You are on page 1of 39

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan membantu


penyidik untuk menentukan identitas seseorang.1 Tetapi adakalanya korban yang
ditemukan hanya berupa potongan tubuh atau bahkan hanya berupa kerangka. Jika
demikian maka proses identifikasi akan lebih sulit. Meskipun demikian dari kerangka
tersebut kita masih dapat memperoleh informasi yang berkaitan dengan identitas
seseorang seperti ras, jenis kelamin, umur, dan perkiraan tinggi badan dari pemilik
rangka tersebut.
Cabang ilmu dari forensik yang berkaitan dengan proses identifikasi adalah
antropologi forensik. Definisi dari antropologi forensik itu sendiri adalah identifikasi
dari sisa hayat manusia yang jaringan lunaknya telah hilang sebagian atau seluruhnya
sehingga tinggal kerangka, dalam konteks hukum.2
Dalam antropologi forensik, proses identifikasi rangka manusia dimulai dengan
identifikasi ras, lalu dilanjutkan dengan identifikasi jenis kelamin kemudian
identifikasi umur dan diakhiri dengan identifikasi tinggi badan.2 Dalam referat ini,
kami akan membahas lebih lanjut mengenai identifikasi ras, jenis kelamin, umur, dan
tinggi badan berdasarkan pemeriksaan tulang.

1.2 Rumusan Masalah


1 Bagaimanakah cara menentukan jenis kelamin, umur, ras, tinggi badan
berdasarkan pemeriksaan kerangka ?
2 Tulang apa saja yang dapat digunakan untuk identifikasi jenis kelamin, umur, ras,
tinggi badan berdasarkan pemeriksaan kerangka ?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
1.3.2 Memahami tentang identifikasi tulang manusia pada ilmu kedokteran forensik

dan medikolegal

1.3.3 Tujuan Khusus


1. Mengetahui temuan berupa rangka manusia atau bukan
2. Menentukan jumlah individu pada kerangka yang ditemukan
3. Menentukan ras pada temuan kerangka
4. Mengetahui jenis kelamin pada temuan kerangka

1
5. Mengetahui umur pada temuan kerangka
6. Mengetahui tinggi badan pada temuan kerangka
7. Mengetahui perkiraan waktu kematian
1.4 Manfaat

1. Bagi Mahasiswa.

a. Melatih kemampuan mahasiswa dalam penyusunan suatu referat.

b. Menambah pengetahuan mengenai cara identifikasi kerangka manusia.

c. Diharapkan dapat berlanjut untuk penulisan referat selanjutnya atau yang

sejenis yang memakai penulisan ini sebagai bahan acuannya

2. Bagi Instansi terkait

Menambah bahan referensi bagi dokter dan calon dokter dalam

memahami masalah identifikasi kerangka manusia.

1.5 Metode Penulisan


Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah tinjauan kepustakaan

yang merujuk pada berbagai literatur.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Aspek Medikolegal Identifikasi Jenazah
Dalam melakukan identifikasi jenazah, penyidik dapat meminta bantuan ahli,

salah satunya dokter. Hal ini diatur dalam KUHAP Pasal 133 :
Ayat 1: dalam hal penyidik untuk membantu kepentingan peradilan

menangani seseorang korban baik luka, keracunan atapun mati yang

diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana ia berwenang

mengajukan permintaaan keterangan ahli kedokteran kehakiman atau

dokter atau ahli lainnya.

2
Ayat 2: Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat 1

dilakukan secara tertulis yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas

untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan

bedah mayat.
Ayat 3: Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter

pada rumah sakit harus baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat

tersebut dan diberi label yang membuat identitas mayat diberi cap jabatan

yang dilekatkan pada jari kaki atau bagian lain badan mayat.

Sedangkan dokter wajib memberikan bantuan kepada penyidik yang diatur

dalam pasal 179 KUHAP :

Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran

kehakiman atau dokter ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli

demi keadilan.
Sanksi berlaku juga bagi mereka yang memberikan keterangan ahli,

dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah atau janji akan

memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan yang sebenarnya

menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya.

2.2 Identifikasi

Identifikasi adalah metode membedakan individu dengan individu lainnya


berdasarkan ciri-ciri karakteristiknya untuk dibedakan dengan individu lain.
Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan
membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang.Identifikasi personal sering
merupakan suatu masalah dalam kasus pidana maupun perdata. Menentukan identitas
personal dengan tepat amat penting dalam penyidikan karena adanya kekeliruan dapat
berakibat fatal dalam proses peradilan.
Peran ilmu kedokteran forensik dalam identifikasi terutama pada jenazah tidak
dikenal, jenazah yang rusak, membusuk, hangus terbakar dan kecelakaan masal,
bencana alam, huru hara yang mengakibatkan banyak korban meninggal, serta
potongan tubuh manusia atau kerangka. Selain itu identifikasi forensik juga berperan

3
dalam berbagai kasus lain seperti penculikan anak, bayi tertukar, atau diragukan
orangtuanya. Identitas seseorang yang dipastikan bila paling sedikit dua metode yang
digunakan memberikan hasil positif (tidak meragukan).3

Identifikasi Kerangka
Upaya identifikasi pada kerangka bertujuan membuktikan bahwa kerangka
tersebut adalah kerangka manusia, ras, jenis kelamin, perkiraan umur, tinggi badan,
ciri-ciri khusus, deformitas dan bila memungkinkan dapat dilakukan rekonstruksi
wajah.Dicari pula tanda kekerasan pada tulang. Perkiraan saat kematian dilakukan
dengan memperhatikan keadaan kekeringan tulang.3
Pada saat petugas kepolisian membawa tulang untuk dilakukan pemeriksaan
medis, hal-hal yang biasanya dipertanyakan pihak kepolisian kepada petugas medis
antara lain:
1. Apakah tulang tersebut adalah tulang manusia atau bukan.
2. Jika ternyata tulang manusia, tulang dari laki-laki atau wanita.
3. Apakah tulang-tulang tersebut merupakan tulamg dari satu individu atau beberapa
individu.
4. Umur dari pemilik tulang tersebut.
5. Waktu kematian.
6. Apakah tulang-tulang tersebut dipotong, dibakar, atau digigit oleh binatang.
7. Kemungkinan penyebab kematian.3

2.3.Antropologi Forensik
-Antropologi merupakan bidang studi sains tentang asal usul, prilaku, fisik, sosial
dan pengembangan lingkungan manusia. Antropologi forensik merupakan bidang
ilmu untuk physical anthropologists yang mengaplikasikan ilmunya dalam bidang
biologi, sains, dan budaya dalam proses hukum. Antropologi Forensik adalah
pemeriksaan pada sisa-sisa rangka. Pemeriksaan ini dapat dilakukan sebagai langkah
pertama untuk menentukan apakah sisa-sisa tersebut berasal dari
Manusia.4-10

4
Gambar 1.Anatomi Rangka Manusia.8

-Menurut American Board of Forensic Anthropology, forensik antropologi adalah


aplikasi ilmu pengetahuan dari antropologi fisik untuk proses hukum. Identifikasi dari
kerangka, atau sediaan lain dari sisa sisa jasad (dugaan manusia) yang tidak
teridentifikasi penting untuk alasan hukum maupun alas ankemanusiaan. Forensik
antropologi mengaplikasikan tehnik sains sederhana yang berdasarkan antropologi
fisik untuk mengidentifikasi sisa sisa jasad manusia dan mengungkap tindak
kejahatan.7
1. -Antropologi forensik meliputi penggalian arkeologis; pemeriksaan rambut,
serangga, plant materials dan jejak kaki; penentuan waktu kematian;
facialreproduction; photographic superimposition; detection of anatomical
variants;dan analisa mengenai cedera masa lalu dan penanganan medis. Namun,
pada pelaksanaannya forensik antropologi terutama untuk menentukan identitas

5
jasad berdasar bukti yang tersedia, yaitu menentukan jenis kelamin, perkiraan
usia, bentuk tubuh, dan pertalian ras.4
-
Ruang Lingkup Pemeriksaan Forensik
-Faktor utama yang digunakan pada pemeriksaan forensik adalah:11
1. Osteologi
2. Dentisi
3. Etnobotani

Osteologi
Osteologi adalah cabang ilmu anatomi yang mempelajari tulang yang
merupakan satu dari teknik yang paling bermakna pada pemeriksaan antropologi
forensic, karena antropologi forensic berhubungan dengan pemeriksaan sisa-sisa
tulang maupun tulang yang utuh. Pemeriksaan dapat menentukan perkiraan usia,
jenis kelamin, pertalian ras, tampilan fiisk saat hidup. Tengkorak merupakan
bagian dari rangka manusia yang paling informative.Namun, jarang sekali
tengkorak ditemukan dalam keadaan utuh ataupun baik. Oleh karena itu osteologi
haris dapat memanfaatkan apapun tulang yang tersedia.11

