Professional Documents
Culture Documents
Respiratory Distress Syndrome atau RDS adalah suatu keadaan dimana bayi mengalami kegawatan
pernafasan yang diakibatkan kurang atau tidak adanya surfaktan dalam paru-paru (Nelson, 2000)
Etiologi
Faktor predisposisi :
3. Kehamilan multijanin
4. Persalinan SC
5. Persalinan cepat
6. Asfiksia
7. Stress dingin
Patofisiologi
Tidak adanya surfaktan berperan dalam kegagalan mengembangkan kapasitas residu fungsional
(Functional Residual Capasity) dan kecenderungan paru-paru terkena atelektasis serta mempunyai
korelasi dengan tegangan permukaan alveolar yang tinggi. Sintesis surfaktan sebagian bergantung
pada pH, suhu dan perfusi normal. Sintesis dapat ditekan juga dalam keadaan asfiksia, hipoksemia,
hipotensi maupun jejas akibat kadar oksigen yang turun pada alveolar.
Definisi sintesis atau pelepasan surfaktan bersama dengan unit saluran pernafasana dan dinding
dada yang lemah, menghasilkan atelektasis, mengakibatkan adanya perfusi pada alveolus tetapi
tidak ada ventilasi dan menyebabjan hipoksia.
Manifestasi klinis
8. Edema ekstremitas
9. Pada foto rontgen ditemukan retikulogranular, gambaran bulat-bulat kecil dengan corakan
bronkogram udara.
Kelainan-kelainan fisiologis:
1. Daya kembang paru-paru berkurang hingga mencapai seperlima sampai sepersepuluh nilai
normal.
Komplikasi
2. Displasia bronchopulmonal
3. Apnoe
4. Merupakan penyabab kematian utama BBL dengan angka 30 % dari semua kematian neonatus
oleh RDS atau komplikasinya.
Penatalaksanaan
Perawatan suportif awal bayi terutama penanganan hipoksia, hipotermia, sangat mengurangi tingkat
keparahan RDS :
2. Kalori dan cairan diberikan glukosa 10 % dengan kecepatan 65-75 ml/kg/24 jam
4. Bayi dengan RDS yang berat dan apnoe memerlukan bantuan ventilasi mekanis (pH arteri
<7,20; pCO2 60 mmHg atau lebih; pO2 darah arteri 50 mmHg atau kurang pada kadar O2 70-100 %)
5. Pemasukan surfaktan eksogen kedalam endotrakea bayi dan ventilasi mekanis untuk
pengobatan (rescue terapi) dapat memperbaiki ketahanan hidup dan mengurangi incidens
kebocoran udara paru (Survanta adalah surfaktan eksogen yang dpersiapkan dari paru sapi yang
dicincang halus dengan ekstra lipid ditambahkan fosfatidilkolin, asam palmitat dan trigliserida;
sedangkan eksosurf adalah surfaktan sintesis yang mengandung dipalmitiodilfosfatidilkolin,
heksadekanol dan tiloksapol)
Usaha pokok penanganan penyakit ini harus selalu dipusatkan pada usaha pencegahan. Sejumlah
besar penelitian menunjukkan tingginya insiden kelainan tanpa alasan setelah persalinan sesar yang
tidak disertai dokumentasi memadai maturitas pulmonal berdasarkan tes cairan amnion.
Memperpanjang umur kehamilan dengan tirah baring dan atau obat-obat yang menghambat
persalinan prematur (misal agen tokolitik) dan induksi surfaktan pulmonal dengan cara pemberian
steroid melalui ibu, memainkan peran penting untuk mengurangi insiden penyakit ini.
Sedangkan menurut Martin, 1999 perawatan pendukung bayi dengan RDS adalah :
1. Tenaga
2. Pengawasan suhu dengan teliti untuk mempertahankan bayi pada suhu netral
5. Glukosa IV sebesar 60 ml/kg pada hari pertama, 80-100 ml/kg pada hari kedua dengan
penentuan berat badan bagi bayi-bayi kecil untuk menghitung jika H2O dibutuhkan lebih banyak.
