You are on page 1of 74

LAPORAN PENELITIAN

Kebijakan Ekonomi Mikro


Kabupaten Boyolali Tahun
2006

Tim Peneliti
1. Ismail AL Habib
2. Harry Jocom
3. Hendro Riyanto

LKTS
Lembaga Kajian untuk Transformasi Sosial
Bangunharjo Rt 07/II No A2. Pulisen Boyolali Jateng
Phone: 0276 324501 Fax: 0276 324501
2
BAB 1
PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Pengembangan ekonomi adalah kata yang paling tepat untuk digulirkan dan
dimunculkan ke permukaan, ditengah-tengah terpuruknya kondisi Bangsa dan Negara.
Karena dengan ekonomi, kondisi dan keadaan Bangsa dan Negara dapat terangkat dan
masyarakat sebagai warga Negara memang patut menerimanya untuk mencapai
kemakmuran (welfare).

Ekonomi adalah hal yang urgent bagi setiap manusia. Kehidupan tidak bisa lepas dari
aktivitas ekonomi. Ada persepsi masyarakat bahwa kalau hidup ini dikatakan damai
dan tentram kalau ekonominya baik (good) dengan kata lain ekonomi sehat maka
jiwanya ikut sehat begitu juga sebaliknya.

Program pengembangan ekonomi mikro memang sudah mulai digalakkan sejak dari
dulu, namun input, output dan outcomenya belum sesuai yang diharapkan. Begitu juga
di Kabupaten Boyolali juga sudah dimulai, untuk meningkatkan Usaha Kecil Menengah
(Empowerment Economi Small and Medium Enterprise), peran swasta pun belum
menunjukaan hasil yang menggembirakan.

Dalam satu artikel yang sudah menjadi klasik Nancy Birdsall dari World Bank,
meyakinkan bahwa investasi dalam bidang kesehatan dan bidang pendidikan yang
masuk kategori pembangunan sosial, dalam relatif singkat mempunyai dampak positif
dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional1. Artinya pengeluaran sosial
atau pembangunan sosial sebenarnya tidak berbeda dengan pembangunan ekonomi.
Dengan kata lain mengadakan investasi dalam pengembangan sosial merupakan ilmu
ekonomi yang baik.

3
Ilmu Ekonomi adalah suatu moral science2. Ilmu ekonomi sebagaimana Adam Smith
bertitik tolak, tidak terlepas dari sentiment moral (Wealth Of Nations, 1776). Oleh
karena itu tidak benar bahwa ilmu ekonomi mengakui manusia semata-mata hanya
sebagai homo economicus, karena manusia sebagai pelaku-pelaku transaksi ekonomi
pada esensinya adalah juga homo socius, homo politicus (zoon politicon), bahkan juga
sebagai homo religius (homo imago-Dei).

Sedangkan menurut Dr. Wilson3 Ilmu ekonomi berasal dari adanya kesenjangan (gap)
antara sumber daya (resources) yang tersedia dengan keinginan (need) manusia.
Sumberdaya tersebut bersifat terbatas sedangkan keinginan manusia tidak terbatas,
berdasarkan kesenjangan tersebut maka kemudian timbul masalah, bagaimana cara
menggunakan sumberdaya yang sifatnya terbatas itu.

Dari kedua pendapat tersebut dapat ditarik suatu pengertian bahwa ilmu ekonomi
mengakui manusia sebagai pelaku transaksi ekonomi yang mempunyai keinginan
(need) yang tidak terbatas baik sebagai homo socius dan homo politicus karena
sumberdaya (resources) yang terbatas maka dibutuhkan sentiment moral (homo
religius) untuk mengatasi suatu kesenjangan (gap).

Aktifitas ekonomi harus ada sinergis antara ekonomi mikro dan ekonomi makro dan
tidak bisa berjalan secara parsial melainkan menyeluruh dan harus berjalan kondusif.
Apabila Ekonomi makro berjalan baik sedangkan ekonomi mikro tidak berjalan dengan
baik maka kondisi ini tidak akan membaik dan begitu juga sebaliknya.

Kebijakan ekonomi yang diambil oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Boyolali (policy
maker) ini harus memperhatikan kepentingan rakyat Boyolali (social preference),
apabila kebijakan itu diambil tanpa memperhatikan kondisi makro maupun mikro itu
akan berdampak buruk pada kemajuan ekonomi secara menyeluruh. Semua lapisan
akan terkena dampak dari kebijakan yang dibuat oleh policy maker. Sedangkan yang

4
banyak bersinggungan adalah pelaku usaha kecil menengah (UKM) atau ekonomi
mikro (Wong cilik).

Dikatakan oleh Prof. Sajogyo Jika Anda hendak memahami ekonomi Indonesia,
pahami dulu politiknya. (Prof. DR. Didik J. Rachbini, Analisis Kritis Ekonomi Politik
Indonesia, Pustaka Pelajar, Jogjakarta, Hal. 63, Cet. 1 tahun 2001).

Dari ungkapan tersebut bila ditarik secara eksplisit oleh Pemerintah Daerah
Kabupaten Boyolali adalah kebijakan yang diambil di Kabupaten Boyolali harus
memahami politiknya, kulturnya dan sosialnya. Kalau hal tersebut tidak dipahami
secara komprehensive maka akan berdampak pada perkembangan ekonomi di
Kabupaten Boyolali khususnya pelaku ekonomi mikro.

Proses analisis kebijakan adalah serangkaian aktivitas intelektual yang dilakukan


didalam proses kegiatan yang pada dasarnya bersifat politis4. Dengan kata lain
kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Boyolali tak luput dari
campur tangan partai politik yang duduk sebagai dewan dan bersifat politis.

Melihat kekayaan alam di Kabupaten Boyolali yang boleh dikatakan melimpah seperti
kawasan hutan di daerah bagian utara yaitu Juwangi, Kemusu, Wonosegoro, Waduk
Kedung Ombo, kawasan Bandar Udara Adi Sumarno yang secara geografis berada di
Kabupaten Boyolali, Waduk Cengklik, Waduk Bade, Umbul Air di Tlatar dan Pengging,
makam para Auliya (wali) dan petilasan, pesanggrahan di Paras, Sumur Pitu di Cabean
Kunti, Sumur Songo di Candigatak, dan di wilayah bagian barat yang mempunyai
panorama alam yang indah dan sejuk yakni kawasan gunung merapi dan gunung
merbabu serta kekayaan alam yang lain.

Dengan modal kekayaan alam yang melimpah di Kabupaten Boyolali idealnya lebih
maju dan berkembang bila dibanding dengan kabupaten lain karena potensi yang
begitu besar. Selain itu Kabupaten Boyolali sangat terkenal dengan susunya,

5
pengarajin tembaga dan kuningan yang cukup punya nama juga, Usaha Konveksi di
Kecamatan Teras serta budaya dan seni yang jumlahnya sangat banyak.

Namun demikian potensi yang begitu besar belum dimanfaatkan secara maksimal,
karena masih tingginya pengangguran terbuka tahun 2002 sebesar 17.236, tahun 2003
sebesar 19.753 dan tahun 2004 sebesar 21.011 atau dengan tingkat pengengguran
tahun 2002 sebesar 2,5 %, tahun 2003 sebesar 3,98 % serta tahun 2004 sebesar 3,89
%, penduduk miskin makin bertambah tahun 2005 sebesar 87.154 KK (36, 04 % dari
seluruh KK), sumber daya yang minim dan masih rentannya invesatasi dan daya saing
daerah5.

Adanya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah, bahwa


Pemerintah Daerah berhak mengatur dan mengembangkan daerahnya dengan tidak
mengesampingkan kepentingan daerah lain. Perlakuan otonomi tersebut harus bisa
dimanfaatkan secara maksimal demi kemajuan daerah yang dilakukan secara
transparan, informative, komunikatif dan partisipatif.

Kabupaten Boyolali berada di Propinsi Jawa Tengah. Secara geografis tersebar menjadi
empat bagian masing-masing yang memiliki karakteristik infrastruktur yang berbeda.
Bagian barat terdiri dari Kecamatan Selo, Cepogo, Musuk yang terletak dibawah kaki
gunung merapi dan merbabu dan bagian tengah mencakup Boyolali, Mojosongo, dan
Teras. Bagian timur terdiri dari Banyudono, Sawit, Sambi, Ngemplak, Nogosari dan
Simo. Bagian utara terdiri dari Andong, Klego, Karanggede, Wonosegoro, Juwangi dan
Kemusu yang sebagian besar adalah kawasan hutan. Bagian tengah cukup strategis
karena berada pada perlintasan antara Surakarta-Semarang, Surakarta-Jogjakarta
ibarat Semarang-Jogjakarta-Solo sebagai segi tiga emas, Boyolali berada ditengahnya.

Idealnya Kabupaten Boyolali bisa maju dan berkembang serta menjadi pusat dalam
bidang ekonominya karena melihat posisi yang sangat strategis berada di sentral jalur
aktifitas ekonomi kawasan segi tiga emas. Apabila posisi ini tidak dimanfaatkan secara

6
serius oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Boyolali, maka akan terjadi ketinggalan, hal
itu mungkin bisa dikatakan demikian pasalnya melihat Kabupaten yang berada di
wilayah eks karesidenan Surakarta, Kabupaten Boyolali tertinggal bila dibanding
dengan Solo, Wonogiri, Karang Anyar, Sragen, Sukoharjo dan Klaten. Yang menjadi
kajian peneliti kenapa bisa terjadi seperti ini, bagaimana proses pengambilan
kebijakan, strategi dan implementasi program, serta control dan efektifitas terhadap
program pemerintah Kabupaten Boyolali. Berawal dari latar belakang tersebut
penelitian ini mengambil judul Study Kebijakan Pengembangan Ekonomi Mikro di
Kabupaten Boyolali Tahun 2006.

II. Pertanyaan Penelitian


Dengan adanya pertanyaan sebagai asumsi untuk mengkaji sebuah persoalan
kebijakan ekonomi mikro maka dapat dirumuskan beberapa masalah berikut:
1) Bagaimana kebijakan pengembangan ekonomi mikro di kabupaten Boyolali tahun
2006?
2) Bagaimana implementasi kebijakan ekonomi mikro dan starteginya di kabuapaten
Boyolali tahun 2006?
3) Apakah sudah tepat sasaran atau belum dari program pengembangan ekonomi
mikro?
III. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk:
1) Mengetahui kebijakan pengembangan ekonomi mikro di kabupaten Boyolali tahun
2006.
2) Mengetahui implementasi dan strategi kebijakan pengembangan ekonomi mikro
di Kabupaten Boyolali tahun 2006.
3) Mengetahui efektivitas program pengembangan ekonomi mikro di kabupaten
Boyolali tahun 2006.

IV. Manfaat
Penelitian ini mempunyai manfaat untuk:
1) Menghasilkan sebuah diskripsi tentang kebijakan pengembangan ekonomi mikro
di Kabupaten Boyolali tahun 2006.

7
2) Sebagai kajian awal untuk melakukan program advokasi, terhadap pelaku ekonomi
mikro dan program Pemerintah Daerah Kabupaten Boyolali.

V. Kerangka Konseptual
Dalam melakukan penelitian perlu ada penegasan istilah atau kerangka konseptualnya
guna menghindari interpretasi yang berbeda bagi para pembaca:
Studi Kebijakan (Policy Analysis) adalah suatu aktifitas intelektual dan praktis yang
ditujukan untuk menciptakan, secara kritis menilai dan mengkomunikasikan
pengetahun tentang dan di dalam proses kebijakan6. Dalam studi kebijakan ini
dimaksudkan untuk melakukan kajian mengenai kebijakan pengembangan ekonomi
mikro di Kabupaten Boyolali. Dalam pernyataan kebijakan tersebut adalah memuat
cita-cita, tujuan, prinsip atau maksud sebagai garis pedoman untuk manajemen dalam
usaha mencapai sasaran dan garis besar atau haluannya dan bersifat politis.

7
Pengembangan adalah Proses, cara, perbuatan mengembangkan . Arti secara
etimologis tersebut dimaksudkan peneliti untuk mengetahui seberapa jauh
pengembangan ekonomi mikro di Kabupaten Boyolali tahun 2006. Ekonomi mikro
adalah ilmu mengenai asas-asas produksi, distribusi, dan pemakaian barang-barang
8
serta kekayaan. Mikro secara etimologis berarti kecil, tipis sempit: ditinjau secara
usaha tempat itu hanya pantas untuk pasar yang berkaitan dengan jumlah atau ukuran
yang kecil 9. Menurut Peraturan Menteri Negara Koperasi Usaha kecil dan Usaha
Menengah Republik Indonesia Nomor 09 Tahun 2006 tentang P3KUM, Usaha Mikro
adalah usaha produktif milik keluarga atau perorangan Warga Negara Indonesia ( WNI
), yang memiliki hasil penjualan secara individu paling banyak Rp. 100. 000. 000,-
(seratus juta rupiah) per tahun10.

VI. Metode Penelitian


A. Alasan Pemilihan Penelitian Kuantitaif.
_

8
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif karena pendekataan ini
berangkat dari data. Ibarat bahan baku dalam suatu pabrik, data ini diproses dan
dimanipulasi menjadi informasi yang berharga bagi pengambilan keputusan.
Pemprosesan dan manipulasi data-data mentah menjadi informasi yang
bermanfaat inilah yang merupakan jantung analisis kuantitatif11.

Pendekatan analisis kuantitatif terdiri atas perumusan, menyusun model,


mendapatkan data, mencari solusi, menguji solusi, menganalisis hasil dan
mengimplementasikan hasil.

Pada hakekatnya, pengaplikasian data kuantitatif berkisar pada masalah


pengukuran. Tujuan akhir dari penelitian ini adalah untuk memperoleh metode
dan alat-alat pengukuran yang setepat-tepatnya agar dapat tercapai pengetahuan
yang memungkinkan dibuat rumusan berupa asumsi-asumsi atau ramalan-ramalan
tentang apa yang dapat terjadi dalam keadaan tertentu12.

Berdasarkan pertanyaan penelitian dan karakteristik data yang dimiliki, penelitian


ini menggunakan tekhnik deskriptif karena dengan tekhnik ini akan menjelaskan
atau memprediksikan sebab-sebab dan konsekuensi-konsekuensi dari pilihan-
pilihan kebijakan13.

Analisis Kebijakan Deskriptif (Descriptif Policy Analysis) adalah aspek analisis


kebijakan yang ditujukan kearah penciptaan, kritik, dan komunikasi klaim
pengetahuan tentang nilai kebijakan untuk generasi masa lalu, sekarang, dan masa
mendatang14. Model deskriptif digunakan untuk memantau hasil-hasil dari aksi-
aksi kebijakan pengembangan ekonomi mikro di Kabupaten Boyolali tahun 2006,
apakah sudah sesuai dengan proses dan sesuai dengan sasaran serta aspirasi
masyarakat khususnya pelaku ekonomi mikro.

9
B. Wilayah Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Boyolali Propinsi Jawa Tengah.

C. Pengumpulan Data
Untuk melengkapi kajian-kajian dalam penelitian ini, beberapa tahap dilakukan
antara lain:
1. Pengumpulan Data Sekunder Dilakukan dengan telaah pustaka, yaitu
mengumpulkan beberapa kajian dan literature yang membahas tentang
pengembangan ekonomi mikro. Beberapa data diperoleh melalui kajian APBD
Boyolali tahun 2006, data monografi dan demografi Kabupaten Boyolali, data
BPS Boyolali, kebijakan pengembangan ekonomi di Dinas Perindagkop dan
dinas lain yang terkait.
2. Pengumpulan Data Primer
Untuk kegiatan pengumpulan data primer, kajian ini dilakukan dengan
beberapa tahap antara lain:
a. Studi Dokumen
Studi Dokumentasi digunakan oleh peneliti karena metode ini tidak begitu
sulit, dalam arti apabila ada kekeliruan sumber datanya masih tetap, belum
berubah.

Metode Dokumentsi adalah metode yang digunakan untuk mencari data


mengenai hal-hal atau variable yang berupa catatan, trasnkip, buku, surat
kabar, majalah, prasasti, notulen, rapat, lengger, agenda dan sebagainya_.
Peneliti akan melakukan kajian-kajian melalui data-data yang diperoleh dari
buku, arsip dinas terkait dan APBD Boyolali tahun 2006.

b. Kuesioner atau Angket


Kuesioner atau angket adalah metode yang digunakan untuk mengumpulkan
data_. Menurut Arikunto, metode pengumpulan data melalui kuesioner atau
angket dalam penelitian ini menggunakan sample sebanyak 10-15 % atau 15-
_

10
20% dari penerima program pengembangan ekonomi mikro dan pembuat
kebijakan serta pelaksana program tersebut.

c. Interview (wawancara)
Dalam pengumpalan data melalui interview atau wawancara, dan memang
membutuhkan waktu yang lama. Secara garis besar wawancara terbagi
menjadi dua macam pedoman yaitu15:

1) Wawancara tidak terstruktur, yaitu pedoman wawancara yang hanya


memuat garis besar yang akan ditanyakan. Tentu saja kreativitas
interviewer sangat dibutuhkan, bahkan hasil wawancara dengan jenis ini
lebih banyak tergantung dari pewawacara. Interviewer sebagai pengemudi
jawaban responden.

