You are on page 1of 17

atar Balakang

Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam yang senantiasamelimpahkan
rahmat, hidayah, serta inayah-Nya, sehingga kami dapatmenyelesaikan makalah kami yang
berjudul Meningkatkan Kembali PeranMahasiswa Dalam Kehidupan Sosial.Sholawat serta
salam semoga tetapmengalir deras kepada makhluk terbaik-Nya, Muhammad Saw.
Makalah ini kami susun atas dasar tugas yang telah diamanatkan kepadakami oleh
Ibu Mukhoiyaroh, M. Ag sebagai dosen pembimbing Mata Kuliah IlmuAlam Dasar, Ilmu
Budaya Dasar dan Ilmu Sosial Dasar.
Kami sebagai penyusun, menyadari sepenuhnya bahwa dalam makalah inibanyak
sekali kekurangan. Akan tetapi, kami tetap berharap semoga makalahyang telah kami susun
ini senantiasa bermanfaat bagi pembacanya. Amin.
Surabaya, 24 Desember 2009
Penyusun
DAFTAR ISI
2

HALAMAN JUDUL....................................................................................... 1KATA

PENGANTAR..................................................................................... 2DAFTAR

ISI.................................................................................................... 3BAB I:

PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah....................................................................... 4
B.Rumusan Masalah................................................................................. 5

BAB II: PEMBAHASAN

A. Pengertian Mahasiswa dan Sosial serta Hubungan Keduanya........... 6

B. Peran dan Tanggung Jawab Mahasiswa dalam Kehidupan Sosial.... 7


C. Dinamika Gerakan Mahasiswa.............................................................. 9

D. Upaya meningkatkan kembali peran Mahasiswa Dalam Kehidupan


Sosial........................................................................................................ 12
BAB III : PENUTUP
A. Kesimpulan.............................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 15
BAB I
3

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Sudah menjadi watak alami dari borjuasi di Indonesia yang pengecutdan selalu
menghambakan diri kepada kekuatan modal asing. Hal initercermin lewat kebijakan Mega-
Hamzah yang sejak awal menitikberatkanpada pembangunan situasi yang kondusif di dalam
negeri untuk menarikinvestor asing masuk ke Indonesia. Kebijakan Mega-Hamzah yang
paling fataladalah memberikan konsesi yang begitu besar terhadap pihak militer
denganmemberikan kedudukan sentral terhadap para pejabat militer
yangbertanggungjawab pada kasus-kasus pelanggaran HAM dan demokrasi. Halinilah yang
menjawab mengapa terjadi represifitas yang begitu besar terhadapgerakan saat ini oleh
aparat.
Melihat hal ini justru gerakan mahasiswa mengalami kemunduran danmenjadi
terpisah dengan basis massa rakyat lainnya. Gerakan mahasiswamalah sibuk dengan isu-isu
yang elitis dan cenderung tidak fokus. Hanyabeberapa saja dari organ gerakan ekstra kampus
yang masih mampumengkonsolidasikan diri dan terus menerus secara konsisten
melakukantuntutan terhadap rejim.
Gerakan mahasiswa menjadi gagap dalam merespon keadaan krisis iniberbeda
dengan sektor massa yang lain; Buruh, Tani, Kaum Miskin Kota yangtanpa dukungan dari
mahasiswa-pun ternyata mampu melakukan aksi dalamskala besar. Disinilah peran pelopor
gerakan mahasiswa untuk menyatukankekuatan-kekuatan tersebut menjadi hal yang urgen.
Rakyat yang sedang resah membutuhkan sebuah kepeloporan dalam halkesadaran
disini. Memajukan kesadaran ekonomis massa hingga menujutataran politis adalah
konkretisasi kepeloporan yang dimaksud.1
1
blogs. myspace.com/index.cfm?fuseaction=blog.view...,20-12-09
4

Globalisasi telah menimbulkan pengaruh yang sangat luas dalam dimensi masyarakat.
Malcolm Waters (Tilaar: 1997)

Mahasiswa atau Mahasiswi adalah panggilan untuk orang yang sedangmenjalani


pendidikan tinggi di sebuah universitas atau perguruan tinggi.2Dalam bahasa Inggris,
mahasiswa biasa disebut dengan student. Merekatidak memiliki istilah khusus untuk
menyebut mahasiswa layaknya orangIndonesia. Dari pengertian tersebut, Taufik Abdullah
menyebut mahasiswasebagai golongan terpilih atau pemuda elite karena mereka
adalahpemuda yang terpelajar.3 Ini menunjukkan bahwa bangsa Indonesia membertempat
khusus kepada pelajar diperguruan tinggi. Selain itu mereka jugamemiliki harapan besar
kepada golongan ini.
Sedangkan definisi sosial dapat berarti kemasyarakatan. Sosial adalahkeadaan dimana
terdapat kehadiran orang lain. Kehadiran itu bisa nyata andalihat dan anda rasakan, namun
juga bisa hanya dalam bentuk imajinasi. Setiapanda bertemu orang meskipun hanya melihat
atau mendengarnya saja, itutermasuk situasi sosial. Begitu juga ketika anda sedang
menelpon, atauchatting melalui internet.4
Dari kedua pengertian diatas, terlihat jelas adanya relasi antaramahasiswa dan social
(masyarakat). Bahkan mahasiswa termasuk bagian darisocial itu sendiri. Dalam kehidupan
social, mahasiswa termasuk dalam bagianpemuda. Tetapi dalam tingkatan pemuda, mereka
menempati posisi sebagaipemuda elite, bukan pemuda seperti pada umumnya. Maka dari
itu, merekajuga memiliki peran serta tanggung jawab yang khusus, berbeda dengantanggung
jawab pemuda pada umumnya.
B.Peran dan Tanggung Jawab Mahasiswa Dalam Kehidupan Sosial
Mahasiswa dalam kehidupan social termasuk dalam golonganpemuda. Pemuda
atau generasi muda adalah konsep- konsep yang seringdiberati oleh nilai- nilai. Hal ini
disebabkan karena keduanya bukanlah

