You are on page 1of 15

MAKALAH

Pelatihan: Pendekatan Sistem( Penilaian Kebutuhan, Pelaksanaan,dan Evaluasi)


Diajukan Sebagai Pemenuhan Tugas Pada Mata Kuliah Manajemen SDM
Dosen Pengampu :
Didik Setiawan, MM

Oleh :
M Miftakhul Faisal (17401163502)
Dina Fitriana (17401163499)
Ayu Dwi Larasati (17401163520)
Dhea Cornellia Hariastuti (17401163007)
Silvia Winda Pricillia (17401163509)

JURUSAN PERBANKAN SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUTE AGAMA ISLAM NEGRI
TULUNGAGUNG
2017

i
A. KAJIAN TEORI
Setiap Organisasi atau perusahaan pasti perlu untuk mengembangkan para karyawan.
Hal ini banyak dicapai dengan berbagai kegiatan pelatihan mulai dari pelatihan formal
perusahaan, pengembangan karir karyawan, dan bahkan pengembangan tentang
penampilan. Para pemimpin perusahaan dan karyawan harus bekerja bersama untuk
mewujudkan cita-cita perusahaan. Mereka harus membuat perencanaan bersama untuk
memaksimalkan hasil dari kinerja perusahaan, memaksimalkan kemampuan karyawan
agar siap untuk menghadapi perubahan kondisi ekonomi dan sosial pada lingkungan
perusahaan di masa yang akan datang.1
Pelatihan (trainning) adalah proses sistematis pengubahan tingkah laku para karyawan
dalam suatu arah untuk meningkatkan upaya pencapaian tujuan-tujuan organisasi.
Pelatihan berkaitan dengan keahlian dan kemampuan pegawai untuk melaksanakan
pekerjaan saat ini, memiliki orientasi saat ini dan membantu pegawai untuk mencapai
keahlian dan kemampuan tertentu agar berhasil dalam melaksanakan pekerjaannya.
Dalam pelatihan diciptakan suatu lingkungan di mana para karyawan dapat memperoleh
atau mempelajari sikap, kemampuan, keahlian, pengetahuan dan perilaku yang spesifik
yang berkaitan dengan pekerjaannya. 2
Pelatihan dirancang untuk membantu organisasi mencapai tujuan-tujuannya. Oleh
sebab itu, penilaian dari kebutuhan pelatihan organisasional mencerminkan tahapan
diagnostik dari penentuan tujuan-tujuan pelatihan. Penilaian ini melihat pada masalah-
masalah kinerja karyawan dan organisasional untuk menentukan apakah dengan
diadakannya pelatihan akan menolong. Dengan menggunakan pendekatan konsultasi
kinerja yang disebut di awal, adalah penting bahwa faktor-faktor nonpelatihan, seperti
kompensasi, struktur organisasi, desain pekerjaan dan keadaan- keadaan pekerjaan fisik,
juga dipertimbangkan.
1. Pengertian
3
Penggunaan Istilah pelatihan (Training) dan pengembangan (development)
dikemukakan para ahli, yaitu Dale Yoder menggunakan istilah pelatihan untuk pegawai
pelaksana dan pengawas. Sedangkan istilah pengembangan ditujukan untuk pegawai

1
Maidment Fred, Human Resources Annual Edition, (New York : McGraw-Hill Companies, 2008), hlm 101
2
Meldona, Manajemen SDM Perspektif Integratif, (Malang: UIN Malang Press, 2009), hlm 232.
3
Mankunegara Anwar Prabu, Manajemen SDM Perusahaan, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2004) hlm 43

1
tingkat manajemen. Lalu pendapat Wexley dan Yukl mengemukakan penggunaan istilah
pelatihan dan pengembangan bahwa dua hal ini berhubungan dengan usaha-usaha
berencana yang diselenggarakan untuk mencapai penguasaan kemampuan, pengetahuan
dan sikap-sikap pegawai atau anggota organisasi atau perusahaan.
Untuk lebih jelasnya, pengertian pelatihan dan pengembangan pegawai, Andrew
E. Sikula (1981:227) mengemukakan bahwa:

Training is short-term educational process utilizing a systematic organized


procedure by which non-managerial personal learn technical knowledge and skills for a
definite purpose. Development, in reference to staffing and personal matter, is a long-
term educational process utilizing a systematic and organized procedur by which
managerial personal learn conceptual and theoritical knowledge for general purposes