8. Pengukuran kadar gula darah dan hematokrit sering dilakukan (Na, K, Cl tiap 12-24 jam)
9. Lakukan tranfusi jika hematokrit sentral awal < 40 atau jika hematokrit < 40 selama fase akut
penyakit.
11. Lakukan kultur darah dan mengurangi prosedur rutin sepereti pengisapan, pemegangan dan
auskultasi.
Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian :
2) Riwayat kesehatan :
a. Keluahan utama, terutama sistem pernafasan : cyanosis, grunting , RR, cuping hidung
3) Pemeriksaan Fisik :
Sistem pernafasan : kesulitan dalam respirasi normal. Refraksi strenum dan interkosta, nafas
cuping hidung, cyanosis pada udara kamar, grunting, respirasi cepat atau lambat
2. Diagnose keperawatan
1) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan imaturitas neurologis (defisiensi surfaktan dan
ketidakstabilan alveolar)
4) Resiko infeksi
Rencana Keperawatan
No
Diagnose Keperawatan
Tujuan
Intervensi
Batasan karakteristik :
- Takikardia
- Hiperkapnea
- Iritabilitas
- Dispnea
- Sianosis
- Hipoksemia
- Hiperkarbia
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 5x 24 jam, pertukaran gas pasien menjadi efektif,
dengan kriteria :
- Menunjukkan fungsi paru yang normal dan bebas dari tanda-tanda distres pernafasan
2. Catat gerakan dada, lihat kesimetrisan, penggunaan otot bantu dan retraksi dinding dada.
2. Monitor perilaku dan status mental pasien, kelemahan , agitasi dan konfusi
4. Bila klien mengalami unilateral penyakit paru, berikan posisi semi fowlers dengan posisi lateral
10-15 derajat / sesuai tole-ransi
Pola nafas tidak efektif b.d imaturitas (defisiensi surfaktan dan ketidak-stabilan alveolar).
Batasan karakteristik :
- Dispnea
- Nafas pendek
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ..x 24 jam diharapkan pola nafas efektif denga
kriteria hasil :
- Bernapas mudah
2. Monitor pergerakan, kesimetrisan dada, retraksi dada dan alat bantu pernafasan
6. Auskultasi suara nafas, catat area penurunan dan ketidak adanya ventilasi dan bunyi nafas
Batasan karakteristik :
- Pucat
- Menggigil
- Kulit dingin
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ..x 24 jam hipotermia tidak terjadi dengan kriteria
:
- RR : 30-60 X/menit
- Tidak menggigil
- Bayi tidak gelisah
1. Pindahkan bayi dari lingkungan yang dingin ke dalam lingkungan / tempat yang hangat
(didalam inkubator atau lampu sorot)
2. Segera ganti pakaian bayi yang dingin dan basah dengan pakaian yang hangat dan kering,
berikan selimut.
3. Monitor gejala dari hopotermia : fatigue, lemah, apatis, perubahan warna kulit
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Penyakit saluran pernapasan merupakan salah satu penyebab kesakitan dan kematian yang paling
sering dan penting pada anak, terutama pada bayi, karena saluran pernafasannya masih sempit dan
daya tahan tubuhnya masih rendah. Disamping faktor organ pernafasan , keadaan pernafasan bayi
dan anak juga dipengaruhi oleh beberapa hal lain, seperti suhu tubuh yang tinggi, terdapatnya sakit
perut, atau lambung yang penuh. Penilaian keadaan pernafasan dapat dilaksanakan dengan
mengamati gerakan dada dan atau perut.Neonatus normal biasanya mempunyai pola pernafasan
abdominal. Bila anak sudah dapat berjalan pernafasannya menjadi thorakoabdominal. Pola
pernafasan normal adalah teratur dengan waktu ekspirasi lebih panjang daripada waktu inspirasi,
karena pada inspirasi otot pernafasan bekerja aktif, sedangkan pada waktu ekspirasi otot
pernapasan bekerja secara pasif. Pada keadaan sakit dapat terjadi beberapa kelainan pola
pernapasan yang paling sering adalah takipneu.
