You are on page 1of 8

Dalam midrash Perayaan Khanukah tahun lalu saya menegaskan mengenai relevansi

perayaan tersebut bagi Kekristenan, salah satunya adalah kita menegaskan pada
dunia untuk melawan spirit Anti Semitisme, Anti Yahudi khususnya di kalangan
Gereja dan Kekristenan yang secara historis melepaskan dirinya dari warisan ajaran
dan tradisi semitiknya yang berasal dari Yudaisme dan Yahudi. Sebagaimana
Yahudah Makabi berjuang melawan Helenisasi dan Anti Yahudi, demikianlah kita
menegaskan bahwa kita tidak Anti Semit, Anti Yahudi, karena Mesias kita dan
Junjungan Agung kita Yang Ilahi adalah seorang Yahudi (Ibr 7:14)[1]

Berkaitan dengan istilah Antisemit, mari kita mengkaji lebih jauh apa dan bagaimana
dengan Antisemit. Antisemit diartikan sebagai, is discrimination, hostility or prejudice
directed at Jews. While the term's etymology may imply that antisemitism is directed
against all Semitic peoples, it is in practice used exclusively to refer to hostility
towards Jews as a religious, racial, or ethnic group (diskriminasi, permusuhan atau
prasangka yang ditujukkan terhadap orang-orang Yahudi. Sementara istilah secara
etimologi mengindikasikan bahwa Antisemitisme ditujukan pada semua masyarakat
yang bercorak Semitik seperti Arab, namun secara praktis dan kenyataan sehari-hari
istilah ini digunakan secara eksklusif untuk menunjuk pada permusuhan terhadap
orang-orang Yahudi baik secara keagamaan, rasial maupun kelompok suku)[2]. Contoh-
contoh Anti Semitisme bergerak dari tingkat kebencian terhadap individu hingga
kebencian yang dilakukan oleh institusi, termasuk penganiayaan dengan kekerasan.
Penganiayaan tersebut antara lain Inkuisisi oleh orang-orang Spanyol, pengusiran
orang-orang Yahudi dari Spanyol pada Tahun 1492, dari Inggris Tahun 1290, berbagai
bentuk pembunuhan berencana dan akhirnya peristiwa yang menjijikkan yaitu
Holocaust oleh Adolf Hitler. Antisemitisme biasanya disebut dengan kebencian yang
panjang (long hatred).

Antisemitisme memiliki beberapa bentuk sbb:[3]

1. Antisemitisme Religius. Dikenal dengan sikap perlawanan dan kebencian terhadap


Agama Yudaisme. Sikap-sikap ini meliputi pelarangan terhadap praktek ibadah
Yudaisme dan pemaksaan agar seorang penganut Yudaisme mengganti keyakinannya
dengan agama resmi yang dianut suatu masyarakat mayoritas. Contoh kasus adalah
pemaksaan untuk berpindah Katholik terhadap orang-orang Yahudi Iberia di Abad 15-
16 Ms dengan julukan Maranos (babi).

2. Antisemitisme Rasial. Sebuah penyebarluasan opini bahwa orang-orang Yahudi


adalah ras yang rendah. Pada akhir Abad 19 dan awal Abad 20 muncul gerakan
Eugenics yaitu suatu gerakan yang mengelompokkan diri bahwa orang-orang yang
bukan berkulit putih dikategorikan sebagai kelas rendah (inferior). Dan mereka
menyebut bahwa orang-orang Eropa Nordik adalah bangsa yang unggul (superior).
Orang-orang Yahudi dianggap sebagai Alien (mahluk asing) di luar Eropa.

3. Antisemitisme Baru. Konsep baru yang yang berkembang pada Abad 21 secra
serempak dari gerakan kiri, gerakan kanan dan Islam radikal yang cenderung
memusatkan pada tujuan yaitu perlawanan terhadap Zionisme dan rumah tinggal bagi
Bangsa Yahudi di Negara Israel dan gagasan ini dikembangkan dari motif Antisemitsme
tradisional.

Istilah Antisemitisme dipopulerkan pertama kali pada Tahun1860 oleh sarjana Yahudi
Austria bernama Moritz Steinschneider dalam kalimat yang dia ucapkan yaitu
"antisemitic prejudices" (prasangka antisemitik). Steinschneider menggunakan istilah
ini untuk menggambarkan apa yang diucapkan ahli sejarah, Ernest Renan mengenai
bagaimana ras Semitik lebih rendah dibandingkan ras Arya about how Berbagai
teori pesudo sains (sains palsu) mengenai ras, peradaban dan berbagai kemajuan telah
berkembang luas di Eropa pad paruh Abad 19 sebagaimana dipromosikan pula oleh
sejarawan Prusia bernama Heinrich von Treitschke dalam rangka menyebarluaskan
bentuk-bentuk rasisme.