Berdasarkan pendapat diatas dapat dikemukakan bahwa pelatihan adalah suatu


proses pendidikan jangka pendek yang mempergunakan prosedur sistematis dan
terorganisir dimana pegawai non-managerial mempelajari pengetahuan dan keterampilan
teknis dalam tujuant tertentu. Sedangkan pengembangan merupakan suatu proses
pendidikan jangka panjang yang mempergunakan prosedur sistematis dan terorganisir di
mana pegawai managerial mempelajari pengetahuan konseptual dan teoritis guna
mencapai tujuan umum.
2. Pendekatan Sistem Pelatihan
a. Tahap Penilaian
Dalam tahap penilaian, perencana menentukan kebutuhan pelatihan dan merinci
tujuan-tujuan dari usaha pelatihan tersebut. Melihat kinerja kerja dari karyawan
administrasi di bagian penagihan, seorang manajer mungkin menemukan bahwa
pemasukan data dan kemampuan komputernya sangat lemah dan mereka akan
mendapatkan keuntungan dari adanya instruksi pada aspek-aspek ini. Tujuan dari
meningkatnya kecepatan pemasukan data dari karyawan administrasi menjadi 60 kata
per menit tanpa kesalahan bisa saja dibentuk. Jumlah kata per menit tanpa kesalahan
adalah kriteria di mana keberhasilan pelatihan diukur, dan ini mencontohkan
bagaimana tujuan tersebut dibuat secara spesifik. Untuk menjembatani antara
penilaian dan implementasi, karyawan administrasi haruslah diberikan tes pemasukan
data.
b. Tahap Implementasi

2
Dengan menggunakan hasil penilaian di atas, implementasi dapat dimulai. Sebagai
contoh, atasan bagian penagihan dan spesialis pelatihan Sumber Daya Manusia dapat
bekerja sama untuk menentukan bagaimana melatih karyawan administrasi untuk
meningkatkan kecepatan kerjanya. Pengaturan untuk pemberian instruksi, ruang
kelas, materi dan seterusnya harus dibuat pada tahap ini. Manual dari instruksi
program dapat digunakan sesuai dengan kelas khusus pemasukan data yang dibuat
dalam perusahaan. Impelementasi terjadi ketika pelatihan sudah benar-benar
dilaksanakan.
c. Tahap Evaluasi
Tahap evaluasi sangatlah kritis. Tahap ini memfokuskan seberapa baik pelatihan telah
mencapai apa yang diharapkan oleh penyelenggara pelatihan. Mengawasi pelatihan
berfungsi sebagai jembatan antara tahap implementasi dan evaluasi dan menjadi
umpan balik untuk menentukan tujuan pelatihan di masa mendatang.4
3. Macam Pendekatan Pelatihan
Pada saat tujuan telah ditetapkan, pelatihan yang sebenarnya dapat dimulai. Tidak
penting apakah pelatihan itu bersifat spesifik ataupun meluas, pendekatan pelatihan yang
tepat harus dipilih.
a. Pelatihan di Tempat Kerja
Bentuk pelatihan yang paling untuk semua tingkatan di dalam organisasi adalah
pelatihan di tempat kerja (on the job training-OJT). Apakah pelatihan itu direncanakan
ataupun tidak, manusia memang belajar dari pengalaman kerja mereka, khususnya apabila
pengalaman tersebut berubah sesuai dengan waktu. OJT biasanya dilakukan oleh para
manajer, oleh karyawa lainnya, atau keduanya. Manajer atasan langsung yang melatih
karyawannya harus mampu mengajar, juga mampu menunjukkan, apa-apa yang harus
dilakukan oleh si karyawan.
1. Pelatihan Instruksi Kerja

Bentuk pelatihan yang khusus dan terarah adalah apa yang dikenal sebagai Pelatihan
Instruksi Kerja (Job Instruction Training-JIT). Dibangun pada masa Perang Dunia II, JIT
digunakan untuk mempersiapkan masyarakat sipil dengan pengalaman yang sangat
sedikit untuk pekerjaan di sektor industri untuk menghasilkan peralatan militer. Oleh
karena keberhasilannya, JIT masih digunakan. Malah kenyataanya, perkembangan logika
metode ini dalam setiap langkah, adalah cara yang istimewa untuk mengajarkan peserta
pelatihan.
4
Robert L. Mathis, John H. Jackson, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta: PT Salemba Empat Patria,
2002), hlm. 19