Gambar 2: Alat alat Ukur Pemeriksaan Osteologi.11

Osteologi harus mengerti mengenai kerangka manusia.Langkah pertama


pertama dariosteologi menentukan sisa rangka yang ditemukan apakah dari manusia
atau bukan.Walaupun banyak sekali variasi yang terdapat pada manusia atau hewan,
namun terdapat persamaan-persamaan umum pada setiap spesies.Jika tengkorak
tidak ditemukan, tulang manusia dapat dibedakan dari hewan berdasarkan bentuk,

6
ukurandan perbedaan densitas tulang. Penentuan spesies akan sangat sulit jika tulang
yangditemukan berupa pecahan pecahan. Ada dua tipe sifat yang dapat ditemukan
dari sisa sisa rangka yaitu metrik dan nonmetrik.Tipe metrik adalah variasi ukuran
tulang. Contohnya panjang dari humerus pada seseorang dapat lebih panjang dari
orang lain yang mempunyai tinggi badan yang sama. Sifat nonmetrik adalah
perbedaan antara tulang tulang seseorang yang tidak dapat diukur. Contohnya
penyatuan pada tulang seseorang dapat berbeda dengan orang lainnya.11

Gambar 3. Penentuan jenis Kelamin Berdasar Metode Non Metrik .12

Dentisi
-Dentisi merupakan ilmu yang mempelajari sisa sisa gigi.Analisa dari sisa sisa
gigi dapat digunakan untuk menentukan beberapa aspek pada antropologi forensik.
Digunakan bersama dengan osteologi untuk menentukan usia, jenis kelamin dan diet.
Pada orang dewasa terdapat 32 gigi yang pada masing masing sisinya, pada rahang
atas dan bawah terdapat dua insisivus, satu kaninus, dan dua atau tiga molar. Pada
anak anak terdapat dua puluh gigi dengan dua insisivus dan satu kaninus serta dua
molar pada masing masing kuadran.10
-
Ethnobotani
-Etnobotani merupakan ilmu yang mempelajari tentang serbuk sari dan tanaman
dari masa lalu. Ini berguna untuk menentukan waktu sejak kematian dan
menentukan diet dari sisi arkeologi.10

2.4 Penentuan Kerangka Manusia atau Bukan

7
Pemeriksaan anatomik dapat memastikan bahwa kerangka yang ditemukan
adalah kerangka manusia.Tulang manusia berbeda dengan tulang hewan dalam hal
struktur,ketebalan, ukuran dan umur penulangan (osifikasi).Setiap manusia memiliki
190 tulang.Tulang ini dibedakan menjadi tulang panjang, pendek, pipih dan tidak
teratur.
Tulang panjang didapati pada tangan dan kaki seperti humerus, radius, ulna,
femur, tibia dan fibula.Tulang pendek meliputi klavikula, metacarpal dan metatarsal
(jari tangan dan kaki).Tulang pipih terdapat pada tulang-tulang atap tengkorak seperti
frontal, parietal dan occipital.Tulang tidak teratur adalah tulang Vertebra dan basis
cranii.

Tabel 1. Perbandingan anatomi pada Tengkorak Manusia dan Hewan

Manusia Hewan

Large bulbous vault, small face Small vault, large face

Pronounced muscle markings, sagittal


Vault relatively smooth
crest Inferior

Inferior Foramen Magnum Posterior Foramen Magnum

Chin present Chin absent

Orbits at sides, posterior to nasal


Orbits at front, above nasal aperture
aperture

Significant nasal and midface


Minimal nasal and midface projection
projection

Tabel 2. Perbandingan anatomi post cranium Manusia dan Hewan

Manusia Hewan
Upper limbs less robust Robust upper limbs
Radius and unla are separate bones Radius and ulna often fused
Small vertebrtal bodies with convex/
Large, flat and broad vertebral bodies with
concave surfaces and long spinous
short spinous processes
processes

8
Sacrum with 5 fused vertebrae, short and Sacrum with 3 or 4 fused vertebrae, long
broad and narrow
Pelvis is broad and short, bowl-shaped Pelvis is long and narrow, blade-shaped
Femur is longest bone in body, linea Femur is similar length to other limb
aspera is singular feature bones, linea aspera double or plateau
Separate tibia and fibula Tibia and fibula are often fused
Foot is long and narrow, weight borne on Foot is broad, weight borne mainly on
heel and toes toes

Kesalahan penafsiran dapat timbul bila hanya terdapat sepotong tulang saja.
Dalam hal ini proses identifik
asi menjadi tantangan tersendiri serta diperlukan pengetahuan anatomi seoarang
ahli terlatih yang dapat mengidentifikasi sebagian tulang atau organ. Fragmen yang
tidak mungkin diidentifikasi secara anatomi dapat diidentifikasi dengan beberapa
pemeriksaan-pemeriksaan antara lain:
Pemeriksaan histopatologis (mikroskopis): dilihat jumlah dan diameter kanal-
kanal havers
Test precipitin (Serologis)
Tes ini sangat peka, diperlukan hanya sedikit jaringan pemeriksaan.Tes ini
berdasarkan ikatan Ag-Ab yang membentuk presipitat putih (awan).
Tes inhibisi Anti-globulin
Cara ini memakai metode indirect. Dalam jaringan/bercak darah yang kering
sel-selnya pecah sehingga, tidaklah mungkin memperhatikan adanya
aglutinasi.Antigen-antigennya tidaklah hilang, tapi disebarkan diseluruh
jaringan/bercak tersebut.Apabila antigen bereaksi dengan antibodi yang
berlawanan dengan antigennya lebih banyak maka antibodinya akan diserap
dan tidak ada lagi, sehingga tidak terjadi aglutinasi.

2.5 Menentukan jumlah individu dari kerangka yang di temukan

Beberapa parameter untuk mengidentifikasi adanya korban lebih dari satu adalah
sebagai berikut:
1. Ada tidaknya duplikasi dari tulang sejenis
2. Perbedaan yang jelas dari ukurannya
3. Perbedaan usia tulang
4. Asimetris

9
5. Kontur sendi tidak sama
6. Xray trabecular pattern yang tidak sama
7. Perlekatan otot tidak sama

2.6 Menentukan Ras pada Pemeriksaan Kerangka

Cara menentukan ras berdasarkan pemeriksaan kerangka memang agak sukar

dan diperlukan pengalaman serta pengetahuan antropologi yang cukup. Walaupun

demikian hal ini penting sekali di negara kita, mengingat indonesia termasuk negara

yang banyak dikunjungi turis mancanegara.

Pembagian ras dibedakan atas Eropa (Kaukasoid), Mongol, Negro.Ada 2 tulang

yang dipercaya dapat membedakan ras manusia, yaitu tulang tengkorak dan

pelvis.Menurut penelitian tulang tengkorak dapat membedakan ras hingga 85-90%

kasus, sedangkan pelvis hingga 70-75%.

Tabel 3. Perbedaan ras berdasarkan tulang tengkorak


No Ciri-ciri Eropa Monggol Negro
1 Tulang hidung Panjang-sempit Lebar-pendek Lebar-pendek
2 Tinggi tulang hidung L lengkung, tidak Antara eropa-negro Rendah

lebar
3 Tulang pipi Segitiga Antara eropa-negro Datar lebar
4 Tulang langit-langit Tidak Tapak kuda Segi empat
5 Gigi seri Tidak Tidak Mirip sekop
6 Rasio tibia-femur Kecil Kecil Agak besar
7 Rasio radius-femur Kecil Kecil Agak besar
8 Lengk.femuralis Menonjol menonjol Kurang menonjol

Tabel 2. Penentuan ras dari tulang tengkorak


No Tulang Tengkorak Kaukasoid Negroid mongoloid
1 Penampakan umum Masif, kasar, oval Masif,halus Kecil, halus,

ovoid bulat
2 Sagital coronarius Bulat Rata Berupa busur
3 Rongga hidung Sempit Luas Sempit
4 Rongga mata Angular Rectangular Bulat
5 Rongga palatum Sempit luas Sedang

Tabel 4. Pengukuran tengkorak (Craniometri) untuk menentuan ras


No Tulang tengkorak Kaukasoid Negroid Monggoloid
1 Panjang tengkorak Panjang Panjang Panjang
2 Lebar tengkorak Sempit Sempit Luas

10
3 Tinggi tengkorak Tinggi Rendah Sedang
4 Lebar muka Sempit Sempit Luas
5 Tinggi muka Tinggi Rendah Tinggi

