You are on page 1of 12

atar Balakang

Globalisasi telah menimbulkan pengaruh yang sangat luas dalam dimensi masyarakat.
Malcolm Waters (Tilaar: 1997) mengemukakan bahwa ada tiga dimensi proses globalisasi,
yaitu: globalisasi ekonomi, globalisasi politik, dan globalisaatar Balakang
Globalisasi telah menimbulkan pengaruh yang sangat luas dalam dimensi masyarakat.
Malcolm Waters (Tilaar: 1997) mengemukakan bahwa ada tiga dimensi proses globalisasi,
yaitu: globalisasi ekonomi, globalisasi politik, dan globalisasi budaya. Globalisasi yang
merupakan universalisasi nilai-nilai menyebabkan kearifan lokal menjadi luntur. Hal ini
menyangkut dengan moral bangsa yang juga akan terpengaruh dengan moral luar yang
tentunya akan lebih kuat mempengaruhi karena dalam globalisasi, negara-negara majulah
yang akan menguasai. Perpaduan antara gerakan moral dan gerakan politik nilai yang
menjadikan gerakan mahasiswa sebagai gerakan yang murni (genuie), unik, luas, lintas
sektoral, anti kekerasan dan kontrol sosial yang teramat sulit dikooptasi oleh kepentingan
politik kekuasaan. Isu-isu yang diangkat terdiri dari berbagai masalah secara umum, baik
masalah politik, ekonomi, sosial, budaya, lingkungan, keamanan, dan sebagainya, namun
dalam kondisi tertentu bisa menukik lebih spesifik seperti penurunan rezim diktator seperti
yang terjadi pada tahun 1966, 1998, 1999, 2001. Khusus masalah kepemimpinan nasional
maupun daerah, gerakan mahasiswa tidak berkepentingan untuk mendukung sseseorang
menjadi presiden, gubernur, bupati, dan sebagainya. Namun, siapa pun yang naik ke pucuk
pimpinan dan tidak menjalankan amanat reformasi akan senantiasa berhadapan dengan
gerakan mahasiswa.

Hariman Siregar dalam bukunya Gerakan Mahasiswa, Pilar ke-5 Demokrasi menjelaskan
ciri gerakan mahasiswa, yaitu :

Bersifat spontanitas. Partisipasi mahasiswa dalam gerakan merupakan respon


spontan atas situasi yang tidak sehat, bukan atas ideologi tertentu, melainkan atas
nilai-nilai ideal. Namun hal ini bukan berarti tidak ada pendidikan publik di kalangan
mahasiswa.
Bercorak nonstruktural. Gerakan mahasiswa tak terkendali oleh suatu organisasi
tunggal, termasuk kepemimpinan komando, melainkan bercorak organisasi cair,
dengan otonomi masing-masing berbasisi kampus sangat besar. Agenda aksi
dibicarakan secara terbuka dan diputuskan serta diorganisasikan secara kolektif.
Bukan agenda politik di luar kampus. Gerakan mahasiswa bersifat independen dari
kelompok kepentingan tertentu, tetapi tidak menutup kemungkinan ada langkah
bersama. Ini bisa terjadi lantaran sifat gerakan mahasiswa itu sendiri yang
merupakan reartikulator kepentingan rakyat atau gerakan moral.
Memiliki jaringan luas. Mengingat otonomi masin-masing kampus begitu tinggi, pola
gerakan mahasiswa terlatak pada jaringan yang dibinanya. Bentuk jaringan menjadi
salah satu ciri dari pengorganisasian gerakan mahasiswa. Jaringan yang terbentuk
biasanya luwes sehingga memudahkan untuk bermanuver serta tidak mudah untuk
dikooptasi oleh kelompok kepentingan yang bertentangan dengan gerakan moral,
termasuk pemerintah.