3
2. Permasalahan dengan OJT

Pelatihan di tempat kerja (OJT) sejauh ini merupakan cara yang paling umum
digunakan dari pelatihan karena fleksibilitasnya serta relevan dengan apa yang dikerjakan
karyawan sehari-hari. Bagaimanapun, pelatihan ini juga memiliki beberapa masalah.
Permasalahan yang paling umum adalah pelatihan model ini dilaksanakan secara
sembarangan. Pelatih bisa jadi tidak memiliki pengalaman melatih, tidak memiliki waktu
untuk itu, dan tidak berkeinginan untuk berpartisipasi. Dalam kondisi demikian, peserta
pelatihan bisa dikatakan sendirian, dan pelatihan cenderung menjadi tidak efektif.
b. Simulasi
Simulasi adalah pendekatan pelatihan yang menggunakan tempat pelatihan diatur
sedemikian rupa agar identik dengan tempat kerja. Dalam pengaturan ini, para peserta
pelatihan dapat belajar dalam situasi yang nyata tetapi terhindar dari tekanan-tekanan dari
jadwal produksi.
Satu jenis simulasi adalah apa yang dinamakan pelatihan vestibule, yaitu dengan
menggunakan fasilitas khusus untuk menggantikan peralatan dan tuntutan suatu
pekerjaan. Contoh dari pelatihan vestibule ini adalah melibatkan perusahaan penerbangan
yang menggunakan simulator untuk melatih pilot dan karyawan yang bertugas di kabin
pesawat, astronot yang dilatih dalam kapsul angkasa dan operator tenaga nuklir yang
menggunakan model ruang kontrol operasi dan tombol peralatan lainnya.
c. Pelatihan Kerja Sama
Dua metode pelatihan kerja sama yang luas digunakan adalah masa magang dan kerja
praktik. Keduanya mencampur pelatihan dalam ruang kelas dan pengalaman dipekerjakan
langsung.
1. Magang
Magang adalah bentuk dari pelatihan di tempat kerja yang biasanya
mengkombinasikan latihan kerja dengan pengajaran di ruang kelas di sekolah kejujuran,
sekolah lanjutan, akademi atau universitas. Magang menguntungkan baik bagi pengusaha
maupun pemagang. Pemagang mendapatkan sentuhan dunia nyata, tambahan
keterangan di dalam resume (CV), dan kesempatan untuk mempelajari pengusaha secara
lebih dekat. Pengusaha yang merekrut dari kampus mendapatkan alat seleksi yang
menghemat biaya yang di dalamnya termasuk kesempatan untuk bertemu dengan para
pemagang sebelum keputusan akhir untuk merekrut dibuat.
2. Kerja Praktik

4
Bentuk lain dari pelatihan kerja sama yang digunakan oleh pengusaha, asosiasi
perdagangan, dan agen pemerintah adalah pelatihan kerja praktik. Program kerja praktik
memberikan karyawan dengan pengalaman di lingkungan kerja d bawah bimbingan dari
pekerja yang terampil maupun bersertifikat. Beberapa persyaratan untuk pelatihan,
peralatan, lama waktu, dan tingkat kemahiran harus diawasi oleh unit dari Departemen
Tenaga Kerja di Amerika Serikat. Pelatihan kerja praktik digunakan paling sering untuk
melatih orang-orang dalam industri keterampilan, seperti pertukangan, pekerjaan pipa
ledeng, melukis foto, pengaturan huruf, dan pengecoran. Kerja prkatik biasanya memakan
waktu dua hingga lima tahun, tergantung pada jenis pekerjaannya. Selama waktu tersebut
pelaku kerja praktik menerima bayaran yang lebih rendah daripada mereka yang sudah
bersertifikat.5
d. Media Pelatihan
1. Bantuan Audiovisual
Dukungan teknis yang bersifat audio maupun visual termasuk didalamnya antara lain
radio kaset, kaset video, film, televisi, dan video telekonferensi interaktif. Seluruh hal
tersebut kecuali telekonferensi, merupakan komunikasi satu arah. Mereka bisa
mengkomunikasikan informasi secara searah yang tidak bisa disampaikan dalam ruang
kelas. Demonstrasi dari mesin-mesin, eksperimen, dan ujian-ujian dari pelaku adalah
sebagian contohnya. Kemampuan video interaktif menambahkan kemampuan video dan
audio, tetapi ini menggunakan input layar sentuh daripada keyboard. Bantuan audio dan
visual juga dapat dihubungkan dengan sistem komunikasi satelit untuk menyampaikan
informasi yang sama, seperti detail produk, kepada tenaga-tenaga penjualan di beberapa
negara bagian.
2. Instruksi dengan Dukungan Komputer (CAI)
Memungkinkan para peserta pelatihan untuk belajar dengan berinteraksi dengan
komputer. Penerapan teknologi CAI didorong oleh adanya kebutuhan untuk
meningkatkan efisisensi dan efektivitas dari situasi pelatihan dan memperkaya transfer
proses belajar untuk meningkatkan kinerja kerja. Komputer secara lebih baik memberikan
intruksi-instruksi, tes-tes, pelatihan dan pemantapan serta aplikasi melalui simulasi.
Program pelatihan di Amerika Serikat menjadi makin bersifat teknologi tingkat
tinggi. Media interaktif seperti komputer dapat mengentikan pelatihan dalam kelas yang
dipimpin oleh para instruktur yang biasanya pun lebiih mahal.perkembangan teknologi
komputer juga telah menempatkan program-program pelatihan di dalam CD-ROMs, yang
dibagikan kepada para peserta pelatihan.