Para Bapa Gereja seperti Yohanes Krisostomos, Yulius Martir pun dalam banyak kotbah
dan karya tulisnya banyak menyerang segala sesuatu yang berbau Yahudi. James P.
EckmanPada akhir Abad Pertama, kematian para rasul menghasilkan kevakuman
kepemimpinan di dalam gereja. Siapa yang berhak memimpin orang-orang
beriman?Siapa yang akan memimpin dan menuntun berkembangnya iman Kristen?
Kelompok yang mengisi kekosongan ini kemudian dikenal dengan sebutan Para
Bapa Gereja. Sebagai sebuah istilah yang menggambarkan rasa sayang dan
kepercayaan, yaitu bapak secara umum diberikan pada sejumlah pemimpin rohani
yang dikenal dengan sebutan para bishop atau para diaken. Bapa Gereja dapat
dibagi menjadi tiga kelompok yaitu, Bapa Rasuli (95-100 Ms), Para Apologet atau
Pembela Iman (150-300 Ms) serta Para Teolog (300-600 Ms). Kelompok Bapa Rasuli
banyak menulis dan memfokuskan pada persoalan diseputar tata ibadah dan hirarki
kepemimpinan gereja. Kelompok Para Apologet lebih memfokuskan mempertahankan
iman dari serangan tulisan-tulisan kaum kafir dan penyembah berhala. Sementara
kelompok Para Teolog mulai menyusun berbagai sistematika pemikiran-pemikiran
teologi[4] memberikan komentar mengenai istilah Bapa Gereja (Church Fathers) sbb:

Disaat mendiskusikan perayaan Easter (Kekristenan di Indonesia biasanya


menyebutnya dengan Paskah, walaupun Easter sendiri lebih kepada adaptasi perayaan
kafir yang dipoles dengan istilah Kristen) pada Konsili Nicea Tahun 325, Kaisar
Konstantin berkata, Nampaknya ada sesuatu yang tidak layak dalam perayaan ini
yaitu mengikuti apa yang dilakukan orang-orng Yahudi, yang tidak beriman dan
mencemari tangan mereka dengan dosa dan yang sepatutnya mereka bersedih oleh
karena kebutaan jiwa mereka.Marilah kita tidak membiasakan dengan kerumunan
orang-orang Yahudi yang menjijikkan karena kita menerima dari Juruselamat kita
yaitu sebuah jalan yang berbeda[5].

Berikut kutipan bagaimana para Bapa Gereja mengucapkan kata-kata yang bersifat
Anti Yahudi sbb:[6]

1. Ignatius, Bishop Antiokhia (98-117 Ms) dalam karyanya Surat untuk orang-orang
Magnesia sbb: Jika kita tetap melakukan agama Yudaisme, maka kita mengakui
bahwa kita tidak menerima kasih karunia Tuhanadalah keliru untuk mengatakan
mengenai Yahshua Sang Mesias dan hidup seperti orang Yahudi. Bagi Kekristenan,
tidak mempercayai dalam Yudaisme melainkan Yudaisme percaya dalam
Kekristenan

2. Surat Barnabas (130 M-138 Ms), Ps IV Ay 6-7 sbb, Hindarilah dirimu dan
janganlah seperti beberapa orang yang mendorongmu berbuat dosa dan berkata
bahwa perjanjian yang mereka warisi sebagaimana yang kita (orang Kristen) warisi,
namun sebenarnya mereka kehilangan sepenuhnya warisan itu setelah Musa
menerimanya

3. Agustinus (354-430 Ms) dalam karyanya, Conffesions, 12.14, sbb: Betapa aku
benci terhadap musuh-musuh dari Kitab Sucimu! Betapa aku menyarankan padamu
untuk membunuh mereka (orang-orang Yahudi) dengan pedang bermata dua,
sehingga tidak satupun dari mereka akan melawan perkataanmu! Sungguh
menyenangkan menginginkan kematian mereka dan kehidupan bagimu!

Bagaimana dengan Luther pendiri Protestantisme dan penganjur Reformasi Gereja?


