


296

pernafasan

5. Setelah 1 jam IMD:

a. Berikan salep mata tetrasiklin 1%. Mata bersih, tidak terdapat


kemerahan pada sclera dan konjungtiva , tidak terdapat secret
pada mata.
b. Menginjeksikan vit K1 sebanyak 1 mg secara IM pada paha kiri

anterolateral. Tidak terdapat perdarahan aktif pasca penyuntikan.

c. Lakukan pemeriksaan fisik dan antropometri bayi

d. Tunda memandikan bayi setelah 6 jam pasca kelahiran atau suhu

> 36,5o C. Bayi dimandikan pukul 11.00 WIB.

Petugas

(Alqis Aliza Wahyu Hariani)

Tanggal: 22 Mei 2016 , Pukul 04.41 WIB

S: Mengeluh perutnya mules

O: 1. Keadaan umum baik, kesadaran composmentis

2. TFU setinggi pusat, kontraksi uterus bundar dan keras, kandung kemih

kosong, tali pusat nampak di depan vulva, terdapat semburan darah

tiba-tiba 50 cc

A: Kala III, KU ibu baik. Prognosa baik


297

P: 1. Mengecek fundus. Tidak ada bayi kembar.

2. Memberi tahu ibu akan disuntik. Menyuntikkan oksitosin 10 IU secara

IM pada 1/3 paha atas anterolateral. Tidak terdapat perdarahan aktif

pada lokasi penyuntikan.

3. Saat ada his regangkan tali pusat, tidak ada tahanan.

4. Melahirkan plasenta searah sumbu jalan lahir.

5. Memassase fundus 15 kali dalam15 detik. Uterus teraba keras, bulat,

menonjol.

6. Periksa kelengkapan plasenta, perdarahan dan laserasi jalan lahir

Petugas

(Alqis Aliza Wahyu Hariani)

Tanggal 22 Mei 2016 , Pukul 04.44 WIB

S: Ibu lega ari-arinya sudah keluar

O: 1. KU baik kesadaran composmentis

2. Kontraksi uterus baik , TFU 2 jari bawah pusat, uterus teraba keras,

bundar dan menonjol. kandung kemih kosong.

3. Tidak ada perdarahan aktif. Perdarahan berasal dari uterus warna

merah kehitaman 200 cc

4. Plasenta lahir spontan, lengkap dan tidak ada kelainan.

Sisi maternal: kotiledon lengkap jumlah 20, diameter 15 cm, tebal 2


298

cm, berat 500 gram, selaput ketuban utuh.

Sisi fetal: insersi tali pusat sentralis, tidak ada pembuluh darah yang

terputus, panjang tali pusat 60 cm

5. Pada perineum terdapat laserasi derajat 2 pada kulit, mukosa vagina

dan otot perineum, panjang 2 cm

A: Kala IV, KU ibu baik. Prognosa baik

P: 1. Mengajarkan ibu cara masase uterus dan menilai kontraksi. Ibu dapat

memasase sendiri perutnya.

2. Melakukan anestesi lidokain 1% non eprineprin. Perineum kanan dan

kiri bias, anastesi berhasil, pasien tidak nyeri.

3. Menjahit luka laserasi dengan jenis jahitan jelujur dan subkutis pada

kulit, mukosa vagina dan otot perineum. Jahitan tertaut rapi, jaringan

menyatu, bekas jahitan masih oedem dan kemerahan.

4. Observasi TFU, CU dan perdarahan 2-3 kali dalam 15 menit pertama

pasca persalinan.

5. Observasi tekanan darah, nadi, TFU, kontraksi uterus, kandung kemih

dan perdarahan tiap 15 menit pada 1 jam pertama dan tiap 30 menit

pada 1 jam kedua, suhu tiap 1 jam

6. Mendekontaminasi peralatan bekas pakai dengan larutan klorin dan

membuang bahan terkontaminasi

7. Memberikan kenyamanan ibu dengan menyibin menggunakan air

bersih, memakaikan celana dalam dan pakaian yang bersih. Ibu terlihat

lebih nyaman
299

8. Mendekontaminasi tempat persalinan dengan larutan klorin

9. Menjelaskan tanda bahaya kala IV yaitu ibu mengeluarkan darah

banyak, mengalir seperti pipis, rahim tidak teraba saat dimasase, ibu

merasa lemas dan pusing yang tidak tertahankan, mata berkunang-

kunang dan pesan pada ibu untuk mengatakan bila merasakan tanda

bahaya. . Ibu dapat menjelaskan kembali mengenai tanda bahaya kala

IV dan akan melapor ketika ada tanda bahaya.

10. Melengkapi partograf dan dokumentasi

Petugas

(Alqis Aliza Wahyu Hariani)

3.3 Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas (Kunjungan Nifas I)

Tanggal: 22 Mei 2016, Pukul: 10.40 WIB

S: Ibu merasa nyeri luka jahitan dan mules di perut dan sudah BAK

spontan di kamar mandi sendiri pukul 07.20 WIB. Ibu menyusui

bayinya dengan ASI bayi tampak tenang tidak rewel. Ibu dapat miring

kiri, miring kanan pada 2 jam post partum, tidak ada keluhan. Dapat

duduk, berdiri dan sudah dapat berjalan-jalan disekitar ruangan pada 4

jam post partum, tidak ada keluhan. Ibu masih belum dapat mengurus

bayinya sendiri dan membutuhkan bantuan keluarganya. Ibu masih

tegang dan merasa kapok setelah persalinanya. Ibu sering

menceritakan pengalamanya melahirkan pada keluarganya.


300

O: 1. Keadaan umum ibu baik, kesadaran composmentis

2. T: 120/80 mmHg, N: 80 x/mnt, S: 36,5oC, P: 22 x/mnt

3. Payudara: simetris, konsistensi lembek, tidak ada benjolan abnormal di

payudara, puting susu bersih, menonjol kolostrum sudah keluar lancar,

bayi menyusu pada payudara kiri dan kanan bergantian, bayi tidak

rewel

4. Abdomen : TFU 2 jari bawah pusat, kontraksi uterus teraba bundar

dan keras, blas kosong. DDR: 1/2 jari. Blass kosong

5. Genetalia : terdapat pengeluaran cairan berwarna merah, bau anyir,

jumlah 30 cc, terdapat luka jahitan episiotomi di perineum medio

lateral sinistra, masih basah dan jahitan tertaut rapi.

6. Derajat nyeri 2

7. Ibu sudah 4 kali mobilisasi sendiri ke kamar mandi, BAK spontan

350 cc

8. Ibu tergantung pada keluarga

A: P10001, 6 jam post partum spontan, laktasi, involusi dan lochea normal

keadaan umum dan psikologis ibu baik dengan nyeri bekas luka

jahitan episiotomi dan after pain , prognosa baik.

P: 1. Menjelaskan hasil pemeriksaan keadaan umum ibu dan bayi. Ibu dan

keluarga mengerti tentang penjelasan yang diberikan.

2. Menjelaskan mengenai after pain dan nyeri bekas jahitan perineum

meliputi penyebab dan cara mengatasinya. Ibu mengerti penjelasan

yang diberikan dan dapat melakukan teknik distraksi dengan


301

mengalihkan perhatian dari focus perhatian nyeri ke bayinya.

3. Menjelaskan tentang fisiologi nifas meliputi laktasi, involusi dan

lochea masa nifas. Ibu dapat menjelaskan kembali mengenai fisiologi

nifas.

4. Mendiskusikan mengenai kebutuhan dasar masa nifas meliputi nutrisi,

eliminasi, aktivitas, istirahat/tidur, personal hygiene, hubungan seksual

(SAP dan lefleat terlampir). Ibu dapat menyebutkan kembali mengenai

kebutuhan dasar masa nifas.

5. Menjelaskan mengenai vulva hygiene dan perawatan luka perineum

meliputi penyebab, bahan, waktu dan cara vulva hygiene. Ibu dapat

menyebutkan kembali mengenai vulva hygiene meliputi penyebab,

bahan, waktu dan cara vulva hygiene.

6. Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya minimal 2 jam sekali atau

setiap saat bayi menangis (on demand). Ibu akan menyusui bayinya 2

jam sekali atau setiap saat bayi menangis (on demand).

7. Mengajarkan cara menyusui yang benar. Bayi menyusu dengan benar

putting dan areola masuk semua, mulut bayi terbuka lebar dan bibir

bayi mengarah keluar.

8. Menjelaskan tentang tanda bahaya ibu masa nifas meliputi demam

tinggi, perdarahan berlebihan dari vagina, penglihatan kabur, pusing

berlebihan dan infeksi luka jahitan perineum (SAP dan lefleat

terlampir). Ibu dapat menyebutkan kembali mengenai tanda bahaya

ibu masa nifas.

