Professional Documents
Culture Documents
Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam yang senantiasamelimpahkan
rahmat, hidayah, serta inayah-Nya, sehingga kami dapatmenyelesaikan makalah kami yang
berjudul Meningkatkan Kembali PeranMahasiswa Dalam Kehidupan Sosial.Sholawat serta
salam semoga tetapmengalir deras kepada makhluk terbaik-Nya, Muhammad Saw.
Makalah ini kami susun atas dasar tugas yang telah diamanatkan kepadakami oleh
Ibu Mukhoiyaroh, M. Ag sebagai dosen pembimbing Mata Kuliah IlmuAlam Dasar, Ilmu
Budaya Dasar dan Ilmu Sosial Dasar.
Kami sebagai penyusun, menyadari sepenuhnya bahwa dalam makalah inibanyak
sekali kekurangan. Akan tetapi, kami tetap berharap semoga makalahyang telah kami susun
ini senantiasa bermanfaat bagi pembacanya. Amin.
Surabaya, 24 Desember 2009
Penyusun
DAFTAR ISI
2
PENGANTAR..................................................................................... 2DAFTAR
ISI.................................................................................................... 3BAB I:
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah....................................................................... 4
B.Rumusan Masalah................................................................................. 5
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Sudah menjadi watak alami dari borjuasi di Indonesia yang pengecutdan selalu
menghambakan diri kepada kekuatan modal asing. Hal initercermin lewat kebijakan Mega-
Hamzah yang sejak awal menitikberatkanpada pembangunan situasi yang kondusif di dalam
negeri untuk menarikinvestor asing masuk ke Indonesia. Kebijakan Mega-Hamzah yang
paling fataladalah memberikan konsesi yang begitu besar terhadap pihak militer
denganmemberikan kedudukan sentral terhadap para pejabat militer
yangbertanggungjawab pada kasus-kasus pelanggaran HAM dan demokrasi. Halinilah yang
menjawab mengapa terjadi represifitas yang begitu besar terhadapgerakan saat ini oleh
aparat.
Melihat hal ini justru gerakan mahasiswa mengalami kemunduran danmenjadi
terpisah dengan basis massa rakyat lainnya. Gerakan mahasiswamalah sibuk dengan isu-isu
yang elitis dan cenderung tidak fokus. Hanyabeberapa saja dari organ gerakan ekstra kampus
yang masih mampumengkonsolidasikan diri dan terus menerus secara konsisten
melakukantuntutan terhadap rejim.
Gerakan mahasiswa menjadi gagap dalam merespon keadaan krisis iniberbeda
dengan sektor massa yang lain; Buruh, Tani, Kaum Miskin Kota yangtanpa dukungan dari
mahasiswa-pun ternyata mampu melakukan aksi dalamskala besar. Disinilah peran pelopor
gerakan mahasiswa untuk menyatukankekuatan-kekuatan tersebut menjadi hal yang urgen.
Rakyat yang sedang resah membutuhkan sebuah kepeloporan dalam halkesadaran
disini. Memajukan kesadaran ekonomis massa hingga menujutataran politis adalah
konkretisasi kepeloporan yang dimaksud.1
1
blogs. myspace.com/index.cfm?fuseaction=blog.view...,20-12-09
4
Globalisasi telah menimbulkan pengaruh yang sangat luas dalam dimensi masyarakat.
Malcolm Waters (Tilaar: 1997)
semata-mata istilah ilmiah, tetapi sering lebih merupakan pengertianideologis atau kulturil.
Pemuda harapan bangsa, pemuda pemilik masadepan, atau pemuda harus dibina
sebaik mungkin dan lain sebagainya. Halini memperlihatkan betapa saratnya nilai yang
melekat pada kata pemuda.
Munculnya generasi baru atau pemuda sangat erat hubungannyadengan perubahan
social. Pada tiap perubahan masyarakat, generasi mudalangsung terlibat didalamnya.
