Professional Documents
Culture Documents
Kelompok 3 (Kelas E)
Nama Kelompok : Rega Anitania (0661 14 142)
Ghina Amalia (0661 14 156)
Dina Restiana (0661 14 165)
Ani Mulyani (0661 14 175)
LABORATORIUM FARMASI
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PAKUAN
BOGOR
2017
BAB III
METODE KERJA
Alat
Bahan
Aquadest
Kafein
Absorbansi
0.35
0.3
0.25
0.2
Absorbansi
0.15
Linear (Absorbansi)
0.1
y = 0.0245x
0.05 R = 0.9439
0
0 5 10 15
IV.2 Perhitungan
Larutan stok 1000 ppm
100
= 1 mg/ml = 1000 /ml = 1000 ppm
100
Pengenceran
IV.3 Pembahasan
Pada praktikum pertama ini yaitu mengenai pembuatan kurva kalibrasi
kafein, pertama dibuat larutan stok 100 ppm. Larutan stok 1000 ppm terlalu besar
jumlah pemipetan nya jading harus diencerkan menjadi 100 ppm. Tujuan
pembuatan larutan stok untuk mempermudah pembuatan deret kalibrasi. Deret
kalibrasi larutan kafein dibuat dengan kadar yaitu 4 ppm, 6 ppm, 8 ppm, 10 ppm,
dan 12 ppm. Pada larutan kafein tersebut diukur absorbansinya (duplo) dengan
menggunakan alat spektrofotometer UV-VIS dengan panjang gelombang 273 nm.
Pada sampel kami dengan kadar 4 ppm, 6 ppm, 8 ppm, 10 ppm, dan 12 ppm,
didapat hasil rata-rata absorbansi secara berurutan adalah 0,0975 A, 0,1385 A,
0,189 A, 0,2775 A, dan 0,279 A.
Dilihat dari hasil yang kami dapatkan, ternyata nilainya tidak baik terlihat
setelah diinputkan data ke computer (ms.exel) didapat hasil regresi linier yaitu
0,943 A. nilai ini tidak memenuhi memenuhi syarat karena adapun syarat regresi
linier yang baik adalah mendekati 1. Hal ini mungkin karena kurang teliti dalam
pemipetan larutan atau pada saat pengukuran absorbansi dengan
spektrofotometer penggunaan kuvet yang kurang tepat (kurang bersih).
BAB V
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Basset J et.al. 1994. Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta
Dy R dan Underwood A. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif edisi VI. Penerbit: Erlangga.
Jakarta
LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOKINETIK
ANALISIS VITAMIN C TOTAL DALAM CUPLIKAN URIN
Tanggal Praktikum :
Kelompok 3 (Kelas E)
Nama Kelompok : Rega Anitania (0661 14 142)
Ghina Amalia (0661 14 156)
Dina Restiana (0661 14 165)
Ani Mulyani (0661 14 175)
LABORATORIUM FARMASI
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PAKUAN
BOGOR
2017
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Tujuan
- Mengetahui cara analisis kandungan vitamin C total dalam urin
- Mengetahui cara penentuan penetapan kadar Vitamin C dalam urin dengan
menggunakan metode Renal
- Mengetahui cara penentuan penetapan kadar Vitamin C dalam urin dengan
menggunakan metode ARE
- Mengetahui cara analisis kandungan vitamin C total dalam urin dengan
menggunakan spektrofotometri.
1.2 Dasar Teori
Vitamin C berhasil diisolasi untuk pertama kalinya pada tahun 1928 dan pada
tahun 1932 ditemukan bahwa vitamin ini merupakan agen yang dapat
mencegah sariawan. Albert Szent-Gyrgyi menerima penghargaan Nobel dalam Fisiologi
atau Kedokteran pada tahun 1937 untuk penemuan ini. Selama ini vitamin C atau asam
askorbat dikenal peranannya dalam menjaga dan memperkuat imunitas terhadap infeksi.
