Professional Documents
Culture Documents
perayaan tersebut bagi Kekristenan, salah satunya adalah kita menegaskan pada
dunia untuk melawan spirit Anti Semitisme, Anti Yahudi khususnya di kalangan
Gereja dan Kekristenan yang secara historis melepaskan dirinya dari warisan ajaran
dan tradisi semitiknya yang berasal dari Yudaisme dan Yahudi. Sebagaimana
Yahudah Makabi berjuang melawan Helenisasi dan Anti Yahudi, demikianlah kita
menegaskan bahwa kita tidak Anti Semit, Anti Yahudi, karena Mesias kita dan
Junjungan Agung kita Yang Ilahi adalah seorang Yahudi (Ibr 7:14)[1]
Berkaitan dengan istilah Antisemit, mari kita mengkaji lebih jauh apa dan bagaimana
dengan Antisemit. Antisemit diartikan sebagai, is discrimination, hostility or prejudice
directed at Jews. While the term's etymology may imply that antisemitism is directed
against all Semitic peoples, it is in practice used exclusively to refer to hostility
towards Jews as a religious, racial, or ethnic group (diskriminasi, permusuhan atau
prasangka yang ditujukkan terhadap orang-orang Yahudi. Sementara istilah secara
etimologi mengindikasikan bahwa Antisemitisme ditujukan pada semua masyarakat
yang bercorak Semitik seperti Arab, namun secara praktis dan kenyataan sehari-hari
istilah ini digunakan secara eksklusif untuk menunjuk pada permusuhan terhadap
orang-orang Yahudi baik secara keagamaan, rasial maupun kelompok suku)[2]. Contoh-
contoh Anti Semitisme bergerak dari tingkat kebencian terhadap individu hingga
kebencian yang dilakukan oleh institusi, termasuk penganiayaan dengan kekerasan.
Penganiayaan tersebut antara lain Inkuisisi oleh orang-orang Spanyol, pengusiran
orang-orang Yahudi dari Spanyol pada Tahun 1492, dari Inggris Tahun 1290, berbagai
bentuk pembunuhan berencana dan akhirnya peristiwa yang menjijikkan yaitu
Holocaust oleh Adolf Hitler. Antisemitisme biasanya disebut dengan kebencian yang
panjang (long hatred).
3. Antisemitisme Baru. Konsep baru yang yang berkembang pada Abad 21 secra
serempak dari gerakan kiri, gerakan kanan dan Islam radikal yang cenderung
memusatkan pada tujuan yaitu perlawanan terhadap Zionisme dan rumah tinggal bagi
Bangsa Yahudi di Negara Israel dan gagasan ini dikembangkan dari motif Antisemitsme
tradisional.
Istilah Antisemitisme dipopulerkan pertama kali pada Tahun1860 oleh sarjana Yahudi
Austria bernama Moritz Steinschneider dalam kalimat yang dia ucapkan yaitu
"antisemitic prejudices" (prasangka antisemitik). Steinschneider menggunakan istilah
ini untuk menggambarkan apa yang diucapkan ahli sejarah, Ernest Renan mengenai
bagaimana ras Semitik lebih rendah dibandingkan ras Arya about how Berbagai
teori pesudo sains (sains palsu) mengenai ras, peradaban dan berbagai kemajuan telah
berkembang luas di Eropa pad paruh Abad 19 sebagaimana dipromosikan pula oleh
sejarawan Prusia bernama Heinrich von Treitschke dalam rangka menyebarluaskan
bentuk-bentuk rasisme.
Para Bapa Gereja seperti Yohanes Krisostomos, Yulius Martir pun dalam banyak kotbah
dan karya tulisnya banyak menyerang segala sesuatu yang berbau Yahudi. James P.
EckmanPada akhir Abad Pertama, kematian para rasul menghasilkan kevakuman
kepemimpinan di dalam gereja. Siapa yang berhak memimpin orang-orang
beriman?Siapa yang akan memimpin dan menuntun berkembangnya iman Kristen?
