You are on page 1of 16

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA


DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK (PPOK)

DISUSUN OLEH :

FAJAR DWI HARTATI 11.991


FIQIA NUR ALIFAH 11.992
HEVINA THE HEVIANA YARMIS 11.993
IYAN YANUAR WINDARTO 11.994
KHALIS MAFTUHATI AZIZAH 11.995
KIKI FONIKA EVILINA 11.996
KOMSATUN 11.997
KURNIASIH 11.998
MUHAMMAD HASAN 11.999
MUHAMMAD TAUDAN ARYO W. 11.1000
NIRVANA LEON BONITA 11.1001
NOVIAS DWITA ARTHIANI 11,1002

AKADEMI KEPERAWATAN
PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH
2013
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada usia lanjut terjadi perubahan anatomik-fisiologik dan dapat timbul pula
penyakit-penyakit pada sistem pernafasan. Usia harapan hidup lansia di Indonesia
semakin meningkat karena pengaruh status kesehatan, status gizi, tingkat pendidikan,
ilmu pengetahuan dan sosial ekonomi yang semakin meningkat sehingga populasi
lansia pun meningkat. Menurut ilmu demografi Indonesia dalam masa transisi
demografi yaitu perubahan pola penduduk berusia muda ke usia tua. Infeksi saluran
nafas bagian bawah akut dan tuberkulosis paru menduduki 5 penyakit terbanyak yang
diderita oleh masyarakat. Belum banyak dijumpai laporan para ahli tentang insidens
PPOK orang tua usia lanjut.
Penyakit paru-paru obstruksi kronis (PPOK) merupakan suatu istilah yang sering
digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai
oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara. Ketiga penyakit yang membentuk
satu kesatuan yang ditandai dengan sebutan PPOK adalah : Bronkhitis, Emifisema
paru-paru dan Asma bronkial. Perjalanan PPOK yang khas adalah panjang dimulai
pada usia 20-30 tahun dengan batuk merokok atau batuk pagi disertai pembentukan
sedikit sputum mukoid. Mungkin terdapat penurunan toleransi terhadap kerja fisik,
tetapi biasanya keadaan ini tidak diketahui karena berlangsung dalam jangka waktu
yang lama. Akhirnya serangan brokhitis akut makin sering timbul, terutama pada
musim dingin dan kemampuan kerja penderita berkurang, sehingga pada waktu
mencapai usia 50-60 an penderita mungkin harus mengurangi aktifitas. Penderita
dengan tipe emfisematosa yang mencolok, perjalanan penyakit tampaknya tidak
dalam jangka panjang, yaitu tanpa riwayat batuk produktif dan dalam beberapa tahun
timbul dispnea yang membuat penderita menjadi sangat lemah. Bila timbul
hiperkopnea, hipoksemia dan kor pulmonale, maka prognosis adalah buruk dan
kematian biasanya terjadi beberapa tahun sesudah timbulnya penyakit
(Price & Wilson, 1994 : 695)
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
PPOK adalah kelainan paru yang ditandai dengan gangguan fungsi paru berupa
memanjangnya periode ekspirasi yang disebabkan oleh adanya penyempitan saluran
nafas dan tidak banyak mengalami perubahan dalam masa observasi beberapa waktu
(Mansunegoro, 1992).
Termasuk dalam kelompok PPOK adalah Bronkhitis Kronik, Emfisema Paru dan
Asma :
- Bronkhitis Kronik didefinisikan sebagai adanya batuk produktif yang berlangsung
secara 3 bulan dalam satu tahun selama 2 tahun berturut-turut (Brunner dan
Suddarth, 2002 : 600).
- Emfisema Paru didefinisikan sebagai suatu distensi abnormal ruang udara diluar
Bronkiolus terminal dengan kerusakan dinding alveoli (Brunner dan Suddarth,
2002 : 602).
- Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea
dan bronki berespons dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu (Brunner
dan Suddarth, 2002 : 611).