9. KIE personal hygiene, eliminasi, perawatan luka jahitan. Ibu dapat

menyebutkan kembali beberapa penjelasan petugas


302

10. Memberikan terapi obat:

Amoxicillin :3x1 tablet. Obat diminum pukul 07.00 WIB

Asmef : 3x1 tablet. Obat diminum pukul 07.00 WIB

Ibu bersedia meminum semua obat sesuai anjuran

11. Menganjurkan ibu kontrol ulang ulang 6 hari, 2 minggu dan 6 minggu

atau sewaktu-waktu ada keluhan. Ibu bersedia untuk kontrol

12. Saat kunjungan ulang lakukan

a. Evaluasi dan kaji keluhan nyeri luka jahitan dan after pain, TTV,

laktasi, involusi, lochea, DDR dan jahitan.

b. Kaji ulang nutrisi, personal hygiene, istirahat, eliminasi

c. Memberikan penyuluhan tentang KB, senam nifas, tanda bahaya

nifas

d. Beri konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi, perawatan

tali pusat, menjaga bayi tetap hangat, merawat bayi sehari-hari,

tanda bahaya bayi, imunisasi dan posyandu

e. Lakukan perwatan payudara dan pijat oksitosin pada post partum

hari ke 2

f. Pastikan ibu sudah melaksanakan nasihat yang diberikan atau

belum.

g. Beri asuhan kebidanan sesuai kondisi ibu.

Petugas

(Alqis Aliza Wahyu Hariani)


303

3.2.2 Kunjungan Nifas Kedua (6 hari Post Partum)

Tanggal : 28 Mei 2016, Pukul 08.00 WIB

Tempat : Banyudono RT X RW X

S: 1. Nyeri luka perineum berkurang, dan ibu sudah tidak merasakan nyeri

perut sejak 3 hari pasca persalinan.

2. Menyusui bayinya minimal 2 jam sekali atau setiap kali menangis

frekuensi 12-14 kali sehari. Laktasi lancar, bayi menyusu kuat 30

menit sampai 1 jam tiap kali minum, bayi tidak rewel.

3. Ibu makan 3 x/hari dengan komposisi nasi, sayur (bayam, kangkung,

daun ketela, kacang panjang), lauk (tempe, tahu, telur 3-5 butir sehari,

ayam), buah (pisang, papaya). Ibu minum air putih 2 liter/hari. Ibu

tidak ada pantangan makanan atau minuman tertentu.

4. Pola istirahat sedikit terganggu karena menyusui bayinya dan dirumah

ramai karena masih ada kebiasaan melekan.

5. Ibu mulai BAB sejak tanggal 25 Mei 2016 konsistensi lembek, warna

kuning, kemudian BAB tiap hari 1 kali. BAK 7-8 x/hari, warna kuning

jernih. Tidak ada keluhan dalam BAB dan BAK.

6. Ibu mandi 2 x/hari, ganti baju dan celana dalam tiap kali mandi, ganti

pembalut tiap merasa penuh, cebok tiap selesai BAB dan BAK

menggunakan sabun dan air bersih dari arah depan ke belakang.

7. Ibu mengerjakan pekerjaan rumah tangga seperti menyapu, memasak

dan pekerjaan ringan lainya . mencuci baju dibantu ibunya.

8. Ibu belum melakukan hubungan seksual karena kepercayaan dalam


304

agama tidak boleh melakukan hubungan seksual sampai 40 hari masa

nifas..

9. Dalam keluarga tidak ada kebiasaan senden, minum jamu tradisional,

pantang makanan, menggunakan stagen yang terlalu ketat dan

membubuhi ramuan pada tali pusat. Masih ada tradisi sepasaran.

10. Ibu melakukan perawatan bayi seperti menggendong, mengganti baju

dan memasang popok tiap kali basah.

11. Dalam perawatan bayinya ibu dibantu oleh keluarga dan karena takut

sementara memandikan dibantu oleh mahasiswa sampai tali pusat

puput.

O: 1. Kesadaran komposmentis

2. Tekanan darah 140/90mmHg, suhu 36,7C, nadi 84x/menit, respirasi

20x/menit

3. Muka tidak pucat, tidak sembab, konjungtiva palpebra merah muda,

tidak ada bendungan vena jugularis, tidak ada pembesaran kelenjar

limfe, tidak ada pembesaran kelanjar tyroid, payudara simetris,

konsistensi tegang, bersih, ASI lancar, TFU pertengahan pusat

sympisis, teraba keras dan bundar, DDR 1/2 jari, kandung kemih

kosong, genetalia bersih, terdapat pengeluaran lochea warna merah

kecoklatan, luka jahitan tertaut rapat, belum kering, tidak keluar pus

atau berbau, ekstremitas normal.

4. Ibu terlihat bahagia, ekspresi wajah tidak terlihat murung, ibu antusias

bertanya, terbuka menerima pengetahuan dan nasihat untuk merawat


305

bayinya, ibu belajar dan berusaha merawat bayinya, sikap dan prilaku

normal seperti sehari-hari ibu tidak tertutup, bersosialisasi dengan

penghuni satu rumah maupun tetangga yang berkunjung ke rumah ibu.

A: P10001, postpartum spontan hari ke 6, laktasi, involusio, lochea normal,

keadaan umum ibu baik, keadaan psikologis baik

P: 1. Menjelaskan hasil pemeriksaan pada ibu bahwa ibu dalam keadaan

sehat, proses involusi berjalan normal, laktasi lancar, pengeluaran

lochea juga normal, tetapi jahitannya belum kering. Ibu mengucap

syukur alhamdulillah mengetahui keadaan ibu sekarang.

2. Mengajarkan dan mendemonstrasikan pada ibu senam nifas meliputi

menjelaskan pengertian, waktu pelaksanaan, tujuan, langkah-langkah

dan mendemonstrasikan senam nifas. Ibu dapat menjelaskan waktu

pelaksanaan dan manfaat senam nifas, serta dapat memperagakan

senam nifas.

3. Mengingatkan kembali mengenai kebutuhan dasar nutrisi ibu nifas.

Ibu mengatakan akan makan makanan tinggi protein dan tidak tarak

makanan.

4. Mendiskusikan ulang mengenai tanda bahaya ibu nifas. Ibu dapat

menyebutkan tanda bahaya nifas.

5. Mendiskusikan ulang mengenai asuhan pada bayi meliputi merawat

agar bayi tetap hangat dan perawatan sehari-hari. Ibu mengerti dengan

penjelasan yang diberikan dan akan melakukan anjuran bidan.

6. Menjelaskan tanda bayi sakit meliputi bayi tidak mau menyusu,

tampak lemah, kuning, pucat, diare, panas dan rewel, dan


306

menganjurkan ibu untuk segera membawa anaknya ke tempat

pelayanan kesehatan terdekat. Ibu dapat mengulang penjelasan dan

akan ke pelayanan kesehatan bila terjadi tanda yang telah disebutkan.

7. Menjelaskan mengenai perawatan payudara meliputi pengertian,

manfaat, alat yang digunakan, langkah-langkah, dan mengajarkan pada

ibu cara melakukan perawatan payudara. Ibu dapat menjelaskan

manfaat perawatan payudara dan akan melaksanakan perawatan

payudara.

8. Lakukan kunjungan ulang nifas pada 2 minggu postpartum, pada

kunjungan ulang evaluasi keluhan ibu, TTV, laktasi, involusi, dan

lochea.

Petugas

(Alqis Aliza Wahyu Hariani)

3.2.3 Kunjungan Nifas Ketiga ( 12 hari PP)

Tanggal : 03 Juni 2016, Pukul : 08.30 WIB

Tempat : Banyudono RT X RW X

S: 1. Saat ini tidak ada keluhan

2. Makan 3-4 kali dengan porsi sedang dengan menu nasi, sayur (bayam,

kacang panjang, wortel), lauk (telur, tempe, tahu, ayam) dan buah

(pisang, pepaya). Minum 10-12 gelas/ hari.

3. Bekas jahitan terkadang perih, mengeluarkan sedikit flek berwarna


307

kekuningan dari jalan lahir tidak gatal dan tidak berbau, ganti

pembalut 2-3 kali sehari.

4. BAK 6-8 kali setiap hari, warna kuning jernih, tidak ada keluhan

selama BAK. BAB 1 kali sehari, konsistensi lunak, tidak ada keluhan

selama BAB.

5. Cebok setelah BAK maupun BAB menggunakan air mengalir dari

arah depan ke belakang namun kurang menyeluruh di daerah luka

karena ibu masih takut menyentuh bekas jahitan jalan lahir.