Perbedaan tengkorak kaukasoid dan mongoloid yakni pada kaukasoid batas

apertura nasalis berbatas tajam dan jelas. Menurut Amar Sighh, penentuan ras

dapat ditentukan dari :

Indeks Cephalicus
Brachii indeks
Crural indeks (tibio-femoral index)
Intermembrak index
Humerofemoral index

Indeks Cephalicus =
Lebar Max. Tengkorak kepala X 100

Panjang max. Tengkorak kepala


Keterangan:

Lebar max. Tengkorak kepala : sepanjang sutura parieto sqamosa kanan dan kiri

Panjang max. Tengkorak kepala: Glabella ke eminentia protuberantia occipital

Tabel 5. Perbedaan Ras Menurut Index Cephalicus


Index cephalicus Bangsa
Dolicochepalic <75 Negro, australia, eskimo
Mesocephalic 75-80 Cina, indoeropa, indopolinesia
Brachicephalic >80 Burma, melayu, india

Length of radius X 100


Brachi Index (Radio-humeral index): Length of humerus

Length of tibia X 100


Crural Index (tibio-Femoral index) :
Length of femur

Intermembran index : Length of Humerus + Length of radius X 100

Length of femur + length of tibia

Humero-femoral index Length


: of humerus X 100
Length of femur
11
Tabel 6. Perbedaan Ras Berdasarkan Perhitungan Index
India Eropa Negro
Brachii index 76,49 74,5 78,5
Crural index 86,49 83,8 86,2
Intermembran index 67,27 70,4 70,8
Humerofemoral index 71,11 69,0 72,4

Gambar 4. Perbandingan tengkorak antara ras Kaukasoid, Negroid, dan Mongoloid

2.7 Menentukan Jenis Kelamin pada Pemeriksaan Kerangka

Sebelum menentukan jenis kelamin berdasarkan pemeriksaan tulang,


pastikan dahulu apakah itu tulang manusia atau hewan, apakah tulang itu berasal
dari satu atau beberapa orang, setelah jelas bahwa tulang belulang tersebut adalah
tulang manusia dan berasal dari satu orang atau lebih, barulah ditentukan jenis
kelamin.
Tulang manusia dewasa menunjukkan adanya dimorfisme seksual sehingga
laki-laki dan perempuan dapat dibedakan berdasarkan morfologinya. 2 Perlu
diingat bahwa sebelum dilakukan identifikasi jenis kelamin kita sebaiknya terlebih
dahulu melakukan identifikasi ras, hal ini dikarenakan ras tertentu memiliki
morfologi yang khas sehingga dapat mengaburkan dimorfisme seksual itu sendiri.
Akurasi penentuan jenis kelamin dari tulang bervariasi terhadap usia subjek,
derajat fragmentasi tulang dan variasi biologis.13 Selain itu Krogmann juga
menyimpulkan bahwa akurasi ini dipengaruhi oleh kelengkapan kerangka yang
ada yaitu ketepatan penentuan jenis kelamin dengan pemeriksaan rangka adalah
100% bila seluruh tulang tersedia, 95% bila hanya pelvis, 92% bila dengan tulnag
tengkorak, 98% bila dengan pelvis dan tulang tengkorak, 98% bila dengan pelvis

12
dan tulang panjang, serta 80 % bila hanya dengan tulang panjang. 1,13 ini
mengindikasikan kepentingan relatif berbagai tulang dalam penentuan jenis
kelamin.

1. Identifikasi Berdasarkan Tulang-Tulang Kranium.


Identifikasi berdasarkan tulang-tulang kranium ada dua cara. Cara
yang pertama yaitu dengan pengamatan dan cara yang kedua dengan
pengukuran.
a. Cara pengamatan
Terdapat dua cara pengamatan identifikasi jenis kelamin dari tulang
kranium, yaitu menurut Buikstra dan Mielke (1985) serta menurut
Krogmann (1986).

13
Tabel 7. Identifikasi tulang kranium menurut Buikstra dan Mielke (1985)14
Karakter tulang Laki-laki Perempuan
Kranium dan wajah Secara umum lebih besar Secara umum lebih kecil
Kapasitas kranium Cenderung >1450 cc Cenderung <1300 cc
Rigi supraorbitalis Lebih menonjol Lebih halus, datar
Dahi/frontal Mengarah kebelakang Halus, tegak, dan
membulat
Batas tepi atap orbita Tumpul Tajam
Krista temporalis, garis Lebih berkembang dan Kurang berkembang,
nuchale, dan protuberentia menonjol halus dan lebih datar
occipitalis eksterna
Krista mastoideus, processus Lebih besar, lebih lebar Halus, lebih tegak dan
supramastoideus, processus dan kasar membulat
zygomaticus
Tulang zygomaticus Lebih besar, lebih lebar Kecil, ramping dan
dan kasar halus
Mandibula: corpus, ramus, Lebih lebar, besar, tinggi, Kecil dan halus
symphisis dan condylus kuat dan kasar
Sudut gonion Tajam, kuat, kasar, Cenderung <125
cenderung eversi
Dagu/ gnathion Cenderung segi empat, Lebih runcing
berproyeksi kedepan

14
Tabel 8. Identifikasi tulang kranium menurut Krogmann (1986)5
Karakter tulang Laki-laki Perempuan
Ukuran secara umum Besar Kecil
Rigi supra orbitalis Lebih menonjol Lebih halus, datar
Proccesus mastoideus Sedang-besar Kecil-sedang
Regio occipital Terdapat tanda perlekatan Tidak terdapat tanda
otot perlekatan otot
Eminensia frontalis Kecil Besar
Eminensia parietal Kecil Besar
Orbita Persegi dengan tepi Bulat dengan tepi tajam
tumpul
Dahi Membentuk slope, kurang Vertical
membulat
Tulang pipi Berat, menonjol kelateral Kecil, ramping
Palatu Besar, lebar, bentuk U Kecil, parabolic
Condylus occipitalis Besar Kecil
Mandibula Besar, simphysis tinggi, Kecil, simphysis rendah
ramus lebar dan ramus lebih kecil
Bentuk dagu Bentuk U Bentuk V
Sudut gonial Membentuk sudut Vertical
Gonial flare Menonjol Datar

Gambar 5. Perbandingan antara tengkorak laki-laki dan perempuan (kiri) dan perbandingan
antara mandibula laki-laki dan perempuan (kanan)

b. Cara pengukuran
Cara identifikasi dengan menggunakan pengukuran memiliki
akurasi 80-90%. Standar pengukuran yang digunakan adalah pengukuran
Hooton (1946). Sembilan pengukuran tersebut adalah sebagai berikut:2

15
1) Panjang glabelo-occipital: panjang maksimum krania, dari titik paling
anterior tulang midfrontal tengah ketitik paling jauh di midoccipital
(GO)
2) Lebar maksimum kranium: lebar terbesar kranium, dihitung tegak
lurus terhadap bidang midsagital, hindari krista supramastoidea (LM)
3) Tinggi basion-bregma: tinggi kranium diukur dari basion (titik tengah
pada tepi anterior foramen magnum ke bregma (titik temu antara
sutura coronalis dan sagitalis) (B-BR)
4) Diameter maksimum bi-zygomatic: lebar maksimum antara permukaan
lateral lengkung zygomatic kanan dan kiri, diukur tegak lurus terhadap
bidang midsagital (MD-BZ)
5) Tinggi prosthion-nasion: titik terendah pada tepi alveolar antara kedua
incisivus pertama atas, ke nasion (titik tengah sutura naso-frontalis)
(P-N)
6) Basion-nasion: dari basion ke nasion (B-N)
7) Basion-prosthion: dari basion ketitik paling anterior di maksila pada
bidang midsagital (B-P)
8) Lebar eksternal palatum: lebar maksimum palatum, diukur dari bagian
luar tepi alveolar (PT)
9) Panjang mastoid: diukur tegak lurus terhadap bidang Frankfurt
horizontal (tepi bawah orbita dan tepi atas meatus acusticus externus)
(MSL)

Gambar 6. Panjang maksimum krania (GO) ditunjukkan dengan panah hitam.


Tinggi kranium (B-BR) ditunjukkan dengan panah merah, prosthion-nasion(P-N)

16
ditunjukkan dengan panah merah muda, Basion-nasion(B-N) panah hijau,
Basion-prosthion(B-P) panah biru.

