You are on page 1of 11

Faktor Resiko dan Pencegahan Kasus Stunting Pada Balita

Fatimah Hartina Faradillah 102014143


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510 Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731
Email: fatimah.2014fk143@civitas.ukrida.ac.id
Abstract

The nutritional problem is essentially a public health problem, in which treatment can
not be done with medical approaches and health services alone but requires an approximate
approach to the root cause of specific and accurate nutritional problems. Nutrition problem is a
very complex problem, many causes of nutritional problems that arise caused by various factors
that exist in the local area, both directly and indirectly affect the nutritional state of individuals,
families and communities. Stunting is a chronic condition that illustrates stunted growth due to
long-term malnutrition. Stunting in toddlers needs special attention because it can inhibit the
physical and mental development of children. The impact of stunting is not only felt by the
individuals who experience it, but it also affects the wheels of economy and development of the
nation.

Keywords: Nutrition, stunting, risk factors

Abstrak

Masalah gizi pada hakekatnya adalah masalah kesehatan masyarakat, dimana


penanganannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja
namun memerlukan pendekatan analisis yang mendekati akar masalah gizi secara khusus dan
akurat. Masalah gizi merupakan masalah yang sangat kompleks, banyak penyebab masalah gizi
yang timbul yang disebabkan oleh berbagai faktor yang ada di wilayah setempat, baik langsung
maupun tidak langsung yang mempengaruhi terhadap keadaan gizi individu, keluarga maupun
masyarakat. Stunting merupakan kondisi kronis yang menggambarkan terhambatnya
pertumbuhan karena malnutrisi jangka panjang. Stunting pada balita perlu menjadi perhatian
khusus karena dapat menghambat perkembangan fisik dan mental anak. Dampak stunting tidak
hanya dirasakan oleh individu yang mengalaminya, tetapi juga berdampak terhadap roda
perekonomian dan pembangunan bangsa.
Kata kunci: Gizi, stunting, faktor resiko

Pendahuluan

Masalah malnutrisi merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama
pada negara-negara berkembang dan kurang berkembang, masalah ini mempengaruhi kondisi
bayi, anak balita dan wanita usia produktif. Di negara-negara kurang berkembang telah
diperkirakan bahwa 12 juta anak-anak meninggal karena infeksi dan gizi buruk. Gizi buruk
memberikan kontribusi setengah terhadap terjadinya mortalitas pada anak balita.1

Menurut WHO, 54 % kematian bayi berkaitan dengan masalah gizi (malnutrisi). Selain
itu bangsa-bangsa di dunia memiliki komitmen dan harapan yang sama dalam pengurangan
jumlah penderita malnutrisi yang merupakan salah satu target dalam perkembangan millenium
(Millenium Development Goals atau MDGs). Negara Indonesia memiliki komitmen ingin
mengurangi masalah malnutrisi pada penduduk hingga setidaknya tinggal 18 % penduduk yang
mengalami malnutrisi pada Tahun 2015.2

Masalah gizi pada hakekatnya adalah masalah kesehatan masyarakat, dimana


penanganannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja
namun memerlukan pendekatan analisis yang mendekati akar masalah gizi secara khusus dan
akurat. Masalah gizi merupakan masalah yang sangat kompleks, banyak penyebab masalah gizi
yang timbul yang disebabkan oleh berbagai faktor yang ada di wilayah setempat, baik langsung
maupun tidak langsung yang mempengaruhi terhadap keadaan gizi individu, keluarga maupun
masyarakat. Sehingga untuk memecahkan masalah gizi tersebut perlu dilakukan berbagai
pengkajian mengenai berbagai faktor-faktor resiko permasalahan yang memunculkan masalah
status gizi secara spesifik di wilayah tersebut (local specificity), salah satunya melalui analisis
spasial kejadian gizi dan adanya analisis fenomena serta karakteristik individu, keluarga,
masyarakat, dan tempat tinggal secara spasial dari kejadian masalah gizi (status gizi) yang ada.3

