Professional Documents
Culture Documents
Latar Belakang. Stroke iskemik dan hemoragik memiliki patofisiologi yang berbeda
dan kemungkinan keterlibatan fungsi otak jangka panjang. Stroke hemoragik dapat
mengekspos otak yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah dan stroke iskemik
kembali dilokalisasi atau di gunakan patologi vaskular serebral difus dan terlokalisir.
Metode peserta merupakan individu yang terkena stroke iskemik (n = 172) atau
stroke hemoragik (n = 112) antara enam bulan terakhir dan termasuk program
neurorehabilitasi post akut. Peserta menyelesaikan program neurorehabilitasi post
akut selama tiga bulan dan Mayo Portland Adaptability Inventory-4 (MPAI-4) saat
admisi dan dipulangkan skor MPAI-4 dan tingkatan fungsional dapat dibandingkan.
Hasil perbandingan kelompok ANOVA menunjukkan tidak adanya perbedaan
signifikan antara kedua kelompok saat penerimaan dan pemulangan pasien atau
perbedaan perubahan skor. Kedua kelompok menunjukkan tingkat penurunan
produktifitas setelah pasien dipulangkan dibandingkan dengan tingkatan sebelum
terpapar stroke. Kesimpulan dari patofisiologi ada perbedaan tipe stroke yang
berbeda, keduanya pada akhirnya menyebabkan cedera iskemik, mungkin juga karena
kurangnya pertambakan di antara kelompok. Dalam penelitian ini, peserta pada kedua
kelompok memiliki tingkat fungsional serupa pada ketiga domain MPAI-4 pada saat
pasien masuk dan keluar. Keterbatasan penelitian ini termasuk sampel berpendidikan
tinggi dan sedikitnya hasil pengukuran.
PENDAHULUAN
Stroke, baik iskemik atau hemorrhagic sejatinya memiliki kemampuan yang
berakibat pada buruknya prognosis. Stroke merupakan penyebab kematian keempat di
Amerika Serikat dengan 795.000 orang menderita stroke setiap tahunnya. Dari data
tersebut, 600.000 merupakan stroke dengan serangan pertama dan 185.000
merupakan serangan yang rekuren dengan lebih dari 140.000 orang meninggal akibat
stroke tiap tahun.
Stroke bisa diklasifikasikan kedalam kategori hemoragic dan non
hemorrhagic. Intracerebral hemorrhagic (ICH) mencakup 10% sampai 15% dari
seluruh stroke. ICH terjadi akibat ruptur pembuluh darah yang biasanya diakibatkan
oleh tekanan darah tinggi yang menyebabkan tingginya tekanan pada dinding arteri
yang sudah rusak akibat atherosclerorsis, aneurisma atau malformasi arteriovenous.
Stroke iskemik atau infark serebral (IS) merupakan akibat dari pembentukan
thrombus atau emboli yang menyebabkan penyempitan dan menyebabkan kekurangan
oksigen pada jaringan yang penting. Penurunan dan atau tidak adanya sirkulasi
serebral mengakibatkan cedera pada sel neuron, munculnya respons inflamasi dan
kematian sel neuron. Tiap subtipe stroke (hemoragik ataupun nonhemoragik) bisa
dibagi lagi menjadi subdivisi. ICH bisa dibagi menjadi ICH primer dan sekunder. ICH
primer meliputi 78% sampai 88% dari hemorrhagic, berasal dari rupture spontan
pembuluh darah kecil yang diakibatkan hipertensi kronik atau angiopati amyloid. ICH
sekunder berasal dari abnormalitas perdarahan pembuluh darah serebral, tumor atau
gangguan koagulasi.