Pencerahan Moral
Ada realitas tak terbantahkan yang menunjuk tidak semua mahasiswa memiliki
ketersadaran dan keterlibatan dengan gerakan mahasiswa. Hal ini disebabkan mahasiswa
Indonesia terhinggapi virus pragmatisme dan apatisme. Di sisi lain, sistem pendidikan yang
berlaku cenderung mendukung tersebarnya virus pragmatisme dan apatisme karena
sepertinya hanya membentuk mahasiswa yang pintar dan terampil serta berorientasi kerja
untuk memenuhi permintaan pasar. Virus ini telah sukses menggiring mahasiswa ke sisi
tragis mahasiswa. Tragis karena virus ini telah berhasil membunuh atau setidaknya
membonsai karakter mahasiswa, yakni idealime dan daya kritis. Oleh karena itu, kita
menyaksikan mahasiswa yang terasing dari masyarakatnya, berusaha lulus cepat, namun
hanya untk mengisi barisan pencari kerja, tidak peduli dengan masalah-masalah sosial
kemasyarakatan, individualis bahkan hedonis ! Mahasiswa seperti inilah yang
disebut Hariman Siregar dengan mahasiswa mental kerupuk.
Mereka mungkin tercerahkan secara akademis / intelektual, tapi belum tercerahkan secara
moral dan secara politik. Tidak, saya tidak mengatakan mereka tidak bermoral ataupun tidak
berpolitik. Namun, moralitas tersebut pasif, tidak memiliki elan vital yang melahirkan gerak,
kalaupun mereka berpolitik, aktifitas politiknya didasari anggapan bahwa politik itu 100%
kotor, jijik, dan tidak mungkin ada politik yang bersih.
Dari sinilah dibutuhkan sebuah rekayasa sosial yang konseptual dan sistematis untuk
melakukan pencerahan moral dan politik terhadap mahasiswa sehingga mereka menyadari
tanggung jawab akademis, namun juga tanggung jawab sosial, tanggung jawab moral,
tanggung jawab politis serta tanggung jawab kesejarahan. Keseluruhan tanggung jawab
tersebut inheren dalan diri mahasiswa seiring dengan berubahnya status dan identitas
menjadi mahasiswa.
lebih dari itu, pencerahan moral dan politik ini akan menghidupkan daya kritis dan idealisme
mahasiswa dalam menyikapi berbagai kejadian serta menumbuhkan semangat perlawanan
mahasiswa atas berbagai penindasan, kesewenang-wenangan, kezaliman, pelanggaran
HAM, dan otoriteranisme kekuasaan.
Dari rahim kesadaran, daya kritis, idealisme, serta semangat perlawanan ini terlahirlah
gerakan moral mahasiswa. Gerakan ini eskalasinya akan semakin masif manakala
pencerahan moral dan politik yang dilakukan betul-betul konseptual dan sistematis sehingga
memiliki daya tularyang cepat dan dahsyat di kalangan mahasiswa.
Dalam tataran praktis, ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk melakukan akselerasi
pencerahan moral dan politik di kalangan mahasiswa. Metode -metode ini telah terbukti
cukup ampuh membangun kesadaran dan daya kritis mahasiswa pada masa lalu dan dirasa
efektif untuk sekarang. Diantaranya :
Menghidupkan kambali mimbar bebas di setiap kampus, baik tingkat universitas,
fakultas maupun jurusan,
Menggalakkan forum-forum diskusi tentang berbagai permasalahan dan isu-isu yang
berkembang di masyarakat. Forum diskusi ini bisa melakukan kajian berdasarkan
pandangan disiplin ilmu tertentu, ataupun interdisipliner yang pesertanya berasal
dari berasal dari fakultas, jurusan maupun universitas berbeda
Mengintensifkan seminar-seminar tentang gerakan moral mahasiswa
Menghidupkan pers mahasiswa sebagai sarana komunikasi, aktualialisasi dan
artikulasi gagasan-gagasan brilian serta ide-ide cerdas mahasiswa untuk mencari
solusi atas berbagai permasalahan
Optimalisasi kegiatan-kagiatan pengkaderan di organisasi-organisasi kemahasiswaan
yang diarahkan untuk mencetak kader-kader mahasiswa dan calon pemimpin bangsa
yang cerdas, terampil, moralis, religius, krediberl, peduli terhadap permasalahan
yang terjadi di sekitar serta mamiliki integritas diri yang diakui
Memperbanyak penelitian-penelitian ilmiah yang berkaitan dengan problem-
problem nyata di masyarakat
Membangun organisasi-organisasi kemahasiswaan yang layak disebut student
govermen, yang mandiri dalam menentukan sikap tanpa tekanan birokrat atau pihak
manapun

Dengan demikian, akan terbentuk generasi baru mahasiswa Indonesia yang tercerahkan,
sipa menghadapi masa depan dengan penuh optimisme, pemuda ksatria yang akan
mengukir sejarah kejayaan yang mampesona. Sungguh, sejarah sedang menunggu langkah-
langkah mahasiswa Indonesia yang spektakuler ..!
Seruan menuju pencerahan ini harus segera dikumandangankan untuk membangun singa-
singa mahasiswa yang sedang tidur.

http://dpmupi-serang.blogspot.com/2008/12/pencerahan-moral-dan-politik-
mahasiswa.html

Dalam rangka pembangunan untuk meningkatkan daya saing, diperlukan suatu


bentuk moral yang sesuai dengan pandangan hidup bangsa dan falsafah hidup timur yang
termahsyur dengan sopan santun dan keramahtamahannya. Hal yang semacam inilah yang
perlu dimiliki mahasiswa. Tetapi dalam kenyataannya sebagian mahasiswa juga telah
kehilangan moral.
Mahasiswa adalah sosok warga negara yang memiliki tanggung jawab penuh akan
dibawa kemana negeri ini dibawa berlari. Apakah menuju kebangkitan yang begitu saat ini
begitu santer digalakkan atau justru menuju keterpurukan. Analisa dari kebangkitan dan
keterpurukan di masa depan berkaitan erat dengan kondisi agen of change saat ini. Agen of
change yang dimaksud adalah para mahasiswa.
Moralitas mahasiswa merupakan unsur penting dalam proses sejauh mana
mahasiswa berperan dalam pembangunan untuk menyambut kebangkitan. Moralitas dalam
kajian ini tidak hanya berkaitan dengan salah satu nilai religi (agama Islam-akhlak) saja,
melainkan secara umum.
Untuk itu dalam mengaplikasikan nilai-nilai moral muncul pertanyaan, apa
sebenarnya moral itu, apa yang menyebabkan kemerosotan moral, bagaimanakah kondisi
kemerosotan moral mahasiswa di Indonesia saat ini, dan bagaimana cara memperbaiki dan
menjaga moral mahasiswa?
Mahasiswa sebagai generasi dimana atap bangsa akan didirikan harus memiliki
moralitas tinggi agar dapat menjadi filter bagi pengaruh buruk dari globalisasi. Oleh karena
itu, mahasiswa perlu tahu pengertian tentang moral, tahu penyebab merosotnya moral,
tahu kondisi moral saat ini, dan tahu cara memperbaiki dan menjaga moral mereka.

