Professional Documents
Culture Documents
(STEMI)
OLEH :
Pembimbing
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
RSUD SOLOK
2017
KATA PENGANTAR
Pertama sekali penulis ingin mengucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat dan rahmat-Nya yang berlimpah kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan
Case Report tentang STEMI + PPOK. Dengan selesainya penulisan Case Report ini,
perkenankanlah penulis untuk mengucapkan terima kasih kepada dr. Didi Yudha Putra, Sp. PD
selaku pembimbing yang telah memberikan petunjuk dan serta bimbingan dalam penulisan Case
Report sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Case Report ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu
dalam pembuatan Case Report ini dan berbagai sumber yang telah digunakan sebagai data pada
Case Report ini.
Penulis menyadari tidak ada hal yang dapat diselesaikan dengan sangat sempurna, begitu
pula dengan Case Report ini.
Demikian ucapan terima kasih ini disampaikan. Semoga Case Report ini bermanfaat bagi
pembaca dan penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca.
PENDAHULUAN
Penyakit infark miokard merupakan gangguan aliran darah ke jantung yang menyebabkan
sel otot jantung mati. Aliran darah di pembuluh darah terhenti setelah terjadi sumbatan koroner
akut, kecuali sejumlah kecil aliran kolateral dari pembuluh darah di sekitarnya. Daerah otot di
sekitarnya yang sama sekali tidak mendapat aliran darah atau alirannya sangat sedikit sehingga
tidak dapat mempertahankan fungsi otot jantung, dikatakan mengalami infark (Guyton,2007).
Faktor risiko biologis infark miokard yang tidak dapat diubah yaitu usia sehingga
berpotensi dapat memperlambat proses aterogenik, antara lain kadar serum lipid, hipertensi,
merokok, gangguan toleransi glukosa, dan diet yang tinggi lemak jenuh, kolesterol, serta kalori
(Santoso, 2005).
Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (ST Elevation Myocardial Infarct)
merupakan bagian dari spektrum sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri atas angina pektoris
tak stabil, IMA tanpa elevasi ST, dan IMA dengan elevasi ST. Infark miokard akut dengan
elevasi ST (STEMI) terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak akibat oklusi
trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Trombus arteri koroner terjadi
secara cepat pada lokasi injuri vaskuler, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti
merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid (Sudoyo, 2010).
Tahun 2013, 478.000 pasien di Indonesia didiagnosa Penyakit Jantung Koroner. Saat ini,
prevalensi STEMI meningkat dari 25% ke 40% dari presentasi Infark Miokard (Depkes, 2013).
Infark Miokard Akut diklasifikasikan berdasar EKG 12 sandapan menjadi Infark miokard akut
ST-elevasi (STEMI) : oklusi total dari arteri koroner yang menyebabkan area infark yang lebih
luas meliputi seluruh ketebalan miokardium, yang ditandai dengan adanya elevasi segmen ST
pada EKG.
miokard akut non ST-elevasi (NSTEMI): oklusi sebagian dari arteri koroner tanpa
melibatkan seluruh ketebalan miokardium, sehingga tidak adaelevasi segmen ST pada EKG
(Sudoyo, 2010).
BAB II
TINJUAN PUSTAKA
A. Defenisi
STEMI adalah sindrom klinis yang didefenisikan sebagai gejala iskemia miokard khas
yang dikaitkan dengan gambaran elevasi ST yang persisten dan diikuti pelepasan biomarker
nekrosis miokard
B. Penyebab
Tipe ini merupakan tipe serangan jantung yang paling berat dan bersifat gawat darurat
karena pada kelainan ini terjadi sumbatan total secara tiba-tiba dari pembuluh darah koroner
yang memberikan supply darah untuk otot-otot jantung. Karena tidak mendapatkan supply darah
dimana membawa oksigen dan nutrisi yang penting untuk kelangsungan hidupnya, otot-otot
jantung dapat mengalami kematian dan kerusakan. Kematian otot jantung akan terus
berkembang dan dalam 1 hari akan mencapai seluruh ketebalan dinding jantung
Gambar 2. . Perluasan kematian otot jantung
Proses kematian dan kerusakan otot jantung akan menimbulkan gejala khas berupa sensasi nyeri
dada. Adapun nyeri dada pada kasus ini bersifat :
Kebanyakan orang akan mengalami gejala-gejala ini, namun sering gejala yang muncul tidak
khas nyeri dada melainkan berupa sesak nafas, rasa sakit di ulu hati, dan lemas pada seluruh
badan. Gejala yang tidak khas ini terutama dialami oleh wanita, usia tua, dan orang-orang yang
sebelumnya mengidap kencing manis.
