You are on page 1of 16

POST TEST

DERMATITIS KONTAK ALERGI

Disusun Oleh :

ABCDES

NIM. 1234

Pembimbing :

dr. G, Sp.KK

RSUD Dr. RM DJOELHAM BINJAI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberi rahmat dan kasihNya sehingga dapat menyelesaikan Laporan Kasus yang berjudul
Dermatitis Kontak Alergi.
Adapun tujuan tugas laporan kasus ini adalah sebagai salah satu persyaratan dalam
mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin di
RSU Dr.RM Joelham Binjai.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada dr., Sp. KK atas bimbingan dan masukan yang telah diberikan kepada penulis dalam
menyelesaikan tugas ini.
Penulis menyadari bahwa tugas ini masih belum sempurna. Untuk itu penulis
mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang membangun demi penyempurnaan
tugas ini. Semoga laporan kasus ini dapat berguna bagi kita semua.

Binjai, Mei 2017


Penulis

Adc

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 3
2.1 DEFINISI ................................................................................................... 3
2.2 EPIDEMIOLOGI ........................................................................................ 3
2.3 ETIOLOGI ................................................................................................. 3
2.4 PATOGENESIS ......................................................................................... 4
2.5 GEJALA KLINIS ...................................................................................... 4
2.6 BERBAGAI LOKASI TERJADINYA DKA ............................................ 5
2.7 PENEGAKAN DIAGNOSA ..................................................................... 6
2.8 DIAGNOSIS BANDING............................................................................ 6
2.9 PEMERIKSAAN PENUNJANG................................................................ 7
2.10 PENATALAKSANAAN ............................................................................ 10
2.11 PROGNOSIS..................................................................................... ......... 11
2.12 KOMPLIKASI................................................................................... ......... 11
BAB V KESIMPULAN ................................................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 13

ii
BAB I
PENDAHULUAN

Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon terhadap
pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen,menimbulkan kelalinan klinis berupa
efloresensi polimorfik (eritema,edema,papul,vesikel,skuama,likenifikasi) dan keluhan gatal.
Tanda polimorfik tidak selalu timbul bersamaan,bahkan mungkin hanya beberapa
(oligomorfik). Dermatitis cenderung residif dan menjadi kronis (1).
Dermatitis kontak ialah dermatitis yang disebabkan oleh bahan atau substansi yang
menempel pada kulit. Dikenal dua macam jenis dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak
iritan (DKI) dan dermatitis kontak alergika (DKA), keduanya dapat bersifat akut maupun
kronik. Dermatitis iritan merupakan reaksi peradangan kulit nonimunologik, sehingga
kerusakan kulit terjadi langsung tanpa didahului proses sensitisasi. Sebaliknya,dermatitis
kontak alergik terjadi pada seseorang yang telah mengalami sensitisasi terhadap suatu alergen
(1).
Bila dibandingkan dengan DKI, jumlah penderita DKA lebih sedikit,karena hanya
mengenai orang yang keadaan kulitnya sangat peka (hipersensitif). Diramalkan bahwa jumlah
DKA maupun DKI makin bertambah seiring dengan bertambahnya jumlah produk yang
mengandung bahan kimia yang dipakai oleh masyarakat. Namun informasi mengenai
prevalensi dan insidensi DKA di masyarakat sangat sedikit, sehingga berapa angka yang
mendekati kebenaran belum didapat (1).
Dahulu diperkirakan bahwa kejadian DKI akibat kerja sebanyak 80% dan DKA 20%,
tetapi data baru dari inggris dan A merika Serikat menunjukkan bahwa dermatitis kontak
akibat alergi ternyata cukup tinggi yaitu berkisar antara 50 dan 60 persen. Sedangkan dari
satu penelitian ditemukan frekuensi DKA bukan akibat kerja tiga kali lebih sering dari pada
DKA akibat kerja. Usia tidak mempengaruhi timbulnya sensitisasi, tetapi umumnya DKA
jarang ditemui pada anak-anak. Prevalensi pada wanita dua kali lipat dibandingkan pada laki-
laki. Bangsa kaukasian lebih sering terkena DKA dari pada ras bangsa lain (1).
Penyebab DKA adalah bahan kimia sederhana denagan berat molekul umumnya
rendah (<1000 dalton),merupakan alergen yang belum diproses, disebut hapten, bersifat
lipofilik, sangat reaktif, dapat menembus stratum korneum sehingga mencapai sel epidermis
dibawahnya. Berbagai faktor berpengaruh dalam timbulnya DKA, misalnya potensi
sensitisasi alergen, dosis perunit area, luas daerah yang terkena, lama pajanan,oklusi,suhu dan
kelembaban lingkungan,vehikulum dan pH. Juga faktor individu, misalnya keadaan kulit