2) Wawancara terstruktur, yaitu wawancara yang disusun secara terperinci


sehingga menyerupai chek-list. Interviewer tinggal membubuhkan tanda v
(chek) pada nomor yang sesuai.

Dalam peneletian ini akan menggunakan kedua model tersebut atau bisa
dikatakan bentuk semi structured. Interviewer mula-mula menanyakan
serentetan pertanyaan yang terstruktur, kemudian satu persatu diperdalam
dengan mengorek keterangan yang lebih lanjut. Dengan model ini jawaban
yang diperoleh bisa meliputi semua variable, dengan keterangan yang
lengkap dan mendalam.

d. FGD (Focused Group Discusion)


Sebagai tahap untuk mendapatkan masukan, gagasan serta arahan yang lebih
komprehensif menyangkut kebijakan pengembangan ekonomi mikro di
Kabupaten Boyolali tahun 2006, kegiatan ini penting untuk dilakukan.

11
Focused Group Discusion ini dilakukan sebanyak empat kali dengan sasaran dan
target yang berbeda, yaitu: (a) warga masyarakat, KSM (Kelompok Swadaya
Masyarakat) dan pelaku ekonomi mikro, (b) LSM/NGO, akademisi, dan profesi
yang kompeten terhadap pengembangan ekonomi mikro, (c) Pemerintah
Kabupaten Boyolali dan Instansi Pemerintah, (d) Ormas (Organisasi
Kemasyarakatan), Orsospol (Organisasi Sosial dan Partai Politik).

VII. Analisa Data


Untuk melakukan kajian-kajian dari data sekunder kemudian diolah menjadi data
primer, peneliti menggunakan studi diskriptif dengan diskripsi data secara grafis.
Secara umum studi statistic deskriptif dapat menghasilkan beberapa penyajian,
yang pertama, menyajikan data dalam bentuk tabel dan grafik, kedua, meringkas
dan menjelaskan distribusi data dalam bentuk tendensi sentral, variasi, dan bentuk
(Santoso, 2000).
Perangkat yang digunakan untuk menganalisis penelitian ini menggunakan
beberapa piranti lunak seperti Microsoft Excel, SPSS for Windows, SAS, Micro TSP,
Eviews yangdapat memberikan pilihan grafis16.

VIII. Kerangka Penelitian

BAB I. Pendahuluan berisi tentang: Latar Belakang Masalah, Pertanyaan Penelitian,


Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kerangka Konseptual dan Metode
Penelitian.

BAB II. Gambaran Umum Wilayah Penelitian di Kabupaten Boyolali berisi tentang:
Kondisi Geografis, Keadaan Penduduk dan Sarana Umum.

BAB III. Studi Kebijakan Pengembangan Ekonomi Mikro di Kabupaten Boyolali Tahun
2006 berisi tentang: Proses Pengambilan Kebijakan, Jenis dan Bentuk Program
Pengembangan Ekonomi Mikro, Target atau Hasil yang Diharapkan Dari Program

12
Pengembangan Ekonomi Mikro, Strategi Pengembangan Ekonomi Mikro,
Manfaat Program Pengembangan Ekonomi Mikro, Waktu Pelaksanaan Program
Pengembangan Ekonomi Mikro, Anggaran Pengembangan Ekonomi Mikro,
Pelaksana Program Pengembangan Ekonomi Mikro, Sasaran Program
Pengembangan Ekonomi Mikro, Monitoring dan Evaluasi Program
Pengembangan Ekonomi Mikro, Keterlibatan Perempuan Pada Program
Pengembangan Ekonomi Mikro, Keterlibatan Orang Miskin Pada Program
Pengembangan Ekonomi Mikro dan Pengaruh Lingkungan Dalam Program
Pengembangan Ekonomi Mikro.

BAB IV. Analisa Data, berisi tentang: Analisa Data Pendahuluan : kebijakan
pengembangan ekonomi mikro di kabupaten Boyolali tahun 2006, Analisa Data
Lanjutan : implementasi kebijakan ekonomi mikro dan starteginya di Kabupaten
Boyolali tahun 2006, Analisa Akhir : sasaran dari program pengembangan
ekonomi mikro.

BAB V. Penutup, berisi tentang; Kesimpulan, Rekomendasi dan Saran-saran.

13
BAB II
GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

Gambaran umum wilayah penelitian merupakan uraian tentang diskripsi kondisi geografis
serta demografis wilayah penelitian. Dalam penelitian ini meliputi 19 kecamatan di
kabupaten di Boyolali.

Setiap wilayah mempunyai kondisi geografis yang berbeda dan karakteristik yang berbeda
pula baik kondisi sosial, ekonomi, budaya dan kondisi fisiknya. Dalam gambaran umum ini
antara laian berkaitan dengan luas wilayah, keadaan penduduk dan sarana umum. Dengan
adanya gambaran umum ini dapat digunakan sebagai dasar untuk menganalisis kebijakan
pengembangan ekonomi mikro di Kabupaten Boyolali tahun 2006.

2.1. Letak dan Luas Wilayah


Secara geografis, wilayah Kabupaten Boyolali berbatasan dengan Kabupaten
Grobogan dan Kabupaten Semarang, di sebelah utara, di sebelah timur berbatasan
Kabupaten Karang Anyar dan Kabupaten Sragen serta Kabupaten Sukoharjo, sebelah
selatan berbatasan Kabupaten Klaten dan Daerah Istimewa Yogyakarta dan sebelah
barat berbatasan Kabupaten Magelang dan Kabupaten Semarang terletak antara
110 22 110 50 Bujur Timur dan 7 36 7 71 Lintang Selatan yang mempunyai
jarak bentang Barat-Timur 48 Km dan bentang Utara-Selatan 54 Km dengan
ketinggian antara 75 1500 meter diatas permukaan air laut (mdpl).

Kabupaten Boyolali merupakan salah satu kabupaten yang ada di Propinsi Jawa
Tengah yang terletak pada jalur segi tiga emas yaitu jalur perdagangan Propinsi D.I.
Yogyakarta dan Propinsi Jawa Tengah yaitu Solo dan Semarang, sehingga berpotensi
mengembangkan kawasan wisata karena disebelah barat terdapat gunung merapi
dan merbabu yang masuk pada kecamatan Selo, Cepogo dan Ampel.

Melihat kondisi alam, Kabupaten Boyolali merupakan daerah resapan atau


tangkapan air bagi Kabupaten Klaten, Sukoharjo dan Solo serta sebagian Kabupaten

14
Semarang. Dengan kondisi ilkim dan hidrologi Kabupaten Boyolali termasuk ilkim
tropis dengan curah hujan rata-rata 2000 mm/tahun artinya kondisi tersebut
berpotensi untuk sector pertanian karena disebelah timur dan utara terdapat
bentangan sawah dan hutan yang cukup luas.

Daerah yang berpotensi untuk pertanian adalah Kecamatan Kemusu, Klego, Andong,
Karanggede, Wonosegoro, Juwangi, Mojosongo, Banyudono, Sawit dan Teras. Selain
itu Kabupaten Boyolali juga berpotensi untuk mengembangkan ekonomi mikro
karena berada pada jalur segi tiga emas.

Selain sebagai daerah pertanian, Kabupaten Boyolali juga mempunyai obyek wisata
yang dapat menarik wisatawan local maupun regional. Tempat wisata tersebut
antara lain: Wisata perairan di Tlatar Kecamatan Boyolali, Nepen Kecamatan Teras,
Pengging Kecamatan Banyudono dan Pantaran Kecamatan Ampel, sedangkan wisata
waduk di Kedungombo di Kecamatan Kemusu, Kedungdowo di Kecamatan Andong,
Cengklik di Kecamatan Ngemplak, Bade di Kecamatan Klego dan beberapa petilasan
dan makam para Auliya (wali).

Sementara itu dilihat luas wilayah pada masing-masing kecamatan di Kabupaten


Boyolali adalah sebagai berikut :
Tabel 2.1.
Luas Wilayah (Ha)

No Kecamatan Luas Wilayah


1 Selo 5607,8
2 Ampel 9039,1
3 Cepogo 5299,8
4 Musuk 6504,1
5 Boyolali 2625,1
6 Mojosongo 4341,1
7 Teras 2993,6
8 Sawit 1723,3
9 Banyudono 2537,9
10 Sambi 4649,5
11 Ngemplak 3852,7
12 Nogosari 5508,4
13 Simo 4804,0

15
14 Karanggede 4175,6
15 Klego 5187,7
16 Andong 5452,8
17 Kemusu 9908,4
18 Wonosegoro 9299,8
19 Juwangi 7999,4
Jumlah 101510,1
Sumber: Boyolali dalam Angka tahun, 2004

2.2. Keadaan Penduduk


2.2.1. Jumlah dan Kepadatan Penduduk
Penduduk adalah modal utama untuk melaksanakan pembangunan. Jumlah
penduduk yang besar dapat menjadi modal dalam melaksanakan pembangunan
namun pertumbuhan jumlah penduduk yang tidak terkontrol akan menimbulkan
masalah yang kompleks dalam aspek kehidupan.

Kepadatan penduduk mempengaruhi tingkat konsumsinya seperti kebutuhan


sandang, pangan dan papan. Hal itu di ikuti dengan kebutuhan bahan makanan,
tempat untuk penduduk dan meningkat pula tentang pembuangan limbahnya.
Dimana pembuangan limbah yang tidak terkontrol dengan baik akan berdampak
pada kerusakan lingkungan dan tanah menjadi merosot produktifitasnya.

Setiap tahun penduduk bertambah banyak, pada tahun 2004 jumlah penduduk di
Kabupaten Boyolali sebanyak 939.087 jiwa terdiri dari komposisi laki-laki 459.106
jiwa dan komposisi perempuan 479.981 jiwa.

16
Tabel 2.2.
Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan
Luas Wilayah Kecamatan (Ha)

No Kecamatan Jumlah Kepadatan Penduduk


(Km)
1 Selo 26.580 474
2 Ampel 68.783 761
3 Cepogo 51.553 973
4 Musuk 59.759 919
5 Boyolali 57.684 2.197
6 Mojosongo 50.968 1.174
7 Teras 44.265 1.479
8 Sawit 32.606 1.892
9 Banyudono 45.155 1.779
10 Sambi 48.251 1.038
11 Ngemplak 68.925 1.789
12 Nogosari 61.270 1.112
13 Simo 43.102 897
14 Karanggede 41.021 982
15 Klego 45.507 877
16 Andong 60.764 1.114
17 Kemusu 45.685 461
18 Wonosegoro 53.208 572
19 Juwangi 34.001 425
Jumlah 939.087 925
Sumber : Boyolali dalam Angka, Tahun 2004

2.2.2. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin


Komposisi jumlah penduduk menurut jenis kelamin untuk mendiskripsikan struktur
jumlah penduduk di suatu daerah. Seperti pada tabel dibawah ini:

17
Tabel 2.3.
Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin

No Kecamatan Laki laki Perempuan


1 Selo 12.896 13.684
2 Ampel 33.542 35.241
3 Cepogo 25.356 26.197
4 Musuk 28.912 30.847
5 Boyolali 28.334 29.350
6 Mojosongo 24.950 26.018
7 Teras 21.086 22.459
8 Sawit 16.037 16.569
9 Banyudono 21.601 23.554
10 Sambi 23.848 24.403
11 Ngemplak 33.849 35.076
12 Nogosari 29.713 31.557
13 Simo 20.882 22.220
14 Karanggede 19.749 21.272
15 Klego 22.300 23.207
16 Andong 29.762 31.002
17 Kemusu 22.495 23.190
18 Wonosegoro 26.252 26.956
19 Juwangi 16.822 17.179
Jumlah 459.106 479.981
Sumber : Boyolali dalam Angka, Tahun 2004

Data diatas menunjukkan bahwa penduduk berjenis kelamin perempuan adalah


paling banyak. Sehingga menuntut keterlibatan dalam mengambil kebijakan harus
ada dan terlibat sehingga keputusan tersebut dapat mengakomodir kepentingan
kaum perempuan, tak hanya itu saja aktifitas usaha ekonomi mikro didominasi oleh
pelaku perempuan, dengan keterlibatan tersebut diharapkan dalam pengambilan
keputusan dapat dapat memberikan Keadilan dan Kesetaraan Gender (KKG) untuk
mendukung pelaksanaan program pembangunan daerah yang berdampak pada
seluruh aspek kehidupan.

2.2.3 Komposisi Penduduk menurut lapangan pekerjaan


Melihat penduduk berdasarkan lapangan pekrjaan tentunya sangat beragam, dalam
mengkomposisikan peneliti mengambil mulai dari umur 15 tahun keatas. Beragam

18
lapangan pekerjaan yang paling mayoritas adalah sebagai petani dan buruh, seperti
terlihat dalam tabel dibawah ini:

Tabel 2.4
Komposisi Penduduk Yang Bekerja Berdasarkan Lapangan Usaha

No Lapangan Pertanian Industri Perdagangan Jasa Lainnya


Usaha
1 Selo 5.742 231 2.754 3.586
2 Ampel 15.039 234 820 4.018 33.877
3 Cepogo 19.112 1.289 2.144 538 8.501
4 Musuk 4.236 469 2.129 2.016 17.884
5 Boyolali 3.506 2.848 3.456 6.487 30.485
6 Mojosongo 5.317 2.950 7.132 9.717 12.750
7 Teras 9.986 6.161 4.481 4.945 7.348
8 Sawit 6.491 218 4.334 839 10.877
9 Banyudono 3.878 3.965 3.949 6.268 12.937
10 Sambi 13.171 2.869 2.746 202 20.276
11 Ngemplak 7.475 10.205 7.315 12.391 16.270
12 Nogosari 15.352 5.698 3.932 4.526 20.215
13 Simo 22.749 561 1.203 884 9.618
14 Karanggede 8.221 668 742 681 6.280
15 Klego 20.538 259 2.128 2.416 10.529
16 Andong 12.930 883 912 567 12.092
17 Kemusu 20.259 1.718 973 110 13.578
18 Wonosegoro 17.168 987 4.722 1.795 12.592
19 Juwangi 11.232 152 1.015 1.250 14.037
Jumlah 222.402 42.134 54.365 62.405 273.730
Sumber : Boyolali dalam Angka, Tahun 2004

Dari tabel diatas tampak bahwa, kecamatan simo paling mendominasi lapangan
pekerjaan sektor pertanian yang beragam dari pertanian tanaman pangan,
perkebunan dan peternakan lainnya, disusul kecamatan Klego dan Wonosegoro.
Sedangkan untuk jenis pekerjaan pada sektor ekonomi kecil menengah baik industri
pengolahan atau perdagangan adalah kecamatan Ngemplak dan disusul kecamatan
Nogosari dan Banyudono.

19
2.2.4 Dinamika Penduduk
Perpindahan penduduk dari satu kecamatan ke kecamatan lainnya (mutasi
penduduk, datang dan pergi) bisa dikatakan cukup tinggi, banyaknya mutasi
penduduk pergi ke daerah lain disebabkan karena lapangan pekerjaan, melihat
banyaknya penduduk yang pergi menandakan di wilayah penelitian tidak tersedia
lapangan pekarjaan yang cukup. Sedangkan untuk angka kematian dan kelahiran di
wilayah penelitian dinilai masih cukup tinggi, kondisi tersebut menunjukkan tingkat
kesadaran masyarakat tentang kesehatan masih rendah.

2.3. Sarana Umum


2.3.1 Sarana Pendidikan
Setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan dan pemerintah wajib
membiyainya. Untuk melaksanakan pendidikan tidak hanya membutuhkan murid
saja, namun sarana pendidikan sangat menunjang kesuksesan kegiatan belajar
mengajar. Kesuksesan pendidikan tidak hanya didukung dengan bangunan yang
megah namun fasilitas pendukung seperti laboratorium, alat praktek dan lain
sebagainya sangat mendukung kebrhasilan pendidikan.

Sarana pendidikan yang akan dipaparkan pada tabel 2.6 adalah untuk pendidikan
dasar (SD dan SMP) mengingat wilayah penelitian masih menekankan pada
keberhasilan pendidikan dasar. Kecamatan Boyolali adalah paling banyak untuk
terselenggaranya sarana pendidikan dasar untuk SD terdapat 37 sekolah dan SMP
terdapat 10 sekolah. Tetapi untuk sarana pendidikan dasar yang paling sedikit
adalah kecamatan Selo untuk SD terdapat 23 sekolah dan SMP terdapat 2 sekolah.
Deskripsi tersebut menunjukkan bahwa masih ada ketimpangan dalam
pembangunan dan penyediaan sarana pendidikan.