Dalam bukunya berjudul, On The Jews and Their Lies (1543) Luther menuliskan sbb:
Apa yang harus kita lakukan sebagai orang Kristen terhadap ras Yahudi terkutuk
dan telah ditolak Tuhan itu? Karena mereka tinggal ditengah-tengah kita dan kita
mengetahui mengenai kebohongan dan hujatan serta kutukan mereka, maka kita
tidak dapat mentolerir mereka jika kita tidak menghendaki untuk berbagi
kebohongan dan hujatan serta kutukan merekaBiarlah aku memberikan nasihat
bijak kepadamu sbb: (!)Bakarlah sinagog mereka dan apapun yang tidak bisa
dibakar, tutuplah atau taburilah dengan kotoran sehingga tidak ada seorangpun
mmpu melihat abu atau batunya. Dan hal ini seharusnya dikerjakan untuk kemuliaan
Tuhan dan Kekristenan sehingga Tuhan boleh melihat bahwa kita adalah orang-
orang Kristen dan kita tidak memberikan tolernsi secara sengaja terhadap
kebohongan, kutukan dan hujatan terhadap Putra Tuhan dan orang-orang Kristen (2)
Rumah-rumah mereka harus dihancurkan(3) Mereka harus membuang buku-buku
doa dan talmud yang mencerminkan penyembahan berhala, kebohongan dan
kutukan(4) Para rabi dilarang untuk mengajar siapapun dengan ancaman
hukuman mati(5) Paspor dan bepergian dengan hak istimewa dilarang[7]

Benih Antisemitisme semakin menguat dikalangan Gereja dan Kekristenan. Jika[1] A.


M. Roth dan Norman Roth menyatakan bahwa sikap Antisemitisme menguat sejak
tahun 438 Ms saat dikeluarkannya Ketetapan Theodosius II [8], namun Harry R. Boer
justru menarik jauh bahwa penguatan sikap Antisemitisme bermula pada Tahun 321
dikeluarkannya ketetapan yang disebut Edik Milano sbb: "pada saat hari Matahari
yang diagungkan, biarlah para pegawai pemerintah dan rakyat beristirahat di kota-
kota dan hendaklah semua toko-toko ditutup. Namun demikian, di kota dimana
masyarakat sibuk dalam pertanian, dibebaskan dan diijinkan untuk melanjutkan
kegiatannya; sebab hal itu hanya dapat dilaksanakan pada hari itu dan tidak dapat
pada hari lain untuk menebar benih atau menanam anggur. Dengan mengabaikan
waktu yang tepat untuk bekerja, maka rahmaat surgawi akan hilang"[9].
Sikap-sikap Anti Semitisme oleh Kekristenan dan Gereja, masih terus terbawa
hingga kini. Siap-sikap tersebut terpantul dari pemahaman terhadap Torah yang
dimaknai sebagai Hukum yang bersifat legalistik. DR. David Stern, seorang
Mesianik Yahudi yang telah menaruh kepercayaan pada Yahshua sebagai Mesias,
mengakui kesenjangan pemahaman antara Kekristenan dan Yudaisme, ketika
membicarakan mengenai Torah. Menurut beliau, jika memperbandingkan buku-buku
teologia baik Kristen maupun Yudaisme, akan diperoleh fakta bahwa kedua belah akan
bersebrangan pemahaman mengenai topik Torah. Dalam penelusuran berbagai buku
teologi Kristen mengenai Torah, al., Augustus Strongs Systematic Theology, hanya
membahas mengenai topik Torah, sebanyak 28 halaman dari 1056 halaman (kurang
dari 3%). Sementara L. Berkhof dalam bukunya Systematic Theology, hanya mengulas
sebanyak 3 halaman dari 745 halaman (kurang dari1/2%). Berbeda dengan buku-buku
teologi dikalangan Yudaisme,al., Isidor Epsteins yaitu the Faith of Judaism,mengulas
mengenai Torah sebanyak 57 halaman dari 386 halaman (15%) dan Solomon Schetcher
dalam Aspects of Rabbinic Theology mengulas sebanyak 69 halaman dari 343 halaman
(20%). Stern berkesimpulan, In short, Torah is the great unexplored territory, the
terra incognita of Christian Theology 8 (singkatnya, Torah merupakan wilayah yang
belum sama sekali digali, suatu wilayah tidak dikenal dalam Teologi Kristen).
Pemahaman yang keliru terhadap Torah masih mengakar dalam bentuk Teologi
Dispensasional dan Teologi Covenant. Dispensasionalisme merupakan pokok Teologi
yang mendasarkan pada sejumlah penafsiran teks Kitab Perjanjian Baru dengan
pemahaman bahwa YHWH memiliki 2 program yaang berbeda, yaitu untuk Israel dan
untuk Gereja. Apa yang menjadi janji milik Israel, tidak dapat dilakukan oleh Gereja.
Jika Israel memelihara Sabat (Kel 20:8-11), maka Gereja memelihara Hari Tuhan (1 Kor
16:2). Jika Israel adalah istri dari YHWH (Hos 3:1) maka Gereja adalah Tubuh Mesias
(Kol 1:27)9. Covenant merupakan pokok Teologia yang berkeyakinan bahwa YHWH
membuat 2 perjanjian, yaitu Perjanjian Perbuatan yang dibangun sejak Adam sampai
zaman Israel. Perjanjian ini gagal dilakukan oleh Adam. Lalu YHWH memberikan
Perjanjian kedua yaitu Perjanjian Anugrah, melalui Yahshua, yang dengan sempurna
melaksanakan perjanjian tersebut.