Stunting dan Faktor Resiko

Stunting merupakan kondisi kronis yang menggambarkan terhambatnya pertumbuhan


karena malnutrisi jangka panjang. Stunting pada balita perlu menjadi perhatian khusus karena
dapat menghambat perkembangan fisik dan mental anak. Stunting berkaitan dengan peningkatan
risiko kesakitan dan kematian serta terhambatnya pertumbuhan kemampuan motorik dan
mental.4 Balita yang mengalami stunting memiliki risiko terjadinya penurunan kemampuan
intelektual, produktivitas, dan peningkatan risiko penyakit degeneratif di masa mendatang.5 Hal
ini dikarenakan anak stunting juga cenderung lebih rentan terhadap penyakit infeksi, sehingga
berisiko mengalami penurunan kualitas belajar di sekolah dan berisiko lebih sering absen.6
Stunting juga meningkatkan risiko obesitas, karena orang dengan tubuh pendek berat badan
idealnya juga rendah. Kenaikan berat badan beberapa kilogram saja bisa menjadikan Indeks
Massa Tubuh (IMT) orang tersebut naik melebihi batas normal. Keadaan overweight dan
obesitas yang terus berlangsung lama akan meningkatan risiko kejadian penyakit degeneratif.5
Indikator antropometri dari gizi kurang dapat diindikasikan dengan berat yang kurang dan
kejadian pendek (tinggi yang kurang pada umur normal). Kejadian gizi kurang maupun pendek
ini telah menjadi masalah gizi secara global. Menurut World Health Organization (WHO),
masalah gizi merupakan masalah kesehatan masyarakat jika di negara, provinsi, atau kabupaten
dikatankan baik jika <20%, kurang jika berada pada rentang 20-29%, jelek jika antara 30-39%,
dan sangat buruk jika 40%. Intervensi gizi harus di implementasikan pada semua level untuk
mengatasi penyebab masalah dan meningkatkkan komitmen oleh sektor nutrisi.
Prevalensi stunting di Indonesia masih tinggi. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2010, prevalensi stunting di Indonesia tahun 2010 sebesar 35,6%, sebagian
besar terjadi pada anak usia 2-3 tahun yaitu 41,4% dari total populasi anak stunting di
Indonesia.7 Faktor potensial yang mempengaruhi kejadian pendek antara lain seperti sosial
ekonomi, keluarga, pelayanan kesehatan, diet dan status kesehatan.genetik, pemberian asi
eksklusif, riwayat berat lahir bayi, kesesuaian umur pemberian makanan pendamping ASI, dan
tingkat pendidikan keluarga, serta konsumsi makanan juga mempengaruhi kejadian pendek pada
Baduta. Faktor risiko yang berhubungan adalah dengan kemampuan memilih dan membeli
makanan dengan gizi yang seimbang. Tingkat pendidikan ayah dan ibu merupakan determinan
yang kuat bagi kejadian pendek pada baduta di Indonesia dan Bangladesh. Faktor risko lainnya
adalah tingkat pengetahuan keluarga terutama ibu merupakan poin penting dalam terjadinya
kejadian pendek pada baduta. Pengetahuan ibu tentang nutrisi akan menentukan perilaku ibu
dalam memberikan makanan kepada anaknya.8 Kejadian pendek pada balita merupakan faktor
risiko untuk meningkatkan mortalitas, gangguan kemampuan kognitif, perkembangan motorik
melambat, dan fungsi tubuh mengalami ketidakseimbangan dan kejadian pendek akan disadari
pada saat baduta memasuki masa pubertas dan usia remaja sehingga dampak yang ada akibat
malnutrisi akan sulit untuk diperbaiki.9 Indikator TB/U merefleksikan riwayat gizi masa lalu dan
bersifat kurang sensitif terhadap perubahan masukan zat gizi, dimana dalam hal ini pendidikan
ibu mempunyai peranan dalam alokasi masukan zat gizi. Berbeda dengan berat badan yang dapat
naik, tetap atau turun, tinggi badan hanya bisa naik atau tetap pada suatu kurun waktu tertentu.
Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan pertambahan umur. Pengasuhan
merupakan kebutuhan dasar anak untuk tumbuh dan berkembang secara optimal. Pada masa
balita, anak masih benar-benar tergantung pada perawatan dan pengasuhan oleh ibunya.
Pengasuhan kesehatan dan makanan pada tahun pertama kehidupan sangatlah penting untuk
perkembangan anak. Pola pengasuhan anak tidak selalu sama di tiap keluarga. Perbedaan
karakteristik ibu yang mengakibatkan berbedanya pola pengasuhan yang akan berpengaruh
terhadap status gizi anak. Ibu yang berpendidikan tinggi tentu akan berbeda dengan ibu yang
berpendidikan rendah.10

Promotif dan Preventif6

1. Program Kesehatan Masyarakat Desa, seperti latihan kader kesehatan,


pembentukan dana sehat, penyuluhan kesehatan, penyediaan air bersih,
peningkatan kesehatan lingkungan, taman gizi, pemanfaatan
pekarangan,pemugaran rumah.