Kelompok yang mengisi kekosongan ini kemudian dikenal dengan sebutan Para
Bapa Gereja. Sebagai sebuah istilah yang menggambarkan rasa sayang dan
kepercayaan, yaitu bapak secara umum diberikan pada sejumlah pemimpin rohani
yang dikenal dengan sebutan para bishop atau para diaken. Bapa Gereja dapat
dibagi menjadi tiga kelompok yaitu, Bapa Rasuli (95-100 Ms), Para Apologet atau
Pembela Iman (150-300 Ms) serta Para Teolog (300-600 Ms). Kelompok Bapa Rasuli
banyak menulis dan memfokuskan pada persoalan diseputar tata ibadah dan hirarki
kepemimpinan gereja. Kelompok Para Apologet lebih memfokuskan mempertahankan
iman dari serangan tulisan-tulisan kaum kafir dan penyembah berhala. Sementara
kelompok Para Teolog mulai menyusun berbagai sistematika pemikiran-pemikiran
teologi[4] memberikan komentar mengenai istilah Bapa Gereja (Church Fathers) sbb:
Berikut kutipan bagaimana para Bapa Gereja mengucapkan kata-kata yang bersifat
Anti Yahudi sbb:[6]
1. Ignatius, Bishop Antiokhia (98-117 Ms) dalam karyanya Surat untuk orang-orang
Magnesia sbb: Jika kita tetap melakukan agama Yudaisme, maka kita mengakui
bahwa kita tidak menerima kasih karunia Tuhanadalah keliru untuk mengatakan
mengenai Yahshua Sang Mesias dan hidup seperti orang Yahudi. Bagi Kekristenan,
tidak mempercayai dalam Yudaisme melainkan Yudaisme percaya dalam
Kekristenan
2. Surat Barnabas (130 M-138 Ms), Ps IV Ay 6-7 sbb, Hindarilah dirimu dan
janganlah seperti beberapa orang yang mendorongmu berbuat dosa dan berkata
bahwa perjanjian yang mereka warisi sebagaimana yang kita (orang Kristen) warisi,
namun sebenarnya mereka kehilangan sepenuhnya warisan itu setelah Musa
menerimanya
3. Agustinus (354-430 Ms) dalam karyanya, Conffesions, 12.14, sbb: Betapa aku
benci terhadap musuh-musuh dari Kitab Sucimu! Betapa aku menyarankan padamu
untuk membunuh mereka (orang-orang Yahudi) dengan pedang bermata dua,
sehingga tidak satupun dari mereka akan melawan perkataanmu! Sungguh
menyenangkan menginginkan kematian mereka dan kehidupan bagimu!
Membenci berbagai hal yang berbau Yahudi, berarti membenci Mesias, karena Mesias
kita adalah orang Yahudi. Hans Ucko menggambarkan sikap-sikap Kekristenan
terhadap kenyataan bahwa Mesias adalah Yahudi sbb: Gereja Kristen, teologi Kristen
dan Kekristenan secara keseluruhan, tidak terpisahkan dengan umat Yahudi atau
Yudaisme. Orang Yahudi dan Kristen memiliki Kitab Suci yang sama. Iman Kristen
lahir dalam lingkungan Yahudi. Gereja masih saja ragu apakah kenyataan tersebut
dinilai sebagai berkat atau kutuk. Sejumlah kecil orang Kristen melihat hubungan
diatas sebagai suatu masalah dan berupaya memecahkannya dengan membatasi
kitab Perjanjian Lama dan agama umat Israel di satu sisi dan Yudaisme di sisi
lainnya Dengan cara ini, seseorang sebenarnya membebaskan orang Israel dari
keyahudiannya. Pendekatan tersebut mencerminkan sebentuk rasa sulit bagi orang
Kristen atas hubungannya yang terlalu dekat dengan umat Yahudi dan dengan
Yudaisme yang hidup saat ini. Seseorang memang tidak mudah mengakui akibat dari
memilih Tuhan Yahudi itu10.
Memutuskan hubungan sejarah bahwa Yahshua adalah Bangsa Yahudi, bahwasnya
Kekristenan berakar dari Yudaisme, menimbulkan konsekwensi teologis yang
mendalam, berupa kehilangan orientasi dan kesatuan iman dan tata ibadat. Nelly Van
Doorn-Harder, MA., menjelaskan kenyataan di atas sbb: proses melupakan warisan
keyahudian ini berawal dari pengajaran mengenai amanat Kristen diluar tanah
asalnya sendiri, tanah Palestina, yakni ketika pesan Kristen ini dikontekstualisasikan
dengan cara menyerap budaya-budaya dan ide-ide lokal seperti ide-ide filsafat
YunaniDalam kenyataan, yang terjadi adalah para reformator bahkan membawa
gereja keluar jauh dari warisan aslinya karena mereka dipengaruhi oleh suatu
budaya yang berorientasikan ilmu pengetahuan sebagai hasil dari Renaisance.