Ganguan pernafasan pada bayi dan anak dapat disebabkan oleh berbagai kelainan organic, trauma,
alergi, insfeksi dan lain-lain. Gangguan dapat terjadi sejak bayi baru lahir. Gangguan pernapasan
yang sering ditemukan pada bayi baru lahir (BBL) termasuk respiratory distress syndrome (RDS) atau
idiopatic respiratory distress syndrome (IRDS) yang terdapat pada bayi premature.
Sindrom gawat nafas pada neonatus (SGNN) dalam bahasa inggris disebut respiratory disstess
syndrome, merupakan kumpulan gejala yang terdiri dari dispneu atau hiperpneu. Sindrom ini dapat
terjadi karena ada kelainan di dalam atau diluar paru. Oleh karena itu, tindakannya disesuaikan
dengan penyebab sindrom ini. Beberapa kelainan dalam paru yang menunjukan sindrom ini adalah
pneumothoraks/pneumomediastinum, penyakit membram hialin (PMH), pneumonia, aspirasi, dan
sindrom Wilson- Mikity (Ngastiyah, 1999).
RDS terjadi pada bayi prematur atau kurang bulan, karena produksi surfaktan, yang dimulai sejak
kehamilan minggu ke 22, makin muda usia kehamilan, makin besar pula kemungkinan terjadi RDS
dan kelainan ini merupakan penyebab utama kematian bayi prematur.
Banyak teori yang menerangkan patogenesis dari syndrom yang berhubungan dengan kerusakan
awal paru-paru yang terjadi dimembran kapiler alveolar.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas maka masalah yang dapat dirumuskan adalah sebagai
berikut :
7. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien anak dengan Respiratory Distress Syndrome ?
C. TUJUAN MASALAH
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui konsep penyakit yang berhubungan dengan Respiratory Distress Syndrome serta
Asuhan Keperawatan Respiratory Distress Syndrome
2. Tujuan Khusus
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline Membrane Disease (HMD), merupakan
sindrom gawat napas yang disebabkan defisiensi surfaktan terutama pada bayi yang lahir dengan
masa gestasi kurang. (Malloy & Freeman 2000).
RDS adalah gangguan pernafasan yang sering terjadi pada bayi premature dengan tanda-tanda
takipnue (>60 x/mnt), retraksi dada, sianosis pada udara kamar, yang menetap atau memburuk pada
48-96 jam kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik (Stark,1986).
RDS adalah perkembangan yang imatur pada sistem pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah
surfaktan dalam paru. RDS dikatakan sebagai Hyaline Membrane Disesae (Suryadi, 2001).
RDS adalah suatu sindrom kegawatan pada pernafasan yang terdiri atas gejala dispneu, pernafasan
cepat lebih dari 60 kali permenit, sianosis, merintih pada saat ekspirasi; terdapat retraksi pada
suprasternal, interkostal dan epigastrium. Pada penyakit ini terjadi perubahan paru yaitu berupa
pembentukan jaringan hialin pada membran paru yang rusak.
Kerusakan pada paru timbul akibat kekurangan komponen surfaktan pulmonal. Surfaktan adalah
suatu zat aktif yang memberikan pelumasan pada ruang antar alveoli sehingga dapat mencegah
pergesekan dan timbulnya kerusakan pada alveoli yang selanjutnya akan mencegah terjadinya
kolaps paru. (Yuliani, 2001)
B. ETIOLOGI
Penyebab kelainan ini secara garis besar adalah kekurangan surfaktan, suatu zat aktif pada alveoli
yang mencegah kolaps paru.RDS seringkali terjadi pada bayi prematur, karena produksi surfaktan,
yang dimulai sejak kehamilan minggu ke-22, baru mencapai jumlah cukup menjelang cukup bulan.
