You are on page 1of 21

LAPORAN KASUS

A. ANAMNESIS
1. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny EP
Umur : 58 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Kartasura, Jawa Tengah
Agama : islam
Status perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Tanggal masuk : 16 September 2014
Tanggal Pemeriksaan : 16 September 2014
No. CM : 01270897

2. DATA DASAR
a. Keluhan Utama : penurunan kesadaran
b. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang diantar keluarga dengan penuruan kesadaran sejak 1
hari sebelum masuk rumah sakit. 1 hari SMRS pasien merasa lemas, tidak
berdaya, dan ada suara ngorok di tenggorokan. Keluhan lemas yang
dirasakan terus menerus dan semakin memberat. Seminggu yang lalu
pasien kontrol di Puskesmas dan didapatkan luka yang tidak sembuh-
sembuh, pasien tidak rajin meminum obat.
Pelo (-), kelemahan separuh badan (-), nyeri kepala (-), muntah (-).
Riwayat jatuh (-). BAB dan BAK tidak ada keluhan.
Sejak 1 bulan yang lalu, pasien didiagnosis DM, akan tetapi tidak
kontrol teratur. Pasien mengalami pandangan kabur, sesak nafas, mual dan
kesemutan di ujung ujung jari.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
1. Riwayat tekanan darah tinggi : (+)
2. Riwayat sakit maag : disangkal

1
3. Riwayat sakit gula : (+) sejak 1 bulan yang lalu tetapi
jarang kontrol
4. Riwayat alergi makanan : disangkal
5. Riwayat sakit serupa : disangkal
6. Riwayat mondok : disangkal

d. Riwayat Penyakit pada Anggota Keluarga


1. Riwayat sakit gula : disangkal
2. Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal
3. Riwayat sakit jantung : disangkal
4. Riwayat sakit serupa : disangkal

B. PEMERIKSAAN FISIK
1. KeadaanUmum Tampak sakit berat, koma GCS: E2V2M2
2. Status gizi BB 43 kg
TB 143 cm
BMI 19,53kg/ m2
Kesan : Status gizi normoweight
TandaVital Tensi : 80/40 mmHg
Nadi : 130x/ menit
Frekuensi Respirasi : 30x/menit
Suhu : 36,50C
3. Kulit Warna coklat, tampak kering, ikterik (-)
4. Kepala Bentuk mesocephal, rambut warna hitam,
atrofi muskulus temporalis (-)
5. Mata Konjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-),
mata cowong (+/+), pupil isokor dengan
diameter 3 mm/3 mm, reflek cahaya (+/+)
6. Mulut sianosis (-), gusi berdarah (-), kering (+)
pucat (-), lidah tifoid (-), papil lidah atrofi (-)
, stomatitis (-), luka pada sudut bibir (-),
7. Leher JVP (R+2), trakea di tengah, simetris,
pembesaran tiroid (-), pembesaran limfonodi

2
cervical (-)
8. Thorax Bentuk normochest, simetris, retraksi
intercostal (-), ginecomasti (-), spidernevi (-),
pernafasan torakoabdominal, sela iga melebar
(-), pembesaran KGB axilla (-/-)
Jantung :
Inspeksi Iktus kordis tampak di SIC V linea
midclavicularis sinistra
Palpasi Iktus kordis teraba di SIC V 1 cm kearah
medial linea midclavicularis
Perkusi Batas jantung kiri bawah: SIC V linea
medioklavicularis sinistra
Batas jantung kiri atas : SIC II linea sternalis
sinistra
Batas jantung kanan atas : SIC II linea
sternalis
dextra
Batas jantung kanan bawah : SIC V linea
sternalis dekstra
konfigurasi jantung kesan tidak melebar
Auskultasi Bunyi jantung I-II murni, intensitas normal
reguler, bising (-), gallop (-).
Pulmo :
Inspeksi Statis Normochest, simetris
Dinamis Pengembangan dada kanan = kiri, sela iga
tidak melebar, retraksi intercostal (-)
Palpasi Pergerakan dada kanan = kiri, fremitus raba
kanan= kiri
Perkusi Kanan Sonor
Kiri Sonor
Auskultasi Kanan Suara dasar vesikuler (+), wheezing (-), ronchi
basah halus (-)
Kiri Suara dasar vesikuler (+), wheezing (-), ronchi

3
basah halus (-)