Pengertian Moral
Secara etimologis moral berasal dari bahasa latin mores yang memiliki arti adat
kebiasaan, akhlak atau kesusilaan yang mengandung makna tata tertib nurani yang menjadi
pembimbing tingkah laku batin dalam hidup (Poespoprodjo, 1989; BP-7, 1993; Soegito,
2002).
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (Nurudin, 2001) moral berarti ajaran baik-
buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya; akhlak,
budi pekerti, susila. Sedangkan bermoral adalah mempunyai pertimbangan baik buruk,
berakhlak baik. Menurut Immanuel Kant (Magnis Suseno, 1992), moralitas adalah hal
kenyakinan dan sikap batin dan bukan hal sekedar penyesuaian dengan aturan dari luar,
entah itu aturan hukum negara, agama atau adat-istiadat. Selanjutnya dikatakan bahwa,
kriteria mutu moral seseorang adalah hal kesetiaanya pada hatinya sendiri. Moralitas adalah
pelaksanaan kewajiban karena hormat terhadap hukum, sedangkan hukum itu sendiri
tertulis dalam hati manusia. Dengan kata lain, moralitas adalah tekad untuk mengikuti apa
yang dalam hati disadari sebagai kewajiban mutlak. Menurut Driyarkara, moral atau
kesusilaan adalah nilai yang sebenarnya bagi manusia. Dengan kata lain moral atau
kesusilaan adalah kesempurnaan sebagai manusia atau tuntunan kodrat manusia
(Driyarkara, 1966: 25).
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa moral atau kesusilaan adalah
keseluruhan norma yang mengatur tingkah laku manusia di masyarakat untuk melaksanakan
perbuatan-perbuatan yang baik dan benar.

Penyebab Merosotnya Moral


Kemerosotan moral banyak dipengaruhi oleh kondisi sosial-budaya dalam
masyarakat sekitarnya. Lingkungan sosial yang buruk adalah bentuk dari kurangnya pranata
sosial dalam mengendalikan perubahan sosial yang negatif. Seperti yang kita ketahui bahwa
sebagian besar mahasiswa adalah anak kost yang tentunya jauh dari pengawasan orang tua.
Mayoritas kost memang memiliki penjaga, atau yang disebut induk semang. Namun, ada
pula yang tidak disertai penjaga. Lingkungan seperti ini menyebabkan munculnya rasa bebas
bertindak dari mahasiswa yang kost tersebut.
Dunia malam yang mayoritas dinikmati mahasiswa menimbulkan masalah yang
begitu kompleks, seperti narkoba, alkhohol, seks bebas, hingga merembet ke kriminalitas.
Hampir setiap malam diskotik-diskotik dipenuhi pengunjung, dan sebagian besar dari
mereka adalah mahasiswa.
Pada kondisi budaya yang dapat dibilang tidak baik, para remaja mudah sekali
terpengaruh oleh hal-hal yang baru. Sebagai contoh adalah video porno. Memang
sepertinya tidak etis apabila kita menyebut video porno adalah sebuah kebudayaan. Karena
pada intinya kebudayaan adalah sesuatu karya manusia yang berguna bagi manusia. Untuk
kasus video porno ini dapat dikatakan sebagai budaya yang enyimpang.
Hal ini terjadi karena pengaruh media melalui tayangan-tayangan yang vulgar dan
cenderung untuk lebih mengarahkan konsumennya ke arah pornografi dan pornoaksi. Tidak
heran bila eksploitasi bentuk tubuh baik wanita maupun pria (terutama dari kalangan
wanita) selalu menjadi ukuran dalam segala hal. Tidak sulit saat ini untuk mendapatkan
gambar-gambar yang mempertontonkan bentuk tubuh lewat majalah atau harian porno,
menonton adegan-adegan kotor lewat VCD Porno, HP juga menjadi alat penyebar
pornoaksi, penampilan iklan yang menunjukkan kemolekan tubuh. Pelayanan seks lewat
telepon juga marak diiklankan dengan bebas dan amat vulgar.
Rusaknya moral via media juga tidak selalu berhubungan dengan pornografi dan
pornoaksi, tetapi juga berupa program yang menunjukan sarkasme dan kriminalisme. Secara
tidak langsung, tayangan ini terinternalisasi ke dalam diri penontonnya. Sebagai contoh dari
akibat dari hal ini adalah kasus perkelahian mahasiswa yang kerap terjadi. Penyebab
umumnya adalah karena hubungan percintaan dan minuman keras.
Secara garis besar, penyebab dari rusaknya moral generasi muda intelektual adalah
sebagai berikut: Tidak adanya pengawasan langsung dari pihak yang tepat. Lingkungan
sosial-budaya yang tidak sehat. Tayangan media massa yang tidak baik, kurangnya
pendidikan mengenai moral hinga tidak adanya kesadaran dari para mahasiswa untuk
memiliki ketahanan diri sebagai filter dari hal-hal yang negatif.

