You are on page 1of 16

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Tentang Darah

2.1.1 Pengertian Darah

Darah adalah cairan tubuh yang kental dan berwarna merah. Kekentalan

ini disebabkan oleh banyaknya senyawa dengan berbagai macam protein (Sadikin,

2001). Darah berwarna merah karena adanya hemoglobin yang mempunyai besi

dalam bentuk heme, yang merupakan tempat terikatnya molekul-molekul oksigen

(Gandasoebrata, 2007). Darah berada dalam konsistensi cair, beredar dalam suatu

sistem tertutup yang dinamakan sebagai pembuluh darah (Sadikin, 2001).

Darah terdiri dari sekitar 45 % komponen sel dan 55 % plasma.

Komponen sel tersebut adalah eritrosit, leukosit, dan trombosit. Eritrosit

berjumlah 99 % , leukosit 0,2 % dan trombosit 0,8 % (Corwin, 2009). Plasma

terdiri dari 90 % air dan 8 % protein plasma yaitu albumin, globulin, protrombin

dan fibrinogen serta 0,9 % mineral serta sisanya adalah sejumlah bahan organik

lain seperti glukosa, lemak, urea, asam urat, dan kreatinin (Pearce, 2009).

Volume darah secara keseluruhan adalah 6-8 % dari berat badan kira-kira

5 liter. Massa jenis darah berkisar antara 1,054-1,060 dengan viskositas darah 4,5

kali viskositas air. Viskositas darah atau tepatnya viskositas plasma, tergantung

pada suhu cairan dan konsentrasi bahan yang terkandung di dalamnya. Kekentalan

atau viskositas darah juga dapat terjadi pada beberapa keadaan tertentu, yang

disertai dengan meningkatnya jumlah protein tertentu dalam cairan darah

(Sadikin, 2001).

4
5

Fungsi utama darah adalah untuk transportasi yaitu mengangkut oksigen

yang diperlukan oleh sel-sel di seluruh tubuh ke jaringan dan mengembalikan

karbondioksida dari jaringan paru-paru untuk mencapai pertukaran gas ini. Sel

darah merah mengandung protein khusus yaitu hemoglobin (Hofbrand, 2005).

Darah juga menyuplai jaringan tubuh dengan transport zat-zat makanan,

mengangkut zat-zat sisa metabolisme, dan mengandung berbagai bahan penyusun

sistem imun yang bertujuan mempertahankan tubuh dari berbagai penyakit

(Sacher, 2004).

Darah mengandung sel-sel yang dirancang untuk mencegah infeksi,

menghentikan pendarahan dan mengangkut hormon. Darah juga memungkinkan

tubuh memberi makanan dan menyebabkan dirinya serta melakukan komunikasi

antara bagian-bagian tubuh (Corwin, 2009).

2.1.2 Fungsi Darah

Darah dalam tubuh manusia mempunyai fungsi antara lain :

1. Sebagai alat pengangkut, antara lain:

a. Mengambil Oksigen atau zat pembakaran dari paru-paru untuk

diedarkan ke seluruh jaringan tubuh.

b. Mengangkut Karbondioksida atau CO2 dari jaringan untuk

dikeluarkan melalui paru-paru.

c. Mengambil zat-zat makanan dari usus halus untuk diedarkan dan

dibagikan ke seluruh jaringan alat tubuh.

d. Mengangkut atau mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna bagi

tubuh untuk dikeluarkan melalui kulit dan ginjal.

2. Sebagai pertahanan tubuh terhadap serangan penyakit dan racun


6

dalam tubuh dengan perantaraan leukosit dan antibodi.

3. Darah berperan dalam proses penggumpalan darah.

4. Mempertahankan keseimbangan homeostasis dalam tubuh termasuk di

dalamnya ialah mempertahankan suhu tubuh, mengatur keseimbangan

distribusi air dan mempertahankan keseimbangan asam basa sehingga

pH darah dan cairan tubuh tetap dalam keadaan yang seharusnya

(Sadikin, 2001; Syaifuddin, 2006).

2.1.3 Plasma Darah

Darah mengandung beberapa jenis sel dalam cairan kuning yang disebut

plasma darah. Plasma terdiri dari 90 % air dan 10 % berupa elektrolit, gas terlarut,

berbagai produk sisa metabolisme (Corwin, 2009). Protein-protein dalam plasma

berfungsi untuk mengangkut lemak dan berbagai hormon yang sulit larut. Contoh

bahan-bahan hormon yang diangkut secara terikat ke protein plasma adalah

kolesterol, fosfolipid, hormon tiroid dan besi (Pearce, 2009).