9.Punggung kifosis (-), lordosis (-), skoliosis(-)


10. Abdomen
Inspeksi Dinding perut sejajar dengan dinding thorak,
venektasi (-),caput medusae (-)
Auscultasi Bising usus (+) normal
Perkusi Timpani, pekak sisi (-), pekak alih (-), tes
undulasi (-)
Palpasi Supel, turgor kulit kembali lambat, TFU
setinggi pusat, hepar dan lien tidak teraba,
nyeri tekan (sulit dievaluasi)
11. Genitourinaria

12. Ekstremitas Edema Akral dingin


- - - -
- - + +

Status Hidrasi
Mukosa : kering
Turgor kulit : >2 detik
Mata : cekung
CRT : >2 detik
Tekanan Darah : 80/40 mmHg
Nadi : 130 x/mnt
Respiratory Rate : 30 x/mnt
Suhu : 36,5 oC
Produksi urine : 10 cc/jam
Kesimpulan : ditemukan tanda-tanda dehidrasi berat

4
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
I. Pemeriksaan Laboratorium
a. Laboratorium Darah
16
Nilai
Pemeriksaan September Satuan
Rujukan
2014
Hematologi
Rutin
Hemoglobin 8.2 g/dl 12.0-15.6
Hematokrit 29 % 33-45
Leukosit 40.4 ribu/ul 4.5-11.0
Trombosit 518 ribu/ul 150-450
Eritrosit 3.4 juta/ul 4.10-5.10
Kimia Klinik
GDS 37 Mg/dl 60-140
SGPT 119 ul <31
SGOT 26 ul <34
Creatinin 4.8 Mg/dl 0.6-1.3
Ureum 119 Mg/dl <50

G. ASSESMENT
Assemsment Interna :
1. Penurunan Kesadaran ec metabolik, neurologik
2. Hipoglikemia
3. Syok hipovolemik
4. Leukositosis
5. Azotemia
6. Anoreksia
Assesment Anestesi:
1. Hipoglikemia
2. Syok hipovolemik

H. PENATALAKSANAAN
Tatalaksana dari Interna:
1. O2 10 lpm NRM

5
2. Diet sonde cair
3. Infus NaCl 0,9 % 20 tpm
4. Infus HAES 20 tpm
5. Injeksi Ceftriaxon 2 gr/ 24 jm

Tatalaksana dari Anestesi:


1. O2 7 lpm NRM
2. Inf RL 3 flabot
3. Inf HAES 1 flabot
4. Inj D40 3 flash

6
PEMBAHASAN

Pada kasus di atas kegawatan yang harus segera diatasi adalah hipoglikemia.
Pada penurunan kesadaran terdapat beberapa penyebab yang harus diselidiki untuk
mengetahui tindakan selanjutnya yang harus dilakukan
Langkah pertama yang harus dilakukan pada pasien ini dipastikan pasien apakah
masih tidak sadar dengan dirangsang nyeri, setelah dipastikan pasien tidak sadar lalu
selanjutnya hal yang dilakukan yaitu dicek Airway nya. Pertama, penilaian awal apakah
terdapat obstruksi jalan nafas. Pastikan jalan napas pasien tetap terbuka dan lancar, tidak
terganggu oleh adanya darah, muntahan, obstruksi epiglotis atau lidah. Peralatan
monitor dan pulse oxytometry dipasang lengkap. Selanjutnya pasien diberi oksigen
lewat NRM (Non-rebreathing Mask) sebanyak 7 lpm, pasien diposisikan 30 derajat.
Pada penilaian sirkulasi, apakah pasien mengalami henti jantung. Dilakukan peraban
nadi apakah penyebab dari penurunan kesadaran merupakan sebuah syok. Pasien
dilakukan pemasangan IV line untuk tindakan resusitasi dan juga DC.
Langkah selanjutnya adalah melakukan pemeriksaan lengkap untuk mengetahui
apa penyebab pasien tidak sadar. Dilakukan pemeriksaan mulai dari pupil, anggota
gerak badan apakah mengalami gangguan neurologis dan pemeriksaan tanda vital.
Kegawatan pada pasien ini yang harus segera ditangani adalah hipoglikemia.
Diagnosis ini diperoleh dari anamnesis dengan keluarga dimana pasien memiliki
riwayat DM yang sudah sempat dipriksakan ke dokter. Dari pemeriksaan GDS stik
ditemukan GDS pasien 37 mg/dl. Tujuan dari pemberian glukosa segera ini adalah
untuk mencukupi kadar gula darah di otak sehingga tidak terjadi kerusakan yang
ireversible. Pemberian glukosa bisa dari oral, intramuskular atau parenteral. Pada pasien
ini karena mengalami penurunan kesadaran, pemberian glukosa melalui IV. Pemberian
pertama diberikan glukosa bolus sebanyak D40% 3 flash (tiap flash berisi 25 cc).
Pemberian glukosa kemudian dievaluasi 15-30 menit. Setelah 30 menit, bisa diberikan
1-2 flash D40% untuk mencapai gula darah > 120 mg/dl. Pemberian infus D10 setiap 6
jam per kolf bisa dipertimbangkan untuk digunakan.
Diagnosis syok hipovolemik didiagnosis dari nadi cepat, kecil disertai dengan
tekanan darah turun (80/40 mmHg), perfusi perifer lambat yang ditandai dengan CRT >