Membenci berbagai hal yang berbau Yahudi, berarti membenci Mesias, karena Mesias
kita adalah orang Yahudi. Hans Ucko menggambarkan sikap-sikap Kekristenan
terhadap kenyataan bahwa Mesias adalah Yahudi sbb: Gereja Kristen, teologi Kristen
dan Kekristenan secara keseluruhan, tidak terpisahkan dengan umat Yahudi atau
Yudaisme. Orang Yahudi dan Kristen memiliki Kitab Suci yang sama. Iman Kristen
lahir dalam lingkungan Yahudi. Gereja masih saja ragu apakah kenyataan tersebut
dinilai sebagai berkat atau kutuk. Sejumlah kecil orang Kristen melihat hubungan
diatas sebagai suatu masalah dan berupaya memecahkannya dengan membatasi
kitab Perjanjian Lama dan agama umat Israel di satu sisi dan Yudaisme di sisi
lainnya Dengan cara ini, seseorang sebenarnya membebaskan orang Israel dari
keyahudiannya. Pendekatan tersebut mencerminkan sebentuk rasa sulit bagi orang
Kristen atas hubungannya yang terlalu dekat dengan umat Yahudi dan dengan
Yudaisme yang hidup saat ini. Seseorang memang tidak mudah mengakui akibat dari
memilih Tuhan Yahudi itu10.
Memutuskan hubungan sejarah bahwa Yahshua adalah Bangsa Yahudi, bahwasnya
Kekristenan berakar dari Yudaisme, menimbulkan konsekwensi teologis yang
mendalam, berupa kehilangan orientasi dan kesatuan iman dan tata ibadat. Nelly Van
Doorn-Harder, MA., menjelaskan kenyataan di atas sbb: proses melupakan warisan
keyahudian ini berawal dari pengajaran mengenai amanat Kristen diluar tanah
asalnya sendiri, tanah Palestina, yakni ketika pesan Kristen ini dikontekstualisasikan
dengan cara menyerap budaya-budaya dan ide-ide lokal seperti ide-ide filsafat
YunaniDalam kenyataan, yang terjadi adalah para reformator bahkan membawa
gereja keluar jauh dari warisan aslinya karena mereka dipengaruhi oleh suatu
budaya yang berorientasikan ilmu pengetahuan sebagai hasil dari Renaisance.
Sehingga keaslian sikap Kristen Yahudi yang senantiasa berdialog secara konstan
dengan [Elohim] yang penuh simbol dan misteri, sama sekali hilang dari kehidupan
liturgi Protestan dan diganti oleh penekanan ala Protestan yakni doktrinanti Yahudi
telah memberi andil terhadap paham [ide] bahwa Kekristenan adalah sebuah agama
yang betul-betul asli dan tidak menggunakan unsur Yudaisme apapun. Melupakan
akar-akar keyahudian, memberikan konsekwensi-konsekwensi serius terhadap
kehidupan liturgi Kristen. Bila orang-orang Kristen tidak lagi memahami arti
sepenuhnya latar belakang keyahudian dalam kehidupan liturgi mereka, kontroversi-
kontroversi seperti yang ada dalam interpretasi mengenai perjamuan kudus, mulai
nampak diantara orang-orang Kristen. Akibat dari kontroversi-kontroversi ini
adalah munculnya perpecahan-perpecahan dan aliran-aliran dalam gereja11.