2.1.4 Peranan Plasma Protein

1. Mempertahankan Tekanan Osmotik

Albumin memiliki sifat menarik air, jadi bila kadar albumin menurun

maka tekanan osmotik akan ikut menurun atau daya tarik akan

menurun sehingga air lebih mudah keluar ke cairan tubuh. Apabila hal

ini dalam jumlah besar maka orang tersebut akan mengalami

pembengkakan.

2. Buffer Dalam Darah

Plasma protein sebagai buffer memiliki potensi 1/6 dari seluruh

kapasitas dalam darah.


7

3. Fraksi Globulin atau Gamma Globulin

Mempunyai peranan sebagai antibodi

4. Menyediakan protein untuk jaringan

5. Berperan dalam proses pembekuan darah (Pearce, 2009).

2.1.5 Pembentuk Plasma Protein

1. Albumin

Adalah protein plasma yang jumlahnya 3 sampai 5 gram albumin

dalam setiap 100 ml darah pada keadaan normal.

2. Globulin

Dalam keadaan normal globulin jumlahnya 2 sampai 3 gram dalam

setiap 100 ml darah. Globulin dibagi menjadi 3 yaitu alfa globulin,

beta globulin dan gamma globulin.

3. Fibrinogen

Berfungsi dalam hal pembekuan darah plasma yaitu fibrinogen

menjadi fibrin (Pearce, 2009; Sacher, 2004; Ganong, 2008).

2.2 Laju Endap Darah

2.2.1 Pengertian Laju Endap Darah

Laju endap darah atau yang disingkat LED adalah kecepatan sel darah

merah untuk mengendap pada sebuah tabung vertikal dalam waktu tertentu yang

dinyatakan dalam milimeter per jam atau mm/jam (Patrick, 2005). Pengukuran

jarak dari atas kolom sel darah merah yang mengendap sampai atas batas cairan

dalam waktu tertentu menentukan laju endap darah (Kowalak, 2009).

Sampai saat ini LED merupakan pemeriksaan laboratorium tertua dalam

kedokteran klinis. Pemeriksaan LED relatif tidak spesifik karena dipengaruhi oleh
8

faktor fisiologis tetapi beberapa dokter masih mengharuskan pemeriksaan LED

bila ingin menggunakan perhitungan kasar mengenai proses penyakit, dan

bermanfaat untuk mengikuti perjalanan penyakit. Jika kadar LED meningkat uji

laboratorium lain harus dilakukan untuk mengidentifikasi dengan tepat masalah

klinis yang muncul. Walaupun pemeriksaan LED tidak spesifik, namun jika

dilakukan dan diinpretasikan dengan benar, maka LED dapat mempertahankan

fungsinya sebagai pemeriksaan laboratorium yang bermanfaat (Rubenstein, 2007).

Pada pemeriksaan LED, kecepatan pengendapan sangat dipengaruhi oleh

kemampuan eritrosit membentuk rouelaux. Rouleaux adalah gumpalan sel-sel

darah merah yang disatukan bukan oleh antibodi atau ikatan kovalen, tetapi

disatukan oleh gaya tarik permukaan. Kualitas ini mencermikan kemampuan sel

membentuk agregat. Apalagi proporsi globulin terhadap albumin meningkat, atau

apabila kadar fibrinogen sangat tinggi, pembentukan rouleaux meningkat dan

kecepatan pengendapan juga meningkat. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi

laju endap darah adalah rasio sel darah merah terhadap plasma dan viskositas atau

kekentalan plasma. Apabila plasma sangat kental atau kadar kolesterol sangat

tinggi, laju endap darah menjadi meningkat (Sacher, 2004).

Pemeriksaan LED masih sering digunakan karena pemeriksaan ini murah

dan sederhana. Apabila nilai LED seseorang meninggi, maka itu tidak spesifik

untuk sesuatu penyakit dan peradangan (Sutedjo, 2006). Peningkatan progresif

nilai LED sering terjadi pada orang usia lanjut. Pemeriksaan LED berguna untuk

menegakkan diagnosis dan memantau arteritis temporal dan polimialgia rematika

(Hoffbrand, 2005). LED digunakan untuk memantau pengobatan penyakit kronis

seperti TBC paru serta nekrosis (Kosasih, 2008).


