You are on page 1of 29

Apakah skizofrenia merupakan akibat yang harus didapatkan Homo sapiens atas

kemampuannya dalam berbahasa


Timothy J. Crow *
Prince of Wales Centre, University Department of Psychiatry, Warneford Hospital, Oxford,
OX3 7JX, UK
Abstrak

Dikotomi antara skizofrenia dan penyakit manik-depresif, seperti dugaan E. Kraepelin, Tidak

ada pemisahan yang jelas yang dapat dicapai. Tidak ada kategori psikosis, tapi hanya terdapat

variasi yang berkelanjutan. Namun, definisi gejala inti oleh K. Schneider mengungkapkan

karakteristik dasar sindrom inti - tergantung pada lingkungan dan kejadian bersifat konstan di

seluruh populasi yang telah dipisahkan selama ribuan tahun. Variasi genetik yang terkait

harus setua Homo sapiens dan mewakili komponen keanekaragaman yang terdapat pada

populasi secara keseluruhan. Kerugian fekunditas yang menyertai sindrom ini membutuhkan

keseimbangan dalam keuntungan substansial dan universal; Keuntungan ini, diantaranya

adalah bahasa; Bahasa dan psikosis memiliki asal usul evolusi yang umum. Bahasa, berasal

dari perubahan kritis pada kromosom seks (perubahan genetik yang menentukan spesies)

yang terjadi di Afrika Timur antara 100 dan 250 ribu tahun yang lalu yang memungkinkan

kedua hemisfer berkembang pada tingkat kemandirian. Bahasa dapat dipahami sebagai dua

hemisfer dengan satu fungsi komponen terbatas pada hemisfer yang dominan - dan kedua -

sampling terdistribusi paralel terjadi terutama di hemsifer yang tidak dominan. Mekanisme

ini memberikan penjelasan tentang bahasa. Arti penting gejala inti adalah bahwa ini

mencerminkan pemecahan koordinasi bahasa dua hemisfer, mungkin secara khusus dari

proses 'pengindeksanasionalisasi' (pembedaan antara 'I' dan 'you'). Gejala inti dapat

digambarkan sebagai 'bahasa; Fenomena dan karakteristik sindrom inti pada skizofrenia

menggambarkan petunjuk tentang asal spesies.

Kata kunci: Inti; Skizofrenia; Spesiasi; Bahasa; Dominan


1. Apakah skizofrenia itu suatu entitas?

Ada keraguan serius tentang realitas 'skizofrenia' sebagai kategori diskrit (Crow, 1986,

1995d; Boyle, 1990). Asal mula konsep tersebut terletak pada perbedaan yang tepat bahwa E.

Kraepelin (1919) mengelompokkan antara demensia prekoks dan gangguan jiwa tipe manik-

depresif. Di satu sisi, Kraepelin berpendapat bahwa terdapat penyakit dimana perubahan

mood (depresi atau kegembiraan) menonjol, dan gejala psikotik (delusi dan halusinasi) dapat

dilihat sebanding dan mungkin sekunder akibat perubahan mood. Penyakit Kraepelin ini

dikelompokkan dengan gangguan jiwa manik-depresif, dimana pemulihan yang lengkap

biasanya dapat diharapkan. Di sisi lain, ada keadaan penyakit dimana fenomena psikotik

tidak dapat dipahami dengan cara ini. Dia mengelompokkan penyakit ini, di mana hasilnya

tidak seperti demensia praecox dan paraphreia. Sampai saat ini, pemisahan demensia praecox

dan gangguan jiwa manik-depresif ('schizophrenia' dan 'afektif' kelompok psikosis) tidak lagi

menantang. Memang dapat dikatakan sebagian besar, klasifikasi kejiwaan modern

berpengaruh pada pemikiran etiologi. Skizofrenia, sebagai demensia praecox menurut E.

Bleuler (1950), dan psikosis afektif (manic-depressive) umumnya dianggap sebagai entitas

yang berbeda pada pola gejala, perawatan dan hasil. Dengan implikasi, mereka memiliki

etiologi yang terpisah.

Namun, Kraepelin (1920) sendiri mengalami keraguan. Jadi, dia menulis Banyak

kesulitan yang menghalangi kita untuk membedakan antara gangguan jiwa manik-depresif

dan demensia praecox. Tidak ada psikiater yang berpengalaman yang akan menyangkal

adanya sejumlah besar kasus yang sangat mengerikan, dimana tampaknya tidak mungkin,

meskipun pengamatannya sangat hati-hati, untuk membuat diagnosis yang kuat .... semakin

jelas bahwa kita tidak dapat membedakannya. Dua penyakit ini menimbulkan kecurigaan

bahwa masalah yang kita rumuskan mungkin salah.


Tidak dapat dipungkiri bahwa terdapat perbedaan antara penyakit psikotik. Ada hubungan

antara hal yang menyebabkan timbulnya penyakit dan hasilnya - penyakit psikotik dengan

ciri-ciri afektif umumnya memiliki hasil yang lebih baik daripada yang tidak memiliki ciri

semacam itu, dan generalisasi ini adalah warisan Kraepelin. Penyakit 'Schizo-afektif'

(Kasanin, 1933) umum terjadi dan dengan tidak adanya prinsip yang dapat diklasifikasikan

subkelasnya, mereka mengurangi dikotomi Kraepelinian.

2. Sebuah rangkaian penyakit psikotik

Skizofrenia adalah entitas yang sulit dipahami dan ditunjukkan oleh kurangnya

kesepakatan tentang bagaimana seharusnya didefinisikan. Endicott dkk. (1982) menerapkan

berbagai kriteria diagnostik yang berbeda untuk serangkaian 46 pasien yang dirawat di

Psychiatric Institute di New York yang memenuhi setidaknya satu dari definisi ini. Dengan

kriteria paling liberal, 44 pasien menderita skizofrenia, namun yang paling jelas hanya ada 6

pasien. Temuan tersebut menimbulkan skeptisisme tentang keberadaan 'entitas penyakit'

semacam itu. Namun, pengamatan lebih dekat menunjukkan bahwa perbedaan dalam

penelitian ini antara rangkaian kriteria pola penyakit pada kategori psikosis 'schizo-afektif'

dan psikosis 'afektif'. Kriteria yang lebih liberal mengalokasikan lebih banyak pasien untuk

kategori 'skizofrenia' dan lebih sedikit untuk diagnosis ini; Kriteria yang lebih ketat

menguraikan kasus yang dikecualikan dari diagnosis 'skizofrenia' terhadap kategori psikosis

'schizo-afektif' atau bahkan 'afektif'. Batas kategori adalah sewenang-wenang. Temuan ini

lebih mudah ditemukan dengan anggapan bahwa ada rangkaian (Crow, 1990c, 1994b, 1995b)

yang membentang dari psikosis maniak-depresif yang lebih 'dimengerti' dan psikosis

skizofrenia yang kurang dapat dipahami di sisi lain.


Apa yang dimaksud dengan kontinum semacam itu? Sementara konsep kategoris

kompatibel dengan penyebab eksogen (lingkungan), sebuah kontinum menunjukkan bahwa

gangguan tersebut mewakili komponen yang bersifat intrinsik pada individual, yaitu variasi

yang ekstrim dalam populasi normal. Disini, akan dikemukakan bahwa gejala tersebut

merupakan petunjuk terhadap variasi genetik yang melambangkan populasi Homo sapiens,

dalam artian variasi tersebut dihasilkan dalam transisi dari prekursor hominid, dan bahwa

dimensi yang relevan berhubungan langsung dengan Fungsi yang menjadi ciri Homo sapiens

sebagai spesies, yaitu bahasa.