6. ASI lancar, menyusui bayi secara on demand, dan bayi menyusu kuat,

ibu hanya memberikan ASI saja pada bayinya

7. Tidur sekitar 6-7 jam, tidur siang saat bayinya tidur, terbangun tiap 2

jam untuk menyusui bayinya

8. Ibu sudah bisa merawat bayinya sendiri, ekspresi wajah ibu terlihat

bahagia, prilaku seperti biasanya, tidak murung, bersosialisasi dengan

keluarga yang tinggal serumah maupun tetangga sudah beraktifitas

seperti biasanya tapi masih menghindari pekerjaan yang banyak

menguras tenaga.

O: 1. Kesadaran composmentis

2. Tekanan darah 120/80mmHg, suhu 36,5C, nadi 84x/menit, respirasi

20x/menit

3. Muka tidak pucat, tidak sembab, konjungtiva palpebra merah muda,

tidak ada bendungan vena jugularis, tidak ada pembesaran kelenjar

limfe, tidak ada pembesaran kelanjar tyroid, payudara bersih,

konsistensi tegang, ASI lancar, TFU tidak teraba, kandung kemih


308

kosong, DDR 1/2 jari, genetalia kotor, lochea alba, jahitan terbuka

sedikit belum kering

4. Ibu makan seperti biasanya, lauk sayur, sumber protein nabati tempe,

tahu, buah, sedikit makan protein hewani karena merasa bosan.

A: P10001, 12 hari postpartum normal, laktasi, involusio, lochea normal,

keadaan umum ibu baik, keadaan psikologis baik dengan masalah luka

jahitan perineum belum kering. Prognosa baik.

P: 1. Menjelaskan hasil pemeriksaan pada ibu bahwa ibu dalam keadaan

sehat, proses involusi berjalan normal, laktasi lancar, pengeluaran

lochea juga normal, tetapi jahitannya belum kering. Ibu terlihat lega

2. Melakukan vulva hygiene dan memberikan salep bioplacenton dan

neomycin. Jahitan sedikit terbuka, belum kering, tidak terdapat cairan

atau pus, kemerahan, berbau dan genetalia tampak kotor.

3. Menjelaskan dan memberikan penekanan cara mengatasinya dengan

cara cebok yang benar, memberi salep bioplacenton dan neomycin

secara rutin, kompres air hangat, tidak diperbolehkan untuk

menggaruk atau memberikan bedak pada daerah disekitar luka dan

ganti celana dalam tiap kali selesai BAB danBAK atau tiap kali basah.

Ibu mengatakan akan melaksanakan anjuran bidan.

4. Menjelaskan ualng dan memberikan penekanan kebutuhan nutrisi ibu

nifas. Ibu mengerti dengan penjelasan yang diberikan dan akan

melakukan anjuran bidan.

5. Mendiskusikan mengenai KB pasca salin meliputi jenis-jenis KB,

indikasi, cara kerja, kontraindikasi, kelebihan, kekurangan, dan


309

efektifitas. ibu berencana menggunakan KB IUD

6. Melakukan kunjungan ulang nifas pada 6 minggu pascasalin, pada

kunjungan ulang evaluasi keluhan ibu, TTV, laktasi, involusi, dan

lochea.

Petugas

(Alqis Aliza Wahyu Hariani)

3.2.4 Kunjungan Nifas Keempat

Tanggal 01 Juli 2016, pukul 09.00 WIB

Tempat : Banyudono RT X RW X

S: Tidak ada keluhan, luka bekas jahitan perineum sudah tidak perih. Ibu

sudah berencana menggunakan KB IUD

O: 1. Kesadaran komposmentis.

2. TD : 120/70mmHg, S : 36,5oC, N : 82x/menit, P : 20x/menit

3. Wajah tidak sembab, tidak pucat, sklera mata putih, konjungtiva

palpebra merah muda, kelopak mata tidak edema.

4. Payudara simetris, teraba tegang, tidak ada benjolan abnormal, puting

susu bersih dan tidak lecet, produksi ASI banyak dan keluar lancar,

berwarna putih.

5. Abdomen kandung kemih kosong, TFU tidak teraba, DDR jari.


310

6. Luka jahitan mongering, jahitan tertaut rapat, menyatu, tidak terdapat

tanda-tanda infeksi.

7. Ekstremitas atas dan bawah tidak odema, tidak ada varises.

A: P10001 6 minggu postpartum normal, keadaan umum ibu baik, keadaan

psikologis ibu baik. Prognosa baik.

P: 1. Menjelaskan hasil pemeriksaan bahwa keadaan umum ibu baik dan

masa nifasnya sudah selesai. Ibu mengucap syukur alhamdulillah.

2. Mengingatkan ibu agar tetap memberi ASI tanpa makanan tambahan

sampai bayi usia 6 bulan. Ibu akan memberikan ASI saja sampai 6

bulan.

3. Mendiskusikan kembali mengenai KB dan menjadwalkan KB IUD 2

minggu lagi. Ibu menyetujuinya.

Petugas

(Alqis Aliza Wahyu Hariani)

3.3 Asuhan Kebidanan Pada Neonatus

3.3.1 Neonatus Kunjungan Pertama (6 jam pasca persalinan)

Tanggal 22 Mei 2016, pukul 10.45 WIB

Tempat : Ruang bersalin RSUD sayidiman magetan

S: 1. Bayi sudah menyusu kuat, selama 6 jam sudah minum ASI 4x,

menghisap kuat dan tidak gumoh.


311

2. Bayi BAK 1 kali, kuning jernih, BAB 1 kali mekonium.

3. Bayi tidur terus, terbangun saat lapar. Bila sudah kenyang, bayi tidur

kembali. Bayi belum dimandikan.

4. Tidak ada kebiasaan memberi ramuan pada tali pusat bayi, tidak

memberi makanan pada bayi berusia kurang dari 6 bulan.

O: 1. Suhu 36,9C, nadi 130x/menit dan pernafasan 30x/menit.

2. BBL : 3300 gram, PB : 50cm, LIKA : 33 cm, LILA : 11 cm, LIDA :

32 cm

3. Bentuk kepala normal, terdapat caput succadaneum, tidak ada cephal

hematoma, fontanela mayor dan minor tidak cekung.

4. Mata simetris, sklera putih, konjungtiva palpebra merah muda, tidak

ada pengeluaran secret berlebih,

5. Tidak ada secret pada hidung, tidak ada pernafasan cuping hidung.

6. Mulut simetris, tidak ada kelainan kongenital (labio skisis, labio

palato skisis, labio palato genato skisis), bibir kemerahan, tidak

terdapat penumpukan lendir, keadaan lidah normal.

7. Telinga simetris, tulang rawan dan elastisnya sudah terbentuk dengan

baik, tidak ada pengeluaran sekret, dan tidak ada kelainan.

8. Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, kelenjar limfe dan bendungan

vena jugularis, serta tidak ada kaku kuduk.

9. Dada simetris, pernapasan teratur, tidak ada wheezing dan ronchi tidak

ada tarikan dinding dada, irama jantung teratur.

10. Perut tidak kembung, tidak ada perdarahan pada tali pusat, masih
312

basah, berwarna putih ke abu-abuan, tali pusat tertutup oleh kasa

kering steril.

11. Jenis kelamin laki-laki, kedua testis sudah turun ke kantong skrotum,

dan lubang uretra di tengah.

12. Anus berlubang, tidak ada benjolan atau kelainan pada anus.

13. Bahu, lengan, dan tangan pergerakan aktif, jumlah jari lengkap dan

akral hangat. Tungkai dan kaki simetris, jumlah jari lengkap, tidak ada

kelainan, dan gerak aktif, akral hangat.

14. Terdapat verniks caseosa, terdapat lanugo, warna kulit kemerahan,

turgor kulit baik.

15. Reflek rooting : ada

16. Reflek sucking : ada

17. Reflek swallowing : ada

18. Reflek grasping : ada

19. Reflek babynsky : ada

20. Reflek moro : ada

21. Reflek tonikneck : ada

22. Reflek grabela : ada

23. Reflek staping : ada

24. Bayi tampak menyusu kuat

A: Neonatus normal, lahir spontan, usia 6 jam, jenis kelamin lakilaki,

keadaan umum bayi baik. Prognosa baik.


313

P: 1. Menjelaskan hasil pemeriksaan bahwa keadaaan bayinya sehat. Ibu

mengucap syukur.

2. Menganjurkan ibu untuk memberi ASI selama 6 bulan pertama secara

on demand dan tidak memberi makanan apapun sebelum bayi berusia

6 bulan.. Ibu dapat menyebutkan 3 manfaat pemberian ASI dan akan

melakukannya.

3. Mengajarkan cara menyusui bayi yang benar. Ibu dapat

melaksanakannya.

4. Menganjurkan ibu untuk menyendawakan bayi setiap kali selesai

menyusui. Ibu belum berani menyendawakan bayinya.

5. Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya tiap 2 jam, bila bayi

sedang tidur, bangunkan bayi untuk menyusu. Bila bayi kurang minum

maka bayi akan panas dan kuning. Ibu mengatakan akan

melakukannya.

