Professional Documents
Culture Documents
Globalisasi telah menimbulkan pengaruh yang sangat luas dalam dimensi masyarakat.
Malcolm Waters (Tilaar: 1997) mengemukakan bahwa ada tiga dimensi proses globalisasi,
yaitu: globalisasi ekonomi, globalisasi politik, dan globalisaatar Balakang
Globalisasi telah menimbulkan pengaruh yang sangat luas dalam dimensi masyarakat.
Malcolm Waters (Tilaar: 1997) mengemukakan bahwa ada tiga dimensi proses globalisasi,
yaitu: globalisasi ekonomi, globalisasi politik, dan globalisasi budaya. Globalisasi yang
merupakan universalisasi nilai-nilai menyebabkan kearifan lokal menjadi luntur. Hal ini
menyangkut dengan moral bangsa yang juga akan terpengaruh dengan moral luar yang
tentunya akan lebih kuat mempengaruhi karena dalam globalisasi, negara-negara majulah
yang akan menguasai. Perpaduan antara gerakan moral dan gerakan politik nilai yang
menjadikan gerakan mahasiswa sebagai gerakan yang murni (genuie), unik, luas, lintas
sektoral, anti kekerasan dan kontrol sosial yang teramat sulit dikooptasi oleh kepentingan
politik kekuasaan. Isu-isu yang diangkat terdiri dari berbagai masalah secara umum, baik
masalah politik, ekonomi, sosial, budaya, lingkungan, keamanan, dan sebagainya, namun
dalam kondisi tertentu bisa menukik lebih spesifik seperti penurunan rezim diktator seperti
yang terjadi pada tahun 1966, 1998, 1999, 2001. Khusus masalah kepemimpinan nasional
maupun daerah, gerakan mahasiswa tidak berkepentingan untuk mendukung sseseorang
menjadi presiden, gubernur, bupati, dan sebagainya. Namun, siapa pun yang naik ke pucuk
pimpinan dan tidak menjalankan amanat reformasi akan senantiasa berhadapan dengan
gerakan mahasiswa.
Hariman Siregar dalam bukunya Gerakan Mahasiswa, Pilar ke-5 Demokrasi menjelaskan
ciri gerakan mahasiswa, yaitu :
Pencerahan Moral
Ada realitas tak terbantahkan yang menunjuk tidak semua mahasiswa memiliki
ketersadaran dan keterlibatan dengan gerakan mahasiswa. Hal ini disebabkan mahasiswa
Indonesia terhinggapi virus pragmatisme dan apatisme. Di sisi lain, sistem pendidikan yang
berlaku cenderung mendukung tersebarnya virus pragmatisme dan apatisme karena
sepertinya hanya membentuk mahasiswa yang pintar dan terampil serta berorientasi kerja
untuk memenuhi permintaan pasar. Virus ini telah sukses menggiring mahasiswa ke sisi
tragis mahasiswa. Tragis karena virus ini telah berhasil membunuh atau setidaknya
membonsai karakter mahasiswa, yakni idealime dan daya kritis. Oleh karena itu, kita
menyaksikan mahasiswa yang terasing dari masyarakatnya, berusaha lulus cepat, namun
hanya untk mengisi barisan pencari kerja, tidak peduli dengan masalah-masalah sosial
kemasyarakatan, individualis bahkan hedonis ! Mahasiswa seperti inilah yang
disebut Hariman Siregar dengan mahasiswa mental kerupuk.
Mereka mungkin tercerahkan secara akademis / intelektual, tapi belum tercerahkan secara
moral dan secara politik. Tidak, saya tidak mengatakan mereka tidak bermoral ataupun tidak
berpolitik. Namun, moralitas tersebut pasif, tidak memiliki elan vital yang melahirkan gerak,
kalaupun mereka berpolitik, aktifitas politiknya didasari anggapan bahwa politik itu 100%
kotor, jijik, dan tidak mungkin ada politik yang bersih.
Dari sinilah dibutuhkan sebuah rekayasa sosial yang konseptual dan sistematis untuk
melakukan pencerahan moral dan politik terhadap mahasiswa sehingga mereka menyadari
tanggung jawab akademis, namun juga tanggung jawab sosial, tanggung jawab moral,
tanggung jawab politis serta tanggung jawab kesejarahan. Keseluruhan tanggung jawab
tersebut inheren dalan diri mahasiswa seiring dengan berubahnya status dan identitas
menjadi mahasiswa.
lebih dari itu, pencerahan moral dan politik ini akan menghidupkan daya kritis dan idealisme
mahasiswa dalam menyikapi berbagai kejadian serta menumbuhkan semangat perlawanan
mahasiswa atas berbagai penindasan, kesewenang-wenangan, kezaliman, pelanggaran
HAM, dan otoriteranisme kekuasaan.