1
pada lokasi kontak (keadaan stratum korneum,ketebalan epidermis), status imunologik
(misalnya sedang menderita sakit,terpajan sinar matahari) (1)
Pentingnya deteksi dan penanganan dini pada penyakit DKA bertujuan untuk
menghindari komplikasi kronisnya. Apabila terjadi bersamaan dengan dermatitis yang
disebabkan oleh faktor endogen (dermatitis atopik,dermatitis numularis atau psoriasis) atau
terpajan oleh alergen yang tidak mungkin dihindari (misalnya berhubungan dengan pekerjaan
tertentu atau yang terdapat pada lingkungan penderita) dapat menyebabkan prognosis
menjadi kurang baik. Oleh karena itu penting untuk diketahui apa dan bagaimana DKA
sehingga dapat menurunkan morbiditas dan memperbaiki prognosis DKA.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2. 1. Definisi
Dermatitis kontak alergi adalah suatu dermatitis atau peradangan kulit yang timbul
setelah kontak dengan alergen melalui proses sensitisasi. Dermatitis kontak alergi merupakan
dermatitis kontak karena sensitasi alergi terhadap substansi yang beraneka ragam yang
menyebabakan reaksi peradangan pada kulit bagi mereka yang mengalami hipersensivitas
terhadap alergen sebagai suatu akibat dari pajanan sebelumnya (1,2)

2. 2. Epidemiologi
Bila dibandingkan dengan DKI, jumlah penderita DKA lebih sedikit, karena hanya
mengenai orang yang keadaan kulitnya sangat peka (hipersensitive). Diramalkan bahwa
jumlah DKA maupun DKI makin bertambah seiring dengan jumlah produk yang
mengandung bahan kimia yang dipakai oleh masyarakat. Namun informasi mengenai
prevalensi dan insiden DKA di masyarakat sangat sedikit,sehingga berapa angka yang
mendekati kebenaran belum didapat.
Dahulu diperkirakan bahwa kejadian DKI akibat kerja sebanyak 80% dan DKA 20%,
tetapi data baru dari inggris dan Amerika Serikat menunjukkan bahwa dermatitis kontak
akibat kerja karena alergi ternyata cukup tinggi yaitu berkisar antara 50 dan 60 persen.
Sedangkan dari satu penelitian ditemukan frekuensi DKA bukan akibat kerja tiga kali lebih
sering daripada DKA akibat kerja.

2. 3. Etiologi
Penyebab dermatitis kontak alergi adalah alergen, paling sering berupa bahan kimia
sederhana dengan berat molekul <1000 Dalton, merupakan alergen yang belum
diproses,disebut Hapten, bersifat lipofilik, sangat reaktif, dapat menembus stratum korneum
sehingga mencapai sel epidermis dibawahnya (1)
Berbagai faktor berpengaruh dalam timbulnya DKA misalnya, potensi sensitisasi
alergen,dosis per unit area, luas daerah yang terkena,lama pajanan, oklusi, suhu dan
kelembaban lingkungan, vehikulum dan pH. Juga faktor individu , misalnya keadaan kulit
pada lokasi kontak (keadaan stratum korneum,ketebalan epidermis), status imunologik
(misalnya sedang menderita sakit,terpajan sinar matahari) (1,5,6)