6. Menganjurkan ibu untuk mencuci tangan sebelum dan sesudah

menyusui bayinya. Ibu belum melaksanakanya.

7. Menganjurkan ibu merawat tali pusat dengan membungkusnya

menggunakan kasa kering steril, diiganti setiap kali mandi atau bila

kotor/basah. Ibu mengatakan akan melakukannya.

8. Menganjurkan ibu menjaga kehangatan bayi karena bayi baru lahir

mudah kedinginan. Ibu akan menjaga kehangatan bayinya.

9. Menjelaskan tanda bahaya bayi baru lahir. Ibu dapat menyebutkan 5

tanda bahaya bayi .


314

10. Jadwalkan kunjungan neonatus pada hari ke 6 dan minggu ke 4.

11. Pada kunjungan kedua:

a. Kaji keluhan ibu tentang bayi.

b. Observasi keadaan umum bayi dan TTV.

c. Pastikan ibu sudah melaksanakan nasihat yang diberikan atau

belum.

d. Berikan asuhan kebidanan sesuai kondisi bayi saat kunjungan.

Petugas

(Alqis Aliza Wahyu Hariani)

3.3.2 Kunjungan Neonatus Kedua

Tanggal : 28 Mei 2016, Pukul: 08.00 WIB

Tempat : Banyudo

S: 1. Bayi dalam keadaan sehat, tidak ada keluhan, bayi menangis kuat, bayi

tidur pulas dan menangis saat lapar. Bayi minum ASI saja tanpa

makanan tambahan, tidak rewel. BAK 7-8 kali sehari, lancar warna

kuning jernih. BAB 5 kali sehari warna kuning, konsistensi lunak.

2. Bayi pulang dari RS tanggal : 23 Mei 2016 kondisi sehat, BB 3300

gram , PB 50 cm, kulit kemerahan tidak icterus, tali pusat masih basah,

menyusu kuat, bayi tenang tidak rewel.


315

O: 1. Kesadaran composmentis

2. Suhu 36,8, nadi 120x/menit, respirasi 36x/menit

3. BB = 3600 gram

4. Mata bersih, sklera putih, konjungtiva palpebra merah muda, tidak ada

pernafasan cuping hidung, bersih, mukosa bibir lembab, bibir

berwarna kemerahan, bersih, lidah bersih, tidak ada retraksi dada,

pernafasan teratur, perut tidak kembung, tali pusat sudah lepas, tempat

perlekatan kering, turgor kulit baik, akral hangat, genetalia bersih.

5. Bayi menyusu kuat

6. Bayi BAB warna kuning berbiji konsistensi lembek

A: Neonatus normal usia 6 hari, jenis kelamin laki-laki, keadaan umum

baik. Prognosa baik.

P: 1. Menjelaskan hasil pemeriksaan pada ibu bahwa bayi dalam keadaan

sehat, ibu terlihat lega dengan keadaannya

2. Mengingatkan ibu untuk menyusui bayi setiap 2 jam sekali atau

sesering mungkin, ibu bersedia mengikuti anjuran petugas dan ibu

akan memberikan ASI sesering mungkin.

3. Lakukan pijat bayi setelah tali pusat lepas. Tali pusat lepas tanggal 28-

05-2016. Lakukan pijat bayi tanggal 30-05-2016 dan lanjutkan pijat

bayi tiap 3 hari sekali. Setelah dipijat bayi tampak tenang, tidur pulas,

menyusu kuat dan lebih banyak. Menyusu 12-13 kali menyusu.

4. Melakukan kunjungan ulang pada 2 minggu paskasalin, pada

kunjungan kedua:
316

a. Kaji keluhan ibu tentang bayi.

b. Observasi keadaan umum bayi dan TTV.

c. Pastikan ibu sudah melaksanakan nasihat yang diberikan atau

belum.

d. Berikan asuhan kebidanan sesuai kondisi bayi saat kunjungan.

Petugas

(Alqis Aliza Wahyu Hariani)

3.3.3 Kunjungan Neonatus Ketiga

Tanggal : 03 Juni 2016, Pukul : 08.30 WIB

Tempat : Banyudono RT X RWX

S: Bayi dalam keadaan sehat, tidak ada keluhan, bayi menangis kuat,
bayimenyusu kuat, bayi tidur pulas dan menangis saat lapar, BAK 8-10 kali
sehari, warna kuning jernih, BAB 3-4 kali sehari warna kuning, konsistensi
lunak
O: 1. Kesadaran composmentis
2. Suhu 36,6C, nadi 120x/menit, respirasi 34x/menit
3. BB : 4600 gram
4. Mata bersih, sklera putih, konjungtiva palpebra merah muda, tidak ada
pernafasan cuping hidung, bersih, mukosa bibir lembab, bibir
berwarna kemerahan, bersih, lidah bersih, tidak ada retraksi dada,
pernafasan teratur, perut tidak kembung, akral hangat, genetalia bersih,
anus bersih
5. Bayi menyusu kuat
317

A: Neonatus normal usia 12 hari jenis kelamin laki-laki, keadaan umum

baik. Prognosa baik.

P: 1. Menjelaskan hasil pemeriksaan pada ibu bahwa bayi dalam keadaan

sehat, ibu terlihat lega dengan keadaannya

2. Menganjurkan ibu untuk tetap menyusui bayi setiap 2 jam sekali atau

sesering mungkin, ibu bersedia melanjutkan anjuran petugas dan ibu

akan memberikan ASI sesering mungkin

3. Melakukan kunjungan ulang pada hari ke-28, pada kunjungan

berikutnya:

a. Kaji keluhan ibu tentang bayi.

b. Observasi keadaan umum bayi dan TTV.

c. Pastikan ibu sudah melaksanakan nasihat yang diberikan atau

belum.

d. Berikan asuhan kebidanan sesuai kondisi bayi saat kunjungan.

Petugas

(Alqis Aliza Wahyu Hariani)

3.3.4 Kunjungan Neonatus Keempat

Tanggal 19 Juni 2016 , pukul 08.30 WIB

Tempat : Banyudono RT X RW X

S: Bayi dalam kondisi sehat dan menyusu dengan kuat.

O: 1. Kulit kemerahan, tangis kuat, gerak aktif.


318

2. N: 126x/menit, RR: 34x/menit, S : 36,6oC

3. BB: 4900 gram, PB: 54 cm, LK: 36 cm

4. Wajah tidak sembab, tidak pucat, sklera putih, konjungtiva palpebra

merah muda, tidak ada pernapasan cuping hidung, bibir berwarna

kemerahan, gerakan pernapasan teratur, tidak ada retraksi interkosta,

kulit lembab, turgor kulit baik, akral hangat.

5. Hasil DDST : Normal

A: Neonatus normal usia 28 hari, jenis kelamin laki-laki, pertumbuhan

dan perkembangan normal, keadaan umum bayi baik. Prognosa baik.

P: 1. Menjelaskan hasil pemeriksaan pada ibu dan keluarga bahwa keadaan

bayi sehat, pertumbuhan dan perkembangannya juga normal. Ibu

mengucap syukur.

2. Memotivasi ibu untuk tetap memberi ASI selama 6 bulan tanpa

makanan tambahan, dilanjutkan sampai 2 tahun dengan makanan

tambahan. Ibu mengatakan akan melaksanakan anjuran bidan.

3. Mengajarkan ibu menstimulasi bayinya. Ibu mengatakan akan

menstimulasi bayinya.

4. Memesan ibu agar mengimunisasikan bayinya sesuai jadwal.

Petugas

(Alqis Aliza Wahyu Hariani)


319

3.3.5 Kunjungan Neonatus Kelima

Tanggal : 01 Juli 2016, pukul : 09.00 WIB

Tempat : Banyudono RT X RWX

S: Bayi dalam keadaan sehat, tidak ada keluhan.

O: 1. Kesadaran composmentis

2. Suhu 36,6C, nadi 120x/menit, respirasi 34x/menit

3. BB : 5300 gram

4. Mata bersih, sklera putih, konjungtiva palpebrae merah muda, tidak

ada pernafasan cuping hidung, bersih, mukosa bibir lembab, bibir

berwarna kemerahan, bersih, lidah bersih, tidak ada retraksi dada,

pernafasan teratur, perut tidak kembung, genetalia bersih, anus bersih

5. Bayi menyusu kuat

A: Bayi usia 42 hari, jenis kelamin laki-laki, keadaan umum baik.

Prognosa baik.

P: 1. Menjelaskan hasil pemeriksaan pada ibu bahwa bayi dalam keadaan

sehat, pertumbuhan dan perkembangan bayi normal. Ibu mengucap

syukur.

2. Menganjurkan ibu untuk tetap menyusui bayi maksimal setiap 2 jam

sekali atau sesering mungkin, ibu bersedia melanjutkan anjuran bidan

dan ibu akan memberikan ASI sesering mungkin

3. Mengingatkan ibu kembali untuk segera pergi ke fasilitas kesehatan

jika terdapat tanda-tanda bahaya pada bayi. Ibu bersedia.