5
Ibid., hlm. 25

5
Beberapa perusahaan telah jauh melampaui penggunaan CD-ROMs dengan
mendistribusikan materi-materi pelatihan terbaru ke seluruh dunia. Keuntungan utama
dari seluruh bentuk CAI ini adalah dimungkinkan adanya instruksi-instruksi yang bersifat
individual yang lebih disukai oleh banyak pengguna. Penggunaan komputer sebagai alat
pelatihan memungkinkan pendekatan secara mandiri dan sering dapat digunakan dalam
tempat-tempat bisnis biasa. Sebaliknya, pengajaran dengan instruktur berdasarkan setting
dalam kampus menuntut para karyawan untuk mengabiskan waktu cukup panjang untuk
meninggalkan pekerjaan mereka.
3. Belajar/pelatihan jarak jauh
Banyak akademi serta perguruan tinggi menggunakan televisi interaktif dua arah
untuk mengadakan kelas/kuliahnya. Media ini memungkinkan instruktur pada satu tempat
untuk melihat dan merespons kepada kelas di sejumlah lokasi lainnya. Apabila sebuah
sistem secara sempurna telah disusun, para karyawan dapat mengikuti kursus-kursus di
manapun di seluruh dunia ketika ia tetap berada di rumah atau di pekerjaan mereka.
Akademi-akademi merancang kursus-kursus bahkan gelar untuk perusahaan yang
membayar untuk menyampaikan kursus kepada para karyawannya. Baik bisnis pelatihan
dengan menggunakan satelit maupun berdasarkan Akademi Dunia yang menggunakan
Internet keduanya saat ini banyak digunakan. Pelatih harus menghindari diri dari
terpesona dengan teknologi ini sehingga penekanan yang sesungguhnya adalah pada
kinerja dan pelatihan itu sendiri. Efektivitas dari teknologi dan media butuh untuk diuji
ketika akan mengevaluasi pelatihan.6
4. Manfaat Pelatihan
1. Manfaat untuk karyawan
a. Membantu karyawan dalam membuat keputusan dan pemecahan masalah yang
lebih efektif
b. Melalui pelatihan dan pengembangan, variable pengenalan, pencapaian
prestasi, pertumbuhan, tanggung jawab dan kemajuan dapat diinternalisasi dan
dilaksanakan
c. Membantu mendorong dan mencapai pengembangan diri dan rasa percaya diri
d. Membantu karyawan mengatasi stress, tekanan, frustasi, dan konflik
2. Manfaat untuk perusahaan
a. Mengarahkan untuk meningkatkan profitabilitas atau sikap yang lebih positif
terhadap orientasi profit
b. Memperbaiki pengetahuan kerja dan keahlian pada semua level perusahaan
c. Memperbaiki pengetahuan dan keahlian pada semua level perusahaan
d. Memperbaiki moral SDM
e. Membantu karyawan ntuk mengetahui tujuan perusahaan