Gambar 7. Diameter maksimum bi-zygomatic (MD-BZ) ditunjukkan dengan


panah merah Lebar maksimum kranium(LM) ditunjukkan dengan panah biru

Gilles dan Elliot (1963) mengembangkan metodologi penentuan


jenis kelamin dengan analisa fungsi diskriminan dengan menggunakan
standar pengukuran tersebut. Kita ambil 3 persamaan dari 21 fungsi yang
dikembangkan:
1) (GO x 1.236)-(LM x 1.00)+(MD-BZ x 3.291)+(MSL x 1.528) =
2) (GO x 2.11)+(LM x 1.00)+(MD-BZ x 4.963)+(MSL x 8.037) =
3) (GO x 1.165)+(B-N x 1.659)+(MD-BZ x 3.976)-(B-P x 1.00)+
(P-N x 1.541) =

Tabel 9. Persamaan Gilles dan Elliot (1963)15


Persamaan 1 2 3
Laki-laki, p.05 565,79 1448,76 935,75
Laki-laki, rata-rata 558,22 1436,80 920,55
Borderline 536,93 1387,72 891,48
Perempuan, rata-rata 515,63 1338,64 862,41
Perempuan, p.05 509,72 1316,72 849,99

17
Gnay dan Altinkk (2000) telah melakukan penelitian untuk
membedakan jenis kelamin berdasarkan area foramen magnum, yaitu luas
dari lingkaran semu yang jari-jarinya ditentukan dengan rata-rata dari
separuh panjang dan separuh lebar dari foramen magnum.

A
B

Gambar 8. Foramen magnum

Jari-jari area foramen magnum (misal: r) = A + B


2
Area foramen magnum = 22 x r2

Rata rata daerah foramen magnum adalah 909.91 + 126.02 mm pada pria
dan 819.01 117.24 mm2- pada wanita.16

2. Identifikasi Berdasarkan Tulang-Tulang Post-Kranium


Identifikasi jenis kelamin berdasarkan tulang-tulang post-cranial
seringkali diobservasi berdasarkan dari ukuran tulang dan tekstur tulang.
Tetapi hal ini seringkali menimbulkan kesalahan karena banyak terjadi
tumpang tindih antara laki-laki dan wanita baik diantara populasi yang sama
maupun antar populasi yang berbeda.15
Pada umumnya pemeriksaan untuk penetuan jenis kelamin berdasarkan
tulang panggul, tulang dada dan tulang panjang.
a. Tulang panggul

18
Washburn dan Krogmann (1962) menyatakan bahwa hanya dengan
memeriksa tulang panggul tanpa pemeriksaan lain sudah dapat ditentukan
jenis kelamin pada sekitar 90% kasus.17

Washburn menemukan rumus Ischiopubic indeks yaitu:


Ischiopubic indeks = panjang os pubis x 100
panjang os ischium

Pengukuran harus dikerjakan dengan hati-hati, panjang os pubis


diukur dari dataran simfisis sampai titik acuan di asetabulum; panjang os
ischium diukur dari tempat yang sama sampai atas paling distal dari os
ischium. Titik acuan yang dimaksud terletak pada tempat bersatunya tiga
bagian tulang imatur inominata, biasanya ditandai dengan sebuah takik
pada permukaan artikuler dari asetabulum (schultz).18Jika indeks iscio-
pubic (pada ras kulit putih) kurang dari 90 maka adalah pelvis pria; jika
lebih dari 95 maka adalah pelvis wanita.

Gambar 9. Pelvis laki-laki (kiri) dan pelvis wanita (kanan). Panjang os pubis
ditandai dengan panah biru sedangkan panjang os ischium dengan panah merah.
Asetabulum lebih luas pada pria, diameter rata ratanya 52 mm
dibandingkan rata rata diameter asetabulum wanita yaitu 46 mm. Mangkok
sendi pada pria juga menghadap lebih kelateral dibandingkan pada wanita.
Secara alamiah ukuran asetabulum berhubungan dengan caput femoris,
dimana akan dibicarakan kemudian. Takik panggul yang lebih besar adalah
sebuah kriteria yang penting, sempit dan dalam pada pria; dan lebar dan
dangkal pada wanita. Harrison dan Hrdlicka merasa bahwa semakin besar
takik panggulnya semakin baik dalam penentuan jenis kelamin yang

19
berikutnya diklaim 75% tingkat ketepatannya hanya dengan kriteria ini. 19 Pada
gambar. 9 dapat dilihat cara mengukur diameter rata-rata acetabulum.

Gambar 10. Diameter rata-rata acetabulum

a b

. .
Gambar 11. Pelvis laki-laki ( gambar. 10a) dan pelvis perempuan ( gambar. 10b)
dilihat dari atas
a. b.

Gambar 12. Pelvis laki-laki ( gambar. 11a) dan pelvis perempuan ( gambar. 11b)
dilihat dari depan
Foramen obturator pada pria lebih ovoid dan pada wanita
berbentuk segitiga. Sulkus preaurikularis yang menjadi tempat melekatnya
ligamentum sacroiliaca terletak di sebelah lateral sendi sacroiliaca dan
tampak jelas pada wanita dan sering tidak didapatkan pada pria. Pintu
bawah panggul bila dilihat dari atas tampak lebih bulat pada wanita dan
pada pria tampak heart shape sebagai akibat dari protrusi sacrum ke

20
posterior (Greulich dan Thomas). Sejumlah indeks panggul lainnya telah
ditemukan oleh beberapa pengarang seperti Greulich dan Thomas; Turner;
Chadwell dan Molloy; serta Straus dan Derry.
Sacrum secara fungsional adalah bagian dari pelvis dan juga
memiliki perbedaan pada kedua jenis kelamin. Sacrum wanita lebih lebar
dan memiliki cekungan dangkal, sekali lagi hal ini berhubungan dengan
canalis pelvicalis yang lebih luas untuk proses melahirkan. Pada wanita
canalis pelvicalis ini lebih pendek dan kelengkungannya hampir
seluruhnya sampai bagian distal dari pertengahan vertebra sacral ketiga.
Sacrum pada pria dapat memiliki lebih dari lima segmen dimana
hal ini jarang terjadi pada wanita. Kelengkungan sacrum pria berlanjut
sampai ke bawah sampai keseluruhan tulang dan memproyeksikan os
coccyx agak kedepan. Fawcet membandingkan diameter tranversa dari
vertebra sacral pertama (CW) dengan diameter tranversa basis sacrum
(BW). Dengan rumus CW x 100/BW didapatkan pada pria rata ratanya 45,
dan pada wanita rata ratanya 40. Kimura telah mengembangkan base wing
index dimana lebar relatif dari sayap dan basis menyediakan koefisien
fungsi diskriminan untuk penentuan jenis kelamin.

Gambar 13. Pada gambar ini terlihat jelas bahwa kelengkungan sacrum pria berlanjut sampai
ke bawah sampai keseluruhan tulang sehingga proyeksi os coccyx agak kedepan.

21
Tabel 10.Identifikasi jenis kelamin pada tulang panggul yang diadaptasi dari
Buikstra dan Mielke (1985)14
Karakter tulang Laki-laki Perempuan
Lengkung subpubic Bentuk V Lebih lebar, mendekati
bentuk U
Ramus ischiopubicum Sedikit elevasio Elevasi sangat nyata
Simphysis Tinggi,segitiga,bikonveks Rendah,segiempat,anterior
arah antero-posterior konveks, posterior datar

Foramen obturator Besar Kecil, cenderung segitiga


Acetabulum Besar, lebih mengarah Kecil, lebih mengarah
kedepan kelateral
Incisura ischiadica Sudut agak menutup dan Sudut lebar dan dangkal,
mayor dalam, 30 60
Ilium Tinggi, mengarah keatas Rendah, bagian atas lebih
mengarah kelateral
Sendi sacro-iliaca Besar Kecil dan oblik
Sacrum Relatif tinggi dan sempit Pendek dan lebar, lebih
oblik, bagian atas kurang
melengkung, susut sakro-
vertebral lebih menonjol
Inlet superior Bentuk seperti jantung Lebih eliptik atau bundar,
lebih besar
Sulcus praauricularis Tidak nyata Nyata
Lengkung ventral Tidak nyata Nyata

b. Tulang Dada
Tulang sternum bisa bermanfaat dalam pengukuran manubrium,
pada wanita setengah dari panjang sternum, sedangkan manubrium pada
laki-laki kurang dari setengah panjang sternum. Penemuan ini
dikemukakan pada abad ke 19 oleh Hytrl, tapi kemudian dibantah oleh
Krogman dan Dwight. Penemuan terakhir, bahwa ratio manubrium dan
corpus adalah 52 : 100 pada wanita dan 49 : 100 pada laki-laki, terlihat
sedikit perbedaan. Pada saat ini, walaupun metode tersebut telah diperbaiki
oleh Iordanidis yang telah berhasil dengan tingkat keakuratan 80 % dengan
hanya menggunakan tulang sternum dimana rasio panjang dari manubrium

