You are on page 1of 23

ASUHAN KEPERAWATAN PERILAKU KEKERASAN

DI KELUARGA DAN MASYARAKAT PADA KORBAN TRAFFICKING


Disusun sebagai Salah Satu Syarat dalam Memenuhi
Tugas Keperawatan Jiwa pada Program Studi Pendidikan Ners
Fakultas Keperawatan
Universitas Airlangga
Surabaya

Disusun Oleh:

1. Ika Minarni 131611123009


2. Nadhifatul Kamilah 131611123010
3. Rini Purwanti 131611123011
4. Ahmad Eko Wibowo 131611123012
5. Rini Sartika 131611123013
6. Friska Novita Woona Haloho 131611123014
7. Rani Dwi Sulistiawati 131611123015
8. Erna Susanti 131611123016

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL


UNIVERSITAS AIRLANGGA FAKULTAS KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS
2016

1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia mengalami peningkatan jumlah penderita gangguan jiwa cukup
banyak diperkirakan prevalensi gangguan jiwa berat dengan psikosis/
skizofrenia di Indonesia pada tahun 2013 adalah 1.728 orang. Adapun proposi
rumah tangga yang pernah memasung ART gangguan jiwa berat sebesar
1.655, rumah tangga dari 14,3% terbanyak tinggal di pedesaan, sedangkan
yang tinggal di perkotaan sebanyak 10,7%. Selain itu, prevalensi gangguan
mental emosional pada penduduk umur lebih dari 15 tahun di Indonesia secara
nasional adalah 6.0% (37.728 orang dari subjek yang dianalisis). Provinsi
dengan prevalensi gangguan mental emosional tertinggi adalah Sulawesi
Tengah (11,6%), sedangkan yang terendah di Lampung (1,2%) (Riset Kesehatan
Dasar, 2013).
Berdasarkan data khususnya, di Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya
menunjukkan pasien perilaku kekerasan yang dirawat di ruang Wijaya Kusuma
dari Oktober 2014 sampai April 2015, jumlah pasien perilaku kekerasan 740
orang (65%), dari 1.135 pasien di Ruang Wijaya Kusuma Rumah Sakit Jiwa
Menur Surabaya. Salah satu masalah yang muncul pada pasien dengan gangguan
perilaku kekerasan adalah trafficking.
Perdagangan manusia (human trafficking) merupakan masalah yang cukup
komplek, baik di tingkat nasional maupun Internasional. Berbagai upaya telah
dilakukan guna menceegah terjadinya praktek perdagangan manusia. Salah
satunya adalah dengan diberlakukannya UU No 21 tahun 2007, yang bertujuan
melindungi masyarakat dari bahaya tindak pidana perdagangan orang.
Karakteristik tindak pidana perdagangan manusia ini bersifat khusus dan
merupakan extra ordinary crime karena banyak melibatkan aspek yang komplek,
dan bersifat transnasional organized crime serta dilakukan oleh organisasi yang
rapid dan tertutup, maka strategi penanggulangan dan pemberantasannya harus
secara khusus pula. Oleh sebab itu, dibutuhkan profesionalisme dan kehandalan