Pada beberapa penelitian lanjutan ternyata vitamin C juga telah terbukti berperan penting
dalam meningkatkan kerja otak. Dua peneliti di Texas Woman's University menemukan
bahwa murid SMTP yang tingkat vitamin C-nya dalam darah lebih tinggi ternyata
menghasilkan tes IQ lebih baik daripada yang jumlah vitamin C-nya lebih rendah.
Vitamin C adalah salah satu jenis vitamin yang larut dalam air dan memiliki
peranan penting dalam menangkal berbagai penyakit.
Vitamin ini juga dikenal dengan nama kimia dari bentuk utamanya yaitu asam
askorbat. Vitamin C termasuk golongan vitamin antioksidan yang mampu menangkal
berbagai radikal bebas ekstraselular.Beberapa karakteristiknya antara lain sangat mudah
teroksidasi oleh panas, cahaya, dan logam. Meskipun jeruk dikenal sebagai buah
penghasil vitamin C terbanyak, sebenarnya salah besar, karena lemon memiliki
kandungan vitamin C lebih banyak 47&% daripada jeruk.
Vitamin C diperlukan untuk menjaga struktur kolagen, yaitu sejenis protein yang
menghubungkan semua jaringan serabut, kulit, urat, tulang rawan, dan jaringan lain di
tubuh manusia. Struktur kolagen yang baik dapat menyembuhkan patah tulang, memar,
pendarahan kecil, dan luka ringan.
Vitamin c juga berperan penting dalam membantu penyerapan zat besi dan
mempertajam kesadaran. Sebagai antioksidan, vitamin c mampu menetralkan radikal
bebas di seluruh tubuh.. Melalui pengaruh pencahar, vitamini ini juga dapat
meningkatkan pembuangan feses atau kotoran.. Vitamin C juga mampu
menangkal nitrit penyebab kanker. Penelitian di Institut Teknologi
Massachusetts menemukan, pembentukan nitrosamin (hasil akhir pencernaan bahan
makanan yang mengandung nitrit) dalam tubuh sejumlah mahasiswa yang diberi vitamin
C berkurang sampai 81%.
METODE KERJA
2.1 Alat dan Bahan
Alat
Alat Labu ukur Spektrovoto
sentrivius Labu meter
Botol coklat semprot Tabung
Bulp Pipet tetes sentrivius
Erlenmayer Pipet volum Vial
Gelas ukur
Bahan
Aquadest
Sampel urin
Vitamin C
IV.3 Pembahasan
Praktikum kedua yaitu mengenai analisis vitamin C total dalam cuplikan
urin yang dimaksudkan untuk mengetahui langkah-langkah analisis obat dan atau
metabolitnya dalam cuplikan urin, melakukan analisi vitamin C dalam urin,
memahami proses ADME (absorpsi, distribusi, metabolism, dan ekskresi) dari
vitamin C dan mengetahui nilai parameter farmakokinetik vitamin C.
Vitamin C mudah diabsorpsi melalui saluran cerna pada keadaan normal
tampak kenaikan kadar vitamin C dalam darah setelah diabsorpsi dalam leukosit
dan trombosit lebih besar daripada dalam plasma dan eritrosit. Distribusinya luas
keseluruh tubuh dengan kadar tertinggi dalam kelenjar dan terendah dalam otot
dan jaringan lemak diekskresi melalui urin dalam bentuk garamnya. Dan vitamin
memiiki kelarutan yang mudah larut dalam air.
Analisis vitamin C total dalam cuplikan urin ini menggunakan 2 metode
yaitu metode ekkresi ARE dan metode ekskresi RENAL, metode ARE digunakan
untuk mengetahui kadar vitamin C yang terserap didalam tubuh sedangkan
metode RENAL digunakan untuk mengetahui kadar vitamin C yang terbuang dari
dalam tubuh. Dalam sampel urin kelompok kami waktu paruh yang didapatkan
setelah mengolah data ke dalam Ms. Exel yaitu pada metode ARE 43,13 menit ,
sedangkan pada metode RENAL 23,25 menit. Jumlah kumulatif obat yang
diekskresi dalam bentuk urin secara langsung berhubungan dengan jumlah total
obat yang terabsorpsi. Sedangkan dalam kurva yang diperoleh menunjukan hasil
yag linear dengan nilai ARE R2= 0,9126, RENAL R2 = 0,0754 Didalam percobaan
cuplikan urin dikumpulkan secara berkala setelah pemberian produk obat.