2ht t p:/ / i d.wi ki pedi a.org/ wi ki / Mahasi swa,20-12-09

3 Taufik Abdullah,Pemuda dan perubahan social,(Jakarta:PT.Pustaka LP3ES,1983)h.4

4ht t p:/ / defi ni si .net / st ory.php?t i tl e=sosi al ,20-12-09


6

semata-mata istilah ilmiah, tetapi sering lebih merupakan pengertianideologis atau kulturil.
Pemuda harapan bangsa, pemuda pemilik masadepan, atau pemuda harus dibina
sebaik mungkin dan lain sebagainya. Halini memperlihatkan betapa saratnya nilai yang
melekat pada kata pemuda.
Munculnya generasi baru atau pemuda sangat erat hubungannyadengan perubahan
social. Pada tiap perubahan masyarakat, generasi mudalangsung terlibat didalamnya.
Khususnya golongan terpilih atau pemudaelite. Mereka adalah pemuda yang terpelajar,
khususnya mahasiswa yanglebih banyak melalui masa pembentukan pribadinya dalam
lembagapendidikan.5
Maka dari itu, identitas yang paling sering melekat pada mahasiswaadalah agent of
change. Agen merupakan merupakan istilah yang seringdiungkapkan oleh Antony Gidden
untuk menjelaskan disparitas antarastruktur dan actor. Bagi Gidden, agen merupakan
perangkat tertinggi untukmemberikan pengetahuan dan penyadaran terhadap masyarakat
dalam halmelakukan perubahan. Dari istilah ini, identitas agen yang disandangmerupakan
tanggung jawab mahasiswa sebagai icon pertama dalammelaksanakan perubahan.6
Selain itu, identitas yang juga dilekatkan pada mahasiswa adalahagent
of social control. Disinilah sebenarnya mahasiswa dipertaruhkan. Mahasiswa
seolah-olah berada dalam system, namun diluar struktur. Sosok yang selaluikut andil dalam
setiap gerakan perubahan social di Indonesia dan sekaligussosok yang memiliki kesadaran
kritis yang peka terhadap segala bentukpenindasan, dan selalu resisten terhadap the
dominant ideology, independent
5 Taufik Abdullah,Pemuda dan perubahan social,(Jakarta:PT.Pustaka LP3ES,1983)h.2-4. Lihat

sambutan Ketua Panitia MAKESTA 2009 dalam Modul MAKESTA 2009,h.3.LihatJuga


Munir, Sambutan Panitia OC MAPABA 2009 dalam Buku Panduan MAPABA 2009 PMII
Cabang Surabaya.h.4
6Mengurai Identitas Untuk Menjadi Mahasiswa sukses dalam Buku Panduan Oscaar
Tarbiyah
2009.h.9
7

(moderat) dan otonom, mampu bergerak elastis dalam ruang gerak yang
berbeda.7
Beberapa identitas diatas merupakan sebagian dari tanggung jawabyang dimiliki oleh
mahasiswa yang terkandung dalam Tri Dharma perguruantinggi yang terbagi menjadi tiga
bentuk, yaitu: tanggung jawab intelektual,tanggung jawab social, dan tanggung jawab moral.
Seluruh tanggung jawabmahasiswa berorientasi pada tiga hal tersebut. Sedangkan identitas-
identitasdiatas juga telah tercakup dalam hal itu.
Penyematan beberapa identitas dan tanggung jawab kepada mahasiswatersebut
cukup beralasan. Karena dikalangan mereka lebih cepat terjadikeinginan untuk mengadakan
revisi terhadap harapan social yang dikenakankepada mereka. Mereka lebih peka terhadap
kehidupan social. Disamping itu,mereka lebih mempunyai kemungkinan untuk tampil
sebagai penggantipimpinan masyarakat dan Negara. Mereka juga memiliki kesempatan
yanglebih besar untuk menjadi pembaharu social, baik sebagai intelektuil
maupunintelegensia.8 Sejarah dunia pun telah mencatat peranan yang amat besaryang
dilakukan gerakan mahasiswa selaku prime mover terjadinya perubahanpolitik pada suatu
Negara. Secara empiric, kekuatan mereka terbukti dalamserangkaian penggulingan, antara
lain seperti: Juan Peron di Argentina tahun1955, Perez Jimenez di Venezuela tahun 1958,
Ayub Khan di Pakistan tahun1969, Reza Pahlevi di Iran tahun 1979, Chun Doo Hwan di Korea
Selatantahun 1987, Ferdinand Marcos di Filipina tahun 1985, dan Soeharto diIndonesia
tahun 1998.9
Terlepas dari penyematan berbagai macam identitas dan tanggungjawab serta
penyebabnya tersebut, ada hal yang lebih penting, yaitu: realisasiperan serta tanggung
jawab itu. Apa gunanya kalau hal itu hanya sebagai
7 Ariyansayah Toer Ananta,Antropologi Kampus dalam Buku Panduan MAPABA 2009 PMII
Cabang Surabaya.h.28
8 Taufik Abdullah,Pemuda dan perubahan social,(Jakarta:PT.Pustaka LP3ES,1983)h.4-5
9 M. Syukron Habiburrahman, Mahasiswa dan Anarkisme dalamArrisalah Edsi 50/tahun
XXII/2009.h. 28
8

wacana dan teori saja? Tentu yang diinginkan masyarakat social kita adalah
bentukr eal dari teori-teori diatas.
C. Dinamika Gerakan Mahasiswa
Salah satu cara mahasiswa dalam berperan dan bertanggung jawabterhadap
kehidupan social adalah melalui gerakan mahasiswa. Jadi, jika kitaingin mengetahui sejauh
mana mahasiswa berperan dan bertanggung jawabkapada kehidupan sosial, kita bisa
mengkaji dinamika gerakan mahasiswa.Sejarah gerakan mahasiswa sangat panjang. Secara
global, kajian tersebutdapat diklasifikasikan menjadi dua periode10, yaitu:
1. Pra kemerdekaan
Masa awal munculnya gerakan kaum terdidik ditandai dengan lahirnyaBoedi Oetomo pada
20 Mei 1908 oleh mahasiswa STOVIA. Inimerupakan refleksi sikap kritis dan keresahan
intelektual akan kekejamanbangsa penjajah terhadap orang pribumi. Kemudian disusul
denganlahirnya Indische Vereeninging yang kemudian berubah nama menjadiPerhimpunan
Indonesia. Gerakan awal ini memiliki misi utama untukmenumbuhkan kesadaran
kebangsaan dan hak-hak kemanusiaandikalangan rakyat Indonesia untuk memperoleh
kemerdekaan, danmendorong semangat rakyat melalui penerangan-penerangan
pendidikanyang mereka nerikanuntuk berjuang membebaskan diri dari penindasan.
Setelah itu, kelompok-kelompok studi sebagai wadah artikulatifdikalangan mahasiswa dan
pelajar mulai marak dan terus berkembang.Hingga puncaknya ditandai dengan Sumpah
Pemuda pada tanggal 28Oktober 1928 yang dicetuskan melalui Kongres Pemuda II di Jakarta
pada26-28 Oktober 1928. Peristiwa ini merupakan kebangkitan kaumterpelajar, mahasiswa,
intelektual, dan aktivis pemuda pada saat itu. Hal
10 Mak Yah,Arah Perjuangan Pemuda Dari Masa ke Masa dalam Buku Panduan MAPABA
2009
PMII Cabang Surabaya.h.22, bandingkan dengan SC BEM IAIN Sunan Ampel,Plus Minus
Gerakan Mahasiswa dalam Buku Panduan Oscaar 2009 BEM IAIN SA.h.8
9