22
sterni dan corpus sterni menentukan jenis kelamin, pada wanita
manubrium sterni melebihi separuh panjang corpus sterni.13
Stewart dan Mc Cormick menggunakan teknik radiologi dan
menegaskan total keakuratannya pengukuran tulang sternum sampai
kurang dari 121 mm pada perempuan dan lebih dari 173 mm pada pria.
Tulang skapula telah dipelajari lebih dalam tetapi lebih erat hubungannya
terhadap umur. Terdapat sedikit hubungan jenis kelamin yang lebih
bervariasi dalam pengukuran diameter vertikal pada cavitas glenoid.
Menurut Dwight pada pria 36 mm lebih kecil dibandingkan wanita.13

c. Tulang Panjang
Pria pada umumnya memiliki tulang yang lebih panjang, lebih
berat dan lebih kasar serta penonjolannya lebih banyak.1 Tulang panjang
yang paling berguna dalam penentuan jenis kelamin adalah os femur,
dimana panjang dan kepadatannya penting.Ketepatannya pada orang
dewasa sekitar 80%. Seperti biasa, karakteristik jenis kelamin pada tulang
panjang sangat tumpang tindih, tetapi penelitian seril Brash menunjukan
bahwa panjang maksimal (oblik) pada femur pria sekitar 459 mm
sedangkan pada wanita hanya sekitar 426 mm. hasil yang berbeda
didapatkan oleh Pearson dan Bell yaitu rata rata 447 mm untuk laki laki
dan dan 409 mm untuk perempuan. Dengan menggunakan panjang oblik
trokanterika mereka mengusulkan range antara 390-405 mm untuk wanita
dan 430-450 mm untuk pria, meskipun dapat terjadi tumpang tindiih
diantara keduanya. Ras dan status gizi (dimana berhubungan dengan waktu
dan tempat dimana sampel didapatkan) harus dipertimbangkan pada saat
pengukuran.15
Ukuran dari kaput femur bisa dijadikan petunjuk untuk
membedakan jenis kelamin yang lebih baik, ukuran diameter vertikal
seperti yang dicantumkan oleh pearson dan bell hampir lebih besar dari 45
mm untuk laki-laki dan kurang 41 mm untuk perempuan , meskipun yang
lebih sering dipakai adalah ukuran yang berkisar 43 mm. pada pria
umumnya 43-56 mm dan 37-46 mm pada wanita.15
Ukuran kaput femur menurut penelitian Pearson dalam Femur
menurut jenis kelamin bedasarkan perhitungan matematika yang sering

23
dimasukkan dalam beberapa cara pengukuran. Dwight mempelajari ukuran
kaput femur dan kaput humerus dan menegaskan bahwa keduanya lebih
berguna daripada mengukur panjang tulang.15
Satu hal lagi, penggunaan metode dengan melakukan sejumlah
pengukuran untuk menentukan perbedaan pada jenis kelamin sudah
banyak ditinggalkan.Keterangan hal ini lebih lanjut dapat diketahui dari
Miller shavits. Sifat lain femur menurut jenis kelamin adalah pada sudut
yang dibuat badan tulang terhadap garis vertikal karena tulang pelvis pada
wanita relatif lebih besar, badan tulang harus dimiringkan agar bertemu
pada bagian lutut, sehingga condylus terletak pada bagian paling bawah
dari femur dalam posisi horisontal pada lempeng tibia. Dengan demikian
ketika tulang femur wanita diletakkan pada permukaan yang datar, sudut
yang terbentuk oleh tulang dengan permukaan tadi kurang lebih 76
sedangkan pada tulang pria sedikit lebih besar yaitu berkisar 80. Sudut
pada bagian leher dari badan femur (sudut pada collum dan diafisis) telah
dipelajari oleh godycki, hasilnya mengemukaan bahwa tulang dengan
sudut kurang dari 40 hampir 85% terdapat pada pria, sedangkan jika sudut
lebih besar dari 50 hampir 75 % terdapat pada wanita.15
Sebagian besar pekerja telah bekerja dengan spesimen tulang
kering, ketika metode yang digunakan sudah menggunakan tulang segar,
tapi memang akan bermakna bila menggunakan sambungan kartilago yang
dimana lebih relevan.

Tabel 11. Perbandingan panjang relative tulang panjang antara pria dan
perempuan menurut Krogman 15
Tulang Laki-laki Perempuan Rasio laki-laki
Panjang (mm) Panjang (mm) dan perempuan

24
Femur 491 434 88,5
Tibia 409 359 88,0
Fibula 388 351 90,5
Humerus 336 317 94,5
Radius 255 220 86,4
Ulna 276 236 85,5

2.8 Menentukan Umur Pada Pemeriksaan Kerangka


1. Penentuan umur berdasarkan morfologi symphysis pubis 18
Adapun metode-metode yang sering digunakan adalah sebagai berikut:
a. Metode Todd (1920-1921)
Berdasarkan penelitian atas kerangka manusia 18-50 tahun, Todd
membagi umur dalam 10 fase sebagai berikut :
1) Fase paska adolosen pertama ( umur 18-19 tahun )
Permukaan simfisis kasar, terbagi oleh tonjolan melintang yang di
batasi oleh cekungan yang jelas, tak ditemukan nodulus ossifikasi
(epifiseal) yang menyatu dengan permukaan, tidak dijumpai tepi yang
berbatas tegas, tidak dijumpai batas ektremitas.
2) Fase pasca adolesen kedua (umur 20-21 tahun)
Permukaan simfisis masih kasar dengan tonjolan melintang dan
cekungan diantaranya, tetapi cekungan mulai berkurang idekat batas
dorsal karwena terisi oleh tulang yang teksturnya halus.Formasi ini
mulai menyamarkan ekstremitas inferior dari tonjolan horizontal.
Nodulus ossifikasi (epifiseal) mungkin bersatu dengan permukaan
simfisis bagian atas, batas tepi dorsal mulai terbentuk, tidak ada batas
ektremitas, bagian depan samar-samar terhadap lereng ventral (ventral
bevel).

3) Fase pasca adolesen ketiga (umur 22-24 tahun)


Permukaan simfisis menunjukan obliterasi progressif tonjolan dan
cekung. Terbentuk plato dorsal, terdapat nodulus ossifikasi, tepi dorsal
bertahap makin jalas, tidak dijumpi pembatsan ekstremitas.
4) Fase keempat (umur 25-26)

25
Peningkatan keras daerah lerng ventral, berhubungan dengan
hilangnya tonjolan dan cekungan, batas tepi dorsal sempurna akibat
terbentuknya plato dorsal, terdapat pembatasan ektremitas.
5) Fase kelima (umur 27-30 tahun)
Sedikit atau tidak ada perubahan pada permukan simfisis dan plato
dorsal, kecuali dijumpai adanya usaha sporaik dan premau pmbetukan
tanggul ventral (ventral rampart), ekstremitas bwah perti tepi dorsal,
baasnya makin bertambah jelas, pembentukan ekstremitas atas atau
tanpa bawah intervensi nodulus tulang (epifiseal).
6) Fase keenam (umur 39-44 tahun)
Batas ekstremitas makin jelas, perkembangan dan penyempurnaan
tanggul ventral terdapat gambaran granular pada permukaan simfisis
dan bagian ventral pubis tidak dijumpai bibir (lipping) pada tepi
simfisis.
7) Fase ketujuh (umur 35-39 tahun)
Perubahan pada permukaan simfisis dan bagian ventral pubis akibat
berkurangnya aktivitas, terjadi pertumbuhan tulang pada peltqakan
tendon dan ligamen terutama tendon gracilis dan ligamen
sakrotuberosum.
8) Fase kedelapan (39-44 tahun)
Permukaan simfisis umumnya halus dan inaktif, permukaan ventral
juga inaktif, batas oval sempurna atau hampir sempurna, ekstremitas
sangat jelas, tidak dijumpai bingkai (rim) yang jela pada permukaan
simfisis, tidak dijumpai bibir yang jelas baik pada tepi ventral aupun
dorsal.
9) Fase kesembilan (umur 45-50 tahun)
Permukaan simfisis menunjukan lebih kurang bingkai yang jelas, tepi
dorsal smuanya berbibir, tepi ventral berbibir tidak teratur.

10) Fase kesepuluh (umur 50 tahun keatas)


Permukaan simfisis mengalami erosi dan menunjukan osifikasi yang
tidak menentu, tepi ventral lebih kurang mulai hancur dengan
bertambahnya umur.

