Professional Documents
Culture Documents
SEMESTER V
TAHUN AKADEMIK 2017
KELOMPOK 6
Amanda Septinita Ayuning Putri 2015.07.1.0003
Anggita Ayu Ratna Sari 2015.07.1.0005
Anita Dwi Nurcahya 2015.07.1.0006
Deaniddo Kharisna 2015.07.1.0020
Desak Putu Sudarmi Ari 2015.07.1.0024
Dwi Triviyani 2015.07.1.0030
Eka Fitriana 2015.07.1.0031
Firdelia Diana Sustiwi 2015.07.1.0039
Henry Setiawan 2015.07.1.0048
Phebe Fedora Christabel 2015.07.1.0083
Vista MM Engeltya 2015.07.1.0104
Yolanda Wulandari 2015.07.1.0109
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Antibiotika, yang pertama kali ditemukan oleh Paul Ehlrich pada 1910, sampai saat
ini masih menjadi obat andalan dalam penanganan kasus-kasus penyakit infeksi.
Pemakaiannya selama 5 dekade terakhir mengalami peningkatan yang luar biasa, hal ini
tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga menjadi masalah di negara maju seperti
Amerika Serikat.The Center for Disease Control and Prevention in USA menyebutkan
terdapat 50 juta peresepan antibiotik yang tidak diperlukan (unnescecery prescribing) dari
150 juta peresepan setiap tahun (Akalin,2002). Menurut Menteri Kesehatan Endang
Rahayu Sedyaningsih, sekitar 92 persen masyarakat di Indonesia tidak menggunakan
antibiotika secara tepat. Ketika digunakan secara tepat, antibiotik memberikan manfaat
yang tidak perlu diragukan lagi.Namun bila dipakai atau diresepkan secara tidak tepat
(irrational prescribing) dapat menimbulkan kerugian yang luas dari segi kesehatan,
ekonomi bahkan untuk generasi mendatang.
Munculnya kuman-kuman patogen yang kebal terhadap satu(antimicrobacterial
resistance) atau beberapa jenis antibiotika tertentu (multiple drug resistance) sangat
menyulitkan proses pengobatan. Pemakaian antibiotika lini pertama yang sudah tidak
bermanfaat harus diganti dengan obat-obatan lini kedua atau bahkan lini ketiga. Hal ini
jelas akan merugikan pasien, karena antibiotika lini kedua maupun lini ketiga masih sangat
mahal harganya. Sayangnya, tidak tertutup kemungkinan juga terjadi kekebalan kuman
terhadap antibiotika lini kedua dan ketiga. Disisi lain,banyak penyakit infeksi yang
merebak karena pengaruh komunitas, baik berupa epidemi yang berdiri sendiri di
masyarakat (independent epidemic) maupun sebagai sumber utama penularan di rumah
sakit (nosocomial infection). Apabila resistensi terhadap pengobatan terus berlanjut
tersebar luas, dunia yang sangat maju dan canggih ini akan kembali ke masa-masa
kegelapan kedokteran seperti sebelum ditemukannya antibiotika (APUA, 2011).
Hal-hal diatas telah menjadi permasalahan kesehatan di seluruh dunia.Hingga
akhirnya pada peringatan Hari Kesehatan Internasional tahun 2011, WHO menetapkan
tema Antimicrobacterial Resistance and its Global Spread.Sejalan dengan tema WHO,
Indonesia mengangkat tema Gunakan Antibiotik Secara Tepat untuk Mencegah
Kekebalan Kuman. Resistensi kuman terhadap antibiotika berkembang jauh lebih cepat
daripada penelitian dan penemuan antibiotika baru.Saat ini sedang digalakkan kampanye
dan sosialisasi pengobatan secara rasional yang meliputi pengobatan tepat, dosis tepat,
lama penggunaan yang tepat serta biaya yang tepat.No action today, no cure tomorrow
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja antibiotik yang digunakan di bidang kedokteran gigi dan medikasi penyakit
dalam kedokteran gigi?
2. Bagaimana pemberian dosis yang rasional untuk dewasan dan anak-anak serta
pasologi obat tersebut?
Pembahasan
A. Definisi antibiotik
B. Macam antibiotik di Bidang Kedokteran Gigi
Peradangan akut dan kronis pada pulpa merupakan penyebab sakit gigi paling
banyak. Namun kebanyakan kasus peradangan lebih memerlukan perawatan konservatif
daripada pemberian antibiotik. Selulitis fasial baik yang disertai disfagia ataupun tidak,
harus diberikan antibiotik sesegera mungkin karena, jika tidak diberikan, peradangan
dapat meluas melalui limfe dan sirkulasi darah. Beberapa lesi oral terlokalisir yang
diindikasikan pemberian antibiotik yaitu abses periodontal, gingivitis ulseratif nekrose
akut, perikoronitis dan osteomyelitis. Selain itu, antibiotik juga digunakan sebagai
profilaksis.