9

2.2.2 Tahapan Pengendapan

Pengendapan eritrosit dalam penentuan LED mengalami 3 tahapan :

1. Tahapan pertama

Disebut tahap pembentukan rouelaux, pengendapan eritrosit atau sel

darah merah berlangsung hanya sedikit karena eritrosit baru mulai

saling menyatu atau membentuk rouelaux sampai pengendapan

eritrosit berlangsung.

2. Tahapan kedua

Disebut tahap sedimentasi karena pengendapan eritrosit atau sel darah

merah berlangsung sangat cepat dengan kecepatan maksimal karena

telah terjadi pembentukan rouleaux.

3. Tahapan ketiga

Disebut tahap konsolidasi, pengendapan eritrosit menjadi lambat

karena terjadi pemadatan eritrosit. Oleh karena itu pada pemeriksaan

LED dilakukan selama 2 jam karena kemungkinan selama 1 jam

eritrosit masih dalam pengendapan tahapan yang pertama sehingga

hanya menunjukkan angka 1 bahkan tetap pada angka 0 (Soetopo,

2000; Kosasih, 2008).

2.2.3 Macam-macam Pemeriksaan LED

Tedapat tiga metode yang dapat digunakan untuk pemeriksaan LED yaitu

Westergren asli, Westergren modifikasi, Wintrobe dan Landsberg (Soetopo,

2010).

Metode yang sering digunakan untuk pemeriksaan LED adalah metode

Westergren. Pada metode Wintrobe nilai normal untuk laki-laki 0-10 mm/jam dan
10

untuk perempuan 0-20 mm/jam, sedangkan pada metode Westergren nilai normal

untuk laki-laki 0-15 mm/jam dan untuk perempuan 0-20 mm/jam (Sacher, 2004).

a. Metode Wintrobe

Pemeriksaan LED dengan metode Wintrobe, darah dengan antikoagulan

yang tidak diencerkan dibiarkan menetap selama 1 jam dalam sebuah tabung

khusus. Tabung Wintrobe merupakan tabung yang terbuat dari kaca tebal,

mempunyai ukuran panjang keseluruhan 120 mm dengan ukuran panjang kolom

yang digunakan untuk darah adalah 100 mm. sedangkan diameter tabungnya

adalah 2,5 mm. Pipet Wintrobe yang digunakan khusus pada tabung ini

mempunyai pipa logam panjang dan sempit. Pipet itu dipakai untuk mengisi

tabung dengan darah tanpa gelembung udara dan dapat dipakai juga untuk

membersihkan tabung itu (Gandasoebrata, 2007).

Gambar 2.1 Tabung Wintrobe


Sumber : WHO, 2011

b. Metode Westergren

Metode Westergren merupakan metode yang disarankan oleh

Internasional Commite for Standardization in Hematology yang disingkat dengan

ICSH (Ibrahim, 2006). Pada metode Westergren ada dua cara yaitu Westergren
11

asli dan Westergren modifikasi. Metode Westergren asli menggunakan

antikoagulan natrium sitrat 3,8 %. Pada metode Westergren modifikasi

menggunakan antikoagulan EDTA dengan tambahan larutan salin 0,85 % yang

diperlukan untuk mempertahankan pengenceran (Soetopo, 2000).

Tabung yang digunakan pada pemeriksaan LED metode Westergren

mempunyai panjang keseluruhan yaitu 300 mm dengan ukuran panjang kolom

yang digunakan untuk darah adalah 200 mm. Sedangkan diameter tabungnya

adalah 2,5 mm. Pada teknik Westergren, darah yang diberi antikoagulan

diencerkan 20 % dengan natrium sitrat atau salin, kemudian dibiarkan mengendap

selama satu jam (Sacher, 2004).

Gambar 2.2 Tabung Westergren (WHO, 2011)

Hasil pemeriksaan LED dengan menggunakan metode Westergren dan

metode Wintrobe tidak seberapa selisihnya jika LED dalam batas normal. Hasil

pemeriksaan akan berselisih jauh pada keadaan LED yang semakin cepat. Metode

Westergren didapatkan nilai LED yang lebih tinggi, hal itu disebabkan pipet

Westergren yang hampir dua kali panjang pipet Wintrobe. Pada kenyataannya,
12

para klinisi lebih menyukai metode Westergren daripada metode Wintrobe

(Gandasoebrata,2007).