Demoralisasi Mahasiswa Saat Ini


Era modern ditandai dengan berbagai macam perubahan dalam masyarakat.
Perubahan ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: perkembangan ilmu pengetahuan
dan tekhnologi (iptek), mental manusia, teknik dan penggunaannya dalam masyarakat,
komunikasi dan transportasi, urbanisasi, perubahan-perubahan pertambahan harapan dan
tuntutan manusia . Semuanya ini mempunyai pengaruh bersama dan mempunyai akibat
bersama dalam masyarakat, dan inilah yang kemudian menimbulkan perubahan
masyarakat.
Perubahan ini sampai mengarah kepada perubahan mentalitas (moral). Khususnya,
di kalangan generasi muda (dalam hal ini mahasiswa) telah terlihat adanya pergeseran nilai
dan kecendrungan-kecendrungan pada aspek tertentu. Sangat disayangkan, era modern
hanya ditandai dengan gaya hidup yang serba hedonistis (keduniawian) dan budaya glamour
(just for having fun). Perilaku moral generasi muda telah melampaui batas-batas norma.
Potret buram generasi muda hari ini: mabuk-mabukkan, berlagak preman (premanisme),
penganut seks bebas (free sex), tawuran antar pelajar, terlibat narkoba, dan lain sebagainya.
Kondisi inilah yang disebut demoralisasi, yaitu proses kehancuran moral generasi muda.
Akhir-akhir ini permasalahan seks bebas di kalangan mahasiswa semakin
memprihatinkan, terutama yang kurang baik taraf penanaman keimanan dan
ketaqwaannya. Beberapa kasus video porno pasangan mahasiswa yang merebak di internet
membuktikan bahwa moral adalah sebuah hal yang tidak cukup penting untuk dipahami dan
dilaksanakan oleh sebagian mahasiswa.
Kemudian kasus pencurian telepon genggam oleh mahasiswa yang ketika ditanya, ia
mengaku butuh uang untuk membeli narkoba. Kemudian kasus lainnya beberapa
mahasiswa di salah satu universitas negeri di Semarang tertangkap basah sedang mesum di
lingkungan kampus. Dan banyak contoh kasus lain perilaku amoral mahasiswa yang kerap
terjadi di Indonesia ini.
Sebuah kasus yang menunjukan begitu rentannya pelajar dan mahasiswa mengalami
kerusakan moral adalah di Yogyakarta yang dikenal sebagai kota pelajar. Sebuah penelitian
menyebutkan bahwa sekitar 80% mahasiswi di sana telah kehilangan keperawanan. Dari hal
ini, kita mengetahui bahwa hampir tidak dapat dipisahkan antara kaum muda intelek
dengan pergaulan bebas.
Kondisi ini juga berimbas terhadap down-nya mental generasi muda. Gejalanya bisa
dilihat dari pesimisme generasi muda baik dalam mengeluarkan ide/gagasan ataupun dalam
menyikapi perkembangan. Tidak jarang ditemukan mahasiswa yang minder sendiri karena
ketidakmampuannya mengoperasikan teknologi informasi, seperti: komputer ataupun
internet atau juga mahasiswa yang terganggu mentalitas kejiwaannya karena tidak sanggup
berhadapan dengan kompleksitas persoalan hidup.
Telah terjadi pergeseran nilai hidup dari sebagian mahasiswa dari menuntut ilmu dan
berkarya ke menikmati hidup dan menikmati karya. Dengan kata lain kurangnya internalisasi
Tri Dharma Perguruan Tinggi di kalangan mahasiswa. Imbasnya, mahasiswa lebih suka
berdemo menuntut pemerintah membatalkan kebijakan yang dianggap merugikan
masyarakat daripada berkarya untuk mengatasi tantangan yang dapat berguna bagi rakyat.
Seharusnya mahasiswa yang kreatif dan bermoral tinggi memiliki kepekaan yang lebih
berupa tindakan nyata dan langsung sebagai bentuk pengabdian kepada masyarakat.
Demonstrasi yang akhir-akhhir ini kerap terjadi hampir selalu berakhir dengan
bentrokan. Bentrokan juga merupakan suatu bentuk dari tindakan amoral karena bertujuan
untuk menyakiti musuhnya. Di lain waktu juga terlihat amoralitas mahasiswa dimana
mahasiswa tidak memiliki rasa hormat terhadap orang lain ketika membakar foto Presiden.
Ini adalah potret buram betapa negeri ini masih perlu untuk belajar berdemokrasi
dengan bijak. Tidak semata-mata atas nama hak asasi manusia setiap orang boleh
melakukan apa saja yang ia ingin ia lakukan. Nilai-nilai Pancasila yang luhur merupakan
ajaran moral yang mendasar dalam seluruh aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.
Tetapi pada kenyataannya saat ini Pancasila justru banyak dipertanyakan relevansinya
dalam era moderenitas-globalisasi.
Pada hakikatnya ajaran moral Pancasila meliputi segala bidang, dari agama, sosial-
budaya, politik, hankam, pendidikan serta ekonomi. Namun, jauhnya relasi antara warga
dengan Pancasila ini telah menimbulkan masalah moral yang juga begitu kompleks di segala
bidang. Dalam hal ini, yang penulis soroti adalah bidang pendidikan. Kondisi pendidikan kita
saat ini jauh dari upaya untuk menjaga atau memperbaiki moral. Di dunia sekolah pada
kurikulum 1984, terdapat mata pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP) yang memiliki
esensi sebagai peljaran moral yang berdasar Pancasila. Namun, pada kurikulum 1994
pelajaran ini dihapuskan dan diganti dengan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
(PPKn) dengan maksud untuk menumbuhkan rasa cinta tanah air, sementara itu pendidikan
tentang moral masuk ke dalam Pendidikan Agama yang pada penerapannya lebih pada
kehidupan beragama itu sendiri. Dan setelah itu, pada kurikulum 2004 PPKn juga diganti
dengan Pendidikan Kewarganegaraan saja tanpa Pancasila. Secara otomatis nilai-nilai moral
yang ada dalam Pancasila tidak lagi dipelajari dan ditanamkan pada diri siswa.
Di dunia perguruan tinggi moral bahkan tidak pernah disosialisasikan kepada
mahasiswa secara formal atau masuk ke dalam mata kuliah secara khusus. Moral
tersubstansi dalam MPK yaitu mata kuliah pengembangan kepribadian meliputi Pendidikan
Pancasila, Pendidikan Kewarganegaraan dan Pendidikan Agama. Hal ini cenderung membuat
mahasiswa kurang memahami pentingnya moral dalam kehidupan akademis mereka
maupun sebagai aplikasi di masyarakat kelak