Umumnya, antibiotik digunakan di kedokteran gigi untuk dua tujuan yaitu sebagai
profilaksis antibiotik dan sebagai pengobatan kasus peradangan.
1. Sebagai pengobatan atau terapi antibiotik
Pemberian antibiotik tidak terbatas pada kasus peradangan odontogenik saja,
melainkan juga pada kasus non-odontogenik. Untuk kasus peradangan
odontogenik sendiri, tidak ada kriteria tertentu dalam pemberian antibiotik.
Pengobatan diberikan dalam beberapa situasi peradangan odontogenik akut
yang berasal dari pulpa misalnya sebagai pendukung dalam perawatan saluran
akar, gingivitis nekrotis ulseratif akut, abses periapikal, periodontitis agresif,
abses periodontal, dan osteomyelitis.2,13 Pemberian antibiotik tidak disarankan
pada kasus gingivitis. Perluasan inflamasi cepat dan berat sebaiknya dirawat
dengan pemberian antibiotik, sementara inflamasi yang ringan dan terlokalisir
dimana drainase dapat dilakukan, maka pemberian antibiotik tidak perlu.15
Abses peridontal sering dirawat dengan insisi dan drainase tanpa pemberian
antibiotik karena abses periodontal jarang disertai demam, malaise,
limfadenopati, dan tanda-tanda sistemik lainnya. Tetapi, abses periodontal perlu
diberikan terapi antibiotik ketika disertai tanda dan gejala sistemik, atau ketika
insisi dan drainase tidak dapat dilakukan. Hal ini berbeda pada terapi antibiotik
untuk peradangan yang berasal dari pulpa atau periapikal, dimana seharusnya
lebih agresif karena lebih cenderung meluas ke permukaan wajah. Terapi
antibiotik untuk kasus abses periodontal diberikan dalam dosis tinggi dan durasi
yang singkat. Perawatan osteomyelitis yaitu berupa terapi antibiotik dan
pembedahan. Dikarenakan keanekaragaman bakteri penyebabnya, pembuatan
kultur dan tes sensitivitas sesegera mungkin menjadi penting untuk
mendapatkan terapi antibiotik yang paling tepat.13 Antibiotik turunan -laktam
dapat dipertimbangkan sebagai antibiotik pilihan, asalkan tidak ada alergi.
Namun, hanya sedikit obat dari kelompok ini yang dapat diresepkan. Penisilin
dan amoksisilin dapat menjadi pilihan pertama. Amoksisilinklavulanat lebih
disukai, karena spektrum kerja yang luas, sifat farmakokinetik, toleransi, dan
dosis yang khas. Klindamisin juga menjadi obat pilihan karena penyerapannya
yang baik, kemungkinan bakteri menjadi resistensi rendah, dan konsentrasi
antibiotik yang dicapai dalam tulang lebih tinggi.2 Peradangan non-
odontogenik yang termasuk peradangan spesifik dari rongga mulut (TBC, sifilis,
lepra), dan peradangan nonspesifik membran mukosa, otot dan wajah, kelenjar
ludah dan tulang. Proses ini membutuhkan perawatan yang panjang, dan obat
yang digunakan biasanya termasuk klindamisin dan flurokuinolon (seperti
siprofloksasin, norfloksasin, dan moksifloksasin).2
Table 1 Indikasi Penggunaan Antibiotik di Bidang Kedokteran Gigi. PO: per oral; IV:
intravena; IM: intramuskular
Rapid advancing
Doksisiklin
periodontitis (RAP) atau Amoksisilin ditambah
Tetrasiklin
Periodontitis agresif metronidazole
Metronidazole
Peradangan Oral
Doksisiklin
Klindamisin
Sefalosporin
Penisilin V
Peradangan jaringan lunak Tetrasiklin (abses, selulitis
Amoksisilin
fasial, pascabedah,
perikoronitis)
Profilaksis
Mencegah endokarditis
infektif
Pasien dengan penyakit
jantung reumatik dan
katup jantung buatan
Pasien dengan riwayat
endokarditis infektif
Pasien yang tidak dapat
Pasien dengan penyakit
diberikan PO, maka
jantung bawaan (misalnya
pemberian melalui IV/IM:
penyakit jantung sianotik)
Ampisilin
Penerima cangkok jantung
Sefazolin atau seftriakson
Pada penderita valvulopati
Data tidak lengkap adalah data rekammedis tanpa diagnosis kerja atau ada halaman
rekam medis yang hilang sehingga tidak dapat dievaluasi. Pemeriksaan penunjang/
laboratorium tidak harus dilakukan karena mungkin tidak hanya dengan catatan yang
sudah direncanakan pemeriksaannya untuk mendukung diagnosis. Diagnosis kerja
dapat ditegakkan secara klinis dari anamnesis dan oemeriksaan fisis. Bila data
lebgkap dilanjutkan dengan pertanyaan di bawahnya, apakah ada infeksi yang
membutuhkan antibiotika?