BAB IV
KESIMPULAN
Setelah melakukan praktikum analisis vitamin C dalam cuplikan urin, dapat diambil
kesimpulan yakni :
Metode RENAL memperlihatkan waktu paruh vitamin C sebesar 43,13 menit
Metode ARE memperlihatkan waktu paruh vitamin C sebesar 23,25 menit
DAFTAR PUSTAKA
Jan Koolman, Klaus-Henrich Rohm. 2001. Atlas Berwarna dan Teks Biokimia. Alih
bahasa: dr.Septilia Inawati Wanandi. Hipokrates: Jakarta
Leon Shargel, Andrew B.C Yu 1988. Biofarmaseutika dan Farmakokinetik Terapan edisi
II. Alih Bahasa: Fasich dan Siti Syamsiah. Airlangga Unversity Press: Surabaya
LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOKINETIK
ANALISIS VITAMIN B1 TOTAL DALAM CUPLIKAN URIN
Tanggal Praktikum : Senin, 3 April 2017
Kelompok 3 (Kelas E)
Nama Kelompok : Rega Anitania (0661 14 142)
Ghina Amalia (0661 14 156)
Dina Restiana (0661 14 165)
Ani Mulyani (0661 14 175)
LABORATORIUM FARMASI
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PAKUAN
BOGOR
2017
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
- Mengetahui cara analisis kandungan vitamin B1 total dalam urin
- Mengetahui cara penentuan penetapan kadar Vitamin B1 dalam urin dengan
menggunakan metode Renal
- Mengetahui cara penentuan penetapan kadar Vitamin B1 dalam urin dengan
menggunakan metode ARE
- Mengetahui cara analisis kandungan vitamin B1 total dalam urin dengan
menggunakan spektrofotometri.
1.4 Dasar Teori
Tiamin larut dalam alkohol 70 % dan air, dapat rusak oleh panas, terutama
dengan adanya alkali. Pada kondisi kering, tiamin stabil pada suhu100o C selama
beberapa jam. Kelembaban akan mempercepat kerusakannya. Hal ini
menunjukkan bahwa pada makanan segar, tiamin kurang stabil terhadap panas
jika dibandingkan dengan makanan kering (Imbang, 2010).
Fungsi Tiamin
Fungsi metabolik tiamin antara lain pada reaksi oksidasi piruvat - Asetil-
KoA, rekasi oksidasi - keto glutarat dan reaksi transketolasi HMP (Heksosa
Monofosfat). Di dalam otak dan hati, segera diubah menjadi TPP (thiamin
pyrohosphat) oleh enzim thiamin difosfotransferase, dimana reaksinya
membutuhkan ATP. Berperan penting sebagai koensim dekarboksilasi senyawa
asam-keto. Beberapa enzim yang menggunakan TPP sbg koensim adalah
pyruvate decarboxylase, pyruvate dehydrogenase, dan transketolase (Imbang,
2010).
Sumber Tiamin
Tiamin disintesis oleh bakteri di dalam alat pencernaan hewan ruminansia.
Bakteri mensintesis tiamin dalam caecum kuda, tetapi ternyata tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sumber- sumber tiamin antara lain tumbuhan
biji-bijian, kacang-kacangan, daging, ikan dan susu (Imbang, 2010).
Metabolisme Tiamin
Tiamin dari makanan setelah dicerna, diserap langsung oleh usus dan
masuk ke dalam saluran darah. Penyerapan maksimum terjadi pada konsumsi 2,5
5 mg tiamin per hari. Pada jumlah kecil, tiamin diserap melalui proses yang
memerlukan energi dan bantuan natrium, sedangkan dalam jumlah besar, tiamin
diserap secara difusi pasif. Kelebihan tiamin dfikeluarkan lewat urine. Metabolit
tiamin adalah 2-metil-4-amino-5-pirimidin dan asam 4-metil-tiazol-5-asetat.