Ini adalah kontribusi khusus K. Schneider (1957) untuk menemukan gejala (yang

digambarkan sebagai peringkat pertama atau inti) yang mengidentifikasi sindrom yang paling

khas (Tabel 1). Gejala inti (misalnya gedankenlautwerden, penyisipan dan pemindahan

pikiran) terkenal karena ketidakmampuan mereka. Seperti kehilangan batas antara diri dan

dunia luar atau lebih khusus lagi dengan orang lain. Mereka membentuk suatu hubungan

patologis antara pemikiran dan bahasa. Sementara mereka gagal untuk mengidentifikasi

kategori yang berbeda dari penyakit psikotik, gejala-gejala ini menentukan usia tua yang

memberi tahu kita arti distribusi populasi psikosis.

Tabel 1. Beberapa gejala inti skizofrenia

Gejala Deskripsi Lokasi hemisfer yang


tidak dominana
Pengalaman Delusi kontrol Frontal
-perasaan, aksi yang
dikontrol dari luar

Pendengaran Though of ecgo Fronto-parieto-temporal


-pemikiran tentang suara Halusinasi orang ketiga
yang tidak keras Komentar
-suara yang berdiskusi
antara satu dengan tiga
orang
Pengalaman yang berpikiran Though of : withdrawal Parieto-temporal
tentang Insertion
-Hilang dari satu kepala broadcast
-Masuk ke dalam satu
kepala
-Menyiarkan kepada orang
lain

3. Organisasi Kesehatan Dunia : Sepuluh Negara Studi tentang Insidensi

Sebagai jawaban komprehensif untuk pertanyaan tentang kejadian skizofrenia seperti

yang kita dapatkan dari WHO Ten Country Study of Incidence (Jablensky et al., 1992). Dari

sepuluh pusat yang tersebar di seluruh populasi berbeda seprti di Jepang, India, Eropa Utara

dan Hawaii, para penulis ini mendefinisikan lokasi dan mengidentifikasi masing-masing

fasilitas dimana individu yang mengalami gejala psikotik untuk pertama kalinya. Dengan

prosedur wawancara terstandardisasi, mereka mampu menunjukkan reliabilitas yang baik

tentang gejala dan mencapai diagnosis (lihat Gambar 1).

Gambar 1. Insidensi Skizofrenia di 7 pusat berdasarkan definisi WHO Ten Country Study
Temuan utama menghambat konsep asal kita. Sedangkan dengan definisi 'luas' (termasuk

diagnosa yang dialokasikan oleh klinisi rumah sakit dan juga kriteria para peneliti yang

mengadopsi kriteria liberal), ada perbedaan yang signifikan antara kejadian, ketika kriteria

tersebut didefinisikan secara lebih sempit, khususnya oleh kehadiran peringkat pertama,

perbedaan antara pusat menjadi kurang dan dalam perbandingan ini menjadi tidak signifikan.

Makna menjadi lebih jelas ketika seseorang menganggap psikosis sebagai entitas yang dapat

didefinisikan dengan batasan diagnostik yang berbeda (lebih luas atau sempit). Jika ada

perbedaan nyata dalam kejadian di antara populasi, karena kriteria ditarik lebih sempit, orang

akan mengharapkan perbedaan kejadian menjadi lebih besar. Namun, ini bukan yang terlihat.

Sebenarnya mereka menjadi kurang (dan variansnya berkurang). Temuan ini konsisten hanya

dengan interpretasi kedua --- bahwa kejadian konstan pada populasi, dan bahwa perbedaan

dengan kriteria diagnostik yang luas timbul dari perbedaan tingkat dimana ambang diambil

(Gambar 2).

Skizofrenia tampaknya konstan di seluruh populasi yang berbeda secara luas di

lingkungan geografis, iklim, industri dan sosial, dan munculnya gejala peringkat pertama

adalah untuk menunjukkan fakta ini. Gejala-gejala ini menentukan tingkat keparahan atau

ketidaktahuan dimana kemungkinan besar seseorang yang mengalaminya untuk pertama

kalinya akan datang ke layanan psikiatris atau yang terkait, dan dengan demikian akan

disebutkan seperti dalam penelitian WHO.


Gambar 2. 2 Interpretasi yang mungkin berdasarkan penemuan WHO Ten Country Study

Kesimpulannya menantang. Jika skizofrenia tidak bergantung pada lingkungan, penyakit

ini berbeda dari penyakit fisik umum seperti penyakit arteri koroner, diabetes dan artritis. Ini

mewakili interaksi antara faktor etiologi genetik dan lingkungan dengan cara yang tidak

dimiliki skizofrenia. Skizofrenia tampaknya adalah karakteristik populasi manusia. Ini adalah

penyakit (mungkin penyakit) manusia.

4. Berapa umur mutasi skizoofrenia?

Jika variasi yang mendasari fenomena psikologis ini bersifat genetik, seseorang dapat

bertanya 'berapa umur mutasi skizofrenia?' Entah mutasi (yaitu variasi genetik) atau

mekanisme yang memunculkannya harus mendahului pemisahan populasi dimana sekarang

ini ada. Mengingat bahwa populasi Jepang, India dan Eropa Utara telah dipisahkan selama

ribuan (mungkin setidaknya 10.000) tahun, 'mutasi' sudah jelas tua. Ketika seseorang

menganggap sebagai tambahan bahwa skizofrenia pada dasarnya memiliki fitur yang sama

ada pada populasi Aborigin Australia yang terpisah dari keseluruhan Homo sapiens modern

setidaknya 50.000 tahun yang lalu (Mowry et al., 1994), maka varietas pastilah kuno -

sebenarnya, itu pastinya telah didahului atau bertepatan dengan asal mula Homo sapiens

modern [berdasarkan DNA mitokondria] (Stoneking et al., 1992)] sampai antara 137.000 dan

250.000 tahun yang lalu di Afrika Timur.


Perubahan genetik yang mendahului Homo sapiens modern dapat dianggap sebagai

'peristiwa spesiasi', peristiwa yang memungkinkan spesies ini berkembang dalam populasi

untuk menempati berbagai ekologis dengan cara yang tidak pernah dilakukan oleh spesies

primata sebelumnya yaitu dengan membentuk lingkungan untuk keuntungan sendiri dan

mengancam kelangsungan hidup banyak organisme lainnya. Ini pastilah berhubungan dengan

karakteristik bahasa spesies.

Pertanyaan kedua dapat ditanyakan: Siapa (terlepas dari penderitanya sendiri) membawa

predisposisi skizofrenia? Pertanyaan ini relevan dengan studi keterkaitan genetik (yang

mencoba menemukan gen atau banyak gen) namun juga diajukan dalam konteks eugen oleh

mereka yang mengira mungkin menghilangkan kecenderungan ini dari populasi. Sebagai

pelopor kebijakan genosida Nazi selama Perang Dunia Kedua, pandangan ini memiliki

sejarah yang tidak menguntungkan (Meyer-Lindenberg, 1991).

Studi WHO menyoroti masalah ini. Tidak mungkin ada sebagian kecil populasi yang

membawa gen yang tidak ada lagi karena jika ada pecahan semacam itu, tidak ada alasan

mengapa hal itu harus tetap konstan pada populasi yang telah terpisah selama puluhan tahun.

Bahkan ribuan tahun. Variasi antar populasi, baik sebagai hasil seleksi diferensial atau genetic

akan diharapkan. Kita harus menyimpulkan bahwa variasi predisposisi terhadap skizofrenia

merupakan bagian tidak terbatas pada subfraksi - ia harus melintasi populasi secara

keseluruhan.

Disamping distribusi populasi sebagai karakteristik yang aneh dan tidak dapat dijelaskan

adalah usia onset. Onset psikosis terjadi (rata-rata 2-3 tahun lebih awal pada pria daripada

wanita) sepanjang fase reproduksi kehidupan (Penrose, 1991). Karena ini juga merupakan

fase paling sehat dimana harapan penyakit fisik paling rendah. Mengingat bahwa penyakit

tersebut dikaitkan dengan kerugian prokreasi (penderitanya cenderung tidak memiliki


populasi pada umumnya memiliki anak (MacSorley, 1964; Vogel, 1979) mungkin dengan

faktor 50%] fakta ini menunjukkan sebuah jari pada paradoks utama - jika penyakitnya

berasal dari genetik, mengapa gen ini tidak dipilih dari populasi?