2
para penegak hukum untuk memahami ketentuan hukumnya dan melakukan
penegakan hukum yang konsisten dan berkesinambungan.
Jumlah perdagangan manusia atau human trafficking yang terjadi di
Indonesia mencapai 6.651 orang pada periode Maret 2005 hingga Desember
2014. Angka ini menjadi jumlah paling besar diantara Negara-Negara tempat
terjadinya human trafficking di dunia. Data dari IOM (International
Organization of Migration), hingga Desember 2014 human trafficking tercatat
ada 7.193 orang korban yang teridentifikasi. Dari jumlah tersebut, Indonesia
menempati posisi pertama dengan jumlah 6.651 orang atau sekitar 92,46 persen
dengan rincian korban wanita usia anak sebanyak 950 orang dan wanita usia
dewasa sebanyak 4.888 orang. Sedangkan, korban pria usia anak 166 orang dan
pria dewasa sebanyak 647 orang (Depkes RI, 2014)
Dampak human trafficking, tidak hanya merugikan Negara, tetapi juga pada
korban dari perdagangan manusia tersebut. Menurut Jose Ferraris sebagai
perwakilan dari UNFPA, mengatakan bahwa Perdagangan manusia terdiri dari
berbagai bentuk, termasuk paksaan dalam eksploitasi seksual komersial,
pelacuran anak dibawah umur, jeratan hutang atau kerja paksa dan lain
sebagainya. Pengalaman-pengalaman tidak menyenangkan dirasakan oleh
mereka, bahkan terjadi kekerasan kepada mereka. Tidak hanya dampak fisik
yang dirasakan tetapi dari segi psikologis menjadi salah satu hal yang penting
untuk diperhatikan karena sangat berpengaruh pada kehidupan para korban
perdagangan manusia dimasa depan.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis mengangkat tema Asuhan
Keperawatan Perilaku Kekerasan di Keluarga dan Masyarakat pada Korban
Trafficking.

3
1.2 Tujuan penulisan
1.2.1 Tujuan umum
Agar mahasiswa/i mengetahui secara umum tentang trafficking, dapat
mengenali korban trafficking serta dapat mengidentifikasi permasalahan
yang diakibatkan oleh trafficking.
1.2.2 Tujuan khusus
a. Agar mahasiswa dapat mengetahui pengertian trafficking
b. Agar mahasiswa dapat mengetahui klasifikasi trafficking
c. Agar mahasiswa dapat mengetahui dampak trafficking
d. Agar mahasiswa dapat memberikan asuhan keperawatan pada korban
trafficking.

4
BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Perilaku Kekerasan


2.1.1 Definisi
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan definisi ini
maka perilaku kekerasan dapat dilakukan secara verbal, diarahkan pada diri
sendiri, orang lain, dan lingkungan (Budi Anna Kelliat, 2011). Perilaku
kekerasan adalah suatu keadaan di mana seseorang melakukan tindakan yang
dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain
maupun lingkungan.
Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah
yang tidak konstruktif (Towsend, 1998). Perilaku kekerasan adalah keadaan
dimana individu-individu beresiko menimbulkan bahaya langsung pada
dirinya sendiri ataupun orang lain (Carpenito, 2000). Jadi, perilaku kekerasan
adalah kondisi dimana seseorang cenderung melakukan suatu tindakan yang
membahayakan dirinya sendiri maupun orang lain.
2.1.2 Etiologi
a. Faktor predisposisi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan
menurut teori biologik, teori psikologi, dan teori sosiokultural yang
dijelaskan oleh Towsend (1996 dalam Purba dkk, 2008) adalah:
1) Teori biologik
Teori biologik terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh
terhadap perilaku
2) Neurobiologik
Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses impuls
agresif: sistem limbik, lobus frontal dan hypothalamus.
Neurotransmitter juga mempunyai peranan dalam memfasilitasi atau

5
menghambat proses impuls agresif. Sistem limbik merupakan sistem
informasi, ekspresi, perilaku, dan memori. Apabila ada gangguan pada
sistem ini maka akan meningkatkan atau menurunkan potensial
perilaku kekerasan. Adanya gangguan pada lobus frontal maka
individu tidak mampu membuat keputusan, kerusakan pada penilaian,
perilaku tidak sesuai, dan agresif. Beragam komponen dari sistem
neurologis mempunyai implikasi memfasilitasi dan menghambat
impuls agresif. Sistem limbik terlambat dalam menstimulasi timbulnya
perilaku agresif. Pusat otak atau secara konstan berinteraksi dengan
pusat agresif.
3) Biokimia
Berbagai neurotransmitter (epinephrine, neuroephineprine, dopamine,
asetikolin, dan serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi atau
menghambat impuls agresif. Teori ini sangat konsisten dengan fight
atau flight yang dikenalkan oleh Selye dalam teorinya tentang respons
terhadap stress.
4) Genetik
Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung antara perilaku
agresif dengan genetik karyotype XYY.
5) Gangguan otak
Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor predisposisi perilaku
agresif dan tindak kekerasan. Tumor otak khususnya yang menyerang
sistem limbik dan lobus temporal; trauma otak, yang menimbulkan
perubahan serebral; dan penyakit seperti ensefalitis, dan epilepsi,
khususnya lobus temporal, terbukti berpengaruh terhadap perilaku
agresif dan tindak kekerasan.
b. Faktor presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali
berkaitan dengan rentang respon (Yosep, 2009):