B. Etiologi
Etiologi penyakit ini belum diketahui.
Timbulnya penyakit ini dikaitkan dengan faktor-faktor resiko yang terdapat pada
penderita antara lain:
1. Merokok sigaret yang berlangsung lama
2. Polusi udara
3. Infeksi paru berulang
4. Umur
5. Jenis kelamin
6. Ras
7. Defisiensi alfa-1 antitripsin
8. Defisiensi anti oksidan dll

Pengaruh dari masing-masing faktor-faktor resiko terhadap PPOK adalah saling


memperkuat dan faktor merokok dianggap yang paling dominan dalam menimbulkan
penyakit ini ( Dharmago & Martono, 1999 : 383 ).
C. Manifestasi Klinik
1. Batuk yang sangat produktif, puruken, dan mudah memburuk oleh iritan-iritan
inhalan, udara dingin, atau infeksi.
2. Sesak nafas dan dispnea.
3. Terperangkapnya udara akibat hilangnya elastisitas paru menyebabkan dada
mengembang.
4. Hipoksia dan Hiperkapnea.
5. Takipnea.
6. Dispnea yang menetap ( Corwin , 2000 : 437 )

D. Patofisiologi
Faktor faktor resiko yang telah disebutkan diatas akan mendatangkan proses
inflamasi bronkus dan juga menimbulkan kerusakan pada dinding bronkiolus
terminal.Akibat dari kerusakan yang timbul akan terjadi obstruksi bronkus kecil atau
bronkiolus terminal, yang mengalami penutupan atau obstruksi awal fase
ekspirasi.Udara yang pada saat inspirasi mudah masuk ke dalam alveoli, saat
ekspirasi banyak yang terjebak dalam alveolus dan terjadilah penumpukan udara atau
air trapping. Hal inilah yang menyebabkan adanya keluhan sesak nafas dengan
segala akibat akibatnya.Adanya obstruksi dini saat awal ekspirasi akan
menimbulkan kesulitan ekspirasi dan menimbulkan pemanjangan fase ekspirasi (
Dharmojo & Martono,1999 : 384 )

E. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan untuk penderita PPOK usia lanjut, sebagai berikut :
1. Meniadakan faktor etiologik atau presipifasi
2. Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
3. Memberantas infeksi dengan antimikrobia. Apabila tidak ada infeksi anti mikrobia
tidak perlu diberikan.
4. Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator ( Aminophillin dan
Adrenalin ).
5. Pengobatan simtomatik ( lihat tanda dan gejala yang muncul )
- Batuk produktif beri obat mukolitik / ekspektoran
- Sesak nafas beri posisi yang nyaman (fowler) , beri O2
- Dehidrasi beri minum yang cukup bila perlu pasang infuse
6. Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.
7. Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan, O2 harus diberikan dengan aliran
lambat : 1-2 liter/menit.
8. Mengatur posisi dan pola bernafas untuk mengurangi jumlah udara yang
terperangkap.
9. Memberi pengajaran mengenai tehnik-tehnik relaksasi dan cara-cara untuk
menyimpan energy
10. Tindakan Rehabilitasi
- Fisioterapi, terutama ditujukan untuk membantu pengeluaran sekret bronku
- Latihan pernafasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan pernafasan
yang paling efektif baginya.
- Latihan, dengan beban olah raga tertentu, dengan tujuan untuk memulihkan
kesegaran jasmaninya.
- Vocational Suidance : Usaha yang dilakukan terhadap penderita agar sedapat-
dapat kembali mampu mengerjakan pekerjaan semula.
- Pengelolaan Psikososial : terutama ditujukan untuk penyesuaian diri penderita
dengan penyakit yang dideritanya (Dharmajo dan Martono, 1999 : 385).
BAB III
ASKEP LANSIA