6
Ibid., hlm. 29

6
Lebih jauh mengenai manfaat peran pelatihan, ditambah dengan situasi pada
kenyataan akhir-akhir ini, dikemukakan oleh para eksekutif dan konsultan dalam
sebuah konferensi internasional yang dilakukan oleh American Society for
Training and Development (ASTD) sebagai berikut:7
a. Manfaat pelatihan berkaitan dengan produktivitas kerja adalah nyata, tetapi
pengaruh pelatihan terhadap produktivitas kerja bergantung pada kompleksitas
kerja. Untuk pekerjaan yang kompleksitasnya rendah, pelatihan dapat
meningkatkan produktivitas kerja hingga mungkin tiga kali lipat. Dan untuk
tingkat pekerjaan yang lebih tinggi dengan produktivitas kerja yang naik pula.
Pelatihan juga membawa konsekuensi biaya. Perusahaan-perusahaan seperti
IBM, Xerox, Motorola mengalokasikan sekitar tiga sampai empat persen dari
biaya pegawai keseluruhan untuk hanya sebuah pelatihan.
b. Pandangan para eksekutif puncak di Amerika Serikat, berdasarkan jajak
pendapat yang dilakukan oleh DYG,Inc. Lebih dari 80 persen eksekutif
puncak beranggapan bahwa pelatihan merupakan penentu keberhasilan dalam
menggaet pelanggan, daya saing, efektivitas kelompok kerja, dan
pengembangan keahlian sumber daya manusia.
c. Hal lain yang cukup menarik, pegawai yang terlibat dalam pelaksanaan
pelatihan menurun. Ada tiga sebab yang mengakibatkan penurunan
keterlibatan pegawai, yaitu adanya restrukturisasi, outsourcing pelaksanaan
pelatihan, dan yang terakhir adalah adanya merger dan akuisisi di Amerika
Serikat.
Semua yang dijelaskan diatas menyatakan bahwa pelatihan merupakan suatu
kegiatan yang sangat penting dalam upaya meningkatkan efektivitas organisasi, yang
harus mendapat perhatian besar dari organisasi dan dilakukan melalui suatu langkah
yang sistematis untuk mendapatkan manfaatnya.
5. Langkah-Langkah Pelaksanaan Pelatihan
8
Mengingat pentingnya pelatihan dan pengembangan, maka seorang manajer
sumber daya manusia harus dapat mengembangkan program pelatihan dan
pengembangan yang efektif.
Resourcing is about providing the skills base needed in the organization.
Human resource development (HRD) is about enhancing and widening these skills by
training, by helping people to grow within the organization, and by enabling them to
make better use of their skills and abilities (Armstrong, 1922:152)9
7
Tua Efendi H Mariot, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta:Grasindo, 2002), hlm 172
8
Ibid, hlm 174
9
John P Wilson, Human Resource Development 2nd Edition, (London:Kegan Page, 2005), hlm 84

7
Pemberdayaan adalah sesuatu tentang menyediakan dasar keahlian atau
kemampuan yang dibutuhkan organisasi. Pengembangan Sumber Daya Manusia
adalah meningkatkan dan memperluas kemampuan dengan pelatihan, dengan
membantu karyawan untuk berkembang di perusahaan, dan membuat mereka bisa
lebih memanfaatkan kemampuan dan keahlian mereka.
Terdapat beberapa proses atau kegiatan yang harus dilakukan dalam upaya
mengembangkan program pelatihan dan pengembangan yang efektif, yaitu:
1. Menganalisis kebutuhan pelatihan organisasi, yang sering disebut need
analysis atau need assessment.
2. Menentukan sasaran dan materi program pelatihan.
3. Menentukan metode pelatihan dan prinsip-prinsip belajar yang digunakan.
4.

Mengevaluasi program pelatihan.

6. Prinsip-Prinsip Pelatihan dan Pengembangan


Menurut Andrew E. Sikula (1981:235) mengemukakan ada 24 prinsip belajar,
dimana 12 diantaranya adalah,
1. All human being can learn. Individuals of all ages and of various intelectual
capacities have the ability to learn new behaviors.
2. Learning is active, not passive. Effective education requires action and
involvement from all participants.
3. Appropriate materials should be provided. Educators should possess a
reasonable repertoire of training tools and materials, such as cases, problems,
discussion in question, and readings.
4. Learning methods should be varied. Variety should be introduced to offset
fatigue and boredom.
5. Standards of performance should be set for the learner. Goals or benchmarks
should be established so that individuals can judge their educational
achievements and progress.