20
Tabel 2.6
Jumlah Sarana Gedung Sekolah Menurut Kecamatan

No Kecamatan SD SMP SMA


1 Selo 24 2 1
2 Ampel 45 7 6
3 Cepogo 35 2 1
4 Musuk 48 3 -
5 Boyolali 36 10 12
6 Mojosongo 37 4 3
7 Teras 31 3 3
8 Sawit 23 4 1
9 Banyudono 34 5 3
10 Sambi 33 4 2
11 Ngemplak 34 5 1
12 Nogosari 34 4 3
13 Simo 35 7 6
14 Karanggede 26 5 3
15 Klego 28 5 1
16 Andong 40 6 6
17 Kemusu 31 3 1
18 Wonosegoro 35 5 3
19 Juwangi 30 3 1
Jumlah 639 87 57

2.3.4 Sarana Perekonomian


Tabel 2.7.
Jumlah sarana perekonomian menurut kecamatan

No Kecamatan Pasar
1 Selo 2
2 Ampel 2
3 Cepogo 1
4 Musuk 2
5 Boyolali 4
6 Mojosongo 2
7 Teras 1
8 Sawit 2
9 Banyudono 2
10 Sambi 1
11 Ngemplak 2
12 Nogosari 2
13 Simo 1
14 Karanggede 2
15 Klego 2

21
16 Andong 2
17 Kemusu 2
18 Wonosegoro 2
19 Juwangi 2
Jumlah 36

Adanya sarana perekonomian seperti pasar baik pasar desa maupun pasar
kecamatan adalah untuk menunjang kegiatan ekonomi masyarakat. Sarana yang
layak dapat menunjang untuk perekonomian yang baik pula. Kurang lebih 36 pasar
yang ada di Kabupaten Boyolali kalau digali potensinya baik potensi sumberdaya
(resources), pelaku usaha ekonomi (man), uang (money) serta parkir yang digunakan
untuk bertransaksi setiap hari tentunya dapat meningkatkan PAD Kabupaten
Boyolali. Namun sampai saat ini potensi pasar yang begitu besar belum digali secara
maksimal sehingga PAD yang besar masih berasal dari rumah sakit.

22
BAB III
STUDY KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI MIKRO
DI KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2006

A. Studi Kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Boyolali


Untuk menganalisa terhadap kebijakan pengembangan ekonomi mikro, di dukung
dengan dokumen-dokumen terkait seperti RPJMD, APBD 2006, RKPD, KUA-RKA,
laporan dari masing-masing satker. Kebijakan yang berkaitan dengan pengembangan
ekonomi mikro bukanlah isu yang baru namun isu yang sudah lama. Melihat
konsideran anggaran yang bisa dikatakan jomplang artinya belanja aparatur negara,
belanja barang dan jasa, belanja perjalanan dinas dan belanja lainnya dinilai masih
belum sesuai harapan pelaku usaha kecil menengah dan bisa dikatakan tidak pro poor
serta pro gender.

Pengembangan ekonomi adalah urusan pilihan bagi pemerintah, sedang urusan wajib
seperti pendidikan dan kesehatan pun masih jauh dari harapan. Padahal kontribusi
yang besar pendapatan asli daerah berasal dari retribusi. Retribusi didapat dari rumah
sakit, angkutan yang masuk terminal, parkir, kios dan lain sebagainya. Artinya
retribusi tersebut berasal dari orang miskin karena orang yang sering sakit adalah
orang miskin, orang sering naik angkot adalah orang miskin.

Secara filosofis, negara yang terbetuk dengan nama NKRI (Negara Kesatuan Republik
Indonesia) yang mempunyai segenap perangkat institusinya dan mempunyai modal
penduduk untuk melaksanakan pembangunan. Idealnya anggaran dan kebijakan yang
dibuat Policy Maker harus mementingkan rakyat dikarenakan negara berprinsip dari
rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.

Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang


Pemerimtah Daerah bahwa tujuan pembangunan adalah untuk mewujudkan
kesejahteraan masyarakat. Upaya yang ditempuh dapat melalui perencanaan

23
pembangunan yang efisien, efektif, responsif dan konsisten. Sehingga permasalahan
yang ada di masyarakat dapat terselesaikan dan sesuai dengan harapan masyarakat.

Secara administratif, anggaran daerah (APBD) mempunyai fungsi antara lain: (1).
Sebagai pedoman bagi pemerintah daerah dalam mengelola sumberdaya daerah,
terutama keuangan daerah untuk suatu periode tertentu, (2). Sebagai instrumen
pengawasan pemerintahan dan pembangunan daerah, (3). Sebagai instrumen utuk
menilai kinerja pemerintah. Sedang secara ekonomi, fungsi anggaran adalah pertama,
fungsi alokasi, kedua, fungsi distribusi, ketiga, fungsi stabilisasi.

1. Proses Pengambilan Kebijakan


Terjadinya pengambilan keputusan pada Pemerintah Daerah, secara politis diawali
proses PILKADAL artinya penyusunan rencana program-program pembangunan yang
ditawarkan masing-masing Calon Kepala Daerah (CKD) kepada voters, kesalahan
rakyat dalam memilih CKD akan dirasakan akibatnya dalam jangka lima tahun. Dari
visi dan misi kepala daerah terpilh kemudian dijabarkan kedalam dokumen RPJMD
(Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah), hal itu sesuai Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, menjadi
kewajiban Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota untuk menyusun perencanaan
daerah berupa Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD), Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Kerja Pembangunan
Daerah (RKPD).

Secara teoritis proses pengambilan kebijakan sudah cukup baik, seperti Musyawarah
Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) sudah dimulai dari bawah artinya
penggalian usulan dimulai dari RT, RW pada MusrebangDes yang menghasilkan
kebutuhan perencanaan pembangunan desa selama kurun waktu tertentu.
Kebanyakan usulan dari Desa masih berbentuk fisik seperti pembangunan jalan,
pembangunan jembatan, masjid dan lain sebagainya. Sedangkan usulan yang
berbentuk nonfisik seperti pelatihan dalam memperkuat institusi (Capacity Building)
jarang menjadi kebutuhan yang urgent. Pelaksanaan musrenbangDes selambat-

24
lambatnya akhir bulan januari. Waktu yang relatif pendek harus menghasilkan
keputusan yang menjadi kebutuhan desanya.

Proses yang selanjutnya adalah Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kecamatan


(MusrenCam) yang dilaksanakan antara tanggal 1-14 Pebruari dihadiri tokoh-tokoh
Desa yang akan bertarung dengan tokoh Desa lainnya dalam mengegolkan usulannya.
Pada forum ini, Desa yang tidak gigih dan tidak dapat memberikan argumen yang
menarik dan kuat maka hasil dari musrenbangDes akan sia-sia. MusrenbangCam
menghasilkan kebutuhan masing-masing desanya. Hasil musrenbangCam harus
dilaksanakan dan disusun dalam waktu yang singkat, sehingga menuntut kerja keras
birokrasi pemerintah kecamatan.

Forum Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) adalah wadah bersama antar pelaku
pembangunan untuk membahas prioritas kegiatan pembangunan hasil
musrenbangCam dengan SKPD atau gabungan SKPD sebagai upaya mengisi Rencana
Kerja SKPD. Hasil yang diharapkan pada forum SKPD adalah Renja SKPD yang memuat
kerangka regulasi dan kerangka anggaran yang dirinci menurut Kecamatan dan sudah
dibagi menurut alokasi APBD. Forum SKPD Kabupaten mempunyai tujuan untuk
mengsinkronkan hasil musrenbangCam dengan Rencana Kerja Satuan Perangkat
Daerah (Renja-SKPD), menetapkan prioritas kegiatan, menyesuaikan prioritas Renja-
SKPD dengan plafon/pagu anggaran SKPD dan mengidentifikasi keefektifan berbagai
regulasi yang berkaitan dengan fungsi SKPD. Pelaksanaan forum Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD) antara tanggal 15-21 Pebruari.

Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kabupaten (MusrenbangKab) dilaksanakan


pada bulan maret. MusrenbangKab adalah musyawarah steakholder Kabupaten
berdasarkan Renja-SKPD hasil forum dengan cara meninjau keserasian antara
rancangan Renja-SKPD untuk pemutakhiran Rancangan APBD. Pergulatan
argumentasi dari masing-masing utusan kecamatan akan bertarung pada forum ini
untuk memberikan masukan kepada SKPD terkait. Pelaksanaan musrenbangKab juga
harus memperhatikan dokumen RPJMD atau Renstra Daerah. Tujuan pelaksanaan
musrenbangKab adalah untuk penyempurnaan rancangan awal RKPD yang memjuat

25
prioritas pembangunan daerah, pagu indikatif pendanaan dan rancangan alokasi Dana
Desa. Hasil yang diharapkan adalah prioritas kegiatan yang dipilih menurut
pendanaan dari APBD Kabupaten.

Sesuai dengan Surat Edaran Bersama (SEB) dalam proses pengambilan kebijakan yang
dimulai dari musrenbang Dusun, musrenbang Desa, musrenbang Kecamatan dan
musrenbang Kabupaten sudah melibatkan berbagai steakholder seperti tokoh
masyarakat, tetua adat, tokoh agama, partai politik, LSM/NGO, perempuan dan lain
sebagainya. Namun pada forum yang selanjutnya yakni Penyusunan RKPD,
Penyusunan Kebijakan Umum Anggaran, strategi dan Plafon APBD, Penyusunan RKA-
SKPD, Pembahasan dan penetapan APBD keterlibatan steakholder tidak ada.

Pasca musrenbang Kabupaten adalah forum abu-abu dalam arti celah keterlibatan
steakholder tidak ada, sehingga penting untuk dikawal karena rawan terjadi distorsi
hasil musrenbang. Bisa dikatakan pembahasan yang melelahkan dan menghabiskan
anggaran menjadi sia-sia karena permainan partai politik sehingga keputusan yang
dihasilkan pun bersifat politis.
Gambar 3.1
Proses Pengambilan Kebijakan

Rancangan
MUSRENBANGNAS RKP Mei
RPJMD Apr

MUSRENBANG Rancangan
Rancangan PROV RKPD Prov Mei
Awal RKPD
Apr
Prioritas pemb,
Okt
Pagu indiakatif
berdasar fungsi Rancangan Musrenbang RKPD/ Rancangan Penetapan
SKPD, sumber MUSRENBANGDA Ahir RKPD RAPBD
RKPD RKPD
dana & Wilayah
Mar
kerja
Mei
KUA
Jun

Rancangan Forum Renja


Renstra RKA-
Renja SKPD SKPD SKPD
SKPD SKPD
Feb/Mar Apr
Feb. Agt

MUSRENBANG Feb.
Kecamatan

MUSRENBANG Jan
Desa/Kel.

26
2. Jenis dan Bentuk Program Pengembangan Ekonomi Mikro
Jenis dan bentuk program yang digulirkan oleh pemerintah daerah, bisa dikatakan
cukup banyak seperti pemberian kredit lunak, pelatihan hasil pengolahan pangan,
bimbingan teknis dan lainnya sebagainya.

Agar lebih hemat dan mempermudahkan pemilahan jenis dan bentuk program,
penelitian ini menggunakan empat kategori. Pertama, bantuan langsung artinya
bantuan yang diberikan secara langsung kepada pelaku usaha kecil dan menengah
seperti pemberian gerobak bagi pedagang kaki lima (PKL), bantun bahan dan
peralatan industri lainnya. Kedua, infrstruktur adalah jenis bantuan yang diberikan
kepada pelaku usaha kecil dan menengah untuk pengembangan kawasan seperti
wilayah agro dan lain jenisnya. Ketiga, penguatan lembaga (Capacity Building) adalah
bantuan yang diwujudkan dalam bentuk dukungan pengeloloaan (manajemen) usaha
agar lebih baik dan terbukukan dengan rapi, contohnya pelatihan manajemen usaha,
cara mengakses kredit dari pemerintah, bimbingan teknis, seminar dan pelatihan
lainnya yang dapat mendukung kelacaran usaha. Keempat, Pemasaran (marketting)
adalah kegiatan yang dilakukan pemerintah dalam mendukung pemasaran produk
pelaku usaha kecil dan menengah seperti pameran (expo), pemasaran melalui leaflet
dan brosur tentang keunggulan dan potensi daerah.

Tabel 3.2

Data per Dinas Dalam Mendukung Program Pengembangan Ekonomi Mikro

I. Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi


No Kegiatan Kategori
1 Pengadaan Barang Peralatan Latihan 2
Pemberdayaan Lmbg Lat Krj Swasta (P. Hardwar dan
2 Software Komp) 3
3 Pengiriman TKI ke LN dengan pola Dana Revolving 1
4 Pelatihan Ketrampilan Pencari Tenaga Kerja MTU 3
5 Pembedayaan Lat Krj Swasta 3
6 Pembinaan Hubungan Industrial 3

27
II. Dinas Kesehatan Dan Sosial
No Kegiatan Kategori
1 Peningkatan Peran Aktif masy dan dunia usaha dlm
mendukung upy2 penylg plyn ksjh bg PMKS 3
2 Pembentukan jejaring krjsm pelakuush ksjh sos, masy dan
dunia ush termasuk org tingkat lokal 4

III. Dinas Pekerjaan Umum Perhubungan dan Kebersihan


No Kegiatan Kategori
1 Peningkatan Jln nGleses-Batas Kab. Grobogan 2
2 Peningkatan Jln Kali Tlawah- Geneng Sari 2
3 Peningkatan Jln Wonosegoro - Guwo 2
4 Peningkatan Jln Sangge - Kalangan 2
5 Peningkatan Jln Pinggir - Tanjung 2
6 Peningkatan Jln Ketitang - Kalioso 2
7 Pembangunan Jembatan Setro 2
Peningkt. Jln Jlerem-Ngadirojo-Ngargoloko-Kembang Kec.
8 Ampel 2
9 Peningkatn Jln Blumbang-Sangge, Kec. Klego 2
Peningktn Jln dan Pembuatn Saluran Drainase Lingk TPA Kec.
10 Byl 2
11 Pendampingn Peningktn Jln Kartosuro-Byl 2
12 Peningktn Jembatan Karanggatak Kec. Klego 2
13 Pembangunan Landhof Jembtan Jaten 2
14 Pembangunan Jembatn Gatak Balak Mojosongo 2
15 Pemb. Jln utk Relokasi Pmukiman Blok G Kec. Kemusu 2
16 Peningktn Jemb. Sombo Kec. Musuk 2
17 Peningktn Jemb. Sidomulyo Kec. Kemusu 2
18 Pemeliharaan Jln Mangu Kec. Nogosari (Rigid Pavement) 2
Pemelihraan Jln Krg Gede-Juwangi (RP) sblh Tmr Kec.
19 Wonosegoro 2
Pemeliharaan Jln. Krg Gede-Juwangi (RP) sblh Brt Perempatn
20 Banyusri 2
Pmliharaan Jln Ngemplak-Kliwonan (RP) sblh Brt dkh Celengan,
21 Ngmplk 2
22 Pmeliharaan Jln, Bang Plgkp dan URC se Kab. Boyolali 2
23 Survey Peningktn Jln Singkil-Kragilan, Kec.Byl dan Mojosongo 2
24 Pembuatn Study Kelayakan Penangann Jln Kab. Byl 3
Jasa Pengawasan Konstruksi Pemb. Kwsn Wst Pengging Kec.
25 Bnydno 2

28
IV. Dinas Pariwisata Dan Kebudayaan
No Kegiatan Kategori
1 Pengadaan Kios bg Pedagang di OW Pengging 1
2 Promosi Produk Pariwisata di Boyolali Expo 2006 4
3 Promosi Produk Pariwisata di Bengawan Solo Fair 4
4 Promosi Produk Pariwisata Tk. Kab Byl dan Jawa Tengah 4
5 Pembuatan Leaflet Pariwisata Kab. Boyolali 4
6 Pengadaan VCD Pesona Wst Byl dlm rangka Promosi Prwst Byl 4
7 Biaya Oprasional Pembuatan Bk wst Nusantara 2
8 Keikutsertaan dlm Borobudur International Vestifal 4
9 Perencanaan dan Evaluasi Disparbud 3
10 Pembinaan Ush Rekreasi, hiburan umum dan rmh mkn 3

V. Dinas Perindustriaan Perdagangan Dan Koperasi


No Kegiatan Kategori
1 Pengadaan Sarana dan Prasarana Perdag (Kios) bagi PKL 1
Pemantauan dan Monitoring Pengwasan Pelaks Penanaman
2 Modal 3
Oprsionl bantuan Peningkt Kapsts Prodk Myk Atsiri Nilam (KUB I
3 W N) 3
Bintek Prod Myk Atsiri (KUB Inti Wangi Nsatara) dr
4 Dep.Perindstri Jkt 3
5 Pemutakhiran Data 3
6 Penyusunan Data Statistik Deperidagkop Kab. Byl 3
7 Pelat.Design dan Bantuan Peralatan bg IK Krajinan Tembaga 3
8 Pengadaan Bhn Baku dan Bhn Penolong Unt Ush Yodiasi Garam 1
Pelat.Konveksi bg IK di Ds.Mriyan Kec.Musuk dan Ds.Lencoh
10 Kec.Selo 3
11 Pelat.Tekhnologi Prod.Mknn Olhan dan Stimulan modal 3
12 Bimbingan dan Motivasi Jiwa Kewiraushaan / AMT 3
Penylhn Manaj Pemasaran dan Stimuln Mdl bg Pdgg Psr
13 Tradisionl Swt 4
14 Operasional Sarana Perijinan SIUI 3
15 Pengawasn Perijinn SIUP, TDP dan TDG 3
16 Monev PAD 3
17 Pengawasn dan Operasionl Perijinn SIUI 3
Pngwsn & Penyluh UTTP Lgsung kpd prshn Tk Ems, Spr Mrkt &
18 Psr 3
19 Penyelenggrn Bzar/Psr Rkyt menghadapi Hari Raya 4
20 Menfasilitsi Promosi UKM (furny craft) 4
Monev Pmsrn Tmbkau & Road Show Ke Pabrik&mfslts
21 ptn&UKM Tmbk 3
22 mntring&infrmsi hrg Keb.Pokok msy&brg pntng Strategis 3
23 Bintek Menej Pmsrn bg pdg syr bg klmpk di Kec. Cpogo dan 4

