You are on page 1of 9

2.

1 Konsep Dasar Teoritis


2.1.1 Defenisi
Sindrom koroner akut (SKA) adalah sekumpulan gejala yang di
akibatkan oleh pengganggunya aliran darah pada pembuluh darah koroner
di jantung secara akut. Gangguan pada aliran darah tersebut disebabkan
oleh thrombosis (pembekuan darah) yang terbentuk di dalam pembuluh
darah sehingga menghambat alirah darah.

SKA terbagi atas 2 bagian yakni angina tidak stabil dan infark
miokard akut. Angina tidak stabil adalah dimana pembekuan darah tidak
sampai menyebabkan sumbatan total pada pembuluh darah, sedangkan
infark miokard akut terjadi jika pembekuan darah menyebabkan aliran
darah tersumbat total.

a. Angina Pectoris

Angina pectoris adalah suatu sindrom klinis berupa serangan sakit


dada yang khas, yaitu ditekan atau terasa berat di dada yang sering kali
menjalar ke lengan kiri. Hal ini bisa timbul saat pasien melakukan aktivitas
dan segera hilang apabila aktivitas di hentikan.

Ciri khas tanda dan gejala angina pectoris dapat dilihat dari
letaknya (daerah yang terasa sakit), kualitas sakit hubungan timbulnya
sakit dengan aktivitas dan lama serangannya, sakit biasanya timbul di
daerah sterna atau dada sebelah kiri, dan menjalar ke lengan kiri. Kualitas
sakit yang timbul beragam dapat seperti di tekan b enda berat di jepit atau
terasa panas. Sakit dada biasanya timbul saat melakukan aktivitas dan
hilang saat berhenti dengan lama serangan berlangsung antara 1 -5 menit.

b. Infark Miokard Akut

Infark miokard akut (IMA) adalah nekrosis miokard darah ke oto t


jantung. Nyeri dada serupa dengan angina tetapi lebih insentif dan
menetap lebih dari 30 menit, tidak sepenuhnya menghilang dengan
istirahat ataupun pemberian nitro gliserin nausea berkeringat dan sangat
menakutkan pasien, pada saat pemeriksaan fisik did apatkan muka pucat
karti kardi dan bunyi jantung 3 (bila disertai gagal jantung kongestif).

2.1.2 ETIOLOGI

Masalah yang sesungguhnya pada SKA terletak pada penyempitan


pembuluh darah jantung (vasokontriksi). Penyempitan ini diakibatkan oleh
4 hal yaitu :

a) Adanya timbunan lemak (aterosklerosis) dalam pembuluh darah akibat


konsumsi kolesterol yang tinggi.
b) Sumbatan (trombosit) oleh sel bekuan darah (thrombus)

c) Vasokontriksi (penyempitan pembuluh darah akibat kejang terus menerus.

d) Infeksi pada pembuluh darah

Terjadinya SKA dipengaruhi oleh beberapa keadaan yakni :

a) Aktivitas atau latihan fisik yang berlebihan (tidak terkondisikan)

b) Stress atau emosi dan terkejut.

c) Udara dingin, keadaan-keadaan tersebut ada hubungannya dengan


peningkatan aktivitas simpatis sehingga tekanan darah meningkat,
frekuensi debar meningkat dan kontra aktivitas jantung meningkat.

2.1.3 MANIFESTASI KLINIK

Rasa tertekan, teremas, terbakar yang tidak nyaman, nyeri atau rasa
penuh yang sangat terasa dan menetap di bagian tengah dada dan
berlangsung selama beberapa menit (biasanya lebih dari 15 menit).
Nyeri yang memancar sampai ke bahu, leher, lengan, atau rahang, atau
nyeri di punggung diantara tulang belikat.
Pening atau pusing
Berkeringat
Mual
Sesak napas
Keresahan atau firasat terhadap malapetaka yang akan dating

