Professional Documents
Culture Documents
c. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik menggunakan metode 6 B (Breathing, blood, brain,
bladder, bowel dan bone) untuk mengkaji apakah di temukan ketidaksimetrisan
rongga dada, apakah pasien pusing, berkeringat dingin dan gelisah. Apakah juga
15
ditemukan nyeri punggung yang disertai pembatasan gerak dan apakah ada
penurunan tinggi badan, perubahan gaya berjalan, serta adakah deformitas tulang.
1. B1 (breathing)
Inspeksi : ditemukan ketidaksimetrisan rongga dada dan tulang belakang
Palpasi :traktil fremitus seimbang kanan dan kiri
Perkusi : cuaca resonan pada seluruh lapang paru
Auskultasi : pada usia lanjut biasanya didapatkan suara ronki.
2. B2 (blood)
Pengisian kapiler kurang dari 1 detik sering terjadi keringat dingin dan pusing,
adanya pulsus perifer memberi makna terjadi gangguan pembuluh darah atau
edema yang berkaitan dengan efek obat.
3. B3 (brain)
Kesadaran biasanya kompos mentis, pada kasus yang lebih parah klien dapat
mengeluh pusing dan gelisah.
4. B4 (Bladder)
Produksi urine dalam batas normal dan tidak ada keluhan padasistem perkemihan.
5. B5 (bowel)
Untuk kasus osteoporosis tidak ada gangguan eleminasi namun perlu dikaji juga
frekuensi, konsistensi, warna serta bau feses.
6. B6 (Bone)
Pada inspeksi dan palpasi daerah kolumna vertebralis, klien osteoporosis sering
menunjukkan kifosis atau gibbus (dowagers hump) dan penurunan tinggi badan.
Ada perubahan gaya berjalan, deformitas tulang, leg-length inequality dan nyeri
spinal. Lokasi fraktur yang terjadi adalah antara vertebra torakalis 8 dan lumbalis
16
B. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut b/d dampak sekunder dari fraktur vertebrata
b. Intoleransi b/d disfungsi sekunder
c. Resiko cedera b/d dampak sekunder perubahan skeletal dan ketidakseimbangan
tubuh
d. Kurang perawatan diri b/d keletihan atau gangguan gerak
e. Gangguan citra diri b/d perubahan dan ketergantungan fisik serta psikologis
f. Gangguan eliminasi b/d kompresi syaraf pencernaan ileus paralitik
g. Kurangnya pengetahuan b/d kurang terpajarnya informasi.
17
b. Intoleransi aktivitas b/d disfungsi sekunder
Tujuan :setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan klien mampu
melakukan mobilitas fisik dengan kriteria hasil :
1. Klien dapat meningkatkan mobilitas fisik berpartisipasi dalam aktivitas yang
ingin / di perlukan.
2. Klien mampu melakukan aktivitas hidup sehari hari secara mandiri.
Intervensi keperawatan :
1. Kaji tingkat kemampuan klien yang masih ada.
R/ sebagai dasar untuk memberikan alternative dan latihan gerak yang sesuai
dengan kemampuan.
2. Ajarkan klien tentang aktivitas hidup sehari hari yang dapat dikerjakan.
R/ latihan akan meningkatkan pergerakan otot dan stimulasi sirkulasi darah.
3. Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas atau perawatan ini secara
bertahap, jika dapat ditoleransi berikan bantuan sesuai kebutuhan.
R/ kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan kerja jantung tiba tiba,
memberikan bantuan hanya sebatas kebutuhan akan mendorong kemandirian
dalam melakukan aktivitas.
4. Kolaborasi pemberian fisiotherapy
R/ dengan fisiotherapy dapat mempercepat proses penyembuhan pada klien.
18
R/ jauhkan klien dari lingkungan yang berbahaya yang dapat mencederai klien.
Anjurkan keluarga klien untuk selalu berada disamping klien.
R/ membantu klien dalam melakukan aktivitasnya.
19
e. Gangguan citra diri b/d perubahan dan ketergantungan fisik secara psikologis
20
R/ hilangnya peristaltic (karena gangguan syaraf) melumpuhkan usus, membuat
distensi usus.
Catat frekuensi, karakteristik dan jumlah fase
R/ mengidentifikasikan derajat gangguan atau disfungsi dan kemungkinan
bantuan yang diperlukan.
Lakukan latihan defekasi secara teratur
R/ program ini diperlukan untuk mengeluarkan feses secara rutin.
Anjurkan klien untuk mengkonsumsi makanan yang berkonsentrat lunak,
pemasukan cairan yang lebih banyak.
R/ pemasukan cairan yang lebih banyak dan teratur misalnya jus atau sari buah.
21
D. Discharge Planning untuk meningkatkan kesehatan muskuloskeletal :
DIET
Kebiasaan makan yang dilakukan sepanjang hidup memengaruhi
maturisasi massa tulang. Nutrisi yang seimbang dengan asupan kalsium dan
vitamin D yang adekuat sangat penting untuk mempertahankan struktur dan
integritas tulang pada semua usia. Kemampuan saluran gastrointestinal lansia
untuk mengabsorbsi dan menggunakan diet kalsium menunjukkan suatu
kemunduran yang jelas. Oleh karena itu, rekomendasi terbaru untuk asupan
kalsium bagi lansia adalah antara 1000 sampai 1500 mg/hari. Saran untuk
meningkatkan asupan kalsium dalam diet harus kreatif dan sederhana. Perawat
perlu memberikan perhatian khusus terhadap diet lansia yang tinggal dirumah dan
hidup sendiri, karena sebagian besar dari mereka berisiko mengalami defisiensi
diet dan akan perlu untuk mencari sumber daya keluarga dan komunitas.
22
DAFTAR PUSTAKA
Stanley, Mickey,dkk. 2012. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Edisi 2. Jakarta : EGC
http://ilmukeperawatan.wordpress.com
23