29
Kec.Selo
24 menfslits Pengsha Agro ke Psr Lelang 1
25 Mfslts Pgsh utk Mngikuti Pmeran TK Nas (PPE) 4
26 Temu Ush perajin Mebel dengan Eksportir 3
27 Oprsnl,Monev Dana Bgulir dan Bantuan kpd Koperasi 3
28 Oprsnl Pemberian Pinjaman Mdl Krj 2
Fslts Pmnftn Fslts BLK&Litbang TTG mlalui Kemitraan dg PT &
29 swass 3
30 Penguatn Jaringn Penyediaan Bhn Baku dan Pengembangan 3
31 Fsltsi Pengem.Diklat &Penylhn bg UKM/Wira Ush Baru 3
Fsltsi Pnatan Orgns&moderns Manaj Kop yg sesui Jt dr Kop(USP
32 Kop) 3
33 Fsltsi Orgns&Moderns Manaj Kop ssuai dg jt dr Kop (KKT) 3
Fsltsi Pengemb.Jar Krjsm Mktraan antr Kop/dg Publik Info
34 Promo&pmsr 4
Penkgtn Koordinasi dlm Perencnn,Pengndalian,Monev Pelks
35 Kebij&Prog 3
36 Fsltsi.Pntaan Orgns&moderns Manaj Kop ssuai dg jt dr Kop 3

VI. Dinas Pasar


No Kegiatan Kategori
1 Pembuatn Papan Nama Pasar Daerah 2
2 Belanja Modal Pengadaan Sarana Prasarana 2
3 Penataan Lingk. Psr Hwn Ampel 2
4 Pernaikn Teras kios,Pengersn Hal dlm Psr &MCK Psr Byl 2
5 Pembutan talud,Akses jln msk&pntu Pengemann psr ampel 2
6 Penyempurnaan psr Ampel 2
7 Pembangunn Psr Ampel /jaminan Pemeliharaan 2
8 Penyenpurnaan Psr Sunggingan 2
9 Pembuatan Saluran Air dan Pavingisasi Psr Karanggede 2
10 Pembautan Pagar Pasar Kacangan 2
11 Penyempurnaan psr Boyolali 2
12 Water Proving Plat Atap Psr Pengging 2
13 Pntaan Monev PKL di Kab. Byl 3
14 Pntan psr dan PKL Wil psr dlm krgka Adipura 2
15 Pntaan psr Sunggingn,Psr Byl dan pdg psr Ampel 2
16 Pengwsn Pmliharaan Pemb.psr Ampel 3
Pembinaan Adm Pmunugtn Retribs psr,Kepegwn & Asset
17 Dinas 3
18 Pembinaan pdg & Penelitian Perijinan 3
19 Pendataan Potensi pdg psr se Kab. Byl 3

30
VII. Sekretaris Daerah
No Kegiatan Kategori
1 Gelar Promosi Agibisnis Jawa Tengah 2006 4
2 Indonesia Agribusines Expo 2006 4
Peny Pmern Prod Ungguln&Andaln Kab.Byl di Festifl Nusa 2
3 ke 10 th 06 4
Pengembgn Ush Mikro Tradsnl dgn Pengendalian Potensi
4 Priwst stmpt 4

VIII. Badan Perencana Pembangunan Daerah


No Kegiatan kategori
1 Penguatan FEDEP 3
2 Penguatan FEDEP 3

IX. KPMD
No Kegiatan Kategori
1 Pemberian bantuan peralatan (TTG) kepada kelompok usaha 1
Pendampingan pelaksanaan P2SPP (simpan pinjam
2 perempuan) 3
3 Monev UED SP 3
4 Lomba pengelolaan administrasi UED SP 3
5 Lomba pengelolaan administrasi UED SP (Hadiah) 3
Pemberian stimulan revitalisasi pasar desa Genengsari
6 Kemusu 2
7 Pelatihan dan pembinaan pengelolaan UED SP 3
Pemberian stimulan revitalisasi pasar desa Karangkepoh
8 Karanggede 2
9 Pemberian stimulan revitalisasi pasar desa Jrakah Selo 2
10 Pelaksanaan PPK 3

X. Dispertanbunhut

No Kegiatan Kategori
1 Pendampingan dana bergulir 3

XI. Disnakan
No Kegiatan Kategori
Pengadaan peralatan rumah tangga UPTD daging sehat dan
1 susu segar 2
2 Gaduhan ternak sapi potong 1
3 Rehabilitasi RPH Ampel 2
Pengembangan dunia usaha dan industri perikanan bagi
4 masyarakat 3

31
Peningkatan usaha perikanan budidaya di kawasan
5 pengembangan 3
6 Peningkatan fasilitas BBI Kab. Boyolali 2
7 Operasional UPTD daging sehat dan susu segar 2
8 Pembinaan ternak bantuan pemerintah 3
Pengembangan agribisnis peternakan dan kawasan
9 agropolitan 2
10 Operasional RPH Ampel 2
11 Peningkatan kwalitas susu 3
12 Pengadaan bahan penunjang laboratorium Kesmavet 3

Keterangan :

Kategori 1 adalah Bantuan Langsung

Kategori 2 adalah Infastruktur Pendukung dan Pengembangan Kawasan

Kategori 3 adalah Capacity Building (Penguatan SDM, Institusi, Kwalitas


Produk dan lain-lain)

Kategori 4 adalah Dukungan Pemasaran Produk (Marketting)

Berdasarkan data Boyolali dalam angka tahun 2004, perkembangan usaha ekonomi
mikro, kecil dan menengah (UMKM) dan koperasi telah memberikan kontribusi yang
cukup besar terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat, dan penyediaan
lapangan kerja, serta mempengaruhi peningkatan PDRB (ADHK) Kabupaten Boyolali
sebesar 4,22% dari total PDRB. Dan berimplikasi pada penyerapan tenaga kerja
sebesar 2.532 tenaga kerja.

Dilihat dari aspek ekonomi anggaran mempunyai fungsi, antara lain: Pertama, Fungsi
alokasi, proses anggaran merupakan sarana untuk penyediaan barang dan jasa
publik untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Di sini pemerintah bertanggung
jawab harus mengalokasikan anggaran untuk menyediakan barang sosial dan
pelayanan publik. Kedua, Fungsi distribusi, proses anggaran merupakan sarana atau
mekanisme untuk membagikan sumberdaya dan pemanfaatannya kepada pelaku
usaha ekonomi mikro, kecil dan menengah (UMKM) secara adil. Fungsi ini terutama
diarahkan untuk mengatasi kesenjangan antar berbagai golongan masyarakat. Fungsi
ini biasanya dijalankan dengan mengembangkan mekanisme perpajakan atau
transfer. Ketiga, Fungsi stabilisasi, pajak dan pengeluaran pemerintah akan

32
mempengaruhi permintaan agregat dan kegiatan ekonomi secara keseluruhan.
Pengaturan kedua hal ini sangat penting bagi penciptaan stabilitas ekonomi,
penciptaan lapangan kerja dan laju inflasi.

3. Target atau Hasil yang Diharapkan Dari Program Pengembangan Ekonomi Mikro
Kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah daerah, akan menjadi sia-sia dan tidak bisa
diukur apabila tidak mempunyai target atau hasil yang diharapkan dalam
pengembangan ekonomi mikro. Berdasarkan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006
bahwa setiap program dalam pelaporannya harus mencantumkan input, output dan
outcome.
Target yang ingin dicapai oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Boyolali, terlihat pada
tabel dibawah ini:
Tabel 3.3.1
Proyeksi Kinerja Tahun 2005-2006

No Indikator Kinerja Target Kinerja Indikatif


2005 2006
1 Bertambahnya UKM dan Koperasi yang
berhasilmengakses sumber pembiayaan:
 UKM 14 20
 Koperasi 27 20

2 Peningkatan realisasi penyaluran dana


pinjaman kepada UMKM dan koperasi:
(dalam Rp)
 Kredit usaha kecil dari dana APBD I 648 jt 700 jt
 Kredit Investasi
 Pinjaman lunak / bagi hasil dana
bergulir
o UKM 98 jt 200 jt
o Koperasi 275 jt 400 jt
 Pinjaman lunak dari BUMN/D
 Bantuan keuangan lainnya
3 Deregulasi peraturan penyaluran dana
pinjaman dan penyertaan modal kepada UKM 5 1
dan Koperasi
Dokumen dari RPJMD Kab. Boyolali

33
Tabel 3.3.2
Proyeksi Kenaikan Kinerja Tahun 2005-2006

No Indikator Kinerja Target Kinerja Indikatif


2005 2006
1 Bertambahnya UKM dan Koperasi yang 3 4
memiliki HaKI
2 Jumlah kemitraan litbang tekhnologi tepat 1 1
guna yang terlaksana
Dokumen dari RPJMD Kab. Boyolali

Tabel 3.3.3
Proyeksi Kenaikan Dalam Persen

No Indikator Kinerja Target Kinerja Indikatif


2005 2006
1 Prosentase jumlah UKM yang meningkat
33,85 35
jumlah produktivitasnya
2 Peningkatan nilai total produksi UKM (dalam
1.898 1.917
juta Rp)
3 Berkurangnya kasus hambatan penyediaan
3 3
bahan baku
4 Persentase peningkatan SDM pengelola UKM
0 10
yang kompeten
Dokumen dari RPJMD Kab. Boyolali

Tabel 3.3.4
Proyeksi Kelompok UKM

No Indikator Kinerja Target Kinerja Indikatif


2005 2006
1 Jumlah kelompok usaha mikro dan wira usaha 80 80
baru yang telah mendapat pelatihan
2 Jumlah usaha ekonomi mikro yang berhasil 50 60
mengakses sumber pembiayaan
3 Peningkatan realisasi penyaluran dana pinjaman
kepada usaha mikro :
 Kredit usaha mikro dan wira usaha baru 250 jt 300 jt
dari dana APBD II (dalam Rp).
 Kredit investasi
 Pinjaman lunak/bagi hasil dana bergulir
 Pinjaman lunak dari BUMN/D
 Bantuan keuangan lainnya (block
grant/hibah).

34
90 jt 100 jt
4 Peningkatan jumlah usaha mikro yang terdaftar 700 jt 725 jt
Dokumen dari RPJMD Kab. Boyolali

Untuk mencapai target atau hasil yang diharapkan dalam program pengembangan
ekomomi mikro, pemerintah daerah kabupaten Boyolali mempunyai beberapa
kebijakan antara lain: Pertama, Pengembangan sistem pendukung permodalan bagi
UKM dan koperasi, yang di dalamnya mengandung makna penyediaan fasilitasi
bimbingan teknis dan workshop akses permodalan, bantuan Revolfing Fund (dana
bergulir) dan lain sebagainya. Kedua, Pengembangan Keunggulan Kompetitif UKM dan
Koperasi, yang mencakup kegiatan pendampingan, fasilitasi pemanfaatan Balai
Latihan Kerja dan litbang tekhnologi tepat guna dan pembentukan model-model UKM
percontohan. Ketiga, Pengembangan peningkatan produktifitas UKM, yang memuat
kegiatan bimbingan teknis peningkatan produktifitas, fasilitasi penguatan jaringan,
bimbingan teknis manajemen usaha dan lain sebagainya. Keempat, Pemberdayaan
Usaha Skala Mikro dan Wira Usaha Baru, mencakup kegiatan bimbingan teknis,
failitasi penyaluran pendanaan, fasilitasi penyediaan infrastruktur, pengembangan
usaha skala mikro tradisional dan lainnya. Kelima, Peningkatan Kualitas Kelembagaan
Koperasi, kegiatan pokonya seperti: fasilitasi penataan organisasi dan modernisasi
manajemen koperasi sesuai jati diri koperasi, fasilitasi pengembangan diklat dan
lainnya.

Secara makro berdasarkan penilaian sendiri (self assesment) oleh masing-masing


dinas cukup berhasil atas realisasi kinerja tahun 2006. Seperti Dinas Perindustrian
Pedagangan dan Koperasi, menunjukkan bahwa rata-rata capaian kinerja dari 8
sasaran yang telah ditetapkan adalah 90,61 %. Berdasarkan Laporan Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) keberhasilan yang paling menonjol adalah
meningkatnya penyaluran permodalan kepada UKM dan Koperasi dengan nilai
capaian kinerja 321,16%, meningkatnya pangsa pasar produk industri manufaktur
dilingkup domestik dan bertumbuhnya ekspor secara bertahap dan bertumbuhnya
ekspor secara bertahap sebesar 83,84 % dan meningkatnya pertumbuhan sektor

35
industri manufaktur dan perdangangan yang disertai dengan terciptanya lapangan
kerja produktif sebesar 81,25 %.

Target yang telah ditetapkan tersebut masih ada kekurangannya dan masih kurang
berhasil dikarenakan beberapa hal antara lain: keterbatasan anggaran dari APBD
sedangkan koperasi yang mengajukan permodalan sangat banyak, masih minimnya
investor yang masuk dan belum adanya perda yang mengatur tentang Penanaman
Modal di Daerah (PMD).

4. Strategi Pengembangan Ekonomi Mikro


Untuk mencapai suatu program maka dibutuhkan strategi yang jitu guna mendukung
pengembangan ekonomi mikro dengan separangkat kebijakannya pun harus berpihak
kepada pelaku usaha ekonomi mikro, menengah dan koperasi.

Strategi yang digunakan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Boyolali dalam


mendukung program pengembangan ekonomi mikro dengan cara : pertama
meningkatkan investasi yang di dalamnya mengandung kebijakan menghapus
ekonomi biaya tinggi dengan penyederhanaan prosedur perijinan, menciptakan
kepastian hukum yang menjamin kepastian usaha, menyempurnakan kelembagaan
yang menangani investasi agar berdaya saing, efisien, transparan, dan non
diskriminatif dan meningkatkan penyediaan infrastruktur. Kedua Peningkatan daya
saing industri yang mempunyai kebijakan: meningkatkan utulitas kapasitas terpasang,
memperkuat basis produksi, meningkatkan daya saing yang bermuara pada
penyerapan tenaga kerja yang lebih banyak, memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Ketiga Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, yang
mempunyai kebijakan : mengembangkan UKM agar memberikan kontribusi yang
cukup signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja dan
peningkatan daya saing, mengembangkan usaha skala mikro, memperkuat
kelembagaan dengan menerapkan tata pengelolaan yang baik dan berwawasan
gender dengan cara memperbaiki lingkungan usaha dan penyederhanaan prosedur
perijinan, memperluas basis kesempatan berusaha serta menumbuhkembangkan
wirausaha baru berkeunggulan, meningkatkan UMKM sebagai penyedia barang dan

36
jasa pada pasar domestik, meningkatkan kualitas kelembagan koperasi sesuai dengan
jati diri koperasi.

Mencermati strategi yang dibuat oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Boyolali,


Strategi tersebut tidak akan berhasil dan sesuai sasaran yang dinginkan apabila tidak
ditunjang pertama Sumber Daya Manusia yang mumpuni baik pemangku manfaat
kebijakan maupun pembuat kebijakan (policy maker). Kedua Produk hukum yang
mengatur tentang Penanaman Modal di Daerah. Ketiga tidak tersedia iklim usaha
yang kondusif bagi pengembangan ekonomi mikro. Keempat Anggaran yang berpihak
pada pengembangan ekonomi mikro (budgetting pro comunity development
economy). Kelima kerjasama (network) yang baik masing-masing dinas dengan
steakholder maupun dengan pihak luar yang berkompeten pada pengembangan
ekonomi mikro. Keenam dukungan pemasaran (marketting) pada produk pelaku
usaha ekonomi Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi (UMKM).

5. Manfaat Program Pengembangan Ekonomi Mikro


Setiap pelaksanaan program Pemerintah Daerah tidak terlepas adanya manfaat
(benefit) bagi para pelaku ekonomi mikro maupun bagi para pembuat kebijakan.
Namun program yang digulirkan oleh Pemerintah Daerah dalam pelaporannya tidak
mencantumkan manfaatnya. Hal itu berdasarkan sistem yang digunakan adalah
merujuk pada Permendagri Nomor 13 Tahun 2006, dimana setiap pelaporannya
cukup mencantumkan input, output dan outcome sedangkan penyertaan manfaat
(benefit) dan dampak (impact) menjadi urusan yang tidak wajib dilaporkan.