Sehingga keaslian sikap Kristen Yahudi yang senantiasa berdialog secara konstan
dengan [Elohim] yang penuh simbol dan misteri, sama sekali hilang dari kehidupan
liturgi Protestan dan diganti oleh penekanan ala Protestan yakni doktrinanti Yahudi
telah memberi andil terhadap paham [ide] bahwa Kekristenan adalah sebuah agama
yang betul-betul asli dan tidak menggunakan unsur Yudaisme apapun. Melupakan
akar-akar keyahudian, memberikan konsekwensi-konsekwensi serius terhadap
kehidupan liturgi Kristen. Bila orang-orang Kristen tidak lagi memahami arti
sepenuhnya latar belakang keyahudian dalam kehidupan liturgi mereka, kontroversi-
kontroversi seperti yang ada dalam interpretasi mengenai perjamuan kudus, mulai
nampak diantara orang-orang Kristen. Akibat dari kontroversi-kontroversi ini
adalah munculnya perpecahan-perpecahan dan aliran-aliran dalam gereja11.
Mengenai Anti Semitisme di kalangan Islam, dapat terlihat dengan beredarnya berbagai
buku al., Talmud: Kitab Hitam Yahudi Yang Menggemparkan12, Menyingkap
Tabir Orientalisme13, Kenapa Kita Tidak Berdamai Saja Dengan Yahudi14,
Sejarah Islam Dicemari Zionis Dan Orientalis15, Yahudi Menggenggam Dunia16,
Rahasia Gerakan Freemasonry Dan Rotary Club17. Berbagai buku di atas
mengekspresikan suatu kebencian terhadap Yahudi yang dipicu oleh berbagai
ketegangan di wilayah Palestina sejak tahun 1948. Para penulis tersebut tidak hanya
merujuk pada tahun 1948 sebagai pemicu kebencian terhadap Yahudi, namun menarik
lebih awal sampai pada tahun awal perkembangan Islam, di mana komunitas Yahudi
selalu membuat pengkhianatan terhadap Islam. Inti buku-buku tersebut menegaskan
bahwa Yahudi bertanggung jawab terhadap berbagai kebijakan politik dan ekonomi
serta kebudayaan yang merusak dan menyengsarakan dunia ketiga khususnya dunia
Islam. Berbagai kebijakkan tersebut menyelusup masuk secara rahasia dan konspiratif
dengan berbagai organisasi-organisasi rahasiannya seperti Freemasonry dan Iluminasi
dll.
Setelah kita mendengar secara panjang lebar mengenai apa dan bagaimana
Antisemitisme serta bagaimana sikap Antisemitisme masih diwarisi oleh Gereja dan
Kekristenan, bagaimanakah kita bersikap. Dengan spirit Khanukah ini kita menegaskan
bahwa kita menolak hal-hal berikut: (1) Penafsiran Kitab Suci yang melepaskan akar
budaya Semitik para penulis Kitab Suci (2) Upaya untuk menggambarkan Yahshua Sang
Mesias sebagai bukan orang Yahudi (3) Upaya untuk memutuskan akar Kekristenan
yaitu Yudaisme (4) Upaya untuk membuang unsur-unsur ibadah dan liturgi yang
diwarisi dari Yudaisme (5) Upaya untuk mendiskreditkan segala sesuatu yang berbau
Yahudi baik itu lagu-lagu, lambang-lambang, istilah-istilah. Sebagaimana agama-agama
lain baik Islam, Hindu, Budha memiliki kebebasan untuk mengekspresikan akar budaya
darimana keagamaan mereka lahir (Hindu dari India, Budha dari India, Islam dari
Arab, Kekristenan dari Yahudi sebagaimana Yudaisme) maka kita pun memiliki
kebebasan untuk mengekspresikan nuansa akar Semitik Yudaik dalam bahasa teologi
maupun liturgi ibadah kita.