2.1.4 PATOFISIOLOGI
Infark miokardium mengacu pada proses rusaknya jaringan jantung
akibat suplei darah yang tidak adekuat sehingga aliran darah koroner
berkurang. Penyebab penurunan suplai darah mungkin akibat
penyempitan arteri koroner karena aterosklerosis atau penyumbatan total
arteri oleh emboli (plak) atau thrombus. Penurunan aliran darah koroner
juga bisa diakibatkan oleh syok atau perdarahan. Pada setiap kasus ini
selalu terjadi ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
jantung.
Iskemia yang terjadi berlangsung cukup lama (>30 -45menit)
menyebabkan kerusakan seluler yang irreversibel. Plak aterosklerosis
menyebabkan bekuan darah atau trombus yang akan menyumbat
pembuluh darah arteri, jika bekuan terlepas dari tempat melekatnya dan
mengalir ke cabang arteri koronaria yang lebih perifer pada arteri yang
sama.
Dua jenis kelainan yang terjadi pada IMA adalah komplikasi
hemodinamik dan aritmia. Segera setelah terjadi IMA daerah miokard
setempat akan memperlihatkan penonjolan sistolik (diskinesia) dengan
akibat penurunan ejection fraction, isi sekuncup (stroke volume) dan
peningkatan volume akhir distolik ventrikel kiri. Tekanan akhir diastolik
ventrikel kiri naik dengan akibat tekanan atrium kiri juga naik. Peningkatan
tekanan atrium kiri di atas 25 mmHg yang lama akan menyebabkan
transudasi cairan ke jaringan interstisium paru (gagal jantung ).
Miokard yang masih relatif baik akan mengadakan kompensasi,
khususnya dengan bantuan rangsangan adrenergeik, untuk
mempertahankan curah jantung, tetapi dengan akibat peningkatan
kebutuhan oksigen miokard. Kompensasi ini jelas tidak akan memadai bila
daerah yang bersangkutan juga mengalami iskemia atau bahkan sudah
fibrotic. Sebagai akibat IMA sering terjadi perubahan bentuk serta ukuran
ventrikel kiri dan tebal jantung ventrikel baik yang terkena infark maupun
yang non infark.
Perubahan tersebut menyebabkan remodeling ventrikel yang
nantinya akan mempengaruhi fungsi ventrikel dan timbulnya aritmia. Bila
IMA makin tenang fungsi jantung akan membaik walaupun tidak diobati.
Hal ini disebabkan karena daerah-daerah yang tadinya iskemik mengalami
perbaikan. Daerah-daerah diskinetik akibat IMA akan menjadi akinetik,
karena terbentuk jaringan parut yang kaku. Miokard sehat dapat pula
mengalami hipertropi.
Terjadinya penyulit mekanis seperti ruptur septum ventrikel,
regurgitasi mitral akut dan aneurisma ventrikel akan memperburuk faal
hemodinamik jantung. Aritmia merupakan penyulit IMA tersering dan
terjadi terutama pada menit-menit atau jam-jam pertama setelah
serangan. Hal ini disebabkan oleh perubahan -perubahan masa refrakter,
daya hantar rangsangan dan kepekaaan terhadap rangsangan.
2.1.6 Pemeriksaan diagnostic
EKG
Pemeriksaan Laboratori
Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan Enzim Serum

2.1.7 Penatalaksanaan
Tindakan pencegahan penyakit jantung
Menurunkan atau mengurangi faktor resiko yang dapat diubah ;
olahraga,merokok, dan pembatasan makanan berlemak.
Individu mengalami stres, dan terutama yang memiliki riwayat penyakit
jantung dalam keluarga, harus diajarkan menurunkan resiko dan mencari
pertolongan medis segera jika terjadi tanda -tanda lain.
Untuk pasien SKA, pandua terapi menggunakan pertolongan
akronimABCDE.
a. Untuk terapi antiplatelet, antikoagulan, penghangat enzim pengubah
angiotensin, dan penyakit reseptor angiotensin.
b. Untuk penyakit beta dan pengendalian TD (blood pressu pressure).
c. Untuk terapi kolesterol (cholesterol dan menghentikan rokok) cigarette
smoking cessation.
d. Untuk penatalaksanaan diabetes dan diet.
e. Untuk exercise atau olahraga.

