Professional Documents
Culture Documents
Disusun oleh:
Annisa Ainur Rifqy (1061611009)
David Firman Manurung (1061611022)
Evarisky Prilly H. (1061611036)
Lina Mufida Nurfaizah (1061611063)
Lisa Viviana (1061611065)
1.2 Epidemiologi
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan satu dari tiga orang di seluruh dunia
pada tahun 2001, meninggal karena penyakit kardiovaskular. Sementara, sepertiga dari
seluruh populasi dunia saat ini berisiko tinggi untuk mengalami major cardiovascular events.
Pada tahun yang sama, WHO mencatat sekitar 17 juta orang meninggal karena penyakit ini
dan melaporkan bahwa sekitar 32 juta orang mengalami serangan jantung dan stroke setiap
tahunnya. Diperkirakan pada tahun 2001 di seluruh dunia terjadi satu serangan jantung setiap
4 detik dan satu stroke setiap 5 detik. Dilaporkan juga, pada tahun 2001 tercatat penyakit
kardiovaskular lebih banyak menyerang wanita dibanding pria, yang sebelumnya penyakit
kardiovaskular lebih banyak menyerang para pria (Depkes, 2006).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.TinjauanTentang Jantung
Jantung adalah organ tubuh yang terdiri dari otot-otot yang kuat dan memompa darah
yang membawa oksigen dan membawa makanan ke seluruh bagian tubuh. Jantung memiliki
dua arteri coroner utama dan memiliki banyak cabang (Litbang Depkes RI, 2001).
2.3.5 Gejala
1) Sensasi tekanan atau rasa terbakar di dada atau disekitaran dada, tapitidak sampai ke
rahang kiri, bahu dan lengan, sesak dada dan sesaknapas.
2) Terasa nyeri biasanya berlangsung dari 0,5 sampai 30 menit.
3) Faktor pencetus lainnya termasuk olahraga, lingkungan yang dingin,berjalan setelah
makan, gangguan emosi, ketakutan, kemarahan, dancoitus.
4) Pertolongan terjadi dengan istirahat dan nitrogliserin
2.3.6 Tanda-tanda
1) Abnormal prekordial (lebih hati) tonjolan sistolik
2) Suara jantung yang abnormal
Semua pasien dengan kecurigaan atau diagnosis pasti SKA harus dikirim dengan ambulan
dan fasilitas monitoring dari tanda vital.Pasien harus diberikan penghilang rasa
sakit, nitrat dan oksigen nasal.Pasien harus ditandu dengan posisi yang menyenangkan,
waktu dan bila makin cepat tindakan reperfusi dilakukan hasilnya akanlebih baik.
Tujuannya adalah mencegah terjadinya infark miokard ataupun membatasi luasnya infark
dan mempertahankan fungsi jantung. Manajemen yang dilakukan adalah sebagai berikut :
berdampingan atau > 0,2 mV pada dua atau lebih sadapan precordial berdampingan
atau blok berkas (BBB) dan anamnesis dicurigai adanya IMA maka sikap yang diambil
monitoring EKG dan ulang secara serial dalam pemantauan 12 jam pemeriksaan enzim
jantung dari mulai nyeri dada dan bila pada evaluasi selama 12 jam, bila:
EKG normal dan enzim jantung normal, pasien berobat jalan
untukevaluasi stress test atau rawat inap di ruangan (bukan di ICCU), dan
EKG ada perubahan bermakna atau enzim jantung meningkat, pasien dirawat di
ICCU
Contoh obat :
Propanolol
Mekanisme kerja : Antagonis kompetitif non selektif adrenoseptor
Efek : Mengurangi kecepatan jantung, curah jantung, dan
tekanan darah. Menurunkan kebutuhan oksigen miokardium.
Penggunaan klinis : Profilaksis untuk angina.
Farmakokinetik : Oral dan parenteral masa kerja 4-6 jam.
Toksisitas : Asma, blok atrioventrikel, gagal jantung akut.
Interaksi : Aditif dengan semua depresan jantung.
Nitrat
Keuntungan terapi nitrat terletak pada efek dilatasi vena yang mengakibatkan
berkurangnya preload dan volume akhir diastolik ventrikel kiri sehingga konsumsi
oksigen miokardium berkurang. Efek lain dari nitrat adalah dilatasi pembuluh darah
koroner baik yang normal maupun yang mengalami aterosklerosis.
1. Nitrat oral atau intravena efektif menghilangkan keluhan dalam fase akut dari episode
angina (Kelas I-C).
2. Pasien dengan UAP/NSTEMI yang mengalami nyeri dada berlanjut sebaiknya mendapat
nitrat sublingual setiap 5 menit sampai maksimal 3 kali pemberian, setelah itu harus
dipertimbangkan penggunaan nitrat intravena jika tidak ada indikasi kontra (Kelas I-C).