8
6. Individual differences play a large part in the effectiveness of the learning
process. What can be learned easily by some individuals may be very difficult
for other because of differences in basic abilities or cultural backgrounds.
7. Learning is closely related to attention and concentration. The Learning
process is more effective if distractions are avoided.
8. Sleep affects learning. Sleeping immediatly following (but not during) a
learning experiences.
Secara teoritis terdapat juga beberapa prinsip belajar yang dianggap sangat
penting untuk meningkatkan efektivitas pelatihan.10, yaitu:
1. Participation
2. Repetition
3. Relevance
4. Transference
5. Feedback
Participation atau partisipasi merupakan keterlibatan seorang peserta latihan
dalam kegiatan pelatihan secara aktif dan secara langsung. Partisipasi merupakan
aspek penting dalam pelatihan sebab partisipasi dapat meningkatkan pemahaman yang
lebih baik dan sukar untuk dilupakan.
Repetition adalah melakukan atau mengatakan secara berulang-ulang dalam
usaha menanamkan suatu ide dalam ingatan seseorang. Suatu konsep atau cara
melaksanakan pekerjaan, bilamana dilakukan secara atau didengar berulang-ulang,
akan tertanam dalam ingatan seseorang.
Relevance berarti pelatihan mempunyai arti atau manfaat yang sangat penting
pada seseorang, misalnya seseorang melaksanakan suatu pekerjaan melalui suatu
langkah-langkah tertentu dan ini mempunyai arti penting karena memudahkan dia
dalam pelaksanaan pekerjaan.
Transference berarti adanya kesesuaian antara pelatihan dengan pekerjaan
yang dilakukan sehari-hari oleh pegawai. Hal ini akan memotivasi seseorang untuk
belajar sebab pelatihan akan dirasakan bermanfaat oleh peserta karena dapat
mempermudah peserta dalam melakukan tugas-tugas sehari-hari.
Feedback merupakan pemberian informasi atas perkembangan kemajuan yang
telah dicapai oleh peserta pelatihan, mana yang perlu diperbaiki dan mana yang dapat
dipertahankan.

10
Tua Efendi H Mariot, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta:Grasindo, 2002) hlm 185

9
B. STUDI KASUS
a. KASUS 1
Berbagai macam perusahaan yang ada dibatam sampai saat ini masih
kekurangan untuk mendapatkan tenaga kerja yang terampil, atau terdidik guna
memenuhi kebutuhan perusahaan.
Hal ini bisa dilihat dari tahun 2009 yang dibutuhkan mencapai 5000 orang,
tetapi hanya dapat terpenuhi 3000 orang saja, kata Wali Kota Batam Ahmad Dahan di
Surakarta, Jumat (18/6). Wali Kota Batam Ahmad Dahlan, mengatakan hal ini sesuai
penandatangan kerjasama dengan Pemerintah Kota Surakarta, dalam bidang
ketenagakerjaan di Loji Gandrung, Solo.
Penandatangan kerjasama tersebut dilakukan antara Wali Kota Batam, Ahmad
Dahan dan Wali Kota Solo, Joko Widodo. Melalui kerjasama tersebut diharapkan
mampu mengatasi masalah pengangguran dan meningkatkan perekonomian dikedua
daerah. Seperti di industri elektronik, kami membutuhkan tenaga kerja terlatih.
Sebenarnya di Batam juga masih banyak pengangguran tetapi sebagian besar bukan
merupakan tenaga kerja terampil yang siap kerja, sehingga tetap saja membuat
Batam kekurangan tenaga kerja katanya.
Walikota Surakarta Joko Widodo, mengatakan tenaga kerja terampil yang ada
didaerahnya memiliki kesempatan yang sangat besar untuk mengisi kekurangan
tenaga kerja terampil di Batam.
Apalagi melalui Solo Techo Park (STP), lembaga pelatihan tenaga kerja
terampil dikota Solo ditargetkan mampu mencetak sebanyak 3000 sampai dengan
4000 orang tenaga kerja siap pakai yang terampil dan juga yang terdidik ditiap
tahunnya. Ditambah lulusan SMK di Solo yang juga siap kerja bisa mengisi
diperusahaan elektrronik di Batam. Kesepakatan ini akan segera ditindak lanjuti dan
tahun depan harus sudah terlaksana.