Gambar 3. Diaspora Homo sapiens modern

5. Bahasa dan psikosis: asal usul evolusi yang umum

Teori Darwin (teori asal usul variasi genetik) diperlukan (Crow, 1995e). Untuk fungsi apa

variasi seperti itu bisa berhubungan? Apa keuntungan yang bisa menyeimbangkan kelemahan

terkait dengan skizofrenia? Jelas, keuntungannya tidak ada pada penderitanya sendiri, atau

dari argumen yang diberikan diatas dapatkah hal itu terbatas pada kerabat tingkat pertama.

Jika predisposisi skizofrenia adalah bagian dari variasi yang melintasi populasi secara

keseluruhan, dan jika dapat ditelusuri kembali ke asal mula Homo Sapiens modern,

kesimpulannya sulit untuk ditolak bahwa variasi genetik ini terkait langsung dengan fungsi

yang merupakan ciri spesies, yaitu bahasa (gagak, 1995a, 1996b).

Sebagai komunikasi, bahasa memiliki karakteristik yang membedakannya dari sistem

precursor primata. De Saussure (1916) menekankan bahwa hubungan antara tanda (kata) dan

apa yang dimaksud adalah sewenang-wenang. Kata-kata menandakan apa, dengan

penggunaan dalam komunitas berbahasa bahasa yang telah ditetapkan, mereka akan

menandakan; Mereka dipelajari dan bisa dikalikan. Monyet vervet memiliki sistem yang
dapat mengkomunikasikan 'elang', 'macan tutul' atau 'ular' ke monyet vervet lainnya, namun

tanda yang mereka gunakan tetap (Cheney dan Seyfarth, 1990). Dalam bahasa manusia,

seperti yang ditunjukkan Chomsky (1965), jumlah kalimat yang mungkin tidak terbatas

secara efektif tidak terbatas, namun masing-masing kalimat yang terbentuk dengan benar

dapat dikenali oleh pembicara kompeten bahasa tersebut pada saat pendengaran pertama.

Kapasitas untuk bahasa adalah ciri identifikasi Homo sapiens, namun ini adalah dokumentasi

dokumenter terbatas (Bickerton, 1995). Bukti untuk kemampuan representasional, seperti

yang ditunjukkan oleh seni batu, kembali tidak lebih dari 50000 tahun (Noble dan Davidson,

1996). Seperti kompleksitas bahasa itu sendiri, kemampuan untuk mewakili tampaknya

bersifat intrinsik terhadap Homo sapiens, dan relatif konstan di seluruh populasi. Dua

kemampuan itu mungkin mencerminkan aspek berbeda dari satu perubahan genetik yang

mendasari potensi komunikatif otak manusia. Bahasa berasal dari perubahan (the 'speciation

event') yang memunculkan Homo sapiens modern, sebuah peristiwa yang memperkenalkan

inovasi dalam organisasi fungsional otak.

6. Lateralisasi hemisfer dan asimetri genetika

Fakta penting tentang dasar-dasar bahasa adalah bahwa hal itu bersifat lateral. Kapasitas

untuk bahasa tampaknya telah berevolusi dengan proses peningkatan spesialisasi hemisfer,

kontrol otak ('dominasi') untuk bahasa yang diterjemahkan ke dalam satu (paling sering

belahan kiri) hemisfer. Pendirian khusus tersebut disertai dengan preferensi untuk

menggunakan tangan kanan untuk tugas yang membutuhkan keterampilan motorik halus.

Perubahan ini mungkin telah terjadi di Homo erectus atau bahkan di Homo habilis (Steele,

1997), namun asimetri terarah untuk keterampilan motorik tentu lebih besar daripada pria

primata lainnya. Ini mungkin merupakan karakteristik spesies, tapi satu di antaranya variasi

dalam populasi dipertahankan (McManus, 1991; Perelle dan Ehrman, 1994): di antara 6 dan
12% (tergantung pada kriteria) dari semua populasi yang telah dipelajari memiliki preferensi

untuk penggunaan tangan kiri.

Transmisi wenangan (indeks asimetri di otak) di dalam keluarga dapat

dipertanggungjawabkan oleh gen aditif tunggal ('faktor pergeseran tepat') yang menyulitkan

hemisfer kiri dan tangan kanan menuju dominasi pasangan kontra lateral mereka ( Annett,

1985). Sebagai teori transmisi wenangan dalam keluarga, Annett memiliki poin yang sama

(misalnya dalil gen tunggal yang dikombinasikan dengan pengaruh acak) dengan McManus

(1985). Lebih kontroversial, Annett berpendapat bahwa geno- gen berbeda pada lokus 'right

shift' putatif (diperkirakan dari posisi mereka pada kontinum keterampilan tangan relatif)

dikaitkan dengan kemampuan kognitif yang berbeda, khususnya heterozigot (_ +) untuk

Faktor pergeseran yang tepat ada pada keuntungan sehubungan dengan homozigot (- / - dan +

/ +). Variasi genetik pada lokus ini akan menjadi kasus 'polymorphism seimbang', di mana

heterozigot memiliki keunggulan bertahan hidup dibandingkan homozigot, situasi yang dapat

mempertahankan variasi populasi terhadap tekanan selektif. Bukti untuk mendukung

pandangan ini berasal dari kohort Perkembangan Nasional Anak Inggris. Pada uji

kemampuan tangan pada usia 11 tahun, mereka yang memiliki lateralised kuat di kedua arah

kurang menguntungkan dibandingkan dengan mereka yang kurang kuat mengalami

lateralisasi, sesuai dengan teori Annett, namun mereka yang paling tidak beruntung (pada

Verbal, dan kemampuan non verbal serta kemampuan matematika dan membaca) adalah

mereka yang paling dekat dengan tujuannyaKeterampilan tangan yang sama, atau titik

'keragu-raguan hemispheric' (Crow et al., 1996).

Dominasi bahasa dan kewaspadaan tercermin dalam asimetri anatomis di otak. Pada

sebagian besar individu, lebar otak lebih besar di sebelah kanan di daerah depan dan di

sebelah kiri di daerah occipito-parietal, dan fisura lateral (Sylvian) (yang membagi temporal
dari lobus parietalis) lebih lama pada Kiri (Witelson dan Kigar, 1988). Asimetri ini kurang

pada mereka yang kidal atau ambidextrous (Bear et al., 1986; Foundas et al., 1995).

Variasinya bisa mewakili modulasi pengaruh faktor pertumbuhan tunggal (lihat Gambar 4).

Perbedaan seks dalam asimetri hadir. Laki-laki lebih cenderung kidal - 12 vs 10,5%

(McManus, 1991) - perbedaan yang ada dalam Sampel Pengembangan Anak Nasional Inggris

- dan memiliki asimetri rata-rata yang lebih besar di otak daripada wanita (Bear Et al., 1986).

Perbedaan ini mungkin terkait (lihat di bawah) pada perbedaan kecil, namun mapan, berarti

perbedaan kemampuan intelektual - dengan tumpang tindih substansial antara jenis kelamin

perempuan memiliki kelancaran verbal yang lebih besar dan laki-laki memiliki kemampuan

spasial yang lebih besar ( Maccoby dan Jacklin, 1975; McGlone, 1980; Halpern, 1992).