1
ICH dihubungkan dengan meningkatnya resiko kematian jika dibandingkan
dengan infark cerebral dan sekitar setengah dari seluruh pasien dengan ICH primer
meninggal sebulan setelah kejadian akut. Lebih lanjut lagi, pasien berusia 85 keatas,
dibandingkan dengan pasien dengan usia yang lebih muda lebih mengalami derajat
klinis yang lebih berat (deficit neurologis sedang dan berat saat dipulangkan dari
rumah sakit dari 89% versus 27%). Pasien yang terkena stroke iskemik memiliki
kesempatan yang lebih baik dibandingkan dengan pasien dengan stroke hemorrhagic,
karena stroke hemorrhagic tidak hanya merusak sel otak tapi juga dapat meningkatkan
tekanan intracranial atau spasme pada pembuluh darah. Untuk catatan, terdapat tiga
proses pada neurorecovery : angiogenesis, neurogenesis dan elastisitas sinaps. Proses
ini secara alami diproduksi di otak pada orang dewasa setelah rehabilitasi intensif,
yang dapat mendorong fenomena neurorepair endogen
Penelitian sebelumnya telah membuktikan banyak predictor dari prognosis
fungsional yang buruk, termasuk saluran pencernaan dan inkontinensia urin, interval
yang panjang antara onset stroke dan masuk ke rumah sakit, maka hemiparesis yang
akan memburuk setelah masuk RS, defisit visuospatial dan penurunan skor FIM (data
rehabilitasi medik). Selanjutnya untuk stroke iskemik, faktor yang dapat
memperburuk keparahan stroke, usia, wanita, riwayat stroke sebelumnya, terdapat
defisit neurologis, lokasi lesi, diabetes mellitus, demam tinggi dari hari ketiga setelah
stroke dan komplikasi neurologis yang berhubungan dengan menurunnya prognosis
fungsional setelah stroke. Hubungan lokasi lesi telah dilaporkan secara inkonsisten
untuk memberi pengaruh pada penyembuhan, beberapa penelitian menunjukkan
perbaikan stroke lebih buruk jika lokasi lesi terdapat pada subcortical dalam
dibandingkan dengan area cortical superfisial dan penelitian lain menunjukkan hasil
sebaliknya. Untuk tambahan, pasien yang mengalami infark pada lacunar cenderung
memiliki prognosis fungsional yang lebih baik. Pasien yang dirawat di RS dalam
jangka waktu 30 hari dan dipulangkan dengan skor fungsional yang lebih tinggi
setelah 30 hari, dan lama tinggal di RS lebih pendek. Lebih lanjut lagi, Skor
Functional Independence Measure (FIM) yang lebih tinggi dihubungkan dengan
meningkatnya probabilitas dari perbaikan fungsional saat rehabilitasi.
Penelitian Scant melakukan pemeriksaan perbedaan fungsi outcome
fungsional pada pasien dengan stroke hemorrhagic dengan iskemik. Meskipun,
diyakini bahwa pasien dengan stroke hemorrhagic memiliki prognosis fungsional
neurologis lebih baik daripada stroke nonhemorrhagic. Di satu sisi, satu studi
menumukan bahwa tidak ada perbedaan dalam FIM pemulangan pasien atau FIM
yang meningkat antara 2 tipe stroke, pasien hemorrhagic cardiovascular accident
(CVA) menunjukkan perbaikan fungsi motorik yang lebih cepat dan memiliki durasi
perawatan yang lebih pendek tetapi tidak ditemukan perbaikan kognitif yang lebih
cepat. Tetapi, data yang umum ini terbatas karena sedikitnya variable hasil dan
sedikitnya sample. Sebaliknya, satu studi menemukan pasien dengan ICH
memperlihatakan penyembuhan yang lambat tetapi bermakna dibandingkan dengan
pasien Infark. Paolucci et al menemukan pasien dengan CVA hemoragik memiliki
skor Canadian neurological scale dan rivermead mobility index score pada saat
dipulangkan dari RS, efektivitas dan effisiensi lebih tinggi dan kemungkinan yang
lebih tinggi pada dosis terapi yaitu 2.5 kali lebih tinggi daripada pasien dengan CVA
iskemik. Satu studi menemukan bahwa pasien dengan ICH menunjukkan FIM yang
lebih baik, walaupun tidak ada perbeadaan pada total FIM pada pasien dengan
iskemik dan hemorrhagic.
Pada satu sisi, satu studi lagi mendemonstrasikan antara pasien stroke yang
sadar, ICH memprediksi buruknya outcome neurologis, hampir 2x dari disabilitas
2
jangka panjang dibandingkan pada pasien stroke iskemik. Walaupun begitu, beberapa
studi tidak menunjukkan perbedaan antara kedua grup. Sebagai contoh, Franke et al
mendapatkan tidak ada perbedaan tingkatan pada kemandirian fungsional setelah
follow-up antara pasien ICH dan pasien CI serta disimpulkan bahwa pelebaran lesi
otak merupakan faktor yang mendasari outcome pada yang masih bertahan setelah 2
hari setelah serangan CVA.
Beratnya stroke terdapat pada faktor yang mempengaruhinya dalam
memprediksi hasil akhir. Pada satu studi, tipe stroke tidak memempengaruhi
mortalitas, hasil akhir neurogogis ataupun fungsional, atau waktu untuk penyembuhan
dengan beratnya serangan stroke yang merupakan faktor paling penting. Penulis
menyimpulkan prognosis lebih buruk pada ICH disebabkan karena meningkatnya
frekuensi ICH yang mengalami peningkatan keparahan stroke.