3. Nitrat intravena diindikasikan pada iskemia yang persisten, gagal jantung, atau hipertensi
dalam 48 jam pertama UAP/NSTEMI. Keputusan menggunakan nitrat intravena tidak
boleh menghalangi pengobatan yang terbukti menurunkan mortalitas seperti penyekat
beta atau angiotensin converting enzymes inhibitor (ACE-I) (Kelas I-B).
4. Nitrat tidak diberikan pada pasien dengan tekanan darah sistolik <90 mmHg atau >30
mmHg di bawah nilai awal, bradikardia berat (<50 kali permenit), takikardia tanpa gejala
gagal jantung, atau infark ventrikel kanan (Kelas III-C).
5. Nitrat tidak boleh diberikan pada pasien yang telah mengkonsumsi inhibitor
fosfodiesterase: sidenafil dalam 24 jam, tadalafil dalam 48 jam. Waktu yang tepat untuk
terapi nitrat setelah pemberian vardenafil belum dapat ditentukan (Kelas III-C).
Contoh obat:
Nitrogliserin
Mekanisme kerja :Melepaskan nitrat oksida di otot polos, yang mengaktifkan
guanilil siklase dan meningkatkan cGMP.
Efek : Relaksasi otot polos khususnya di pembuluh darah. Otot polos
lain juga melemas tetapi tidak terlalu nyata. Vasodilatasi
mengurangi aliran balik vena dan ukuran jantung. Dapat
meningkatkan aliran koronaria di beberapa bagian dan pada
angina varian.
Penggunaan klinis : Angina : bentuk sublingual untuk seranagan akut. Bentuk
oral dan transdermal untuk profilaksis. Bentuk IV untuk
sindrom koronaria akut.
Farmakokinetik :Efek first-pass tinggi, sehingga dosis sublingual jauh
lebih kecil daripada dosis oral. Kelarutan lemak tinggi,
sehingga penyerapan cepat.
Toksisitas : Hipotensi ortostatik, takikardia, nyeri kepala.
Interaksi :Hipotensi sinergistik dengan inhibitor fosfodiesterase tipe 5
(sildenafil,dsb).
Contoh obat :
Verapamil, diltiazem
Mekanisme kerja : Menghambat secara non selektif saluran kalsium tipe L di
pembuluh darah dan jantung.
Efek :Mengurangi resistensi vaskular, kecepatan jantung, dan kekuatan
jantung yang menyebabkan penurunan kebutuhan oksigen.
Penggunaan klinis : Profilaksis angina, hipertensi, dan lainnya.
Farmakokinetik : Oral IV masa kerja 4-8 jam.
Toksisitas :Blok atrioventrikel, gagal jantung akut, konstipasi, edema.
Interaksi : Additif dengan depresan jantung lainnya dan obat hipertensi.
Antiplatelet
1. Aspirin harus diberikan kepada semua pasien tanda indikasi kontra dengan dosis loading
150-300 mg dan dosis pemeliharaan 75-100 mg setiap harinya untuk jangka panjang,
tanpa memandang strategi pengobatan yang diberikan (Kelas I-A).
2. Penghambat reseptor ADP perlu diberikan bersama aspirin sesegera mungkin dan
dipertahankan selama 12 bulan kecuali ada indikasi kontra seperti risiko perdarahan
berlebih (Kelas I-A).
3. Penghambat pompa proton (sebaiknya bukan omeprazole) diberikan bersama DAPT
(dual antiplatelet therapy - aspirin dan penghambat reseptor ADP) direkomendasikan
pada pasien dengan riwayat perdarahan saluran cerna atau ulkus peptikum, dan perlu
diberikan pada pasien dengan beragam faktor risiko seperti infeksi H. pylori, usia 65
tahun, serta konsumsi bersama dengan antikoagulan atau steroid (Kelas I-A).
4. Penghentian penghambat reseptor ADP lama atau permanen dalam 12 bulan sejak
kejadian indeks tidak disarankan kecuali ada indikasi klinis (Kelas I-C).
5. Ticagrelor direkomendasikan untuk semua pasien dengan risiko kejadian iskemik sedang
hingga tinggi (misalnya peningkatan troponin) dengan dosis loading 180 mg, dilanjutkan
90 mg dua kali sehari. Pemberian dilakukan tanpa memandang strategi pengobatan awal.
Pemberian ini juga dilakukan pada pasien yang sudah mendapatkan clopidogrel
(pemberian clopidogrel kemudian dihentikan) (Kelas I-B).
6. Clopidogrel direkomendasikan untuk pasien yang tidak bisa menggunakan ticagrelor.
Dosis loading clopidogrel adalah 300 mg, dilanjutkan 75 mg setiap hari (Kelas I-A).