2.2.4 Interpretasi LED

Pemeriksaan LED, penting sekali untuk meletakkan pipet atau tabung

dalam keadaan tegak lurus benar. Selisih kecil dari garis vertikal sudah

berpengaruh banyak terhadap hasil laju endap darah (Gandasoebrata, 2007).

Laju endap darah memiliki tiga penggunaan utama yaitu yang pertama

sebagai alat bantu untuk mendeteksi proses peradangan, kedua sebagai pemantau

perjalanan atau aktifitas penyakit dan yang ketiga sebagai pemeriksaan penapisan

untuk peradangan atau neoplasma yang tersembunyi (Sacher, 2004). Namun,

pemeriksaan ini relatif tidak spesifik karena dipengaruhi oleh faktor fisiologis

tetapi beberapa dokter masih mengharuskan uji LED bila ingin menggunakan

perhitungan kasar mengenai proses penyakit, dan bermanfaat untuk mengikuti

perjalanan penyakit. Jika kadar LED meningkat uji laboratorium lain harus

dilakukan untuk mengidentifikasi dengan tepat masalah klinis yang muncul (Kee,

2007).

2.2.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi LED

Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil pemeriksaan LED antara lain :

a. Faktor sel darah merah atau eritrosit

1. Penggumpalan atau aglutinasi eritrosit dan pembentukan rouleaux,

semakin besar massa eritrosit semakin mudah terbentuk rouleaux,

maka pengendapan berlangsung semakin cepat.

2. Jumlah dan ukuran eritrosit, jumlah eritrosit yang rendah dan ukuran
13

eritrosit yang besar atau disebut makrosit menyebabkan pengendapan

LED berlangsung cepat maka nilai LED akan meningkat.

3. Bentuk eritrosit seperti sel sabit akan sulit untuk membentuk rouleaux

dan memicu LED lambat turun karena pengendapan terhambat.

b. Faktor komposisi plasma

1. Peningkatan kekentalan atau viskositas plasma dan kadar kolesterol

yang tinggi dapat menghambat pengendapan. Dalam keadaan plasma

sangat kental dan kadar kolesterol yang tinggi, arus ke atas akan

menetralkan tarikan ke bawah oleh masing-masing gumpalan.

Sehingga, eritrosit dapat menghambat pengendapan (Sacher, 2004).

2. Kadar globulin dan fibrinogen yang naik menyebabkan nilai LED

menjadi tinggi sedangkan meningkatnya kadar albumin menyebabkan

nilai LED yang rendah (Kosasih, 2008).

c. Faktor patologis yang menyebabkan LED meninggi

1. Kenaikan nonspesifik dari globulin dan fibrinogen bila tubuh

memberikan respon terhadap cedera, peradangan, dan kehamilan.

2. Penyakit peradangan akut lokal atau sistemik.

3. Penyakit kronis bila peradangan kambuh seperti penyakit artritis

rematoid.

4. Penyakit-penyakit disproteinemia umumnya memberikan hasil

pemeriksaan nilai LED yang sangat tinggi seperti penyakit mieloma

multipel atau kanker sumsum tulang.

5. Tumor atau nekrosis, terutama nekrosis atau reaksi tubuh tersebar luas.

Umumnya nilai LED juga tinggi tetapi tidak setinggi mieloma multipel,
14

carcinoma, limfoma, neoplasma.

6. Semua penyakit kolagen antara lain Lupus Eritematosus Sistemik

7. Keracunan logam berat yang akut

8. Makroglobulinemia antara lain penyakit Waldenstrom

9. Pada penderita penyakit nefrosis, nefritis dan TBC

d. Faktor patologis yang menyebabkan LED menurun atau 0 mm/1 jam

LED yang rendah terlihat dalam poliglobuli misalnya pada polisitema vera

(Kosasih, 2008; WHO, 2011).

e. Faktor teknik

Faktor-faktor teknik yang mempengaruhi sumber kesalahan pada

pemeriksaan LED adalah :

1. Letak pipet tidak vertikal

Pipet maupun tabung harus dalam keadaan tegak lurus karena

kemiringan 3o saja dapat menyebabkan kesalahan 30 % pada

pemeriksaan LED.

2. Pencampuran antikoagulan yang kurang merata

Pencampuran antikoagulan yang kurang merata atau kurang homogen

dapat menyebabkan bekuan-bekuan lokal. Jika hal ini terjadi, maka

pemeriksaan harus diulang.

3. Pipet tidak boleh digoyang atau bergetar

Pada saat pemeriksaan LED, pipet tidak boleh digoyang atau bergetar

karena sentuhan atau getaran dapat mempercepat pengendapan yang

akan menyebabkan hasil rendah palsu.