Tujuan studi ini untuk menentukan apakah ada perbedaan dalam perbaikan
fungsional antara pasien dengan ICH dan CVA CI. Karena mayoritas penelitian
dilakukan pada pasien dengan CVA menunjukkan pasien dengan ICH menunjukkan
lebih banyak perbaikan fungsional oleh penyelesaian rehabilitasi cedera otak postakut
dari individu dengan stroke iskemik
METODE
2.1. Peserta
Penelitian ini merupakan penelitian retrospektif yang menggunakan arsip data.
Peserta terdiri dari 284 pasien rawat jalan di fasilitas kesehatan Southwestern (iskemik
= 172, hemoragik = 112) yang di diagnosis dengan CVA. Hampir seluruh peserta
merupakan pasien post stroke antara enam bulan pertama. Rentang waktu yang
spesifik antara stroke dan rehabilitasi kebanyakan tiga bulan pertama setelah stroke.
Seluruh peserta merupakan rujukan untuk perawatan dini setelah dipulangkan dari
rawat inap dan satu satunya kriteria inklusi pada program. Demografi dan
karakteristik klinis dari penelitian akhir pada tabel 1 dan 2. Usia rata rata pada CVA
iskemik adalah 56,08 tahun dan dengan CVA hemoragik 16,6. Mayoritas yang
terkena CVA iskemik dan hemoragik adalah laki laki. Mayoritas pasien dengan
iskemik dan hemoragik merupakan kaukasia atau afrika amerika,, dengan presentasi
kecil Asia, Hispanik, atau tidak spesifik. Menggunakan ANOVA, tidak ada perbedaan
antara kelompok usia (F(3,349) = 0,571, p> 0,05), lama edukasi (F(3,345) = 0,925,
p>0,05). Selama admisi, kedua kelompok dengan CVA iskemik dan hemoragik
dilaporkan keterbatasan ringan sampai sedang pada kemampuan fisik dan kognitif,
integrasi dan produktifitas pada komunitas, dan fungsi secara keseluruhan,
keterbatasan ringan pada fungsi psikososial.. saat pemulangan pasien, kedua
kelompok CVA iskemik dan hemoragik dilaporkan memiliki keterbatasan ringan pada
kemampuan fisik dan kognitif, integrasi komunitas dan produktifitas, fungsi
psikososial dan fungsi keseluruhan
3
Tabel 1. Karakteristik Peserta
2.2. Pengukuran
The Mayo Portland Adaptive Inventory-4 (MPAI-4). MPAI-4 adalah 35 item yang
diukur yang menilai disabilitas setelah cedera kepala, termasuk kelemahan pada area
fisik, kognitif, emosional, perilaku dan fungsi sosial. Skor item ada 5 poin, skala
Likert berjarak dari nol (tidak ada kerusakan fungsional) sampai empat
(mengindikasikan gangguan dengan aktivitas lebih dari 75%). Pengukuran memilika
tiga subskala: Indeks kemampuan (mulai dari 0 sampai 47), Indeks penyesuaian
(mulai dari 0 sampai 46) dan Indeks partisipasi (mulai dari 0 sampai 30) dan hasil dari
skor keseluruhan 0 111, dengan skor terendah mengindikasikan fungsi yang lebih
baik. Indeks kemampuan terdiri dari 12 jenis dan kemampuan evaluasi seperti
mobilitas dan memori. Indeks penyesuaian terd`iri dari 9 jenis dan menilai gejala
emosional dan perilaku seperti depresi dan kelelahan. Indeks partisipasi termasuk
aspek pengukuran kemandirian. Konsistensi internal 0,89 untuk skor total dan
berkisar dari 0,76 sampai 0,83 untuk subskala. Ada validitas prediktif yang baik untuk
outcome pasien paska perawatan, tingkatan fungsional, dapat kembali bekerja, dan
dapat tinggal sendiri. Ada validitasyang baik atas deskriminan kelompok.
2.3. Prosedur
Seluruh pasien terlubat di program pasien rawat jalan postakut yang termasuk dua kali
perawatan per minggu selama tiga bulan, terdiri dari terapi okupasional, terapi
berbicara, dan kerja sosial dan neuropsiko-fisikal. Susunan dari perawatan ditentukan
berdasarkan evaluasi intake gejala stroke selama pemeriksaan awal. Setiap minggu,
4
peserta menerima satu jam penanganan neuropsiko-fisikal dan satu jam bekerja sosial,
yangmana terapi fisik dan okupasional beragam dari 2 sampai 4 jam per minggu.