Dari rahim kesadaran, daya kritis, idealisme, serta semangat perlawanan ini terlahirlah
gerakan moral mahasiswa. Gerakan ini eskalasinya akan semakin masif manakala
pencerahan moral dan politik yang dilakukan betul-betul konseptual dan sistematis sehingga
memiliki daya tularyang cepat dan dahsyat di kalangan mahasiswa.
Dalam tataran praktis, ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk melakukan akselerasi
pencerahan moral dan politik di kalangan mahasiswa. Metode -metode ini telah terbukti
cukup ampuh membangun kesadaran dan daya kritis mahasiswa pada masa lalu dan dirasa
efektif untuk sekarang. Diantaranya :
Menghidupkan kambali mimbar bebas di setiap kampus, baik tingkat universitas,
fakultas maupun jurusan,
Menggalakkan forum-forum diskusi tentang berbagai permasalahan dan isu-isu yang
berkembang di masyarakat. Forum diskusi ini bisa melakukan kajian berdasarkan
pandangan disiplin ilmu tertentu, ataupun interdisipliner yang pesertanya berasal
dari berasal dari fakultas, jurusan maupun universitas berbeda
Mengintensifkan seminar-seminar tentang gerakan moral mahasiswa
Menghidupkan pers mahasiswa sebagai sarana komunikasi, aktualialisasi dan
artikulasi gagasan-gagasan brilian serta ide-ide cerdas mahasiswa untuk mencari
solusi atas berbagai permasalahan
Optimalisasi kegiatan-kagiatan pengkaderan di organisasi-organisasi kemahasiswaan
yang diarahkan untuk mencetak kader-kader mahasiswa dan calon pemimpin bangsa
yang cerdas, terampil, moralis, religius, krediberl, peduli terhadap permasalahan
yang terjadi di sekitar serta mamiliki integritas diri yang diakui
Memperbanyak penelitian-penelitian ilmiah yang berkaitan dengan problem-
problem nyata di masyarakat
Membangun organisasi-organisasi kemahasiswaan yang layak disebut student
govermen, yang mandiri dalam menentukan sikap tanpa tekanan birokrat atau pihak
manapun
Dengan demikian, akan terbentuk generasi baru mahasiswa Indonesia yang tercerahkan,
sipa menghadapi masa depan dengan penuh optimisme, pemuda ksatria yang akan
mengukir sejarah kejayaan yang mampesona. Sungguh, sejarah sedang menunggu langkah-
langkah mahasiswa Indonesia yang spektakuler ..!
Seruan menuju pencerahan ini harus segera dikumandangankan untuk membangun singa-
singa mahasiswa yang sedang tidur.
http://dpmupi-serang.blogspot.com/2008/12/pencerahan-moral-dan-politik-
mahasiswa.html
Pengertian Moral
Secara etimologis moral berasal dari bahasa latin mores yang memiliki arti adat
kebiasaan, akhlak atau kesusilaan yang mengandung makna tata tertib nurani yang menjadi
pembimbing tingkah laku batin dalam hidup (Poespoprodjo, 1989; BP-7, 1993; Soegito,
2002).
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (Nurudin, 2001) moral berarti ajaran baik-
buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya; akhlak,
budi pekerti, susila. Sedangkan bermoral adalah mempunyai pertimbangan baik buruk,
berakhlak baik. Menurut Immanuel Kant (Magnis Suseno, 1992), moralitas adalah hal
kenyakinan dan sikap batin dan bukan hal sekedar penyesuaian dengan aturan dari luar,
entah itu aturan hukum negara, agama atau adat-istiadat. Selanjutnya dikatakan bahwa,
kriteria mutu moral seseorang adalah hal kesetiaanya pada hatinya sendiri. Moralitas adalah
pelaksanaan kewajiban karena hormat terhadap hukum, sedangkan hukum itu sendiri
tertulis dalam hati manusia. Dengan kata lain, moralitas adalah tekad untuk mengikuti apa
yang dalam hati disadari sebagai kewajiban mutlak. Menurut Driyarkara, moral atau
kesusilaan adalah nilai yang sebenarnya bagi manusia. Dengan kata lain moral atau
kesusilaan adalah kesempurnaan sebagai manusia atau tuntunan kodrat manusia
(Driyarkara, 1966: 25).
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa moral atau kesusilaan adalah
keseluruhan norma yang mengatur tingkah laku manusia di masyarakat untuk melaksanakan
perbuatan-perbuatan yang baik dan benar.
Solusi
Kompleksitas demoralisasi mahasiswa saat ini memang memerlukan solusi yang
tepat agar kelestarian moral yang ada pada mahasiswa dapat terjaga. Mahasiswa adalah
agen pembangunan dan moral adalah perawat dari agen tersebut. Rusaknya moral butuh
penanganan dari berbagai aspek, meliputi sosial-budaya, agama, pendidikan, serta politik
dan hukum.