A. Pengkajian
Pengkajian pada pernafasan dengan klien PPOK yang didasarkan pada kegiatan
sehari hari. Ukur kualitas pernafasan antara skala 1 sampai 10. Dan juga
mengidentifikasi faktor sosial dan lingkungan yang merupakan faktor pendukung
terjadinya gejala. Perawat juga mengidentifikasi type dari gejala yang muncul antara
lain, tiba-tiba atau membahayakan dan faktor presipitasi lainnya antara lain perjalanan
penularan temperatur dan stress.
Pengkajian fisik termasuk pengkajian bentuk dan kesimetrisan dada, Respiratory Rate
dan Pola pernafasan, posisi tubuh menggunakan otot bantu pernafasan dan juga
warna, jumlah, kekentalan dan bau sputum.
Palpasi dan perfusi pada dada diidentifikasikan untuk mengkaji terhadap peningkatan
gerakan Fremitus, gerakan dinding dada dan penyimpanan diafragma. Ketika
mengauskultasi dinding dada pada dewasa tua / akhir seharusnya diberi cukup waktu
untuk kenyamanan dengan menarik nafas dalam tanpa adanya rasa pusing (dizzy)
(Loukenaffe, M.A, 2000).
Hal-hal yang juga perlu dikaji adalah :
1. Aktifitas / istirahatKeletihan , kelemahan, malaise, ketidak mampuan melakukan
aktifitas sehari-hari karena sulit bernafas.
2. Sirkulasi
Pembengkakan pada ekstremitas bawah, peningkatan tekanan darah,takikardi.
3. Integritas ego
Perubahan pola hidup, ansietas, ketakutan,peka rangsang
4. Makanan / cairan
Mual / muntah, anoreksia, ketidakmampuan untuk makan karena distress
pernafasan, turgor kulit buruk, berkeringat.
5. Higiene
6. Penurunan kemampuan / peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktifitas
sehari-hari, kebersihan buruk, bau badan.
7. Pernafasan
Nafas pendek, rasa dada tertekan, dispneu, penggunaan otot bantu pernafasan.
8. Keamanan
Riwayat reaksi alergi / sensitif terhadap zat atau faktor lingkungan.
9. Seksualitas
10. Penurunan libido.
11. Interaksi social
Hubungan ketergantungan, kurang sistem pendukung, keterbatasan mobilitas
fisik.(Doengoes, 2000 :152 ).
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang lazim pada lansia dengan PPOK, antara lain :
1. Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan tertahannya sekresi.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kurangnya suplai oksigen.
3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan in adekuat pertahanan primer
dan sekunder, penyakit kronis.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan disprisa,
kelemahan, efek samping obat, produksi sputum, anoreksia, mual / muntah.
5. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplay dan
kebutuhan oksigen, kelemahan, dispnea.
6. Defisit pengetahuan tentang PPOK berhubungan dengan kurang informasi, salah
mengerti tentang informasi, kurang mengingat / keterbatasan kognitif ( Doenges,
2000).
Sedangkan diagnosa menurut Luckenotte,antara lain :
1. Ketidak efektifan jalan nafas b.d tertahannya sekresi.
2. Gangguan pertukaran gas b.d berkurangnya suplai oksigen.
3. Berkurangnya perawatan kesehatan b.d ketidakefektifan koping individu.
4. Resiko infeksi b.d in adekuat pertahanan primer dan sekunder, dan penyakit
kronik.
5. Defisit pengetahuan : PPOK b.d kurangnya informasi.
6. In adekuat nutrisi b.d ketidakmampuan mencerna makanan atau absorbs
7. Berkurangnya peran b.d perubahan persepsi diri dan perubahan kapasitas fisik
dalam menjalankan peran.
8. In efektif pola nafas b.d kelemahan muskuloskeletal dan penurunan energi atau
fatique.
9. Ketidakmampuan untuk melakukan ventilasi secara spontan b.d kelemahan otot
pernafasan.
10. Intoleransi aktifitas b.d ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan
permintaanKim, McFarland, McLane, 1997.
C. Intervensi / Perencanaan
1. Diagnosa Keperawatan : Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan
tertahannya sekresi.
Tujuan : Mengefektifkan jalan nafas
Hasil yang diharapkan :
- Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih / jelas-
Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas
Misal : Batuk efektif dan mengeluarkan sekret.
Intervensi :
- Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, misal : mengi, krekels, ronki.
Rasional : Beberapa derajat bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan
tidak dimanifestasikan adanya bunyi nafas adventisius, misal: krekels basah
(bronkhitis),bunyi nafas redup dengan ekspirasi mengi (emfisema).
- Kaji / pantau frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi mengi (emfisema)
Rasional :
takipnea ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan /
selama stress / adanya proses infeksi akut. Pernafasan dapat melambat dan
ferkuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi.
- Kaji pasien untuk posisi yang nyaman misal: peninggian kepala tempat tidur,
duduk dan sandaran tempat tidur.
Rasional :
Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernafasan dengan
menggunakan gravitasi, namun pasien dengan slifres berat akan mencari posisi
yang paling mudah untuk bernafas.
- Pertahankan polusi lingkungan minimum debu, asap dll
Rasional :
Pencitus tipe reaksi alergi pernafasan yang dapat mentrigen episode akut.
- Bantu latihan nafas abdomen / bibir
Rasional : Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol
dispnea dan menurunkan jebakan udara.
- Ajarkan teknik nafas dalam batu efektif
Rasional : Batuk dapat menetap tetapi efektif khususnya bila pada lansia,sakit
akut, atau kelemahan. Batuk paling efektif pada posisi duduk tinggi / kepala
dibawah setelah perkusi dada.
- Kolaborasi :Berikan obat sesuai indikasi
Brokodilator mis, B-agonis, Epinefrin (adrenalin, vaponefrim) albuterol
(Proventil, Ventolin) terbulatin (Brethine, Brethaire), isoetarin (Brokosol,
Bronkometer).
Rasional : Merilekskan otot halus dan menurunkan kongesti lokal, menurunkan
spasme jalan nafas mengi, dan produksi mukosa, obat-obat mungkin per oral,
injeksi / inhalasi.
Xantin, mis aminofilin, oxtrifilin (Choledyl), teofilin (Bonkoddyl, Theo-Dur)
Rasional : Menurunkan edema mukosa dan spasme otot polos dengan
meningkatkan langsung siklus AMP. Dapat juga menurunkan kelemahan otot /
kegagalan pernafasan dengan meningkatkan kontraktilitis diafragma.
- Berikan humidifikasi tambahan mis nubuter nubuliser, humidiper aerosol
ruangan dan membantu menurunkan / mencegah pembentukan mukosa tebal
pada bronkus.
Rasional : Menurunkan kekentalan sekret mempermudah pengeluaran dan
membantu menurunkanb / mencegah pembentukan mukosa tebal pada bonrkus.