6
1) Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri seperti dalam sebuah
konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal dan
sebagainya
2) Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial
ekonomi
3) Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta
tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung
melakukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik
4) Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan
ketidakmampuan dirinya sebagai seorang yang dewasa
5) Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat
menghadapi rasa frustasi
6) Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap
2.2.3 Gejala klinis
Gejala klinis yang ditemukan pada klien dengan perilaku kekerasan
didapatkan melalui pengkajian meliputi:
a. Muka merah dan tegang
b. Pandangan tajam
c. Mengatupkan rahang dengan kuat
d. Mengepalkan tangan
e. Jalan mondar-mandir
f. Bicara kasar
g. Suara tinggi, menjerit atau berteriak
h. Mengancam secara verbal atau fisik
i. Melempar atau memukul benda/orang lain.

7
2.2.4 Rentang respon
a. Asertif
Individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan orang lain dan
memberikan ketenangan.
b. Frustasi
Individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan tidak dapat
menemukan alternatif.
c. Pasif
Individu tidak dapat mengungkapkan perasaannya.
d. Agresif
Perilaku yang menyertai marah terhadap dorongan untuk menuntut tetapi
masih terkontrol.
e. Kekerasan
Perasan marah dan bermusuhan yang kuat serta hilangnya kontrol.

8
Tabel 1. Perbandingan antara perilaku asertif, pasif, agrsif / kekerasan
Pasif Asertif Agresif
Isi pembicaraan Negatif menurun menandakan Positif dan menwarkan diri, Menyombongkan diri,
diit, contoh contoh : memindahkan orang lain contoh
Dapatkah saya? Saya dapat. Kamu selalu.
Dapatkah kamu ? Saya akan. Kamu tidak pernah
Tekanan suara Cepat lambat, mengeluh Sedang Keras dan mengotot
Posisi badan Menundukkan kepala Tegap dan santai Kaku
Jarak Menjaga jarak dengan sikap Mempertahankan jarak yang Siap dengan jarak dan menyerang
acuh mengabaikan nyaman orang lain
Penampilan Loyo, tidak dapat tenang Sikap tenang Mengancam, posisi menyerang
Kontak mata Sedikit/ sama sekali tidak Mempertahankan kontak mata Mata melotot dan dipertahankan
sesuai dengan hubungan

9
2.2 Konsep Trafficking
2.2.1 Definisi
Trafficking adalah pergerakan dan penyelundupan orang secara sembunyi-
sembunyi untuk direkrut dan dibawa secara antar daerah maupun luar negeri,
yang bertujuan untuk memaksa anak-anak, remaja baik laki-laki maupun
perempuan, masuk kedalam situasi eksploitasi demi keuntungan perekrut,
penyelundup, dan sindikat kriminal (Amiruddin, 2009).
Menurut Keppres RI Nomor 88 tahun 2002, mendefinisikan trafficking
sebagai segala tindakan pelaku (trafficker) yang mengandung salah satu atau
lebih tindakan perekrutan, pengangkutan antar daerah dan Negara, pemindah
tanganan, pemberangkatan, penerimaan dan penampungan sementara atau di
tempat tujuan, perempuan dan anak anak dengan cara ancaman, penggunaan
kekerasan verbal dan fisik, penculikan-penipuan, tipu muslihat, memanfaatkan
posisi kerentanan (misalnya seseorang yang tidak memiliki pilihan, terisolasi,
ketergantungan obat, jebakan hutang dan lain-lain), memberikan atau menerima
pembayaran atau keuntungan, dimana perempuan dan anak-anak digunakan
untuk tujuan pelacuran dan eksploitasi sosial.
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan, bahwa
trafficking adalah perdagangan manusia, lebih khususnya perdagangan
perempuan dan anak yang dilakukan oleh pelaku perdagangan manusia
(trafficker) dengan cara mengendalikan korban dalam bentuk paksaan,
penggunaan kekerasan, penculikan, penerimaan pembayaran atau keuntungan
untuk memperoleh persetujuan dari orang yang menguasai orang lain untuk
tujuan eksploitasi.
2.2.2 Unsur-unsur Trafficking
Unsur-unsur dari perdagangan orang atau trafficking (Harkisnowo, 2003)
adalah :
a. Perbuatan: merekrut, mengangkut, memindahkan, menyembunyikan/
menerima