3
2. 4. Patogenesis
Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada dermatitis kontak alergi adalah mengikuti
respons imun yang diperantarai oleh sel (cell-mediated immune respons) atau reaksi tipe IV.
Reaksi hipersensititas di kullit timbulnya lambat (delayed hipersensivitas), umumnya dalam
waktu 24 jam setelah terpajan dengan alergen (1)
Sebelum seseorang pertama kali menderita dermatitis kontak alergik, terlebih
dahulu mendapatkan perubahan spesifik reaktivitas pada kulitnya. Perubahan ini terjadi
karena adanya kontak dengan bahan kimia sederhana yang disebut hapten yang terikat
dengan protein, membentuk antigen lengkap. Antigen ini ditangkap dan diproses oleh
makrofag dan sel langerhans, selanjutnya dipresentasekan oleh sel T. Setelah kontak dengan
ntigten yang telh diproses ini, sel T menuju ke kelenjar getah bening regional untuk
berdiferensisi dan berploriferasi membentuk sel T efektor yang tersensitisasi secara spesifik
dan sel memori. Sel-sel ini kemudian tersebar melalui sirkulasi ke seluruh tubuh, juga sistem
limfoid, sehingga menyebabkab keadaan sensivitas yang sama di seluruh kulit tubuh. Fase
saat kontak pertama sampai kulit menjdi sensitif disebut fase induksi atau fase sensitisasi.
Fase ini rata-rata berlangsung selama 2-3 minggu. Pada umumnya reaksi sensitisasi ini
dipengaruhi oleh derajat kepekaan individu, sifat sensitisasi alergen (sensitizer), jumlah
alergen, dan konsentrasi. Sensitizer kuat mempunyai fase yang lebih pendek, sebaliknya
sensitizer lemah seperti bahan-bahan yang dijumpai pada kehidupan sehari-hari pada
umumnya kelainan kulit pertama muncul setelah lama kontak dengan bahan tersebut, bisa
bulanan atau tahunan. Sedangkan periode saat terjadinya pajanan ulang dengan alergen yang
sama atau serupa sampai timbulnya gejala klinis disebut fase elisitasi umumnya berlangsung
antara 24-48 jam(1,4)

2. 5. Gejala Klinis
Penderita umumnya mengeluhkan gatal. Kelainan kulit bergantung pada keparahan
dermatitis dan lokalisasinya. Pada yang akut dimulai dengan bercak eritematosa yang
berbatas jelas kemudian diikuti edema, papulovesikel, vesikel atau bula. Vesikel atau bula
dapat pecah menimbulkan erosi dan eksudasi (basah). DKA akut di tempat tertentu, misalnya
kelopak mata, penis, skrotum, eritema dan edema lebih dominan daripada vesikel. Pada yang
kronis terlihat kulit kering, berskuama, papul, likenifikasi dan mungkin juga fisur, batasnya
tidak jelas. Kelainan ini sulit dibedakan dengan dermatitis kontak iritan kronis;mungkin
penyebabnya juga campuran (1)

4
DKA dapat meluas ke tempat lain, misalnya dengan cara autosensitisasi.
Skalp,telapak tangan dan kaki relatif resisten terhadap DKA (1)