Gambar 3. Gejala-gejala serangan jantung
D. Patofisiologi
E. Diagnosa
Anamnesis :
gambaran EKG adanya elevasi ST >2mm, minimal pada 2 sandapan prekordial yang
berdampingan atau >1mm pada 2 sandapan ekstremitas.
apakah ada riwayat infark miokard sebelumnya serta faktor-faktor risiko antara lain hipertensi,
diabetes mellitus, dislipidemia, merokok, stress serta riwayat sakit jantung koroner pada
keluarga.
sebagian faktor pencetus sebelum terjadi STEMI, seperti aktivitas fisik berat, stress emosi atau
penyakit medis atau bedah. Walaupun STEMI bisa terjadi sepanjang hari atau malam, variasi
sirkadian dilaporkan pada pagi hari dalam beberapa jam setelah bangun tidur.
Pemeriksaan Fisik
Kombinasi nyeri dada substernal >30 menit dan banyak keringat dicurigai kuat adanya STEMI.
Tanda fisis lain pada disfungsi ventrikular adalah S4 dan S3 gallop, penurunan intensitas bunyi
jantung pertama dan split paradoksikal bunyi jantung kedua. Dapat ditemukan murmur
midsistolik atau late sistolik apikal yang bersifat sementara karena disfungsi apparatus katup
mitral dan pericardial friction rub.
Peningkatan suhu sampai 380C dapat dijumpai dalam minggu pertama pasca STEMI.
Elektrokardiogram
Pemeriksaan EKG 12 sadapan harus dilakukan pada semua pasien dengan nyeri dada atau
keluhan yang dicurigai STEMI. Pemeriksaan EKG harus segera dilakukan. Pada pasien dengan
STEMI inferior, EKG sisi kanan harus diambil untuk mendeteksi kemungkinan infark pada
ventrikel kanan.
Sebagian besar pasien dengan presentasi awal elevasi segmen ST mengalami evolusi
menjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnya di diagnostik infark miokard gelombang Q. Sebagian kecil
menetap mejadi infark miokard gelombang non Q.
Jika obstruksi trombus tidak total, obstruksi bersifat sementara atau ditemukan banyak
kolateral, Biasanya tidak ditemukan elevasi segmen ST. Pasien tersebut biasanya mengalami angina
pektoris tak stabil atau non STEMI. Pada sebagian pasien tanpa elevasi ST berkembang tanpa
menunjukkan gelombang Q disebut infark non Q.
Sebelumnya istilah infark miokard transmural digunakan jika EKG menunjukkan jika
gelombang Q/hilangnya gelombang R dan infark miokard non transmural jika EKG hanya menunjukkan
perubahan sementara segmen ST dan gelombang T, namun ternyata tidak selalu ada korelasi gambaran
patologis EKG dengan lokasi infark (mural/transmural) sehingga terminolgi IMA gelombang Q dan non Q
menggantikan IMA mural / transmural.
Pemeriksaan yang dianjurkan adalah creatine kinase (CK) MB dan cardiac troponin (cTn T dan
cTn I harus digunakan sebagai tanda optimal untuk pasien STEMI yang disertai kerusakan otot
skeletal, karena pada keadaan ini juga akan diikuti peningkatan CKMB.
Peningkatan nilai enzim diatas 2x nilai batas atas normal menunjukkan ada nekrosis jantung
(infrak miokard).
CKMB: meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 Jam
dan kembali normal dalam 2-4 hari.
cTn: ada 2 jenis cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2 jam bila ada miokard dan
mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T masih dapat di deteksi setelah 5-14 hari,
sedangkan cTn I setelah 5-10 hari.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan IMA dengan elevasi ST saat ini mengacu pada data-data dari evidence based
berdasarkan penelitian randomized clinical trial yang terus berkembang ataupun consensus dari
para ahli sesuai pedoman.
diagnosis cepat
menghilangkan nyeri dada
Penatalaksanaan umum:
Oksigen: Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri <900.
Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6 jam pertama.
Nitrogliserin (NTG): Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4 mg
dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit.
Mengurangi/Menghilangkan nyeri dada: sangat penting, karena nyeri dikaitkan dengan aktivasi
simpatis yang menyebabkan vasokonstriksi dan meningkatkan beban jantung.
Morfin: Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik pilihan dalam
tatalaksana nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan dengan dosis 2-4 mg dan dapat diulang
dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg.
Aspirin: Aspirin merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan efektif pada
spektrum sindrom koroner akut.
Penyekat Beta: Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian penyekat beta IV,
selain nitrat mungkin efektif. Regimen yang biasa diberikan adalah metoprolol 5 mg setiap 2-5
menit sampai total 3 dosis, dengan syarat frekuensi jantung >60/menit, tekanan darah sistolik
>100 mmHg, interval PR <0,24 detik dan rhonki tidak lebih dari 10 cm dari diafragma.