2. Upaya perbaikan gizi keluarga

3. Posyandu yang memberikan pelayanan ; keluarga berencana, gizi, kesehatan ibu


dan anak, immunisasi

4. Usaha promotif dan preventif yang diselenggarakan dalam pusat kesehatan


masyarakat meliputi : pemeliharaan kesehatan ibu dan anak, Keluarga Berencana,
pencegahan dan penanggulangan bencana penyakit menular, penyuluhan
kesehatan, kebersihan dan kesehatan lingkungan, usaha kesehatan sekolah,
perawatan kesehatan jiwa.

5. Usaha promotif dan preventif yang dilakukan rumah sakit melalui program
kesehatan masyarakat
Pencegahan Stunting pada Anak6

1. Mencegah Stunting pada Balita

Dalam keadaan normal, tinggi badan tumbuh bersamaan dengan bertambahnya umur,
namun pertambahan tinggi badan relatif kurang sensitif terhadap kurang gizi dalam waktu
singkat. Jika terjadi gangguan pertumbuhan tinggi badan pada balita, maka untuk mengejar
pertumbuhan tinggi badan optimalnya masih bisa diupayakan, sedangkan anak usia sekolah
sampai remaja relatif kecil kemungkinannya. Maka peluang besar untuk mencegah stunting
dilakukan sedini mungkin.dengan mencegah faktor resiko gizi kurang baik pada remaja putri,
wanita usia subur (WUS), ibu hamil maupun pada balita. Selain itu, menangani balita yang
dengan tinggi dan berat badan rendah yang beresiko terjadi stunting, serta terhadap balita yang
telah stunting agar tidak semakin berat.

Kejadian balita stunting dapat diputus mata rantainya sejak janin dalam kandungan
dengan cara melakukan pemenuhan kebutuhan zat gizi bagi ibu hamil, artinya setiap ibu hamil
harus mendapatkan makanan yang cukup gizi, mendapatkan suplementasi zat gizi (tablet Fe),
dan terpantau kesehatannya. Selain itu setiap bayi baru lahir hanya mendapat ASI saja sampai
umur 6 bulan (eksklusif) dan setelah umur 6 bulan diberi makanan pendamping ASI (MPASI)
yang cukup jumlah dan kualitasnya. Ibu nifas selain mendapat makanan cukup gizi, juga diberi
suplementasi zat gizi berupa kapsul vitamin A. Kejadian stunting pada balita yang bersifat kronis
seharusnya dapat dipantau dan dicegah apabila pemantauan pertumbuhan balita dilaksanakan
secara rutin dan benar. Memantau pertumbuhan balita di posyandu merupakan upaya yang
sangat strategis untuk mendeteksi dini terjadinya gangguan pertumbuhan, sehingga dapat
dilakukan pencegahan terjadinya balita stunting.

Bersama dengan sektor lain meningkatkan kualitas sanitasi lingkungan dan penyediaan
sarana prasarana dan akses keluarga terhadap sumber air terlindung, serta pemukiman yang
layak. Juga meningkatkan akses keluarga terhadap daya beli pangan dan biaya berobat bila sakit
melalui penyediaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan.

Peningkatan pendidikan ayah dan ibu yang berdampak pada pengetahuan dan
kemampuan dalam penerapan kesehatan dan gizi keluarganya, sehingga anak berada dalam
keadaan status gizi yang baik. Mempermudah akses keluarga terhadap informasi dan penyediaan
informasi tentang kesehatan dan gizi anak yang mudah dimengerti dan dilaksanakan oleh setiap
keluarga juga merupakan cara yang efektif dalam mencegah terjadinya balita stunting.