4. Terdapat gelembung-gelembung udara dalam darah


15

Tidak boleh ada gelembung-gelembung udara dalam tabung karena

dapat mempengaruhi nilai LED.

5. Kenaikan suhu

Suhu yang optimal untuk pemeriksaan LED adalah 20o C, suhu yang

tinggi akan mempercepat pengendapan dan sebaliknya suhu yang

rendah akan memperlambat pengendapan.

6. Tabung harus bersih, kering dan bebas dari lemak

Keadaan tabung yang tidak bersih, masih terdapat air dan lemak

dikawatirkan akan mempengaruhi nilai pemeriksaan LED (Soetopo,

2000).

7. Darah dibiarkan terlalu lama

Pemeriksaan LED harus segera dikerjakan dalam waktu 2 jam setelah

pengambilan darah, karena darah yang dibiarkan terlalu lama akan

sukar membentuk rouleaux dan hasil pemeriksaan LED menjadi lebih

lambat.

Nilai Normal

Cara Westergren :

Pria Usia di bawah 50 tahun kurang dari 15 mm/ 1 jam

Usia di atas 50 tahun kurang dari 20 mm/ 1 jam

Wanita Usia di bawah 50 tahun kurang dari 20 mm/ 1 jam

Usia di atas 50 tahun kurang dari 30 mm/ 1 jam

Anak Bayi baru lahir 0 sampai 2 mm/ 1 jam

1 tahun sampai akil balig 3 sampai 13 mm/ 1 jam


16

Cara Wintrobe :

Pria lebih kecil dari 10 mm/ 1 jam

Wanita lebih kecil dari 20 mm/ 1 jam (Kosasih, 2008).

2.3 Antikoagulan

Antikoagulan adalah zat yang digunakan untuk mencegah terjadinya

trombosis, yang kerjanya menghambat proses pembekuan darah. Keberhasilan

dalam pemakaian antikoagulan ini tegantung dari ketrampilan dalam pemberian

dosis antikoagulan tersebut (Setiabudy, 2007). Agar darah yang akan diperiksa

jangan sampai membeku dapat dipakai bermacam-macam antikoagulan. Tidak

semua macam antikogulan dapat dipakai dalam pemeriksaan hematologi karena

ada yang terlalu banyak berpengaruh terhadap bentuk eritrosit atau leukosit yang

akan diperiksa morfologinya (Gandasoebrata, 2007).

2.3.1 Macam-macam antikoagulan dalam pemeriksaan hematologi

a. Campuran ammonium oxalat dan kalium oxalat

Sering disebut double oxalat atau antikoagulan Paul dan Heller. Dipakai

dalam keadaan kering agar tidak mengencerkan darah yang akan diperiksa.

Komposisi masing-masing oxalat dalam campuran adalah 6 bagian ammonium

oxalat + 4 bagian kalium oxalate (Soetopo, 2000).

b. Heparin

Dengan mencampurkan 0,2 ml larutan heparin untuk tiap 1 ml darah,

pembekuan dapat dicegah selama jangka waktu 24 jam karena heparin dapat

menetralisasikan aktivitas thrombin (Soetopo, 2000).

c. EDTA

Antikoagulan EDTA dalam bentuk ikatan garam di Natrium atau di


17

Kalium EDTA (Etylene Diamine Tetraacetic Acid) adalah antikoagulan yang

paling luas pemakaiannya dalam pemeriksaan hematologi (Soetopo, 2000). EDTA

tidak berpengaruh terhadap ukuran dan bentuk eritrosit dan tidak juga terhadap

bentuk leukosit (Gandasoebrata, 2007). EDTA tidak mengubah morfologi sel

sampai jangka waktu 2 jam dari saat pengambilan darah, oleh karena itu masih

layak dipakai untuk sediaan hapus (Soetopo, 2000).

d. Natrium Sitrat

Natrium Sitrat merupakan kristal atau serbuk berwarna putih yang tidak

berbau dengan berat molekul 294,10. Sinonim dari Natrium Sitrat adalah

Sitrosidin; Sitnantin ; trisodium sitrat ; 2-hydroxy-1, 2, 3-propanetricorboxylic

acid trisodium salt dihydrate dan Sodium citrat dihydrat.

Bentuk serbuk pada penggunaan yang tidak hati-hati sering menimbulkan

kecelakaan kerja berupa iritasi pada saluran nafas yaitu batuk atau sesak nafas.