Khususnya golongan terpilih atau pemudaelite. Mereka adalah pemuda yang terpelajar,
khususnya mahasiswa yanglebih banyak melalui masa pembentukan pribadinya dalam
lembagapendidikan.5
Maka dari itu, identitas yang paling sering melekat pada mahasiswaadalah agent of
change. Agen merupakan merupakan istilah yang seringdiungkapkan oleh Antony Gidden
untuk menjelaskan disparitas antarastruktur dan actor. Bagi Gidden, agen merupakan
perangkat tertinggi untukmemberikan pengetahuan dan penyadaran terhadap masyarakat
dalam halmelakukan perubahan. Dari istilah ini, identitas agen yang disandangmerupakan
tanggung jawab mahasiswa sebagai icon pertama dalammelaksanakan perubahan.6
Selain itu, identitas yang juga dilekatkan pada mahasiswa adalahagent
of social control. Disinilah sebenarnya mahasiswa dipertaruhkan. Mahasiswa
seolah-olah berada dalam system, namun diluar struktur. Sosok yang selaluikut andil dalam
setiap gerakan perubahan social di Indonesia dan sekaligussosok yang memiliki kesadaran
kritis yang peka terhadap segala bentukpenindasan, dan selalu resisten terhadap the
dominant ideology, independent
5 Taufik Abdullah,Pemuda dan perubahan social,(Jakarta:PT.Pustaka LP3ES,1983)h.2-4. Lihat
(moderat) dan otonom, mampu bergerak elastis dalam ruang gerak yang
berbeda.7
Beberapa identitas diatas merupakan sebagian dari tanggung jawabyang dimiliki oleh
mahasiswa yang terkandung dalam Tri Dharma perguruantinggi yang terbagi menjadi tiga
bentuk, yaitu: tanggung jawab intelektual,tanggung jawab social, dan tanggung jawab moral.
Seluruh tanggung jawabmahasiswa berorientasi pada tiga hal tersebut. Sedangkan identitas-
identitasdiatas juga telah tercakup dalam hal itu.
Penyematan beberapa identitas dan tanggung jawab kepada mahasiswatersebut
cukup beralasan. Karena dikalangan mereka lebih cepat terjadikeinginan untuk mengadakan
revisi terhadap harapan social yang dikenakankepada mereka. Mereka lebih peka terhadap
kehidupan social. Disamping itu,mereka lebih mempunyai kemungkinan untuk tampil
sebagai penggantipimpinan masyarakat dan Negara. Mereka juga memiliki kesempatan
yanglebih besar untuk menjadi pembaharu social, baik sebagai intelektuil
maupunintelegensia.8 Sejarah dunia pun telah mencatat peranan yang amat besaryang
dilakukan gerakan mahasiswa selaku prime mover terjadinya perubahanpolitik pada suatu
Negara. Secara empiric, kekuatan mereka terbukti dalamserangkaian penggulingan, antara
lain seperti: Juan Peron di Argentina tahun1955, Perez Jimenez di Venezuela tahun 1958,
Ayub Khan di Pakistan tahun1969, Reza Pahlevi di Iran tahun 1979, Chun Doo Hwan di Korea
Selatantahun 1987, Ferdinand Marcos di Filipina tahun 1985, dan Soeharto diIndonesia
tahun 1998.9
Terlepas dari penyematan berbagai macam identitas dan tanggungjawab serta
penyebabnya tersebut, ada hal yang lebih penting, yaitu: realisasiperan serta tanggung
jawab itu. Apa gunanya kalau hal itu hanya sebagai
7 Ariyansayah Toer Ananta,Antropologi Kampus dalam Buku Panduan MAPABA 2009 PMII
Cabang Surabaya.h.28
8 Taufik Abdullah,Pemuda dan perubahan social,(Jakarta:PT.Pustaka LP3ES,1983)h.4-5
9 M. Syukron Habiburrahman, Mahasiswa dan Anarkisme dalamArrisalah Edsi 50/tahun
XXII/2009.h. 28
8
wacana dan teori saja? Tentu yang diinginkan masyarakat social kita adalah
bentukr eal dari teori-teori diatas.