Program pengembangan ekonomi mikro, memberikan manfaat yang besar bagi


Pemerintah Daerah Kabupaten Boyolali sehingga bisa mempengaruhi PDRB,
berdasarkan data Boyolali dalam angka tahun 2004, perkembangan usaha ekonomi
mikro, kecil dan menengah (UMKM) dan koperasi telah memberikan kontribusi yang
cukup besar terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat, dan penyediaan
lapangan kerja, serta mempengaruhi peningkatan PDRB (ADHK) Kabupaten Boyolali
sebesar 4,22% dari total PDRB. Dan berimplikasi pada penyerapan tenaga kerja
sebesar 2.532 tenaga kerja.

37
Berdasarkan data Boyolali dalam Angka tersebut, kontribusi yang diberikan ekonomi
mikro pada Pemerintah Daerah Kabupaten Boyolali cukup besar, seharusnya
kebijakan kebijakan yang dibuat harus mendukung dalam pengembangannya.

Apabila ekonomi mikro berkembang dengan baik hal itu akan berimplikasi pada
peningkatan kesejahteraan masyarakat, peningkatan pendapatan bagi pelaku Usaha
Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi (UMKM), terserapnya tenaga kerja yang lebih
banyak dan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Boyolali akan mempunyai sentra-
sentra industri dan berbagai potensi dapat menonjol, dengan begitu pelaksanaan
pembangunan akan cepat tercapai dan apa yang menjadi amanah Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945 bisa terwujud.

6. Waktu Pelaksanaan Program Pengembangan Ekonomi Mikro


Program pengembangan ekonomi mikro yang dilakukan oleh berbagai dinas seperti
Disperindagkop, Dinas Pasar, Disparta, Dinkessos, Dispertanbunhut, Dinas PUPK,
Disnakertrans, Bappeda, Sekda Bagian Ekonomi, KPMD dan Kanpedal umumnya
dilakukan dalam waktu setahun. Hal itu mengingat penganggaran dilakukan tiap
tahun yang termaktub dalam Rencana Kerja Tahunan (RKT) yang disertai dengan
Rencana Kerja Anggaran (RKA).

Program yang dilaksanakan dalam waktu setahun tersebut adalah hasil dari Renja
SKPD dan forum musrenbang (Desa sampai dengan Kabupaten) yang semua itu tidak
bisa lepas dari pagu yang telah ditetapkan dan manifestasi pada dokumen RPJMD.

7. Anggaran Pengembangan Ekonomi Mikro


Untuk mengimplementasikan sebuah program tidak terlepas dari anggaran. Dalam
proses-proses penganggaran memang masih banyak kekurangan mulai dari
akuntabilitas dan transparancy itu sendiri. Yang menjadi pertanyaan penelitian ini,
apa pentingnya anggaran? Perlunya dibuat anggaran karena itu mempunyai fungsi
antara lain: Pertama, Anggaran pemerintah merupakan instrumen kebijakan paling
penting. Kedua, Anggaran mencerminkan komitmen dan pilihan-pilihan yang dibuat

38
pemerintah. Ketiga, Anggaran merupakan alat yang digunakan pemerintah untuk
mencapai tujuan-tujuan ekonomi dan pembangunan.

Dalam proses-proses penganggaran, sebenarnya masyarakat bisa terlibat karena


mempunyai hak17, antara lain:
Hak politik adalah hak warga masyarakat untuk terlibat dalam proses anggaran
dimulai dari proses perencanaan, pengesahan, implementrasi dan audit.
Hak informatif adalah hak warga masyarakat untuk mengakses dan mengetahui
dokumen publik (data dan informasi) tentang penyelenggaraan pemerintahan,
termasuk didalamnya data dan informasi tentang anggaran.
Hak alokatif adalah hak warga masyarakat (sektoral atau teritorial) untuk
mendapatkan alokasi dana dari anggaran.

Secara administratif, anggaran daerah (APBD) mempunyai 3 fungsi:


Sebagai pedoman bagi Pemda dalam mengelola sumberdaya daerah, terutama
keuangan daerah untuk suatu periode waktu tertentu (masa mendatang).
Sebagai instrumen pengawasan pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan
daerah.
Sebagai instrumen untuk menilai kinerja pemerintahan.

Sedangkan dilihat dari aspek ekonomi, anggaran mempunyai fungsi :


Fungsi alokasi, proses anggaran merupakan sarana untuk penyediaan barang dan
jasa publik untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Di sini pemerintah
bertanggung jawab harus mengalokasikan anggaran untuk menyediakan barang
sosial dan pelayanan publik.

Fungsi distribusi, proses anggaran merupakan sarana atau mekanisme untuk


membagikan sumberdaya dan pemanfaatannya kepada publik secara adil. Fungsi
ini terutama diarahkan untuk mengatasi kesenjangan antar berbagai golongan

_
17
Ahmad Suhelmi, Politik Pemikiran Barat, Yogyakarta, UGM Press, Hal. Tahun

39
masyarakat. Fungsi ini biasanya dijalankan dengan mengembangkan mekanisme
perpajakan atau transfer..

Fungsi stabilisasi, pajak dan pengeluaran pemerintah akan mempengaruhi


permintaan agregat dan kegiatan ekonomi secara keseluruhan. Pengaturan kedua
hal ini sangat penting bagi penciptaan stabilitas ekonomi, penciptaan lapangan
kerja dan laju inflasi, misalnya.

8. Pelaksana Program Pengembangan Ekonomi Mikro


Program pengembangan ekonomi mikro, kecil, menengah dan koperasi, tidak hanya
dilaksanakan oleh satu dinas saja, melainkan saling terkait dengan dinas, badan dan
kantor yang lain guna mendukung kesuksessan program yang telah dibuat. Kalau kita
lihat Tupoksi perdinas seharusnya yang mempunyai wewenang paling besar adalah
Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi.

Untuk mencapai kesuksesan dalam menjalankan program, pemerintah daerah tidak


bisa berdiri sendiri atau secara parsial melainkan harus ada sinergis antara
pemerintah daerah dan pihak swasta serta dukungan dari masyarakat (steakholder
usaha ekonomi mikro). Tak hanya itu saja kondisi pasar pun harus selalu diperhatikan
baik kondisi makro dan mikro yang semua itu berdampak pada pelaku usaha ekonomi
mikro, kecil, menengah dan koperasi.
Disamping itu keterkaitan dinas yang ikut terlibat dalam pengembangan ekonomi
mikro, kecil, menengah dan koperasi. Seperti pada tabel dibawah ini :

Tabel 3.8.1
Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi

No Kegiatan
1 Pengadaan Barang Pelatihan
2 Pemberdayaan lembaga lat. Kerja swasta (P. Hardwar dan Sofware
komputer)
3 Pengiriman TKI ke Luar Negeri dengan pola dana revolving (bergulir)
4 Pelatihan ketrampilan pencari kerja MTU
5 Pemberdayaan latihan kerja swasta
6 Pembinaan hubungan industrial
Dokumen APBD 2006

40
Tabel 3.8.2
Dinas Kesehatan Dan Sosial

No Kegiatan
1 Peningkatan peran aktif masyarakat dan dunia usaha dalam mendukung
upaya-upaya penyelenggaraan pelayanan kesejahteraan bagi Penyandang
Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS)
2 Pembentukan jejaring kerjasama pelaku usaha kesejahteraan sosial,
masyarakat dan dunia usaha termasuk orang tingkat lokal
Dokumen APBD 2006

Tabel 3.8.3
Dinas Pekerjaan Umum Perhubungan Dan Kebersihan

No Kegiatan
1 Peningkatan jalan Ngleses-perbatasan Kab. Grobogan
2 Peningkatan jalan Kali Tlawah-Geneng Sari
3 Peningkatan jalan Wonosegoro-Guwo
4 Peningkatan jalan Sangge-Kalangan
5 Peningkatan jalan Pinggir-Tanjung
6 Peningkatan jalan Ketitang-Kalioso
7 Pembangunan jembatan Setro
8 Peningkatan jalan Jlerem-Ngadirojo-Ngargoloko Kembang Kec. Ampel
9 Peningkatan jalan Blumbang-Sangge Kec. Klego
10 Peningkatan jalan Pembuatan Saluran Drainnes lingkungan TPA Kec. Byl
11 Pendampingan Peningkatan jalan Boyolali-Kartosuro
12 Peningkatan jembatan Karanggatak Kec. Klego
13 Pembangunan Landhof jembatan Jaten
14 Pembangunan jembatan Gatak Balak Mojosango
15 Pembangunan jalan untuk relokasi pemukiman Blok G Kec. Kemusu
16 Pemeliharaan jalan Mangu Kec.Nogosari (Rigid Pavement)
17 Pemeliharaan jaln Karanggede-Juwangi (RP) sebelah imur Kec. Wonosegoro
18 Peningkatan jembatan Sombo Kec. Kemusu
19 Peningkatan jembatan Sidomulyo Kec. Kemusu
20 Pemeliharaan jalan Karanggede-Juwangi (RP) sebelah Barat perempatan
Banyusri
21 Pemeliharaan jalan Ngemplak-Kliwonan (RP) sebelah Barat Dk. Celengan Kec.
Ngemplak
22 Pemeliharaan jalan, bangunan pelengkap dan sarana URC se Kab. Boyolali
23 Survey peningkatan jalan Singkil-Kragilan Kec. Boyolali dan Mojosongo
24 Pembuatan Study kelayakan Penanganan jalan Kab. Boyolali
25 Jasa pengawasan konstruksi pembangunan kawasan wisata Pengging Kec.
Banyudono
Dokumen APBD 2006

41
Tabel 3.8.4
Dinas Pariwisata Dan Kebudayaan

No Kegiatan
1 Pengadaan kios bagi pedagang di OW Pengging
2 Promosi produk pariwisata di Boyolali Expo 2006
3 Promosi produk pariwisata di Bengawan Solo Fair
4 Promosi produk pariwisata Tk. Kab.Boyolali dan Jawa Tengah
5 Pembuatan leaflet pariwisata Kab. Boyolali
6 Pengadaan VCD pesona wisata Boyolali dalam rangka promosi pariwisata
Boyolali
7 Biaya operasional pembuatan buku wisata Nusantara
8 Keikutertaan dalam Borobudur International Vestifal
9 Pembinaan usaha rekreasi, hiburan umum dan rumah makan
Dokumen APBD 2006
Tabel 3.8.5
Dinas Perindustrian Perdagangan Dan Koperasi

No Kegiatan
1 Pengadaan Sarana dan Prasarana Perdagagangan (Kios) bagi PKL
2 Pemantauan dan Monitoring Pengawasan Pelaksanaan Penanaman Modal
3 Operasional bantuan Peningkatan Kapasitas Produk Minyak Atsiri Nilam
(KUB I W N)
4 Bintek Produksi Minyak Atsiri (KUB Inti Wangi Nsatara) dari
Dep.Perindustrian Jakarta
5 Pemutakhiran Data
6 Penyusunan Data Statistik Deperindagkop Kab. Byl
7 Pelatihan Design dan Bantuan Peralatan bagi Industri Kecil Kerajinan
Tembaga
8 Pengadaan Bahan Baku dan Bahan Penolong Unit Usaha Yodiasi Garam
9 Pelatihan Konveksi bagi Industri Kecil di Ds.Mriyan Kec.Musuk dan Ds.Lencoh
Kec.Selo
10 Pelatihan Konveksi bagi Industri Kecil di Ds.Mriyan Kec.Musuk dan Ds.Lencoh
Kec.Selo
11 Pelatihan Tekhnologi Produk Makanan Olahan dan Stimulan modal
12 Bimbingan dan Motivasi Jiwa Kewirausahaan / AMT
13 Penyuluhan Manajemen Pemasaran dan Stimulan Modal bagi Pedagang
Pasar Tradisionl Sawit
14 Operasional Sarana Perijinan SIUI
15 Pengawasan Perijinan SIUP, TDP dan TDG
16 Monitoring dan Evaluasi PAD
17 Pengawasan dan Operasionl Perijinan SIUI
18 Pengawasan & Penyuluhan UTTP Langsung kepada perusahaan Toko Emas,
Super Market & Pasar
19 Penyelenggaraan Bazar / Pasar Rakyat menghadapi Hari Raya
20 Menfasilitsi Promosi UKM (furny craft)

42
21 Monev Pemasaran Tembakau & Road Show Ke Pabrik & memfasilitasi petani
& UKM Tembakau
22 Monitoring & informasi harga Kebutuhan Pokok masyarakat & barang
penting Strategis
23 Bintek Menejemen Pemasaran bagi pedagang sayur bagi kelompok di Kec.
Cepogo dan Kec.Selo
24 Menfasilitasi Pengusaha Agro ke Pasar Lelang
25 Memfasilitasi Pengusaha untuk Mengikuti Pameran Tingkat Nasional (PPE)
26 Temu Usaha perijinan Mebel dengan Eksportir
27 Operasional, Monitoring dan Evaluasi Dana Bergulir dan Bantuan kepada
Koperasi
28 Operasional Pemberian Pinjaman Modal Kerja
29 Fasilitasi Pemanfaatan Fasilitas BLK & Litbang TTG melalui Kemitraan dengan
PT & swasta
30 Penguatan Jaringan Penyediaan Bahan Baku dan Pengembangan
31 Fasilitasi Pengembangan Diklat & Penyuluhan bagi UKM / Wira Usaha Baru
32 Faslitasi Penataan Organisasi & modernisasi Manajemen Koperasi yang
sesuai Jati diri Koperasi (USP Koperasi)
33 Fasilitasi Organisasi & Modernisasi Manajemen Koperasi sesuai dengan jati
diri Koperasi (KKT)
34 Fasilitasi Pengembangan Jaringan Kerjasama kemitraan antar Koperasi /
dengan Publik Info Promosi & pemasaran
35 Peningkatan Koordinasi dalam Perencanaan, Pengendalian, Monitoring dan
evaluasi Pelaksanaan Kebijakan & Program
36 Fasilitasi Penataan Organisasi & modern Manajemen Koperasi sesuai dengan
jati diri Koperasi
Dokumen APBD 2006

Tabel 3.8.6
Dinas Pasar

No Kegiatan
1 Pembuatan Papan Nama Pasar Daerah
2 Belanja Modal Pengadaan Sarana Prasarana
3 Penataan Lingkungan Pasar Hewan Ampel
4 Pernaikan Teras kios,Pengerasan Halaman dalam Pasar & MCK Pasar Boyolali
5 Pembutan talud, Akses jalan masuk & pintu Pengemanan pasar Ampel
6 Penyempurnaan pasar Ampel
7 Pembangunan Pasar Ampel / jaminan Pemeliharaan
8 Penyempurnaan Pasar Sunggingan
9 Pembuatan Saluran Air dan Pavingisasi Pasar Karanggede
10 Pembuatan Pagar Pasar Kacangan
11 Penyempurnaan pasar Boyolali
12 Water Proving Plat Atap Pasar Pengging
13 Penataan Monitoring dan evaluasi PKL di Kab. Boyolali
14 Penataan pasar dan PKL Wilayah pasar dalam rangka Adipura

43
15 Penataan pasar Sunggingn, Pasar Boyolali dan padangang pasar Ampel
16 Pengawasan Pemeliharaan Pembangunan pasar Ampel
17 Pembinaan Administrasi Pemungutan Retribusi pasar, Kepegawaian & Asset
Dinas
18 Pembinaan pedagang & Penelitian Perijinan
19 Pendataan Potensi pedagang pasar se Kab. Boyolali
Dokumen APBD 2006
Tabel 3.8.7
Sekretaris Daerah

No Kegiatan
1 Gelar Promosi Agribusines Jawa Tengah 2006
2 Indonesia Agribusines Expo 2006
3 Penyertaan Pameranan Produk Unggulan &Andalan Kab.Boyolali di Festifal
Nusa 2 ke 10 th 06
4 Pengembangan Usaha Mikro Tradisional dengan Pengendalian Potensi
Pariwisata setempat
Dokumen APBD 2006
Tabel 3.8.8
Badan Perencana Pembangunan Daerah
No Kegiatan
1 Penguatan FEDEP
2 Penguatan FEDEP
Dokumen APBD 2006
Tabel 3.8.9
Kantor Pemberdayaan Masyarakat Desa
No Kegiatan
1 Pemberian bantuan peralatan (TTG) kepada kelompok usaha
2 Pendampingan pelaksanaan P2SPP (simpan pinjam perempuan)
3 Monev UED SP
4 Lomba pengelolaan administrasi UED SP
5 Lomba pengelolaan administrasi UED SP (Hadiah)
6 Pemberian stimulan revitalisasi pasar desa Genengsari Kemusu
7 Pelatihan dan pembinaan pengelolaan UED SP
8 Pemberian stimulan revitalisasi pasar desa Karangkepoh Karanggede
9 Pemberian stimulan revitalisasi pasar desa Jrakah Selo
10 Pelaksanaan PPK
Dokumen APBD 2006
Tabel 3.8.10
Dinas Pertanian Perkebunan Dan Kehutanan
No Kegiatan
1 Pendampingan dana bergulir
Dokumen APBD 2006

44
Tabel 3.8.11
Dinas Peternakan Dan Perikanan

No Kegiatan
1 Pengadaan peralatan rumah tangga UPTD daging sehat dan susu segar
2 Gaduhan ternak sapi potong
3 Rehabilitasi RPH Ampel
4 Pengembangan dunia usaha dan industri perikanan bagi masyarakat
5 Peningkatan usaha perikanan budidaya di kawasan pengembangan
6 Peningkatan fasilitas BBI Kab. Boyolali
7 Operasional UPTD daging sehat dan susu segar
8 Pembinaan ternak bantuan pemerintah
9 Pengembangan agribisnis peternakan dan kawasan agropolitan
10 Operasional RPH Ampel
11 Peningkatan kwalitas susu
12 Pengadaan bahan penunjang laboratorium Kesmavet
Dokumen APBD 2006

Dari data tersebut menunjukkan bahwa program pengembangan ekonomi mikro


tidak hanya ditangani oleh satu dinas saja, melainkan beberapa dinas, badan dan
kantor pun ikut andil didalamnya.