Mengenai Anti Semitisme di kalangan Islam, dapat terlihat dengan beredarnya berbagai
buku al., Talmud: Kitab Hitam Yahudi Yang Menggemparkan12, Menyingkap
Tabir Orientalisme13, Kenapa Kita Tidak Berdamai Saja Dengan Yahudi14,
Sejarah Islam Dicemari Zionis Dan Orientalis15, Yahudi Menggenggam Dunia16,
Rahasia Gerakan Freemasonry Dan Rotary Club17. Berbagai buku di atas
mengekspresikan suatu kebencian terhadap Yahudi yang dipicu oleh berbagai
ketegangan di wilayah Palestina sejak tahun 1948. Para penulis tersebut tidak hanya
merujuk pada tahun 1948 sebagai pemicu kebencian terhadap Yahudi, namun menarik
lebih awal sampai pada tahun awal perkembangan Islam, di mana komunitas Yahudi
selalu membuat pengkhianatan terhadap Islam. Inti buku-buku tersebut menegaskan
bahwa Yahudi bertanggung jawab terhadap berbagai kebijakan politik dan ekonomi
serta kebudayaan yang merusak dan menyengsarakan dunia ketiga khususnya dunia
Islam. Berbagai kebijakkan tersebut menyelusup masuk secara rahasia dan konspiratif
dengan berbagai organisasi-organisasi rahasiannya seperti Freemasonry dan Iluminasi
dll.

Setelah kita mendengar secara panjang lebar mengenai apa dan bagaimana
Antisemitisme serta bagaimana sikap Antisemitisme masih diwarisi oleh Gereja dan
Kekristenan, bagaimanakah kita bersikap. Dengan spirit Khanukah ini kita menegaskan
bahwa kita menolak hal-hal berikut: (1) Penafsiran Kitab Suci yang melepaskan akar
budaya Semitik para penulis Kitab Suci (2) Upaya untuk menggambarkan Yahshua Sang
Mesias sebagai bukan orang Yahudi (3) Upaya untuk memutuskan akar Kekristenan
yaitu Yudaisme (4) Upaya untuk membuang unsur-unsur ibadah dan liturgi yang
diwarisi dari Yudaisme (5) Upaya untuk mendiskreditkan segala sesuatu yang berbau
Yahudi baik itu lagu-lagu, lambang-lambang, istilah-istilah. Sebagaimana agama-agama
lain baik Islam, Hindu, Budha memiliki kebebasan untuk mengekspresikan akar budaya
darimana keagamaan mereka lahir (Hindu dari India, Budha dari India, Islam dari
Arab, Kekristenan dari Yahudi sebagaimana Yudaisme) maka kita pun memiliki
kebebasan untuk mengekspresikan nuansa akar Semitik Yudaik dalam bahasa teologi
maupun liturgi ibadah kita.

Untuk menggambarkan bagaimana sikap Antisemitik dan bagaimana seseorang


bertahan dengan pengharapan yang besar untuk keluar dari tekanan lingkungan yang
Antisemitik, dapat membaca kisah seorang anak bernama Anne Frank seorang Yahudi
yang tinggal di Jerman namun harus mengungsi ke Belanda karena kebencian Hitler
terhadap orang-orang Yahudi. Dia lahir Tgl 12 Juni 1929 dan tutup usia pada usia 15
Tahun. Tinggal di dalam yang disebut Secet Annex (Tempat tersembunyi) disebuah
gedung perantoran bersama orang tuanya. Kisah kehidupan Anne Frank dituliskan
berdasarkan catatan harian yang tertinggal saat dia terpisah dengan orang tuanya ketika
dibawa ke kamp konsentrasi Hitler. Otto Frank, ayahnya yang pada waktu masih hidup
akhirnya menyerahkan pada penerbit buku dan menjadikan kisah kehidupan Anne
Frank sebagai kisah yang inspiratif bagi siapapun yang membacanya.