C. Dinamika Gerakan Mahasiswa
Salah satu cara mahasiswa dalam berperan dan bertanggung jawabterhadap
kehidupan social adalah melalui gerakan mahasiswa. Jadi, jika kitaingin mengetahui sejauh
mana mahasiswa berperan dan bertanggung jawabkapada kehidupan sosial, kita bisa
mengkaji dinamika gerakan mahasiswa.Sejarah gerakan mahasiswa sangat panjang. Secara
global, kajian tersebutdapat diklasifikasikan menjadi dua periode10, yaitu:
1. Pra kemerdekaan
Masa awal munculnya gerakan kaum terdidik ditandai dengan lahirnyaBoedi Oetomo pada
20 Mei 1908 oleh mahasiswa STOVIA. Inimerupakan refleksi sikap kritis dan keresahan
intelektual akan kekejamanbangsa penjajah terhadap orang pribumi. Kemudian disusul
denganlahirnya Indische Vereeninging yang kemudian berubah nama menjadiPerhimpunan
Indonesia. Gerakan awal ini memiliki misi utama untukmenumbuhkan kesadaran
kebangsaan dan hak-hak kemanusiaandikalangan rakyat Indonesia untuk memperoleh
kemerdekaan, danmendorong semangat rakyat melalui penerangan-penerangan
pendidikanyang mereka nerikanuntuk berjuang membebaskan diri dari penindasan.
Setelah itu, kelompok-kelompok studi sebagai wadah artikulatifdikalangan mahasiswa dan
pelajar mulai marak dan terus berkembang.Hingga puncaknya ditandai dengan Sumpah
Pemuda pada tanggal 28Oktober 1928 yang dicetuskan melalui Kongres Pemuda II di Jakarta
pada26-28 Oktober 1928. Peristiwa ini merupakan kebangkitan kaumterpelajar, mahasiswa,
intelektual, dan aktivis pemuda pada saat itu. Hal
10 Mak Yah,Arah Perjuangan Pemuda Dari Masa ke Masa dalam Buku Panduan MAPABA
2009
PMII Cabang Surabaya.h.22, bandingkan dengan SC BEM IAIN Sunan Ampel,Plus Minus
Gerakan Mahasiswa dalam Buku Panduan Oscaar 2009 BEM IAIN SA.h.8
9
ini juga memiliki peran dalam proses kemerdekaan RI yang terjadi pada
tahap berikutnya.
2. Pasca kemerdekaan
Setelah merdeka, Indonesia tetap dililit berbagai macam masalah. Hal itulazim terjadi pada
Negara yang baru terbentuk yang memang belum stabil.Orientasi gerakan mahasiswa pada
periode ini lebih bertujuan padapembangunan.
Diawali pada masa orde lama melalui transformasi kelompok studimenjadi partai politik
agar memperoleh basis masa yang lebih luas.Kelompok Studi Indonesia berubah menjadi
Partai Bangsa Indonesia(PBI), Kelompok Studi Umum menjadi Perserikatan Nasional
Indonesia(PNI). Puncak gerakan pada masa ini adalah ketika mahasiswa menuntutTritura.
Mereka semua tergabung dalam Kesatuan Aksi MahasiswaIndonesia (KAMI), dan Kesatuan
Aksi Pemuda Pelajar Indonesia(KAPPI). Dengan peristiwa ini, berakhirlah pemerintahan orde
lama.Gerakan ini juga ikut andil dalam penumpasan Komunis.
Pada masa orde baru, banyak sekali gerakan mahasiswa yang menentangserta mengkritik
strategi pembangunan dan kepemimpinan nasional.Diantaranya adalah peristiwa MALARI
pada tanggal 15 Januari 1974 diJakarta. Kemudian Tragedi Trisakti, Semanggi dan lain
sebagainya yangkemudian berhasil menumbangkan rezim orde baru .