Tubuh manusia dewasa mampu menyimpan tiamin sekitar 30 -70 mg, dan
sekitar 80%-nya terdapat sebagai TPP (tiamin pirofosfat). Separuh dari tiamin
yang terdapat dalam tubuh terkonsentrasi di otot. Meskipun tiamin tidak disimpan
di dalam tubuh, level normal di dalam otot jantung, otak, hati, ginjal dan otot lurik
meningkat dua kali lipat setelah terapi tiamin dan segera menurun hingga
setengahnya ketika asupan tiamin berkurang (Imbang, 2010).
Defisiensi Tiamin
Normal asupan tiamin untuk orang dewasa adalah antara 1,0 1,5
mg/hari. Jika makanan terlalu banyak mengandung karbohidrat, maka
dibutuhkan lebih banyak tiamin. Tanda-tanda defisiensi tiamin antara lain
menurunnya nafsu makan, depresi mental (Peripheral neurophaty) dan lemah.
Pada defisiensi kronis, maka muncul gejala kelainan neurologist, seperti
kebingungan (mental), dan kehilangan koordinasi mata. Penyakit karena
defisiensi tiamin, yaitu beri-beri. Penyakit ini disebabkan akibat makanan yang
kaya akan karbohidrat tetapi rendah tiamin (Imbang, 2010).
a. Spektrofotometer
Hasil pengukuran yang baik dari suatu parameter kuantitas kimia, dapat
dilihat berdasarkan tingkat presisi dan akurasi yang dihasilkan.Akurasi
menunjukkan kedekatan nilai hasil pengukuran dengan nilai sebenarnya. Untuk
menentukan tingkat akurasi perlu diketahui nilai sebenarnya dari parameter yang
diukur dan kemudian dapat diketahui seberapa besar tingkat akurasinya. Presisi
menunjukkan tingkat reliabilitas dari data yang diperoleh. Hal ini dapat dilihat dari
standar deviasi yang diperoleh dari pengukuran, presisi yang baik akan memberikan
standar deviasi yang kecil dan bias yang rendah. Jika diinginkan hasil pengukuran
yang valid, maka perlu dilakukan pengulangan, misalnya dalam penentuan nilai
konsentrasi suatu zat dalam larutan larutan dilakukan pengulangan sebanyak n kali.
Ilmu yang mempelajari interaksi radiasi dengan materi sedangkan spektrofotometri
adalahpengukuran kuantitatif dari intensitas radiasi elektromagnetik pada satu atau
lebih panjanggelombang dengan suatu transduser (detektor). Spektrofotometri
adalah analisis kuantitatif yang paling sering digunakan karena mempunyai
sensitivitas yang baik yaitu 10-4 sampai 10-6. Analisis jenis ini juga relatif selektif
dan spesifik, ketepatannya cukup tinggi, relatif sederhana, dan murah ( Mathias,
2005 ).