2. Penanggulangan dan pencegahan Stunting pada Bayi

Penanggulangan stunting pada pertumbuhan bayi

Penanggulangan stunting yang paling efektif dilakukan pada seribu hari pertama kehidupan,
yaitu:

a. Pada ibu hamil

Memperbaiki gizi dan kesehatan Ibu hamil merupakan cara terbaik dalam mengatasi stunting.
Ibu hamil perlu mendapat makanan yang baik, sehingga apabila ibu hamil dalam keadaan sangat
kurus atau telah mengalami KurangEnergiKronis (KEK), maka perlu diberikan makanan
tambahan kepada ibu hamil tersebut. Setiap ibu hamil perlu mendapat tablet tambah darah,
minimal 90 tablet selama kehamilan. Kesehatan ibu harus tetap dijaga agar ibu tidak mengalami
sakit.

b. Pada saat bayi lahir


Persalinan ditolong oleh bidan atau dokter terlatih dan begitu bayi lahir melakukan Inisiasi
Menyusu Dini (IMD). Bayi sampai dengan usia 6 bulan diberi Air Susu Ibu (ASI) saja (ASI
Eksklusif).

c. Bayi berusia 6 bulan sampai dengan 2 tahun

Mulai usia 6 bulan, selain ASI bayi diberi Makanan Pendamping ASI (MP-ASI). Pemberian ASI
terus dilakukan sampai bayi berumur 2 tahun atau lebih.Bayi dan anak memperoleh kapsul
vitamin A, taburia, imunisasi dasar lengkap.

d. Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) harus diupayakan oleh setiap rumah tangga.

Pencegahan stunting pada pertumbuhan bayi

a. Kebutuhan gizi masa hamil

Pada Seorang wanita dewasa yang sedang hamil, kebutuhan gizinya dipergunakan untuk
kegiatan rutin dalam proses metabolisme tubuh, aktivitas fisik, serta menjaga keseimbangan
segala proses dalam tubuh. Di samping proses yang rutin juga diperlukan energi dan gizi
tambahan untuk pembentukan jaringan baru, yaitu janin, plasenta, uterus serta kelenjar mamae.
Ibu hamil dianjurkan makan secukupnya saja, bervariasi sehingga kebutuhan akan aneka macam
zat gizi bisa terpenuhi. Makanan yang diperlukan untuk pertumbuhan adalah makanan yang
mengandung zat pertumbuhan atau pembangun yaitu protein, selama itu juga perlu tambahan
vitamin dan mineral untuk membantu proses pertumbuhan itu.

b. Kebutuhan Gizi Ibu saat Menyusui

Jumlah makanan untuk ibu yang sedang menyusui lebih besar dibanding dengan ibu hamil,
akan tetapi kualitasnya tetap sama. Pada ibu menyusui diharapkan mengkonsumsi makanan yang
bergizi dan berenergi tinggi, seperti diisarankan untuk minum susu sapi, yang bermanfaat untuk
mencegah kerusakan gigi serta tulang. Susu untuk memenuhi kebutuhan kalsium dan flour dalam
ASI. Jika kekurangan unsur ini maka terjadi pembongkaran dari jaringan (deposit) dalam tubuh
tadi, akibatnya ibu akan mengalami kerusakan gigi. Kadar air dalam ASI sekitr 88 gr %. Maka
ibu yang sedang menyusui dianjurkan untuk minum sebanyak 22,5 liter (8-10 gelas) air sehari,
di samping bisa juga ditambah dengan minum air buah.
c. Kebutuhan Gizi Bayi 0 12 bulan

Pada usia 0 6 bulan sebaiknya bayi cukup diberi Air Susu Ibu (ASI). ASI adalah makanan
terbaik bagi bayi mulai dari lahir sampai kurang lebih umur 6 bulan.Menyusui sebaiknya
dilakukan sesegara mungkin setelah melahirkan. Pada usia ini sebaiknya bayi disusui selama
minimal 20 menit pada masing-masing payudara hingga payudara benar-benar kosong. Apabila
hal ini dilakukan tanpa membatasi waktu dan frekuensi menyusui,maka payudara akan
memproduksi ASI sebanyak 800 ml bahkan hingga 1,5 2 liter perhari.

d. Kebutuhan Gizi Anak 1 2 tahun

Ketika memasuki usia 1 tahun, laju pertumbuhan mulai melambat tetapi perkembangan
motorik meningkat, anak mulai mengeksplorasi lingkungan sekitar dengan cara berjalan kesana
kemari, lompat, lari dan sebagainya. Namun pada usia ini anak juga mulai sering mengalami
gangguan kesehatan dan rentan terhadap penyakit infeks seperti ISPA dan diare sehingga anak
butuh zat gizi tinggi dan gizi seimbang agar tumbuh kembangnya optimal. Pada usia ini ASI
tetap diberikan. Pada masa ini berikan juga makanan keluarga secara bertahap sesuai
kemampuan anak.Variasi makanan harus diperhatikan.Makanan yang diberikan tidak
menggunakan penyedap, bumbu yang tajam, zat pengawet dan pewarna.dari asi karena saat ini
hanya asi yang terbaik untuk buah hati anda tanpa efek samping