Meskipun kita tidak melibatkan dalam sikap-sikap yang penuh kebencian terhadap
Yahudi, namun bukan berarti kita menyetujui berbagai aktifitas atau tindakan Yahudi
sebagai negara yang dapat saja terjatuh dalam berbagai kebijakkan yang keliru dalam
panggung politik dunia, khususnya dalam hal menangani konflik dengan Palestina.
Hans Ucko mengingatkan sbb: Disaat tentara Israel membom rumah-rumah orang
Palestina dan menutup kegiatan di sekolah-sekolah anak Palestina itu, ada saja orang
Kristen (yang terlibat dalam dialog Yahudi-Kristen) mengatakan tanpa
pertimbangan apapun bahwa negara Israel adalah tanda kemurahan Elohim kepada
umatNya. Dan tidak ada sedikitpun disinggung soal hak asasi manusia. Namun,
sebagaimana kita ketahui, etika dan janji Elohim mesti selalu dijalankan beriringan.
Bisa saja banyak orang Kristen yang ragu untuk mengkritik negara Israel, karena
sikap itu seolah menghidupkan kembali sejarah yang buruk yang ditempuh antara
orang Kristen dan Yahudi dimasa lalu. Ketakutan itupun bisa muncul karena
keengganan mereka dicap sebagai anti-semitisme.Namun, apakah memang
mengkritik kebijakan negara Israel akan selalu berarti bersikap anti semitisme? Kami
yakin bahwa kritik terhadap kebijakan-kebijakan pemerintahan Israel tidak dengan
sendirinya menjadi sikap anti yahudi. Demi mencari keadilan, kritik yang
berkelanjutan perlu dilancarkan terhadap negara-negara dan gerakan-gerakan
politik, yang tentu saja tidak harus berarti mencemarkan penduduknya dan lebih lagi
persekutuan iman yang ada di negeri itu. Pernyataan-pernyataan yang menyangkut
tindakan negara Israel bukanlah pernyataan yang diarahkan kepada umat Yahudi
atau Yudaisme, karena pernayataan itu menjadi bagian resmi dari perdebatan dalam
masyarakat dunia. Sikap-sikap kritis yang sama pun akan muncul dari dalam atau
dari luar, terhadap negara-negara dan gerakan-gerakan politik yang mengklaim
nilai-nili kekristenan sebagai dasarnya19. Dalam kajian yang akan datang saya akan
berusaha obyektif dengan menyajikan beberapa data dalam Talmud Yahudi yang dapat
memicu sikap-sikap Anti Semit.
Dengan penjelasan di atas, kita benar-benar berusaha obyektif dan mengambil jarak
terhadap persoalan yang kita hadapi, yaitu memandang Israel sebagai sebuah wilayah
geopolitik dan memandang Israel sebagai sumber agama-agama Semitik, sehingga kita
tidak terjebak pada fanatisme buta sekaligus menjaga dari sikap Anti Semitik.
------------
[1] Sejarah Khanukah: Makna & Relevansinya, Midrash Shabat, Tgl 12 Desember 2009, Kebumen
[2] http://en.wikipedia.org/wiki/Antisemitism"
[3] Ibid.,
[4] Exploring Church History, Illinois: Evanggelical Training Association, 2002, p.17
[5] Eusebius. "Life of Constantine (Book III)", 337 CE, accessed March 12, 2006
[7] Ibid.,
[8] A. M. Roth, Norman Roth Jews, Visigoths and Muslims in Medieval Spain, Brill Academic, 1994
(dalam. www.wikipedia.org)
[9] Harry R. Boer, A Short History of the Early Church, Grand Rapids, Michigan: William B. Eerdmans
Publishing Company, 1986, p. 143
9 Band. Paul Enns, The Moody Hand Book of Theology, Literatur SAAT, 2004.
10 Akar Bersama: Belajar tentang Iman Kristen dari Dialog Kristen-Yahudi, Jakarta: BPK, 1999, hal 5
11 Akar-akar Keyahudian dalam Liturgi Kristen, dalam : Jurnal Teologi GEMA Duta Wacana, no 53,
Yogyakarta: 1998, hal 72-73
19 Op.Cit., Akar Bersama,: Belajar tentang Iman Kristen dari Dialog Kristen-Yahudi, hal 15