9. Sasaran Program Pengembangan Ekonomi Mikro


Sasaran program pengembangan ekonomi mikro akan dilihat dari berbagai aspek.
Pertama aspek geografis dalam arti wilayah yang menjadi sasaran ini meliputi
sembilan belas kecamatan di Kabupaten Boyolali. Kedua aspek usaha, dimana ini
penting usaha yang ada di Kabupaten Boyolali perlu di inventarisir dan
dikelompokkan sesuai dengan jenis usahanya atau lebih dikenal dengan Cluster
System.

Untuk mewujudkan kehidupan ekonomi daerah yang demokratis, efisien dan berdaya
saing yang dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat sehingga mampu
menampung tenaga kerja yang lebih banyak serta memberikan kontribusi yang
signifikan pada pertumbuhan ekonomi dan peningkatan pendapatan, Pemerintah
Daerah Kabupaten Boyolali mempunyai sasaran yang akan ditempuh dalam waktu
lima tahun, antara lain :

45
1. Meningkatnya penyaluran permodalan kepada UMKM dan Koperasi.
2. Meningkatnya pemanfaatan teknologi tepat guna oleh UKM dan Koperasi.
3. Meningkatnya nilai produksi dan ekspor produk UKM.
4. Meningkatnya jumlah usaha mikro menjadi usaha kecil formal.
5. Meningkatnya kinerja, kualitas kelembagaan dan organisasi koperasi.

Sasaran tersebut diatas tertuang dalam dokumen RPJMD lima tahunan. Walaupun
sasaran tersebut akan ditempuh dalam waktu lima tahun namun setiap tahunnya
pemerintah daerah juga mempunyai sasaran yang harus dicapai, guna memenuhi
janji-janji Kepala Daerah terpilih.

10. Monitoring dan Evaluasi Program Pengembangan Ekonomi Mikro


Sebuah aktifitas untuk menjalankan program akan menjadi sia-sia dan tidak bisa
melakukan pengukuran atau penilaian dari sebuah program yang dijalankan. Proses
monitoring (pengawasan) dilakukan oleh Badan Pemeriksaan Daerah (BARIKDA),
Badan Perencana Pembangunan Daerah (BAPPEDA) terlibat langsung dalam proses
monitoring sedangkan masyarakat ikut sebagai pemonitor semua program dalam
eksistensinya sebagai pemangku manfaat.

Monitoring dapat dilakukan sesuai dengan concernya dan karena mempunyai fungsi:
Satu, Untuk mengukur dan menilai apakah sesuai denga rencana atau tidak. Dua,
Apakah anggaran yang dipakai sesuai dengan budget yang telah direncanakan. Tiga,
Untuk mengetahui riil kegiatan.

Evaluasi yang yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah ada dua macam yaitu evaluasi
langsung dang evaluasi tidak langsung. Evaluasi langsung adalah evaluasi yang
langsung dilaksanakan dengan cara sample mendatangi langsung lokasi kegiatan
dilaksanakan dan wawancara dengan pemimpin kegiatan atau pelaksana kegiatan
serta masyarakat pemanfaat kegiatan. Evaluasi Tidak Langsung adalah evaluasi
dilaksanakan dengan cara memberikan kuesioner atau pertanyaan kepada satuan
kerja pelaksana kegiatan dan laporan rutin satker pelaksana kegiatan.

46
Evaluasi dilaksanakan dua kali dalam setahun, yaitu setiap semester atau 6 bulan
pelaksanaan kegiatan. Tujuan dilakukan evaluasi adalah :
1. Mengetahui seberapa jauh hasil pelaksanaan pembangunan yang telah
dicapai terkait dengan target yang telah ditetapkan.
2. Untuk mengetahui masalah yang belum teratasi dan masalah baru yang
muncul sebagai dampak hasil pembagunan.
3. Untuk mengidentifikasi unsur-unsur potensial yang dapat menunjang laju
pembangunan daerah tahun yang akan datang.
4. Untuk memberi saran atau masukan dan proyeksi bagi penyusunan program
atau kegiatan pembangunan tahun yang akan datang.
5. Untuk mengetahui kemungkinan terjadinya distorsi dari rencana yang telah
ditetapkan.

11. Keterlibatan Perempuan Dalam Program Pengembangan Ekonomi Mikro


Telah disadari bahwa peran perempuan dalam sektor ekonomi, terutama di bidang
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) tidaklah kecil, dan disadari oleh banyak
pihak bahwa UMKM, disamping sektor pertanian, memainkan peranan penting
dalam menunjang perekonomian di Kabupaten Boyolali.

Banyak pihak memahami bahwa kesempatan berkarya bagi perempuan lebih


terbatas dibandingkan dengan laki-laki. Data sejak tahun 2004 memperlihatkan
bahwa jumlah perempuan yang aktif dalam bidang usaha masih jauh lebih sedikit
dibandingkan laki-laki.

Keterlibatan atau partisipasi perempuan pada perumusan kebijakan pembangunan


Daerah, perempuan mempunyai hak untuk turut serta dalam kegiatan tersebut.
Keikutsertaan tersebut dapat digunakan untuk menyampaikan aspirasinya dan apa
yang menjadi kebutuhannya. Sehingga program yang diambilnya juga memenuhi
kebutuhan perempuan.

Perempuan dapat meningkatkan peranannya dibidang usaha, selain sebagai salah


satu faktor penentu dalam persaingan juga memungkinkan perempuan untuk
bekerja dan berusaha di rumah, memperluas jaringan usaha atau meringankan

47
beban kerjanya. Namun disadari bahwa pemakaian teknologi juga terkendala oleh
berbagai faktor. Jumlah perempuan yang mendalami ilmu pengetahuan dan
teknologi cenderung tidak berkembang bahkan di beberapa disiplin ilmu cenderung
menurun. Oleh karenanya perlu dipikirkan cara agar teknologi dapat dikembangkan
dan dialihkan dengan memperhatikan karakter dan kemampuan dari calon
penggunanya, dalam hal ini perempuan pengusaha.

Masih banyak faktor-faktor lain yang mempengaruhi perkembangan kewirausahaan


perempuan. Di satu sisi, perempuan sangat berpotensi untuk mengembangkan
usaha. Pengalaman dari negara lain menunjukkan bahwa perempuan pengusaha
lebih bertanggung jawab dan lebih dapat dipercaya dalam masalah pengelolaan
keuangan usaha, dan perempuan cenderung lebih peka terhadap kebutuhan pasar
sehingga membuka peluang usaha baru. Di sisi lain, berbagai hal seperti kemudahan
pembiayaan dan perijinan, perlindungan HKI, akses pemasaran, masih merupakan
tantangan yang besar.

Berbagai kebijakan dan tindakan telah dicanangkan namun kesemuanya masih


belum menghasilkan dampak yang diharapkan. Menyadari bahwa percepatan
penyelesaian masalah harus dilakukan dan alternatif solusi terbaik untuk
memperbaiki keadaan perlu dirumuskan, maka perlu dihimpun berbagai pendapat
yang berarah pada munculnya saran-saran kebijakan baik pada pemerintah pusat
maupun daerah terkait dengan usaha ini maupun saran-saran tindakan nyata dan
implementatif yang dapat membantu mengembangkan kewirausahaan perempuan.

Pelaksanaan pembangunan dan kesuksesannya tidak terlepas dari peran


perempuan. Sesuai dengan petunjuk teknis pelaksanaan musrenbang bahwa peserta
musrenbang harus ada perwakilan kelompok perempuan. Namun juknis tersebut
tidak terdapat sanksi yang mengaturnya sehingga dalam pelaksanaan
musrenbangDes, musrenbangCam, musrenbangKab perempuan masih ada yang
tidak terlibat didalamnya.

Sehingga perlu dibuat aturan dan sanksi yang jelas, agar setiap pelaksanaan
pembangunan Daerah keterlibatan perempuan tetap terwakili didalamnya. Dengan

48
keterlibatan tersebut diharapkan kebijakan yang dibuat tetap memperhatikan
kebutuhan kaum perempuan yang bermuara pada keadilan dan kesetaraan gender
(KKG).

12. Keterlibatan Orang Miskin Dalam Pengambilan Kebijakan dan Program


Pengembangan Ekonomi Mikro
Keterlibatan atau partisipasi masyarakat miskin dalam merumuskan kebijakan
melaksanakan pembangunan sangat dibutuhkan. Orang miskin adalah orang yang
paling tahu akan kebutuhannya dan tidak diberikan kebijakan yang bersifat parsial.
Mubyarto (1988) mengartikan partisipasi sebagai kesediaan untuk membantu
berhasilnya program sesuai dengan kemampuan setiap orang tanpa harus
mengorbankan kepentingannya sendiri. Ini berarti bahwa partisipasi masyarakat
adalah sikap sukarela rakyat untuk membantu keberhasilan program
pembangunan.

Berdasarkan penjelasan UU Nomor 25 Tahun 2004 yang dimaksud partisipasi


masyarakat adalah keikutsertaan masyarakat untuk mengakomodasikan
kepentingan mereka dalam proses penyusunan rencana pembangunan.

Dalam proses perencanaan pembangunan, partisipasi masyarakat menjadi


penting. Menurut Diana Conyers (1954) ada tiga alasan uatama yaitu pertama
partsisipasi masyarakat merupakan alat guna memperoleh informasi tentang
keadaan, kebutuhan dan sikap masyarakat setempat, yang tanpa kehadirannya
kegiatan pemerintah akan gagal; kedua, bahwa masyarakat akan lebeih
mempercayai program pembangunan jika merasa dilibatkan dalam persiapan dan
perencanaanya, karena mereka lebih mengetahui seluk beluk dan akan
mempunyai rasa memiliki terhadap proyek tersebut. Ketiga, partisipasi menjadi
urgent karena timbul anggapan bahwa merupakan suatu hak demokrasi jika
masyarakat dilibatkan dalam pembangunan masyarakat.

Dalam hal ini masyarakat memiliki hak untuk memberikan saran dalam
menentukan jenis pembangunan yang akan dilaksanakan di daerah mereka. Ketiga

49
alasan inilah yang sebenarnya diharapkan dalam proses pembangunan agar
pelaksanaanya benar benar sesuai dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat
setempat. Namun secara jujur sampai saat ini belum dapat diimplementasikan
secara utuh.

Keterlibatan masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan adalah untuk


mendapatkan aspirasi dan menciptakan rasa memiliki. Hal ini dimaksudkan bahwa
keberhasilan dan kegagalan pembangunan merupakan tanggung jawab bersama
antara pemerintah dan masyarakat.
Sedangkan yang dimaksud orang / masyarakat miskin adalah orang / masyarakat
yang mempunyai permasalahan secara kompleks, baik dari sisi penyebab maupun
dampak yang ditimbulkannya18.

Permasalahan orang miskin tidak hanya disebabkan karena faktor ekonomi, tetapi
juga berkaitan dengan masalah sosial, budaya dan politik.

13. Pengaruh Lingkungan Dalam Program Pengembangan Ekonomi Mikro


Kemiskinan terus bertambah dan sifatnya menyebar. Hal tersebut akibat semakin
kompleksnya masalah disejumlah bidang kehidupan seperti lingkungan, politik dan
ekonomi.

Lingkungan mempunyai pengaruh yang besar pada kehidupan apalagi


pengembangan ekonomi mikro. Lingkungan yang kondusif sangat mendukung
pengembangan ekonomi mikro. Aktifitas ekonomi mikro juga berdampak pada
lingkungan. Dimana limbah yang dihasilkan sebagian berasal dari pelaku ekonomi
mikro.

Dampak dari industri kecil, menengah dan besar berupa limbah cair, padat dan gas.
Bila tidak terdapat sarana yang memadai dan pengelolaan yang baik akan
berdampak pada seluruh aspek kehidupan. Pengelolaan lingkungan harus
_
18
GAPRI Strategi Bersama Masyarakat Miskin, Empat Pilar Demokratisasi untuk Melawan Kemiskinan
dan Pemiskinan, LSKaR

50
melibatkan semua steakholder mulai dari industri kecil sampai industri besar dan
partisipasi masyarakat secara menyeluruh.

Dalam penelitian ini, lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan para pembuat
kebijakan (Policy Maker) dalam artian pembuat kebijakan yang mempunyai respon
pada pengembangan ekonomi mikro maka seluruh kebijakan akan berdampak pada
ekonomi. Yang di dalamnya dapat meningkatkan pendapatan masyarakat,
pengurangan pengangguran dan meningkatnya taraf hidup masyarakat secara
merata.

Pembuat kebijakan (Policy Maker) yang tidak mempunyai basic atau kepekaan pada
ekonomi maka kebijakan yang dibuat pun tidak berdampak pada pengembangan
ekonomi mikro dan seringkali bersifat politis. Program pengembangan ekonomi
mikro adalah implementasi dari Calon Kepala Daerah (CKD) yang terpilih yang
dituangkan dalam RPJMD. Namun kebijakan yang terlalu banyak dikelola oleh
Pemerintah Daerah yang hanya untuk meningkatkan P A D dan tidak memberikan
peluang pada masyarakat (swasta) juga tidak berdampak baik pada kestabilan
ekonomi secara makro di Kabupaten Boyolali.

Tidak hanya itu saja, dalam penelitian ini, yang dimaksud adalah lingkungan yang
menjadi tempat hunian para pemangku jabatan (Comunity) yang ada disekitarnya
misalnya lingkungan yang boleh digunakan untuk mendirikan usaha dan lingkungan
yang dilarang. Seperti usaha ternak ayam yang mempunyai pengaruh besar pada
lingkungan sekitarnya berupa pencemaran udara dan disatu sisi usaha tersebut
berperan dalam menampung tenaga kerja. Ada lagi, lingkungan yang di eksploitasi
berupa pasir, batu, tanah urug yang digunakan untuk pembangunan yang hanya
memberikan keuntungan besar pada segelintir orang namun dampaknya sangat
besar untuk keseimbangan alam dan hajat hidup orang banyak.

Pengaruh lingkungan, politik dan ekonomi yang kondusif serta dinamis sangat
menentukan dalam merumuskan kebijakan yang berdampak pada seluruh aspek
kehidupan dalam mencapai pembangunan yang sesuai dengan amanah Pancasila

51
dan Undang-undang Dasar 1945 yang sejalan dengan program-program Pemerintah
Daerah.

B. Studi Pengembangan Ekonomi Mikro


1. Pengertian Pengembangan Ekonomi Mikro
Pengembangan ekonomi mikro tak asing kita dengar ditelinga, gagasannya
mengenai ekonomi kerakyatan sudah dilakukan oleh Pemerintah Daerah
Kabupaten Boyolali. Aktivitas perekonomian yang bersifat makro nasional saja
tidak cukup, dengan demikian pengembangan usaha ekonomi sebagai kegiatan
yang komplementer menjadi sebuah prasyarat yang sangat strategis khususnya
dalam upaya mewujudkan kesejahteraan (welfare) bagi seluruh lapisan
masyarakat.

Krisis ekonomi yang yang mendera selama beberapa tahun terkahir ini telah
memberikan pelajaran kepada kita bahwa aktivitas ekonomi yang terpusat
ditangan beberapa kelompok ekonomi tertentu, mempunyai resiko
keruntuhan yang besar seperti terjadinya pengangguran dalam skala besar
ketika usahanya harus gulung tikar.

Disisi lain, usaha kecil dan menengah (UKM) atau ekonomi mikro yang tumbuh
ditengah-tengah masyarakat secara spontan justru menunjukkan daya tahan
yang lebih tinggi dan menjadi penyangga kehidupan ratusan jiwa.