Pembahasan dan Solusi Kasus :


- Memberikan pelatihan kerja kepada masyarakat Batam, supaya masyarakat Batam
bisa menjadi sumber daya manusia yang terampil.
- Menjalin kerja sama dengan beberapa daerah yang memiliki tenaga kerja terampil.
b. KASUS 2
Bank Century di Indonesia. Bank yang berdiri pada 6 desember 2004 tersebut,
pada akhirnya harus kolaps dan meninggalkan berbagai masalah yang sampai
sekarang masih belum tuntas, bahkan masalah tersebut seakan-seakan berangsur
menghilang. Tahun 1989 Bank ini dibuat oleh Robert Tantular dengan nama

10
Bank Century Intervest Corporation (Bank CIC). Dari awal kemunculannya saja,
bank ini sudah menimbulkan keraguan karena proses perencanaannya yang tidak
optimal. Terbukti pada bulan Maret tahun 1999, Bank CIC melakukan penawaran
umum terbatas atau biasa disebut rights issue pertama pada Maret 1999 kepada Bank
Indonesia.
Di bawah naungan Robert Tantular, Bank ini dinyatakan tidak lolos uji
kelayakan dan kepatutan oleh Bank Indonesia. Lalu pada tahun 2002, auditor Bank
Indonesia menemukan rasio modal Bank CIC minus 83,06% sehingga menyebabkan
Bank tersebut kekurangan modal sebesar Rp. 2,67 Triliun. Bulan Maret 2003 Bank
CIC melakukan penawaran umum terbatas yang ke-3, namun lagi-lagi gagal.
Alasannya, karena pada tahun yang sama Bank CIC diketahui memiliki masalah yang
terindikasikan dengan surat-surat berharga valuta asing sekitar Rp. 2 Triliun. Atas
saran dari Bank Indonesia, akhirnya pada 22 Oktober 2004 Berdiri Bank Century dari
merger Bank Danpac, Bank Pikko, dan Bank CIC dengan pengesahannya tanggal 6
Desember di tahun yang sama. Melalui bukti ini, cukup kiranya menjadikan Bank
Century sebagai contoh dalam proses perencanaan yang kurang baik.
Terlihat dari masalah minus modal sehingga menyebabkan Bank ini
ditolak right issue_nya, seharusnya kalau memang perecanaannya itu baik, mestinya
dari awal sudah tahu kalau modal yang ada masih belum cukup untuk membangun
sebuah Bank. Ditambah kasus yang tidak kunjung selesai dan masih menimbulkan
tanda tanya besar seputar pengeluaran dana talangan Rp 6,762 trilyun untuk
membantu Bank Century dalam mengganti uang nasabahnya yang tidak bisa
dikembalikan. Terkait masalah ini, penyebab utamanya adalah ketidaksinambungan
proses pengelolaan dan pengendalian risiko likuiditas.

Pembahasan dan Solusi Kasus :


Seharusnya pelaksanaan pengelolaan dan pengendalian risiko likuiditas
tersebut dilakukan secara sistematis. Artinya dilakukan secara teratur. Tujuan utama
dari penerapan manajemen risiko likuiditas ini adalah memastikan tercukupinya dana
harian baik dalam keadaaan normal maupun dalam keadaan krisis. Jika perencanaan
manajemen risiko likuiditas yang dilakukan Bank Century (Bank CIC kala itu) baik,
seyogyanya tidak akan ditemukan minus modal pada bank tersebut. Namun kenyataan
yang terjadi di lapangan, auditor Bank Indonesia justru menemukan minus tersebut.
Hal ini tentu saja patut dipertanyakan keabsahannya, serta patut dikonfirmasi
kebenaran pengecekan tersebut, apa benar terdapat minus modal jikalau perencanaan
yang dilakukan Bank Century kala itu sudah baik. Tetapi, tentunya pihak Bank