10
b. Sarana (cara) untuk mengendalikan korban: ancaman, penggunaan paksaan,
berbagai bentuk paksaan dan kekerasan, penculikan, penipuan, kecurangan,
penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan atau pemberian/penerimaan
pembayaran atau keuntungan untuk memperoleh persetujuan dari orang yang
memegang kendali atas korban
c. Tujuan: eksploitasi, untuk prostitusi atau bentuk eksploitasi seksual lainnya,
kerja paksa, perbudakan, penghambaan, pengambilan organ tubuh.
2.2.3 Jenis-jenis Trafficking
Jenis-jenis dari trafficking adalah sebagai berikut :
a. Perkawinan TransInternational
Perkawinan yang diatur antara perempuan Indonesia dengan laki laki dari
Negara lain. Perempuan yang dikawinkan sering menjadi objek eksploitasi
dan kekerasan suami ataupun para keluarganya
b. Eksploitasi seks pedhophilia
Kegiatan perdagangan bentuk ini seringkali melibatkan orang-orang asing
dan jaringan Internasioanl. Anak yang menjadi korban umumnya berumur
antara 12 20 tahun
c. Pembantu rumah tangga dalam kondisi buruk
Secara umum keberadaan pembantu rumah tangga kurang mendapat
penghargaan sehingga tidak mendapat perlindungan baik secara hukum
maupun sosial secara layak. Akibatnya mereka rentan menghadapi bentuk
kekerasan fisik, psikis, seksual dan ekonomis
d. Penari erotis
Salah satu pengguna dari kegiatan perdagangan perempuan adalah
pengusaha hiburan yang memerlukan gadis-gadis penghibur untuk
menyemarakkan bisnisnya seperti dengan menampilkan penari erotis,
dimana mereka harus menari dengan gerakan yang dapat menimbulkan
rangsangan seksual.

11
2.2.4 Faktor-faktor Penyebab Trafficking
Faktor utama tingginya tingkat trafficking adalah kemiskinan (Rahmalia,
2010). Faktor lain menurut Mashud (2006) adalah :
a. Pendidikan
Sejumlah 15 persen wanita dewasa buta huruf dan separuh dari anak remaja
tidak masuk sekolah memberikan peluang untuk menjadi korban trafficking
b. Kekerasan terhadap perempuan dan anak tidak banyak diketahui hubungan
antara kekerasan dalam rumah tangga dan kekerasan seksual. Tetapi, sekitar
separuh dari anak-anak yang dilacurkan pernah mendapat kekerasan seksual
sebelumnya
c. Perkawinan usia muda
Sejumlah 30 persen perkawinan sebelum usia 16 tahun beresiko tinggi
perceraian
d. Kondisi sosial budaya keluarga dan masyarakat Indonesia sebagian besar
yang patrialis
e. Eksploitasi seksual perempuan merupakan hal yang sulit apabila sudah
terperangkap akan sulit untuk keluar.
2.2.5 Dampak Psikososial pada Korban Trafficking
a. Post Trauma Stress Disorder (PTSD)
Merupakan suatu pengalaman individu yang mengalami peristiwa traumatik
yang menyebabkan gangguan pada integritas diri individu dan sehingga
individu mengalami ketakutan, ketidakberdayaan dan trauma tersendiri
(Towsend M.C., 2009). Sedangkan menurut NANDA (2014), adalah respon
maladaptif yang terus-menerus berlangsung terhadap kejadian traumatik dan
melelahkan
b. Kecemasan
Kecemasan adalah kebingungan, kekhawatiran pada sesuatu yang akan
terjadi dengan penyebab yang tidak jelas dan dihubungkan dengan perasaan
tidak menentu dan tidak berdaya (Videbeck, 2008). Sebuah penelitian
melaporkan bahwa orang yang selamat dari trafficker mengalami kecemasan