26
b. Metode Hanihara Suzuki
Ada 7 komponen yang diperiksa, yaitu :
1) Tonjolan dan cekungan horizontal
Tonjolan dan cekungan horizontal ini sangat jelas pada yang berumur
20 tahun : tonjolan tinggi dan cekungan tajam serta dalam. Pada umur
antara 20-23 tahun cekungan menjadi dangkal dan tonjolan relatif
tumpul. Pengikisan yang berlanjut sampai kira-kira umur 27 tahun,
setelah umur 28 tahun dengan sedikit kekecualian gambar ini akan
hilang seluruhnya permukaan simfisis akan menjadi datar.
2) Tuberkulum pubikum.
Pada tulang pubis orang yang berumur dibawah 23 tahun,
tuberkulumnya melekat melalui tulang rawan sehingga garis efisial
masih terlihat. Setelah umur 24 tahun tuburkulum akan menyatu
dengan tulang pada semua orang tanpa kecuali.
3) Ujung bawah
Sebelum umur 22 dan 23 tahun, ujung bawah permukaan simfisis tak
dapat dibedakan dari ujung atas rumus pubis inferior.Pada umur 23-30
tahun, bagian bawah permukaan simfisis di batasi oleh tonjolan sempit
dan setelah 30 tahun, tonjolan itu melebar dan banyak kasus
bentuknya menjadi segitiga menonjol.
4) Tepi dorsal
Sampai dengan umur 19 tahun, tidak terdapat tonjolan pada batas
dorsal pada permukaan simfisis.Pada sekitar 20 tahun suatu tonjolan
samar-samar muncul pada batas dorsal permukaan.orang yang lebih
tua dari 27 tahun menunjukkan pembentukan tonjolan yang hampir
sempurna meskipun masih sempit pada seluruh panjang tepi dorsal.
Pada separuh kasus setelah 33 atau 34 tahun, tapi hal ini sangat
bervariasi.

5) Nodulus osifikasi superior.


Pembentukan nodulus terjadi pada permukaan pubis bagian atas
selama waktu yang terbatas.Tak ditemukannya nodulus bisa berarti
umurnya dibawah 20 tahun diatas 27 tahun.Ia jelas terlihat pada umur
21-27 tahun.

27
6) Lereng ventral.
Sampai umur 22 tahun keatas, batas ventral permukaan simfisis pubis
bersatu dengan permukaan ventral permukaan tulang pubis.Pada umur
yang lebih tua terbentuk permukaan sempit diantara keduanya.Tood
menyebutkan lereng ventral permukaan intermedia dan
menganggapnya sebagai gambaran yang berguna untuk perkiraan
umur.Ia mulai muncul pada umur 23 tahun dan baru sempurna pada
umur 27 tahun. Antara 28-33 tahun ia telah terbentuk sempurna
sepanjang permukaan simfisis pubis. Pada individu yang pada
umurnya lebih tua dari 33 atau 34 tahun bagian atas lereng ventral
menghilang tapi pada variasi hal ini sangat besar.
7) Bingkai simfisis
Pada orang yang lebih tua, permukaan simfisis kadang-kadang
dibatasi oleh bingkai yang relatif lebar dan tumpul.Hal ini dapat
dijumpai pada orang yang berumur diatas 30 tahun dan frekuensinya
meningkat setelah umur 34 tahun, meskipun variasinya juga
besar.karenanya bila dijumpai bingkai yang jelas secara aman dapat
dikatakan bahwa umur 35-an atau lebih, tetapi individu tanpa bingkai
mungkin tidak selalu mudah.

2. Penentuan umur dengan mulai bersatunya epiphysis dengan diaphysis

Tabel 12. Penentuan umur dengan mulai bersatunya epiphysis dengan diaphysis
Epiphysis Umur saat mulai
bersatunya Epiphysis (tahun)
Laki-laki Perempuan
Klavikula, medial 18 22 17 21
Scapula: processus acromialis 14 22 13 20
Humerus : caput 14 21 14 20
Tuberkel mayor 24 24
Trochlea 11 15 9 13
Epicondylus lateralis 11 17 10 14
Radius: caput 14 19 13 16
Distal 16 20 16 19
Ulna, distal 18 20 16 19
Ilium : Krista iliaca 17 20 17 19
Ischium: pubis 79 79
Tuberositas ischium 17 22 16 20
Femur: caput 15 18 13 17

28
Distal 14 19 14 17
Tibia: proximal 15 19 14 17
Distal 14 18 14 16
Fibula : proximal 14 20 14 18
Distal 14 18 13 16

3. Penentuan umur dengan penutupan sutura pada krania.2


Salah satu teknik yang dikembangkan oleh Meindl dan Lovejoy (1985) untuk
menentukan umur mati adalah latero-anterior suture closure, penutupan
sutura cranial pada daerah lateral dan anterior. Sutura-sutura yang diperiksa
adalah:
a. Midcoronal
b. Pterion
c. Sphenofrontal: titik tengah
d. Sphenotemporal inferior
e. Sphenotemporal superior

4. Penentuan umur dengan pertumbuhan gigi


Klasifikasi dan erupsi gigi terjadi pada umur tertentu, sehingga pengetahuan
mengenai saat gigi mengalami erupsi bisa dipakai sebagai acuan penentuan
umur individu dari umur intrauterine sampai dengan dewasa.
Dikenal tiga periode pertumbuhan gigi:19
a. Periode gigi sulung (6 bulan 6 tahun)
Patokan waktu pertumbuhan gigi sulung:
- Gigi incisivus 1 : 6 8 bulan
- Gigi incisivus 2 : 8 10 bulan
- Gigi caninus : 16 20 bulan
- Gigi molar 1 : 16 20 bulan
- Gigi molar 2 : 20 30 bulan
b. Periode gigi pergantian (6 12 tahun)
c. Periode gigi tetap (> 12 tahun)
Patokan waktu pertumbuhan gigi tetap:
Rahang Atas Rahang Bawah
- Incisivus 1 7 8 tahun 6 7 tahun
- Incisivus 2 8 9 tahun 7 8 tahun
- Caninus 11 13 tahun 8 10 tahun
- Premolar 1 10 11 tahun 10 11 tahun
- Premolar 2 12 13 tahun 11 12 tahun
- Molar 1 (6 tahun) 6 7 tahun 6 7 tahun
- Molar 2 (12 tahun) 11 13 tahun 11 13 tahun
- Molar 3 17 21 tahun 17 21 tahun

2.9 Menentukan Tinggi Badan pada Pemeriksaan Kerangka

29
Apabila seluruh tubuh atau bagian bagian tubuh dapat seluruhnya

ditemukan maka tidaklah terlalu sulit untuk menentukan tinggi badannya, yaitu

dengan menghimpun kembali dan mengukur langsung tinggi badannya.Tetapi

kadang kadang hanya sebagian tubuh saja yang dapat ditemukan atau sebagian

kerangka saja. Dalam hal ini ada beberapa rumus yang dapat dipakai untuk

memperkirakan tinggi badan antara lain :

1. Panjang kepala ialah kira kira 1/8 panjang badan


2. Pertengahan panjang kepala adalah garis tepat dibawah mata
3. Dari dagu ke lubang hidung = lubang hidung kebawah mata =

panjang kepala
4. Pubis membagi tinggi badan menjadi 2 sama panjang
5. Tinggi badan kira kira sama dengan jarak ujung jari ke ujung jari

apabila kedua lengan direntangkan


6. Panjang tangan = panjang lengan bawah = panjang lengan atas
7. panjang tangan = phalang = metacarpal + carpal

Dalam hal keadaan dimana hanya sebagian tulang saja yang didapat, maka

dengan mengukur panjang tulang humerus, radius, ulna femur, tibia, dan fibula

dan memasukan dalam suatu rumus yang dapat dipakai antara lain :

1. Karl Pearson
2. Trotter dan Gleser
3. Dupertuis dan Hadden
4. Regresion Formula
5. Rumus Antropologi Ragawi UGM untuk pria dewasa ( Jawa)
6. Rumus untuk populasi dewasa muda di Indonesia oleh Djaja S.A
Pengukuran tinggi badan dengan memakai rumus rumus tersebut

dilakukan dengan terlebih dahulu mengukur panjang maksimum dari tulang

humerus, radius, ulna, femur, tibia dan fibula. Tulang yang diukur dalam keadaan

kering biasanya lebih pendek 2 mm dari tulang segar , sehingga dalam

menghitung tinggi badan perlu diperhatikan. Panjang dari femur dan tibia harus

diukur dalam posisi oblique sedangkan panjang tulang tulang panjang lainnya

diperoleh dengan mengukur tinggi vertical maksimum.