4. Mengingatkan ibu mengimunisasikan bayi pada usia 2 bulan,

mengikuti posyandu tiap bulan dan melakukan stimulasi deteksi dini di


320

posyandu atau fasilitas kesehatan terdekat. Ibu akan

mengimunisasikan bayinya sesuai jadwal

Petugas

(Alqis Aliza Wahyu Hariani)

3.5 Asuhan Kebidanan KB

Tanggal : 01 Juli 2016, pukul : 13.00 WIB

Tempat : Banyudono RT X RW X

S: 1. Ibu mengatakan ingin menunda memakai KB IUD 1 bulan lagi karena

faktor ekonomi. Sementara menggunakan KB MAL

2. Sejak melahirkan hingga saat ini ibu belum haid

3. Menyusui secara eksklusive minimal 12-13 kali sehari

4. Dalam masa nifas ibu belum melakukan hubungan seksual, suami

bekerja luar kota pulang 2-3 minggu sekali.

O: 1. Kesadaran composmentis

2. TD : 120/70mmHg, S: 36,5oC, N: 82x/menit, RR : 20x/menit

BB : 56 kg

3. Muka tidak pucat, tidak sembab, konjungtiva palpebra merah muda,

tidak ada bendungan vena jugularis, pembesaran kelenjar limfe, dan

pembesaran kelanjar tyroid, pada payudara tidak terdapat benjolan

abnormal, abdomen tidak ada benjolan abnormal, ektremitas tidak


321

odeme, tidak varices

A: P10001, usia 21 tahun, calon peserta KB MAL, memenuhi syarat KB

MAL, keadaan umum baik. Prognosis baik.

P: 1. Menjelaskan hasil pemeriksaan kepada ibu bahwa keadaan ibu sehat.

Ibu terlihat lega.

2. Menjelaskan mengenai syarat KB alami, Ibu memenuhi syarat KB

alami.

3. Memesan apabila ibu haid artinya ibu sudah kembali subur dan segera

melakukan KB IUD. Ibu mengatakan akan melaksanakan nasehat

bidan dan menggunakan KB IUD satu bulan lagi.

Petugas

(Alqis Aliza Wahyu Hariani)


322

BAB 4

PEMBAHASAN

Pada bab ini membahas kesesuaian antara tinjauan teori dalam BAB 2

dengan tinjauan kasus dalam bab 3. Pembahasan ini bertujuan untuk merumuskan

kesenjangan-kesenjangan antara teori dengan kasus nyata pada asuhan kebidanan

secara continuity of care pada Ny. R GIP00000 selama kehamilan trimester III,

bersalin, nifas, neonatus dan kontraspsi pasca salin yang dilakukan mulai tanggal

21 April 2015 sampai tanggal 01 Juli 2016 di BPM Ny. Titik

Nurjatiningsih,Amd.Keb, Ngariboyo, Magetan dengan menggunakan standar

asuhan kebidanan yang terdiri dari pengkajian data, perumusan diagnose,

perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dilanjutkan dengan SOAP perkembangan.

Berdasarkan pengkajian pada Ny. R terdapat beberapa kesamaan dan

kesenjangan antara teori dan praktik, diantaranya sebagai berikut:

4.1 Kehamilan

Kunjungan pertama tanggal 21-04-2016 Ny. R mengalami keluhan

sering BAK. Sering BAK pada trimester III hal ini sesuai dengan teori yang

dikemukanakan oleh Wals (2008: 139) dikarenakan kandung kemih akan tertekan

oleh uterus akibat kepala janin sudah mulai turun ke pintu atas panggul

(Saifuddin, 2009: 185). Desakan tersebut menyebabkan kandung kemih cepat

terasa penuh. Hemodilusi menyebabkan metabolisme air makin lancar sehingga

pembentukan urin akan bertambah (Manuaba, 2010: 94). Lightening

menyebabkan bagian presentasi (terendah) janin akan menurun masuk ke dalam


323

panggul dan menimbulkan tekanan langsung pada kandung kemih (Marmi, 2011:

134). Keluhan sering BAK ibu ditunjang dari data sebelum hamil ibu BAK 6-8

kali sehari dan selama hamil ibu BAK 9-10 kali sehari sejak usia kehamilan 8

bulan tidak mengganggu aktifitas dan tidur karena ibu dapat langsung tertidur

setelah BAK. Asuhan kebidanan yang diberikan sesuai diagnosa kebidanan, antara

lain menjelaskan penyebab cara mengatasi sering kencing, mengajarkan ibu

tentang perawatan payudara selain memberikan asuhan spesifik pada masalah

yang muncul, juga diberikan asuhan rutin. Ibu dapat menjelaskan kembali nasehat

bidan dan mengatakan akan melaksanakannya. Ibu dapat mendemonstrasikan

perawatan payudara. Pada kunjungan selanjutnya keluhan sering BAK berkurang.

Kunjungan kedua tanggal 13-05-2016 Ny. R mengeluh terkadang

kakinya bengkak apabila duduk terlalu lama namun setelah dibuat istirahat

bengkak berangsur-angsur menghilang hal ini sesuai dengan teori disebabkan

karena kongesti sirkulasi pada ekstremitas bawah, peningkatan kadar

permeabilitas kapiler, tekanan dari pembesaran uterus pada vena pelvik ketika

duduk atau pada vena kava inferior ketika berbaring (Marmi, 2011: 136). Asuhan

kebidanan yang diberikan adalah menjelaskan penyebab dan cara mengatasi

oedem. Hasil evaluasi ibu melaksanakan semua anjuran yang telah diberikan

sesuai dengan masalah yang dialami sehingga keluhan oedem dapat teratasi.

Diagnosa Kebidanan kehamilan yaitu GIP00000 UK 36-37 minggu, tunggal,

hidup, intra uterin, situs bujur, habitus fleksi, posisi punggung kanan, presentasi

kepala dan kepala sudah masuk PAP, Kehamilan Risiko Rendah, dengan masalah

sering BAK dan oedema dependen. KU ibu dan janin baik. Prognosa baik.
324

Diagnosa kebidanan pada ibu hamil trimester III sesuai dengan pendapat Manuaba

(2012: 123), SPR 2, masalah yang muncul pada ibu sesuai dengan pendapat

Varney (2007: 538) yaitu sering BAK dan oedem dependen. Prognosa baik.

Perencanaan dan pelaksanaan yang dilakukan pada keluhan sering BAK sesuai

teori Varney (2007: 538) dan Doenges (2001: 96). Sedangkan keluhan oedema

dependen sesuai dengan teori Walsh (2012: 157) dan Doenges (2001: 84). Skor

Poedjirochjati Ny. R adalah 2 didapatkan dari skor awal. Menurut Kemenkes RI

(2014) jumlah skor 2 tergolong Kehamilan Resiko Rendah (KRR) dapat ditolong

oleh bidan praktik mandiri atau polindes.

Ny. R memiliki tinggi badan 152 cm. Menurut Romauli (2011: 173) tinggi

badan 145 tergolong panggul sempit. Sedangkan untuk lingkar lengan atas, Ny. F

memiliki LILA baik yaitu 25 cm. Menurut Romauli (2011: 173) LILA <23,5 cm

merupakan indicator status gizi kurang/buruk. Hasil pengukuran antropometri ibu,

menunjukkan ibu memiliki ukuran tinggi badan dan LILA yang normal. Berarti

tidak terdapat kesenjangan antara teori dan kasus nyata.

Pada pemeriksaan tinggi fundus uteri, hasil pemeriksaan TFU Ny. R adalah

3 jari bawah prosesus xipoideus dalam usia kehamilan 36-37 minggu. Menurut

Manuaba (2012: 100), bahwa usia kehamilan 36 minggu TFU berada setinggi atau

3 jari bawah px. Hal ini berarti ada kesesuaian antara teori dan kasus. Pada

pemeriksaan Leopold, didapatkan hasil pada fundus teraba bokong, pada perut

sebelah kanan teraba punggung janin, pada perut bagian bawah teraba kepala dan

kepala sebagian besar sudah masuk panggul karena sulit digoyangkan. Menurut

Manuaba (2010: 135-136), bahwa pada letak yang normal pada fundus uteri
325

teraba bokong, pada perut samping kanan/kiri teraba punggung dan bagian kecil

janin, sedangkan pada uterus sebelah bawah teraba kepala. Hal ini berarti letak

janin dalam rahim Ny. R normal sesuai dengan teori.