Pada masa pasca reformasi (termasuk sekarang), mahasiswa seolah-olahdininabobokan
oleh keruntuhan orde baru. Gerakan mahasiswa padakonteks sekarang sudah tidak punya
nilai tawar dikalangan elit politik danparadigma masyarakat terhadap gerakan mahasiswa
sudah berubah. Halitu terbukti setiap mahasiswa melakukan demonstrasi, masyarakat
selalumenilai negative. Demonstrasi selalu meresahkan masyarakat, perusakantook,
pemacetan jalan, dan materi aksi yang disampaikan kepada
10
mengemukakan bahwa ada tiga dimensi proses globalisasi, yaitu: globalisasi ekonomi,
globalisasi politik, dan globalisaatar Balakang
Pengertian Moral
Secara etimologis moral berasal dari bahasa latin mores yang memiliki arti adat
kebiasaan, akhlak atau kesusilaan yang mengandung makna tata tertib nurani yang menjadi
pembimbing tingkah laku batin dalam hidup (Poespoprodjo, 1989; BP-7, 1993; Soegito,
2002).
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (Nurudin, 2001) moral berarti ajaran baik-
buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya; akhlak,
budi pekerti, susila. Sedangkan bermoral adalah mempunyai pertimbangan baik buruk,
berakhlak baik. Menurut Immanuel Kant (Magnis Suseno, 1992), moralitas adalah hal
kenyakinan dan sikap batin dan bukan hal sekedar penyesuaian dengan aturan dari luar,
entah itu aturan hukum negara, agama atau adat-istiadat. Selanjutnya dikatakan bahwa,
kriteria mutu moral seseorang adalah hal kesetiaanya pada hatinya sendiri. Moralitas adalah
pelaksanaan kewajiban karena hormat terhadap hukum, sedangkan hukum itu sendiri
tertulis dalam hati manusia. Dengan kata lain, moralitas adalah tekad untuk mengikuti apa
yang dalam hati disadari sebagai kewajiban mutlak. Menurut Driyarkara, moral atau
kesusilaan adalah nilai yang sebenarnya bagi manusia. Dengan kata lain moral atau
kesusilaan adalah kesempurnaan sebagai manusia atau tuntunan kodrat manusia
(Driyarkara, 1966: 25).
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa moral atau kesusilaan adalah
keseluruhan norma yang mengatur tingkah laku manusia di masyarakat untuk melaksanakan
perbuatan-perbuatan yang baik dan benar.
Solusi
Kompleksitas demoralisasi mahasiswa saat ini memang memerlukan solusi yang
tepat agar kelestarian moral yang ada pada mahasiswa dapat terjaga. Mahasiswa adalah
agen pembangunan dan moral adalah perawat dari agen tersebut. Rusaknya moral butuh
penanganan dari berbagai aspek, meliputi sosial-budaya, agama, pendidikan, serta politik
dan hukum.
Pada aspek sosial-budaya dibutuhkan perbaikan kondisi sosial dan penyaringan
budaya (culture filtering) dalam lingkungan mahasiswa. Perbaikan tersebut dapat berupa
penataan sistem sosial dimana masing-masing komponennya berfungsi secara positif. Dan
bentuk culture filtering adalah berupa sosialisasi dan internalisasi kearifan lokal yang
berfungsi positif dalam proses akulturasi kebudayaan.
Di bidang keagamaan, agama memiliki kearifan yang luhur dalam urusan moral.
Masing-masing agama memiliki karakteristik yang berbeda, tetapi pada akhirnya bertujuan
untuk mengatur manusia agar tetap dalam jalan yang benar.
Dunia pendidikan adalah tempat dimana mahasiswa berkecimpung. Hakikat
pendidikan adalah membentuk manusia seutuhnya. Seutuhnya berarti tidak berperilaku
seperti binatang, dengan kata lain berperilaku sesuai akal pikiran dan hati nurani.
Berperilaku sesuai dengan akal, pikiran dan hati nurani berarti berdasarkan nilai-nilai moral.
Diperlukan pendidikan moral yang secara khusus merujuk pada soft skill mahasiswa sebagai
dasar berperilaku akademis
Politik dan hukum menyangkut kebijakan penguasa atau pemerintah. Pemerintah
seharusnya berperan aktif dalam upaya perbaikan moral. Peran aktif tersebut dapat berupa
program-program penyuluhan atau bimbingan. Lalu hukum yang tegas dan adil harus
ditegakan untuk memberikan efek takut bagi yang belum melanggar dan efek jera bagi yang
sudah dihukum.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan dasar solusi dalam upaya perbaikan moral.