7. Pemberian dosis loading clopidogrel 600 mg (atau dosis loading 300 mg diikuti dosis
tambahan 300 mg saat IKP) direkomendasikan untuk pasien yang dijadwalkan menerima
strategi invasif ketika tidak bisa mendapatkan ticagrelor (Kelas I-B).
8. Dosis pemeliharaan clopidogrel yang lebih tinggi (150 mg setiap hari) perlu
dipertimbangkan untuk 7 hari pertama pada pasien yang dilakukan IKP tanpa risiko
perdarahan yang meningkat (Kelas IIa-B).
9. Pada pasien yang telah menerima pengobatan penghambat reseptor ADP yang perlu
menjalani pembedahan mayor non-emergensi (termasuk CABG), perlu dipertimbangkan
penundaan pembedahan selama 5 hari setelah penghentian pemberian ticagrelor atau
clopidogrel bila secara klinis memungkinkan, kecuali bila terdapat risiko kejadian
iskemik yang tinggi (Kelas IIa-C).
10. Ticagrelor atau clopidogrel perlu dipertimbangkan untuk diberikan (atau dilanjutkan)
setelah pembedahan CABG begitu dianggap aman (Kelas IIa-B).
11. Tidak disarankan memberikan aspirin bersama NSAID (penghambat COX-2 selektif dan
NSAID non-selektif ) (Kelas III-C).
Keterangan: DAPT perlu tetap diberikan selama 12 bulan tanpa memperdulikan jenis
stent.
Antikogulan.
Terapi antikoagulan harus ditambahkan pada terapi antiplatelet secepat mungkin.
1. Pemberian antikoagulan disarankan untuk semua pasien yang mendapatkan terapi
antiplatelet (Kelas I-A).
2. Pemilihan antikoagulan dibuat berdasarkan risiko perdarahan dan iskemia, dan
berdasarkan profil efikasi-keamanan agen tersebut. (Kelas I-C).
3. Fondaparinuks secara keseluruhan memiliki profil keamanan berbanding risiko yang
paling baik. Dosis yang diberikan adalah 2,5 mg setiap hari secara subkutan (Kelas I-A).
4. Bila antikoagulan yang diberikan awal adalah fondaparinuks, penambahan bolus UFH
(85 IU/kg diadaptasi ke ACT, atau 60 IU untuk mereka yang mendapatkan penghambat
reseptor GP Iib/IIIa) perlu diberikan saat IKP (Kelas I-B).
5. Enoksaparin (1 mg/kg dua kali sehari) disarankan untuk pasien dengan risiko perdarahan
rendah apabila fondaparinuks tidak tersedia (Kelas I-B).
6. Heparin tidak terfraksi (UFH) dengan target aPTT 50-70 detik atau heparin berat
molekul rendah (LMWH) lainnya (dengan dosis yang direkomendasikan) diindaksikan
apabila fondaparinuks atau enoksaparin tidak tersedia (Kelas I-C).
7. Dalam strategi yang benar-benar konservatif, pemberian antikoagulasi perlu dilanjutkan
hingga saat pasien dipulangkan dari rumah sakit (Kelas I-A).
8. Crossover heparin (UFH and LMWH) tidak disarankan (Kelas III-B).
Kombinasi Antiplatelet dan Antikoagulan
1. Penggunaan warfarin bersama aspirin dan/atau clopidogrel meningkatkan risiko
perdarahan dan oleh karena itu harus dipantau ketat (Kelas I-A).
2. Kombinasi aspirin, clopidogrel dan antagonis vitamin K jika terdapat indikasi dapat
diberikan bersama-sama dalam waktu sesingkat mungkin dan dipilih targen INR
terendah yang masih efektif. (Kelas IIa-C).
3. Jika antikoagulan diberikan bersama aspirin dan clopidogrel, terutama pada penderita tua
atau yang risiko tinggi perdarahan, target INR 2- 2,5 lebih terpilih (Kelas IIb-B).
4.1 KASUS
Pada tanggal 25 April, Pasien Laki-laki, 25 tahun masuk ke rumah sakit untuk menjalani
rawat inap.
Keluhan utama:
Nyeri dada
Keluhan lain:
Pasien mengeluh nyeri dada sejak 2 hari sebelum masuk RS, nyeri dirasakan terus menerus,
seperti ditekan dan menjalar kebelakang, pusing hilang timbul pada pagi hari. Pasien
mengeluh batuk (berdahak), sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit.