ini juga memiliki peran dalam proses kemerdekaan RI yang terjadi pada
tahap berikutnya.
2. Pasca kemerdekaan
Setelah merdeka, Indonesia tetap dililit berbagai macam masalah. Hal itulazim terjadi pada
Negara yang baru terbentuk yang memang belum stabil.Orientasi gerakan mahasiswa pada
periode ini lebih bertujuan padapembangunan.
Diawali pada masa orde lama melalui transformasi kelompok studimenjadi partai politik
agar memperoleh basis masa yang lebih luas.Kelompok Studi Indonesia berubah menjadi
Partai Bangsa Indonesia(PBI), Kelompok Studi Umum menjadi Perserikatan Nasional
Indonesia(PNI). Puncak gerakan pada masa ini adalah ketika mahasiswa menuntutTritura.
Mereka semua tergabung dalam Kesatuan Aksi MahasiswaIndonesia (KAMI), dan Kesatuan
Aksi Pemuda Pelajar Indonesia(KAPPI). Dengan peristiwa ini, berakhirlah pemerintahan orde
lama.Gerakan ini juga ikut andil dalam penumpasan Komunis.
Pada masa orde baru, banyak sekali gerakan mahasiswa yang menentangserta mengkritik
strategi pembangunan dan kepemimpinan nasional.Diantaranya adalah peristiwa MALARI
pada tanggal 15 Januari 1974 diJakarta. Kemudian Tragedi Trisakti, Semanggi dan lain
sebagainya yangkemudian berhasil menumbangkan rezim orde baru .
Pada masa pasca reformasi (termasuk sekarang), mahasiswa seolah-olahdininabobokan
oleh keruntuhan orde baru. Gerakan mahasiswa padakonteks sekarang sudah tidak punya
nilai tawar dikalangan elit politik danparadigma masyarakat terhadap gerakan mahasiswa
sudah berubah. Halitu terbukti setiap mahasiswa melakukan demonstrasi, masyarakat
selalumenilai negative. Demonstrasi selalu meresahkan masyarakat, perusakantook,
pemacetan jalan, dan materi aksi yang disampaikan kepada
10

pemerintah selalu terbantahkan karena isu tersebut tidak memiliki nilai


kritik terhadap kebijakan pemerintah yang merugikan masyarakat.11
Selain itu, degradasi pada mahasiswa juga melanda aspek intelektual sertamoral. Dalam
aspek intelektual, terlihat dari berkurangnya budayamembaca, menulis, dan berorganisasi.
Seperti yang dikatakan oleh SambraAmir Pramaha, M.Ag, dosen syariah, bahwa mahasiswa
dulu lebih tinggiminat bacanya dari pada mahasiswa sekarang. Mahasiswa
sekarangmenganggap membaca sebagai hiburan, bukan kewajiban. PakMuhammad
Sholihuddin, salah satu dosen fiqh Siyasah, mengatakan,Rata-rata mahasiswa saat ini
keinginan membaca dan rasa ingin tahunyalemah. Bila dibandingkan dengan minat baca
mahasiswa zaman dulukeinginan membacanya masih ada, sekarang malah menurun.12
Degradasi dalam aspek moral terbukti, pada tahun 2007 hingga awal 2008,telah beredar
lebih dari 500 video porno yang 90% diantaranya dibuat olehmahasiswa. Hal itu sungguh
memprihatinkan, karena 2 film porno buatanmahasiswa beredar setiap harinya.13
Selain kedua aspek tersebut, degradasi juga terdapat pada tingkat kepekaanmahasiswa
terhadap permasalahan masyarakat. Hal itu terbukti ketikadiskusi panel dalam acara
Stadium General Penutupan Latihan Kader IHimpunan Mahasiswa Islam Komisariat
Tarbiyah Cabang IAIN SunanAmpel yang dilaksanakan pada 19-22 November 2009 di
Malang. Dalamdiskusi tersebut, peserta yang bertindak sebagai mahasiswa
terkesanmemisahkan diri dari masyarakat. Mereka mengatakan bahwa mahasiswasekarang
jarang beraksi membela masyarakat karena masyarakat sendiridiam. Tidak mengajak atau
meminta mahasiswa untuk membantumenyampaikan aspirasi mereka. Sungguh ironis,
seharusnya tanpa diminta
11 Ibid,h22-25, juga dengan SC BEM IAIN Sunan Ampel,Plus Minus Gerakan Mahasiswa
dalam Buku Panduan Oscaar 2009 BEM IAIN SA.h.8.-9
12 Anis, Kondisi Intelektual Mahasiswa dalamArri sal ah Edsi 49/tahun XXII/2009.h. 30-31
13 Gantyo Koespradono,Kick Andy, Kumpulan Kisah Inspiratif,(Yogyakarta:PT. Bentang
Pustaka,2008)h.73
11

mengemukakan bahwa ada tiga dimensi proses globalisasi, yaitu: globalisasi ekonomi,
globalisasi politik, dan globalisaatar Balakang

Globalisasi telah menimbulkan pengaruh yang sangat luas dalam dimensi


masyarakat. Malcolm Waters (Tilaar: 1997) mengemukakan bahwa ada tiga dimensi proses
globalisasi, yaitu: globalisasi ekonomi, globalisasi politik, dan globalisasi budaya. Globalisasi
yang merupakan universalisasi nilai-nilai menyebabkan kearifan lokal menjadi luntur. Hal ini
menyangkut dengan moral bangsa yang juga akan terpengaruh dengan moral luar yang
tentunya akan lebih kuat mempengaruhi karena dalam globalisasi, negara-negara majulah
yang akan menguasai.
Dalam rangka pembangunan untuk meningkatkan daya saing, diperlukan suatu
bentuk moral yang sesuai dengan pandangan hidup bangsa dan falsafah hidup timur yang
termahsyur dengan sopan santun dan keramahtamahannya. Hal yang semacam inilah yang
perlu dimiliki mahasiswa. Tetapi dalam kenyataannya sebagian mahasiswa juga telah
kehilangan moral.
Mahasiswa adalah sosok warga negara yang memiliki tanggung jawab penuh akan
dibawa kemana negeri ini dibawa berlari. Apakah menuju kebangkitan yang begitu saat ini
begitu santer digalakkan atau justru menuju keterpurukan. Analisa dari kebangkitan dan
keterpurukan di masa depan berkaitan erat dengan kondisi agen of change saat ini. Agen of
change yang dimaksud adalah para mahasiswa.