Pada pemeriksaan auskultasi didapatkan hasil bahwa DJJ terdengar tunggal,

frekuensi 144 kali/menit (12-12-12), teratur, keras dan kuat, punctum

maksimum 2 jari kanan bawah pusat. Menurut Romauli (2011: 176) hasil tersebut

sudah sesuai karena janin yang dalam keadaan sehat bunyi jantungnya teratur dan

frekuensinya antara 120-160 per menit. Pada letak kepala tempat DJJ dibawah

umbilikus. Pada pemeriksaan ukuran panggul luar didapatkan ukuran distensia

spinarum 24 cm, distansia kristarum 26 cm, distansia konjugata boudelouge 19

cm dan lingkar panggul 98 cm. Menurut Marmi (2011: 171), pemeriksaan

panggul terutama bagi primigravida sangat penting. Karena untuk memperkirakan

kemungkinan kesempitan panggul. Ukuran panggul normal yaitu distansia

spinarum 23-26 cm, distansia kristarum 26-29 cm, konjugata eksterna

(Boudeloque) 18-20 cm, dan lingkar panggul 80-90 cm. DJJ dan ukuran panggul

luar yang diperoleh dari data obyektif menunjukkan DJJ dan ukuran panggul luar

normal, tidak terdapat kesenjangan antara teori dengan kasus.

Ayah dari ibu ketergantungan terhadap rokok, tetapi bila merokok

menjauh dari ibu. Menurut Manuaba (2012: 140), asap rokok dapat

mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan janin. Hal ini tidak sesuai

menurut Manuaba (2012: 140) menyebutkan bahwa ibu hamil tidak boleh

merokok atau sebagai perokok pasif. Perokok pasif juga menghirup nikotin yang

akan melintasi plasenta dan memengaruhi bayi. Nikotin akan menurunkan aliran
326

darah ke bayi, sementara karbon monoksida mengurangi jumlah oksigen yang

dikandung darah tersebut. Oleh karena itu merokok dapat menyebabkan kelahiran

premature, BBLR, bayi lahir dengan bibir sumbing bahkan dapat mengalami

kelainan pernafasan seperti asma setelah kelahiran (Campbell, 2005: 12).

4.2 Persalinan

Pada kasus, berdasarkan HPHT, Ny. R memasuki persalinan pada usia

kehamilan 40-41 minggu. Menurut Wiknjosastro (2008: 39), persalinan dianggap

normal jika prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup bulan (setelah 37

minggu) tanpa disertai adanya penyulit. Usia kehamilan ibu menunjukkan usia

kehamilan yang dianggap normal untuk bersalinan. Persalinan ibu mundur 1

minggu dari perkiraan lahir kemungkinan disebabkan karena pada siklus haid 28

hari ovulasi terjadi 2 minggu sebelum haid yang akan datang atau 2 minggu

setelah haid terakhir. Pada tanggal 21 Mei 2016 pukul 07.00 mulai merasakan

kenceng-keceng menjalar dari pinggang ke perut bagian bawah, mengeluarkan

sedikit lendir bercampur darah berwarna kecoklatan dari jalan lahir, pukul 08.00

ibu melakukan USG advice dokter agar dilakukan terminasi kehamilan dengan

dirangsang di rumah sakit karena usia kehamilan ibu sudah waktunya bayi untuk

hidup diluar kandungan ibu. Hal ini sesuai dengan teori Menurut Manuaba (2012:

173) keluhan saat persalinan adalah pinggang terasa nyeri yang menjalar kedepan,

sifatnya teratur, interval makin pendek, dan kekuatannya makin besar, makin

beraktivitas (jalan) makin bertambah, serta pengeluaran lendir bercampur darah.

Pukul 19.45 ibu ke rumah sakit dilakukan VT hasilnya pembukaan 1 cm

dilaporkan dr Budhi,Spog advice dokter dirangsang dengan misoprostol 1/8


327

pervaginam apabila dalam 6 jam (sampai pukul 03.30) tidak terdapat kemajuan

pembukaan. Pada pukul 20.30 WIB ketuban pecah spontan dilakukan VT hasilnya

pembukaan 1 cm longgar dan pukul 02.30 WIB dilakukan VT hasilnya

pembukaan 7 cm, karena terdapat kemajuan pembukaan ibu tidak jadi dirangsang,

proses persalinan berlangsung normal tanpa penyulit. Pukul 04.20 WIB VT

pembukaan 10 cm dilakukan episiotomi dengan indikasi perineum kaku, pukul

04.40 WIB ibu melahirkan spontan, jenis kelamin laki-laki, langsung menangis

dan gerak aktif, plasenta lahir spontan dan lengkap, kala IV normal tidak ada

keluhan. Lama persalinan Kala I 10 jam, Kala II 20 menit dan kala III 4 menit.

Hal ini sesuai dengan teori menurut Wiknjosastro (2010: 38) lama kala I

fase laten pada primigravida berlangsung hingga 8 jam dan fase aktif 1 cm per

jam. Terdapat kesenjangan antara teori dan kasus pada kala II menurut Sofian

(2013: 73) lama kala II berlangsung 12 jam, ini disebabkan karena adanya his

yang adekuat, tenaga mengejan ibu dan bisa dipengaruhi oleh passage, serta

passanger yang terkoordinir dengan baik. Dilakukan tindakan asuhan persalinan

normal 58 langkah dan hasilnya berlangsung normal tanpa adanya komplikasi.

Penatalaksanaan kala III menggunakan manajemen aktif kala III sesuai dengan

APN. Kala IV berlangsung normal. Batasan kala IV yaitu dimulai dari lahirnya

plasenta sampai 2 jam pertama postpartum (Saifuddin, 2006:101). Selama kala IV

dilakukan penjahitan luka bekas episiotomi menggunakan anestesi lidokain 1%

non epinefrin. Tindakan ini sesuai dengan Permenkes 1464 yaitu bidan

mempunyai wewenang melakukan penjahitan luka jalan lahir tingkat 1 dan 2.

Dilakukan pemantauan sesuai dengan APN meliputi; mengobservasi tekanan


328

darah, nadi, TFU, kontraksi uterus, kandung kemih dan perdarahan tiap 15 menit

pada 1 jam pertama dan tiap 30 menit pada 1 jam kedua, mengobservasi suhu tiap

jam selama 2 jam pertama; memandikan ibu, mendekontaminasi tempat dan alat

persalinan; memeriksa napas dan suhu bayi; menjelaskan tanda bahaya kala IV

serta melengkapi partograf.

4.3 Nifas

Pada kunjungan nifas pertama tanggal 22-05-2016 (6 jam postpartum) Ny.

R mengeluh nyeri pada luka jahitan perineum. Menurut Varney, Kriebs, dan

Gegor (2008:974-975), keluhan yang sering dialami ibu masa nifas adalah nyeri

pada luka jahitan perineum, penyebab terjadinya nyeri akibat laserasi atau

episiotomi dan jahitan pada saat persalinan. Hal ini normal, karena pada ibu

dilakukan episiotomi saat persalinan dan dilakukan penjahitan. Asuhan kebidanan

yang diberikan adalah menjelaskan mengenai nyeri pada luka jahitan perineum

dan cara mengatasi. Selain memberikan asuhan spesifik pada masalah yang

muncul, juga diberikan asuhan rutin. Ibu dapat menjelaskan kembali nasehat

bidan dan mengatakan akan melaksanakannya.

Pada kunjungan nifas ketiga tanggal 03-06-2016 ibu mengeluh jahitannya

sedikit terbuka dan belum kering. Hasil pemeriksaan keadaan luka jahitan

perineum terbuka sedikit dan belum kering, tidak berbau, tidak kemerahan, dan

tidak bernanah. Menurut Jane Coad (2006: 306), luka jahitan akan mengering 1

minggu pasca salin. Tahapan penyembuhan luka menurut Jane Coad (2006: 306),

1 minggu Krusian mengering, mengeras dan akhirnya mengelupas, terjadi aktifitas

mitosis di sel epidermis, terbentuk kapiler pembuluh darah baru, jaringan ikat
329

yang dibentuk oleh firoblas menunjang kapiler baru. 6 bulan epitelisasi tuntas,

jaringan ikat mengalami reorganisasi, pembuluh darah berkurang dan jaringan

lebih kuat. Menurut penulis keluhan ibu termasuk hal yang patologis, karena

ditemukan adanya tanda-tanda infeksi. Asuhan kebidanan yang diberikan yaitu

menjelaskan cara mengatasi luka perineum yaitu dengan memberikan salep

bioplacenton dan antibiotic neomycin. Dan penekanan diit tinggi protein. Selain

memberikan asuhan spesifik pada masalah yang muncul, juga diberikan asuhan

rutin. Pada kunjungan nifas berikutnya jahitan belum mengering teratasi.