Solusi
Kompleksitas demoralisasi mahasiswa saat ini memang memerlukan solusi yang
tepat agar kelestarian moral yang ada pada mahasiswa dapat terjaga. Mahasiswa adalah
agen pembangunan dan moral adalah perawat dari agen tersebut. Rusaknya moral butuh
penanganan dari berbagai aspek, meliputi sosial-budaya, agama, pendidikan, serta politik
dan hukum.
Pada aspek sosial-budaya dibutuhkan perbaikan kondisi sosial dan penyaringan
budaya (culture filtering) dalam lingkungan mahasiswa. Perbaikan tersebut dapat berupa
penataan sistem sosial dimana masing-masing komponennya berfungsi secara positif. Dan
bentuk culture filtering adalah berupa sosialisasi dan internalisasi kearifan lokal yang
berfungsi positif dalam proses akulturasi kebudayaan.
Di bidang keagamaan, agama memiliki kearifan yang luhur dalam urusan moral.
Masing-masing agama memiliki karakteristik yang berbeda, tetapi pada akhirnya bertujuan
untuk mengatur manusia agar tetap dalam jalan yang benar.
Dunia pendidikan adalah tempat dimana mahasiswa berkecimpung. Hakikat
pendidikan adalah membentuk manusia seutuhnya. Seutuhnya berarti tidak berperilaku
seperti binatang, dengan kata lain berperilaku sesuai akal pikiran dan hati nurani.
Berperilaku sesuai dengan akal, pikiran dan hati nurani berarti berdasarkan nilai-nilai moral.
Diperlukan pendidikan moral yang secara khusus merujuk pada soft skill mahasiswa sebagai
dasar berperilaku akademis
Politik dan hukum menyangkut kebijakan penguasa atau pemerintah. Pemerintah
seharusnya berperan aktif dalam upaya perbaikan moral. Peran aktif tersebut dapat berupa
program-program penyuluhan atau bimbingan. Lalu hukum yang tegas dan adil harus
ditegakan untuk memberikan efek takut bagi yang belum melanggar dan efek jera bagi yang
sudah dihukum.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan dasar solusi dalam upaya perbaikan moral.
Solusi-solusi tersebut yaitu:
Kualitas keimanan. Sebagai umat beragama, mahasiswa harus memiliki keimanan yang
teguh sebagai pegangan dalam berperilaku yang positif. Karena setiap agama pasti memiliki
nilai-nilai moral yang luhur dan arif.
Kualitas keilmuan. Mahasiswa di negeri ini harus memiliki intelegensi agar tidak mudah
dibodohi oleh kebudayaan asing yang buruk. Selain itu agar mahasiswa memiliki
kemampuan yang prima tekait bidang teknologi dan informasi. Dengan itu secara otomatis
akan memunculkan kondisi moral yang baik pula.
Kualitas keamalan. Mahasiswa harus memiliki etos kerja yang tinggi. Yang juga akan
menjauhkan mereka dari kegiatan yang kurang bermanfaat.

Moral yang merupakan keseluruhan norma yang mengatur tingkah laku sudah mulai
tidak lagi digunakan sebagai penunjuk jalan berperilaku, terutama bagi mahasiswa yang
merupakan agen pembangunan. Demoralisasi kaum akademik ini sangat berpengaruh
terhadap kualitas sumber daya manusia baik untuk saat ini maupun untuk masa depan
kelak. Secara umum bentuk dari perilaku amoral mahasiswa adalah seks bebas, minuman
keras, narkoba, perkelahian atau juga tawuran, kriminalitas dan lain-lain. Semua hal
tersebut ditandai dengan budaya hura-hura, mengutamakan duniawi dan konsep just for
having fun.
Implementasi solusi yang tepat untuk mengatasi demoralisasi mahasiswa adalah
berupa penanaman nilai-nilai keagamaan sehingga menumbuhkan keimanan pada masing-
masing agamanya, pembekalan ilmu yang cukup sebagai referensi dalam bertindak, dan
yang terakhir adala pengamalan mahasiswa yang memiliki ethos kerja tinggi dalam rangka
berkarya untuk masyarakat.

si budaya. Globalisasi yang merupakan universalisasi nilai-nilai menyebabkan kearifan lokal


menjadi luntur. Hal ini menyangkut dengan moral bangsa yang juga akan terpengaruh
dengan moral luar yang tentunya akan lebih kuat mempengaruhi karena dalam globalisasi,
negara-negara majulah yang akan menguasai.
Dalam rangka pembangunan untuk meningkatkan daya saing, diperlukan suatu
bentuk moral yang sesuai dengan pandangan hidup bangsa dan falsafah hidup timur yang
termahsyur dengan sopan santun dan keramahtamahannya. Hal yang semacam inilah yang
perlu dimiliki mahasiswa. Tetapi dalam kenyataannya sebagian mahasiswa juga telah
kehilangan moral.
Mahasiswa adalah sosok warga negara yang memiliki tanggung jawab penuh akan
dibawa kemana negeri ini dibawa berlari. Apakah menuju kebangkitan yang begitu saat ini
begitu santer digalakkan atau justru menuju keterpurukan. Analisa dari kebangkitan dan
keterpurukan di masa depan berkaitan erat dengan kondisi agen of change saat ini. Agen of
change yang dimaksud adalah para mahasiswa.

