You are on page 1of 4

Abu Teupin raya dn kitabnya

Sebagian orang mengenalnya dengan sebutan Abuya Di Lampoh Pala namun di


kalangan alim ulama Aceh menyebutnya sebagai Abu Falaki. Beliaulah dengan nama
lengkap Teungku H. Muhammad Ali Bin Irsyad, sebagai sosok pendiri Yayasan
Pendidikan Isla, Darussadah Teupin Raya, Pidie.

Sebagaimana nama Beliau dalam kitabnya Teungku Muhammad Ali Irsyad Sigli Al-
Asyi Al-Indunisy atau panggilan Abuya Di Lampoh Paya atau Abu Muhammad Ali
Irsyad Teupin Raya merupakan seorang ulama kharismatik Aceh yang berasal dari
Kabupaten Pidie, dan lahir pada tahun 1921 M di Desa Kayee Jatoe pemukiman
Teupin Raya, Kecamatan Glumpang Tiga, Kabupaten Pidie, dari darah Beliau mengalir
darah bangsawan dan darah ulama.

Melihat sekilas riwayatnya sejak kecil dididik langsung oleh orang tuanya Teungku
Irsyad dalam bidang pendidikan agama yang ketat, kemudian mengingat karena
orang tuanya sebagai qadhi, salah seorang Ulee Balang Glumpang Payong pada
masa Belanda, maka sudah barang tentu beliau dari lingkungan bangsawan beliau
mendapat kesempatan untuk memperoleh kesempatan pendidikan umum.
Karena itu pada beliau mengalir dua pendidikan yaitu pendidikan agama yang
dibimbing langsung oleh orang tuanya, kemudian pendidikan umum yang mendapat
fasilitas dari jabatan orang tuanya sebagai qadhi Ulee Balang.
Mengingat kedua hal tersebut, beliau mempertimbangkan kalau di rumah beliau
harus mengetahui pelajaran agama dan keesokan harinya di sekolah harus
berhadapan dengan guru-guru dari Belanda, maka timbullah goncangan jiwa dalam
hati beliau, sehingga beliau memutuskan untuk mencari ilmu agama.

Tempat yang pertama sekali Teungku Muhammad Ali Irsyad kunjungi dalam mencari
ilmu agama adalah Uteuen Bayu Ulee Glee, disana ada seorang ulama yang bernama
Teungku Abdurrahman.
Pada tahun 1947 Teungku Muhammad Ali Irsyad melanjutkan pendidikannya, karena
telah mendapat izin dari gurunya. Dari sana beliau melanjutkan pendidikannya ke
Pulo Kiton, selanjutnya menuju Gandapura, di Gandapura beliau mempelajari ilmu
falak pada salah seorang ulama yang baru pulang dari Makkah, yang telah
mempelajari ilmu falak beberapa tahun lamanya. Ilmu tersebut sangat menarik
perhatian Teungku Muhamad Ali Irsyad. Sekitar dua tahun beliau belajar ilmu falak
pada Teungku Usman Maqam, makanya dikenal oleh masyarakat Beliau sebagai
ulama dan ahli falak.

Pada tahun 1961, Teungku Muhammad Ali Irsyad berangkat ke Mesir. Bertolak dari
Aceh menuju Jakarta, atas kesempatan yang diberikan oleh menteri agama, pada
waktu itu dijabat oleh Wahid Hasyim (Bapaknya Gusdur), beliau diterima di Dirasah
Khassah yang khusus menuntut ilmu falak.
Yang mengajar ilmu falak di sana adalah seorang ulama yang sudah tua bernama
Syeikh Ulaa Al-Banna. Beliau merasa heran karena selama hidupnya, dan selama
mengajar menjadi guru dalam ilmu falaki as-syari di al-Azhar belum pernah ada
seorangpun yang belajar kepada beliau yang mempunyai kemampuan yang luar
biasa seperti muridnya ini (Teungku Muhammad Ali Irsyad).

Pada tahun 1966 beliau menyelesaikan pendidikan di al-Azhar dalam bidang ilmu
falaki syari. Kemudian oleh pemimpin yang membidangi jurusan ilmu falak tersebut,
memberi ijazah kepada beliau yang berkemampuan dalam ilmu dibidang hisab, ilmu
hisab falaki dengan berbagai macam cara.
Kemudian ilmu yang dapat mengeluarkan tentang tarikh-tarikh (pertanggalan),
mengatur jadwal shalat seluruh negara, jatuh dari awal bulan qamariah atau bulan
yang disyaratkan kepada ruyatul hilal. Perjajaran bintang dan dapat mengetahui jauh
bintang di manapun berada, terjadinya gerhana matahari dan bulan, penentuan arah
kiblat dimanapun dan pejajaran ilmu syariah yang bersangkutan dengan ilmu falak.