Makin muda usia kehamilan, makin besar pula kemungkinan terjadinya RDS. Kelainan merupakan
penyebab utama kematian bayi prematur. Adapun penyebab-penyebab lain yaitu:
Mengakibatkan gagal nafas karena ventilasi tidak adekuat. Pusat pernafasan yang menngendalikan
pernapasan, terletak dibawah batang otak (pons dan medulla) sehingga pernafasan lambat dan
dangkal.
Akan memperngaruhi fungsi pernapasan. Impuls yang timbul dalam pusat pernafasan menjalar
melalui saraf yang membentang dari batang otak terus ke saraf spinal ke reseptor pada otot-otot
pernafasan. Penyakit pada saraf seperti gangguan medulla spinalis, otot-otot pernapasan atau
pertemuan neuromuslular yang terjadi pada pernapasan akan sangatmempengaruhiventilasi.
Pnemonia disebabkan oleh bakteri dan virus. Pnemonia kimiawi atau pnemonia diakibatkan oleh
mengaspirasi uap yang mengritasi dan materi lambung yang bersifat asam. Asma bronkial,
atelektasis, embolisme paru dan edema paru adalah beberapa kondisi lain yang menyababkan gagal
nafas.
D. PATOFISIOLOGI
Faktor yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur disebabkan oleh alveoli masih kecil
sehingga sulit berkembang, pengembangan kurangsempurna karena dinding thorax masih lemah,
produksi surfaktan kurang sempurna. Kekurangan surfaktan mengakibatkan kolaps pada alveolus
sehingga paru-paru menjadi kaku. Hal tersebut menyebabkan perubahan fisiologi paru sehingga
daya pengembangan paru (compliance) menurun 25 % dari normal, pernafasan menjadi berat,
shunting intrapulmonal meningkat dan terjadi hipoksemia berat, hipoventilasi yang menyebabkan
asidosis respiratorik.
Telah diketahui bahwa surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan 10% protein , lipoprotein ini
berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan menjaga agar alveoli tetap mengembang. Secara
makroskopik, paru-paru tampak tidak berisi udara dan berwarna kemerahan seperti hati. Oleh sebab
itu paru-paru memerlukan tekanan pembukaan yang tinggi untuk mengembang. Secara histologi,
adanya atelektasis yang luas dari rongga udara bagian distal menyebabkan edem interstisial dan
kongesti dinding alveoli sehingga menyebabkan desquamasi dari epithel sel alveoli type II.
Dilatasi duktus alveoli, tetapi alveoli menjadi tertarik karena adanya defisiensi surfaktan ini. Dengan
adanya atelektasis yang progresif dengan barotrauma atau volutrauma dan toksisitas oksigen,
menyebabkan kerusakan pada endothelial dan epithelial sel jalan napas bagian distal sehingga
menyebabkan eksudasi matriks fibrin yang berasal dari darah. Membran hyaline yang meliputi
alveoli dibentuk dalam satu setengah jam setelah lahir.
Epithelium mulai membaik dan surfaktan mulai dibentuk pada 36- 72 jam setelah lahir. Proses
penyembuhan ini adalah komplek; pada bayi yang immatur dan mengalami sakit yang berat dan bayi
yang dilahirkan dari ibu dengan chorioamnionitis sering berlanjut menjadi Bronchopulmonal
Displasia (BPD).
E. PATWAYS
F. MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi dari RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema, dan kerusakan sel dan
selanjutnya menyebabkan bocornya serum protein ke dalam alveoli sehingga menghambat fungsi
surfaktan.Gejala klinis yang timbul yaitu : adanya sesak napas pada bayi prematur segera setelah
lahir, yang ditandai dengan takipnea (> 60 x/menit), pernapasan cuping hidung, grunting, retraksi
dinding dada, dan sianosis, dan gejala menetap dalam 48-96 jam pertama setelah lahir. Berdasarkan
foto thorak, menurut kriteria Bomsel ada 4 stadium RDS yaitu :
a. Stadium 1
b. Stadium 2
Bercak retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru dan gambaran airbronchogram udara
terlihat lebih jelas dan meluas sampai ke perifer menutupi bayangan jantung dengan penurunan
aerasi paru.
c. Stadium 3
Kumpulan alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan paru terlihat lebih opaque dan
bayangan jantung hampir tak terlihat, bronchogram udara lebih luas.
d. Stadium 4
Seluruh thorax sangat opaque ( white lung ) sehingga jantung tak dapat dilihat.