Moralitas mahasiswa merupakan unsur penting dalam proses sejauh mana


mahasiswa berperan dalam pembangunan untuk menyambut kebangkitan. Moralitas dalam
kajian ini tidak hanya berkaitan dengan salah satu nilai religi (agama Islam-akhlak) saja,
melainkan secara umum.
Untuk itu dalam mengaplikasikan nilai-nilai moral muncul pertanyaan, apa
sebenarnya moral itu, apa yang menyebabkan kemerosotan moral, bagaimanakah kondisi
kemerosotan moral mahasiswa di Indonesia saat ini, dan bagaimana cara memperbaiki dan
menjaga moral mahasiswa?
Mahasiswa sebagai generasi dimana atap bangsa akan didirikan harus memiliki
moralitas tinggi agar dapat menjadi filter bagi pengaruh buruk dari globalisasi. Oleh karena
itu, mahasiswa perlu tahu pengertian tentang moral, tahu penyebab merosotnya moral,
tahu kondisi moral saat ini, dan tahu cara memperbaiki dan menjaga moral mereka.

Pengertian Moral
Secara etimologis moral berasal dari bahasa latin mores yang memiliki arti adat
kebiasaan, akhlak atau kesusilaan yang mengandung makna tata tertib nurani yang menjadi
pembimbing tingkah laku batin dalam hidup (Poespoprodjo, 1989; BP-7, 1993; Soegito,
2002).
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (Nurudin, 2001) moral berarti ajaran baik-
buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya; akhlak,
budi pekerti, susila. Sedangkan bermoral adalah mempunyai pertimbangan baik buruk,
berakhlak baik. Menurut Immanuel Kant (Magnis Suseno, 1992), moralitas adalah hal
kenyakinan dan sikap batin dan bukan hal sekedar penyesuaian dengan aturan dari luar,
entah itu aturan hukum negara, agama atau adat-istiadat. Selanjutnya dikatakan bahwa,
kriteria mutu moral seseorang adalah hal kesetiaanya pada hatinya sendiri. Moralitas adalah
pelaksanaan kewajiban karena hormat terhadap hukum, sedangkan hukum itu sendiri
tertulis dalam hati manusia. Dengan kata lain, moralitas adalah tekad untuk mengikuti apa
yang dalam hati disadari sebagai kewajiban mutlak. Menurut Driyarkara, moral atau
kesusilaan adalah nilai yang sebenarnya bagi manusia. Dengan kata lain moral atau
kesusilaan adalah kesempurnaan sebagai manusia atau tuntunan kodrat manusia
(Driyarkara, 1966: 25).
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa moral atau kesusilaan adalah
keseluruhan norma yang mengatur tingkah laku manusia di masyarakat untuk melaksanakan
perbuatan-perbuatan yang baik dan benar.