Gambar 4. Asimetri Otak Manusia


7. Hipotesis gen homolog X-Y

Asal-usul perbedaan jenis kelamin itu sangat diminati. Saya telah menyarankan (Crow,

1993, 1994a, 1995c) bahwa mereka mencerminkan operasi gen X dan Y-linked, yaitu gen

yang terwakili dalam bentuk homolog pada kromosom X dan Y. Hipotesis yang paling

sederhana adalah bahwa gen ini sendiri adalah determinan asimetris, yaitu faktor pergeseran

kanan Annett. Buktinya adalah

(1) bahwa individu dengan kromosom seks anomali memiliki kelemahan atau penundaan

hemisfer relatif. Individu yang kekurangan X (XO, sindrom Turner) memiliki defisit

hemisfer kanan (non-verbal), sedangkan individu dengan sindrom X (XXY =

Klinefelter, dan XXX tambahan) mengalami defisit belahan otak kiri (verbal). Ini

menunjukkan bahwa ada determinan asimetris pada kromosom X, namun kenyataan

bahwa jantan (XY) tidak memiliki defisit yang sebanding dengan yang ada di

sindrom Turner meskipun mereka hanya memiliki satu X yang mengindikasikan

bahwa harus ada gen Efek komparatif pada kromosom Y (Crow, 1989, 1993, 1994a,

1995e) (lihat Gambar 5). Perlu dicatat bahwa hipotesis Geschwind dan Galaburda

(Geschwind dan Galaburda, 1985) bahwa perbedaan jenis kelamin dalam asimetri

serebral adalah sekunder akibat pengaruh hormonal yang dikesampingkan oleh

kesamaan defisit hemisfer dalam.


Gambar 5. Neurofisiologi ketidakseimbangan yang berhubungan dengan kromosom seks aneuploid

(2) XXY (laki-laki) dan XXX (perempuan). Bahwa di dalam keluarga ada hubungan antara

seks dan kewaspadaan, saudara kandung dari jenis kelamin yang sama lebih mungkin

dibandingkan individu lawan jenis untuk memiliki kewaspadaan yang sama (Corballis et al.,

1996). Efeknya kecil (signifikan pada tingkat 0,02 pada sampel 15.000 saudara), namun

besarnya sama seperti yang diharapkan dari kombinasi efek pergeseran acak dan benar dalam

teori Annett.

Gen homolog X-Y merupakan kelas yang baru dikenali (Lambson et al., 1992). Ini

termasuk gen di daerah pseudo-autosomal (pertukaran) di telomere lengan pendek dan

panjang kromosom X dan Y, serta jumlah gen yang kecil namun terus meningkat di luar

wilayah ini. Salinan gen pada kromosom X tidak dikenai inaktivasi, sebuah perlindungan

yang menjamin kesetaraan gen antara jenis kelamin. Sedangkan untuk gen di daerah pseudo-

autosomal (dimana ada rekombinasi antara kromosom X dan Y pada meiosis laki-laki),

homologi urutan yang ketat antara salinan pada X dan bahwa pada Y akan diharapkan, di luar

daerah ini, rekombinasi tidak dilakukan. Tempat, dan divergensi antara salinan X dan Y akan
terjadi. Perbedaan tersebut, baik dalam rangkaian pengkodean protein atau kontrol, dapat

menjelaskan dimorfisme seksual. Dalam istilah evolusi, gen ini juga akan tunduk pada

kekuatan seleksi seksual (Crow, 1996a).

8. Asal mula generativitas

Apa yang paling khas tentang bahasa adalah generativitasnya - kapasitas untuk

rekombinasi yang membedakan kemampuan komunikatif manusia dengan organisme lain

(Chomsky, 1965; Bickerton, 1990; Corballis, 1991; Maynard- Smith dan Szathmary, 1995)

dan tesis Darwin (Darwin, 1871) tentang kontinuitas The Descent of Man yang begitu

kontroversial. Bagaimana sebuah proses yang tampaknya bertahap memperhitungkan apa

yang tampaknya merupakan kemampuan yang sepenuhnya baru?

Jawabannya harus terletak pada alokasi fungsi ke satu atau dua belahan lainnya. Potensi

inilah yang tampaknya dibatasi, atau setidaknya berkembang pesat, perkembangan hominid.

Padahal sebelumnya, kedua lingkungan tersebut sangat sesuai dengan fungsinya dan ini

terkait secara paralel dan topografi dengan motor dan medan sensor masing-masing, di Homo

sapiens, telah terjadi kepergian radikal [lihat Annett (1985) ; McManus (1991); Corballis

(1991) dan Steele (1997) untuk membahas diskontinuitas ini].

Mengapa potensi untuk memiliki tingkat kebebasan fungsional dari belahan otak begitu

penting? Setelah Dax (1865) dan Broca (1861), sering dinyatakan bahwa bahasa dilokalisasi

di belahan kiri atau dominan dengan implikasi bahwa ada sesuatu yang lain yang terlokalisasi

di belahan bumi yang tidak dominan, namun ini jelas tidak dapat terjadi. Fungsi apa lagi yang

bisa jadi ini? Cook (1986) bertanya:

Apa belahan otak kanan yang dilakukan sementara belahan otak kiri sibuk dengan tugas

komunikasi linguistik ... pertimbangan serius tentang sifat interaksi hemispheric melalui
koma forebrain menuntut agar kita bertanya apa yang dilakukan oleh seseorang secara

simultan dengan 'dominan' Fungsi belahan bumi lainnya. Jika hemisfer serebral memang

'saling menempel' satu sama lain karena hubungan commissural yang masif menunjukkan,

maka aktivitas di satu sisi pasti menghasilkan aktivitas pelengkap (dengan cara yang tidak

diketahui, namun secara fisiologis tepat) di sisi lain. .

Jika bahasa adalah fakultas yang mengkhususkan spesialisasi Homo sapiens dan

hemisfer adalah proses dimana hal ini terjadi, maka modifikasi otak yang telah ada di Homo

sapiens disebabkan olehFakta ini Peningkatan interkonektivitas beragam daerah kortikal

berkaitan dengan fungsi inti ini; Komponen bahasa tertentu harus ditempatkan di setiap

belahan bumi. Bahasa, oleh karena itu, adalah keseluruhan fungsi otak; Itu harus bi-

hemispheric Kunci interaksi antara belahan otak terletak pada proses misterius pembentukan

'dominasi'. Komponen apa yang ada di belahan bumi yang dominan, dan mengapa harus

begitu terpisah? Komponen pelengkap apa yang ada di belahan bumi yang tidak dominan,

dan bagaimana cara mengetuk dari sisi lain?

Jawaban untuk pertanyaan ini, disarankan, harus terletak pada hubungan antara temporal dan

spasial aspek bahasa, misalnya dalam hipotesis 'spasial bentuk' (Lakoff, 1987; Deane,1993),

konsep bahwa bahasa, sebagian, spasial maupun temporal. Bahasa isyarat memberi petunjuk

pada dasar saraf; Khususnya, transmisi melalui modalitas visual dan motor merusak klaim

apapun untuk keunggulan fonologis dan akustik, dan karena itu sangat penting bagi wilayah

Wernicke dalam persepsi ujaran. Armstrong dkk. (1995) mengemukakan bahwa fakta ini

menggeser fokus dari organisasi temporal temporalitas akustik yang baik ke bahasa bahasa

yang berorientasi spasial dan berorientasi tindakan. Struktur kalimat, menurut mereka, dapat

dipahami sebagai isyarat yang berhubungan dengan tubuh dan ruang eksternal. Penulis lain

(misalnya Jackendorff, 1996; Bierwisch, 1996; Johnson-Laird, 1996) telah


mempertimbangkan bagaimana beberapa hubungan semantik dan morfologis dapat dipahami

dalam kaitannya dengan konstruksi spasial. Timbul pertanyaan apakah organisasi spasial

dalam arti tertentu sangat sintaks. Hal ini kadang-kadang dihargai - lihat, misalnya, Anderson

(1971), Lyons (1977, hlm. 718-724), Lyons (1995, Ch 10), Jackendorffand Landau (1992)

dan Deane (1993). Hipotesis spesifik yang dikembangkan di sini adalah bahwa ada aspek

temporal dan spasial terhadap bahasa, bahwa keduanya dipisahkan (di dua belahan otak), dan

bahwa interaksi di antara keduanya sangat penting bagi modus operasi otak manusia.