Abu Muhammad Ali Irsyad Teupin Raya juga termasuk sekian ulama yang kreatif
dalam mengembangkan dakwah ilmiah di Aceh. Baik itu melalui jalur pendidikan
maupun penulisan, ia telah melahirkan sejumlah karya tulis yang dapat dijadikan
pegangan dalam menjalankan syariat Islam.
Berdasarkan data yang diperoleh di Dayah Darussaadah. Sampai akhir hayatnya ia
telah merampungkan sebanyak 28 karya tulis dalam beberapa bidara ilmu, baik dalam
bahasa Aceh, bahasa Gayo, maupun bahasa Arab.

Karya-karya yang dikarang oleh Abu Muhammad Ali Irsyad di antaranya Awaluddin
Marifatullah (tauhid), Al-Qaidah (nahwu), Taqwimu Al-Hijri (ilmu falak) dan Ad-
Dawatul Wahabiyah (gerakan dakwah wahabi).
Pada dekadenya beliau di dayahnya yang diberi nama Darussadah di Teupin Raya, ia
tetap tekun mempelajari dan mengulang kaji berbagai disiplin ilmu keislaman yang
didapat dari guru-gurunya. Di antara ilmu-ilmu yang didapat seperti ilmu auhid
(teologi), fiqh, tafsir, hadits, ilmu bahasa, mantiq dab tashawuf, khususnya dalam
mazhab Syafii.

Di dayahnya pula ia juga menyusun berbagai kitab, di antara kitab mengenai akidah
yang menjadi sorotannya ialah kitab Ad-Dawatul Wahhabiyah sebuah kitab kecil
namun besar manfaatnya bagi seorang mukmin yang ingin menyelamatkan iktiqad
Ahlussunnah Waljamaah. Kitab karangan Beliau terkesan kecil dan ringan namun
isinya cukup berat dan menyolok, membahas seputar akidah Ahlussunnah Waljamaah
yang telah diselewengkan oleh kelompok tersebut.
Karena dari perjalanannya menuntunt ilmu hingga dikenal sebagai seorang ulama
Aceh ketika itu dan sangat mengerti perihal sejarah dan kesesatan dari kelompok
yang menamakan diri Salafi (Wahabi) dalam dakwahnya yang muncul ke seluruh
dunia untuk merubah akidah umat Islam yang telah disebarkan sebelumnya oleh para
ulama pengikut mazhab.

Dalam kitab Ad-Dawatul Wahhabiyah, seperti di halaman 5 Beliau menjelaskan


bahwa awal-awal yang melakukan dakwah Wahabi adalah Muhammad bin Abdul
Wahhab yang lahir pada kurun ke tahun dua belas tahun 1111 H.
Bermula di Uyainah, wilayah Najd di jazirah Arabia. Dan setalah mencapai umur 95
tahun ia wafat pada tahun1206 H, sedangkan Abang-nya bernama Syeikh Sulaiman
bin Abdul Wahab adalah seorang Qadhi di Uyainah pada masa kepimimpinan
Abdullah bin Muhammad bin Ahmad. Dan Ayahnya juga merupakan seorang yang
alim tapi anaknya bebal dan membawa kesesatan bagi umat Islam.

Begitulah, betapa besarnya perhatian Abuya Di Lampoh Pala (Abu Muhammad Ali
Irsyad) ini kepada umat Islam dan rakyat Aceh khususnya agar selamat daripada
kesesatan Wahabi.

Kemudian pendirian dayahnya Darussaadah itupun didasarkan pada cita-cita Al-


Quran dan Hadits dengan berpegang pada itiqad Ahlussunnah Waljamaah dengan
prinsip muraatul adh-dhamir (prinsip mempersatukan ummat dalam ikatan yang
hakiki, bukan pada ikatan suku, ras dan golongan tertentu).

Dalam bab tauhid Abuya Di Lampoh Pala Teupin Raya ini berpegang pada
pahaman Asyiariah, sedangkan untuk hal pemikiran ilmu fiqh ia juga menganut
mazhab Syafii, akan tetapi ia sangat menghormati dan menjunjung tinggi serta
berpegang pada mazhab arbaah (empat mazhab yang masyhur).
Maka semenjak itu Darussaadah Teupin Raya, Pidie, terus mengalami pertumbuhan
dan perkembangan yang sangat signifikan dalam membangun dakwah islamiyah
sehingga sangat berpengaruh di tengah-tengah masyarakat. (yma)

You might also like