Penyebab Merosotnya Moral


Kemerosotan moral banyak dipengaruhi oleh kondisi sosial-budaya dalam
masyarakat sekitarnya. Lingkungan sosial yang buruk adalah bentuk dari kurangnya pranata
sosial dalam mengendalikan perubahan sosial yang negatif. Seperti yang kita ketahui bahwa
sebagian besar mahasiswa adalah anak kost yang tentunya jauh dari pengawasan orang tua.
Mayoritas kost memang memiliki penjaga, atau yang disebut induk semang. Namun, ada
pula yang tidak disertai penjaga. Lingkungan seperti ini menyebabkan munculnya rasa bebas
bertindak dari mahasiswa yang kost tersebut.
Dunia malam yang mayoritas dinikmati mahasiswa menimbulkan masalah yang
begitu kompleks, seperti narkoba, alkhohol, seks bebas, hingga merembet ke kriminalitas.
Hampir setiap malam diskotik-diskotik dipenuhi pengunjung, dan sebagian besar dari
mereka adalah mahasiswa.
Pada kondisi budaya yang dapat dibilang tidak baik, para remaja mudah sekali
terpengaruh oleh hal-hal yang baru. Sebagai contoh adalah video porno. Memang
sepertinya tidak etis apabila kita menyebut video porno adalah sebuah kebudayaan. Karena
pada intinya kebudayaan adalah sesuatu karya manusia yang berguna bagi manusia. Untuk
kasus video porno ini dapat dikatakan sebagai budaya yang enyimpang.
Hal ini terjadi karena pengaruh media melalui tayangan-tayangan yang vulgar dan
cenderung untuk lebih mengarahkan konsumennya ke arah pornografi dan pornoaksi. Tidak
heran bila eksploitasi bentuk tubuh baik wanita maupun pria (terutama dari kalangan
wanita) selalu menjadi ukuran dalam segala hal. Tidak sulit saat ini untuk mendapatkan
gambar-gambar yang mempertontonkan bentuk tubuh lewat majalah atau harian porno,
menonton adegan-adegan kotor lewat VCD Porno, HP juga menjadi alat penyebar
pornoaksi, penampilan iklan yang menunjukkan kemolekan tubuh. Pelayanan seks lewat
telepon juga marak diiklankan dengan bebas dan amat vulgar.
Rusaknya moral via media juga tidak selalu berhubungan dengan pornografi dan
pornoaksi, tetapi juga berupa program yang menunjukan sarkasme dan kriminalisme. Secara
tidak langsung, tayangan ini terinternalisasi ke dalam diri penontonnya. Sebagai contoh dari
akibat dari hal ini adalah kasus perkelahian mahasiswa yang kerap terjadi. Penyebab
umumnya adalah karena hubungan percintaan dan minuman keras.
Secara garis besar, penyebab dari rusaknya moral generasi muda intelektual adalah
sebagai berikut: Tidak adanya pengawasan langsung dari pihak yang tepat. Lingkungan
sosial-budaya yang tidak sehat. Tayangan media massa yang tidak baik, kurangnya
pendidikan mengenai moral hinga tidak adanya kesadaran dari para mahasiswa untuk
memiliki ketahanan diri sebagai filter dari hal-hal yang negatif.
Demoralisasi Mahasiswa Saat Ini
Era modern ditandai dengan berbagai macam perubahan dalam masyarakat.
Perubahan ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: perkembangan ilmu pengetahuan
dan tekhnologi (iptek), mental manusia, teknik dan penggunaannya dalam masyarakat,
komunikasi dan transportasi, urbanisasi, perubahan-perubahan pertambahan harapan dan
tuntutan manusia . Semuanya ini mempunyai pengaruh bersama dan mempunyai akibat
bersama dalam masyarakat, dan inilah yang kemudian menimbulkan perubahan
masyarakat.
Perubahan ini sampai mengarah kepada perubahan mentalitas (moral). Khususnya,
di kalangan generasi muda (dalam hal ini mahasiswa) telah terlihat adanya pergeseran nilai
dan kecendrungan-kecendrungan pada aspek tertentu. Sangat disayangkan, era modern
hanya ditandai dengan gaya hidup yang serba hedonistis (keduniawian) dan budaya glamour
(just for having fun). Perilaku moral generasi muda telah melampaui batas-batas norma.
Potret buram generasi muda hari ini: mabuk-mabukkan, berlagak preman (premanisme),
penganut seks bebas (free sex), tawuran antar pelajar, terlibat narkoba, dan lain sebagainya.
Kondisi inilah yang disebut demoralisasi, yaitu proses kehancuran moral generasi muda.
Akhir-akhir ini permasalahan seks bebas di kalangan mahasiswa semakin
memprihatinkan, terutama yang kurang baik taraf penanaman keimanan dan
ketaqwaannya. Beberapa kasus video porno pasangan mahasiswa yang merebak di internet
membuktikan bahwa moral adalah sebuah hal yang tidak cukup penting untuk dipahami dan
dilaksanakan oleh sebagian mahasiswa.
Kemudian kasus pencurian telepon genggam oleh mahasiswa yang ketika ditanya, ia
mengaku butuh uang untuk membeli narkoba. Kemudian kasus lainnya beberapa
mahasiswa di salah satu universitas negeri di Semarang tertangkap basah sedang mesum di
lingkungan kampus. Dan banyak contoh kasus lain perilaku amoral mahasiswa yang kerap
terjadi di Indonesia ini.
Sebuah kasus yang menunjukan begitu rentannya pelajar dan mahasiswa mengalami
kerusakan moral adalah di Yogyakarta yang dikenal sebagai kota pelajar. Sebuah penelitian
menyebutkan bahwa sekitar 80% mahasiswi di sana telah kehilangan keperawanan. Dari hal
ini, kita mengetahui bahwa hampir tidak dapat dipisahkan antara kaum muda intelek
dengan pergaulan bebas.
Kondisi ini juga berimbas terhadap down-nya mental generasi muda. Gejalanya bisa
dilihat dari pesimisme generasi muda baik dalam mengeluarkan ide/gagasan ataupun dalam
menyikapi perkembangan. Tidak jarang ditemukan mahasiswa yang minder sendiri karena
ketidakmampuannya mengoperasikan teknologi informasi, seperti: komputer ataupun
internet atau juga mahasiswa yang terganggu mentalitas kejiwaannya karena tidak sanggup
berhadapan dengan kompleksitas persoalan hidup.
Telah terjadi pergeseran nilai hidup dari sebagian mahasiswa dari menuntut ilmu dan
berkarya ke menikmati hidup dan menikmati karya. Dengan kata lain kurangnya internalisasi
Tri Dharma Perguruan Tinggi di kalangan mahasiswa. Imbasnya, mahasiswa lebih suka
berdemo menuntut pemerintah membatalkan kebijakan yang dianggap merugikan
masyarakat daripada berkarya untuk mengatasi tantangan yang dapat berguna bagi rakyat.
Seharusnya mahasiswa yang kreatif dan bermoral tinggi memiliki kepekaan yang lebih
berupa tindakan nyata dan langsung sebagai bentuk pengabdian kepada masyarakat.
Demonstrasi yang akhir-akhhir ini kerap terjadi hampir selalu berakhir dengan
bentrokan. Bentrokan juga merupakan suatu bentuk dari tindakan amoral karena bertujuan
untuk menyakiti musuhnya. Di lain waktu juga terlihat amoralitas mahasiswa dimana
mahasiswa tidak memiliki rasa hormat terhadap orang lain ketika membakar foto Presiden.
Ini adalah potret buram betapa negeri ini masih perlu untuk belajar berdemokrasi
dengan bijak. Tidak semata-mata atas nama hak asasi manusia setiap orang boleh
melakukan apa saja yang ia ingin ia lakukan. Nilai-nilai Pancasila yang luhur merupakan
ajaran moral yang mendasar dalam seluruh aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.
Tetapi pada kenyataannya saat ini Pancasila justru banyak dipertanyakan relevansinya
dalam era moderenitas-globalisasi.
Pada hakikatnya ajaran moral Pancasila meliputi segala bidang, dari agama, sosial-
budaya, politik, hankam, pendidikan serta ekonomi. Namun, jauhnya relasi antara warga
dengan Pancasila ini telah menimbulkan masalah moral yang juga begitu kompleks di segala
bidang. Dalam hal ini, yang penulis soroti adalah bidang pendidikan. Kondisi pendidikan kita
saat ini jauh dari upaya untuk menjaga atau memperbaiki moral. Di dunia sekolah pada
kurikulum 1984, terdapat mata pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP) yang memiliki
esensi sebagai peljaran moral yang berdasar Pancasila. Namun, pada kurikulum 1994
pelajaran ini dihapuskan dan diganti dengan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
(PPKn) dengan maksud untuk menumbuhkan rasa cinta tanah air, sementara itu pendidikan
tentang moral masuk ke dalam Pendidikan Agama yang pada penerapannya lebih pada
kehidupan beragama itu sendiri. Dan setelah itu, pada kurikulum 2004 PPKn juga diganti
dengan Pendidikan Kewarganegaraan saja tanpa Pancasila. Secara otomatis nilai-nilai moral
yang ada dalam Pancasila tidak lagi dipelajari dan ditanamkan pada diri siswa.
Di dunia perguruan tinggi moral bahkan tidak pernah disosialisasikan kepada
mahasiswa secara formal atau masuk ke dalam mata kuliah secara khusus. Moral
tersubstansi dalam MPK yaitu mata kuliah pengembangan kepribadian meliputi Pendidikan
Pancasila, Pendidikan Kewarganegaraan dan Pendidikan Agama. Hal ini cenderung membuat
mahasiswa kurang memahami pentingnya moral dalam kehidupan akademis mereka
maupun sebagai aplikasi di masyarakat kelak