Mengapa urutan keluaran dibatasi pada satu belahan bumi dapat dijelaskan oleh

fisiologi transmisi panggul, khususnya dari batas pada cara di mana kedua belahan otak dapat

berinteraksi. Keterlambatan waktu sekitar 25 ms untuk transmisi melalui korpus callosum

mencakup beberapa umpan antar-hemispheric dalam perjalanan tindakan tunggal (Ringo et

al., 1994):

Batas temporal ini akan dihindari jika alat saraf yang diperlukan untuk melakukan setiap

resolusi tinggi, tugas kritis waktu dikumpulkan di satu belahan bumi. Jika, mungkin tumpang

tindih, majelis saraf yang dibutuhkan untuk menangani tugas yang saling tumpang tindih

dikelompokkan bersama, ini akan mengarah pada spesialisasi hemispheric.

Kendala seperti itu harus berlaku untuk kalimat. Seseorang dapat mendalilkan bahwa

fokus penentu (urutan temporer yang terorganisasi) dilokalisasi dalam satu, mungkin yang

dominan, belahan bumi (dan bertindak sebagai bingkai), namun urutan ini juga memiliki

akses melalui serat komisural ke jejak saraf (isi ), Mungkin di beberapa situs, di belahan bumi

lainnya. Akses semacam itu dapat memberi dasar bagi penggandaan rekombinasi proses.
9. Memori yang bekerja, Program minimalis dan tanda Saussurean

Spesialis hemispheric dan fenomena dominasi dapat dikaitkan dengan konsep memori

kerja. Tiga komponen - lingkaran fonologis, di mana informasi kode akustik dipertahankan

selama periode detik (sesuai dengan memori 'primer' atau jangka pendek), bantalan sketsa

visuo-spasial, dari mana informasi spasial dapat diambil dan ' Eksekutif ', yang menentukan

arah pemikiran atau tindakan - diakui (Gathercole dan Baddeley, 1993).

Dalam hal teori spesialisasi hemispheric di atas, nampak jelas bahwa, untuk alasan yang

diuraikan oleh Ringo dkk. (1994), aktivitas loop fonologis tentu terbatas pada satu belahan

bumi, mungkin yang dominan. Sebaliknya, fungsi yang dilakukan oleh sketsa visuo-spasial

cukup sesuai dengan keadaan belahan bumi yang tidak dominan. Menurut hipotesis

'spatialisation of form' (lihat Lakoff (1987); Deane (1993); Armstrong dkk. (1995)] struktur

kalimat memerlukan kerangka acuan yang diperluas setidaknya dalam ruang dua dimensi, di

mana:

(1) komponen, seperti subjek dan objek, dapat dihubungkan;

(2) hubungan konstituensi dipahami sebagai korespondensi keseluruhan; dan

(3) sintaks dapat dikaitkan dengan skema tubuh. Kapasitas pemrosesan paralel belahan

nondominan menyediakan kerangka acuan semacam itu.

Elemen 'eksekutif' (elemen curiga 'homunculoid') harus secara jelas berinteraksi

dengan kedua komponen; Sebagai istilah, nampaknya menggambarkan proses pemesanan

urutan, misalnya dalam kasus bahasa di dalam dan di antara kalimat. Jika benang kontinuitas

berada dalam lingkaran fonologis di belahan bumi yang dominan, nampaknya 'eksekutif',

yang sering dianggap sebagai fungsi lobus frontal, harus berada, bersamaan dengan urutan

keluaran linier, terutama di dalam belahan bumi yang dominan. . Sebagai entitas fungsional,

ia memiliki kedekatan dengan 'juru bahasa kiri' Gazzaniga (Gazzaniga, 1992)


Dalam 'program minimalis' tatabahasa universal (Chomsky, 1995), perbedaan ditarik

antara 'bentuk logis' (LF) dan 'bentuk fonetis' (PF), yang pertama mewakili perakitan

komponen leksikal dan sintaksis dari kalimat tersebut. , Dan yang terakhir adalah ekspresi

fonetisnya dengan fungsi kritis yang terjadi di antarmuka. Bentuk logis mendahului, dan

berinteraksi dengan, bentuk fonetik, konfigurasi akhir dari yang terakhir dicapai pada 'ejaan'

di mana titik kedua komponen terpisah, dan mencapai struktur keluaran akhirnya.

Bentuk fonetik membawa hubungan dengan komponen loop fonologis ingatan

jangka pendek. Dalam teori saat ini, ia berada di belahan bumi yang dominan dan

diasumsikan memiliki bentuk sekuensial (kesatuan dan temporer). Karakteristik fungsional

utamanya bukan fonologis atau fonetik melainkan urutannya, yaitu bentuk liniernya. Menurut

de Saussure (1916): Karakteristik utama dari urutan yang diucapkan adalah linearitasnya ...

Dengan sendirinya itu hanyalah sebuah garis, pita suara yang terus-menerus.

Bentuk logis, bagaimanapun, diharapkan didistribusikan secara spasial, berada paling

sedikit di belahan bumi yang tidak dominan, dan berinteraksi dengan urutan hemispheric

yang dominan ('bentuk fonetis') melalui hubungan komisura. Gagasan bahwa bentuk logis

memiliki representasi saraf yang agak berbeda dari bentuk fonetik, yang terletak terutama di

belahan bumi yang tidak dominan dan memiliki distribusi yang sebagian spasial

(memungkinkan unsur pemrosesan paralel) memiliki implikasi. Untuk dasar saraf dari

komponen khas dari proses bahasa ini. Teori dual coding Paivio (1991) mendalilkan bahwa

kognisi ada dalam dua bentuk yang saling berhubungan - verbal ('logogens') dan non-verbal

('imagens'). Dalam hal teori saat ini, ini dianggap sebagai representasi hemispheric dominan

dan tidak dominan. Dalam terminologi Saussure, citra non-verbal yang mewakili entitas yang

'ditandai' (lihat Tabel 2). Masing-masing konsep ini konsisten dengan pandangan bahwa

mekanisme bahasa mencakup dua komponen, satu di antaranya lebih 'temporal' dan yang

lainnya 'bersifat spasial'. Apa yang ditambahkan di sini adalah hipotesis bahwa komponen-
komponen ini adalah representasi komplementer dari 'tanda' linguistik di dua belahan otak,

perbedaan yang timbul dari penyimpangan anatomi intrinsik dan genetika yang ditentukan

dalam pertumbuhan dua belahan otak manusia, dan fungsional kritis Hambatan timbul dari

kebutuhan fisiologis untuk urutan linier atau keluaran yang terbatas pada satu belahan bumi.

'Generativity' adalah konsekuensi sekunder dari akses terhadap informasi yang

didistribusikan secara spasial yang dikodekan di belahan bumi yang tidak dominan. Informasi

penting tentang mekanisme genetik diberikan oleh fenomena aneuploid insulin kromosom

seks (lihat Bagian 7 di atas). Kekurangan kromosom X (seperti pada sindrom Turner)

dikaitkan dengan defisit dalam pemrosesan spasial, dan X tambahan (seperti pada sindrom

XXY dan XXX) dikaitkan dengan defisit sekuens temporal (Money, 1993). Oleh karena itu,

sindrom ini menentukan batasan fungsi bahasa dan mengidentifikasi komponen fungsional

kritisnya - urutan temporal di belahan bumi dominan yang mengintegrasikan informasi yang

terbagi secara spasial dari belahan bumi yang tidak dominan.