2. 6. Berbagai Lokasi Terjadinya DKA

LOKASI KEMUNGKINAN PENYEBAB


Tangan Pekerjaan yang basah (wet work) misalnya memasak makanan
(getah sayuran, pestisida dan mencuci pakaian menggunakan
detergen).
Lengan Jam tangan (nikel),sarung tangan karet,debu semen, dan
tanaman.
Ketiak Deodoran, anti-perspiran, formaldehid yang ada di pakaian
Wajah Bahan kosmetika,spons (karet), obat topikal, alergen di udara
(aero-alergen), nikel (tangkai kacamata)
Bibir Lipstik,pasta gigi,getah buah-buahan
Kelopak mata Maskara, eye shadow, obat tetes mata, salep mata
Telinga Anting yang terbuat dari nikel, tangkai kacamata,obat
topikal,ganggang telepon
Leher Kalung dari nikel,parfum,alergen diudara,zat warna pakaian

Badan Tekstil, zat warna, kancing logam,karet


(elastis,busa),plastik,detergen,bahan pelembut atau pewangi
pakaian.
Genitalia Antiseptik, obat topikal, nilon, kondom, pembalut
wanita,alergen yang berada ditangan,parfum, kontrasepsi.

Paha dan tungkai bawah Tekstil,kaus kaki nilon,obat topikal,


sepatu/sandal

5
2.7. Penegakan Diagnosis
Diagnosis DKA didasarkan atas hasil anamnesis yang cermat dan pemeriksaan klinis
yang teliti. Penderita umumnya mengeluh gatal.
a. Anamnesa
Pertanyaan mengenai kontaktan yang dicurigai didasarkan kelainan kulit yang
ditemukan. Misalnya ada kelainan kulit berupa lesi numularis disekitar umbilikus
berupa hiperpigmentasi, likenifiksi, dengan papul dan erosi, maka perlu ditanyakan
apakah penderita memakai kancing celana atau kepala ikat pinggang yang terbuat dari
logam(nikel). Data yang berasal dari anamnesis juga meliputi riwayat pekerjaan, hobi,
obat topikal yang pernah digunakan, obat sistemik, kosmetika, bahan-bahan yang
diketahui dapat menimbulkan alergi, penyakit kulit yang pernah dialami, serta
penyakit kulit pada keluarganya (misalnya dermatitis atopik, psoriasis) (1)
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik sangat penting, karena dengan melihat lokalisasi dan pola
kelainan kulit seringkali dapat diketahui kemugkinan penyebabnya. Misalnya, di
ketiak oleh deodoran, di pergelangan tangan oleh jam tangan, dan di kedua kaki oleh
sepatu. Pemeriksaan hendaknya dilakukan pada seluruh permukaan kulit, untuk
melihat kemungkinan kelainan kulit lain karena sebab-sebab endogen (1)
Diagnosis didasarkan pada riwayat paparan terhadap suatu alergen atau
senyawa yang berhubungan, lesi yang gatal, pola distribusi yang mengisyaratkan
dermatitits kontak. Anamnesis harus terpusat kepada sekitar paparan tehadap alergen
yang umum. Untuk mengidentifikasi agen penyebab mungkin diperlukan kerja mirip
detektif yang baik (1)

2. 8. Diagnosis Banding
Kelainan kulit dermatitis kontak alergik sering tidak menunjukkan gambaran
morfologik yang khas, dapat menyerupai dermatitis atopik, dermatitis numularis, dermtitis
seboroik.. Diagnosis banding yang utama ialah dengan dermatitits kontak iritan. Dalam
keadaan ini pemeriksn uji tempel perlu dipertimbangkan untuk menentukan apakah dermatitis
tersebut karena kontak alergi (1).