Solusi
Kompleksitas demoralisasi mahasiswa saat ini memang memerlukan solusi yang
tepat agar kelestarian moral yang ada pada mahasiswa dapat terjaga. Mahasiswa adalah
agen pembangunan dan moral adalah perawat dari agen tersebut. Rusaknya moral butuh
penanganan dari berbagai aspek, meliputi sosial-budaya, agama, pendidikan, serta politik
dan hukum.
Pada aspek sosial-budaya dibutuhkan perbaikan kondisi sosial dan penyaringan
budaya (culture filtering) dalam lingkungan mahasiswa. Perbaikan tersebut dapat berupa
penataan sistem sosial dimana masing-masing komponennya berfungsi secara positif. Dan
bentuk culture filtering adalah berupa sosialisasi dan internalisasi kearifan lokal yang
berfungsi positif dalam proses akulturasi kebudayaan.
Di bidang keagamaan, agama memiliki kearifan yang luhur dalam urusan moral.
Masing-masing agama memiliki karakteristik yang berbeda, tetapi pada akhirnya bertujuan
untuk mengatur manusia agar tetap dalam jalan yang benar.
Dunia pendidikan adalah tempat dimana mahasiswa berkecimpung. Hakikat
pendidikan adalah membentuk manusia seutuhnya. Seutuhnya berarti tidak berperilaku
seperti binatang, dengan kata lain berperilaku sesuai akal pikiran dan hati nurani.
Berperilaku sesuai dengan akal, pikiran dan hati nurani berarti berdasarkan nilai-nilai moral.
Diperlukan pendidikan moral yang secara khusus merujuk pada soft skill mahasiswa sebagai
dasar berperilaku akademis
Politik dan hukum menyangkut kebijakan penguasa atau pemerintah. Pemerintah
seharusnya berperan aktif dalam upaya perbaikan moral. Peran aktif tersebut dapat berupa
program-program penyuluhan atau bimbingan. Lalu hukum yang tegas dan adil harus
ditegakan untuk memberikan efek takut bagi yang belum melanggar dan efek jera bagi yang
sudah dihukum.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan dasar solusi dalam upaya perbaikan moral.
Solusi-solusi tersebut yaitu:
Kualitas keimanan. Sebagai umat beragama, mahasiswa harus memiliki keimanan yang
teguh sebagai pegangan dalam berperilaku yang positif. Karena setiap agama pasti memiliki
nilai-nilai moral yang luhur dan arif.
Kualitas keilmuan. Mahasiswa di negeri ini harus memiliki intelegensi agar tidak mudah
dibodohi oleh kebudayaan asing yang buruk. Selain itu agar mahasiswa memiliki
kemampuan yang prima tekait bidang teknologi dan informasi. Dengan itu secara otomatis
akan memunculkan kondisi moral yang baik pula.
Kualitas keamalan. Mahasiswa harus memiliki etos kerja yang tinggi. Yang juga akan
menjauhkan mereka dari kegiatan yang kurang bermanfaat.

Moral yang merupakan keseluruhan norma yang mengatur tingkah laku sudah mulai
tidak lagi digunakan sebagai penunjuk jalan berperilaku, terutama bagi mahasiswa yang
merupakan agen pembangunan. Demoralisasi kaum akademik ini sangat berpengaruh
terhadap kualitas sumber daya manusia baik untuk saat ini maupun untuk masa depan
kelak. Secara umum bentuk dari perilaku amoral mahasiswa adalah seks bebas, minuman
keras, narkoba, perkelahian atau juga tawuran, kriminalitas dan lain-lain. Semua hal
tersebut ditandai dengan budaya hura-hura, mengutamakan duniawi dan konsep just for
having fun.
Implementasi solusi yang tepat untuk mengatasi demoralisasi mahasiswa adalah
berupa penanaman nilai-nilai keagamaan sehingga menumbuhkan keimanan pada masing-
masing agamanya, pembekalan ilmu yang cukup sebagai referensi dalam bertindak, dan
yang terakhir adala pengamalan mahasiswa yang memiliki ethos kerja tinggi dalam rangka
berkarya untuk masyarakat.

You might also like