10. Gejala inti sebagai anomali spesialisasi hemispheric

Konsep psikosis sebagai kegagalan diferensiasi hemispheric memiliki preseden [untuk

tinjauan konsep di abad ke-19, lihat Harrington (1987)]; Dalam 'Pandangan Baru tentang

Kegilaan: Dualitas Pikiran', AL Wigan (1844) mengemukakan pandangan bahwa 'proses

pemikiran yang terpisah dan berbeda ... dapat dilakukan di setiap serebrum secara bersamaan'

dan 'bahwa setiap serebrum adalah Mampu kemauan yang berbeda dan terpisah, dan ini

sangat sering bertentangan dengan keinginan '. Dia menganggap bahwa interaksi kedua

belahan otak yang terpisah secara fungsional merupakan akar dari gejala kegilaan. Crichton-

Browne (1907) dan Southard (1910), masing-masing dipengaruhi oleh pertimbangan

evolusioner, menghibur konsep penyakit jiwa yang serius sebagai gangguan pada belahan

otak dominan atau kiri. Flor-Henry (1969) atas dasar pengamatannya terhadap psikosis yang
terkait dengan epilepsi juga mendukung pandangan ini. Namun, temuan dari anatomi (Crow

et al., 1989; Crow, 1990a, 1993, 1997; DeLisi et al., 1997) dan studi fungsional (Gur, 1977;

Crow et al., 1996; ) Konsisten dengan hipotesis bahwa skizofrenia bukanlah kelainan pada

satu atau belahan bumi lainnya, tapi juga interaksi antara keduanya, dan secara khusus ada

kegagalan untuk membangun dominasi yang tidak pasti. Jaynes (1990) dalam bukunya 'The

Origins of Consciousness in the Breakdown of the Bicameral Mind' berhubungan, walaupun

dalam teori 'evolusioner' yang tidak masuk akal, bagaimana skizofrenia bisa mewakili regresi

ke keadaan kesadaran sebelumnya ('pikiran bikameral') Di mana kedua belahan otak kurang

dibedakan dan interaksi di antara mereka dialami sebagai 'suara'. Nasrallah (1985)

mengemukakan bahwa komponen normal dari integrasi antar budaya adalah: penghambatan

kesadaran apapun oleh kesadaran hemisfer ekspresif secara verbal (biasanya yang kiri) bahwa

ia benar-benar menerima dan mengirim pikiran.

Pada skizofrenia, fungsi ini terganggu dengan hasil bahwa kesadaran hemisfer kiri

menjadi sadar akan pengaruh dari kekuatan 'eksternal', yang sebenarnya adalah belahan

kanan (lihat Tabel 1). Menurut Nasrallah, delusi Schneiderian, seperti penyisipan dan

penarikan pikiran, dan delusi kontrol mungkin timbul dengan cara ini, walaupun konsep

penghambatan penghambatan normal tidak memberikan penjelasan yang lebih spesifik

daripada bahwa ada kegagalan integrasi antar-hemispheric . Dalam konteks hipotesis

sekarang, gejala peringkat pertama memiliki signifikansi baru. Mereka adalah petunjuk

tentang organisasi bahasa serebral, fungsi utamanya adalah berkomunikasi dengan orang lain.

Seperti yang dikemukakan di atas, proses ini membutuhkan komplementaritas fungsi antara

belahan otak, dengan satu komponen loop fonologis, yang merupakan urutan linier dan tidak

terputus, harus dilokalisasi di belahan bumi yang dominan. Dari fakta bahwa fleksibilitas

(atau generativitas) bahasa harus disumbangkan dari belahan bumi lain, dan bahwa, dalam

beberapa hal, kontribusi ini ada dalam bentuk spasial atau 'terdistribusi', maka kelainan
konektivitas antar-hemispheric akan menjadi Terkait dengan penyimpangan dalam produksi

kalimat dan kereta pemikiran, meski bentuk anomali ini tidak dapat diprediksi tanpa teori

yang lebih spesifik tentang sifat interaksi. Arti sebenarnya dari gejala peringkat pertama

skizofrenia adalah memetakan kondisi batas bahasa, untuk menggambarkan bahasa 'pada

akhir tethernya'. Kemungkinan relevansi adalah fenomena indeksisme (Lyons, 1995). Sebuah

fitur bahasa manusia adalah bahwa itu adalah sistem dua arah - suara diterjemahkan dan

menghasilkan makna, dan makna dikodekan menjadi suara - yang disebut 'bi-directionality of

the Saussurean sign' (Hurford, 1992). Prinsip umum komunikasi linguistik adalah bahwa

simbol dimiliki oleh penutur bahasa tertentu, dan dengan mekanisme bi-directional dapat

digunakan sebagai tolak ukur yang dapat dipertukarkan. Namun, seperti yang ditunjukkan

Hurford, ada kelas kata-kata, kata ganti deictic (atau indexical) T dan 'you', yang ini tidak

benar.

Rujukan tidak tetap, dan dalam percakapan dua arah, makna yang harus dilekatkan pada

simbol-simbol ini harus diaktifkan kembali dan maju, menurut siapa pun yang menjadi

pembicara. Ini adalah aspek dari proses ini yang telah menyimpang sehubungan dengan

gejala peringkat pertama - makna dan niat yang dihasilkan secara internal dikaitkan dengan

orang lain atau agen luar (lihat juga Lakoff, 1996). Hal ini juga relevan bahwa beberapa anak,

mungkin mereka yang berisiko gangguan semantik-pragmatik, yaitu yang berada dalam

spektrum autisme / sindrom Asperger, mengalami kesulitan dalam menetapkan penggunaan

kata ganti ini. Disfungsi dapat terjadi lebih awal, tapi juga bisa terjadi terlambat ketika

mekanisme bahasa mencapai puncak perkembangannya, dan ketika melakukannya, ia

mengungkapkan sesuatu tentang peran kedua belahan otak bi-directionality tanda Saussurean.
11. Perubahan otak secara alami

Jika penyakit psikotik adalah bagian dari variasi genetik yang umum terjadi pada Homo

sapiens, fakta ini memiliki implikasi untuk memahami sifat perubahan otak. Tidak dapat

diharapkan bahwa akan ada proses patologis yang spesifik untuk kondisi ini namun

perubahan otak akan mewakili variasi ekstrim yang ada dalam populasi secara keseluruhan.

Tiga perubahan morfologis mual dalam skizofrenia sekarang relatif mapan - tingkat

pembesaran ventrikel, sedikit pengurangan massa kortikal, dan hilangnya asimetri yang

merupakan karakteristik otak manusia (Crow, 1990b, 1997). Perubahan ini mewakili

pergeseran dari rata-rata populasi umum, yang, dalam kasus pembesaran ventrikel yang

wellstudied, diketahui terjadi tanpa peningkatan varians. Ketiga perubahan itu harus terkait.

Sebuah interpretasi sederhana adalah bahwa simetri perkembangan korteks serebral

menyiratkan korteks yang lebih kecil, dan mungkin kurang berbelit-belit, dan bahwa pada

gilirannya ini berarti ventrikel (yang ukurannya berkurang seiring korteksnya berkembang)

akan lebih besar. Untuk mana jalur anatomi melakukan variasi dalam struktur otak ini?

Hubungan kritis apa yang ada antara individu dengan cara mereka tunduk pada seleksi

evolusioner yang terus berlanjut? Jawabannya harus bahwa variabilitas dikaitkan dengan

hubungan anatomis yang memisahkan Homo sapiens dari spesies hominid prekursor dan

dikaitkan dengan karakteristik spesiasi bahasa. Ini adalah hubungan transkallosal yang

bervariasi dengan tingkat asimetri antara belahan otak, dan itu terus berkembang terlambat

pada ontogeni. Kita dapat membayangkan bahwa hubungan ini mempertahankan plastisitas

mereka sepanjang masa reproduksi kehidupan orang dewasa, bahwa sejauh mana mereka

menghubungkan area homotopik di kedua sisi otak bervariasi antara individu dan variabilitas

ini dikaitkan dengan dimensi kemampuan bahasa yang penting. Dalam populasi secara

keseluruhan. Ini adalah integrasi yang tepat dari lintasan perkembangan ini dengan plataeu

pertumbuhan otak yang merupakan subjek seleksi lanjutan. Dalam proporsi individu,
waktunya sedemikian rupa sehingga interaksi antar-hemispheric menghasilkan fenomena

(termasuk gejala peringkat pertama skizofrenia) yang mengganggu individu dan mengganggu

komunikasi interpersonal namun mengungkapkan aspek kritis dari mekanisme bahasa saraf.