Terapi Reperfusi: Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi koroner, meminimalkan
derajat disfungsi dan dilatasi ventrikel dan mengurangi kemungkinan pasien STEMI berkembang
menjadi pump failure atau takiaritmia ventricular yang maligna.
Sasaran terapi reperfusi pada pasien STEMI adalaah door-to-needle (atau medical contact-to-
needle) time untuk memulai terapi fibrinolitik dapat dicapai dalam 30 menit atau door-to-balloon (atau
medical contact-to-balloon) time untuk PCI dapat dicapai dalam 90 menit.
Komplikasi STEMI
Disfungsi Ventrikular: Setelah STEMI, ventrikel kiri mengalami perubahan serial dalam bentuk,
ukuran, dan ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini disebut
remodeling ventricular dan umumnya mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis
dalam hitungan bulan atau tahun pasca infark.
Gangguan Hemodinamik: Gagal pemompaan (pump failure) merupakan penyebab utama
kematian di rumah sakit pada STEMI. Perluasan nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang baik
dengan tingkat gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya.
Tanda klinis yang tersering dijumpai adalah ronki basah di paru dan bunyi jantung S3 dan S4
gallop. Pada pemeriksaan rontgen sering di jumpai kongesti paru.
BAB III
LAPORAN KASUS
STATUS PASIEN
1. Identitas Pasien
Umur : 61 Tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Anamnesis
Keluhan Utama
Nyeri dada sejak 3 hari yang lalu, nyeri dirasakan saat beraktivitas dan berkurang saat
istirahat. Pasien merasakan nyeri dada ketika batuk. Frekuensi nyeri: nyeri sekali. Lokasi: Nyeri
terasa di paru kanan dan menjalar sampai ke bahu. Sifat nyeri seperti rasa ditindih beban berat.
Faktor pencetusnya latihan fisik. Gejala yang menyertai cemas, lemas dan sesak nafas. Sesak
dirasakan saat berjalan kurang dari 200M, dan membaik ketika istirahat. Tidak ada keluhan BAB
dan BAK.
Riwayat DM disangkal
Riwayat TB disangkal
Pasien seorang pedagang berusia 61 tahun, tinggal bersama istri dan anaknya.
STATUS GENERALISATA
Kessadaran : CMC
Suhu : 36oc
Pemeriksaan Fisik
Kepala : Bentuk bulat, ukuran normochepal, rambut hitam tidak mudah dicabut
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Perkusi
Paru-paru
Inspeksi :Simetris kiri dan kanan dalam keadaan statis dan dinamis
Perkusi :sonor
Abdomen
ballotement (-),
Ekstremitas
Superior
Inferior
Inspeksi :Edema tungkai (-/-), edema pada pergelangan kaki (-/-),sianosis (-)
Palpasi :Perabaan hangat, pulsasi , a.femoralis, a.dorsalis pedis, a.tibialis
posterior, dan a.poplitea kuat angkat.
DIAGNOSIS KERJA
STEMI
Diagnosa Banding
UAP
NSTEMI
Emboli Paru
PEMERIKSAAN ANJURAN
Rontgen Thorax
EKG
Terapi:
- Istirahat/DJII/O2 3L/menit
- Istirahat/DJII/O2 3L/menit
- Ascardia 1x80 mg
- CPC 1x75 mg
- Sivastatin 1x40 mg
- Ranitidin 2x1 IV
Kesimpulan
Telah dilaporkan seorang pasien laki-laki bernama Budi Sutrisno umur 61 tahun dirawat
di bangsal Interne RSUD Solok ,tanggal 29 April 2017 dengan diagnosa akhir STEMI. Diagnosis
ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis
didapatkan keluhan sesak nafas sejak 3 hari yang lalu. Nyeri dada sejak 3 hari yang lalu, nyeri
dirasakan saat beraktivitas dan berkurang saat istirahat. Pasien merasakan nyeri dada ketika
batuk. Frekuensi nyeri: nyeri sekali. Lokasi: Nyeri terasa di paru kanan dan menjalar sampai ke
bahu. Sifat nyeri seperti rasa ditindih beban berat. Faktor pencetusnya latihan fisik. Gejala yang
menyertai cemas, lemas dan sesak nafas. Sesak dirasakan saat berjalan kurang dari 200M, dan
membaik ketika istirahat.
Tekanan darah: 150/80 mmHg, Frekuensi nadi: 80 x/menit reguler, Frekuensi nafas: 32 x/menit,
Suhu: 36,5o C.
Hasil laboratorium ditemukan Ureum = 27 mg/dl dengan nilai normal 20-50, kreatinin 1,12mg/dl
dengan nilai normal 0,5-1,5, troponin T <0,50mg/ml dengan nilai normal <0,50 dan Ad random
111 dengan nilai normal <200.