7
2 detik, turgor kulit kembali lambat dan akral dingin. Pasien ini juga mengalami
peningkatan nadi sebesar 130x per menit dan peningkatan respirasi rate sebesar 30x per
menit. Pasien juga mengalami penurunan produksi urin dan penurunan kesadaran
hingga koma.
Pada resusitasi pasien ini dilakukan resusitasi awal dengan RL sebanyak 2000 cc
untuk mengisi cairan intersisil. Pemberian secara IV dilakukan dengan tetesan cepat
hingga passien mengalami peningkatan tekanan darah sebesar 110/70 mmHg. Pada
pasien ini menggunakan kristaloid karena efeknya dalam pengisian cairan intra vaskuler
yang lebih cepat sehingga memperbaiki hemodinamik pasien lebih cepat stabil. Ringer
Laktat dipilih karena komposisi elektrolitnya lebih mendekati komposisi elektrolit
plasma. Karena tensi masih belum naik juga selama hamper 60 menit, maka diberikan
cairan koloid yaitu HES.
Setelah dimonitoring selama hampir 2 jam, pasien dinyatakan sudah stabil
dengan tensi sudah mencapai 110/70 ,nadi 100x/menit, saturasi O2 98%, pasien
selanjutnya dipindahkan ke bangsal untuk dilakukan monitoring lebih lanjut.

8
TINJAUAN PUSTAKA

A. Praktek Penanganna Gawat Darurat di Instalasi gawat darurat (IGD)


Triase merupakan pemilahan dan penanganan pasien gawat darurat sesuai
dengan tingkat kegawatannya yaitu gawat nafas, gawat sirkulasi dan gangguan
kesadaran.
Hal pertama yang dilakukan dalam penanganan kegawatdaruratan adalah
penilaian jalan napas. Sebelum melakukan tindakan untuk membebaskan jalan napas
lanjut maka yang harus dilakukan pertama kali yaitu memeriksa jalan napas sekaligus
melakukan pembebasan jalan napas secara manual apabila pasien tidak sadar atau
kesadaran menurun berat (coma). Cara pemeriksaan Look-Listen-Feel (LLF) dilakukan
secara simultan, menilai jalan napas sekaligus fungsi pernapasan:
L Look (lihat) Lihat pengembangan dada, adakah retraksi sela iga otot-otot napas
tambahan lain, warna mukosa/kulit dan kesadaran. Lihat apakah korban mengalami
kegelisahan (agitasi), tidak dapat berbicara, penurunan kesadaran, sianosis (kulit biru
dan keabu-abuan) yang menunjukkan hipoksemia. Sianosis dapat dilihat pada kuku,
lidah, telinga, dan bibir.
L Listen (dengar). Dengar aliran udara pernapasan. Adanya suara napas tambahan
adalah tanda ada sumbatan parsial pada jalan napas. Suara mendengkur, berkumur, dan
stridor mungkin berhubungan dengan sumbatan parsial pada daerah faring sampai
laring. Suara parau (hoarseness, disfonia) menunjukkan sumbatan pada faring.
F Feel (rasakan). Rasakan ada tidaknya udara yang hembusan ekspirasi dari hidung
dan mulut. Hal ini dapat dengan cepat menentukan apakah ada sumbatan pada jalan
napas. Rasakan adanya aliran udara pernapasan dengan menggunakan pipi penolong.
Pada pasien yang tidak sadar, lidah akan terjatuh ke posterior, yang jika
didengarkan seperti suara orang ngorok (snoring). Hal ini mengakibatkan tertutupnya
trakea sebagai jalan napas. Untuk penanganannya ada tiga cara yang lazim digunakan
untuk membuka jalan napas, yaitu head tilt, chin lift dan jaw thrust.
head-tilt (dorong kepala ke belakang).
chin-lift Maneuver (tindakan mengangkat dagu).
jaw-thrust Maneuver (tindakan mengangkat sudut rahang bawah ke atas).