Serbuk Natrium Sitrat juga bahan yang berpotensi mudah meledak sehingga

sebaiknya disimpan ditempat yang dingin dan kering. Natrium Sitrat merupakan

senyawa hidrokarbon rantai lurus. Sebagai antikoagulan invitro pada umumnya

digunakan dalam bentuk larutan (Suparitrono, 2003).

Natrium Sitrat dalam bentuk larutan 3,8 % bersifat isotonik terhadap

darah dengan perbandingan darah dan antikoagulan yaitu 4 : 1 yang digunakan

dalam pemeriksaan LED metode Westergren (Gandasoebrata, 2007). Natrium

Sitrat konsentrasi 3,2 % direkomendasikan oleh National Committee for Clinical

Laboratory Standards atau disingkat NCCLS dan International Society for

Thrombosis and Hemostasis serta dibenarkan oleh Checklist section for

Hematology and Coagulation pada bulan november tahun 2002 sebagai


18

konsentrasi yang tepat untuk koagulasi. Natrium Sitrat konsentrasi 3,2 % sebagai

antikoagulan untuk pemeriksaan koagulasi dengan perbandingan darah dan

antikoagulan 9 : 1 (Gary, 2000; Turgeon, 2005).

2.3.2 Cara kerja antikoagulan Natrium Sitrat terhadap darah

Cara kerja antikoagulan Natrium Sitrat adalah menghambat aktivitas

faktor pembekuan dengan mengikat Kalsium menjadi kompleks Kalsium Sitrat,

sehingga menghambat aktifitas fibrinogen menjadi fibrin atau terjadi bekuan

(Suparitrono, 2003).

Antikoagulan yang mengandung Natrium tidak mempengaruhi sel-sel

darah karena Natrium terdapat rendah di dalam sel dan tinggi di luar sel. Oleh

karena itu pemberian antikoagulan Natrium Sitrat pada darah tidak mempengaruhi

komposisi sel darah maupun plasmanya. namun aktivitas beberapa faktor

pembekuan akan cepat menghilang apabila darah yang diberi antikoagulan

disimpan dalam keadaan cair. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor

pembekuan bersifat labil. Sehingga sampel yang ditangguhkan pada pemeriksaan

faal hemostasis dapat memberikan hasil yang memanjang (Sacher, 2004). Pada

suhu kamar, darah sitrat harus diperiksa tidak lebih dari 2 jam setelah

pengambilan darah untuk mencegah ketidakaktifan beberapa faktor pembekuan

(Kee, 2007).

2.4 Antikoagulan Natrium Sitrat 3,8 %

Antikoagulan Natrium Sitrat dalam bentuk larutan konsentrsi 3,8 %.

bersifat isotonik terhadap eritrosit dengan perbandingan 4 bagian darah dan 1

bagian antikoagulan, pemakaian antikoagulan ini terutama untuk pemeriksaan

LED metode westergren (Soetopo, 2000; Gandasoebrata,2007).


19

2.5 Tabung Pengumpulan atau Vacutainer

Tabung vacutainer merupakan tabung hampa udara yang diproduksi oleh

perusahaan, sehingga saat memasukkan darah ke dalam tabung vacutainer maka

darah akan terhisap sendiri oleh vacutainer. Tabung vacutainer terbuat dari kaca

antipecah atau plastik bening dengan berbagai ukuran volume yang berisi zat

aditif di dalamnya. Tabung vacum dibedakan jenisnya berdasarkan warna tutup

dan etiket pada tabung vacutainer.

2.5.1 Tabung Antikoagulan dengan Tutup Warna Biru

Berisi Trisodium Sitrat 3,2 % yang sesuai dengan National Committee for

Clinical Laboratory Standards atau disingkat NCCLS dengan rasio darah dan

antikoagulan 9:1 yaitu rasio yang selalu konstan akurasinya. Khusus untuk

pemeriksaan koagulasi dan agregasi trombosit. Vacutainer dilapisi oleh double

cover yaitu Poly Propylene pada bagian dalam agar tidak ada penguapan zat aditif

dan Poly Ethyline pada bagian luar agar mampu mengurangi insiden aktivasi

trombosit. Tersedia tabung vacutainer berukuran 1,8 ml dan 2,7 ml (Becton

Dickinson, 2010).

Gambar 2.3 Natrium Sitrat 3,2 % Vacutainer


Sumber : www.bd.com

You might also like