BAB II
METODE KERJA
III.1 Alat dan Bahan Alat
Alat Labu ukur Spektrovoto
sentrivius Labu meter
Botol coklat semprot Tabung
Bulp Pipet tetes sentrivius
Erlenmayer Pipet volum Vial
Gelas ukur
Bahan
Aquadest
Sampel urin
Vitamin B1
4.2 Perhitungan
Diketahui : y = 0,0284x-0,1434
Bila blanko > 0,000
= (y-abs.blanko)-a
b
Abs a
Cu = b
0,007 +0,1434
Cu Blanko = = 6,267 ppm
0,0284
(1,1340,007) +0,1434
Cu Sampel 1 = = 44,732 ppm
0,0284
(0,8740,007) +0,1434
Cu Sampel 2 = = 577 ppm
0,0284
(0,7140,007) +0,1434
Cu Sampel 3 = = 29,944 ppm
0,0284
(0,6620,007) +0,1434
Cu Sampel 4 = = 113 ppm
0,0284
(0,3950,007) +0,1434
Cu Sampel 5 = = 711 ppm
0,0284
(0,2950,007) +0,1434
Cu Sampel 6 = = 190 ppm
0,0284
0,693
t1/2 ARE = = 0,1335 x 60 = 311, 46
0,693
t1/2 Renal = = 0,0737 x 60 = 564,179
IV.3 Pembahasan
Pada praktikum kali ini tentang Analisis Vitamin B1 dalam cuplikan Urin
dengan metode Spektrofotometri bertujuan untuk memahami proses ADME
(absorpsi, distribusi, metabolism, dan ekskresi) vitamin B1, dan mengetahui
parameter farmakokinetik vitamin B1. Sample yang digunakan untuk analisis
adalah urine dari probandus yang telah mengkonsumsi Vitamin B1, dengan
rentang waktu yang berbeda. Hal ini dilakukan agar jumlah obat yang
diekskresikan memiliki kecepatan eliminasi yang tetap. Volume urin yang
diperoleh yaitu 49 ml, 20 ml, 6,1 ml, 21 ml, 29 ml, 36 ml, dan 99 ml, dan urin
yang dihasilkan sangat pekat.Sample urin disentrifugasi selama 5 menit bertujuan
untuk memisahkan pengotor atau partikel sehingga tersuspensi dan mengendap
didasar tabung sentrifus. sentrifugasi yang cepat menghasilkan gaya sentrifugal
yang lebih besar. Sample yang telah disentrifugasi kemudian diukur absorbannya
dengan spektrofotometer satu titik UV-Vis Therm dengan panjang gelombang
maksimum untuk vitamin B1 adalah 245 nm. Hasil dari absorbansi sample adalah
untuk blanko 0,001 A, sample 1 1,134 A, sampel 2 0,874 A, sampel 3 0,714 A,
sampel 4 0,662 A, sampel 5 0,395 A dan sample 6 0,295 A.
Penetapan kecepatan eliminasi urine menggunakan metode kecepatan ekskresi
Renal dan ARE. Perbedaan kedua metode ini adalah untuk metode ARE
digunakan untuk mengetahui konsentrasi setengah obat yang diekskresikan
bersama dengan urine sementara itu Metode renal berfungsi untuk mengetahui
konsentrasi setengah obat yang masih ada dalam tubuh.
Vitamin B1 termasuk golongan vitamin yang larut dalam air, berarti
bahwa vitamin B1 ini tidak dapat disimpan dalam tubuh dalam jumlah banyak dan
akan segera hilang bersama aliran makanan. Saat bahan makanan dicerna tubuh,
vitamin yang terlepas akan masuk kedalam aliran darah dan beredar keseluruh
bagian tubuh. apabila tidak dibutuhkan vitamin ini akan segera dibuang bersama
urin. Obat vitamin B1 diabsorpsi di usus, didistribusi di darah, dimetabolisme di
hati dan diekskresi di ginjal.
Dari hasil yang didapatkan dengan metode Renal diperoleh persamaan y =
0,0737x + 0,1462 dengan nilai koefisien korelasi r = 0,0754 dan didapatkan waktu
paruh 564 menit. dengan menggunakan metode ARE diperoleh persamaan yaitu y
= - 0,1335x + 1,4488 dengan nilai koefisien korelasi r = 0,9126 dan didapatkan
waktu paruh 311,46 menit.
Dari literarur t1/2 untuk vitamin B1 adalah 154 menit. dari kedua metode tersebut
waktu paruh yang didapatkan melebihi dari literature waktu paruh vitamin B1.