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan suplai oksigen


Tujuan : Memenuhi suplai oksigen pada tubuh.
Kriteria hasil yang diharapkan :
- Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat yang bila
dalam rentang normal + bebas gejala distres pernafasan.
- Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam tingkat kemampuan / situasi.
Intervensi :
- Kaji frekuensi kedalaman pernafasan, catat penggunaan otot aksesori, nafass
bibir, ketidakmampuan bicara / berbincang.
Rasional :
Berguna dalam evaluasi distress pernafasan dan kronisnya proses penyakit.
- Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah
untuk bernafas.
Rasional :
Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi, dan latihan
nafas untuk menurunkan kolaps jalan nafas, dispnea dan kerja nafas.
- Dorong mengeluarkan sputum : Penghisapan bila diindikasikan.
Rasional :
Kental, tebal, banyaknya sekresi adalah sumber utama gangguan pertukaran
gas pada jalan nafas kecil, penghisapan dibutuhkan bila batuk tidak efektif.
- Kaji / awasi secara rutin kulit dan warna membran mukos.
Rasional :
Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentral (terlihat sekitar bibir /
daun telinga) keabu-abuan dan dianosis sentral mengindikasikan beratnya
hipoksemia.
- Awasi tanda vital dan irama jantung
Rasional :
Takikarena, disritimia, dan perubahan TD dapat menunjukkan efek hipoksemia
sistemik pada fungsi jantung.
- Kolaborasi : Awasi / gambaran seri GDA dan nadi, oksimetri
Rasional : PaCO2. Biasanya meningkat (bronkhitis, emfisema) dan PaCO2
secara umum menurun, sehingga hipoksia terjadi dengan derajat lebih / lebih
besar. Catat : PaCO2 normal / meningkat menandakan kegagalan pernafasan
yang akan datang selama osmatik.
- Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil GDA dan toleransi
pasien.
Rasional :
Dapat memperbaiki / mencegah buruknya hipoksia.

