Professional Documents
Culture Documents
Definisi :
Peristiwa ilangnya sensasi, perasaan ( panas, raba, posture ) dan nyeri bahkan hilangnya
kesadaran, sehingga memungkinkan dilakukannya tindakan pembedahan
Trias Anestesi :
1. Analgesia ( Hilangnya nyeri )
2. Hipnotik ( Hilang kesadaran )
3. Relaksasi otot ( Muscle Relaxan )
Persiapan Anestesi :
Tujuan :
1. Mempersiapkan mental dan fisik penderita secara optimal
2. Merencanakan & memilih tehnik & obat-obat anestesi yang sesuai
3. Mengurangi angka kesakitan
4. Mengurangi angka mortalitas
Tahap :
1. Informed consent
2. Periksa keadan ummum pasien :
Anamnesis
Fisik diagnostik
Pemeriksaan Lab
Kelas / status penyakit
3. ASA Menentukan grade operasi
4. Masukan oral dibatasi ( Puasa )
5. Tehnik operasi
6. Resiko operasi
7. Premedikasi
Tujuan Premedikasi :
1. Menenangkan penderita
2. Mengurangi rasa sakit
3. Memudahkan induksi
4. Mengurangi dosis obat- obat anestesi
5. Menngurangi refleks yang tidak diinginkan
6. Mengurangi sekresi kelainan mulut & saluran nafas
7. Mencegah mual dan muntah pasca bedah
8. Mencegah penderita ingat situasi selama operasi ( menciptakan amnesia )
Tehnik Anestesi :
1. Umum ( Narkose Umum )
2. Lokal / Regional Anestesi
Yang membedakan : Kesadaran
Anestesi Umum
Tehnik :
1. Inhalasi
2. Intravena
3. Intra Muscular
Pada operasi anak anak
Operasi yang sebentar
Komplikasi Intubasi :
a. Pada saat intubasi
Sudah terjadi kompilkasi
b. Selama Intubasi
Aspirasi
Trauma ggigi geligi
Laserasi bibir, gusi, laring
Hipertensi, takikardi
Spasme Bronchus
c. Setelah Intubasi :
Spasme laring
Aspirasi
Gangguan fonasi
Edema glotis sunglotis
Infeksi larinng, faring, trakhea
Anestesi Lokal :
Tehnik :
1. Topikal ( Anestesi permukaan )
2. Infiltrasi lokal
3. Field Block ( Anestesi / lapaangan )
4. Nerve Block ( Block Syaraf )
5. Spinal Block ( LCS )
6. Epidural Block
7. Intravenous local anestesi
Selama operasi harus ada pemantauan ( Tanda tanda vital : yaitu : Tensi, suhu, respirasi, nadi ).
Tujuannya adalah untuk mengurangi terjadinya komplikasi anestesi operasi.
Perioperatif :
1. Therapi cairan :
Maintenance ( Pemeliharaan )
Resusitasi ( Pasien shock, perdarahan )
2. Therapi darah :
Obat Premedikasi :
1. Golongan antikolinergik
Atropin
Scopolamin ( Hyoscine )
Glycopyrolat
2. Golongan hipnotik sedative
barbiturat : Phenobarbital ( Luminal )
Benzodizepine , diazepam
3. Golongan Analgetik narkotik
Morphin
Petidin
4. Golongan Transquilizer ( Anti Histamin )
Phenotiazine : Phenergen
Chlorpomazine : Largactil
5. Golongan Nevroleptik
Deperidol
Dehydrobenzoperidol
Enteral :
Masuk Usus melalui NGT :
Gastrostomi
Yeyenostomi
Illeustomi
TBW :
Cairan intrasel (40%)
a. Terdiri dari : kalium, Mg, fosfat (kalium paling banyak)
b. Otak, Hb, eritrosit
Cairan Ekstrasel (20%)
a. Cairan interstisial (antar sel) : 15%
b. Plasma (cairan intravaskular) : 5%
c. Terdiri dari : Na, Cl (Na paling banyak)
Indikasi RJPO :
Henti jantung
Henti nafas
Indikasi :
Post operasi ada gangguan nafas (dekomp kordis)
Depresi nafas
teknik pemberian
1. Nasal kateter
2. Nasal kanul
3. Fis mas (sungkup) :
non rebiliting (tanpa balon)
rebiliting (dengan balon)
Tidal volume : 8 15
Minute volume (MV) = tidal volume x RR
Cardiac output (CO) = stroke volume x RR (5 8 liter)
Spinal
Indikasi :
Untuk pembedahan, daerah tubuh yang dipersyarafi cabang T 4 Kebawah
Kontra Indikasi ;
Kelainan pembekuan darah, syok hypopolemia, septocemia, Peningkatan tekanan intrakranial,
infeksi klulit pada daerah fungsi
Komplikasi :
Dini : Gangguan pada sirkulasi, respirasi, GIT
Terjadi kemudian ( Delayed )
Kasus :
Bedah Illeus, hernia incarcerata
Kebidanan Plasenta previa, solutio plasenta
Syaraf Perdarahan intra cranii, fraktur basis cranii
Mata Trauma Bulbi