30
Dibawah ini diberikan rumus rumus dalam menentukan tinggi badan:
1. Rumus dari Karl Pearson
Laki laki :
Tinggi badan = 81,306 + 1,88 F
Tinggi badan = 70,641 + 2,894 H
Tinggi badan = 78,664 + 2,376 T
Tinggi badan =85,925 + 3,271 R
Tinggi badan =71, 272 + 1,159 (F+T)
Tinggi badan = 71,443 + 1,22 F + 1.08 T
Tinggi badan = 69, 855 + 1,73 (H+R)
Tinggi badan = 69, 788 + 2,769 H + 0,195 R
Tinggi badan = 68,397 + 1,03 F + 1,557 H
Tinggi badan = 67, 049 + 0,913 F + 0,6 T + 1,225 H 0,187 R
Wanita :
Tinggi badan = 72,844 + 1,945F
Tinggi badan = 71,475 + 2,754 H
Tinggi badan = 74,774 + 2,352 T
Tinggi badan =81,224 + 3,343 R
Tinggi badan =69,154 + 1,126 (F+T)
Tinggi badan = 69,154 + 1,126 F + 1,126 T
Tinggi badan = 69, 911+ 1,628 (H+R)
Tinggi badan = 70,542 + 2,582H + 0,281 R
Tinggi badan = 67,435 + 1,339 F + 1,027 H
Tinggi badan = 67, 469 + 0,782F + 1,12 T + 1,059 H 0,711 R

2. Rumus dari Trotter dan Gleser ( untuk laki laki ras mongoloid)
Tinggi badan = 2,68 H + 83,2 4,3
Tinggi badan = 3,54 R + 82,0 4,6
Tinggi badan = 3,48 U + 77,5 4,8
Tinggi badan =2,15 F + 72,6 3,9
Tinggi badan =2,39 T + 81,5 3,3

Tinggi badan = 2.40 Fi + 80,6 3,2

Tinggi badan = 1,67 (H+R) + 74,8 4,2


Tinggi badan = 1,68 ( H+U) + 71,2 4,1
Tinggi badan = 1,22 (F+T)+ 70,4 3,2
Tinggi badan = 1,22 (F+Fi)+70,2 3,2

3. Rumus Antrolpologi Ragawi UGM untuk pria dewasa ( jawa)


Tinggi badan = 89,7 + 1,74 (F kanan )
Tinggi badan = 82,2 + 1,90 (f kiri)
Tinggi badan = 87,9 +2,12 ( Tkanan)
Tinggi badan =84,7 + 2,22 ( Tkiri )
Tinggi badan =86,7 + 2,19 (Fi kanan)

Tinggi badan = 88,3 + 2,14 ( Fi kiri)

Tinggi badan = 84,7 + 2,60 ( H kanan)


Tinggi badan = 80,5 + 2,74 ( Hkiri)

31
Tinggi badan = 84,2 +3,45 (Rkanan)
Tinggi badan = 86,2 + 3,40 (Rkiri)
Tinggi badan = 81,9 + 3,15 (Ukanan)
Tinggi badan = 84,7+ 3,06(Ukiri)

4. Rumus dari Djaja S.A


Pria :
-TB= 72,9912 + 1, 7227T + 0,7545 F( 4,2961)
TB = 75,9800 + 2,3922T ( 4,3572)
TB = 80,8078 + 2,2788F(4,6186)
Wanita
TB = 71,2817 + 1,3346T+1,0459 (4,8684)
TB = 77,4717 + 2,1889T (4,9526)
TB= 76,2772 + 2,2522F (5,0226)
Keterangan :
adalah nilai standar error (SE) yang dapat dikurangi atau ditambahkan pada

nilai yang diterima dari kalkulasi , makin kecil SE makin tepat taksiran

menurut rumus regresi


F = panjang maksimal femur
H = Panjang maksimal humerus
U = Panjang maksimal ulna
T = Panjang maksimal Tibia
R = panjang maksimal radius
Fi = panjang maksimal Fibula
Ukuran untuk semua rumus tinggi badan diatas adalah sentimeter.

2.10 Menentukan Waktu Kematian

Tulang-tulang yang baru mempunyai sisa jaringan lunak yang melekat pada
tendon dan ligamen, khususnya di sekitar ujung sendi. Periosteum kelihatan berserat,
melekat erat pada permukaan batang tulang. Tulang rawan mungkin masih ada
dijumpai pada permukaan sendi. Melekatnya sisa jaringan lunak pada tulang adalah
berbeda-beda tergantung kondisi lingkungan, dimana tulang terletak. Mikroba
mungkin dengan cepat merubah seluruh jaringan lunak dan tulang rawan, kadang
dalam beberapa hari atau pun beberapa minggu. Jika mayat dikubur pada tempat atau
bangunan yang tertutup, jaringan yang kering dapat bertahan sampai beberapa tahun.
Pada iklim panas mayat yang terletak pada tempat yang terbuka biasanya menjadi
tinggal rangka pada tahun-tahun pertama, walaupun tendon dan periosteumnya
mungkin masih bertahan sampai lima tahun atau lebih. Secara kasar perkiraan
lamanya kematian dapat dilihat dari keadaan tulang seperti:
Dari Bau Tulang

32
Bila masih dijumpai bau busuk diperkirakan lamanya kematian kurang dari 5
bulan. Bila tidak berbau busuk lagi kematian diperkirkan lebih dari 5 bulan.
Warna Tulang
Bila warna tulang masih kekuning-kuningan dapat diperkirakan kematian
kurang dari 7 bulan. Bila warna tulang telah berwarna agak keputihan
diperkirakan kematian lebih dari 7 bulan.
Kekompakan Kepadatan Tulang
Setelah semua jaringan lunak lenyap, tulang-tulang yang baru mungkin masih
dapat dibedakan dari tulang yang lama dengan menentukan kepadatan dan
keadaan permukaan tulang. Bila tulang telah tampak mulai berpori-pori,
diperkirakan kematian kurang dari 1 tahun. Bila tulang telah mempunyai pori-
pori yang merata dan rapuh diperkirakan kematian lebih dari 3 tahun.

Keadaan diatas berlaku bagi tulang yang tertanam di dalam tanah. Kondisi
penyimpanan akan mempengaruhi keadaan tulang dalam jangka waktu tertentu
misalnya tulang pada jari-jari akan menipis dalam beberapa tahun bahkan sampai
puluhan tahun jika disimpan dalam ruangan. Tulang baru akan terasa lebih berat
dibanding dengan tulang yang lebih tua. Tulang-tulang yang baru akan lebih tebal dan
keras, khususnya tulang- tulang panjang seperti femur. Pada tulang yang tua, bintik
kolagen yang hilang akan memudahkan tulang tersebut untuk dipotong. Korteks
sebelah luar seperti pada daerah sekitar rongga sumsum tulang, pertama sekali akan
kehilangan stroma, maka gambaran efek sandwich akan kelihatan pada sentral lapisan
kolagen pada daerah yang lebih rapuh. Hal ini tidak akan terjadi dalam waktu lebih
dari sepuluh tahun, bahkan dalam abad, kecuali jika tulang terpapar cahaya matahari
dan elemen lain. Merapuhnya tulang-tulang yang tua, biasanya kelihatan pertama
sekali pada ujung tulang-tulang panjang, tulang yang berdekatan dengan sendi, seperti
tibia atau trochanter mayor dari tulang paha. Hal ini sering karena lapisan luar dari
tulang pipih lebih tipis pada bagian ujung tulang dibandingkan dengan di bagian
batang, sehingga lebih mudah mendapat paparan dari luar. Kejadian ini terjadi dalam
beberapa puluh tahun jika tulang tidak terlindung, tetapi jika tulang tersebut
terlindungi, kerapuhan tulang akan terjadi setelah satu abad. Korteks tulang yang
sudah berumur, akan terasa kasar dan keropos, yang benar-benar sudah tua mudah
diremukkan ataupun dapat dilobangi dengan kuku jari. Jadi banyak faktor yang
mempengaruhi kecepatan membusuknya tulang, disamping jenis tulang itu sendiri
mempengaruhi. Tulang-tulang yang tebal dan padat seperti tulang paha dan lengan

33
dapat bertahan sampai berabad-abad, sementara itu tulang-tulang yang kecil dan tipis
akan hancur lebih cepat. Lempengan tulang tengkorak, tulang-tulang kaki dan tulang-
tulang tangan, jari-jari dan tulang tipis dari wajah akan membusuk lebih cepat, seperti
juga yang dialami tulang-tulang kecil dari janin dan bayi.