TFU 6 jam PP 2 jari bawah pusat, 6 hari PP TFU pertengahan pusat

simpisis dan 12 hari PP TFU tidak teraba. Teori yang dikemukakan Manuaba

(2012: 200) saat plasenta lahir TFU setinggi pusat, 7 hari TFU pertengahan pusat-

simpis dan 14 hari TFU tidak teraba. Lochea 6 jam PP warna merah segar, 6 hari

PP warna merah kecoklatan, hari ke 12 warna kekuningan. Teori yang

dikemukakan Ambarwati locea pada hari ke 1-4 berwarna merah segar, hari ke 4-

7 warna merah kecoklatan, hari ke 7-14 warna kuning kecoklatan. Laktasi lancar

mulain bayi lahir sampai 40 hari PP diberikan ASI saja tanpa makanan lain tiap 2

jam sekali. Teori menurut Saifuddin (2009: 378) menyatakan bahwa bayi sehat

cukup bulan tidak perlu diberikan minuman lain, karena bayi sehat cukup bulan

mempunyai cadangan cairan dan energi yang dapat mempertahankan

metabolismenya. Proses involusi, lochea dan laktasi normal tidak terdapat

kesenjangan antara teori dan kasus.

4.4 Neonatus

Bayi lahir dengan berat badan 3300 gram, panjang badan 50 cm. Pada 6

jam pasca lahir kolostrum sudah keluar baik payudara kanan maupun kiri dan bayi

sudah disusui ASI saja tanpa susu formula, bayi dapat menyusu kuat sebanyak 4x.
330

Asi merupakan makanan terbaik untuk BBL Kondisi ini sesuai teori menurut

Manuaba (2012: 214) dalam kolostrum engandung imunoglobulin, laktoferin, ion-

ion (Na, Ca, K, Zn, Fe), vitamin (A, E, K, dan D), lemak, dan rendah laktosa yang

sesuai kebutuhan bayi baru lahir. Kolostrum banyak mengandung antibodi dan

anti infeksi serta dapat menumbuhkembangkan flora dalam usus bayi, untuk siap

menerima ASI.

Pada kunjungan kedua tanggal 28 Mei 2016 (hari ke 6) berat badan bayi

3600 meningkat pada hari ke 11 menjadi 4600 gram, tidak ada keluhan dan tidak

terjadi penurunan berat badan pada 1 minggu pertama kelahiran , hal ini tidak

sesuai dengan teori menurut Wiknjosastro (2008: 143) umumnya terjadi

penurunan berat badan bayai pada 1 minggu pertama pasca kelahiran. Hal ini

dipengaruhi karena frekuensi menyusu dan asupan nutrisi yang adekuat. Asuhan

yang diberikan adalah memotivasi ibu memberikan ASI secara on demand tanpa

makanan tambahan selama 6 bulan minimal 2 jam sekali, jadwal kunjungan ulang

dan pijat bayi setelah tali pusat lepas. Ibu mengatakan akan menyusui bayinya

secara on demand.

Pada kunjungan keempat tanggal 19 Juni 2016 tidak ada keluhan, berat

badan bayi meningkat menjadi 4900 gram, panjang badan 54 cm pada hari ke 28

ibu melaksanakan nasehat bidan. Hasil dari pemeriksaan DDST pertumbuhan dan

perkembangan bayi normal sesuai usia dilihat dari hasil DDST yaitu 0T dan 0P.

Asuhan yang diberikan adalah mengajarkan ibu menstimulasi bayinya, tetap

memotivasi ibu memberikan ASI saja secara on demand tanpa makanan tambahan

selama 6 bulan, dan memesan ibu mengimunisasikan bayinya sesuai jadwal. Ibu
331

mengatakan akan menstimulasi bayinya dan akan mengimunisasikan bayinya

sesuai jadwal.

4.5 Keluarga Berencana

Kunjungan tanggal 01 Juli 2016 (40 hari postpartum) bersamaan dengan

kunjungan nifas keempat, ibu berencana ingin menggunakan kontrasepsi IUD satu

bulan lagi, sementara ini menggunakan KB MAL. Ny. R menyusui bayinya 12-

13 kali sehari menggunakan ASI saja tanpa tambahan makanan lain atau susu

formula, belum haid, bayi berumur dibawah 6 bulan. Ibu memeuhi syarat KB mal.

Hal ini sesuai dengan teori menurut Affandi, (2013:MK 1-MK 4) MAL

memerlukan persiapan sejak perawatan kehamilan agar segera menyusui dalam 30

menit pasca persalinan. Penapisan KB MAL dapat digunakan oleh ibu yang

menyusui secara eksklusif, bayinya berumur 6 bulan dan belum mendapatkan haid

setelah melahirkan. Ibu harus menyusui bayinya secara penuh dan On Demand.

Tidak terdapat kesenjangan antara teori dan kasus. Penapisan untuk IUD ibu lama

haid 6-7 hari, menstruasi lancar tidak ada keluhan, konsistensi encer terdapat

sedikit gumpalan, tidak pernah menderita penyakit PID, perdarahan diluar masa

haid, tidak mempunyai riwayat kehamilan ektopik, keputihan patologis, riwayat

kanker serviks dan HIV/AIDS, IMS, tidak pasca keguguran. . Menurut Affandi

(2013: U26-U35) penapisan dengan skor 4: sepsis puerpuralis,pasca keguguran

septic, kelainan cavum uteri, metroragi, kanker serviks, PRP, IMS, TBC pelvis,

dan skor 3: 4 minggu PP, karsinoma ovarium, risiko tinggi IMS dan risiko tinggi

HIV/AIDS. Tidak ada kesenjangan antara teori dan kasus hasil penapisan ibu

tidak ada kontraindikasi pemakaian KB IUD. Menurut Affandi, (2013: MK-85)


332

IUD dapat diinsersikan segera setelah melahirkan, selama 48 jam pertama, atau

setelah 4 minggu pasca persalinan dan 6 bulan setelah KB MAL. Tidak ada

kesejangan antara teori dengan kasus untuk penggunaan KB MAL. Selama ibu

belum menggunakan KB IUD ibu bisa menggunakan KB MAL karena faktor

ekonomi dan memenuhi kriteria KB MAL. Asuhan kebidanan yang diberikan

adalah menjelaskan syarat KB MAL dan memesan apabila ibu mendapatkan haid

berati kembali subur dan metode MAL tidak efektif lagi untuk mencegah

kehamilan dan anjurkan segera menggunakan IUD. Ibu mengatakan akan

menggunakan KB IUD satu bulan lagi.


333

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

5.1.1 Asuhan Kebidanan Maternal

1. Asuhan Kebidanan Hamil

Asuhan kebidanan secara continuity care telah dilakukan pada Ny. R

selama kehamilan trimester III, termasuk dalam kelompok ibu hamil risiko

rendah, selama kehamilan berlangsung normal namun mempunyai keluhan

sering BAK dan edema yang masih tergolong fisiologis.

2. Asuhan Kebidanan Bersalin

Proses persalinan berjalan normal saat usia kehamilan 40-41 minggu di

rumah sakit advice dokter diinduksi dengan misoprostol 1/8 pervaginam

dalam 6 jam apabila tidak terdapat kemajuan persalinan, tetapi tidak

sampai dilakukan induksi karena sudah terdapat kemajuan proses

persalinan.dilakukan episiotomi karena indikasi perinium kaku. Plasenta

lahir spontan, lengkap, luka episiotomi derajat II dijahit jelujur sub cutis,

tidak ada perdarahan setelah melahirkan.

3. Asuhan Kebidanan Nifas

Masa nifas berjalan normal laktasi lancar, involusi dan lochea normal,

dengan masalah hari ke 12 jahitan masih basah dan sedikit terbuka,

masalah teratasi pada kunjungan nifas berikutnya.


334

4. Asuhan Kebidanan KB

Ibu rencana menggunakan KB IUD tetapi ibu menunda satu bulan lagi

karena faktor ekonomi dan sementara menggunakan KB MAL. Ibu

memenuhi syarat peserta KB MAL. Hasil penapisan ibu tidak ada

kontraindikasi pemakaian KB IUD.

5.1.2 Asuhan Kebidanan Neonataus

Bayi lahir spontan belakang kepala pada tanggal 22-05-2016 pukul 04.40

WIB, jenis kelamin laki-laki, berat lahir 3300 gram, panjang badan 50 cm,

langsung menangis, gerak aktif, keadaan fisik normal, tidak ada cacat bawaan.

Dilakukan IMD 30 menit. Bayi Ny. R hanya minum ASI saja tanpa tambahan

makanan lain atau susu formula. Bayi mendapat imunisasi Hb0 2 jam setelah

lahir, salep mata, vit K, dan imunisasi HB0, tali pusat lepas usia 6 hari,

pertumbuhan dan perkembangan bayi normal.