Pada aspek sosial-budaya dibutuhkan perbaikan kondisi sosial dan penyaringan
budaya (culture filtering) dalam lingkungan mahasiswa. Perbaikan tersebut dapat berupa
penataan sistem sosial dimana masing-masing komponennya berfungsi secara positif. Dan
bentuk culture filtering adalah berupa sosialisasi dan internalisasi kearifan lokal yang
berfungsi positif dalam proses akulturasi kebudayaan.
Di bidang keagamaan, agama memiliki kearifan yang luhur dalam urusan moral.
Masing-masing agama memiliki karakteristik yang berbeda, tetapi pada akhirnya bertujuan
untuk mengatur manusia agar tetap dalam jalan yang benar.
Dunia pendidikan adalah tempat dimana mahasiswa berkecimpung. Hakikat
pendidikan adalah membentuk manusia seutuhnya. Seutuhnya berarti tidak berperilaku
seperti binatang, dengan kata lain berperilaku sesuai akal pikiran dan hati nurani.
Berperilaku sesuai dengan akal, pikiran dan hati nurani berarti berdasarkan nilai-nilai moral.
Diperlukan pendidikan moral yang secara khusus merujuk pada soft skill mahasiswa sebagai
dasar berperilaku akademis
Politik dan hukum menyangkut kebijakan penguasa atau pemerintah. Pemerintah
seharusnya berperan aktif dalam upaya perbaikan moral. Peran aktif tersebut dapat berupa
program-program penyuluhan atau bimbingan. Lalu hukum yang tegas dan adil harus
ditegakan untuk memberikan efek takut bagi yang belum melanggar dan efek jera bagi yang
sudah dihukum.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan dasar solusi dalam upaya perbaikan moral.
Solusi-solusi tersebut yaitu:
Kualitas keimanan. Sebagai umat beragama, mahasiswa harus memiliki keimanan yang
teguh sebagai pegangan dalam berperilaku yang positif. Karena setiap agama pasti memiliki
nilai-nilai moral yang luhur dan arif.
Kualitas keilmuan. Mahasiswa di negeri ini harus memiliki intelegensi agar tidak mudah
dibodohi oleh kebudayaan asing yang buruk. Selain itu agar mahasiswa memiliki
kemampuan yang prima tekait bidang teknologi dan informasi. Dengan itu secara otomatis
akan memunculkan kondisi moral yang baik pula.
Kualitas keamalan. Mahasiswa harus memiliki etos kerja yang tinggi. Yang juga akan
menjauhkan mereka dari kegiatan yang kurang bermanfaat.
Moral yang merupakan keseluruhan norma yang mengatur tingkah laku sudah mulai
tidak lagi digunakan sebagai penunjuk jalan berperilaku, terutama bagi mahasiswa yang
merupakan agen pembangunan. Demoralisasi kaum akademik ini sangat berpengaruh
terhadap kualitas sumber daya manusia baik untuk saat ini maupun untuk masa depan
kelak. Secara umum bentuk dari perilaku amoral mahasiswa adalah seks bebas, minuman
keras, narkoba, perkelahian atau juga tawuran, kriminalitas dan lain-lain. Semua hal
tersebut ditandai dengan budaya hura-hura, mengutamakan duniawi dan konsep just for
having fun.
Implementasi solusi yang tepat untuk mengatasi demoralisasi mahasiswa adalah
berupa penanaman nilai-nilai keagamaan sehingga menumbuhkan keimanan pada masing-
masing agamanya, pembekalan ilmu yang cukup sebagai referensi dalam bertindak, dan
yang terakhir adala pengamalan mahasiswa yang memiliki ethos kerja tinggi dalam rangka
berkarya untuk masyarakat.
Pengertian Moral
Secara etimologis moral berasal dari bahasa latin mores yang memiliki arti adat
kebiasaan, akhlak atau kesusilaan yang mengandung makna tata tertib nurani yang menjadi
pembimbing tingkah laku batin dalam hidup (Poespoprodjo, 1989; BP-7, 1993; Soegito,
2002).
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (Nurudin, 2001) moral berarti ajaran baik-
buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya; akhlak,
budi pekerti, susila. Sedangkan bermoral adalah mempunyai pertimbangan baik buruk,
berakhlak baik. Menurut Immanuel Kant (Magnis Suseno, 1992), moralitas adalah hal
kenyakinan dan sikap batin dan bukan hal sekedar penyesuaian dengan aturan dari luar,
entah itu aturan hukum negara, agama atau adat-istiadat. Selanjutnya dikatakan bahwa,
kriteria mutu moral seseorang adalah hal kesetiaanya pada hatinya sendiri. Moralitas adalah
pelaksanaan kewajiban karena hormat terhadap hukum, sedangkan hukum itu sendiri
tertulis dalam hati manusia. Dengan kata lain, moralitas adalah tekad untuk mengikuti apa
yang dalam hati disadari sebagai kewajiban mutlak. Menurut Driyarkara, moral atau
kesusilaan adalah nilai yang sebenarnya bagi manusia. Dengan kata lain moral atau
kesusilaan adalah kesempurnaan sebagai manusia atau tuntunan kodrat manusia
(Driyarkara, 1966: 25).