Pemeriksaan Penentuan Umur Tulang


Tes Fisika
Seperti pemeriksaan gambaran fisik dari tulang, fluoresensi cahaya ultra
violet dapat menjadi suatu metode pemeriksaan yang berguna. Jika batang
tulang dipotong melintang, kemudian diamati ditempat gelap, dibawah cahaya
ultra violet, tulang-tulang yang masih baru akan memancarkan warna perak
kebiruan pada tempat pemotongan. Sementara yang sudah tua, lingkaran
bagian luar tidak berfluorosensi sampai ke bagian tengah. Dengan
pengamatan yang baik akan terlihat bahwa daerah tersebut akan membentuk
jalan keluar dari rongga sumsum tulang. Jalan ini kemudian pecah dan bahkan
lenyap, maka semua permukaan pemotongan menjadi tidak berfluoresensi.
Waktu untuk terjadinya proses ini berubah-ubah, tetapi diperkirakan efek
fluoresensi ultra violet akan hilang dengan sempurna kira-kira 100-150 tahun.
Tes Fisika yang lain adalah pengukuran kepadatan dan berat tulang,
pemanasan secara ultra sonik dan pengamatan terhadap sifat-sifat yang timbul
akibat pemanasan pada kondisi tertentu. Semua kriteria ini bergantung pada
berkurangnya stroma organik dan pembentukan dari kalsifikasi tulang seperti
pengoroposannya.

Tes Serologi
Tes yang positif pada pemeriksaan hemoglobin yang dijumpai pada
pemeriksaan permukaan tulang ataupun pada serbuk tulang, mungkin akan
memberikan pernyataan yang berbeda tentang lamanya kematian tergantung
pada kepekaan dari tehnik yang dilakukan. penggunaan metode cairan
peroksida yang hasilnya positif, diperkirakan lamanya kematian sekitar 100
tahun. Aktifitas serologi pada tulang akan berakhir dengan cepat pada tulang
yang terdapat di daerah berhawa panas. Pemeriksaan dengan memakai reaksi
Benzidin dimana dipakai campuran Benzidin peroksida. Jika reaksi negatif
penilaian akan lebih berarti. Jika reaksi positif menyingkirkan bahwa tulang
masih baru. Reaksi positif, diperkirakan umur tulang saat kematian sampai

34
150 tahun. Reaksi ini dapat dipakai pada tulang yang masih utuh ataupun
pada tulang yang telah menjadi serbuk. Aktifitas Immunologik ditentukan
dengan metode gel difusion technique dengan anti human serum. Serbuk
tulang yang diolesi dengan amoniak yang konsentrasinnya rendah, mungkin
akan memberi reaksi yang positif dengan serum anti human seperti reagen
coombs, lama kematian kira-kira 510 tahun, dan ini dipengaruhi kondisi
lingkungan.
Tes Kimia
Tes Kimia dilakukan dengan metode mikro-Kjeld-hal dengan cara mengukur
pengurangan jumlah protein dan Nitrogen tulang. Tulang-tulang yang baru
mengandung kira-kira 4,5 % Nitrogen, yang akan berkurang dengan cepat.
Jika pada pemeriksaan tulang mengandung lebih dari 4 % Nitrogen,
diperkirakan bahwa lama kematian tidak lebih dari 100 tahun, tetapi jika
tulang mengandung kurang dari 2,4 %, diperkirakan tidak lebih dari 350
tahun. Penulis lain menyatakan jika nitrogen lebih besar dari 3,5 gram
percentimeter berarti umur tulang saat kematian kurang dari 50 tahun, jika
Nitrogen lebih besar dari 2,5 per centimeter berarti umur tulang atau saat
kematian kurang dari 350 tahun. Inti protein dapat dianalisa, dengan metode
Autoanalisa ataupun dengan Cromatografi dua dimensi. Tulang segar
mengandung kira-kira 15 asam amino, terutama jika yang diperiksa dari
bagian kolagen tulang. Glisin dan Alanin adalah yang terutama. Tetapi Fralin
dan Hidroksiprolin merupakan tanda yang spesifik jika yang diperiksa
kolagen tulang. Jika pada pemeriksaan Fralin dan Hidroksiprolin tidak
dijumpai, diperkirakan lamanya kematian sekitar 50 tahun. Bila hanya
didapatkan Fralin dan Hidroksiprolin maka perkiraan umur saat kematian
kurang dari 500 tahun. Asam amino yang lain akan lenyap setelah beratus
tahun, sehingga jika diamati tulang-tulang dari jaman purbakala akan hanya
mengandung 4 atau 5 asam amino saja. Sementara itu ditemukan bahwa
Glisin akan tetap bertahan sampai masa 1000 tahun. Bila umur saat kematian
kurang dari 70 -100 tahun, akan didapatkan 7 jenis asam amino atau lebih.

35
BAB III

PENUTUP

Pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta perkembangan


social budaya mengakibakan tingginya angka kecelakaan, pembunuhan dan peristiwa-
peristiwa lain yang kadang-kadang mengakibatkan kesulitan dikenalinya korban

36
tersebut. Di lain pihak adanya tuntutan untuk segera dilakukannya identifikasi secara
tepat pada korban tersebut. Tak jarang jenazah yang dibawa untuk diidentifikasi hanya
berupa kerangka saja, sehingga identifikasi sulit untuk dilakukan.
Identifikasi yang dapat dilakukan pada kerangka manusia atau diduga manusia
adalah waktu kematian, profil biologis (umur, jenis kelamin, tinggi, ras), karakteristik
individual dan kemungkinan penyebab kematian.
Waktu kematian dapat diduga dengan menganalisis fraktur, aroma, dan kondisi
jaringan lunak dan ligamen yang melekat dengan pada tulang, serta perubahan yang
terjadi pada tulang.
Penentuan umur dapat dilakukan dengan pemeriksaan penutup sutura, inti
penulangan, penyatuan tulang serta pemeriksaan gigi. Jenis kelamin dapat dianalisis
dengan memeriksa dimorfisme dan ukuran dari tengkorak, tulang panggul, dan
tulang-tulang panjang. Tinggi badan seseorang dapat diperkirakan dari panjang tulang
tertentu, menggunakan rumus yang dibuat ahli yaitu Rumus Antropologi Ragawi
UGM untuk pria dewasa (Jawa), Rumus Trotter dan Gleser untuk Mongoloid, Rumus
dari Djaja Surya Atmadja untuk populasi dewasa muda di Indonesia. Ras dapat
ditentukan dengan melihat karakteristik tengkorak dan gigi geligi serta tulang-tulang
lainnya.
Antropologi forensik adalah aplikasi ilmu pengetahuan dari antropologi fisik
untuk proses hukum. Ilmu ini sangat bermanfaat untuk membantu penyidik dan
penegak hukum untuk mengidentifikasi terutama pada temuan rangka tak dikenal.
Sehingga ilmu antropologi forensik memegang peranan penting dan sangat membantu
dalam proses hukum untuk mewujudkan kebenaran dan keadilan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, Winardi T, Munim A, Hertian S, et al.


Ilmu kedokteran forensik. Jakarta: Badan Penerbit FKUI, 1997
2. Indrati E. Antropologi forensik. Jogjakarta: Gadjah Mada University Press, 1993
3. Amir, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Forensik. 1st ed. Medan: USU Press
4. Garrison DHJR. Crime Scene Protection. http://www.crimeandclues.com[diakses
20 Juli 2017]

37
5. Mann RW. The Forensic Anthropologist. http://www.crimeandclues.com[diakses 20
Juli 2017]
6. Forensic Anthropology. http://www.mnsu.edu.html [diakses 20 Juli 2017]
7. American Board of Forensic Anthropology. http://www.abfahomepage.com[diakses
20 Juli 2017]
8. Brand H. What is Forensic Anthropology?.http://www.csc.villanova.edu.html
[diakses 20 Juli 2017]
9. Adamson Marci. Forensic Antrhopology and Human Osteology Resources.
http://www.forensicantrho.com [diakses 20 Juli 2017]
10. Albert Midori. The Forensic Anthropology In Focus. http://www.all-aboutforensic-
science.com [diakses 20 Juli 2017]
11. Minnesota State University Mankato. http://www.mnsu.edu [diakses 20 juli
2017]
12. Rhine Stan. Forensic Antrhopology. Human Biological Variation.
Http://www.library.med.utah.edu [diakses 20 juli 2017]
13. Knight B. Forensic pathology. Second ed. New York: Oxford University Press,
1996
14. Briggs CA. Anthropological assessment. In : Clement JG, Ranson DL, editors.
Craniofacial identification in forensic medicine. New York: Oxford University
Press, 1998. p. 53-55
15. Determination of sex by foramen magnum. Available from URL: HYPERLINK
http://www.ispub.com
16. Idries AM. Pedoman ilmu kedokteran forensic. Edisi pertama. Jakarta: Bina Rupa
Aksara, 1997
17. Fatteh A. Handbook of forensic pathology. Philadelphia: J.B.Lippincot Company,
1973. p. 51-65
18. Ritonga M, Penentuan umur melihat dari perubahan bentuk simfisis
pubis.Medan:Universitas Sumatra Utara Digital Library.2004
19. Susanti. Pertumbuhan Gigi. Bahan kuliah gigi dan mulut Mahasiswa FK UNDIP.

38
39

You might also like