5.2 Saran

5. 2.1 Bagi pelayanan kesehatan

Diharapkan petugas pelayanan kesehatan terutama bidan menggunakan

pendekatan asuhan kebidanan yang berkualitas sesuai standart dengan

menerapkan asuhan kebidanan secara continuity of care, mau memberikan asuhan

kebidanan yang berkualitas dengan menerapkan asuhan secara berkesinambungan,

melakukan pendokumentasian yang baik dan benar sebagai perlindungan aspek

hukum dan petugas pelayanan kesehatan khususnya bidan diharapkan melakukan

pijat bayi dan deteksi dini tumbuh kembang bayi dan balita.
335

5. 2.2 Bagi masyarakat

Masyarakat diharapkan dapat memanfaatkan fasilitas pelayanan kebidanan

yang ada seperti pijat bayi, deteksi tumbuh kembang bayi dan balita, pemeriksaan

kehamilan secara rutin, persalinan, perawatan ibu nifas, neonatus, serta KB

pascasalin di fasilitas kesehatan sehingga menaikkan derajat kesehatan ibu dan

bayi.

5. 2.3 Bagi pendidikan

Meningkatkan pembelajaran materi dalam upaya penerapan asuhan

komprehensif pada ibu hamil, bersalin, nifas, KB dan neonatus oleh mahasiswa

kebidanan yang akan menjadi bidan yang bekerja di lapangan. Dan hendaknya

institusi menambah bahan bacaan di perpustakaan untuk dijadikan bahan referensi

mahasiswa dalam melaksanakan asuhan kebidanan.

5. 2.4 Bagi penulis selanjutnya

Pendokumentasian asuhan kebidanan merupakan hal yang penting

dikuasai oleh bidan, sehingga saran bagi mahasiswa kebidanan untuk

memperhatikan dan mempelajari lebih dalam tentang dokumentasi asuhan

kebidanan yang baik dan benar.


336

DAFTAR PUSTAKA

Affandi, Biran.2013.Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: PT


Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Anggraini, Yetti. 2010. Asuhan Kebidanan Nifas.Yogyakarta.Nuha Medika

Ambarwati, Eny Retna, Diah Wulandari, dan Ari Setiawan (ed). 2010. Asuhan
Kebidanan Nifas. Yogyakarta: Mitra Cendekia.

Budihardja, 2010. Pedoman Pelayanan Antenatal Terpadu.Jakarta.Kemenkes RI

Bahiyatun,2009.Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Normal.Jakarta: EGC

Chapman, Vicky. 2006. Asuhan Kebidanan Persalinan & Kelahiran. Jakarta:


EGC.

Cunningham, F. Gary., dkk. 2013. Obstetri Williams Vol. 1. Jakarta: EGC.

Dinkes. 2014. Profil Kesehatan Kabupaten Magetan Tahun 2013. Magetan:


Dinkes.
Doenges, Marilynn E., dan Mary Frances Moorhouse. 2001. Rencana Perawatan
Maternal/Bayi Edisi 2. Jakarta: EGC.

Fraser, Diane M., dan Margaret A. Cooper. 2009. Buku Ajar Bidan. Jakarta:EGC.

Handajani, Sutjiati Dwi. 2010. Manajemen Asuhan Kebidanan. Jakarta: EGC.

Hartanto, Hanafi. 2004. Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Jakarta: Pustaka


Sinar Harapan.

Hidayat, Asri, Sujiyatini, dan Weni Kristyanasari (ed). 2010. Asuhan Kebidanan
Persalinan. Yogyakarta: Nuha Medika

Jannah, Nurul. 2011. Asuhan Kebidanan Ibu Nifas. Yogyakarta: Andi.

Jordan, Sue. 2004. Farmakologi Kebidanan. Jakarta:EGC.

Kepmenkes. 2011. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 938/Menkes/VIII/2007


Tentang Standar Asuhan Kebidanan. Jakarta: Kementerian Kesehatan.
Kemenkes RI.2013. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan
Dasar dan Rujukan.

Ladewig, Patricia W., Marcia L. London, Sally B. Old. 2006. Asuhan Ibu dan
Bayi Baru Lahir. Jakarta: EGC.
337

Leveno Kenneth J.2009.Obstetri Williams.Jakarta:EGC

Manuaba, dkk. 2012. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan KB. Jakarta:
EGC.

Marmi. 2011. Asuhan Kebidanan Pada Masa Antenatal. Yogyakarta: Pustaka


Pelajar.

Marmi. 2011. Asuhan Neonatus, Bayi, Balita dan Anak Prasekolah. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.

Marmi.2014.Asuhan Kebidanan Pada Masa NifasPuerperium


Care.Yogyakarta.Pustaka Belajar

Muslihatun, Wafi Nur. 2010. Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita. Yogyakarta:
Fitramaya

Nugrojho, Taufan.2012.Patologi Kebidanan.Yogyakarta.Nuha Medika

Purwanti, Eni. 2012. Asuhan Kebidanan untuk Ibu Nifas. Yogyakarta: Cakrawala
Ilmu.

Romauli, Suryati. 2011. Buku Ajar Asuhan Kebidanan I. Yogyakarta: Nuha


Medika.
Saifuddin, Abdul Bari. 2009. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Jakarta: YBP-SP.

Saifuddin, Abdul Bari. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta: YBP-SP.

Saifuddin, Abdul Bari. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: BP-SP

Saifuddin, Abdul Bari. 2012. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi.


Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Sofian, Amru,). 2013. Rustam Mochtar Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC.

Sondakh, Jenny J.S. 2013. Asuhan Kebidanan Persalinan & Bayi Baru Lahir.
Jakarta: Erlangga.

Sukarni K, Icesmi, dan Margareth ZH. 2013. Kehamilan, Persalinan, dan Nifas.
Yogyakarta: Nuha Medika.
338

Sulistyawati, Ari. 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas.
Yogyakarta: Andi Offset.

Varney, Helen, Jan M. Kriebs, dan Carolyn L. Gegor. 2006. Buku Ajar Asuhan
Kebidanan Edisi 4 Volume 1. Jakarta: EGC.

. 2007. Buku Ajar Asuhan


Kebidanan Edisi 4 Volume 2. Jakarta: EGC.

Walsh, Linda V., dan Monica Ester (ed). 2007. Buku Ajar Kebidanan Komunitas.
Jakarta: EGC.

Wheeler, Linda. 2004. Buku Saku Asuhan Pranatal dan Pascapartum.


Jakarta:EGC.

Wiknjosastro, Gulardi H., dkk. 2010. Asuhan Persalinan Normal Asuhan


Essensial, Pencegahan dan Penanggulangan Segera Komplikasi
Persalinan dan Bayi Baru Lahir. Jakarta: JNPK-KR.

Wiknjosastro, Gulardi H., dkk. 2008. Pelatihan Klinik Asuhan Persalinan


Normal. Jakarta: JNPK-KR.

. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta: YBP-SP.

Wulandari, Setyo R.2011.Asuhan Kebidanan Ibu Masa Nifas.Yogyakarta:


Gosyeng Publisher
339

LAMPIRAN
340

LEMBAR PERSETUJUAN
(INFORMED CONSENT)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : ..........................................................

Umur : .................................................tahun

Pendidikan : ..........................................................

Pekerjaan : ..........................................................

Alamat : ..........................................................

Setelah mendapatkan penjelasan maksud dan tujuan serta memahami

pelaksanaan studi kasus asuhan kebidanan secara continuity of care pada ibu

hamil, bersalin, nifas, neonatus dan KB oleh Mahasiswa Prodi DIII Kebidanan

Magetan Politeknik Kesehatan Surabaya, dengan ini saya menyatakan bersedia

menjadi klien dalam pelaksanaan asuhan kebidanan secara continuity care

tersebut.

Demikian persetujuan ini saya buat dengan sesungguhnya tanpa ada

paksaan dari siapapun, agar dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.

Magetan, ............................. 2016

Yang Menyatakan

(..........................................)
341

SURAT PERMOHONAN

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Alqis Aliza Wahyu Hariani

NIM : P27824213071

Status : Mahasiswa Prodi DIII Kebidanan Kampus Magetan Politeknik

Kesehatan Surabaya

Memohon kesediaan ibu menjadi klien untuk bimbingan Laporan Tugas

Akhir. Bimbingan yang akan dilaksanakan berupa asuhan kebidanan secara

continuity of care dari masa kehamilan trimester III, persalinan, nifas, neonatus

dan pemilihan KB.

Demikian surat permohonan ini saya buat. Atas perhatian ibu saya

ucapkan terima kasih.

Magetan, April 2016

Pemohon

Alqis Aliza Wahyu Hariani


342

SURAT JAWABAN

Setelah membaca surat permohonan menjadi klien bimbingan Laporan

Tugas Akhir, saya menerima dan menyetujui untuk menjadi klien bimbingan

mahasiswa Prodi DIII Kebidanan Magetan atas nama:

Nama :

Status :

Demikian surat ini saya buat, atas perhatian dan kerjasamanya saya

ucapkan terimakasih.

Magetan, April 2016

Yang Menyatakan

( ............................... )

You might also like