Bagi penderita angina tidak stabil dan NSTEMI, penanganannya juga


meliputi :
a) Perintang beta-andrenergik untuk mengurangi beban jantung yang
berlebihan dan kebutuhan oksigen.
b) Hiparin dan inhibitor glikoprotein IIb/IIIa untuk meminimalkan agregasi
keping darah dan bahaya oklusi koroner pada pasien berisiko -tinggi
(pasien yang menggunakan kateterisasi dan troponin positif),
c) Nitrogliserin I.V. untuk mendilasi arteri koroner dan meringankan nyeri di
dada.
d) Bedah angioplasti koroner transluminal perkutaneus atau graf bypass
arteri koroner untuk lesi obstruktif.
e) Antilipemik untuk menurunkan kenaikan tingkat kolesterol seum atau
trigliserida.
Bagi penderita STEMI, penanganannya meliputi intervensi awal
seperti di atas dan juga:
a) Terapi trombolitik (kecuali bila ada kontraindikasi) dlam waktu 12 jam
setelah serangan gejala untuk mengembalikan kepatenan dan
meminimalkan nekrosis.
b) Heparin I.V. untuk meningkatkan kepatenan di arteri koroner yang
diserang.
c) Inhibitor glikoprotein IIb/IIIa untuk meminimalkan agregasi keping darah.
d) Inhibitor enzim pengkonversi-angiotensin (angiotensin - converting
enzyme ACE) untuk menurunkan afterload dan preload dan mencegah
pembentukan kembali (dimulai 6 jam setelah adanya admisi atau jika
kondisi pasien stabil)
e) PTCA, penempatan stent, atau bedah CABG untuk membuka arteri yang
mengalami rintangan atau menyempit.

2.1.8 Komplikasi
Dapat terjadi tromboembolus akibat kontraktilitas miokard berkurang.
Dapat terjadi gagal jantung kongestif apabila jantung tidak dapat
memompa keluar semua darah yang diterimanya.
Distrimia adalah komplikasi tersering pada infark.
Distrimia adalah syok kardiogenik apabila curah jantung sangat berkurang
dalam waktu lama.
Dapat terjadi ruptur miokardium selama atau segera setelah suatu infark
besar.
Dapat terjadi perikarditis, peradangan selaput jantung (biasanya berapa
hari setelah infark).
Setelah IM sembuh, terbentuk jaringan parut yang menggantikan sel -sel
miokardium yang mati.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

3.1 PENGKAJIAN
- Data dasar tentang info status terkini pasien
- Pengkajian sistematis berhubungan dengan gambaran gejala : nyeri
dada, sulit bernafas (dispneu), palpitasi, pingsan (sinkop), atau keringat
dingin (diaphoresis)
Masing-masing harus di evaluasi waktu dan durasinya serta factor yang
mencetuskan dan yang meringankan
- Pengkajian fisik
- Tingkat kesadaran
- Nyeri dada
- Frekuensi dan irama jantung
- Bunyi jantung
- Tekanan darah
- Denyut nadi perifer
- Tempat infuse intravena
- Warna kulit dan suhu
- Paru
- Nafas pendek
- Fungsi gastrointestinal
- Status volume cairan