3. Diagnosa Keperawatan : Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan in


adekuat pertahanan primer dan sekunder, penyakit kronis.
Tujuan : Mencegah terjadinya infeksi.
Kriteria hasil yang diharapkan :
Menyatakan pemahaman penyebab / faktor resiko individu
- Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah / menurunkan resiko infeksi
- Menunjukkan teknik, perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang
aman.
Intervensi
- Awasi suhu
Rasional :
Demam dapat terjadi karena infeksi / dehidrasi
- Kaji pentingnya latihan nafas, batuk efektif, perubahan posisi sering, dan
masukan cairan adekuat.
Rasional :
Aktifitas ini meningkatkan mobilisasi dan pengeluaran sekret untuk menurunkan
resiko terjadi infeksi paru.
- Tunjukkan dan bantu pasien tentang pembuangan tisu dan sputum
Rasional :
Cegah penyebaran patogen melalui cairan.
- Dorong keseimbangan antara aktifitas dan istirahat
Rasional :
Menurunkan konsumsi / kebutuhan keseimbangan oksigen dan memperbaiki
pertahanan pasien terhadap infeksi, meningkatkan penyembuhan.
- Kolaborasi : Dapatkan spesimen dengan batuk / penghisapan untuk pewarnaan
kuman gram kultur / sensitivitas.
Rasional :
Dilakukan untuk mengidentifikasikan organisme penyebab dan kerentanan
terhadap berbagai anti mikrobia.
- Berikan anti mikrobia sesuai indikasi
Rasional :
Dapat diberikan untuk organisme khusus yang teridentifikasi dengan kulturdan
sensitivitas, atau diberikan secara profilaktik karena resiko tinggi.
4. Diagnosa Keperawatan : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan dispnea, kelemahan efek samping obat, produksi sputum,
anoreksia, mual / muntah.
Tujuan : Memenuhi kebutuhan nutrisi klien secara adekuat
Kriteria hasil yang diharapkan :
- Menunjukkan peningkatan berat badan menuju tujuan yang tepat.
- Menunjukkan perilaku perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan /
mempertahankan berat yang tepat.
Intervensi:
- Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini, catat derajat kesulitan
makan, evalusi BB dan ukuran tubuh.
Rasional : Pasien distress pernafasan akut sering anoreksia karena dispnea,
produksi sputum dan obat. Selain itu banyak pasien PPOK mempunyai
kebiasaan makan buruk, meskipun kegagalan pernafasan membuat status
hipermetalik dengan meningkatkan kebutuhan kalori.
- Kaji pentingnya latihan nafas, batuk efektif, perubahan posisi sering, dan
masukan cairan adekuat.
Rasional : Aktifitas ini meningkatkan mobilisasi dan pengeluaran sekret untuk
menurunkan resiko terjadi infeksi paru.
- Tunjukkan dan bantu pasien tentang pembuangan tisu dan sputum
Rasional : Cegah penyebaran patogen melalui cairan.
- Dorong keseimbangan antara aktifitas dan istirahat
Rasional : Menurunkan konsumsi / kebutuhan keseimbangan oksigen dan
memperbaiki pertahanan pasien terhadap infeksi, meningkatkan
penyembuhan.
- Kolaborasi : Dapatkan spesimen dengan batuk / penghisapan untuk
pewarnaan kuman gram kultur / sensitivitas.
Rasional : Dilakukan untuk mengidentifikasikan organisme penyebab dan
kerentanan terhadap berbagai anti mikrobia.
- Berikan anti mikrobia sesuai indikasi
Rasional : Dapat diberikan untuk organisme khusus yang teridentifikasi
dengan kulturdan sensitivitas, atau diberikan secara profilaktik karena resiko
tinggi.
5. Diganosa Keperawatan : Intoleransi aktifitas berhubungan dengan keseimbangan
antara suplay dan kebutuhan oksigen, kelemahan, dispnea.
Tujuan : Mengembalikan aktifitas klien seperti semula.
Kriteria hasil yang diharapkan :
- Melaporkan / Menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktifitas yang dapat
diukur dengan tak adanya dispnea, kelemahan berlebihan, dan tanda vital dalam
rentang normal.
Intervensi :
- Evaluasi respons pasien terhadap aktifitas. Catat laporan dispnea, peningkatan
kelemahan / kelelahan dan perubahan tanda vital selama dan setelah aktivitas.
Rasional : Menetapkan kemampuan / kebutuhan pasien dan memudahkan
pilihan intervensi.
- Bantu aktivitas perawatan dini yang diperlukan. Berikan kemajuan peningkatan