Usaha Kesehatan Pokok Puskesmas11

Puskesmas atau Pusat Kesehatan Masyarakat adalah suatu organisasi fungsional yang
menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata, dapat diterima
dan terjangkau oleh masyarakat, serta biaya yang dapat dipikul oleh pemerintah dan masyarakat.
Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah untuk mendukung
tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional, yakni meningkatkan kesadaran serta
kemauan dan kemampuan hidup sehat agar terwujudnya derajat kesehatan yang setinggi-
tingginya dalam rangka mewujudkan Indonesia Sehat 2010. Pelayanan di Puskesmas
merupakan unit pelaksana teknis kesehatan di bawah supervisi Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.Secara umum, mereka harus memberikan pelayanan preventif, promotif, kuratif
sampai dengan rehabilitatif baik melalui upaya kesehatan perorangan (UKP) atau upaya
kesehatan masyarakat (UKM). Puskesmas dapat memberikan pelayanan rawat inap selain
pelayanan rawat jalan. Hal ini disepakati oleh puskesmas dan dinas kesehatan yang
bersangkutan. Dalam memberikan pelayanan di masyarakat, puskesmas biasanya memiliki
subunit pelayanan seperti puskesmas pembantu, puskesmas keliling, posyandu, pos kesehatan
desa maupun pos bersalin desa (polindes). (KepMenKes RI Nomor 128/MenKes/SK/II/2004
tentang Kebijakan Dasar Puskesmas. 10 Februari 2004. Departemen Kesehatan RI.)
Upaya perbaikan gizi meliputi mengenali penderita-penderita kekurangan gizi dan
mengobati mereka, mempelajari keadaan gizi masyarakat dan mengembangkan program
perbaikan gizi, memberikan pendidikan gizi kepada masyarakat dan secara perseorangan kepada
mereka yang membutuhkan terutama dalam rangka program KIA serta melaksanakan program-
program yakni program perbaikan gizi keluarga (suatu program menyeluruh yang mencakup
pembangunan masyarakat) melalui kelompok-kelompok penimbangan pos pelayanan terpadu,
memberikan makanan tambahan yang mengandung protein dan kalori yang cukup kepada anank-
anak bawah umur 5 tahun dan kepada ibu yang menyusui, dan memberikan vitamin A kepada
anak-anak dibawah umur 5 tahun.

Posyandu6

Posyandu adalah kependekan dari Pos Pelayanan Terpadu. Secara sederhana yang
dimaksud dengan Posyandu adalah pusat kegiatan di mana masyarakat dapat sekaligus
memperoleh pelayanan KB-Kesehatan. Dari aspek proses, maka pengertiannya adalah salah satu
wujud peran serta masyarakat dalam pembangunan, khususnya kesehatan dengan menciptakan
kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk dalam mewujudkan derajat kesehatan
masyarakat yang optimal. Pengertian lain Posyandu adalah kegiatan kesehatan dasar yang
diselenggarakan 5 dari, oleh, dan untuk masyarakat yang dibantu oleh petugas kesehatan di suatu
wilayah kerja Puskesmas, dimana program ini dapat dilaksanakan di balai dusun, balai
kelurahan, maupun tempat-tempat lain yang mudah didatangi oleh masyarakat.12 Menurut
Departemen Kesehatan, Posyandu adalah upaya masyarakat untuk menjaga dan meningkatkan
kesehatan melalui kegiatan terpadu yang dilaksanakan oleh masyarakat sendiri melalui
bimbingan dan bantuan petugas kesehatan. Sedangkan menurut Sembiring (2004), pengertian
Posyandu adalah suatu wadah komunikasi alih teknologi dalam pelayanan kesehatan masyarakat
keluarga berencana dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat dengan dukungan
pelayanan serta pembinaan teknis dari petugas kesehatan dan keluarga berencana yang
mempunyai nilai strategis untuk pengembangan sumber daya manusia sejak dini. Yang dimaksud
dengan nilai strategis untuk pengembangan sumber daya manusia sejak dini yaitu ada tiga
intervensi adalah: Pembinaan kelangsungan hidup anak (Child Survival) yang ditujukan untuk
menjaga kelangsungan dalam peningkatan mutu manusia masa yang akan datang dan akibat dari
proses pertumbuhan dan perkembangan manusia (1) Hidup anak sejak dalam kandungan ibu
sampai usia balita. (2) Pembinaan perkembangan anak (Child Development) yang ditujukan
untuk membina tumbuh kembang anak secara sempurna, baik fisik maupun mental sehingga siap
menjadi tenaga kerja tangguh. (3) Pembinaan kemampuan kerja (Employment) yang dimaksud
untuk memberikan kesempatan berkarya dan berkreasi dalam pembangunan bangsa dan negara.