Moralitas mahasiswa merupakan unsur penting dalam proses sejauh mana


mahasiswa berperan dalam pembangunan untuk menyambut kebangkitan. Moralitas dalam
kajian ini tidak hanya berkaitan dengan salah satu nilai religi (agama Islam-akhlak) saja,
melainkan secara umum.
Untuk itu dalam mengaplikasikan nilai-nilai moral muncul pertanyaan, apa
sebenarnya moral itu, apa yang menyebabkan kemerosotan moral, bagaimanakah kondisi
kemerosotan moral mahasiswa di Indonesia saat ini, dan bagaimana cara memperbaiki dan
menjaga moral mahasiswa?
Mahasiswa sebagai generasi dimana atap bangsa akan didirikan harus memiliki
moralitas tinggi agar dapat menjadi filter bagi pengaruh buruk dari globalisasi. Oleh karena
itu, mahasiswa perlu tahu pengertian tentang moral, tahu penyebab merosotnya moral, tahu
kondisi moral saat ini, dan tahu cara memperbaiki dan menjaga moral mereka.

Pengertian Moral
Secara etimologis moral berasal dari bahasa latin mores yang memiliki arti adat
kebiasaan, akhlak atau kesusilaan yang mengandung makna tata tertib nurani yang menjadi
pembimbing tingkah laku batin dalam hidup (Poespoprodjo, 1989; BP-7, 1993; Soegito,
2002).
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (Nurudin, 2001) moral berarti ajaran baik-
buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya; akhlak,
budi pekerti, susila. Sedangkan bermoral adalah mempunyai pertimbangan baik buruk,
berakhlak baik. Menurut Immanuel Kant (Magnis Suseno, 1992), moralitas adalah hal
kenyakinan dan sikap batin dan bukan hal sekedar penyesuaian dengan aturan dari luar,
entah itu aturan hukum negara, agama atau adat-istiadat. Selanjutnya dikatakan bahwa,
kriteria mutu moral seseorang adalah hal kesetiaanya pada hatinya sendiri. Moralitas adalah
pelaksanaan kewajiban karena hormat terhadap hukum, sedangkan hukum itu sendiri
tertulis dalam hati manusia. Dengan kata lain, moralitas adalah tekad untuk mengikuti apa
yang dalam hati disadari sebagai kewajiban mutlak. Menurut Driyarkara, moral atau
kesusilaan adalah nilai yang sebenarnya bagi manusia. Dengan kata lain moral atau
kesusilaan adalah kesempurnaan sebagai manusia atau tuntunan kodrat manusia
(Driyarkara, 1966: 25).
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa moral atau kesusilaan adalah
keseluruhan norma yang mengatur tingkah laku manusia di masyarakat untuk melaksanakan
perbuatan-perbuatan yang baik dan benar.

Penyebab Merosotnya Moral


Kemerosotan moral banyak dipengaruhi oleh kondisi sosial-budaya dalam masyarakat
sekitarnya. Lingkungan sosial yang buruk adalah bentuk dari kurangnya pranata sosial dalam
mengendalikan perubahan sosial yang negatif. Seperti yang kita ketahui bahwa sebagian
besar mahasiswa adalah anak kost yang tentunya jauh dari pengawasan orang tua.
Mayoritas kost memang memiliki penjaga, atau yang disebut induk semang. Namun, ada
pula yang tidak disertai penjaga. Lingkungan seperti ini menyebabkan munculnya rasa bebas
bertindak dari mahasiswa yang kost tersebut.
Dunia malam yang mayoritas dinikmati mahasiswa menimbulkan masalah yang
begitu kompleks, seperti narkoba, alkhohol, seks bebas, hingga merembet ke kriminalitas.
Hampir setiap malam diskotik-diskotik dipenuhi pengunjung, dan sebagian besar dari
mereka adalah mahasiswa.
Pada kondisi budaya yang dapat dibilang tidak baik, para remaja mudah sekali
terpengaruh oleh hal-hal yang baru. Sebagai contoh adalah video porno. Memang
sepertinya tidak etis apabila kita menyebut video porno adalah sebuah kebudayaan. Karena
pada intinya kebudayaan adalah sesuatu karya manusia yang berguna bagi manusia. Untuk
kasus video porno ini dapat dikatakan sebagai budaya yang enyimpang.
Hal ini terjadi karena pengaruh media melalui tayangan-tayangan yang vulgar dan
cenderung untuk lebih mengarahkan konsumennya ke arah pornografi dan pornoaksi. Tidak
heran bila eksploitasi bentuk tubuh baik wanita maupun pria (terutama dari kalangan
wanita) selalu menjadi ukuran dalam segala hal. Tidak sulit saat ini untuk mendapatkan
gambar-gambar yang mempertontonkan bentuk tubuh lewat majalah atau harian porno,
menonton adegan-adegan kotor lewat VCD Porno, HP juga menjadi alat penyebar pornoaksi,
penampilan iklan yang menunjukkan kemolekan tubuh. Pelayanan seks lewat telepon juga
marak diiklankan dengan bebas dan amat vulgar.
Rusaknya moral via media juga tidak selalu berhubungan dengan pornografi dan
pornoaksi, tetapi juga berupa program yang menunjukan sarkasme dan kriminalisme. Secara
tidak langsung, tayangan ini terinternalisasi ke dalam diri penontonnya. Sebagai contoh dari
akibat dari hal ini adalah kasus perkelahian mahasiswa yang kerap terjadi. Penyebab
umumnya adalah karena hubungan percintaan dan minuman keras.
Secara garis besar, penyebab dari rusaknya moral generasi muda intelektual adalah
sebagai berikut: Tidak adanya pengawasan langsung dari pihak yang tepat. Lingkungan
sosial-budaya yang tidak sehat. Tayangan media massa yang tidak baik, kurangnya
pendidikan mengenai moral hinga tidak adanya kesadaran dari para mahasiswa untuk
memiliki ketahanan diri sebagai filter dari hal-hal yang negatif.