12
dengan gejala sebagai berikut: kegugupan 95%, panik (61%), merasa
tertekan (95%) dan keputusasaan tentang masa depan (76%) (Bradley, 2005)
c. Ketidakberdayaan
Ketidakberdayaan adalah persepsi yang menggambarkan perilaku seseorang
yang tidak akan berpengaruh secara signifikan terhadap hasil; suatu keadaan
dimana individu kurang dapat mengendalikan kondisi tertentu atau kegiatan
yang baru dirasakan (NANDA, 2011). Secara kognitif, korban umumnya
kurang konsentrasi, ambivalensi, kebingungan, fokus menyempit/preokupsi,
misinterpretasi, blocking, berkurangnya kreativitas, pandangan suram,
pesimis, sulit untuk membuat keputusan, mimpi buruk, produktivitas
menurun, serta menjadi pelupa.
2.2.6 Beberapa Contoh Kasus dari Trafficking
a. Maluku Utara, anak-anak yatim yang menjadi korban kerusuhan, dengan
alasan akan disekolahkan ke pondok pesantren, ternyata setiba di tempat
tujuan justru dijual dan dipekerjakan sebagai pembantu rumah tangga. Bagi
keluarga yang menginginkan anak-anak tersebut, mereka harus menebus Rp
175.000 dengan alasan sebagai pengganti biaya perjalanan dari Pulau ke
Ternate.
b. Komnas Perlindungan Anak juga mensinyalir, sebagian anak-anak
pengungsi dari Atambua ternyata diperdagangkan untuk dipekerjakan
menjadi PSK (pekerja seks komersial).
c. Sulawesi Tengah, seorang ibu dilaporkan tega menjual anak kandungnya
yang masih berusia 7 bulan seharga Rp 500.000 hanya karena alasan
ekonomi dan keinginan untuk membeli tape recorder
d. Surabaya, pertengahan bulan November 2015, diberitakan kasus eksploitasi
dan perdagangan seksual beberapa remaja putri oleh pasangannya sendiri,
entah karena alasan untuk hidup atau karena terpengaruh narkoba. Ceritanya,
karena terlena oleh bujuk rayu atau karena ketergantungan dan paksaan,
beberapa anak-anak perempuan terpaksa pasrah ketika diminta pasangannya

13
untuk menjajakan diri. Mereka baru berontak dan melaporkan kejadian itu
kepada polisi ketika tindakan pasangannya sudah dianggap melampaui batas.
e. Surabaya, Juli 2014, dilaporkan di media massa bahwa aparat kepolisian
berhasil mengungkap praktik perdagangan anak perempuan yang dipaksa
bekerja di sektor prostitusi. Menurut pengakuan salah satu pelaku, paling
tidak sudah ada lima anak perempuan di bawah 18 tahun yang diperdaya dan
dijual ke germo di kompleks lokalisasi di Surabaya. Harga persatu korban
rata-rata 1 juta rupiah. Modus yang dikembangkan pelaku adalah mereka
mencoba mendekati korban, mencarinya, kemudian setelah berhasil
diperdaya dan korban tertipu menyerahkan keperawanannya, baru kemudian
korban dijual ke germo yang sudah menjadi langganan mereka.