Penutup

Stunting merupakan salah satu permasalahan gizi yang terjadi di Indonesia. Dampak
stunting tidak hanya dirasakan oleh individu yang mengalaminya, tetapi juga berdampak
terhadap roda perekonomian dan pembangunan bangsa. Hal ini karena sumber daya manusia
stunting memiliki kualitas lebih rendah dibandingkan dengan sumber daya manusia normal.
Tingkat kognitif rendah dan gangguan pertumbuhan pada balita stunting merupakan faktor-faktor
yang dapat menyebabkan kehilangan produktivitas pada saat dewasa. Orang dewasa stunting
memiliki tingkat produktivitas kerja rendah serta upah kerja lebih rendah bila dibandingkan
dengan orang dewasa yang tidak stunting.13

Daftar Pustaka

1. United Nations Childrens Fund. World Health Organization. The World Bank. UNICEF-
WHO-World Bank Joint Child Malnutrition Estimates. UNICEF, New York; WHO,
Geneva; The World Bank, Washington, DC. 2012.

2. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Laporan Perkembangan Pencapaian


Millenium Devel .,,opment Goals Indonesia. Jakarta : Bappenas. 2007
3. Purwandini K, Kartasurya M I.Pengaruh Pemberian Mikronutrient Sprinkle Terhadap
Perkembangan Motorik Anak Stunting Usia 12-36 Bulan. Journal of Nutrition College
2013; Volume 2 Nomor 1 Halaman 147-163.
4. Anugraheni, H. S. Faktor Risiko Kejadian Stunting pada Anak Usia 12-36 Bulan di
Kecamatan Pati, Kabupaten Pati. Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro. Semarang; 2012.
5. Yunitasari L. Perbedaan Intellegence Quotient (IQ) Antara Anak Stunting dan Tidak
Stunting Umur 7-12 tahun di Sekolah Dasar (Studi pada Siswa SD Negeri Buara 04
Kecamatan Ketanggungan Kabupaten Brebes). Jurnal Kesehatan Masyarakat 2012;
Volume 1 Nomor 2 Halaman 586-595.

6. Yupi Supartini. Buku ajar konsep dasar keperawatan anak. Jakarta: EGC;2004.
7. Diasmarani N. Karakteristik dan Perkembangan Bahasa Anak Balita Stunted di Desa
Sukawening, Kabupaten Bogor. Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia
Institut Pertanian Bogor. Bogor; 2011.
8. Mardani, R.A.D., Wetasin, K., Suwanwaiphatthana, W. 2015. Faktor Prediksi yang
Mempengaruhi Stunting pada Anak Usia di Bawah Lima Tahun. KEMAS Jurnal. 11 (1):
1-7.
9. Hizni A., Julia, M., dan Gamayanti, I.L. 2010. Status stunted dan hubungannya dengan
perkembangan anak balita di Wilayah Pesisir Pantai Utara Kecamatan Lemahwungkuk
Kota Cirebon. JGKI Jurnal Gizi Klinik Indonesia. 6 (3): 131-7
10. Rahayu A dan Khairiyati L. 2014. Risiko Pendidikan Ibu terhadap Kejadian Kejadian
Stunting pada Anak 6-23 bulan. Jurnal Penelitian Gizi dan Makanan. 37 (2): 129-136.
11. Ferry Efendi, Makhfadli. Keperawatan Kesehatan Komunitas. Teori dan Praktik dalam
Keperawatan. Jakarta:Salemba Medika:2009.
12. Ismawati, C. S., Proverawati, A., dan Pebriyanti, S.Posyandu dan Desa
Siaga.Yogyakarta : Nuha Medika:2010.
13. Zilda Oktarina, Trini Sudiarti. Faktor Resiko Stunting pada Balita 4-59 Bulan di
Sumatera. Jurnal Gizi dan Pangan, November 2013, 8(3):175-180.

You might also like