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan AGD didapat adanya hipoksemia kemudian hiperkapni dengan asidosis
respiratorik.
2. Pemeriksaan radiologis, mula-mula tidak ada kelainan jelas pada foto dada, setelah 12-24 jam
akan tampak infiltrate alveolar tanpa batas yang tegas diseluruh paru.
3. Biopsi paru , terdapat adanya pengumpulan granulosit secara abnormal dalam parenkim paru
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hipoksemia
Melihat keadaan patologik dan atau kemajuan proses penyakit yang tidak diketahui
3) Hemodinamik
4) EKG
I. PENATALAKSANAAN
PENTALAKSANAAN MEDIS
Terapi oksigen
Ventilator mekanik dengan tekanan jalan nafas positif kontinu (CPAP) atau PEEP
Inhalasi nebuliser
Fisioterapi dada
Pemantauan hemodinamik/jantung
Pengobatan
a). Brokodilator
b). Steroid
J. PENGKAJIAN
1. Sesak nafas (takipnea) Cyanosis, nafas cepat, tampak pucat, hasil pemeriksaan AGD PaO2
menurun, PaCO2 meningkat, PH menurun, kerusakan pertukaran gas.
2. Dyspnea ada perubahan frekwensi nafas, terdengar ronchi hampir seluruh paru, tampak
infiltrat alveolar Bersihan jalan nafas tidak efektif.
K. DIAGNOSA
Tujuan :
Setelah diberikan askep selama 3X24 jam diharapkan masalah pertukaran gas tertangani
Kriteria hasil :
sesak nafas (-), ada perbaikan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat dengan GDA dalam rentang
normal Kaji status pernafasan dengan sering, catat peningkatan frekwensi/upaya pernafasan atau
perubahan pola nafas.
Rasional :
Bunyi napas dapat menurun, tidak sama atau tak ada pada area yang sakit. Krekels adalah bukti
peningkatan cairan dalam area jaringan sebagai akibat peningkatan permeabilitas membrane
alveolar kapiler. Mengi adalah bukti konstriksi bronkus dan/atau penyempitan jalan napas
sehubungan dengan mucus/edema.
Rasional :
Rasional :
Rasional :
Rasional :
Memaksimalkan sediaan oksigen untuk pertukaran, dengan tekanan jalan napas positif continue.
Rasional :
Meningkatkan ekspansi penuh paru untuk memperbaiki oksigenasi dan untuk memberikan obat
nebulizer kedalam jalan napas. Intubasi dan dukungan ventilasi diberikan bila PaO2 kurang dari 60
mmHg dan tidak berespon terhadap peningkatan oksigen murni (FIP2)
Rasional :
Menunjukan ventilasi/oksigenasi dan status asam/basa. Digunakan sebagai dasar evaluasi keektifan
terapi atau indicator kebutuhan perubahan terapi.
Rasional :
Pengobatan untuk SDPD sangat mendukung lebih besar atau di buat untuk memperbaiki penyebab
SDPD dan mencegah berlanjutnya dan potensial komplikasi fatal hipoksemia. Steroid
menguntungkan dalam menurunkan inflamasi dan meningkatkan produksi surfaktan. Fungsi utama
diuretik adalah untuk memobilisasi cairan udem, yang berarti mengubah keseimbangan cairan
sedemikian rupa sehingga volume cairan ekstra sel kembali menjadi normal.