Solusi-solusi tersebut yaitu:
Kualitas keimanan. Sebagai umat beragama, mahasiswa harus memiliki keimanan yang
teguh sebagai pegangan dalam berperilaku yang positif. Karena setiap agama pasti memiliki
nilai-nilai moral yang luhur dan arif.
Kualitas keilmuan. Mahasiswa di negeri ini harus memiliki intelegensi agar tidak mudah
dibodohi oleh kebudayaan asing yang buruk. Selain itu agar mahasiswa memiliki
kemampuan yang prima tekait bidang teknologi dan informasi. Dengan itu secara otomatis
akan memunculkan kondisi moral yang baik pula.
Kualitas keamalan. Mahasiswa harus memiliki etos kerja yang tinggi. Yang juga akan
menjauhkan mereka dari kegiatan yang kurang bermanfaat.
Moral yang merupakan keseluruhan norma yang mengatur tingkah laku sudah mulai
tidak lagi digunakan sebagai penunjuk jalan berperilaku, terutama bagi mahasiswa yang
merupakan agen pembangunan. Demoralisasi kaum akademik ini sangat berpengaruh
terhadap kualitas sumber daya manusia baik untuk saat ini maupun untuk masa depan
kelak. Secara umum bentuk dari perilaku amoral mahasiswa adalah seks bebas, minuman
keras, narkoba, perkelahian atau juga tawuran, kriminalitas dan lain-lain. Semua hal tersebut
ditandai dengan budaya hura-hura, mengutamakan duniawi dan konsep just for having fun.
Implementasi solusi yang tepat untuk mengatasi demoralisasi mahasiswa adalah
berupa penanaman nilai-nilai keagamaan sehingga menumbuhkan keimanan pada masing-
masing agamanya, pembekalan ilmu yang cukup sebagai referensi dalam bertindak, dan
yang terakhir adala pengamalan mahasiswa yang memiliki ethos kerja tinggi dalam rangka
berkarya untuk masyarakat.
Pengertian Moral
Secara etimologis moral berasal dari bahasa latin mores yang memiliki arti adat
kebiasaan, akhlak atau kesusilaan yang mengandung makna tata tertib nurani yang menjadi
pembimbing tingkah laku batin dalam hidup (Poespoprodjo, 1989; BP-7, 1993; Soegito,
2002).
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (Nurudin, 2001) moral berarti ajaran baik-
buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya; akhlak,
budi pekerti, susila. Sedangkan bermoral adalah mempunyai pertimbangan baik buruk,
berakhlak baik. Menurut Immanuel Kant (Magnis Suseno, 1992), moralitas adalah hal
kenyakinan dan sikap batin dan bukan hal sekedar penyesuaian dengan aturan dari luar,
entah itu aturan hukum negara, agama atau adat-istiadat. Selanjutnya dikatakan bahwa,
kriteria mutu moral seseorang adalah hal kesetiaanya pada hatinya sendiri. Moralitas adalah
pelaksanaan kewajiban karena hormat terhadap hukum, sedangkan hukum itu sendiri
tertulis dalam hati manusia. Dengan kata lain, moralitas adalah tekad untuk mengikuti apa
yang dalam hati disadari sebagai kewajiban mutlak. Menurut Driyarkara, moral atau
kesusilaan adalah nilai yang sebenarnya bagi manusia. Dengan kata lain moral atau
kesusilaan adalah kesempurnaan sebagai manusia atau tuntunan kodrat manusia
(Driyarkara, 1966: 25).
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa moral atau kesusilaan adalah
keseluruhan norma yang mengatur tingkah laku manusia di masyarakat untuk melaksanakan
perbuatan-perbuatan yang baik dan benar.