aktivitas selama fase penyembuhan.
- Rasional : Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen.
- Ajarkan klien untuk mengurangi aktivitas yang dapat menimbulkan kelelahan.
6. Diagnosa Keperawatan : Defisit pengetahuan tentang PPOK berhubungan dengan
kurang informasi, salah mengerti tentang informasi, kurang mengingat / keterbatasan
kognitif.
Tujuan : Klien mampu untuk mengetahui tentang pengertian / informasi PPOK.
Kriteria hasil yang diharapkan :
- Menyatakan pemahaman kondisi / proses penyakit dan tindakan
- Mengidentifikasi hubungan tanda / gejala yang ada dari proses penyakit dan
menghubungkan dengan faktor penyebab.
Intervensi :
- Jelaskan / kuatkan penjelasan proses penyakit individu
Rasional : Menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan perbaikan partisipasi
pada rencana pengobatan.
- Instruksikan / kuatkan rasional untuk latihan nafas, batuk efektif dan latihan
kondisi umum.
Rasional : Nafas bibir + nafas abdominal / diafragmatik menguatkan otot
pernafasan, membantu meminimalkan kolaps jalan nafas kecil dan
memberikan individu arti untuk mengontrol dispnea. Latihan kondisi umum
meningkatkan toleransi aktivitas, kekuatan otot dan rasa sehat.
- Diskusikan obat pernafasan, efek samping + reaksi yang tak diinginkan
Rasional : Pasien ini sering mendapat obat pernafasan banyak sekaligus yang
mempunyai efek samping hampir sama + potensial interaksi obat, penting bagi
pasien memahami perbedaan antara efek samping mengganggu dan efek
samping merugikan.
- Tekankan pentingnya perawatan oral / kebersihan gigi
Rasional : Menurunkan pertumbuhan bakteri pada mulut, dimana dapat
menimbulkan infeksi saluran nafas atas.
- Diskusikan faktor individu yang meningkatkan kondisi mis: udara terlalu kering,
angin, lingkungan dengan suhu ekstrem, serbuk, asap tembakau, sprei
aerosol, polusi udara.
Rasional : Faktor lingkungan ini dapat menimbulkan iritasi bronkial
menimbulkan peningkatan produksi sekret dan hambatan jalan nafas.
- Diskusikan pentingnya mengikuti perawatan medik, foto dada periodik dan
kultur sputum.
Rasional : Pengawasan proses penyakit untuk membuat program terapi untuk
memenuhi perubahan kebutuhan dan dapat membantu mencegah komplikasi
( Doenges, 2000 : 152).
D. Evaluasi
Fokus utama pada klien Lansia dengan COPD adalah untuk mengembalikan
kemampuan dalam ADLS, mengontrol gejala, dan tercapainya hasil yang diharapkan.
Klien Lansia mungkin membutuhkan perawatan tambahan di rumah, evaluasi juga
termasuk memonitor kemampuan beradaptasi dan menggunakan tehnik energi
conserving, untuk mengurangi sesak nafas, dan kecemasan yang diajarkan dalam
rehabilitasi paru. Klien Lansia membutuhkan waktu yang lama untuk mempelajari tehnik
rehabilitasi yang diajarkan. Bagaimanapun, saat pertama kali mengajar, mereka harus
mempunyai pemahaman yang baik dan mampu untuk beradaptasi dengan gaya hidup
mereka.(Leukenotte, M A, 2000 : 502)
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. PPOK adalah kelainan paru yang ditandai dengan gangguan fungsi paru berupa
memanjangnya periode ekspirasi yang disebabkan oleh adanya penyempitan
saluran nafas dan tidak banyak mengalami perubahan dalam masa observasi
beberapa waktu.PPOK terdiri dari kumpulan tiga penyakit yaitu Bronkitis kronik,
Emfisema paru dan Asma.
2. Faktor resiko dari PPOK adalah :
Merokok sigaret yang berlangsung lama, Polusi udara, Infeksi paru berulang, Umur,
Jenis kelamin, Ras, Defisiensi alfa-1 antitripsin, Defisiensi anti oksidan
3. Manifestasi klinik PPOK adalah pada Lansia, antara lain :
Batuk yang sangat produktif, purulent, dan mudah memburuk oleh iritan-iritan
inhalen, Sesak nafas, Hipoksia dan hiperkapnea, Takipnea, Dispnea yang
menetap.
4. Penatalaksanaan pada penderita PPOK :
Meniadakan faktor etiologi dan presipitasi, Membersihkan sekresi Sputum,
Memberantas infeksi, Mengatasi Bronkospasme, Pengobatan Simtomatik,
Penanganan terhadap komplikasi yang timbul, Pengobatan oksigen, Tindakan
Rehabilitasi.

