You are on page 1of 6

1.2.

1 Patofisiologi
a. Diabetes Mellitus tipe 1
DM tipe-1 adalah kelainan sistemik akibat terjadinya gangguan metabolisme
glukosa yang ditandai oleh hiperglikemia kronik. Keadaan ini diakibatkan oleh kerusakan
sel- pankreas baik oleh proses autoimun maupun idioptaik sehingga produksi insulin
berkurang bahkan terhenti. Pada patofisiologi Diabetes Mellitus tipe 1, yang terjadi adalah
tidak adanya insulin yang dikeluarkan oleh sel yang berbentuk seperti peta pada pancreas
yang terletak di belakang lambung. Dengan tidak adanya insulin, glukosa dalam darah
tidak dapat masuk ke dalam sel untuk dirubah menjadi tenaga. Karena tidak bisa diserap
oleh insulin, glukosa ini terjebak dalam darah dan kadar glukosa dalam darah menjadi naik
(Homenta, 2012). Patofisiologi DM tipe 1 dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Patofisiologi DM tipe 1


Faktor keturunan (genetik) diduga sebagai penyebab utama meskipun kebanyakan
anak ternyata tidak punya riwayat DM pada keluarga. Sebaliknya, dapat pula terjadi dalam
satu keluarga terdapat lebih dari satu anak yang mengidap DM tipe 1. Seseorang yang
memiliki gen tertentu lebih rentan terkena DM tipe 1. Gen itu akan aktif bila dicetuskan
faktor lingkungan seperti virus atau racun. Enterovirus merupakan pencetus yang paling
jelas dan paling sering diteliti, salah satunya pada penyakit tangan, kaki, dan mulut (hand,
foot, and mouth disease) dan polio. Diduga virus mengubah gen tersebut sehingga gen
yang tadinya adem ayem menjadi aktif membentuk antibodi yang menyerang tubuh
sendiri disebut autoantibodi. Defisiensi vitamin D belakangan ini juga dikaitkan dengan
terjadinya DM pada anak. Organ tubuh yang diserang adalah sel beta pankreas yang kerja
utamanya memproduksi insulin. Sehingga, pankreas tak mampu lagi memenuhi kebutuhan
insulin tubuh bahkan produksinya dapat terhenti sama sekali. Sebagai perbandingan,
normalnya pankreas memproduksi 31 unit insulin perhari, sedangkan pasien DM tipe 1
memproduksi hanya 0-4 unit perhari; sehingga membutuhkan tambahan insulin dari luar.
Faktor genetik dan lingkungan akan menentukan kapan dan seberapa parah DM yang
mengenai anak (Pulungan, 2009).
b. Diabetes Mellitus tipe 2
Patofisiologi untuk diabetes tipe 2 dapat dibagi menjadi beberapa sebab
(Brashers, 2003):
1) Genetika
Toleransi karbohidrat dikontrol oleh berjuta pengaruh genetika. Oleh karena itu,
diabetes tipe 2 merupakan kelainan poligenik dengan factor metabolic berganda yang
berinteraksi dengan pengaruh eksogen untuk meghasilkan fenotipe tersebut. Peluang
genetika untuk diabetes tipe 2 pada kembar identik mendekati 90%
2) Resistensi insulin:
Mekanisme mayor resistensi insulin pada otot skeletal meliputi gangguan aktivasi
sintase glikogen, disfungsi regulator metabolis, reseptor down regulation, dan
abnormalitas transporter glukosa mengakibatkan penurunan ambilan glukosa selular yang
dimediasi oleh insulin hepar juga menjadi resisten terhadap insulin, yang biasanya
berespon terhadap hiperglikemia dengan menurunkan produksi glukosa. Pada diabetes
tipe 2, produksi glukosa hepar terus berlangsung meskipun terjadi hiperglikemia,
mengakibatkan peningkatan keluaran glukosa hepar basal secara tidak tepat, obesitas,
terutama obesitas abdomen, berhubungan langsung dengan peningkatan derajat resistensi
insulin.
3) Disfungsi sel beta:
Disfungsi sel beta mengakibatkan ketidakmampuan sel islet pancreas untuk
menghasilkan insulin yang memadai untuk mengkompensasi resistensi insulin dan untuk
menyediakan insulin yang cukup setelah sekresi insulin dipergunakan. Sekresi insulin
normalnya terjadi dalam dua fase. Fase pertama terjadi dalam beberapa menit setelah
suplai glukosa dan kemudian melepaskan cadangan insulin yang disimpan dalam sel beta.
Fase kedua merupakan pelepasan insulin yang baru disintesis dalam beberapa jam setelah
makan. Pada diabetes tipe 2 fase pertama pelepasan insulin sangat terganggu. Fungsi sel
beta (termasuk fase awal sekresi insulin) dan resistensi insulin membaik dengan
penurunan berat badan dan peningkatan aktivitas fisik. Patofisiologi DM tipe 2 dapat
dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Patofisiologi DM tipe 2