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d Kehilangan pungsi silia sel, pernafasan
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3X24 jam diharapkan bersihan jalan napas efektif.
Kriteria hasil :
jalan napas paten dengan bunyi napas bersih/ tidak ada ronchi.
Rasional :
Rasional :
Ekspansi dada terbatas atau tidak sama sehubungan dengan akumulasi cairan, edema, dan secret
dalam seksi lobus. Konsolidasi paru dan pengisian cairan dapat meningkatkan fremitus.
Rasional :
Bunyi napas menunjukan aliran udara melalui pohon trakeobronkial dan di pengaruhi oleh adanya
cairan, mucus, atau obstruksi aliran udara lain. Mengi dapat merupakan bukti kontriksi bronkus atau
penyempitan jalan napas sehubungan dengan edema . ronki dapat jelas tanpa batuk dan
menunjukan pengumpulan mucus pada jalan napas.
d. Pertahankan posisi tubuh/ kepala tepat dan gunakan alat jalan napas sesuai kebutuhan.
Rasional :
Memudahkan memelihara jalan napas atas paten bila jalan napas pasien dipengaruhi misalnya :
gangguan tingkat kesadaran, sedasi, dan trauma maksilofasial
e. Kolaborasi : berikan oksigen lembab, cairan IV, berikan kelembaban ruangan yang tepat.
Rasional :
Rasional :
Obat diberikan untuk menghilangkan spasme bronkus, menurunkan viskositas secret, memperbaiki
ventilasi, dan memudahkan pembuangan secret.
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3X24 jam diharapkan tidak terjadi cedera
Kriteria hasil :
Rasional :
b. Pasang pembatas pada tempat tidur Agar segala sesuatu yang dapat menimbulkan masalah/
berbahaya bagi klien dapat dihindari.
Rasional :
BAB 3
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline Membrane Disease (HMD), merupakan
sindrom gawat napas yang disebabkan defisiensi surfaktan terutama pada bayi yang lahir dengan
masa gestasi kurang. (Malloy & Freeman 2000).
RDS adalah gangguan pernafasan yang sering terjadi pada bayi premature dengan tanda-tanda
takipnue (>60 x/mnt), retraksi dada, sianosis pada udara kamar, yang menetap atau memburuk pada
48-96 jam kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik (Stark,1986).
RDS adalah perkembangan yang imatur pada sistem pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah
surfaktan dalam paru. RDS dikatakan sebagai Hyaline Membrane Disesae (Suryadi, 2001).
RDS adalah suatu sindrom kegawatan pada pernafasan yang terdiri atas gejala dispneu, pernafasan
cepat lebih dari 60 kali permenit, sianosis, merintih pada saat ekspirasi; terdapat retraksi pada
suprasternal, interkostal dan epigastrium. Pada penyakit ini terjadi perubahan paru yaitu berupa
pembentukan jaringan hialin pada membran paru yang rusak.
Kerusakan pada paru timbul akibat kekurangan komponen surfaktan pulmonal. Surfaktan adalah
suatu zat aktif yang memberikan pelumasan pada ruang antar alveoli sehingga dapat mencegah
pergesekan dan timbulnya kerusakan pada alveoli yang selanjutnya akan mencegah terjadinya
kolaps paru. (Yuliani, 2001).
B. SARAN
1. Bagi para pembaca, diharapkan dapat memetik pemahaman dari uraian yang dipaparkan
diatas, dan dapat mengaplikasikannya dalam lingkungan masyarkat sehingga dapat mencegah
terjadinya RDS.
2. Bagi mahasiswa, diharapkan agar terus menambah wawasan khususnya dalam bidang
keperawatan.
3. Bagi dosen pembimbing, diharapkan dapat memberi masukan, baik dalam proses penyusunan
maupun dalam pemenuhan referensi untuk membantu kelancaran dan kesempurnaan pembuatan
makalah kedepannya.
http://chairulars.blogspot.co.id/2012/11/askep-respiratori-distres-sindrome.html