11
Indonesia tidak akan semudah itu memutuskan kalau tidak ada bukti-bukti yang
relevan terkait Bank tersebut. Sasaran daripada manajemen risiko likuiditas itu sendiri
adalah mengidentifikasi, mengukur, memantau, serta mengendalikan jalannya
aktivitas kegiatan Bank. Masih dalam masalah minus modal tadi, dibuat pengandaian
saja bahwa pihak Bank Century telah melakukan kegiatan manajemen risiko
likuiditas.
Pertanyaannya, kenapa masih terdapat minus modal kalau memang sudah
melakukan hal tersebut? Seburuk-buruknya penerapan manajemen risiko likuiditas,
apabila dilakukan dengan benar maka dampak negatif (apabila ada) yang akan
ditimbulkan tidak akan terlalu besar. Jawaban yang relevan dari pertanyaan tersebut
adalah karena proses pengelolaan dan pengendalian risiko likuiditas tidak dilakukan
secara sistematis dan not built control oleh setiap unit kerja. Artinya, tidak ada
koordinasi yang baik antara pihak atasan dengan bawahan terkait dengan pengelolaan
dan pengendalian risiko likuiditas yang telah diterapkan. Mungkin saja ada faktor lain
yang mempengaruhi mengapa Bank Century kala itu mengalami minus modal. Bisa
saja karena sebagian besar uangnya telah dicuri, atau faktor-faktor lain di luar
perkiran manusia.

12
C. KESIMPULAN
Pelatihan adalah suatu proses pendidikan jangka pendek yang mempergunakan
prosedur sistematis dan terorganisir dimana pegawai non-managerial mempelajari
pengetahuan dan keterampilan teknis dalam tujuant tertentu. Sedangkan
pengembangan merupakan suatu proses pendidikan jangka panjang yang
mempergunakan prosedur sistematis dan terorganisir di mana pegawai managerial
mempelajari pengetahuan konseptual dan teoritis guna mencapai tujuan umum.
Dalam Pendekatan Pelatihan, terdapat tiga tahap pendekatan yaitu, Tahap
Penilaian dimana pada tahap ini perusahaan menentukan tujuan pelatihan yang akan
dilaksanakan, apakah sesuai dengan kondisi pegawai maupun perusahaan secara
keseluruhan. Lalu yang kedua adalah tahap Implementasi, yaitu tahap dimana
pengaktualisasian rencana sebelumnya dalam lapangan. Mulai dari persiapan
pelatihan sampai perencanaan kegiatan pelatihan selesai. Dan terakhir adalah tahap
evaluasi, yaitu tahap penyimpulan dari hasil pelatihan yang dilakukan. Bagaimana
hasil akhirnya dan apa dampak yang diperoleh dari pelatihan tersebut.
Untuk manfaat pelatihan pengembangan SDM sendiri yaitu, untuk para
karyawan membantu mereka untuk mengenali kekurangan mereka sendiri untuk
membantu mereka dalam membuat keputusan dalam pekerjaan. Sedangkan untuk
perusahaan tentu memberikan dampak yang baik jika kinerja karyawan meningkat.
Dengan meningkatnya kemampuan karyawan secara tidak langsung meningkatkan
produktivitas perusahaan dimana mempengaruhi pendapatan perusahaan juga.
Dalam membuat pelatihan juga perlu memperhatikan prinsip-prinsip
utamanya, seperti yang disampaikan beberapa prinsip oleh Andrew E. Sikula
(1981:235), yaitu salah satunya All human being can learn. Individuals of all ages
and of various intelectual capacities have the ability to learn new behaviors. Setiap
manusia bisa belajar. Dimana setiap karyawan punya hak dan pasti bisa dan mampu
belajar, tetapi tergantung dari sifat dan kapasitas tiap individu dalam menerima
pengetahuan. Hal ini dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam menentukan
pendekatan pelatihan SDM.

13
D. DAFTAR PUSTAKA

Robert L. Mathis, 2002, John H. Jackson, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: PT
Salemba Empat Patria.

Fred Maidment, 2008, Human Resources Annual Edition, New York : McGraw-Hill
Companies.

Meldona, 2009, Manajemen SDM Perspektif Integratif, Malang: UIN Malang Press.

Anwar Prabu Mankunegara, 2004 Manajemen SDM Perusahaan, Bandung : Remaja


Rosdakarya.

Tua Efendi H Mariot, 2005, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta:Grasindo.

John P Wilson, 2005, Human Resource Development 2nd Edition, London:Kegan Page.

Nurul W.Nisa, 2013, Studi Kasus Pemberdayaan SDM(on-line)


http://wahidatun.blogspot.co.id/2013/11/studi-kasus-perencanaan-sumber-daya.html, diakses
3 september 2017.

14

You might also like