B. Saran
1. Untuk Lansia
Menghindari faktor resiko :
- Anjurkan klien untuk tidak merokok
- Anjurkan klien untuk cukup istirahat
- Anjurkan klien untuk menghindari allergen
- Anjurkan klien untuk mengurangi aktifitas
- Anjurkan klien untuk mendapatkan asupan gizi yang cukup
2. Untuk keluarga
Memberikan dukungan :
- Anjurkan keluarga untuk memberi perhatian pada klien
- Anjurkan keluarga untuk memantau kondisi klien
- Anjurkan keluarga untuk menciptakan lingkungan yang kondusif
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J. Buku saku Patofisiologi. Jakarta :EGC.


Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.
Guyton, Arthur C. 1945. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Jakarta :
EGC.
Lueckenotte, A.G. 2000. Gerontologic nursing. St. Louis Mosby, INC.
Long, Barbara C. 1996. Perawatan Medikal Bedah. Bandung : Yayasan Ikatan
Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran Bandung.
Matteson, M.A and MC, Connel, E.S. 1988. Gerontological nursing : Concept
and Practice. Philadelphia : WB Sounders Company.
Price, Syna, A and Wilson, Lorraine M. 1994. Patofisiologi, Konsep Klinis proses-
proses Penyakit, edisi ke-4. Jakarta : EGC.
R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono (1999). Buku Ajar Gerlatri (Ilmu
Kesehatan usia lanjut) edisi ke-3. Jakarta : EGC.
Suddarth dan Brunner. 2002. Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8. Jakarta :
EGC.
Wood, Under J.C.E. 1996. Patologi Umum dan Sistemik. Jakarta : EGC.

You might also like