6
2. 9. Pemeriksaan Penunjang
a. Uji Tempel
kelainan kulit DKA sering tidak menunjukkan gambaran morfologik yang
khas,dapat menyerupai dermatitis atopik, dermatitis numularis, dermatitis
seboroik,atau psoriasis. Diagnosis banding yang utama ialah dengan dermatitis kontak
iritan (DKI). Dalam keadaan ini pemeriksaan uji tempel perlu dipertimbangkan untuk
menentukan, apakah dermatitis tersebut karena kontak alergi (1)
Tempat untuk melakukan uji tempel biasanya di punggung. Bahan yang secara
rutin dan dibiarkan menempel dikulit, misalnya kosmetik,pelembab,bila dipakai untuk
uji tempel, dapat langsung digunakan apa adanya.bila menggunakan bahan yang
secara rutin dipakai dengan air untuk membilasnya, misalnya sampo, pasta gigi,harus
diencerkan terlebih dahulu. Bahan yang tidak larut dalam air diencerkan atau
dilarutkan dalam vaselin atau minyak mineral. Produk yang diketahui bersifat iritan,
misalnya detergen,hanya boleh diuji bila diduga keras penyebab alergi. Apabila
pakaian,sepatu,atau sarung tangan yang dicurigai penyebab alergi,maka uji tempel
dilakukan dengan potongan kecil bahan tersebut yang direndam dalam air garam yang
tidak dibubuhi bahan pengawet,atau air, dan ditempelkan di kulit dengan memakai
Finn chamber,dibiarkan sekurang-kurangnya 48 jam. Perlu diingat bahwa hasil positif
dengan alergen bukan standar perlu kontrol (5 sampai 10 orang) untuk menyingkirkan
kemungkinan terkena iritasi (1).

7
Berbagai hal berikut perlu diperhatikan dalam pelaksanaan uji tempel (1) :
1) Dermatitis harus sudah tenang (sembuh). Bila masih dalam keadaan akut atau berat
dapat terjadi reaksi angry back atau excited skin reaksi positif palsu, dapat juga
menyebabkan penyakit yang sedang dideritanya semakin memburuk.
2) Tes dilakukan sekurang-kurangnya satu minggu setelah pemakaian kortikosteroid
sistemik dihentikan (walaupun dikatakan bahwa uji tempel dapat dilakukan pada
pemakaian prednison kurang dari 20 mg/hari atau dosis ekuivalen kortikosteroid lain)
sebab dapat menghasilkan reaksi negatif palsu. Sedangkan antihistamin sistemik tidak
mempengaruhi hasil tes, kecuali diduga karena urtikaria kontak.
3) Uji tempel dibuka setelah dua hari, kemudian dibaca;pembacaan kedua dilakukan
pada hari ke-3 sampai hari ke-7 setelah aplikasi.
4) Penderita dilarang melakukan aktivitas yang menyebabkan uji tempel menjadi
longgar (tidak menempel dengan baik), karena memberikan hasil negatif palsu.
Penderita juga dilarang mandi sekurang-kurangnya dalam 48 jam, dan menjaga agar
punggung selalu kering setelah dibuka uji tempelnya sampai pembacaan terakhir
selesai.
5) Uji tempel dengan bahan standar jangan dilakukan terhadap penderita yang
mempunyai riwayat tipe urtikaria dadakan (immediate urticaria type), karena dapat
menimbulkan urtikaria generalisata bahkan reaksi anafilaksis. Pada penderita
semacam ini dilakukan tes dengan prosedur khusus.
Setelah dibiarkan menempel selama 48 jam,uji tempel dilepas. Pembacaan
pertama dilakukan 15-30 menit setelah dilepas,agar efek tekanan bahan yang diuji
telah menghilang atau minimal. Hasilnya dicatat seperti berikut (1):
1 = reaksi lemah (nonvesikular) : eritema,infiltrat,papul (+)
2 = reaksi kuat : edema atau vesikel (++)
3 = reaksi sangat kuat (ekstrim) : bula atau ulkus (+++)
4 = meragukan : hanya makula eritematosa
5 = iritasi : seperti terbakar,pustul,atau purpura
6 = reaksi negatif (-)
7 = excited skin
8 = tidak dites (NT= non tested)
Pembacaan kedua perlu dilakukan sampai satu minggu setelah aplikasi,
biasanya 72 atau 96 jam setelah aplikasi. Pembacaan kedua ini penting untuk
membantu membedakan antara respon alergik atau iritasi, dan juga mengidentifikasi