2. Bila tidak ada indikasi pemberian antibiotika,berhenti di kategori V
Bila tidak, lanjutkan dengan pertanyaan di bawahnya, apakah ada alternative lain
yang kurang toksik?
4. Bila ada pilihan antibiotika lain yang kurang toksis, berhenti di kategori IVB
Bila tidak, lanjtkan dengan pertanyaan dibawahnya, apakah ada alternative lebih
murah
5. Bila adapilihan antibiotika lain yang lebih murah, berhentu di kategori IVC
Bila tidak, lanjutkan dengan pertanyaan di bawahnya, aoakah ada alternative lain
yang spektrumnya lebih sempit?
6. Bila ada pilihan antibiotika lain dengan spectrum yang lebih sempit berhenti
kategori IVD
Jika tidak ada alternative lain yang lebih sempit, lanjutkan dengan pertanyaan di
bawahnya,apakah durasi antibiotika yang dibrikan terlalu panjang?
7. Bila durasi pemberian antibiotika terlalu panjang, berhenti di kategori IIA
Bila tidak diteruskan dengan pertanyaan apakah durasi antibiotika terlalu singkat?
8. Bila durasi pemberian antibiotika terlalu singkat, berhenti di kategori IIIB
Dengan alur ini merupakan alat penting dalam menilaikualitas penggunaan obat
antibiotika. Dengan diagram alur ini, terapi awal (empiric) dapat dinilai, sebaik
terapu yang pasti (Gould &Van der Meer,2005, Van der Meer & Gyyssens, 2001)
1. Polifarmasi
Polifarmasi terjadi ketika pasien menggunakan banyak obat dari yang
kebutuhan yang seharusnya. Polifarmasi dinilai dengan menghitung jumlah obat rata-
rata yang diresepkan pada pasien
4. Penggunaan obat yang tidak efektif dan obat dengan keamanan yang
diragukan
Penggunaan obat yang tidak efektif kadang-kadang diberikan pada pasien
karena sudah umum digunakan atau karena pasien berfikir bahwa obat yang umum
diresepkan adalah lebih baik
2. Resistensi antimikroba
Penggunaan jangka panjang atau penggunaan antibiotika dengan dosis yang
tidak sesuai atau punggunaan zat-zat untuk kemoterapi dapat menyebabkan terjadinya
resistensi strain mikroba dan parasit malaria. Keuntungan dalam bidang kesehatan
yang berasal dari penemuan antimikroba dapat membahayakan karena meluasnya
resistensi antimikroba terhadap antibiotika yang merupakan pilihan pertama dengan
harga yang murah. Terjadinya resistensi terhadap antimikroba merupakan fnomena
biologi yang alami yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor termasuk oleh faktor
manusia. Penggunaan antimikroba pada beberapa dosis dan periode waktu akan
memaksa mikroba untuk beradaptasi atau mati, mikroba yang mampu beradaptasi dan
bertahan memiliki gen resistensi yang akan diwariskan. Bakteri yang menginfeksi
yang merupakan mikroba yang resisten terutama akan menyebabkan diare, infeksi
saluran pernafasan, tuberculosis dan hospital-acquired infections. Ketika infeksi
menjadi resisten terhadap antibiotika lini pertama , terapi harus beralih pada antibiotic
lini kedua atau lini pertama yang biasanya akan lebih mahal atau lebih toksik.
3. Biaya Besar
Berlebihan atau penggunaan obat yang tidak tepat, meskipun salah satunya
esensial, dapt menyebabkan terjadinya pemborosan baik pasien ataupun pada sistem
kesehatan. Di banyak Negara, penggunaan produk farmasi yang tidak esensial, seperti
multivitamin atau obat batuk menghabiskan sumber daya keuangan yang terbatas
yang secara bijaksana dapat dialihkan kepada obat lain yang lebih esensial dan
penting, seperti vaksin dan antibiotika. Penggunaan obat yang tidak tepat pada
tahapan awal penyakit bisa menyebabkan bertambahnya biaya dengan memperlama
penyakit dan mungkin juga perawatan.
4. Psikososial
Peresepan yang berlebihan membuat pasien percaya bahwa mereka
membutuhkan pengobatan untuk semua kondisi. Meskipun untuk hal yang ringan.
Pasien akan lebih tergantung pada obat. Ketergantungan ini akan menyebabkan
meningkatnya permintaan. Pasien mungkin akan meminta injeksi yang tidak
dibutuhkan karena mereka telah terbiasa diservis dengan sistem kesehatan yang
moderen, kemudian mereka akan terbiasa mendapatkan injeksi. Penelitian juga
menunjuukkan bahwa pasien juga akan meminta dan berharap dokter antibiotic yang
sebenarnya tidak diperlukan untuk mengobati infeksi virus.
Katzung, Bertram G.1998. Farmakologi Dasar Dan Klinik. Ed.6. hal 708-718