Demoralisasi Mahasiswa Saat Ini


Era modern ditandai dengan berbagai macam perubahan dalam masyarakat.
Perubahan ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: perkembangan ilmu pengetahuan dan
tekhnologi (iptek), mental manusia, teknik dan penggunaannya dalam masyarakat,
komunikasi dan transportasi, urbanisasi, perubahan-perubahan pertambahan harapan dan
tuntutan manusia . Semuanya ini mempunyai pengaruh bersama dan mempunyai akibat
bersama dalam masyarakat, dan inilah yang kemudian menimbulkan perubahan masyarakat.
Perubahan ini sampai mengarah kepada perubahan mentalitas (moral). Khususnya, di
kalangan generasi muda (dalam hal ini mahasiswa) telah terlihat adanya pergeseran nilai dan
kecendrungan-kecendrungan pada aspek tertentu. Sangat disayangkan, era modern hanya
ditandai dengan gaya hidup yang serba hedonistis (keduniawian) dan budaya glamour (just
for having fun). Perilaku moral generasi muda telah melampaui batas-batas norma. Potret
buram generasi muda hari ini: mabuk-mabukkan, berlagak preman (premanisme), penganut
seks bebas (free sex), tawuran antar pelajar, terlibat narkoba, dan lain sebagainya. Kondisi
inilah yang disebut demoralisasi, yaitu proses kehancuran moral generasi muda.
Akhir-akhir ini permasalahan seks bebas di kalangan mahasiswa semakin
memprihatinkan, terutama yang kurang baik taraf penanaman keimanan dan ketaqwaannya.
Beberapa kasus video porno pasangan mahasiswa yang merebak di internet membuktikan
bahwa moral adalah sebuah hal yang tidak cukup penting untuk dipahami dan dilaksanakan
oleh sebagian mahasiswa.
Kemudian kasus pencurian telepon genggam oleh mahasiswa yang ketika ditanya, ia
mengaku butuh uang untuk membeli narkoba. Kemudian kasus lainnya beberapa mahasiswa
di salah satu universitas negeri di Semarang tertangkap basah sedang mesum di lingkungan
kampus. Dan banyak contoh kasus lain perilaku amoral mahasiswa yang kerap terjadi di
Indonesia ini.
Sebuah kasus yang menunjukan begitu rentannya pelajar dan mahasiswa mengalami
kerusakan moral adalah di Yogyakarta yang dikenal sebagai kota pelajar. Sebuah penelitian
menyebutkan bahwa sekitar 80% mahasiswi di sana telah kehilangan keperawanan. Dari hal
ini, kita mengetahui bahwa hampir tidak dapat dipisahkan antara kaum muda intelek dengan
pergaulan bebas.
Kondisi ini juga berimbas terhadap down-nya mental generasi muda. Gejalanya bisa
dilihat dari pesimisme generasi muda baik dalam mengeluarkan ide/gagasan ataupun dalam
menyikapi perkembangan. Tidak jarang ditemukan mahasiswa yang minder sendiri karena
ketidakmampuannya mengoperasikan teknologi informasi, seperti: komputer ataupun
internet atau juga mahasiswa yang terganggu mentalitas kejiwaannya karena tidak sanggup
berhadapan dengan kompleksitas persoalan hidup.
Telah terjadi pergeseran nilai hidup dari sebagian mahasiswa dari menuntut ilmu dan
berkarya ke menikmati hidup dan menikmati karya. Dengan kata lain kurangnya internalisasi
Tri Dharma Perguruan Tinggi di kalangan mahasiswa. Imbasnya, mahasiswa lebih suka
berdemo menuntut pemerintah membatalkan kebijakan yang dianggap merugikan
masyarakat daripada berkarya untuk mengatasi tantangan yang dapat berguna bagi rakyat.
Seharusnya mahasiswa yang kreatif dan bermoral tinggi memiliki kepekaan yang lebih
berupa tindakan nyata dan langsung sebagai bentuk pengabdian kepada masyarakat.
Demonstrasi yang akhir-akhhir ini kerap terjadi hampir selalu berakhir dengan
bentrokan. Bentrokan juga merupakan suatu bentuk dari tindakan amoral karena bertujuan
untuk menyakiti musuhnya. Di lain waktu juga terlihat amoralitas mahasiswa dimana
mahasiswa tidak memiliki rasa hormat terhadap orang lain ketika membakar foto Presiden.
Ini adalah potret buram betapa negeri ini masih perlu untuk belajar berdemokrasi
dengan bijak. Tidak semata-mata atas nama hak asasi manusia setiap orang boleh
melakukan apa saja yang ia ingin ia lakukan. Nilai-nilai Pancasila yang luhur merupakan
ajaran moral yang mendasar dalam seluruh aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.
Tetapi pada kenyataannya saat ini Pancasila justru banyak dipertanyakan relevansinya dalam
era moderenitas-globalisasi.
Pada hakikatnya ajaran moral Pancasila meliputi segala bidang, dari agama, sosial-
budaya, politik, hankam, pendidikan serta ekonomi. Namun, jauhnya relasi antara warga
dengan Pancasila ini telah menimbulkan masalah moral yang juga begitu kompleks di segala
bidang. Dalam hal ini, yang penulis soroti adalah bidang pendidikan. Kondisi pendidikan kita
saat ini jauh dari upaya untuk menjaga atau memperbaiki moral. Di dunia sekolah pada
kurikulum 1984, terdapat mata pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP) yang memiliki
esensi sebagai peljaran moral yang berdasar Pancasila. Namun, pada kurikulum 1994
pelajaran ini dihapuskan dan diganti dengan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
(PPKn) dengan maksud untuk menumbuhkan rasa cinta tanah air, sementara itu pendidikan
tentang moral masuk ke dalam Pendidikan Agama yang pada penerapannya lebih pada
kehidupan beragama itu sendiri. Dan setelah itu, pada kurikulum 2004 PPKn juga diganti
dengan Pendidikan Kewarganegaraan saja tanpa Pancasila. Secara otomatis nilai-nilai moral
yang ada dalam Pancasila tidak lagi dipelajari dan ditanamkan pada diri siswa.
Di dunia perguruan tinggi moral bahkan tidak pernah disosialisasikan kepada
mahasiswa secara formal atau masuk ke dalam mata kuliah secara khusus. Moral
tersubstansi dalam MPK yaitu mata kuliah pengembangan kepribadian meliputi Pendidikan
Pancasila, Pendidikan Kewarganegaraan dan Pendidikan Agama. Hal ini cenderung membuat
mahasiswa kurang memahami pentingnya moral dalam kehidupan akademis mereka
maupun sebagai aplikasi di masyarakat kelak

Solusi
Kompleksitas demoralisasi mahasiswa saat ini memang memerlukan solusi yang
tepat agar kelestarian moral yang ada pada mahasiswa dapat terjaga. Mahasiswa adalah
agen pembangunan dan moral adalah perawat dari agen tersebut. Rusaknya moral butuh
penanganan dari berbagai aspek, meliputi sosial-budaya, agama, pendidikan, serta politik
dan hukum.
Pada aspek sosial-budaya dibutuhkan perbaikan kondisi sosial dan penyaringan
budaya (culture filtering) dalam lingkungan mahasiswa. Perbaikan tersebut dapat berupa
penataan sistem sosial dimana masing-masing komponennya berfungsi secara positif. Dan
bentuk culture filtering adalah berupa sosialisasi dan internalisasi kearifan lokal yang
berfungsi positif dalam proses akulturasi kebudayaan.
Di bidang keagamaan, agama memiliki kearifan yang luhur dalam urusan moral.
Masing-masing agama memiliki karakteristik yang berbeda, tetapi pada akhirnya bertujuan
untuk mengatur manusia agar tetap dalam jalan yang benar.
Dunia pendidikan adalah tempat dimana mahasiswa berkecimpung. Hakikat
pendidikan adalah membentuk manusia seutuhnya. Seutuhnya berarti tidak berperilaku
seperti binatang, dengan kata lain berperilaku sesuai akal pikiran dan hati nurani.
Berperilaku sesuai dengan akal, pikiran dan hati nurani berarti berdasarkan nilai-nilai moral.
Diperlukan pendidikan moral yang secara khusus merujuk pada soft skill mahasiswa sebagai
dasar berperilaku akademis
Politik dan hukum menyangkut kebijakan penguasa atau pemerintah. Pemerintah
seharusnya berperan aktif dalam upaya perbaikan moral. Peran aktif tersebut dapat berupa
program-program penyuluhan atau bimbingan. Lalu hukum yang tegas dan adil harus
ditegakan untuk memberikan efek takut bagi yang belum melanggar dan efek jera bagi yang
sudah dihukum.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan dasar solusi dalam upaya perbaikan moral.
Solusi-solusi tersebut yaitu:
Kualitas keimanan. Sebagai umat beragama, mahasiswa harus memiliki keimanan yang
teguh sebagai pegangan dalam berperilaku yang positif. Karena setiap agama pasti memiliki
nilai-nilai moral yang luhur dan arif.
Kualitas keilmuan. Mahasiswa di negeri ini harus memiliki intelegensi agar tidak mudah
dibodohi oleh kebudayaan asing yang buruk. Selain itu agar mahasiswa memiliki
kemampuan yang prima tekait bidang teknologi dan informasi. Dengan itu secara otomatis
akan memunculkan kondisi moral yang baik pula.
Kualitas keamalan. Mahasiswa harus memiliki etos kerja yang tinggi. Yang juga akan
menjauhkan mereka dari kegiatan yang kurang bermanfaat.