8
lebih banyak lagi respons positif alergen. Hasil positif dapat bertambah setelah 96
jam aplikasi,oleh karena itu perlu dipesan kepada pasien untuk melapor,bila hal itu
terjadi samapai satu minggu setelah aplikasi (1)
Untuk menginterpretasi hasil uji tempel tidak mudah. Interpretasi dilakukan
setelah pembacaan kedua. Respon alergik biasanya menjadi lebih jelas antara
pembacaan kesatu dan kedua, berawal dari +/- ke + atau ++ bahkan ke +++ (reaksi
tipe crescendo), sedangkan respon iritan cenderung menurun (reaksi tipe
decrescendo) (1)

b. Pemeriksaan Histopatologi
Pemeriksaan histopatologi dilakukan dengan cara (1):
1) Untuk pemeriksaan ini dibutuhkan potongan jaringan yang didapat dengan
cara biopsi dengan pisau atau plong/punch.
2) Penyertaan kulit normal pada tumor kulit,penyakit infeksi,kulit normal
tidak perlu diikutsertakan
3) Sedapat-dapatnya diusahakan agar lesi yang akan dibiopsi adalah lesi
primer yang belum mengalami garukan atau infeksi sekunder.
4) Bila ada infeksi sekunder,sebaiknya diobati dahulu.
5) Pada penyakit yang mempunyai lesi beraneka macam/banyak,lebih baik
biopsi lebih dari satu.
6) Potongan jaringan sebisanya berbentuk elips + diikutsertakan jaringan
subkutis.
7) Jaringan yang telah dipotong dimasukkan kedalam larutan fiksasi,misalnya
formalin 10% atau formalin buffer,supaya menjadi keras dan sel-selnya
mati.
8) Lalu dikirim ke laboratorium.
9) Pewarnaan rutin yang biasa digunakan adalah Hematoksilin-Eosin (HE)
10) Volume cairan fiksasi sebaiknya tidak kurang dari 20 X volume jaringan
11) Agar cairan fiksasi dapat dengan baik masuk ke jaringan hendaknya tebal
jaringan kira-kira cm, kalau terlalu tebal dibelah dahulu sebelum
dimasukkan ke dalam cairan fiksasi.

9
Pada dermatitis kontak, limfosit T yang telah tersensitisasi, menginvasi
dermis dan epidermis serta menyebabkan edema dermis atau spongiosis
epidermis. Perubahan-perubahan ini secara histologi tidak spesifik (1).
1) Epidermis
a. Hiperkeratosis, serum sering terjebak dalam stratum korneum
b. Hiperplastik, akantosis yang luas
c. Spongiosis,yang kadang vesikuler. Manifestasi dini ditandai dengan
penonjolan dari jembatan antar sel di lapisan spinosus.
d. Kemudian ada epidermotropism dari limfosit yang muncul normal
2) Dermis
a. Limfosit perivesikuler
b. Eosinofil :bervariasi,muncul awan dan karena sebab alergi
c. Edema

2. 10. Penatalaksanaan
1. Non-medikamentosa
a. Memotong kuku-kuku jari tangan dan jaga tetap bersih dan pendek serta tidak
menggaruk lesi karena akan menimbulkan infeksi.
b. Memberi edukasi mengenai kegiatan yang beresiko untuk terkena dermatitis
kontak alergi
c. Gunakan perlengkapan/pakaian pelindung saat melakukan aktivitas yang
bersentuhan dengan alergen
d. Memberi edukasi kepada pasien untuk tidak mengenakan
perhiasan,aksesoris,pakaian atau sandal yang merupakan penyebab alergi (1)
2. Medikamentosa
a. Simptomatis
Diberi antihistamin yaitu Chlorpheniramine Maleat (CTM) sebanyak 3-
4mg/dosis, sehari 2-3 kali untuk dewasa dan 0,09 mg/dosis,sehari 3 kali untuk
anak-anak untuk menghilangkan rasa gatal.
b. Sistemik
1. Kortikosteroid yaitu prednison sebanyak 5 mg,sehari 3 kali
2. Cetirizine tablet 1 x 10mg/hari
3. Bila terdapat infeksi sekunder diberikan antibiotika (amoksisilin atau
eritromisin) dengan dosis 3x500mg,selama 5-7 hari