Selain itu, pembentukan produk AGEs pada diabetes tipe 2 juga akan
menyebabkan hipertensi. Produk AGEs merupakan reaksi antara glukosa dan protein
yang akan meningkatkan produk glikosilasi dengan proses non enzimatik protein antara
precursor dikarbonil yang merupakan turunan glukosa intraseluler dengan amino dari
protein intraseluler dan ekstraseluler. Terbentuknya AGEs dapat merusak sel, karena
mengganggu struktur protein intrasel dan ektra sel seperti kolagen. Adanya
penimbunanan ini dalam jangka panjang, akan merusak seluruh glomerulus. Peneliti lain
mengemukakan gangguan hemodinamik dan hipertrofi mendukung adanya hipertensi
glomerular dan hiperfiltasi (Brashers, 2003).
c. Gestational Diabetes Melitus
DM dalam kehamilan (Gestational Diabetes Melitus - GDM) adalah kehamilan yang
disertai dengan peningkatan insulin resistance (ibu hamil gagal mempertahankan
euglycemia) (Widjayanti dan Ratulangi, 2008). Pada umumnya mulai ditemukan pada
kehamilan trimester kedua atau ketiga. Faktor risiko GDM yakni riwayat keluarga DM,
kegemukan dan glikosuria (John, 2006).
Diabetes mellitus kehamilan didefenisikan sebagai setiap intoleransi glukosa yang
timbul atau terdeteksi pada kehamilan pertama, tanpa memandang derajat intoleransi serta
tidak memperhatikan apakah gejala ini lenyap atau menetap selepas melahirkan. Kategori ini
mencakup DM yang terdiagnosa ketika hamil (sebelumnya tidak diketahui). Wanita yang
sebelumnya diketahui telah mengidap DM, kemudian hamil, tidak termasuk ke dalam
kategori ini (Arisman, 2011). Patofisiologi GDM terdapat pada Gambar 3.

Gambar 3. Patofisiologi GDM


GDM meningkatkan morbiditas neonatus, misalnya hipoglikemia, ikterus, polisitemia
dan makrosomia. Hal ini terjadi karena bayi dari bu GDM mensekresi insulin lebih besar
sehinga merangsang pertumbuhan bayi dan makrosomia. Kasus GDM kira-kira 3-5% dari ibu
hamil dan para ibu tersebut meningkat risikonya untuk menjadi DM di kehamilan berikutnya
(Widjayanti dan Ratulangi, 2008).
1.1. MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinis antara diabetes mellitus tipe 1 (Insulin Dependent Diabetes
Mellitus) dengan diabetes mellitus tipe 2 (Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus) sangat
berbeda. Autoimun Diabetes mellitus tipe 1 dapat terhjadi pada umur berapapun. Kira kira
sekitar 75% penderita diabetes mellitus tipe 1 memiliki umur <20 tahun dan sisanya 25%
terkena saat dewasa (Dipiro, 2011).
Manifestasi klinis pada diabetes mellitus tipe 1 dan 2 antara lain (Wells, 2015) :
a. Diabetes mellitus tipe 1
1) Gejala awal yang paling umum adalah polyuria, polydipsia, polifagia, penurunan berat
badan, serta lesu yang diikuti dengan hiperglikemia.
2) Biasanya berbadan kurus dan cenderung terjadi diabetes ketoasidosis jika insulin tidak
cukup atau berda pada kondisi stress berat
3) Sekitar 20% sampai 40% pasien diabetes mellitus tipe satu akan mengalami diabetes
ketoasidosis setelah beberapa hari polyuria, polydipsia, polifagia, dan penurunan berat
badan.
b. Diabetes mellitus tipe 2
1) Pasien biasanya atau sering tidak menunjukkan gejala dan dapat di diagnosis sekunder
jika tidak berkaitan dengan tes darah
2) Lesu, polyuria, nokturia, dan polydipsia kemungkinan muncul. Penurunan berat badan
yang signifikan jarang terjadi, biasanya atau sering terjadi pada pasien dengan berat
badan berlebih atau obesitas.

1.2. DIAGNOSIS
Diagnosa pada diabetes mellitus:
a. Kriteria diagnosis diabetes mellitus adalah sebagai berikut (Wells, 2015) :
1) HbA1C 6,5% atau lebih
2) Gula darah puasa (tidak ada asupan kalori minimal selama 8 jam) sebanyak 126
mg/dL (7,0 mmol/L) atau lebih
3) Gula darah tiap 2 jam yaitu 200 mg/dL (11,1 mmol/L) atau lebih uji toleransi
glikosa oral (OGTT) menggunakan muatan glukosa yang ekivalen dengan 75 g
glukosa anhidrat larut dalam air
4) Konsentrasi gula darah sewaktu yaitu 200 mg/dL (11,1 mmol/L) atau lebih
dengan gejala klasik hiperglikemia atau krisis hiperglikemia
Pemeriksaan mulai no 1 sampai 3 sebaiknya dilakukan berulang untuk mendapatkan
hasil yang akurat.
b. Gula darah puasa normal (FPG) kurang dari 100 mg/dL (5,6 mmol/L)
c. Gangguan Gula darah Puasa (IFG) adalah 100 125 mg/dL (5,6-6,9 mmol/L)
d. Gangguan toleransi glucose (IGT) didiagnosa ketika 2 jam pengambilan sampel dari
OGTT adalah 140-199 mg/dL (7,8-11,0 mmol/L)
e. Wanita hamil harus di waspadai resiko terkena GDM pada kunjungan prenatal pertama
dan di uji kadar glukosa darahnya jika berada pada resiko tingg (misalnya riwayat
keluarga diabetes, riwayat individu GDM, obesitas, anggota kumpulan etnik yang
meiliki resiko tinggi diabetes).

You might also like