14
BAB 3
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian Pasien PTSD


a. Aktivitas atau istirahat
1. Gangguan tidur
2. Mimpi buruk
3. Hipersomnia
4. Mudah letih
5. Keletihan kronis
b. Sirkulasi
1. Denyut jantung meningkat
2. Palpitasi
3. Tekanan darah meningkat
4. Terasa panas
c. Integritas ego
1. Derajat ansietas bervariasi dengan gejala yang berlangsung berhari-hari,
berminggu-minggu, berbulan-bulan
2. Gangguan stress akut terjadi 2 hari sampai 4 minggu, dalam 4 minggu
peristiwa traumatik
3. PTSD akut gejala kurang dari 3 bulan
4. PTSD kronik gejala lebih dari 3 bulan
5. Kesulitan mencari bantuan atau menggerakkan sumber personal
(menceritakan pengalaman pada anggota keluarga/teman)
6. Persaan bersalah, tidak berdaya, isolasi
7. Perasaan tentang masa depan yang suram atau memendek
d. Neurosensori
1. Gangguan kognitif : sulit berkonsentrasi
2. Kewaspadaan tinggi
3. Ketakutan berlebihan

15
4. Ingatan persisten atau berbicara terus tentang suatu kejadian
5. Pengendalian keinginan yang buruk dengan ledakan perilaku yang agresif
tidak dapat diprediksi atau memunculkan perasaan (marah, dendam,
benci, sakit hati)
6. Perubahan perilaku (murung, pesimistik, berpikir yang menyedihkan,
iritabel), tidak mempunyai kepercayaan diri, afek depresi, merasa tidak
nyata, kehidupan bisnis tidak diperdulikan lagi
7. Ketegangan otot, gemetar, kegelisahan motoric
e. Nyeri atau ketidaknyamanan
Nyeri fisik karena cedera mungkin diperberat, melebihi keparahan cedera
f. Pernapasan
1. Frekuensi pernapasan meningkat
2. Dispneu
g. Keamanan
1. Marah yang meledak-ledak
2. Perilaku kekerasan terhadap lingkungan atau individu yang lain
3. Gagasan bunuh diri
h. Seksualitas
1. Hilangnya gairah
2. Impotensi
3. Ketidakmampuan mencapai orgasme
i. Interaksi sosial
1. Menghindari orang/tempat/kegiatan yang menimbulkan ingatan tentang
trauma, penurunan responsif, mati rasa secara psikis, pemisahan emosi
atau mengasingkan diri dari orang lain
2. Hilangnya minat secara nyata pada kegiatan yang signifikan, termasuk
pekerjaan.

16
3.2 Diagnosa Keperawatan
Sindrom pasca trauma berhubungan dengan ancaman serius pada diri
sendiri.

3.3 Intervensi Keperawatan


Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil NIC
Sindrom pasca NOC: Mandiri:
trauma a. Kemampuan untuk a. Pengurangan kecemasan
berhubungan mengekpresikan emosi b. Peningkatan koping
dengan b. Kemampuan untuk Konseling:
ancaman serius mengontrol aktivitas a. Fasilitasi perasaan bersalah
pada diri c. Kehidupan spiritual b. Peningkatan kecakapan hidup
sendiri d. Pilihan kesepakatan akan Manajemen alam perasaan:
perawatan kesehatan a. Terapi relaksasi
Kriteria hasil: b. Peningkatan keamanan
a. Tingkat kecemasan Peningkatan sistem dukungan:
b. Kontrol kecemasan diri a. Manajemen lingkungan
c. Status kenyamanan: b. Relaksasi otot progresif
psikospiritual c. Orientasi realita
d. Tingkat depresi d. Peningkatan tidur
e. Kontrol diri terhadap e. Peningkatan sosialisasi
depresi f. Dukungan kelompok
g. Terapi kelompok