Setiap pasien dinilai oleh staf di MPAI-4 sesaat setelah pemeriksaan oleh admisi dan
saat dipulangkan. Skor perubahan MPAI-4 (MPAI-4) dibuat dengan mengurangi
skor admisi dari skor saat dipulangkan. Antara kelompok ANOVA dengan skor
MPAI-4 di semua ukuran. Sebagai tambahan produktifitas mereka (kembali bekerja,
sekolah dan aktivitas lainnya) dinilai saat pasien masuk dan pulang.
Seluruh pengukuran dan data di nilai dari asumsi keadaan normal dan ditemukan
tersebar luas. Pengulangan pengukuran menggunakan ANOVA dan ANOVA dengan
penilaian satu kali telah dimanfaatkan untuk menentukan perbedaan antara kelompok
saat admoso dan pemulangan dan juga sebagai determinan perbedaan perubahan skor
pada skor total, kemampuan kognitif/ fisik, partisipasi, dan penyesuaiana psikososial.
Chi square digunakan untuk membandingkan tingkatan variable nominal. Regresi
linier juga digunakan untuk menentukan sejauh mana jenis stroke menyumbang
varians dalam hasil.
HASIL
5
Tabel 3. Produktifitas Peserta dengan CVA Iskemik
DISKUSI
Hasil penelitian saat ini masih inkonsisten dengan literatur yang ada.
Beberapa penelitian menemukakn perbedaan fungsional hasil akhir pada stroke
iskemik dan stroke hemoragik; beberapa penelitian menemukan lebih baiknya
outcome prognosis fungsional pada pasien yang terkena stroke hemoragik
setelah pasien rawat inap di rehabilitasi, sedangkan beberapa penelitian
menemukan bahwa stroke ICH menunjukan penurunan nilai fungsional lebih
besar dibandingkan dengan stroke iskemik tetapi memiliki kemajuan yang
lambat. Sebagai tambahan, pasien dengan CVA hemoragik memiiliki
mortalitas yang lebih tinggi. Untuk itu, pada penelitian saat ini dengan CVA
hemoragik setelah pasien rawat inap di rehabilitasi sebenarnya tidak dapat
mewakili populasi secara umum. Hasil pada penelitian sebelumnya berbeda
dari penelitian sebelumnya karena usia yang muda, tingkat edukasi yang lebih
tinggi, meningkatnya keragaman rasial, dan pemulangan pasien dan tingkat
fungsional yang tinggi saat pemulangan pasien postakut pada program
rehabilitasi.
Ada beberapa bukti yang kuat untuk penelitian ini. Tipe penatalaksanaan
dan jumlah treatment per minggu per peserta relatif sama. Penelitian ini juga
menggunakan ukuran outcome fungsional. Penelitian Scant juga melakukan
pemeriksaan mengenai admisi, pemulangan pasien dan skor perubahan
mengenai kemampuan fungsional antara subtype stroke.
Selalu ada beberapa keterbatasan pada penelitian ini. Skor admisi secara
umum antara keterbatasan ringan sampai berat, kelompok yang berisikan
peserta dengan edukasi tinggi, usia muda, dan keragaman etnis dan untuk ini
tidak dapat menyamaratakan populasi stroke. Penelitian hanya memanfaatkan
7
satu pengukuran hasil akhir, kemungkinan penggambaran outcome fungsional
yang terbatas. Selain itu, penelitian ini hanya menggunakan penilaian termasuk
pasien dan tidak mencakup penilaian pasien dan lainnya sebagai informasi
tambahan, yang memungkinkan gambaran fungsional hasil yang lebih lengkap.
8
DAFTAR PUSTAKA
[1] Stroke Statistics, February 2015, http://www.strokecenter.org/ patients/about-
stroke/stroke-statistics/.
[2] L. R. Caplan, Intracerebral haemorrhage, e Lancet, vol. 339, no. 8794, pp. 656
658, 1992.
9
[14] E.H.Mizrahi,A.Waitzman,M.Arad,andA.Adunsky,Gender and the functional
outcome of elderly ischemic stroke patients, Archives of Gerontology and Geriatrics,
vol. 55, no. 2, pp. 438 441, 2012.
[15] C. Weimar, A. Ziegler, I. R. Ko nig, and H.-C. Diener, Pre- dicting functional
outcome and survival a er acute ischemic stroke, Journal of Neurology, vol. 249, no.
7, pp. 888895, 2002.
[24] C. L. Franke, J. C. van Swielen, A. Algra, and J. Van Gijn, Prognostic factors
in patients with intracerebral haematoma, Journal of Neurology Neurosurgery and
Psychiatry, vol. 55, no. 8, pp. 653657, 1992.
10
Measurement in Brain Injury, 2005, http://www.tbims.org/combi/mpai/.
11