Berdasarkan data Boyolali dalam angka tahun 2004, perkembangan usaha


ekonomi mikro, kecil dan menengah (UMKM) dan koperasi telah memberikan
kontribusi yang cukup besar terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat,
dan penyediaan lapangan kerja, serta mempengaruhi peningkatan PDRB
(ADHK) Kabupaten Boyolali sebesar 4,22% dari total PDRB. Dan berimplikasi
pada penyerapan tenaga kerja sebesar 2.532 tenaga kerja.

52
2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pengembangan Ekonomi Mikro
Ekonomi mikro yang eksistensinya diakui oleh masyarakat yang dapat
memberikan kontribusi yang besar kepada pemerintah haruslah mendapat
perhatian yang sepadan. Ekonomi mikro menjadi tulang punggung sebuah
keluarga atau masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Program
yang telah digulirkan Pemerintah Daerah Kabupaten Boyolali sebanyak 216
program yang bersinggungan dengan ekonomi mikro harus memperoleh
respon yang sepadan masyarakat untuk berpartisipai, namun juga pemerintah
mempunyai kewajiban untuk mensosialisasikan program yang ada secara
terbuka, komunikatif dan transparan kepada masyarakat sehingga terjadi chek
and balance.

Dari hasil kuesioner yang diberikan kepada masyarakat (penerima program)


pengembangan ekonomi mikro, diperoleh hasil yang dapat mempengaruhi
pengembangan ekonomi mikro, antara lain :
1. Payung hukum
Keberadaan usaha ekonomi mikro yang berperan membantu tugas-tugas
pemerintah dalam mengurangi pengangguran dan meningkatkan PDRB,
harus ada regulasi yang jelas untuk mengaturnya untuk menghindari
terjadinya monopoli kelompok ekonomi tertentu.
2. Pendampingan
Untuk menciptakan kelompok usaha ekonomi mikro yang tangguh,
tentunya hal tersebut tidak bisa dilakukan tanpa penguatan fungsi
lembaga usaha (capacity building) itu sendiri. Oleh karena itu lembaga
usaha ekonomi mikro yang harmonis dan teratur merupakan aset utama
untuk mencapai ekonomi yang lebih kuat.
3. Akses yang terbuka
Kemudahan untuk memperoleh akses yang secara terbuka, termasuk
didalamnya kemudahan untuk memperoleh pinjaman lunak (soft loan).
Hal itu bisa dilakukan untuk memperkuat modal untuk mengembangan
usahanya.
4. Pemberian bantuan teknis maupun konsultasi

53
Hal ini penting untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam
menjalankan usahanya, meningkatkan wawasan, alih pengalaman, dan
memberikan motivasi kepada pelaku usaha ekonomi mikro.
5. Pemberdayaan
Keberadaan usaha ekonomi mikro yang memberikan kontribusi besar
kepada Pemerintah perlu dihargai dan harus terus dikembangkan untuk
menciptakan kemandirian masyarakat.
6. Penciptaan sentra-sentra usaha lokal
Dengan adanya sentra-sentra usaha, ini diharapkan akan mengacu iklim
usaha masyarakat sehingga menciptakan pasar yang mempunyai
komoditas-komoditas unggul.

C. Deskripsi Penelitian
1. Deskripsi Wilayah Penelitian
1.1. Letak Geografis
Secara geografis, wilayah Kabupaten Boyolali berbatasan dengan
Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Semarang, di sebelah utara, di
sebelah timur berbatasan Kabupaten Karang Anyar dan Kabupaten
Sragen serta Kabupaten Sukoharjo, sebelah selatan berbatasan
Kabupaten Klaten dan Daerah Istimewa Yogyakarta dan sebelah barat
berbatasan Kabupaten Magelang dan Kabupaten Semarang terletak
antara 110 22 110 50 Bujur Timur dan 7 36 7 71 Lintang Selatan
yang mempunyai jarak bentang Barat-Timur 48 Km dan bentang Utara-
Selatan 54 Km dengan ketinggian antara 75 1500 meter diatas
permukaan air laut (mdpl).

1.2. Wilayah program


Penelitian ini melakukan analisa terhadap program Pemerintah Daerah
tahun 2006 yang tertuang dalam dokumen APBD. Program yang
bersinggungan dengan ekonomi mikro terdapat 216 program, kemudian
kita ambil sample sebanyak 10-15 atau 15 - 20 persen sehingga terdapat

54
19 program. Dari setiap setiap program kita ambil sample responden
sebanyak 20 orang.

Wilayah program tersebut menyebar diseluruh Kabupaten Boyolali yang


terdiri dari beberapa kecamatan antara lain : Kecamatan Boyolali, Cepogo,
Selo, Musuk, Ampel, Sawit, Teras, Banyudono, Mojosongo, Karanggede,
Wonosegoro, Kemusu, Klego dan Andong. Program tersebut ada yang
berbentuk bantuan langsung, bantuan infrastrukur, bantuan penguatan
personal atau lembaga dan bantuan pemasaran.

2. Deskripsi Responden
2.1. Pendidikan
Tabel 3.8.12
No Pendidikan Jumlah
1 SD 116
2 SMP 107
3 SMA 126
4 D 1 D3 14
5 SARJANA 17
Jumlah 380

Dari tabel diatas terlihat bahwa pelaku usaha ekonomi mikro yang paling
banyak adalah berpendidikan SMA sebanyak 126 responden, dilanjutkan
orang yang berpendidikan SMP dan SD. Sedang untuk akademi sarjana
jumlahnya hanya 31 responden.
2.2. Pekerjaan
Tabel 3.8.13
No Pekerjaan Jumlah
1 Tani 39
2 Buruh 13
3 Pedagang 144
4 Penjahit 16
5 PNS 9
6 Perangkat Desa 15
7 Peternak 29
8 Perajin Logam/Mebelair 32

55
9 Wiraswasta 55
10 Lainnya 28
Jumlah 380

Tabel 3.8.13 menunjukkan bahwa pedagang sebanyak 144 orang adalah


terdiri dari pedagang sayur, bubur, tempe, makanan, krupuk, pakaian,
sepatu dan pakaian yang berjualan dipasar Sunggingan, Boyolali, Ampel,
Karanggede, Sawit, Kemusu, Pengging dan lainnya. Sedangkan untuk
perajin logam dan mebelair adalah responden dari Tumang (Cepogo),
Andong, Kemusu, Nogosari dan Ngemplak. Dan untuk peternak adalah
mereka yang mendapat bantuan gaduhan sapi dari Dinas Peternakan dan
Perikanan maupun sebagai pemanfaat dari Balai Benih Ikan (BBI) di Bangak,
Banyudono.

2.3. Pendapatan
Tabel 3.8.14
No Pendapatan (Rp) Jumlah
1 < 200.000 48
2 200.000-500.000 168
3 500.000-800.000 99
4 800.000-1.100.000 25
5 1.100.000-1.400.000 6
6 1.400.000-1.700.000 12
7 1.700.000-2.000.000 2
8 2.000.000 > 20
Jumlah 380
Tabel 3.8.14 adalah tebel pendapatan, dari 380 responden yang paling
banyak adalah mereka yang berpenghasilan Rp. 200.000 Rp. 500.000,
dengan asumsi pelaku usaha ekonomi mikro satu hari mendapat
keuntungan Rp. 10.000 15.000. Sedangkan penghasilan dibawah Rp.
200.000 adalah masyarakat yang tidak mempunyai penghasilan yang pasti
atau boleh dikatakan sebagai masyarakat miskin. Dan untuk pelaku usaha
ekonomi mikro yang mempunyai penghasilan lebih dari Rp. 2.000.000
adalah pelaku usaha ekonomi mikro dari pengrajin tembaga dan mebelair
yang mencapai keuntungan Rp. 20.000.000/bulan.

56
3. Deskripsi Statistik
Setidaknya sudah disinggung dalam bab 1, studi deskriptif menggunakan
metode numerik dan grafis untuk mengenali pola sejumlah data dan
merangkum informasi yang terdapat dalam data tersebut.

Ada dua jenis metode yang digunakan yaitu metode kasus dan metode
statistik, namun yang akan digunakan untuk menganalisa penelitian ini
menggunakan metode statistik dengan menunjukkan dalam tabel frequency.

Penelitian ini mengambil responden sebanyak 11 kelompok yang terdiri dari


Badan, Dinas dan Kantor yang ada keterkaitannya dengan penelitian tersebut.
Dan untuk penerima manfaat dalam penelitian ini mengambil sample sebanyak
380 responden yang tersebar dibeberapa Kecamatan di Kabupaten Boyolali.

Agar lebih mudah untuk menganalisa dalam pertanyaan yang diberikan kepda
responden diberikan penilaian. Untuk jawaban (a) yang berarti (ya)mempunyai
nilai 3, (b) yang bearti (tidak) mempunyai nilai 2, (c) yang menjawab (tidak
tahu) mendapat nilai 1 dan untuk yang (tidak menjawab) mendapat nilai 0
(nol).

57
BAB IV
ANALISA DATA

Perkembangan ekonomi adalah hal yang sangat diharapkan oleh sekian banyak orang
yang tercover dalam sebuah state (negara). Pembangunan ekonomi di sebuah negara
(state) menjadi tolok ukur kemakmuran di suatu daerah. Ekonomi adalah pembangunan
yang berkelanjutan (suistanable development) yang dipahami dan ditafsirkan secara
berbeda-beda menurut situasi dan kondisi daerahnya. Pembangunan ekonomi tak lain
halnya dengan konsep-konsep politik. Pembangunan yang berkelanjutan (suistaneble)
adalah gabungan berjalannya faktor fisik (infrastruktur), sosial (bantuan langsung) dan
politik (kebijakan). Pembangunan yang berkelanjutan adalah pembangunan yang
memberi manfaat pada semua warga masyarakat.

Kebijakan pengembangan ekonomi mikro di Kabupaten Boyolali, memang belum banyak


dirasakan oleh warga khususnya pelaku usaha ekonomi mikro. Pelaku usaha ekonomi
mikro masih mengeluh dengan kondisi pasar yang semakin terpuruk. Akibat dari
keterpurukan tersebut bisa disebabkan karena pengaruh ekonomi nasional yang belum
juga stabil (murah sandang lan pangan). Namun hal yang paling esensi adalah pertama
belum adanya regulasi yang mengatur tentang ekonomi dan penanaman modal. Kedua
adalah kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Boyolali, apakah sudah
pro ekonomi mikro atau justru sebaliknya. Ketiga adalah mainset polcey maker belum
jelas arah ekonomi yang akan dibawa kemana. Keempat adalah akibat dari kenaikan BBM
(bahan bakar minyak) yang naik seratus persen lebih, sehingga kebijakan tersebut
mempengaruhi perkembangan ekonomi secara nasional maupun regional dan yang paling
memprihatinkan adalah kemiskinan semakin bertambah.

A. Analisa Pendahuluan
Kabupaten Boyolali mempunyai kondisi geografis yang berbeda dengan daerah lain,
sehingga kebijakannya juga berbeda. Ada sekitar 126 program yang dibuat Pemerintah
Daerah Kabupaten Boyolali untuk mengembangkan ekonomi mikro, kebijakan
tersebut terbagi dalam empat kategori seperti tebel dibawah ini :

58
Kategori 4 Kategori 1
13% 6%

Kategori 2
39%
Kategori 3
42%

Tabel 1 Bantuan Pemerintah Daerah Kabupaten Boyolali Tahun Anggaran 2006

Kategori pertama Bantuan Langsung adalah bantuan yang dapat dirasakan langsung
oleh pelaku usaha ekonomi seperti bantuan modal, bantuan peralatan dan lain
sebagainya. Bantuan langsung tersebut ada 6 persen ( %) yang dapat dirasakannya.
Kedua adalah pengembangan infratruktur pendukung dan pengembangan kawasan
adalah bantuan yang diberikan oleh pemerintah daerah berupa bangunan seperti
pasar, pengadaan peralatan, buku panduan, jalan dan lain sebagainya. Bantuan yang
tercover dalam kategori dua ini ada 39 % (persen) karena banyak yang dirasakan
oleh pelaku usaha ekonomi mikro seperti jalan yang sangat membantu akses
perkembangan ekonomi. Ketiga adalah bantuan yang berupa penguatan institusi
(capacity building) yang diberikan oleh pemerintah daerah kepada pelaku usaha
ekonomi mikro atau juga kepada staff di suatu SKPD tertentu, guna peningkatan
mutu dan perbaikan manajemen usaha serta pemberian ketrampilan kepada
masyarakat untuk menjadi enterpreanur. Keempat adalah bantuan yang berupa
pemasaran (marketting) seperti pemasaran produk melalui media elektronik
maupuan expo yang dilakukan di Kabupaten Boyolali maupun expo secara regional,
nasional maupuan internasional. Bantuan yang berupa pemasaran ini ada 42 %
(persen).

B. Analisa Lanjutan
1. Kebijakan Pengembangan Ekonomi Mikro di Kabupaten Boyolali Tahun 2006

Dari 126 (seratus dua puluh enam) program yang digulirkan pemerintah baik
yang dilakukan oleh Badan, Dinas, Kantor dan Set Da dapat terbagi dalam

59
empat kategori. Kategori yang pertama adalah bantun langsung, kategori
kedua bantuan infrastruktur pendukung, bantuan ketiga adalah penguatan
institusi atau capacity building untuk dinas sendiri maupun pelaku usaha
ekonomi mikro dan bantuan keempat adalah pemasaran (marketing) untuk
expo hasil industri ekonomi mikro.

Ending yang diharapakan dari pemerintah adalah agar pelaku usaha ekonomi
mikro bisa mencapai kemandirian, dapat mengelola usaha dengan baik, dapat
menjalin hubungan dengam distributor maupun konsumen.

2. Implementasi Kebijakan Ekonomi Mikro dan Strategi Yang Digunakan


Dari data yang diperoleh dari LAKIP (Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah) bahwa program pada tahun 2006 sudah dilakukan dan digulirkan
kepada masyarakat dengan dasar peniliaian sendiri (self assesment)
menunjukkan bahwa rata-rata capaian kinerja Instansi Pemerintah adalah
90,50 % bahkan ada yang lebih dari 100 %. Sebagai contoh Dinas Perindagkop
dari 8 sasaran yang paling berhasil adalah penyaluran kredit permodalan untuk
UKM dan Koperasi sebanyak 321,16 %,meningkatnya pangsa pasr pasar
produksi manufaktur dilingkup domestik dan ekspor sebanyak 83,84 % dan
meningkatnya pertumbuhan sektor industri manufaktur sebanyak 81,25 %.

Untuk mengatahui impelementasi kebijakan pengembangan ekonomi mikro


yang telah dilakukan pada tahun 2006, penelitian ini mencoba memberikan
kuesioner kepada instansi pemerintah.
Hasil kuesioner dari Badan, Dinas atau Kantor
Guna memenuhi kaidah-kaidah dalam penelitian yang menggunakan analisis
deskriptif yang menggunakan metode pengumpulan data. Dari beberapa
pertanyaan yang telah diberikan kepada responden diperoleh hasil pada table
dibawah ini :

60
Tabel I
Pelibatan Pemerintah Daerah dalam penyusunan rencana kerja kepada pelaku usaha
ekonomi mikro

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


percent
Valid Ya 11 100.0 100.0 100.0

Dari tabel tersebut menunjukkan bahwa Pemerintah Daerah sudah menunjukkan


keterlibatannya dalam penyusunan rencana kerja dengan prosentase sebanyak 100 %.

Tabel II
Pelibatan masyarakat miskin dalam penyusunan rencana kerja oleh Pemerintah Daerah

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


percent
Valid Ya 11 100.0 100.0 100.0

Pada tabel 2 mengatakan bahwa Pemerintah Daerah sudah melibatkan masyarakat


miskin dalam penyusunan rencana kerja dengan prosentase sebanyak 100 %.

Tabel III
Pelibatan perempuan dalam penyusunan rencana kerja untuk merumuskan kebijakan
pengembangan ekonomi mikro

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


percent
Valid 0 1 9.1 9.1 9.1
Tidak Tahu 1 9.1 9.1 18.2
Tidak 1 9.1 9.1 27.3
Ya 8 72.7 72.7 100.0
Total 11 100.0 100.0

61
Berdasarkan tabel 3 bahwa, untuk keterlibatan kaum perempuan sebanyak 72,7 %,
sedangkan instansi Pemerintah yang belum melibatkan sebanyak 9,1 %, dan yang
tidak tahu dan tidak menjawab kuesioner sebanyak 9,1%.

Tabel IV
Apakah program yang dibuat Pemerintah Daerah sudah tepat sasaran atau belum
kepada pelaku usaha ekonomi mikro

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


percent
Valid Tidak Tahu 1 9.1 9.1 9.1
Tidak 2 18.2 18.2 27.3
Ya 8 72.7 72.7 100
Total 11 100.0 100.0 100.0

Tabel 4, menunjukkan bahwa menurut instansi pemerintah program yang dilakukan


sudah tepat sasaran dengan prosentase 72,7 %, dan yang menjawab tidak tepat sasaran
sebanyak 18,2 %, serta tidak menjawab sebanyak 9,1 %.