17
BAB 4
PEMBAHASAN

Contoh Kasus
Nn. Y berumur 18 tahun mengalami eksploitasi dan perdagangan seksual oleh
pasangannya sendiri (Mr. X) dikarenakan alasan untuk hidup. Berawal dari saat Mr.
X mengajak kencan Nn. Y ke suatu tempat dan ternyata disitulah Mr. X sudah
merencanakan untuk menjual Nn. Y kepada Mr. M temannya sendiri. Mr. X pun
diberi upah 1 juta rupiah. Nn. Y pun dibuat tidak sadar dan mengalami kekerasan
seksual. Setelah mengetahui kejadian tersebut keluarga Nn. Y pun melaporkan
kejadian tersebut ke polisi. Setelah kejadian tersebut, kondisi Nn. Y sekarang menjadi
wajah terlihat murung, sedih dan depresi, takut pada setiap laki-laki yang baru ia
kenal, mengalami mimpi buruk dan sulit tidur karena selalu terbayang-bayang wajah
pelaku. Setelah tersebut klien menjadi pendiam, sulit berinterkasi dengan orang lain
serta bila teringat kejadian tersebut Nn. Y tiba-tiba marah, gelisah, cemas dan takut
akan kejadian tersebut terulang kembali pada dirinya. Karena tidak ingin Nn. Y
semakin parah, 1 bulan setelah kejadian tersebut, keluarga merujuk Nn. Y ke RSJ
terdekat. (RR=28x/menit, HR=90x/menit, T=36,70C)

1. Pengkajian PTSD
Identitas Klien
a. Identitas klien
Nama : Nn. Y
Umur : 18 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Mahasiswa
Suku/ bangsa : Jawa/ Indonesia
Diagnosa medis : PTSD
Alamat : Surabaya

18
b. Identitas penanggung jawab
Nama : Ny. S
Umur : 40 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Suku/ bangsa : Jawa/ Indonesia
Alamat : Surabaya
Hubungan dengan klien : Ibu
2. Aktivitas atau istirahat
Klien mengatakan mengalami mimpi buruk dan sulit tidur karena terbayang-
bayang wajah pelaku dan kejadian tersebut.
3. Sirkulasi
Klien mengatakan ia merasa cemas dengan lingkungan baru yang belum ia kenal.
HR=90x/menit
4. Integritas ego
Klien mengatakan ia takut pada setiap laki-laki yang baru ia kenal maupun yang
sudah ia kenal. Setelah 1 bulan pasca kejadian klien mengatakan masih merasa
gelisah dan takut karena masih mengingat kejadian tersebut. Wajah klien pun
terlihat murung, sedih dan depresi.
5. Neurosensori
Klien mengatakan takut pada laki-laki dan bila mengingat kejadian tersebut klien
mulai gelisah dan cemas. Klien terlihat murung dan depresi.
6. Nyeri atau ketidaknyaman
Klien mengalami kekerasan seksual
7. Pernapasan
Pernapasan klien termasuk cepat yaitu 28 x/menit

19
8. Keamanan
Klien tidak mengalami marah dan perilaku kekerasan terhadap lingkungan
maupun gagasan tentang bunuh diri. Klien hanya mengalami takut, cemas dan
gelisah.
9. Seksualitas
Klien mengalami kekerasan seksual
10. Interaksi sosial
Klien menjadi pendiam, sulit berinterkasi dengan orang lain setelah kejadian
tersebut.
11. Analisa data
Data Etiologi Diagnosa
Data subyektif: Peristiwa traumatik Sindrom pasca
Klien mengatakan trauma
mengalami mimpi buruk Gangguan diri (individu) berhubungan
dan sulit tidur dengan ancaman
Klien mengatakan Ketakutan, serius pada diri
merasa gelisah dan takut ketidakberdayaan, dan sendiri
bila mengingat kejadian trauma tersendiri
tersebut
Post trauma stress
Data obyektif: disorder (PTSD)
RR=28x/menit,
N=90x/menit
Klien terlihat murung
dan depresi
Klien menjadi pendiam
dan sulit berinteraksi
dengan orang lain

20
12. Diagnosa Keperawatan : Sindrom pasca trauma berhubungan dengan ancaman
serius pada diri sendiri.