Moral yang merupakan keseluruhan norma yang mengatur tingkah laku sudah mulai
tidak lagi digunakan sebagai penunjuk jalan berperilaku, terutama bagi mahasiswa yang
merupakan agen pembangunan. Demoralisasi kaum akademik ini sangat berpengaruh
terhadap kualitas sumber daya manusia baik untuk saat ini maupun untuk masa depan
kelak. Secara umum bentuk dari perilaku amoral mahasiswa adalah seks bebas, minuman
keras, narkoba, perkelahian atau juga tawuran, kriminalitas dan lain-lain. Semua hal tersebut
ditandai dengan budaya hura-hura, mengutamakan duniawi dan konsep just for having fun.
Implementasi solusi yang tepat untuk mengatasi demoralisasi mahasiswa adalah
berupa penanaman nilai-nilai keagamaan sehingga menumbuhkan keimanan pada masing-
masing agamanya, pembekalan ilmu yang cukup sebagai referensi dalam bertindak, dan
yang terakhir adala pengamalan mahasiswa yang memiliki ethos kerja tinggi dalam rangka
berkarya untuk masyarakat.

si budaya. Globalisasi yang merupakan universalisasi nilai-nilai menyebabkan kearifan lokal


menjadi luntur. Hal ini menyangkut dengan moral bangsa yang juga akan terpengaruh
dengan moral luar yang tentunya akan lebih kuat mempengaruhi karena dalam globalisasi,
negara-negara majulah yang akan menguasai.
Dalam rangka pembangunan untuk meningkatkan daya saing, diperlukan suatu
bentuk moral yang sesuai dengan pandangan hidup bangsa dan falsafah hidup timur yang
termahsyur dengan sopan santun dan keramahtamahannya. Hal yang semacam inilah yang
perlu dimiliki mahasiswa. Tetapi dalam kenyataannya sebagian mahasiswa juga telah
kehilangan moral.
Mahasiswa adalah sosok warga negara yang memiliki tanggung jawab penuh akan
dibawa kemana negeri ini dibawa berlari. Apakah menuju kebangkitan yang begitu saat ini
begitu santer digalakkan atau justru menuju keterpurukan. Analisa dari kebangkitan dan
keterpurukan di masa depan berkaitan erat dengan kondisi agen of change saat ini. Agen of
change yang dimaksud adalah para mahasiswa.

Moralitas mahasiswa merupakan unsur penting dalam proses sejauh mana


mahasiswa berperan dalam pembangunan untuk menyambut kebangkitan. Moralitas dalam
kajian ini tidak hanya berkaitan dengan salah satu nilai religi (agama Islam-akhlak) saja,
melainkan secara umum.
Untuk itu dalam mengaplikasikan nilai-nilai moral muncul pertanyaan, apa
sebenarnya moral itu, apa yang menyebabkan kemerosotan moral, bagaimanakah kondisi
kemerosotan moral mahasiswa di Indonesia saat ini, dan bagaimana cara memperbaiki dan
menjaga moral mahasiswa?
Mahasiswa sebagai generasi dimana atap bangsa akan didirikan harus memiliki
moralitas tinggi agar dapat menjadi filter bagi pengaruh buruk dari globalisasi. Oleh karena
itu, mahasiswa perlu tahu pengertian tentang moral, tahu penyebab merosotnya moral, tahu
kondisi moral saat ini, dan tahu cara memperbaiki dan menjaga moral mereka.

Pengertian Moral
Secara etimologis moral berasal dari bahasa latin mores yang memiliki arti adat
kebiasaan, akhlak atau kesusilaan yang mengandung makna tata tertib nurani yang menjadi
pembimbing tingkah laku batin dalam hidup (Poespoprodjo, 1989; BP-7, 1993; Soegito,
2002).
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (Nurudin, 2001) moral berarti ajaran baik-
buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya; akhlak,
budi pekerti, susila. Sedangkan bermoral adalah mempunyai pertimbangan baik buruk,
berakhlak baik. Menurut Immanuel Kant (Magnis Suseno, 1992), moralitas adalah hal
kenyakinan dan sikap batin dan bukan hal sekedar penyesuaian dengan aturan dari luar,
entah itu aturan hukum negara, agama atau adat-istiadat. Selanjutnya dikatakan bahwa,
kriteria mutu moral seseorang adalah hal kesetiaanya pada hatinya sendiri. Moralitas adalah
pelaksanaan kewajiban karena hormat terhadap hukum, sedangkan hukum itu sendiri
tertulis dalam hati manusia. Dengan kata lain, moralitas adalah tekad untuk mengikuti apa
yang dalam hati disadari sebagai kewajiban mutlak. Menurut Driyarkara, moral atau
kesusilaan adalah nilai yang sebenarnya bagi manusia. Dengan kata lain moral atau
kesusilaan adalah kesempurnaan sebagai manusia atau tuntunan kodrat manusia
(Driyarkara, 1966: 25).
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa moral atau kesusilaan adalah
keseluruhan norma yang mengatur tingkah laku manusia di masyarakat untuk melaksanakan
perbuatan-perbuatan yang baik dan benar.