Meskipun kita tidak melibatkan dalam sikap-sikap yang penuh kebencian terhadap
Yahudi, namun bukan berarti kita menyetujui berbagai aktifitas atau tindakan Yahudi
sebagai negara yang dapat saja terjatuh dalam berbagai kebijakkan yang keliru dalam
panggung politik dunia, khususnya dalam hal menangani konflik dengan Palestina.
Hans Ucko mengingatkan sbb: Disaat tentara Israel membom rumah-rumah orang
Palestina dan menutup kegiatan di sekolah-sekolah anak Palestina itu, ada saja orang
Kristen (yang terlibat dalam dialog Yahudi-Kristen) mengatakan tanpa
pertimbangan apapun bahwa negara Israel adalah tanda kemurahan Elohim kepada
umatNya. Dan tidak ada sedikitpun disinggung soal hak asasi manusia. Namun,
sebagaimana kita ketahui, etika dan janji Elohim mesti selalu dijalankan beriringan.
Bisa saja banyak orang Kristen yang ragu untuk mengkritik negara Israel, karena
sikap itu seolah menghidupkan kembali sejarah yang buruk yang ditempuh antara
orang Kristen dan Yahudi dimasa lalu. Ketakutan itupun bisa muncul karena
keengganan mereka dicap sebagai anti-semitisme.Namun, apakah memang
mengkritik kebijakan negara Israel akan selalu berarti bersikap anti semitisme? Kami
yakin bahwa kritik terhadap kebijakan-kebijakan pemerintahan Israel tidak dengan
sendirinya menjadi sikap anti yahudi. Demi mencari keadilan, kritik yang
berkelanjutan perlu dilancarkan terhadap negara-negara dan gerakan-gerakan
politik, yang tentu saja tidak harus berarti mencemarkan penduduknya dan lebih lagi
persekutuan iman yang ada di negeri itu. Pernyataan-pernyataan yang menyangkut
tindakan negara Israel bukanlah pernyataan yang diarahkan kepada umat Yahudi
atau Yudaisme, karena pernayataan itu menjadi bagian resmi dari perdebatan dalam
masyarakat dunia. Sikap-sikap kritis yang sama pun akan muncul dari dalam atau
dari luar, terhadap negara-negara dan gerakan-gerakan politik yang mengklaim
nilai-nili kekristenan sebagai dasarnya19. Dalam kajian yang akan datang saya akan
berusaha obyektif dengan menyajikan beberapa data dalam Talmud Yahudi yang dapat
memicu sikap-sikap Anti Semit.
Dengan penjelasan di atas, kita benar-benar berusaha obyektif dan mengambil jarak
terhadap persoalan yang kita hadapi, yaitu memandang Israel sebagai sebuah wilayah
geopolitik dan memandang Israel sebagai sumber agama-agama Semitik, sehingga kita
tidak terjebak pada fanatisme buta sekaligus menjaga dari sikap Anti Semitik.

Dengan spirit Khanukah, marilah kita sebagai pengikut-pengikut Mesias, turut


menyalakan terang bagi dunia yang dikuasai kegelapan dan kejahatan dan melawan
berbagai bentuk Antisemitisme yang telah membanjir baik dalam sistem pendidikan,
keagamaan, kebudayaan, literatur. Shameakh Khanukah 2010

------------
[1] Sejarah Khanukah: Makna & Relevansinya, Midrash Shabat, Tgl 12 Desember 2009, Kebumen

[2] http://en.wikipedia.org/wiki/Antisemitism"

[3] Ibid.,

[4] Exploring Church History, Illinois: Evanggelical Training Association, 2002, p.17

[5] Eusebius. "Life of Constantine (Book III)", 337 CE, accessed March 12, 2006

[6] Anti Semitsm of The Church Father, www.yashanet.com/library/fathers.com

[7] Ibid.,

[8] A. M. Roth, Norman Roth Jews, Visigoths and Muslims in Medieval Spain, Brill Academic, 1994
(dalam. www.wikipedia.org)

[9] Harry R. Boer, A Short History of the Early Church, Grand Rapids, Michigan: William B. Eerdmans
Publishing Company, 1986, p. 143

8 Messianic Jewish Manifesto, Jewish New Testament Publications, 1991, p.126

9 Band. Paul Enns, The Moody Hand Book of Theology, Literatur SAAT, 2004.

10 Akar Bersama: Belajar tentang Iman Kristen dari Dialog Kristen-Yahudi, Jakarta: BPK, 1999, hal 5

11 Akar-akar Keyahudian dalam Liturgi Kristen, dalam : Jurnal Teologi GEMA Duta Wacana, no 53,
Yogyakarta: 1998, hal 72-73

12 Jakarta: SAHARA Publishers, 2004, hal 239-243

13 DR. Ahmad Abdul Hamid Ghurab, Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 1993

14 Muhsin Anbataani, Jakarta: Gema Insani Press, 1993


15 DR. Jamal Abdul Hadi Muhamad Masoud dan DR. Wafa Muhamad Rifat Hujah, Jakarta: Gema
Insani Press, 1993

16 William G. Carr, Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 1993

17 Muhamad Fahim Amin, Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 1992

19 Op.Cit., Akar Bersama,: Belajar tentang Iman Kristen dari Dialog Kristen-Yahudi, hal 15

You might also like