9
Gambar 1. Manuver Jaw Trust
Pembebasan jalan nafas dengan alat bisa menggunakan:
- Oropharyngeal Tube (pipa orofaring)

- Nasopharyngeal Tube (pipa nasofaring)


- Endotracheal Tube
- Laringeal Mask Airway (LMA)

Membersihkan jalan nafas bisa dilakukan secara manual dengan finger sweep,
dengan mengguankan alat misalnya dengan suction, atau dengan manuver seperti
abdominal thrust , chest thrust atau back blow jika terjadi obstruksi total.

10
Kemudian dilakukan penilaian terhadap sirkulasi pasien. Dengan cara menilai
pulsasi arteri karotis. Dinilai apakah teratur atau ireguler, berapa kali permenit dan
apakah kuat angkat.

B. Hipoglikemia
Hipoglikemia merupakan salah satu komplikasi akut diabetes melitus dan
merupakan faktor penghambatutama dalam mencapai sasaran kendali glukosa
darah. Bila terdapat penurunan kesadaran pada penyandang diabetes, harus
selalu dipikirkan kemungkinan terjadinya hipoglikemia. Hipoglikemia pada
diabetes palingsering disebabkan oleh penggunaan obat sulfonilurea dan insulin.
Etiologi :
- Kelebihan obat/dosis obat (terutama insulin atau obat hipoglikemik
oral)
- kebutuhan tubuh akan insulin relatif yang menurun (gagal ginjal
kronik, paska persalinan)
- asupan makanan yang tidak adekuat dimana jumlah kalori atau
waktu makan yang tidak tepat
- kegiatan jasmani yang berlebihan.

Faktor utama mengapa hipoglikemia menjadi penting dalam pengelolaan


diabetes adalah ketergantungan jaringan saraf terhadap asupan glukosa yang
terus-menerus. Glukosa merupakan bahan bakar metabolisme yang utama bagi
otak. Oleh karena otak hanya menyimpan glukosa (dalam bentuk glikogen)
dalam jumlah yang sangat sedikit, fungsi otak yang normal sangat tergantung
dari asupan glukosa sirkulasi. Gangguan (interruption) asupan glukosa yang
berlangsung beberapa menit menyebabkan gangguan fungsi sistem saraf pusat
(SSP) dengan gejala gangguan kognisi, bingung, koma, sampai kematian.
Gejala :
Hipoglikemia akut menunjukkan gejala dan Triad Whipple yang
merupakan panduan klasifikasi klinis hipeglikemia.
Triad tersebut meliputi:

11
a) keluhan yang menunjukkan adanya kadar glukosa plasma yang
rendah;
b) kadar glukosa plasma yang rendah (<3 mmol/L hipoglikemia pada
diabetes),
c) gejala mereda setelah kadar glukosa plasma meningkat.

Gejala dan tanda klinis hipoglikemia tergantung pada stadiumnya. Pada


stadium parasimpatik didapatkan penurunan tekanan darah, rasa lapar dan mual.
Pada stadium gangguan otak ringan, didapatkan rasa lemah, lesu, sulit bicara,
dan kesulitan menghitung sementara. Pada stadium simpatik, didapatkan
keringat dingin pada muka, bibir, atau gemetar pada tangan. Pada stadium
gangguan otak berat didapatkan ketidaksadaran dengan atau tanpa kejang. Pada
pasien diabetes yang relatif masih baru, keluhan dan gejala yang terkait dengan
gangguan sistem saraf otonomik seperti palpitasi, tremor, atau berkeringat lebih
menonjol dan biasanya mendahului keluhan dan gejala disfungsi serebral yang
disebabkan oleh neuroglikopeni seperti gangguan konsentrasi atau koma. Pada
pasien diabetes lama, intensitas keluhan otonomik cenderung berkurang atau
menghilang yang menunjukkan kegagalan progresif aktivasi sistem saraf
otonomik.