Penyebab Merosotnya Moral


Kemerosotan moral banyak dipengaruhi oleh kondisi sosial-budaya dalam masyarakat
sekitarnya. Lingkungan sosial yang buruk adalah bentuk dari kurangnya pranata sosial dalam
mengendalikan perubahan sosial yang negatif. Seperti yang kita ketahui bahwa sebagian
besar mahasiswa adalah anak kost yang tentunya jauh dari pengawasan orang tua.
Mayoritas kost memang memiliki penjaga, atau yang disebut induk semang. Namun, ada
pula yang tidak disertai penjaga. Lingkungan seperti ini menyebabkan munculnya rasa bebas
bertindak dari mahasiswa yang kost tersebut.
Dunia malam yang mayoritas dinikmati mahasiswa menimbulkan masalah yang
begitu kompleks, seperti narkoba, alkhohol, seks bebas, hingga merembet ke kriminalitas.
Hampir setiap malam diskotik-diskotik dipenuhi pengunjung, dan sebagian besar dari
mereka adalah mahasiswa.
Pada kondisi budaya yang dapat dibilang tidak baik, para remaja mudah sekali
terpengaruh oleh hal-hal yang baru. Sebagai contoh adalah video porno. Memang
sepertinya tidak etis apabila kita menyebut video porno adalah sebuah kebudayaan. Karena
pada intinya kebudayaan adalah sesuatu karya manusia yang berguna bagi manusia. Untuk
kasus video porno ini dapat dikatakan sebagai budaya yang enyimpang.
Hal ini terjadi karena pengaruh media melalui tayangan-tayangan yang vulgar dan
cenderung untuk lebih mengarahkan konsumennya ke arah pornografi dan pornoaksi. Tidak
heran bila eksploitasi bentuk tubuh baik wanita maupun pria (terutama dari kalangan
wanita) selalu menjadi ukuran dalam segala hal. Tidak sulit saat ini untuk mendapatkan
gambar-gambar yang mempertontonkan bentuk tubuh lewat majalah atau harian porno,
menonton adegan-adegan kotor lewat VCD Porno, HP juga menjadi alat penyebar pornoaksi,
penampilan iklan yang menunjukkan kemolekan tubuh. Pelayanan seks lewat telepon juga
marak diiklankan dengan bebas dan amat vulgar.
Rusaknya moral via media juga tidak selalu berhubungan dengan pornografi dan
pornoaksi, tetapi juga berupa program yang menunjukan sarkasme dan kriminalisme. Secara
tidak langsung, tayangan ini terinternalisasi ke dalam diri penontonnya. Sebagai contoh dari
akibat dari hal ini adalah kasus perkelahian mahasiswa yang kerap terjadi. Penyebab
umumnya adalah karena hubungan percintaan dan minuman keras.
Secara garis besar, penyebab dari rusaknya moral generasi muda intelektual adalah
sebagai berikut: Tidak adanya pengawasan langsung dari pihak yang tepat. Lingkungan
sosial-budaya yang tidak sehat. Tayangan media massa yang tidak baik, kurangnya
pendidikan mengenai moral hinga tidak adanya kesadaran dari para mahasiswa untuk
memiliki ketahanan diri sebagai filter dari hal-hal yang negatif.

Demoralisasi Mahasiswa Saat Ini


Era modern ditandai dengan berbagai macam perubahan dalam masyarakat.
Perubahan ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: perkembangan ilmu pengetahuan dan
tekhnologi (iptek), mental manusia, teknik dan penggunaannya dalam masyarakat,
komunikasi dan transportasi, urbanisasi, perubahan-perubahan pertambahan harapan dan
tuntutan manusia . Semuanya ini mempunyai pengaruh bersama dan mempunyai akibat
bersama dalam masyarakat, dan inilah yang kemudian menimbulkan perubahan masyarakat.
Perubahan ini sampai mengarah kepada perubahan mentalitas (moral). Khususnya, di
kalangan generasi muda (dalam hal ini mahasiswa) telah terlihat adanya pergeseran nilai dan
kecendrungan-kecendrungan pada aspek tertentu. Sangat disayangkan, era modern hanya
ditandai dengan gaya hidup yang serba hedonistis (keduniawian) dan budaya glamour (just
for having fun). Perilaku moral generasi muda telah melampaui batas-batas norma. Potret
buram generasi muda hari ini: mabuk-mabukkan, berlagak preman (premanisme), penganut
seks bebas (free sex), tawuran antar pelajar, terlibat narkoba, dan lain sebagainya. Kondisi
inilah yang disebut demoralisasi, yaitu proses kehancuran moral generasi muda.
Akhir-akhir ini permasalahan seks bebas di kalangan mahasiswa semakin
memprihatinkan, terutama yang kurang baik taraf penanaman keimanan dan ketaqwaannya.
Beberapa kasus video porno pasangan mahasiswa yang merebak di internet membuktikan
bahwa moral adalah sebuah hal yang tidak cukup penting untuk dipahami dan dilaksanakan
oleh sebagian mahasiswa.
Kemudian kasus pencurian telepon genggam oleh mahasiswa yang ketika ditanya, ia
mengaku butuh uang untuk membeli narkoba. Kemudian kasus lainnya beberapa mahasiswa
di salah satu universitas negeri di Semarang tertangkap basah sedang mesum di lingkungan
kampus. Dan banyak contoh kasus lain perilaku amoral mahasiswa yang kerap terjadi di
Indonesia ini.
Sebuah kasus yang menunjukan begitu rentannya pelajar dan mahasiswa mengalami
kerusakan moral adalah di Yogyakarta yang dikenal sebagai kota pelajar. Sebuah penelitian
menyebutkan bahwa sekitar 80% mahasiswi di sana telah kehilangan keperawanan. Dari hal
ini, kita mengetahui bahwa hampir tidak dapat dipisahkan antara kaum muda intelek dengan
pergaulan bebas.
Kondisi ini juga berimbas terhadap down-nya mental generasi muda. Gejalanya bisa
dilihat dari pesimisme generasi muda baik dalam mengeluarkan ide/gagasan ataupun dalam
menyikapi perkembangan. Tidak jarang ditemukan mahasiswa yang minder sendiri karena
ketidakmampuannya mengoperasikan teknologi informasi, seperti: komputer ataupun
internet atau juga mahasiswa yang terganggu mentalitas kejiwaannya karena tidak sanggup
berhadapan dengan kompleksitas persoalan hidup.
Telah terjadi pergeseran nilai hidup dari sebagian mahasiswa dari menuntut ilmu dan
berkarya ke menikmati hidup dan menikmati karya. Dengan kata lain kurangnya internalisasi
Tri Dharma Perguruan Tinggi di kalangan mahasiswa. Imbasnya, mahasiswa lebih suka
berdemo menuntut pemerintah membatalkan kebijakan yang dianggap merugikan
masyarakat daripada berkarya untuk mengatasi tantangan yang dapat berguna bagi rakyat.
Seharusnya mahasiswa yang kreatif dan bermoral tinggi memiliki kepekaan yang lebih
berupa tindakan nyata dan langsung sebagai bentuk pengabdian kepada masyarakat.
Demonstrasi yang akhir-akhhir ini kerap terjadi hampir selalu berakhir dengan
bentrokan. Bentrokan juga merupakan suatu bentuk dari tindakan amoral karena bertujuan
untuk menyakiti musuhnya. Di lain waktu juga terlihat amoralitas mahasiswa dimana
mahasiswa tidak memiliki rasa hormat terhadap orang lain ketika membakar foto Presiden.
Ini adalah potret buram betapa negeri ini masih perlu untuk belajar berdemokrasi
dengan bijak. Tidak semata-mata atas nama hak asasi manusia setiap orang boleh
melakukan apa saja yang ia ingin ia lakukan. Nilai-nilai Pancasila yang luhur merupakan
ajaran moral yang mendasar dalam seluruh aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.
Tetapi pada kenyataannya saat ini Pancasila justru banyak dipertanyakan relevansinya dalam
era moderenitas-globalisasi.
Pada hakikatnya ajaran moral Pancasila meliputi segala bidang, dari agama, sosial-
budaya, politik, hankam, pendidikan serta ekonomi. Namun, jauhnya relasi antara warga
dengan Pancasila ini telah menimbulkan masalah moral yang juga begitu kompleks di segala
bidang. Dalam hal ini, yang penulis soroti adalah bidang pendidikan. Kondisi pendidikan kita
saat ini jauh dari upaya untuk menjaga atau memperbaiki moral. Di dunia sekolah pada
kurikulum 1984, terdapat mata pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP) yang memiliki
esensi sebagai peljaran moral yang berdasar Pancasila. Namun, pada kurikulum 1994
pelajaran ini dihapuskan dan diganti dengan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
(PPKn) dengan maksud untuk menumbuhkan rasa cinta tanah air, sementara itu pendidikan
tentang moral masuk ke dalam Pendidikan Agama yang pada penerapannya lebih pada
kehidupan beragama itu sendiri. Dan setelah itu, pada kurikulum 2004 PPKn juga diganti
dengan Pendidikan Kewarganegaraan saja tanpa Pancasila. Secara otomatis nilai-nilai moral
yang ada dalam Pancasila tidak lagi dipelajari dan ditanamkan pada diri siswa.
Di dunia perguruan tinggi moral bahkan tidak pernah disosialisasikan kepada
mahasiswa secara formal atau masuk ke dalam mata kuliah secara khusus. Moral
tersubstansi dalam MPK yaitu mata kuliah pengembangan kepribadian meliputi Pendidikan
Pancasila, Pendidikan Kewarganegaraan dan Pendidikan Agama. Hal ini cenderung membuat
mahasiswa kurang memahami pentingnya moral dalam kehidupan akademis mereka
maupun sebagai aplikasi di masyarakat kelak