Hal ini mungkin dikarenakan sampel dari probandus yang mengalami dehidrasi
sehingga kelarutan Vitamin B1 berkurang dan konsentrasi urin tinggi dan pekat
karena probandus berpuasa. selain itu kemampuan setiap individu dalam
memetabolisme obat berbeda-beda
BAB IV
KESIMPULAN
Setelah melakukan praktikum analisis vitamin B1 dalam cuplikan urin, dapat diambil
kesimpulan yakni :
Obat vitamin B1 diabsorpsi di usus, didistribusi di darah, dimetabolisme di hati
dan diekskresi di ginjal
Waktu paruh yang dibutuhkan dengan metode kecepatan Ekskresi RENAL adalah
564 menit. Sedangkan dengan metode ARE adalah 311,46 menit
Faktor yang mempengaruhi ekskresi obat adalah kelarutan obat dalam pelarut dan
kondisi setiap individu dalam memetabolisme obat
DAFTAR PUSTAKA
Ditjen POM. 2001. Informatorium Obat Nasional Indonsesia. DEPKES RI. Jakarta
Guyton, AC.2007. Biokimia untuk Pertanian. USU. Press Medan
Khomsan, Ali. 2010. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. Jakarta: PT. Rajagrafindo
Persada
Pauling, L. 1971. General Chemistry ed isi4. Gaya Baru, Jakarta.
Akhilender. 2003. Dasar-Dasar Biokimia I. Erlangga, Jakarta.
Deman, John M. 1997. Kimia Makanan. Bandung : Penerbit ITB
Helrich, Kenneth. 1990. Official Methods Of Analysis Of Association Of Official
Analytical Chemist Volume Two. USA : Association Of Official Analytical
Eka. 2007. Metode Analisa Kimia-Spektrofotometri. Gramedia: Jakarta.
Harjadi, W. 1990. Ilmu Kimia Analitik Dasar. PT Gramedia. Jakarta.
Mathias, Ahmad. 2005. Spektrofotometri. Exacta: Solo.
Sastrohamidjojo, Hardjono. 1992. Spektroskopi Inframerah. Yogyakarta : Liberty
Yogyakarta.
Sutopo. 2006. Kimia Analisa. Exacta: Solo.
LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOKINETIK
ANALISIS VITAMIN B6 TOTAL DALAM CUPLIKAN URIN
Tanggal Praktikum :
Kelompok 3 (Kelas E)
Nama Kelompok : Rega Anitania (0661 14 142)
Gina Amalia (0661 14 156)
Dina Restiana (0661 14 165)
Ani Mulyani (0661 14 175)
LABORATORIUM FARMASI
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PAKUAN
BOGOR
2017
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Tujuan
Vitamin B6 atau bisa disebut juga pyridoxine adalah nutrisi yang sangat penting bagi
fungsi darah, kulit, dan sistem saraf pusat. Suplemen vitamin B6 berguna untuk
mengatasi:
Defisiensi vitamin B6
Beberapa jenis anemia
Mencegah efek samping obat seperti cycloserine
Gagal jantung
Pecandu alkohol
Gagal ginjal
Masalah pada sistem pencernaan
Sirosis hati
Hipertiroidisme
Efek samping obat tertentu
Mengonsumsi vitamin B6 yang disertai dengan vitamin B9 dan B12 telah terbukti efektif
untuk menurunkan kadar homocystein, senyawa yang meningkatkan risiko penyakit
jantung.
Makanan-makanan yang mengandung vitamin B6 dan merupakan sumber alami yang
baik di antaranya kentang, daging, ikan, kacang kacangan, hati, pisang, keju, susu, sereal,
telur, bayam, wortel
Tentang Vitamin B6
Obat bebas (tapi ada beberapa merek yang memerlukan resep dari
Kategori dokter)
Peringatan:
Bagi wanita hamil dan menyusui, sesuaikan dengan anjuran dokter.
Dosis Vitamin B6
Dosis umum untuk menangani defisiensi vitamin B6 adalah 2.5-10 mg per hari. Dosis
akan disesuaikan dengan tingkap keparahan dan kondisi pasien. Jangan mengonsumsi
lebih dari 10 mg vitamin B6 per hari tanpa pengawasan atau anjuran dari dokter karena
bisa berdampak buruk bagi tubuh.