12. Ikhtisar, implikasi dan prediksi

Esai ini menyajikan versi terbaru teori pengembangan (Crow, 1990a, b, c, 1993, 1995a, c,

d, 1996a, b) yang mencoba untuk menggambarkan dan menjelaskan fenomena psikosis dalam

konteks evolusioner. Bagian ini merangkum komponen konsep, merinci implikasinya dan

upaya untuk mengidentifikasi prediksi yang dapat diuji.

Komponennya adalah

(1) Bahwa fenomena psikosis bersifat kontinu dan tidak kategoris. Tidak ada entitas penyakit

dalam arti bahwa ada keadaan diskrit yang memiliki hubungan satu lawan satu dengan agen

kausal. Implikasi dari hal ini adalah bahwa psikosis hanyalah variasi yang ekstrem (walaupun

sangat maladaptif) dalam populasi normal.

(2) Gejala psikotik yang paling khas, paling tidak dimengerti, gejala nuklir skizofrenia -

adalah kasus yang membuktikan peraturannya. Jika fenomena ini terjadi, seperti yang

ditunjukkan oleh WHO Ten Country Study, universal pada populasi manusia, mereka hampir

tidak dapat dianggap tidak terkait dengan struktur psikologis manusia - mereka adalah indeks

variabilitas intrinsiknya dan penunjuk pada sifat fungsi kunci. Jika gejala ini invarian pada

populasi, maka diperkirakan sindrom psikiatri lainnya, mis. Mania, negara anancastic, jika

bisa didefinisikan dengan cukup andal, juga akan ditemukan demikian.

(3) Mengingat bahwa variasi yang terkait dengan psikosis bersifat universal, dan secara

biologis tidak menguntungkan, hal ini berawal bahwa asalnya sama tuanya dengan spesies

dan bahwa ada hubungan yang diperlukan antara ketekunan variasi dan sifat dan

kelangsungan hidup. Spesiesnya. Argumen ini mengarah pada kesimpulan yang tak terduga
bahwa variasi genetik yang terkait dengan psikosis adalah cerminan dari peristiwa spesiasi -

transisi genetik ke Homo sapiens modern. Ini juga mengikuti bahwa variasi genetik dikaitkan

dengan karakteristik spesiasi bahasa.

(4) Tampaknya hanya ada satu hipotesis saat ini yang dapat menjelaskan transisi ini - bahwa

otak menjadi 'lateralised', atau khusus dalam istilah hemispheric, dengan cara yang

sebelumnya tidak demikian. Perubahan genetik yang memungkinkan hal ini terjadi (peristiwa

spesi fi kasi) menghasilkan kapasitas bahasa bersamaan dengan dimensi keragaman dalam

populasi manusia yang mencakup predisposisi psikosis. Prediksinya adalah gen untuk

asimetri serebral akan membawa variasi yang menjadi predisposisi penyakit psikotik.

(5) lokus untuk faktor asimetris (dan kejadian spesiasi) pada kromosom seks di kelas gen

homolog X-Y diprediksi berdasarkan (i) derivasi psikologis aneuploiditas kromosom seks;

Dan (ii) hubungan antara seks dan kewaspadaan. Lokasi semacam itu bisa menjelaskan

perbedaan jenis kelamin (misalnya pada usia onset psikosis, dan kelancaran verbal dan

kemampuan spasial), dan ini akan dipertahankan oleh kekuatan seleksi seksual, yaitu

perbedaan kriteria pilihan pasangan dalam dua jenis kelamin. . Prediksi ini dapat diuji dalam

investigasi keterkaitan untuk asimetri dan psikosis pada kromosom X.

(6) Sebagai hasil dari perubahan genetik ini, beberapa proses saraf, di mana evolusi bahasa

bergantung, menjadi terbatas pada satu belahan bumi. Komponen ini, disarankan, adalah

urutan linier keluaran (fonologis). Karena itu adalah urutan temporal, itu bersifat

onedimensional, namun masing-masing komponen memiliki asosiasi (melalui komissi

serebral) di belahan bumi yang tidak berdaulat yang tidak begitu terbatas, namun bersifat dua

dimensi dan spasial. Teori bahasa 'bi-hemispheric' ini dapat menjelaskan aspek 'sintagmatik'

dan 'paradigmatik' yang kontras dengan bahasa yang digunakan Saussure untuk menarik

perhatian, yaitu ke generativitasnya.


(7) Sebagaimana terbukti dengan studi anatomi (yaitu radiologis dan post-mortem) dan

fungsional (misalnya kidal), penyakit skizofrenia dikaitkan dengan kegagalan lateralisasi;

Penyakit ini, tampaknya, mewakili satu variasi ekstrim dimana komponen kritis bahasa

dialokasikan ke dua belahan otak. Gejala nuklir memberi tahu kita sesuatu tentang sifat

mekanisme bahasa, bahwa selain pembatasan urutan keluaran linier ke belahan bumi yang

dominan, beberapa komponen proses spesialisasi hemispherik berhubungan dengan

'indeksikalisasi', perbedaan antara self versus yang lain. - referensi yang dimuliakan Dengan

demikian, konsekuensi dari pandangan bahwa psikosis dan bahasa memiliki asal usul

evolusioner yang umum adalah bahwa hanya melalui fenomena psikosis sehingga

memungkinkan untuk memahami mekanisme bahasa.

Ucapan Terima Kasih Saya berterima kasih kepada Anna Saltmarsh karena telah

menyarankan esensi dari judul tersebut, dan tiga wasit anonim dan editor atas saran

bermanfaat dalam mencapai perumusan ini.