12
Tabel 1. Jenis Hipoglikemi

Tatalaksana Hipoglikemi
Pada stadium permulaan (sadar), diberikan gula murni 30 gram (sekitar 2
sendok makan) atau sirup/permen gula murni (bukan pemanis pengganti gula
atau gula diet/gula diabetes) dan makanan yang mengandung karbohidrat. Obat
hipoglikemik dihentikan sementara. Glukosa darah sewaktu dipantau setiap 1-2
jam. Bila sebelumnya pasien tidak sadar, glukosa darah dipertahankan sekitar
200 mg/dl dan dicari penyebab hipoglikemia.
Pada stadium lanjut (koma hipoglikemia atau tidak sadar dan curiga
hipoglikemia), diberikan larutan dekstrosa 40% sebanyak 2 flakon (=50 ml)
bolus intravena dan diberikan cairan dekstrosa 10% per infus sebanyak 6 jam per
kolf. Glukosa darah sewaktu diperiksa. Jika GDS < 50 mg/dl, ditambahkan
bolus dekstrosa 40% 50 ml secara intravena; jika GDS < 100 mg/dl ditambahkan
bolus dekstrosa 40% 25 ml intravena. GDS kemudian diperiksa setiap 1 jam
setelah pemberian dekstrosa 40%, jika GDS < 50 mg/dl maka ditambahkan
bolus dekstrosa 40% 50 ml intravena; jika GDS < 100 mg/dl maka ditambahkan

13
bolus dekstrosa 40% 25 ml intravena; jika GDS 100-200 mg/dl maka tidak perlu
diberikan bolus dekstrosa 40%; jika GDS > 200 mg/dl maka dipertimbangkan
untuk menurunkan kecepatan drip dekstrosa 10%.
Jika GDS > 100 mg/dl sebanyak 3 kali berturut-turut, pemantauan GDS
dilakukan setiap 2 jam dengan protokol sesuai di atas. Jika GDS > 200 mg/dl,
pertimbangkan mengganti infus dengan dekstrosa 5% atau NaCl 0,9%.
Jika GDS > 100 mg/dl sebanyak 3 kali berturut-turut, pemantauan GDS
dilakukan setiap 4 jam dengan protokol sesuai di atas.
Jika GDS > 100 mg/dl sebanyak 3 kali berturut-turut, dilakukan sliding
scale setiap 6 jam dengan regular insulin.
Bila hipoglikemi belum teratasi, dipertimbangkan pemberian antagonis
insulin seperti adrenalin, kortison dosis tinggi, atau glukagon 0,5-1 mg iv/im.
Jika pasien belum sadar dengan GDS sekitar 200 mg/dl, diberikan hidrokortison
100 mg per 4 jam selama 12 jam atau deksametason 10 mg iv bolus dilanjutkan
2 mg tiap 6 jam dan manitol 1,5-2 g/kgBB iv setiap 6-8 jam dan dicari penyebab
lain penurunan kesadaran. Untuk menghindari timbulnya hipoglikemia pada
pasien perlu diajarkan bagaimana menyesuaikan penyuntikan insulin dengan
waktu dan jumlah makanan (karbohidrat), pengaruh aktivitas jasmani terhadap
kadar glukosa darah, tanda dini hipoglikemia, dan cara penanggulangannya.

Tabel 2. Tata cara pemberian glukosa

14
c. Syok Hipovolemik
Syok adalah kumpulan gejala yang diakibatkan oleh gangguan perfusi jaringan,
yaitu aliran darah ke organ tubuh tidak dapat mencukupi kebutuhannya. Gangguan
perfusi tersebut mengakibatkan jaringan kekurangan oksigen dan nutrisi yang
dibutuhkan untuk pembentukan energi. Bila tidak diterapi dengan segera, metabolisme
sel secara anaerobic akan menyebabkan terjadinya asidosis asam laktat yang akan
mengganggu fungsi sel dan sel tersebut akan mati. Demikian, syok dapat pula diartikan
sebagai gangguan oksigenasi sel/ jaringan.
Sistem pernapasan : Napas cepat dan dangkal
Sistem sirkulasi : Perfusi ekstrimitas pucat, dingin, basah.
Waktu pengisian kapiler > 2 detik.
Nadi cepat dan lemah.
Tekanan darah turun. (bila kehilangan darah >30 %)
Vena tampak kolaps (CVP < 2 cm H2O)
Sistem syaraf pusat : Gelisah sampai tidak sadar (tegantung derajat syok)
Sistem ginjal : Produksi urin menurun ( Normal = 0,5 -1 cc/kg BB/ jam)
Sistem pencernaan : Mual, muntah.
Sistem otot/ kulit : Turgor menurun, mata cowong, mukosa lidah kering.