13. Intervensi Keperawatan


Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil NIC
Sindrom pasca NOC: Mandiri:
trauma a. Kemampuan untuk a. Pengurangan kecemasan
berhubungan mengekpresikan emosi b. Peningkataan koping
dengan ancaman b. Kemampuan untuk Konseling:
serius pada diri mengontrol aktivitas c. Fasilitasi perasaan bersalah
sendiri c. Kehidupan spiritual d. Peningkatan kecakapan hidup
d. Pilihan kesepakatan akan Manajemen alam perasaan:
perawatan kesehatan e. Terapi relaksasi
f. Peningkatan keamanan
Kriteria Hasil: Peningkatan sistem dukungan:
a. Tingkat kecemasan g. Manajemen lingkungan
b. Kontrol kecemasan diri h. Relaksasi otot progresif
c. Status kenyamanan: i. Orientasi realita
psikospiritual j. Peningkatan tidur
d. Tingkat depresi k. Peningkatan sosialisasi
e. Kontrol diri terhadap l. Dukungan kelompok
depresi m. Terapi kelompok

21
BAB 5
SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Definisi trafficking adalah perdagangan manusia, lebih khususnya
perdagangan perempuan dan anak yang dilakukan oleh pelaku perdagangan
manusia (trafficker) dengan cara mengendalikan korban dalam bentuk paksaan,
penggunaan kekerasan, penculikan, tipu daya, penipuan ataupun penyalah
gunaan kekuasaan atau kedudukan rentan atau pemberian atau penerimaan
pembayaran atau keuntungan untuk memperoleh persetujuan dari orang yang
menguasai orang lain untuk tujuan ekploitasi.
Jenis-jenis trafficking meliputi perkawinan traninternasional, eksploitasi seks
pedhophillia, pembantu rumah tangga dala kondisi buruk, penari eksotis.
Faktor utama maraknya kasus trafficking terhadap perempuan dan anak-anak
adalah kemiskinan (Rahmalia, 2010). Faktor lain menurut Mashud (2006), yakni
pendidikan, kekerasan terhadap perempuan dan anak yang dialami sebelumnya,
seksual perkawinan usia muda, kondisi sosial budaya keluarga dan masyarakat
Indonesia sebagian besar yang patrialis.
Dampak psikososial pada korban trafficking diantaranya adalah post trauma
stress disordes (PTSD), kecemasan, serta ketidakberdayaan.

5.2 Saran
a. Diharapkan setelah membaca makalah ini, kesadaran pembaca sebagai
massyarakat umum dapat meningkat sehingga turut serta dalam mencegah,
mengurangi, dan memberantas tindakan trafficking yang semakin meningkat.
b. Diharapkan bagi para pembaca memberi masukan terhadap penulisan dan isi
makalah ini, sehingga penulis dapat memperbaiki makalah ini guna
mengembangkan informasi yang terdapat pada makalah ini dengan lebih
baik.

22
DAFTAR PUSTAKA

Amiruddin, M. 2010. Tujuan tentang trafficking terhadap perempuan.


http://www.jurnalperempuan.com. Diakses pada tanggal 30 September 2016
pukul 21.00 WIB.
Basrowi & Suwandi. 2008. Memahami penelitian kualitatif. Bandung: Rineka Cipta
Bastaman, H.D. 2007. Logoterapi psikologi untuk menemukan makna hidup dan
meraih makna hidup bermakna. Jakarta: Pustaka Pelajar.
Depkes RI. 2002. Keperawatan Jiwa Teori dan Tindakan. Jakarta: Direktorat Jendral
Pelayanan Medik Direktorat Pelayanan Keperawatan.
Rasmun. 2001. Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi dengan
Keluarga, Edisi 1. Jakarta: CV. Agung Seto.
Stuart, GW dan Sundeen, S.J. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa, edisi 3. Jakarta:
EGC.

23

You might also like