Daftar Pustaka

Anderson, J.M., 1971. The Grammar of Case: Towards a Localistic Theory. Cambridge
University Press, London.
Annett, M., 1985. Left, Right, Hand and Brain: The Right Shift Theory. Lawrence Erlbaum,
London.
Armstrong, D.F., Stokoe, W.C., Wilcox, S.E., 1995. Gesture and the Nature of Language.
Cambridge University Press, Cambridge. Bear, D.M., Schiff, D., Saver, J., Greenberg, M.,
Freeman, R., 1986. Quantitative analysis of cerebral asymmetry; fronto- occipital correlation,
sexual dimorphism and association with handedness. Arch. Neurol. 43, 598 603.
Bickerton, D., 1990. Language and Species. University of Chicago, Chicago.
Bickerton, D., 1995. Language and Human Behavior. University of Washington, Seattle.
Bierwisch, M., 1996. How much space gets into language? In: Bloom, P., Peterson, M.A.,
Nadel, L., Garrett, M.F. (Eds.), Language and Space. MIT Press, Hong Kong. pp. 31-76.
Bleuler, E., 1950. Dementia Praecox or the Group of Schizophrenias (translated by Zinkin,
J.). International University Press, New York. Boyle, M., 1990. Schizophrenia: A Scientific
Delusion? Routledge, London.
Broca, P., 1861. Remarques sur la sieg6 de la facult6 du langue. Bull. Soc. Anatomiq. Paris 6,
330-357.
Cheney, D.L., Seyfarth, R.M., 1990. How Monkeys See the World: Inside the Mind of
Another Species. University of Chicago Press, Chicago.
Chomsky, N., 1965. Aspects of the Theory of Syntax. MIT Press, Cambridge. Chomsky, N.,
1995. The Minimalist Program. MIT Press, Hong Kong.
Cook, N.D., 1986. The Brain Code: Mechanisms for Information Transfer and the Role of the
Corpus Callosum. Methuen, London.
Corballis, M.C., 1991. The Lop-sided Ape: Evolution of the Generative Mind. Oxford
University Press, New York.
Corballis, M.C., Lee, K., McManus, I.C., Crow, T.J., 1996. Location of the handedness gene
on the X and Y chromo- somes. Am. J. Med. Genet. (Neuropsychiatric Genet.) 67, 50 52.
Crichton-Browne, J., 1907. Dexterity and the bend sinister. Proc. Roy. Inst. G.B. 18, 623 652.
Crow, T.J., 1986. The continuum of psychosis and its implica- tion for the structure of the
gene. Br. J. Psychiatry 149, 419-429.
Crow, T.J., 1989. Pseudoautosomal locus for the cerebral domi- nance gene. Lancet 2, 339-
340.
Crow, T.J., Ball, J., Bloom, S.R., Brown, R., Bruton, C.J., Colter, N., Frith, C.D., Johnstone,
E.C., Owens, D.G., Roberts, G.W., 1989. Schizophrenia as an anomaly of devel- opment of
cerebral asymmetry. A postmortem study and a proposal concerning the genetic basis of the
disease. Arch. Gen. Psychiatry 46, 1145-1150.
Crow, T.J., 1990a. Strategies for biological research: Psychosis as an anomaly of the cerebral
dominance gene. In: Hafner, H., Gattaz, W.F. (Eds.), Search for the Causes of Schizophrenia.
Springer, Berlin, pp 383-396.
Crow, T.J., 1990b. Temporal lobe asymmetries as the key to the etiology of schizophrenia.
Schizophr. Bull. 16, 433-443.
Crow, T.J., 1990c. The continuum of psychosis and its genetic origins. The sixty-fifth
Maudsley lecture. Br. J. Psychiatry 156, 788-797.
Crow, T.J., 1993. Sexual selection, Machiavellian intelligence and the origins of psychosis.
Lancet 342, 594-598.
Crow, T.J., 1994a. The case for an XY homologous determi- nant of cerebral asymmetry.
Cytogenet. Cell Genet. 67, 393-394.
Crow, T.J., 1994b. The demise of the Kraepelinian binary system as a prelude to genetic
advance. In: Gershon, E.S., Cloninger, R. (Eds.), Genetic Approaches to Mental Disorders.
American Psychiatric Press, Washington. pp. 163 192.
Crow, T.J., 1995a. Constraints on concepts of pathogenesis: Language and the speciation
process as the key to the etiology of schizophrenia. Arch. Gen. Psychiatry 52, 1011-1014.
Crow, T.J., 1995b. Psychotic continuum or disease entities? The critical impact of nosology
on the problem of aetiology. In: Marneros, A., Andreasen, N.C., Tsuang, M.T+ (Eds.),
Psychotic Continuum. Springer, Berlin, pp. 151 163.
Crow, T.J., 1995c. The case for an X-Y homologous gene, and the possible role of sexual
selection in the evolution of lan- guage. Curr. Psychol. Cogn. 14 (6), 775-781.
Crow, T.J., 1995d. A continuum of psychosis, one human gene and not much else the case for
homogeneity. Schizophr. Res. 17, 135-145.
Crow, T.J., 1995e. A Darwinian approach to the origins of psychosis. Br. J. Psychiatry 167, 12
25.
Crow, T.J., 1996a. Sexual selection as the mechanism of evolu- tion of Machiavellian
intelligence: a Darwinian theory of the origins of psychosis. J. Psychopharmacol. I0 (1), 77-
87.
Crow, T.J., 1996b. Language and psychosis: common evolu- tionary origins. Endeavour 20
(3), 105-109.
Crow, T.J., Crow, L.R., Done, D.J., Leask, S.J., 1996. The perils of hemispheric indecision
(unpublished).
Crow, T.J., 1997. Schizophrenia as failure of hemispheric domi- nance for language. Trends
Neurosci. 20, 339 343. Darwin, C., 1871. The Descent of Man, and Selection in Relation to
Sex (1981 facsimile of original published by J. Murray, London). Princeton University Press,
Princeton, N J, pp. 390 402.
Dax, M., 1865. Lesions de la moiti6 gauche de l'6ncephale coin- cident avec l'oubli des
signes de la pensde (Read at congrrs meridional at Montpelier in 1836). Gaz. Hebdom. Mrd.
Chirurg. 11,259-260.
Deane, P.D., 1993. Grammar in Mind and Brain: Explorations in Cognitive Syntax. Mouton
de Gruyer, Berlin. DeLisi, L.E., Sakuma, M., Kushner, M., Finer, D.L., Hoff, A.L., Crow,
T.J., 1997. Anomalous cerebral asymmetry and language processing in schizophrenia.
Schizophr.
Bull. 23, 255-271. Endicott, J., Nee, J., Fleiss, J., Cohen, J., Williams, J.B.W., Robert, S.,
1982. Diagnostic criteria for schizophrenia: reli- abilities and agreement between systems.
Arch. Gen. Psychiatry 39, 884 889.
Flor-Henry, P., 1969. Psychosis and temporal lobe epilepsy, a controlled investigation.
Epilepsia 10, 363-395.
Foundas, A.L., Leonard, C.M., Heilman, K.M., 1995. Morphologic cerebral asymmetries and
handedness. Arch. Neurol. 52, 501 508.
Gathercole, S.E., Baddeley, A.D., 1993. Working Memory and Language. Earlbaum, Hove,
UK. Gazzaniga, M.S., 1992. Nature's Mind. Basic Books, New York.
Geschwind, N., Galaburda, A.M., 1985. Cerebral lateralization. Biological mechanisms,
associations and pathology: a hypothesis and a program for research. Arch. Neurol. 42, 428-
654.
Green, M.F., Satz, P., Smith, C., Nelson, L.D., 1989. Is there atypical handedness in
schizophrenia? J. Abnorm. Psychol. 98, 57-61.
Gut, R.E., 1977. Motoric laterality imbalance in schizophrenia. Arch. Gen. Psychiatry 34, 33
37.
Halpern, D+F., 1992. Sex Differences in Cognitive Abilities. L. Erlbaum, Hillside, NJ.
Harrington, A., 1987. Medicine, Mind and the Double Brain. Princeton University Press,
Princeton, N J+ Hurford, J.R., 1992. An approach to the phylogeny of the lan- guage faculty.
In: Hawkins, J.A., Gell-Mann, M. (Eds.), The Evolution of Human Languages. Addison-
Wesley, Reading, pp. 273-303.
Jablensky, A., Sartorius, N., Ernberg, G., Anker, M., Korten, A., Cooper, J.E., Day, R.,
Bertelsen, A., 1992. Schizophrenia: manifestations, incidence and course in different cultures.
A World Health Organization Ten Country Study. Psychol. Med. Suppl. 20, t 97.
Jackendorfl', R., 1996. The architecture of the linguistic spatial interface. In: Bloom, P.,
Peterson, M.A., Nadel, L., Garrett, M.F. (Eds.), Language and Space. MIT Press, Hong Kong,
pp. 1 30.
Jackendorff, R., Landau, B., 1992. Spatial language and spatial cognition. In: Jackendoff, J.
(Ed.), Languages of the Mind, MIT Press, Boston, MA, pp. 99 124.
Jaynes, J., 1990. The Origins of Consciousness in the Breakdown of the Bicameral Mind.
Houghton Mifflin, Boston, MA.
Johnson-Laird, P.N., 1996. Space to think. In: Bloom, P., Peterson, M.A., Nadel, L., Garrett,
M.F. (Eds.), Language and Space. MIT Press, Hong Kong, pp. 437-462.
Kasanin, J., 1933. The acute schizo-affective psychoses. Am. J. Psychiatry 90, 97 126.
Kraepelin, E., 1919. Dementia Praecox and Paraphrenia (translated by Barclay, R.M.,
facsimile edition published in 1971).
Krieger, New York. Kraepelin, E., Die Erscheinungsformen des Irreseins (translated by H
Marshall as: Patterns of mental disorder. In: Hirsch, S.R., Shepherd, M. (Eds.), Themes and
Variations in European Psychiatry. Wright, Bristol, UK, pp. 7 30, 1974). 1920. Zeit. Gesam.
Neurol. Psychiatrie 62, 1-29.

You might also like