Tabel V
Apakah Pemerintah sudah melakukan monitoring atau pendampingan kepada pelaku
usaha ekonomi mikro

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


percent
Valid Tidak 1 9.1 9.1 9.1
Ya 10 90.9 90.9 100.0
Total 11 100.0 100.0

Untuk program yang berkaitan dengan monitoring, pada tabel 5 mengatakan bahwa
monitoring sudah dilakukan secaara intens oleh instansi pemerintah sebanyak 90,9 %
dan yang menjawab adalah 9,1 %.

62
Tabel VI
Apakah Pemerintah sudah merasa puas dengan Program yang telah dilakukan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


percent
Valid Tidak Tahu 1 9.1 9.1 9.1
Tidak 7 63.6 63.6 72.7
Ya 3 27.3 27.3 100.0
Total 11 100.0 100.0

Program yang telah digulirkan Pemerintah Daerah pada tabel 6, menunjukkan bahwa
jawaban yang tidak puas sebanyak 63,6 %, yang menjawab puas sebanyak 27,3 % dan
yang menjawab tidak tahu sebanyak 9,1 %.

Tabel VII
Apakah Pemerintah Daerah atau SKPD selalu terbuka, bila ada keluhan (konsultasi)
dari pelaku usaha ekonomi mikro

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


percent
Valid 0 1 9.1 9.1 9.1
Tidak Tahu 1 9.1 9.1 18.2
Ya 9 81.8 81.8 100.0
Total 11 100.0 100.0

Untuk akses informasi dan pelayanan kosultasi, pada tabel 7 menunjukkan bahwa
instansi pemerintah selalu terbuka dengan prosentase 81,8 % dan yang menjawab tidak
tahu sebanyak 9,1 %.

63
Tabel VIII
Apakah sudah melakukan pemerataan program pengembangan usaha ekonomi mikro

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


percent
Valid 0 2 18.2 18.2 18.2
Tidak 9 81.8 81.8 100.0
Total 11 100.0 100.0

Dalam melakukan pemerataan yang tercamtum dalam tabel 8, menunjukkan instansi


pemerintah tidak melakukan pemerataan program dengan prosentase 81,8 % dan tidak
menjawab sebanyak 18,2 %.

Tabel IX
Apakah lingkungan berpengaruh pada pengembangan usaha ekonomi mikro

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


percent
Valid 0 1 9.1 9.1 9.1
Tidak Tahu 2 18.2 18.2 27.3
Tidak 4 36.4 36.4 63.6
Ya 4 36.4 36.4 100.0
Total 11 100.0 100.0

Dari tabel 9, menunjukkan bahwa lingkungan mempunyai pengaruh pada


pengembangan ekonomi mikro, untuk jawaban ya sebanyak 36,6 %, jawaban tidak
36,6% dan yang tidak tahu sebanyak 18,2 % serta tidak menjawab 9,1 %.

64
Hasil kuesioner dari penerima manfaat
Setelah kita memberikan kuesioner kepada Pemerintah selaku pelaksana dan
pembuat program, penelitian ini mencoba melakukan kroscek lapangan yaitu
kepada masyarakat penerima manfaat. Dari program yang telah digulirkan
oleh Pemerintah Daerah, akan kita analisis seberapa besar manfaat yang
dirasakan. Dan apakah program tersebut sudah sesuai sasaran atau belum.

Sample yang diambil sebanyak 380 responden yang tersebar diseluruh


wilayah program. Dalam penelitian ini ada beberapa pertanyaan yang
tersusun dan responden tinggal mengisi sesuai dengan petunjuk dengan
dipandu oleh interviewer. Dari hasil kuesioner diperoleh hasil sebagai berikut
:

Tabel I
Keterlibatan pelaku usaha ekonomi mikro dalam penyusunan rencana kerja oleh
Pemerintah atau SKPD terkait

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


percent
Valid 0 5 1.3 1.3 1.3
Tidak Tahu 28 7.4 7.4 8.7
Tidak 260 68.4 68.4 77.1
Ya 87 22.9 22.9 100.0
Total 380 100.0 100.0

Tabel 1, menujukkan bahwa pelaku usaha ekonomi mikro yang pernah dilibatkan dalam
penyusunan renja sebanyak 22,9 %, yang tidak dilibetkan sebanyak 68,4 % yang berarti
50 % > pelaku ekonomi mikro tidak pernah dilibatkan dalan renja, dan tidak tahu
sebanyak 7,4 %, serta tidak menjawab 1,3 %.

65
Tabel II
Keterlibatan masyarakat miskin dalam penyusunan rencana kerja oleh
Pemerintah atau SKPD terkait

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


percent
Valid 0 24 6.3 6.3 6.3
Tidak Tahu 64 16.8 16.8 23.2
Tidak 253 66.6 66.6 89.7
Ya 39 10.3 10.3 100.0
Total 380 100.0

Tabel 2, mengatakan bahwa masyarakat yang pernah terlibat dalam renja ditunjukkan
dengan prosentase 10,3 %, dan yang pali besar adalah tidak pernah dilibatkan sebanyak
66,6 %, jawaban tidak tahu 16,8 %, serta tidak menjawab 6,3 %.

Tabel III
Keterlibatan perempuan dalam penyusunan rencana kerja oleh Pemerintah atau
SKPD terkait

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


percent
Valid 0 17 4.5 4.5 4.5
Tidak Tahu 148 38.9 38.9 43.4
Tidak 136 35.8 35.8 79.2
Ya 79 20.8 20.8 100.0
Total 380 100.0 100.0

Keterlibatan perempuan dalam penyusunan renja yang ditunjukkan tabel 3, sebanyaka


20,8 %, tidak pernah terlibat yaitu 38,9 %, dan tidak tahu dengan prosentase yang besar
yaitu 38,9 %, serta tidak menjawab sebanyak 4,5 %.

66
Tabel IV
Sasaran program yang dibuat oleh Pemerintah Daerah atau SKPD kepada pelaku
usaha ekonomi mikro

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


percent
Valid 0 10 2.6 2.6 2.6
Tidak Tahu 73 19.2 19.2 21.8
Tidak 170 44.7 44.7 66.6
Ya 127 33.4 33.4 100.0
Total 380 100.0 100.0

Berdasarkan tabel 4, bahwa program pemerintah tidak tepat sasaran ditunjukkan


dengan prosentase 44,7 %, jawaban ya tepat sasaran 33,4 %, dan jawaban tidak tahu
19,2 %, serta tidak menjawab 2,6 %.
Tabel V
Pendampingan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah atau SKPD terkait dalam
mendukung pengembangan usaha ekonomi mikro

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


percent
Valid 0 8 2.1 2.1 2.1
Tidak Tahu 27 7.1 7.1 9.2
Tidak 190 50.0 50.0 59.2
Ya 155 40.8 40.8 100.0
Total 380 100.0 100.0

Tabel 5, yang berkaitan dengan pendampingan, menunjukkan bahwa jawaban ya


sebanyak 40,8 %, sedangkan jawaban tidak dengan prosentase 50,0 %, dan jawaban
tidak tahu 7,1 %, serta tidak menjawab 2,1 %.

Tabel VI
Kepuasan program yang dibuat oleh Pemerintah Daerah atau SKPD terkait dalam
mendukung pengembangan usaha ekonomi mikro

67
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
percent
Valid 0 9 2.4 2.4 2.4
Tidak Tahu 22 5.8 5.8 8.2
Tidak 309 81.3 81.3 89.5
Ya 40 10.5 10.5 100.0
Total 380 100.0 100.0

Dari tabel 6, menunjukkan bahwa pelaku usaha ekonomi mikro tidak puas dengan
progam pemerintah dengan prosentase 81,3 %, jawaban ya puas sebanyak 10,5 %, dan
taidak tahu sebanyak 5,8 %, serta tidak menjawab sebanyak 2,4 %.

Tabel VII
Perolehan akses informasi secara terbuka, komunikatif dan transparan mengenai
program pengembangan ekonomi mikro

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


percent
Valid 0 11 2.9 2.9 2.9
Tidak Tahu 65 17.1 17.1 20.0
Tidak 245 64.5 64.5 84.5
Ya 59 15.5 15.5 100.0
Total 380 100.0 100.0

Pada tabel 7, pelaku usaha ekonomi mikro yang dapat mengakses informasi secara
terbuka, komunikatif dan transparan dengan prosentase 15,5 %, jawaban tidak adalah
paling banyak dengan prosentase 64,5 %, dan tidak tahu 17,1 %, serta tidak menjawab
2,9 %.

Tabel VIII
Perolehan akses permodalan (soft loan) dari Pemerintah Daerah untuk
pengembangan usaha ekonomi mikro

68
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
percent
Valid 0 10 2.6 2.6 2.6
Tidak Tahu 46 12.1 12.1 14.7
Tidak 241 63.4 63.4 78.2
Ya 83 21.8 21.8 100.0
Total 380 100.0 100.0
Pelaku usaha ekonomi mikro yang dapat memperoleh pinjaman lunak (soft loan), dari
tabel 8, ditunjukkan dengan prosentase 21,8%, yang paling banyak adalah tidak
sebanyak 63,4 %, dan tidak tahu adalah 12,1 %, serta tidak menjawab 2,6 %.

Tabel IX
Perolehan bantuan dalam mendukung pengembangan usaha ekonomi mikro

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


percent
Valid 0 16 4.2 4.2 4.2
Tidak Tahu 15 3.9 3.9 8.2
Tidak 204 53.7 53.7 61.8
Ya 145 38.2 38.2 100.0
Total 380 100.0 100.0

Tabel 9, menunjukkan bahwa pelaku usaha ekonomi mikro yang pernah mendapat
bantuan dalam mendukung pengembangan usahanya sebanyak 38,2 %, yang tidak
adalah paling banyak dengan prosentase 53,7%, dan tidak tahu 3,9%, serta tidak
menjawab 4,2 %.

Tabel X
Pengaruh lingkungan pada usaha pengembangan ekonomi mikro

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


percent
Valid 0 28 7.4 7.4 7.4
Tidak Tahu 19 5.0 5.0 12.4

69
Tidak 14 3.7 3.7 16.1
Ya 319 83.9 83.9 100.0
Total 380 100.0 100.0

Dari tabel 10, menunjukkan bahwa lingkungan mempunyai pengaruh pada


pengembangan usaha ekonomi mikro, dan yang menjawab ya dengan prosentase 83,9
%, tidak sebanyak 3,7 %, dan tidak tahu 5,0 %, serta tidak menjawab 7,4 %.

3. Sasaran Program Pengembangan Ekonomi Mikro


Menarik untuk dicermati adalah sasaran program pengembangan ekonomi
mikro, dimana pemerintah mempunyai beberapa sasaran antara lain :
6. Meningkatnya penyaluran permodalan kepada UMKM dan Koperasi.
7. Meningkatnya pemanfaatan teknologi tepat guna oleh UKM dan
Koperasi.
8. Meningkatnya nilai produksi dan ekspor produk UKM.
9. Meningkatnya jumlah usaha mikro menjadi usaha kecil formal.
10. Meningkatnya kinerja, kualitas kelembagaan dan organisasi koperasi.

Kelima sasaran tersebut akan dicapai dalam jangka waktu lima tahun, pada
tahun 2006 Pemerintah Daerah Kabupaten Boyolali melalui Dinas Perindagkop
dalam LAKIP dikatakan bahwa sasaran untuk peningkatan penyaluran
permodalan kepada UKM dan Koperasi dengan Nilai Capaian Kinerja 321,16 %,
meningkatnya pangsa pasar produk industri manufaktur dilingkup domestik
dan bertumbuhnya ekspor secara bertahap mencapai 83,84 %, dan
meningkatnya pertumbuhan sektor industri manufaktur dan perdagangan yang
disertai dengan terciptanya lapangan kerja produktif mencapai 81,25 %.

Hasil tersebut diperkuat dengan kuesioner (lihat tabel IV) yang diberikan
kepada instansi pemerintah terkait dengan jawaban tepat sasaran dengan
prosentase 72,7 %, sedangkan yang tidak menjawab tepat sasaran sebanyak
18,2 % dan jawaban tidak tahu sebanyak 9,1 %.

70
Namun demikian, setelah dilakukan kroscek lapangan kepada masyarakat
sebagai penerima manfaat (lihat tabel IV dan VI), jawaban itu bertolak
belakang bahwa masyarakat menilai program dari Pemerintah Daerah
Kabupaten Boyolali tidak tepat sasaran dengan prosentase 44,7 %, jawaban
tepat sasaran sebanyak 33,4 %, dan tidak tahu 19,2 %, serta tidak menjawab
2,6 %. Dan itu diperkuat dengan jawaban bahwa masyarakat tidak puas dengan
program Pemerintah Daerah Kabupaten Boyolali dengan prosentase 81,3 %,
jawaban puas terhadap program sebanyak 10,5 %, dan jawaban tidak tahu 5,8
%, serta tidak menjawab 2,4 %.

71
BAB V
KESIMPULAN, REKOMENDASI DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Kebijakan pengembangan ekonomi mikro di Kabupaten Boyolali pada tahun
2006, dibagai menjadi empat kategori yaitu pertama bantuan langsung adalah
bantuan yang bisa dirasakan langsung oleh pelaku ekonomi mikro seperti
bantuan peralatan dan bantuan hibah (grant), bantuan langsung tersebut
ditunjukkan dengan prosentase 6 % (persen), kedua adalah bantuan infrastruktur
pendukung dan pengembangan kawasan adalah bantuan yang dirasakan berupa
bangunan (fisik) seperti pasar, jalan, jembatan dan lainnya, bantuan tersebut
ditunjukkan dengan prosentase 39 % (persen) yang dapat membantu
pengembangan ekonomi mikro. Ketiga adalah bantuan penguatan lembaga
(capacity building) berupa pelatihan, seminar dan workhsop kepada instansi
pemerintah maupun pelaku usaha ekonomi mikro, bantuan tersebut sebesar 42
% (persen). Keempat adalah bantuan pemasaran (marketting) yang dimaksudkan
untuk memasarkan produk-produk dan menjalin kerja sama (network), bantuan
tersebut sebesar 13 % (persen).

2. Program yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Boyolali, sudah


diimplementasikan melalui SKPD terkait. Ada 126 program yang berkaitan
dengan pengembangan ekonomi mikro, hasil program tersebut terdapat pada
LAKIP (Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah) dengan dasar penilaian
sendiri (self assesment), menunjukkan bahwa rata-rata capaian kinerja Instansi
Pemerintah adalah 90,00 % bahkan ada yang lebih dari 100 %.

3. Masyarakat menilai bahwa tidak merasa puas dengan kinerja Instansi


Pemerintah terkait program pengembangan ekonomi mikro, hal itu ditunjukkan
dengan prosentase 81,3 %, yang merasa puas sebesar 10,5 %, tidak tahu 5,8 %,
dan tidak menjawab 2,4 %.

72
4. Untuk keterlibatan dalam penyusunan rencana kerja (Renja) oleh SKPD terkait
bahwa pelaku usaha ekonomi mikro tidak pernah terlibat ditunjukkan dengan
prosentase 68, 4 % dan yang pernah terlibat sebesar 22,9 %, masyarakat miskin
juga tidak pernah terlibat sebesar 66,6 % dan pernah terlibat sebesar 10,3 %, dan
untuk kaum perempuan yang pernah terlibat sebesar 20,8 %, tidak pernah
terlibat 35,8 % dan tidak tahu sebesar 38,9 %.

5. Sasaran program pengembangan ekonomi mikro yang dilakukan Pemerintah


Daerah Kabupaten Boyolali, dinilai masyarakat belum mencapai sasaran, dimana
penilaian tersebut ditunjukkan dengan prosentase 44,7 % (tidak tepat sasaran),
untuk penilaian tepat sasaran sebesar 33,4 %, tidak tahu 19,2 %, dan tidak
menjawab sebesar 2,6 %.

B. Rekomendasi
1. Adanya regulasi (Peraturan Daerah) yang mengatur tentang permodalan untuk
UMKM.
2. Adanya penambahan bantuan lunak (soft loan) dengan syarat yang mudah dan
ringan. .
3. Pendampingan yang intens (suitanable) dari Pemerintah Daerah (SKPD).

C. Saran saran
1. Pemerintah Daerah
a. Setiap kebijakan yang diambil harus memperhatikan kebutuhan pelaku usaha
ekonomi mikro tidak top down namun kebijakan bersifat bottom up.
b. Pemerintah Daerah (SKPD) harus memberikan pelayanan yang terbuka, informatif,
komunikatif dan transparan.
c. Pemerintah Daerah (SKPD) harus mensosialisasikan program sampai kebawah,
agar pelaku usaha ekonomi mikro yang jauh dari pusat informasi dapat
mengaksesnya.

73
2. Pelaku Usaha Ekonomi Mikro
a. Pelaku usaha ekonomi mikro harus lebih aktif dalam berkomunikasi dengan
Pemerintah Daerah (SKPD).
b. Pelaku usaha ekonomi mikro harus mempunyai manajemen yang baik dan
terbukukan.
c. Pelaku usaha ekonomi mikro harus mempunyai ijin usaha.

_________________________________00000000_______________________________

74

You might also like