Penyakit :
lambung penuh
Syok
Gangguan alektrolit & asam basa
Kadar gula darah naik
EX : Insisi Abses
Sirkumsisi
Kuretase
Hernia Inguinalis ( Pada anak )
Reposisi fraktur
Syarat TM
1. Induksi cepat & lancar
2. Analgesi cukup baik
3. Cukup dalam untuk pembedahan
4. Masa pulih sadar cepat
5. Komplikasi anestesi pasaca bedah luminal
Tehnik Anestesi
Lokal
Prokain 1% 2,5%
Lidokain 0,5% 1%
Regional
Intra vena Block Subarachnoid
Block regional Umum
Anestesi Obstetrik :
Analgesi lokal
1. Spinal
2. Epidural
3. Caudal
4. Paraservcikal
Tehnik ini ( Anest. Obstetrik ) dikontraindikasikan pada :
Infeksi didaerah fungsi
Gangguan pembekuan darah
Hipovolemia
Pasien menolak
Hipotensi, muntah,meningitis/ encephalitis
Komplikasi
1. Aspirasi paru
2. Gangguan respirasi
3. Gangguan kardiovasculer
Anestesi Pediatrik :
Permasalahan :
Pernafasan Suhu tubuh
Kardio sirkulasi Cairan tubuh
Massa anestesi :
Intubasi
Induksi inhalasi
Induksi intravena
ANESTESI UMUM
Diposkan oleh ppnibontang.blogspot.com di Rabu, Maret 11, 2009
Anestesi umum (general anesthesia) disebut pula dengan nama narkose umum (NU).
Anestesi umum adalah meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran yang bersifat
reversibel.
Relaksasi otot diperlukan untuk mengurangi tegangnya tonus otot sehingga akan mempermudah
tindakan pembedahan.
Hanya eter yang memiliki trias anestesia. Karena anestesi modern saat ini menggunakan obat-obat
selain eter, maka trias anestesi diperoleh dengan menggabungkan pelbagai macam obat.
Hipnosis didapat dari sedatif, anestesi inhalasi (halotan, enfluran, isofluran, sevofluran). Analgesia
didapat dari N2O, analgetika narkotik, NSAID tertentu. Sedangkan relaksasi otot didapatkan dari
obat pelemas otot (muscle relaxant).
Induksi adalah usaha membawa / membuat kondisi pasien dari sadar ke stadium pembedahan
(stadium III Skala Guedel).
Ko-induksi adalah setiap tindakan untuk mempermudah kegiatan induksi anestesi. Pemberian obat
premedikasi di kamar bedah, beberapa menit sebelum induksi anestesi dapat dikategorikan
sebagai ko-induksi.
Induksi anestesi umum dapat dikerjakan melalui cara / rute :
- intravena (paling sering)
- inhalasi
- intramuskular
- per rektal.
Induksi intravena dapat dikerjakan secara full dose maupun sleeping dose. Induksi intravena
sleeping dose yaitu pemberian obat induksi dengan dosis tertentu sampai pasien tertidur. Sleeping
dose ini dari segi takarannya di bawah dari full dose ataupun maximal dose.
Induksi sleeping dose dilakukan terhadap pasien yang kondisi fisiknya lemah (geriatri, pasien
presyok).
Obat yang digunakan untuk induksi inhalasi adalah obat-obat yang memiliki sifat-sifat :
- tidak berbau menyengat / merangsang
- baunya enak
- cepat membuat pasien tertidur.
Tanda-tanda induksi berhasil adalah hilangnya refleks bulu mata. Jika bulu mata disentuh, tidak ada
gerakan pada kelopak mata.
BERBAGAI TEKNIK ANESTESI UMUM
LMA hanya dianjurkan pada pasien yang puasanya cukup (lambung kosong).
Operasi sangat singkat (<>
Teknik induksi anestesi umum respirasi spontan dengan menggunakan sungkup wajah dapat
dilakukan dengan langkah-langkah berikut :
Teknik anestesi umum, respirasi spontan dengan intubasi endotrakeal dapat dikerjakan langkah
sebagai berikut :
Lakukan langkah 1 7.
Buka Halotan/enfluran/Isofluran/Sevofluran diberikan dengan konsentrasi 2%
Berikan pelemas otot sesuai dosis.
Lakukan laringoskopi dan pemasangan pipa endotrakeal (intubasi endotrakeal).
Lakukan rumatan anestesi.
Halotan/enfluran/isofluran/sevofluran dihentikan beberapa menit sebelum operasi.
N2O dihentikan ketika akhir penjahitan kulit.
Berikan O2 saja sampai pasien terbangun.
Intubasi endotrakeal dapat dilakukan dengan bantuan pelemas otot ataupun tanpa pelemas otot.