Solusi
Kompleksitas demoralisasi mahasiswa saat ini memang memerlukan solusi yang
tepat agar kelestarian moral yang ada pada mahasiswa dapat terjaga. Mahasiswa adalah
agen pembangunan dan moral adalah perawat dari agen tersebut. Rusaknya moral butuh
penanganan dari berbagai aspek, meliputi sosial-budaya, agama, pendidikan, serta politik
dan hukum.
Pada aspek sosial-budaya dibutuhkan perbaikan kondisi sosial dan penyaringan
budaya (culture filtering) dalam lingkungan mahasiswa. Perbaikan tersebut dapat berupa
penataan sistem sosial dimana masing-masing komponennya berfungsi secara positif. Dan
bentuk culture filtering adalah berupa sosialisasi dan internalisasi kearifan lokal yang
berfungsi positif dalam proses akulturasi kebudayaan.
Di bidang keagamaan, agama memiliki kearifan yang luhur dalam urusan moral.
Masing-masing agama memiliki karakteristik yang berbeda, tetapi pada akhirnya bertujuan
untuk mengatur manusia agar tetap dalam jalan yang benar.
Dunia pendidikan adalah tempat dimana mahasiswa berkecimpung. Hakikat
pendidikan adalah membentuk manusia seutuhnya. Seutuhnya berarti tidak berperilaku
seperti binatang, dengan kata lain berperilaku sesuai akal pikiran dan hati nurani.
Berperilaku sesuai dengan akal, pikiran dan hati nurani berarti berdasarkan nilai-nilai moral.
Diperlukan pendidikan moral yang secara khusus merujuk pada soft skill mahasiswa sebagai
dasar berperilaku akademis
Politik dan hukum menyangkut kebijakan penguasa atau pemerintah. Pemerintah
seharusnya berperan aktif dalam upaya perbaikan moral. Peran aktif tersebut dapat berupa
program-program penyuluhan atau bimbingan. Lalu hukum yang tegas dan adil harus
ditegakan untuk memberikan efek takut bagi yang belum melanggar dan efek jera bagi yang
sudah dihukum.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan dasar solusi dalam upaya perbaikan moral.
Solusi-solusi tersebut yaitu:
Kualitas keimanan. Sebagai umat beragama, mahasiswa harus memiliki keimanan yang
teguh sebagai pegangan dalam berperilaku yang positif. Karena setiap agama pasti memiliki
nilai-nilai moral yang luhur dan arif.
Kualitas keilmuan. Mahasiswa di negeri ini harus memiliki intelegensi agar tidak mudah
dibodohi oleh kebudayaan asing yang buruk. Selain itu agar mahasiswa memiliki
kemampuan yang prima tekait bidang teknologi dan informasi. Dengan itu secara otomatis
akan memunculkan kondisi moral yang baik pula.
Kualitas keamalan. Mahasiswa harus memiliki etos kerja yang tinggi. Yang juga akan
menjauhkan mereka dari kegiatan yang kurang bermanfaat.
Moral yang merupakan keseluruhan norma yang mengatur tingkah laku sudah mulai
tidak lagi digunakan sebagai penunjuk jalan berperilaku, terutama bagi mahasiswa yang
merupakan agen pembangunan. Demoralisasi kaum akademik ini sangat berpengaruh
terhadap kualitas sumber daya manusia baik untuk saat ini maupun untuk masa depan
kelak. Secara umum bentuk dari perilaku amoral mahasiswa adalah seks bebas, minuman
keras, narkoba, perkelahian atau juga tawuran, kriminalitas dan lain-lain. Semua hal tersebut
ditandai dengan budaya hura-hura, mengutamakan duniawi dan konsep just for having fun.
Implementasi solusi yang tepat untuk mengatasi demoralisasi mahasiswa adalah
berupa penanaman nilai-nilai keagamaan sehingga menumbuhkan keimanan pada masing-
masing agamanya, pembekalan ilmu yang cukup sebagai referensi dalam bertindak, dan
yang terakhir adala pengamalan mahasiswa yang memiliki ethos kerja tinggi dalam rangka
berkarya untuk masyarakat.
http://www.scribd.com/doc/25883896/makalah-Meningkatkan-Kembali-Peran-Mahasiswa-Dalam-
Kehidupan-Sosial