Solusi
Kompleksitas demoralisasi mahasiswa saat ini memang memerlukan solusi yang
tepat agar kelestarian moral yang ada pada mahasiswa dapat terjaga. Mahasiswa adalah
agen pembangunan dan moral adalah perawat dari agen tersebut. Rusaknya moral butuh
penanganan dari berbagai aspek, meliputi sosial-budaya, agama, pendidikan, serta politik
dan hukum.
Pada aspek sosial-budaya dibutuhkan perbaikan kondisi sosial dan penyaringan
budaya (culture filtering) dalam lingkungan mahasiswa. Perbaikan tersebut dapat berupa
penataan sistem sosial dimana masing-masing komponennya berfungsi secara positif. Dan
bentuk culture filtering adalah berupa sosialisasi dan internalisasi kearifan lokal yang
berfungsi positif dalam proses akulturasi kebudayaan.
Di bidang keagamaan, agama memiliki kearifan yang luhur dalam urusan moral.
Masing-masing agama memiliki karakteristik yang berbeda, tetapi pada akhirnya bertujuan
untuk mengatur manusia agar tetap dalam jalan yang benar.
Dunia pendidikan adalah tempat dimana mahasiswa berkecimpung. Hakikat
pendidikan adalah membentuk manusia seutuhnya. Seutuhnya berarti tidak berperilaku
seperti binatang, dengan kata lain berperilaku sesuai akal pikiran dan hati nurani.
Berperilaku sesuai dengan akal, pikiran dan hati nurani berarti berdasarkan nilai-nilai moral.
Diperlukan pendidikan moral yang secara khusus merujuk pada soft skill mahasiswa sebagai
dasar berperilaku akademis
Politik dan hukum menyangkut kebijakan penguasa atau pemerintah. Pemerintah
seharusnya berperan aktif dalam upaya perbaikan moral. Peran aktif tersebut dapat berupa
program-program penyuluhan atau bimbingan. Lalu hukum yang tegas dan adil harus
ditegakan untuk memberikan efek takut bagi yang belum melanggar dan efek jera bagi yang
sudah dihukum.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan dasar solusi dalam upaya perbaikan moral.
Solusi-solusi tersebut yaitu:
Kualitas keimanan. Sebagai umat beragama, mahasiswa harus memiliki keimanan yang
teguh sebagai pegangan dalam berperilaku yang positif. Karena setiap agama pasti memiliki
nilai-nilai moral yang luhur dan arif.
Kualitas keilmuan. Mahasiswa di negeri ini harus memiliki intelegensi agar tidak mudah
dibodohi oleh kebudayaan asing yang buruk. Selain itu agar mahasiswa memiliki
kemampuan yang prima tekait bidang teknologi dan informasi. Dengan itu secara otomatis
akan memunculkan kondisi moral yang baik pula.
Kualitas keamalan. Mahasiswa harus memiliki etos kerja yang tinggi. Yang juga akan
menjauhkan mereka dari kegiatan yang kurang bermanfaat.

Moral yang merupakan keseluruhan norma yang mengatur tingkah laku sudah mulai
tidak lagi digunakan sebagai penunjuk jalan berperilaku, terutama bagi mahasiswa yang
merupakan agen pembangunan. Demoralisasi kaum akademik ini sangat berpengaruh
terhadap kualitas sumber daya manusia baik untuk saat ini maupun untuk masa depan
kelak. Secara umum bentuk dari perilaku amoral mahasiswa adalah seks bebas, minuman
keras, narkoba, perkelahian atau juga tawuran, kriminalitas dan lain-lain. Semua hal tersebut
ditandai dengan budaya hura-hura, mengutamakan duniawi dan konsep just for having fun.
Implementasi solusi yang tepat untuk mengatasi demoralisasi mahasiswa adalah
berupa penanaman nilai-nilai keagamaan sehingga menumbuhkan keimanan pada masing-
masing agamanya, pembekalan ilmu yang cukup sebagai referensi dalam bertindak, dan
yang terakhir adala pengamalan mahasiswa yang memiliki ethos kerja tinggi dalam rangka
berkarya untuk masyarakat.

http://www.scribd.com/doc/25883896/makalah-Meningkatkan-Kembali-Peran-Mahasiswa-Dalam-
Kehidupan-Sosial

You might also like