Tatalaksana syok tergantung pada penyebabnya, namun terdapat prinsip


penanganan utama
pada syok, yakni:
1. Memperbaiki system pernapasan
a. Bebaskan jalan napas
b. Terapi oksigen
c. Bantuan napas
2. Memperbaiki system sirkulasi
a. Posisi syok
b. Pemberian cairan
c. Monitoring nadi, tekanan darah, perfusi perifer dan produksi urin
3. Menghilangkan dan mengatasi penyebab syok

15
Syok dapat diklasifikasi sebagai syok hipovolemik, kardiogenik, dan syok
anafilaksis. Di sini akan dibicarakan mengenai syok hipovolemik yang dapat
disebabkan oleh hilangnya cairan intravaskuler, misalnya terjadi pada:
1. Kehilangan darah atau syok hemoragik karena perdarahan yang mengalir
keluar tubuh seperti hematotoraks, ruptura limpa, dan kehamilan ektopik
terganggu.
2. Trauma yang berakibat fraktur tulang besar, dapat menampung kehilangan
darah yang besar. Misalnya, fraktur humerus menghasilkan 5001000 ml
perdarahan atau fraktur femur menampung 10001500 ml perdarahan.
3. Kehilangan cairan intravaskuler lain yang dapat terjadi karena kehilangan
protein plasma atau cairan ekstraseluler, misalnya pada:

a. Gastrointestinal: peritonitis, pancreatitis, dan gastroenteritis


b. Renal: terapi diuretic, krisis penyakit Addison.
c. Luka bakar (kombustio) dan anafilaksis.

Pada syok, konsumsi oksigen dalam jaringan menurun akibat berkurangnya


aliran darah yang mengandung oksigen atau berkurangnya pelepasan oksigen ke
dalam jaringan. Kekurangan oksigen di jaringan menyebabkan sel terpaksa
melangsungkan metabolisme anaerob dan menghasilkan asam laktat. Keasaman
jaringan bertambah dengan adanya asam laktat, asam piruvat, asam lemak, dan
keton. Yang penting dalam klinik adalah pemahaman kita bahwa fokus perhatian
syok hipovolemik yang disertai asidosis adalah saturasi oksigen yang perlu
diperbaiki serta perfusi jaringan yang harus segera dipulihkan dengan
penggantian cairan. Asidosis merupakan urusan selanjutnya, bukan prioritas
utama.

Segera pasang infus dengan jarum ukuran besar (#14,16) pasang di dua tempat.
Jumlah cairan yang diberikan tergantung derajat syok, rata- rata untuk awal pengobatan
diberikan 1000-2000cc cepat. Usaha untuk mempercepat pemberian cairan infus dapat
dilakukan dengan cara:

16
1. Gunakan IV kateter ukuran besar dan pendek
2. Botol cairan ditempatkan setinggi mungkin
3. Gunakan pompa

Macam cairan yang digunakan:


1. Kristaloid: Ringer Lactate, Normal Saline 0,9%
Cairan Kristalod diberikan sebanyak 2-4x perkiraan jumlah perdarahan, karena
sifatnya yang tidak dapat bertahan lama di intravaskuler. Sehingga juga berfungsi
mengisi cairan interstitial yang hilang. RL lebih fisiologis dibandingkan normal saline,
sehingga lebih banyak dipilih RL untuk resusitasi initial cairan pada syok hipovolemi,
kecuali pada pasien dengan kelainan ginjal dan cidera kepala.
2. Kolloid
Terbagi menjadi golongan protein: albumin atau plasma dan golongan non
protein: dextran atau gelatin. Cairan kolloid lebih stabil berada dalam rongga
intravaskuler sehingga diberikan sesuai dengan perkiraan jumlah perdarahan. 3. Darah:
Whole Blood fresh or stored, PRC. Tahap awal dalam resusitasi cairan digunakan
cairan kristaloid dan dilanjutkan dengan koloid.