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa moral atau kesusilaan adalah
keseluruhan norma yang mengatur tingkah laku manusia di masyarakat untuk melaksanakan
perbuatan-perbuatan yang baik dan benar.
Solusi
Kompleksitas demoralisasi mahasiswa saat ini memang memerlukan solusi yang
tepat agar kelestarian moral yang ada pada mahasiswa dapat terjaga. Mahasiswa adalah
agen pembangunan dan moral adalah perawat dari agen tersebut. Rusaknya moral butuh
penanganan dari berbagai aspek, meliputi sosial-budaya, agama, pendidikan, serta politik
dan hukum.
Pada aspek sosial-budaya dibutuhkan perbaikan kondisi sosial dan penyaringan
budaya (culture filtering) dalam lingkungan mahasiswa. Perbaikan tersebut dapat berupa
penataan sistem sosial dimana masing-masing komponennya berfungsi secara positif. Dan
bentuk culture filtering adalah berupa sosialisasi dan internalisasi kearifan lokal yang
berfungsi positif dalam proses akulturasi kebudayaan.
Di bidang keagamaan, agama memiliki kearifan yang luhur dalam urusan moral.
Masing-masing agama memiliki karakteristik yang berbeda, tetapi pada akhirnya bertujuan
untuk mengatur manusia agar tetap dalam jalan yang benar.
Dunia pendidikan adalah tempat dimana mahasiswa berkecimpung. Hakikat
pendidikan adalah membentuk manusia seutuhnya. Seutuhnya berarti tidak berperilaku
seperti binatang, dengan kata lain berperilaku sesuai akal pikiran dan hati nurani.
Berperilaku sesuai dengan akal, pikiran dan hati nurani berarti berdasarkan nilai-nilai moral.
Diperlukan pendidikan moral yang secara khusus merujuk pada soft skill mahasiswa sebagai
dasar berperilaku akademis
Politik dan hukum menyangkut kebijakan penguasa atau pemerintah. Pemerintah
seharusnya berperan aktif dalam upaya perbaikan moral. Peran aktif tersebut dapat berupa
program-program penyuluhan atau bimbingan. Lalu hukum yang tegas dan adil harus
ditegakan untuk memberikan efek takut bagi yang belum melanggar dan efek jera bagi yang
sudah dihukum.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan dasar solusi dalam upaya perbaikan moral.
Solusi-solusi tersebut yaitu:
Kualitas keimanan. Sebagai umat beragama, mahasiswa harus memiliki keimanan yang
teguh sebagai pegangan dalam berperilaku yang positif. Karena setiap agama pasti memiliki
nilai-nilai moral yang luhur dan arif.
Kualitas keilmuan. Mahasiswa di negeri ini harus memiliki intelegensi agar tidak mudah
dibodohi oleh kebudayaan asing yang buruk. Selain itu agar mahasiswa memiliki
kemampuan yang prima tekait bidang teknologi dan informasi. Dengan itu secara otomatis
akan memunculkan kondisi moral yang baik pula.
Kualitas keamalan. Mahasiswa harus memiliki etos kerja yang tinggi. Yang juga akan
menjauhkan mereka dari kegiatan yang kurang bermanfaat.
Moral yang merupakan keseluruhan norma yang mengatur tingkah laku sudah mulai
tidak lagi digunakan sebagai penunjuk jalan berperilaku, terutama bagi mahasiswa yang
merupakan agen pembangunan. Demoralisasi kaum akademik ini sangat berpengaruh
terhadap kualitas sumber daya manusia baik untuk saat ini maupun untuk masa depan
kelak. Secara umum bentuk dari perilaku amoral mahasiswa adalah seks bebas, minuman
keras, narkoba, perkelahian atau juga tawuran, kriminalitas dan lain-lain. Semua hal
tersebut ditandai dengan budaya hura-hura, mengutamakan duniawi dan konsep just for
having fun.
Implementasi solusi yang tepat untuk mengatasi demoralisasi mahasiswa adalah
berupa penanaman nilai-nilai keagamaan sehingga menumbuhkan keimanan pada masing-
masing agamanya, pembekalan ilmu yang cukup sebagai referensi dalam bertindak, dan
yang terakhir adala pengamalan mahasiswa yang memiliki ethos kerja tinggi dalam rangka
berkarya untuk masyarakat.