Riwayat penyakit:
Tidak ada
Pasien tampak lemah, Compos mentis, TD 170/90 mmHg, Nadi 100x/menit, Suhu 380 C, RR
28x/mnt
Diagnosa awal
Tg 26 : IHD
Diagnosa akhir
Data TTV:
Jenis Tanggal pegamatan
Pemeriksaan
25 26 27 28 29 30
25 26 27 28 29 30
Inj RL 20 tpm
a. Data laboratorium
Jenis Tanggal pegamatan
Pemeriksaan
25 26 27 28 29 30
25 26 27 28 29 30
Inj RL 20 tpm
c) Assesment
Infus RL digunakan untuk mengembalikan keseimbangan elektrolit pada keadaan
dehidrasi dan syok hipofolemik termasuk syok pendarahan.
Ceftriaxone merupakan antibiotik spektrum luas generasi ketiga sefalosporin
untuk pemberian IV atau IM mempunyai potensi antibakteri yang tinggi spektrum
luas dan toksisitas rendah sehingga digunakan untuk mengobati pneumonia.
Furosemid merupakan golongan diuretik kuat untuk mengatasi hipertensi.
Ambroxol adalah salah satu obat yang masuk ke dalam golongan mukolitik, yaitu
obat yang berfungsi untuk mengencerkan dahak, dalam kasus iini digunakan
untuk mengatasi batuk berdahak.
ISDN sebagai dilatasi vena untuk mengurangi nyeri dada akibat angina.
Fargoxin adalah nama dagang dari obat Digoxin merupakan obat glikosida
jantung yang digunakan untuk terapi gagal jantung, namun digoxin memiliki
jendela terapi yang sempit.
Allopurinol adalah obat yang digunakan untuk mencegah serangan penyakit
GOUT dengan menurunkan kadar asam urat didalam darah.
Ranitidin adalah obat golongan penghambat reseptor H2 yang berfungsi
menangani gejala dan penyakit akibat produksi asam lambung berlebih.
DRPs :
Ada obat tidak ada indikasi : Ranitidin, pasien tidak mengalami
peningkatan asam lambung.
Ada indikasi tidak ada obat : Allopurinol sebaiknya diberikan pada awal
terapi saat diagnosa hiperurisemia pada tanggal 27.
Interaksi Obat:
Furosemid dan Digoksin menyebabkan hipokalemia sehingga
meningkatkan toksisitas digoksin.
Furosemid dan Allopurinol dapat memperburuk kondisi pasien
dengan penurunan fungsi ginjal.
Digoxin dengan kalium menyebabkan aritmia.
Dosis terlalu rendah : -
Dosis terlalu tinggi : -
Salah obat : -
Efek Samping :
Furosemid dapat meningkatkan kadar asam urat dalam darah.
Digoksin dapat menyebabkan penurunan konduksi AV.
Allopurinol menyebabkan hepatotoksik.
Plan
Rekomendasi penggantian furosemid dengan obat golongan ACE-I yaitu lisinopril
dengan dosis 25-40 mg/hari (Dipiro, 2015).
Menyarankan penghentian penggunaan digoxin karena memiliki indeks terapi sempit.
Obat Ranitidin dihilangkan dalam terapi karena tidak ada indikasi.
Monitoring tekanan darah dan kadar asam urat darah.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmed A, Rich WM, Fleg JL, Zile MR, Young JB, Kitzman DW, et al. Effects of
Digoxin on Morbidity and Mortaly in Diastolic Heart Failure: The Ancillary
Digitalis Investigation Group Trial. Circulation. 2006; 144:402
Aru W, Sudoyo. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, edisi V. Jakarta:
Interna Publishing.
Chiburdanidze, A. 2013. Evaluasi Ketepatan Pemilihan Obat dan Outcome pada
Pasien Hipertensi Rawat Jalan di Rumah Sakit A tahun 2013. Skripsi.
Depkes, 2006. Pharmaceutical Care untuk Pasien Penyakit Jantung Koroner Fokus
Sindrom Koroner Akut. Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen
Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan.
Dipiro, J.T., et al. 2015. Pharmacoterapy Handbook 9th. The Mc. Graw Hill
Company. USA: Erlangga., Zile MR, Young JB,
Grace,Pierce A, neil R. Borley.2007.At a Glance Ilmu Bedah.edisi ketiga.Jakarta:
Gray, HH, dkk. (2005). Lecture Notes : Kardiologi. (4th. ed). Jakarta:
Erlangga
Kasma, 2011. Coronary Artery Disease. Referat Ilmu Penyakit Dalam. Fakultas
Kedokteran Universitas Mulawarman. Samarinda.
Muchid, dkk., 2006, Pharmaceutical Care untuk Pasien Penyakit Jantung Koroner :
Fokus Sindrom Koroner Akut, Penerbit Direktorat Bina Farmasi Komunitas
dan Klinik, Departemen Kesehatan, Jakarta.
Sukandar, Elin Yulinah, dkk. 2009. ISO Farmakoterapi. Jakarta: PT. ISFI Penerbitan.