Syok Hipovolemik (Dehidrasi)

17
Cara pemberian terapi infus pada kasus dehidrasi adalah:
1. Infus cepat untuk mengisi kembali IVF
2. Infus lambat untuk mengisi kembali ISF
3.Memberikan juga cairan maintenance

Pemilihan Cairan Intravena

Pemilihan cairan sebaiknya didasarkan atas status hidrasi pasien,


konsentrasi elektrolit, dan kelainan metabolik yang ada. Berbagai larutan
parenteral telah dikembangkan menurut kebutuhan fisiologis berbagai kondisi
medis. Terapi cairan intravena atau infus merupakan salah satu aspek terpenting
yang menentukan dalam penanganan dan perawatan pasien.

Terapi awal pasien hipotensif adalah cairan resusitasi dengan memakai 2


liter larutan isotonis Ringer Laktat. Namun, Ringer Laktat tidak selalu
merupakan cairan terbaik untuk resusitasi. Resusitasi cairan yang adekuat dapat
menormalisasikan tekanan darah pada pasien kombustio 1824 jam sesudah
cedera luka bakar.

Larutan parenteral pada syok hipovolemik diklasifikasi berupa cairan


kristaloid, koloid, dan darah. Cairan kristaloid cukup baik untuk terapi syok
hipovolemik. Keuntungan cairan kristaloid antara lain mudah tersedia, murah,
mudah dipakai, tidak menyebabkan reaksi alergi, dan sedikit efek samping.

18
Kelebihan cairan kristaloid pada pemberian dapat berlanjut dengan edema
seluruh tubuh sehingga pemakaian berlebih perlu dicegah.

Larutan NaCl isotonis dianjurkan untuk penanganan awal syok


hipovolemik dengan hiponatremik, hipokhloremia atau alkalosis metabolik.
Larutan RL adalah larutan isotonis yang paling mirip dengan cairan
ekstraseluler. RL dapat diberikan dengan aman dalam jumlah besar kepada
pasien dengan kondisi seperti hipovolemia dengan asidosis metabolik,
kombustio, dan sindroma syok. NaCl 0,45% dalam larutan Dextrose 5%
digunakan sebagai cairan sementara untuk mengganti kehilangan cairan
insensibel.

Ringer asetat memiliki profil serupa dengan Ringer Laktat. Tempat


metabolisme laktat terutama adalah hati dan sebagian kecil pada ginjal,
sedangkan asetat dimetabolisme pada hampir seluruh jaringan tubuh dengan otot
sebagai tempat terpenting. Penggunaan Ringer Asetat sebagai cairan resusitasi
patut diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi hati berat seperti sirosis
hati dan asidosis laktat. Adanya laktat dalam larutan Ringer Laktat
membahayakan pasien sakit berat karena dikonversi dalam hati menjadi
bikarbonat.

Syok Hipovolemi (Perdarahan)


Perdarahan dalam jumlah besar melebihi 15% volume darah, akan menyebabkan
perubahan fungsi tubuh sehingga jatuh dalam kondisi syok. Satu jam pertama masa
syok sering disebut the golden hour. Pertolongan harus cepat dilakukan, yakni
dengan menghentikan perdarahan dan mengganti kehilangan darah dengan infuse
cairan.

19
20
Daftar Pustaka

1. Edward Morgan Jr, Maged S Mikhail. Clinical Anesthesiology Fifth Edition a


Lange Medical Book. 2013
2. Dripps RD, Ekkenhoff JE,Vandam LD, Intreocduction to Anesthesia. 7th
edition.W.B
3. Eddy Rahardjo. Kumpulan Materi Kuliah Kegawatdaruratan Anestesi untuk S1
Kedokteran Universitas Airlangga. 2012.
4. Saunders Company. Phladelpia-London Toronto,1988. Hal: 389-402
5. Sunatrio, S, Larutan Ringer Asetat dalam Praktik Klinis, Simposium Alternatif
Baru Dalam Terapi Resusitasi Cairan, Bagian Anestesiologi FKUI/RSCM, Jakarta,
14 Agustus 1999.
6. Karjadi Wiroatmodjo. Anestesiologi dan Reanimasi Modul dasar. Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional 1999/2000.

21

You might also like