3.2 DIAGNOSA
a. Gangguan rasa tak nyaman nyeri akut
Gangguan rasa tak nyaman dan nyeri akut dapat terjadi sehubungan
dengan kurangnya suplai oksigen ke otot jantung sekunder karena oklusi
arteri coronaria. Kondisi ini di tandai dengan rasa nyeri dada hebat
dengan menjalar ke leher, punggung belakang, dan epigastrium. Di
samping itu, ekspresi wajah tampak kesakitan, kelelahan, lelah,
perubahan kesadaran nadi dan tekanan darah.
Intervensi
1) Monitor dan catat karakteristik nyeri; lokasi nyeri, intensitas nyeri, durasi
nyeri, kualitas dan penyebaran nyeri
2) Kaji apakah pernah ada di rawayat nyeri dada di sebelumnya
3) Atur lingkungan tenang nyaman, jelaskan bahwa pasien harus istirahat
4) Ajarkan teknik relaksasi seperti nafas,
5) Periksa tanda-tanda vital sebelum dan sesudah pengobatan analgetik
Kolaborasi
1. Pemberian tambahan oksigen dengan nasal canule atau masker.
2. Pemberian obat-obatan sesuai indikasi, anti angina (nitrogyserin seperti;
nitro-disk, nitro bid),
Beta blokers; propanorol ( indera ), pindolol (vietlen), atenol (tenormin),
analgesic ( seperti; morphin / meperidine/demoral ), cantagonis (seperti
nifedipine / adalat ).
b. keterbatasan aktivitas fisik
Keterbatasan aktivitas fisik terjadi sehubungan dengan suplai oksigen
dan keburukan oksigen yang tidak seimbang, iskemik/ kematian otot
jantung. Kondisi ini ditandai dengan kelelahan, perubahan nadi d an
tekanan darah aktivitas, perubahan warna kulit.
Intervensi
1) Catat nadi, irama, dan tekanan darah sebelum saat aktivitas dan setelah
aktivitas.
2) Anjurkan dan jelaskan bahwa pasien harus istirahat sampai keadaan
stabil.
3) Anjurkan pasien supaya tidak mengedan jika buang air besar
4) Hindarkan pasien kelelahan di tempat duduk
5) Rencanakan aktifitas bertahap jika telah bebas nyeri; duduk di tempat
tidur, berdiri, duduk di kursi 1 jam sebelum makan
6) Ukur tanda vital sebelum dan setelah aktivitas.
Kolaborasi
Merujuk ke ASAS untuk program tindak lanjut dan rehabilitasi.
c. Rasa Cemas
Rasa cemas dapat terjadi berkaitan dengan perubahan status
menjadi sakit, ancaman kematian, kegagalan berhaji. Kondisi ini di t andai
dengan tekanan darah meningkat, wajah tampak cemas, perhatian hanya
pada diri sendiri.
Intervensi
1) Lakukan komunikasi terapeutik dengan cara membina hubungan saling
percaya dan dengarkan keluhan pasien dengan sabar.
2) Dampingi pasien, cegah tindakan destruktif dan konfrontatif
3) Jelaskan tindakan-tindakan yang akan dilkukan
4) Jawab pertanyaan pasien dengan konsisten
5) Bantu dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari
Kolaborasi
Pemberian sedative misalnya diazepam (valiu m), flurazepam
hydrochloride (dalmane), lorazepam (ativan) Potensial penurunan
cardiac out put
d. Potensial Penurunan cardiac out Put
Penurunan cardiac out put dapat terjadi sehubungan dengan
perubahan nadi, aliran konduksi, dan penurunan preload/p eningkatan
SVR.
Intervensi
1) Ukur tekanan darah , evaluasi kualitas nadi
2) Kaji adanya murmur, S3 dan S4.
3) Dengarkan bunyi nafas
4) Siapkan alat-alat atau obat-obatan emergensi.
Kolaborasi
1) Pemberian oksigen tambahan
2) Pemasangan infuse
3) Rekam EKG
4) Pemeriksaan Rontgen thoraks ulang

e. Potensial penurunan perfusi jaringan


Ini terjadi sehubungan dengan vasokontrinsik hipovolemia.
Intervensi
1) Awasi perubahan emosi secara mendadak misalnya bingung, cemas,
lemah dan penurunana kesadaran
2) Awasi adanya sianosis, kulit dingin dan nadi perifer
3) Kaji adanya tanda-tanda homans ; nyeri pada pergelangan lutut, eritema
dan edema
4) Monitor pernafasan
5) Kaji fungsi pencernaan; ada tidaknya mual , penurunan bunyi usus,
muntah, distensi abdomen dan konstipasi
6) Monitor pemasukan cairan; ada tidaknya perubahan dalam produksi
urine.
Kolaborasi
1) Pemeriksaan laboratorium; astrup, creatinin, dan elektrolit
2) Pengobatan; heparin, panitidine dan antasida.

f. Perubahan Volume Cairan


Perubahan volume cairan yang berlebahan terjadi sehubungan dengan
penurunan perfusi organ dari renal, peningkatan retensi sodium dan air,
serta peningkatan tekanan hidrostatik atau penurunan protein plasma.
Intervensi
1) Kaji bunyi nafas, ada tidaknya cracles
2) Kaji JVD (distensi vena jugularis) dan edema ada atau tadak ada
3) Keseimbagan cairan
4) Timbang berat badan setiap hari
5) Jika memungkinkan berikan cairan 2000 cc/ 24 jam
Kolaborasi
Pemberian garam/ minum dan diuretic misalnya Furosemid (lasix)
3.4 IMPLEMENTASI
Pada tahap implementasi atau pelaksanaan dari asuhan keperawatan
meninjau dari apa yang telah di rencanakan atau intervensi sebelumnya
dengan tujuan utamanya penghilangan nyeri dada, tidak ada kesulitan
bernafas, pemeliharaan atau pencapaian perfusi jaringan yang adekuat,
mengurangi kecemasan, mematuhi program asuhan diri, dan tida k adanya
komplikasi.
3.5 EVALUASI
Hasil yang diharapkan
a. Pasien menunjukkan pengurangan nyeri.
b. Tidak menunjukkan kesulitan dalam bernafas
c. Perfusi jaringan terpelihara secara adekuat
d. Memperihatkan berkurangnya kecemasan

You might also like