Bagi yang tidak sengaja melewatkan jadwal meminum vitamin B6, disarankan untuk
segera meminumnya begitu teringat. Namun jangan mengganti dosis yang terlewat
dengan menggandakan dosis vitamin B6 yang diminum berikutnya.
3.2 Perhitungan
y = bx + a
y = 0,0311 x - 0,3222
R2 = 0,9994
Cu :
Abs a
Cu = b
0,008 0,3222
Cu Blanko = = 9,975ppm
0,0331
(2,3780,008)+0,3222
Cu Sampel 1 = = 81,335 ppm
0,0311
(0,9160,008)+0,3222
Cu Sampel 2 = = 37,166 ppm
0,0311
(0,6935 0,008)+0,3222
Cu Sampel 3 = = 930,444 ppm
0,0311
(0,819 0,008)+0,3222
Cu Sampel 4 = = 34,253 ppm
0,0311
(0,535 0,008)+0,3222
Cu Sampel 5 = = 25,655 ppm
0,0311
(0,1735 0,008)+0,3222
Cu Sampel 6 = = 14,735ppm
0,0311
3.3 Pembahasan
Praktikum keempat yaitu analisis vitamin B6 total dalam cuplikan urin,
praktikum ini untuk mengetahui langkah-langkah analisis obat vitamin B6 dalam
cupilikan urin, memahami proses ADME (absorpsi, distribusi, metabolism, dan
ekskresi) vitamin B6, dan mengetahui parameter farmakokinetik vitamin B6.
Pada percobaan pertama dilakukan pengumpulan urin dengan rentang
waktu yang telah ditentukan frekuensi pengambilan pada cuplikan urin dimana
pengambilan nya harus cukup yaitu 6 x waktu paruh obat, hal ini dilakukan agar
jumlah obat yang diekskresikan memiliki kecepatan eliminasi yang tetap sehingga
data yang diperoleh akan falid. Data volume pengambilan urin yang diperoleh
adalah 30 ml, 110 ml, 74 ml, 91 ml, 108 ml, 110 ml dan 110 ml. kemudian
diambil 10 ml untuk disentrifugasi dengan tujuan agar memisahkan partikel-
partikel sehingga tersuspensi mengendap didasar tabung.
Penetapan kecepatan ekskresi data urin menggunakan model
kompartemen satu terbuka intravena, terdapat 2 cara yaitu metode ekskresi ARE
dan metode ekskresi RENAL. Penggunaan 2 metode ini utnuk membandingkan
waktu paruhnya, didapatkan persamaan liniernya pada metode ARE adalah y = -
0,2909x + 2,8982 dengan koefisien korelasi (R2 ) = 0,9864. Sedangkan pada
metode RENAL adalah y = -7,5613x + 24,726 dengan koefisien korelasi (R2 ) =
0.8195 Dilihat dari nilai korelasi metode ARE yang menunjukkan hasil yang baik
karena mendekati nilai 1. Dari persamaan diatas didapatkan waktu paruh vitamin
B6, pada metode ARE adalah 142,93 menit sedangkan pada metode RENAL
adalah 5,499 menit. Dalam literature waktu paruh vitamin B6 adalah 0,0114 jam
(15-20 hari). Sehingga yang mendekati syarat waktu paruh vitamin B6 adalah
metode ARE yang berarti vitamin B1 cukup untuk diserap tubuh, sedangkan
metode RENAL tidak menunjukkan hasil sesuai literature yang berarti vitamin B6
diekskreikan lebih cepat. Hal itu kemungkinan karena probandus meminum air
sebelum pengambilan urin yang terlalu banyak sehingga justru saat diambil
urinnya vitamin B6 terekskresi.