10
c. Topikal
Krim Desoksimetason 0,25%, 2 kali sehari
3. Pencegahan
Pencegahan DKA dapat dilakukan denagan cara sebagai berikut (1):
a. Memberi edukasi mengenai kegiatan yang beresiko untuk terkena dermatitis
kontak alergi
b. Menghindari substansi allergen
c. Mengganti semua pakaian yang terkena alergen
d. Mencuci bagian yang terpapar secepat mungkin dengan sabun
e. Menghindari air bekas cucian/bilasan kulit yang terpapar alergen
f. Bersihkan pakaian yang terkena alergen secara terpisah dengan pakaian lain.
g. Bersihkan hewan peliharaan yang diketahui terpapar alergen
h. Gunakan perlengkapan/pakaian pelindung saat melakukan aktivitas yang
beresiko terhadap paparan alergen.

2. 11. Prognosis
Prognosis dermatitis kontak alergi umumnya baik,sejauh bahan kontaknya dapat
disingkirkan. Prognosis kurang baik dan menjadi kronis bila bersamaan dengan dermatitis
yang disebabkan oleh faktor endogen (dermatitis atopik,dermatitis numularis atau psoriasis).
Faktor lain yang membuat prognosis kurang baik adalah pajanan yang tidak mungkin
dihindari ,misalnya berhubungan dengan pekerjaan tertentu atau yang terdapat di lingkungan
penderita (1).

2. 12. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi adalah infeksi kulit sekunder oleh bakteri terutama
Staphylococcus aureus ,jamur, atau oleh virus misalnya herpes simpleks. Rasa gatal yang
berkepanjangan serta perilaku menggaruk dapat mendorong kelembaban pada lesi kulit
sehingga menciptakan lingkungan yang ramah bagi bakteri atau jamur. Selain itu dapat pula
menyebabkan eritema multiforme (lecet) dan menyebabkan kulit berubah warna, tebal,dan
kasar atau disebut neurodermatitis (lichen simplex chronicus) (3).

11
BAB III
KESIMPULAN

1. Pada laporan kasus pasien didiagnosa dengan dermatitis kontak alergi


2. Ruam yang ditemukan pada laporan kasus adalah eritema,vesikel,oedem,erosi,eksoriasi.
3. Penyebab dari dermatitis kontak alergi pada laporan kasus terpapar oleh bahan allergy
(karet)
4. Pada laporan kasus pasien diberikan terapi dengan kortikosteroid sistemik, antihistamin,
kompres nacl, kortikosteroid topical dan antibiotic topical
5. Pada laporan kasus untuk anjuran yang harus diterangkan kepada pasien adalah jauhkan
/singkirkan bahan yang dapat menyebabkan allergy tersebut untuk menghindari
berulangnya penyakit ini

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda,Adhi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta:FK UI:2007


2. Siregar,R.S. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit edisi 2. Jakarta:EGC:2004
3. Bourke,et al. Guidelines for The Managemen of contact Dermatitis:2009. an update.
Tersedia dalam:
http://www.bad.org.uk/portal_bad/guidelines/clinical%20guidelines/contact%20derm
atitis%20bjd%20guidelines%20may%202009.pdf.
4. Price,Sylvia Anderson.Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit.
Jakarta:EGC:2005
5. Trihapsoro,Iwan. Dermatitis Kontak Alergi pada Pasien Rawat Jalan di RSUP Haji
Adam Malik Medan.Universitas Sumatra Utara,Medan:2003. Tersedia dalam:
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/6372

13

You might also like