Pelemas otot yang dapat digunakan antara lain suksinil kolin, atrakurium, vekuronium,
pankuronium, mivakurium, dan rokuronium. Tiap-tiap obat pelemas otot memiliki kelebihan dan
kekurangan serta memiliki mula kerja (onset of action) dan durasi kerja (duration of action) yang
berbeda. Sehingga penggunaannya disesuaikan dengan kebutuhan.
Atrakurium, misalnya, onset kerja setelah dua menit dan durasi kerja di atas 25 menit. Oleh karena
itu intubasi endotrakeal dilakukan setelah dua menit pemberian atrakurium.
Untuk menghemat waktu, atrakurium dapat diberikan 1 menit sebelum induksi. Jadi, setelah pasien
tertidur, intubasi endotrakeal sudah dapat dilakukan 1 menit sesudah induksi. Karena durasi kerja
atrakurium terbilang panjang, maka dilakukan pengendalian respirasi pasien oleh anestetis.
Suksinilkolin sering dipilih untuk teknik anestesi umum dengan respirasi spontan karena mula
kerja yang sangat cepat (sekitar 40 detik) dan durasi kerja suksinil yang singkat (sekitar 5 menit)
sehingga respirasi pasien yang semula dilumpuhkan dapat segera pulih.
Hanya saja, suksinilkolin menimbulkan fasikulasi ketika diberikan. Fasikulasi ini menyebabkan
mialgia pasca anestesi. Selain fasikulasi, suksinilkolin juga memiliki kelemahan lain. Untuk
mengurangi fasikulasi, dua menit sebelum pemberian suksinil kolin, terlebih dahulu diberikan
pelemas otot nondepolarisasi dengan dosis dari dosis intubasi.
Agar dapat melakukan intubasi tanpa pelemas otot, diperlukan waktu yang lebih lama sejak induksi
hingga tercapai kondisi ideal untuk dilakukan intubasi endotrakeal. Kondisi ideal adalah apabila
sudah terdapat relaksasi optimal pada otot-otot rahang (masseter), leher, dan abdomen.
Setelah terpasang pipa endotrakeal, apabila pasien masih bergerak-gerak, dapat diberikan 50-100
mg tiopental (pasien dewasa) atau 30-40 mg propofol (pasien dewasa) atau dengan suksinilkolin
dosis intubasi.
Apabila diinginkan teknik respirasi kendali, berikan pelemas otot sesuai dosis dan kondisi pasien.
Pilihan pelemas otot misalnya atrakurium, pankuronium, vekuronium dan rokuronium.
RUMATAN ANESTESIA
Rumatan anestesi adalah menjaga tingkat kedalaman anestesi dengan cara mengatur konsentrasi
obat anestesi di dalam tubuh pasien. Jika konsentrasi obat tinggi maka akan dihasilkan anestesi
yang dalam, sebaliknya jika konsentrasi obat rendah, maka akan didapat anestesi yang dangkal.
Anestesi yang ideal adalah anestesi yang adekuat. Untuk itu diperlukan pemantauan secara ketat
terhadap indikator-indikator kedalaman anestesi.
Pada penggunaan eter sebagai anestetik tunggal, indikator kedalaman anestesi sangat gampang
dilihat. Anestetis tinggal mencocokkan dengan Skala Guedel.
Namun ketika eter tidak lagi digunakan, maka cara menilai kedalaman anestesi perlu modifikasi.
Indikator klinis yang sering dipakai untuk menilai kedalaman anestesi adalah respon terhadap
rangsang bedah yaitu ;
respon otonomik berupa tekanan darah, nadi, respirasi, air mata, dan keringat (PRST).
respon somatik (gerakan, batuk, menahan napas).
Angka-angka tadi disesuaikan dengan kondisi pasien, jenis pembedahan, dan teknik anestesi.
Pasien lemah, bedah obstetri (peripartum), dan respirasi kendali membutuhkan konsentrasi obat
yang lebih sedikit. Pasien berotot kekar, atlet, dan respirasi spontan membutuhkan konsentrasi
obat yang lebih tinggi. Jika anestesi tanpa menggunakan N2O, maka kebutuhan konsentrasi
halotan/enfluran/isofluran/sevofluran menjadi lebih tinggi.
Dalam melakukan rumatan anestesi, jika anestesi dangkal, maka lakukan penambahan konsentrasi
obat. Namun jika anestesi dalam lakukan pengurangan konsentrasi obat.
Jika pembedahan masih berlangsung lama, sementara durasi pelemas otot hampir berakhir dan
teknik respirasi kendali tetap ingin dipertahankan, maka dapat diberikan tambahan pelemas otot
dengan dosis dari dosis intubasi. Jika durasi obat pelemas otot adalah 30 menit, maka di menit
25 sudah harus diberikan tambahan obat.
PERSIAPAN PRE ANESTESIA
Diposkan oleh ppnibontang.blogspot.com di Rabu, Maret 11, 2009