BAB IV
KESIMPULAN
Setelah melakukan praktikum analisis vitamin B6 dalam cuplikan urin, dapat diambil
kesimpulan yakni :
Pada metode ARE didapat nilai regresi linier y =0,2909x + 2,8982 - dengan
koefisien korelasi (R2 ) = 0,9126. Sedangkan pada metode RENAL adalah y = -
7,5613x + 24,726dengan koefisien korelasi (R2 ) = 0.0754
Waktu paruh yang dibutuhkan dengan metode kecepatan Ekskresi ARE adalah
142,93 menit . Sedangkan dengan metode RENAL adalah 5,499 menit
DAFTAR PUSTAKA
Ditjen POM. 2001. Informatorium Obat Nasional Indonsesia. DEPKES RI. Jakarta
Wattinegara, J.R. dkk. 1991. Farmakodinamik dan Terapi Antibiotik. Yogyakarta:
Gadjah MadaUniversity Press. Halaman 66-100
LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOKINETIK
ANALISIS KAFFEIN TOTAL DALAM CUMPLIKAN URIN
Tanggal Praktikum :
Kelompok 3 (Kelas E)
Nama Kelompok : Rega Anitania (0661 14 142)
Gina Amalia (0661 14 156)
Dina Restiana (0661 14 165)
Ani Mulyani (0661 14 175)
LABORATORIUM FARMASI
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PAKUAN
BOGOR
2017
BAB III
METODE KERJA
III.1 Alat dan Bahan Alat
Alat Labu ukur Spektrovoto
sentrivius Labu meter
Botol coklat semprot Tabung
Bulp Pipet tetes sentrivius
Erlenmayer Pipet volum Vial
Gelas ukur
Bahan
Aquadest
Sampel urin
Kafein
4.3 Pembahasan
Pada praktikum terakhir ini mengenai analisis kafein dlaa cuplikan urin yang secara
garis besar bertujuan untuk mengetahui nilai parameter farmakokinetik kafein (berkaitan
dengan nilai paruh waktu. Kafein merupakan obat perangsang sistem saraf pusat pada
manusia dan dapat mengusir rasa ngantuk secara sementara.
Untuk menentukan suatu nilai parameter farmakokinetik kafein (paruh waktu yakni t
) diperlukan nilai absorbansi urin probandus yang didapat dengan mengukur
menggunakan alat spektrofotometer. Sebelum itu sampel urin yakni blanko, urin 1
sampai 6, setelah itu dilakukan sentrifugasi yang bertujuan untuk memisahkan supernata
dan pelet. Supernata ini memiliki bobot terendah yang berada dilapisan atas dan warna
nya jernih, sedangkan pellet memiliki bobot tinggi shingga berada dilapisan bawah.
Mencari waktu paruh (t ) kafein digunakan 2 metode yaitu metode kecepatan
ekskresi ARE (untuk mengetahui kadar kafein yang terserap tubuh) dan metode
kecepatan ekskresi RENAL (untuk mengetahui kadar kafein yang dibuang dari tubuh).
Nilai absorbansi sampel dari blanko sampai sampel 6 yang didapat setelah mengukur
menggunakan spektrofotometer adalah 0,002 A, 0,542 A, 0,422 A, 0,409 A, 0,387 A,
0,251 A, dan 0,233 A.
Berdasarkan literature yang didapat, waktu paruh (t ) kafein yaitu 3 sampai 7 jam.
Waktu paruh kafein yang kami dapat sesuai metode ARE adalah 0,70 jam sedangkan
metode RENAL adalah 9,3 jam.
BAB V
KESIMPULAN
Setelah melakukan praktikum analisis kafein dalam cuplikan urin, dapat diambil
kesimpulan yakni :
Kecepatan ekskresi pada metode ARE waktu paruh (t ) yang dibutuhkan adalah
0,70 jam. Sedangkan pada metode RENAL waktu paruh yang dibutuhkan adalah
9,3 jam
Pada literature waktu paruh (t ) kafein adalah 3-7 jam, hasil yang kami peroleh
tidak sesuai
DAFTAR PUSTAKA
Bahriah, Evi Spainatul. 2010. Penentuan Kadar Kafein Dalam Teh Menggunakan
Spektrofotometer UV-VIS
Hakim, Lukman. 2007. Farmakokinetik. Bursa Ilmu Universitas Gajah Mada. Yogyakarta