You are on page 1of 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dewasa ini, banyak kasus pelanggaran hak asasi manusia terhadap para
tenaga kerja Indonesia (TKI) terjadi. TKI tersebut hanya menanggung sendiri
beban hukumannya atas kesalahan yang tidak sepadan. Banyak TKI disiksa oleh
majikannya, baik diperkosa, bahkan dibunuh. Secara kasat mata, ini merupakan
tanggung jawab negara dan institusi nasionalnya dalam melindungi hak-hak setiap
warga negaranya. Satu standar yang diterima secara universal bahwa negara
memikul tanggung jawab utama dalam pemajuan dan perlindungan hak asasi
manusia.
Oleh karena itu pemahaman tanggung jawab negara merupakan isu yang
mendesak untuk dikaji secara konseptual maupun secara praktis, sehingga di satu
pihak pelanggaran yang terjadi semakin berkurang dan di pihak lain negara lebih
bersungguh-sungguh dalam pemajuan dan perlindungan hak asasi manusia.
Langkah-langkah strategi siapakah yang perlu dilakukan negara untuk
memperbaiki kondisi hak asasi manusia para TKI yang terampas, merupakan
pertanyaan yang harus dijawab mengingat krisis ketenagakerjaan yang dihadapi
Indonesia saat ini.
Kesuliatan pokok dalam pelaksanaan perlindungan hak asasi manusia di
Indonesia adalah lemahnya instrumen minimal dari birokrasi pemerintah guna
menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM yang dialami TKI. Untuk itu,
Indonesia membutuhkan negara yang kut dan peduli agar mampu memberi
perlindungan hak asasi manusia. Hal ini merupakan kebalikan dari asumsi-asumsi
yang dimiliki oleh negara maju bahwa peran negara harus dibatasi.
Hak asasi manusia merupakan hak yang melekat dengan kuat dalam diri
manusia, begitu juga para TKI yang terampas haknya. Keberadaannya diyakini
sebagai bagian dari kehidupan manusia. Negara wajib membela hak-hak setiap
warga negaranya. Negara yang baik adalah negara yang mengedepankan
terjaminnya kelangsungan hidup rakyatnya agar sejahtera. Sayangnya, belum ada

1
usaha secara penuh oleh pemerintah dalam menunjukkan kewajibannya dalam
melindungi hak para TKI yang bekerja di luar negeri.

1.2 Tujuan
1. Mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya pelanggran hak asasi
manusia terhadap TKI.
2. Mengetahui pelanggaran HAM yang dialami TKI.
3. Mengetahui peranan pemerintah dalam menuntaskan kasus pelanggaran
HAM yang dialami TKI.

1.3 Identifikasi Masalah

1. Apakah faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pelanggaran hak


asasi manusia terhadap TKI?
2. Bagaimana bentuk-bentuk pelanggaran hak asasi manusia terhadap TKI?
3. Bagaimana proses yang sah sesuai ketentuan untuk menjadi TKI yang
legal?

1.4 Alasan Memilih Judul

Bentuk apresiasi kelompok kami mengenai peran dan kerja keras para
Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang selama ini dirasa masih belum cukup
mendapat perhatian dari masyarakat umum. Konteks perhatian dalam hal ini baik
dari segi positif maupun dari segi negatifnya. Ditinjau dari segi positif dari peran
TKI dalam meningkatkan pengahsilan devisa negara, meningkatkan kesejahteraan
bangsa Indonesia, dan wujud kompetensi sumber daya manusia bangsa Indonesia
yang berkualitas hingga diakui kemampuannya untuk bekerja di luar negeri.
Banyaknya permintaan tenaga kerja dari Indonesia oleh negara-negara lain
menunjukkan tingginya kebutuhan negara lain dengan kualitas dan kompetensi
sumber daya manusia bangsa Indonesia.
Lebih dari segi positifnya, kami menaruh perhatian khusus pada segi
negatifnya. Kenyataan yang beredar hingga saat ini, masih banyak kasus-kasus
yang menyangkut permasalahan TKI terutama dalam hal pelanggaran hak
seseorang atau hak asasi manusia. Padahal sejak dideklarasikannya piagam
Magna Charta, semua negara berbondong-bondong berjuang untuk menegakkan

2
dan menjamin terpenuhi dan terlindunginya hak asasi manusia. Kasus pelanggaran
hak asasi manusia yang banyak dialam TKI di luar negeri merupakan
penyimpangan yang fatal, karena peraturan dan penegakan hak asasi manusia
yang sudah bersifat global. Artinya peraturan ini berlaku secra universal di
seluruh dunia. Meski bersifat universal sangat disayangkan peraturan ini tidak
dapat mencegah frekuensi pelanggaran hak asasi manusia yang marak.
Permasalahan hak asasi manusia ini menyangkut hubungan diplomatik antar
negara dan kesejahteraan TKI itu sendiri. Berbagai pemaparan di atas menjadi
landasan kami dalam mengangkat judul ini dalam makalah kami dengan harapan
adanya perhatian khusus masyarakat maupun pemerintah terhadap berbagai
polemik yang dialami TKI saat ini. Lebih jelasnya lagi kami mengambil subjek
pemerintah dalam sisi perannya karena pemerintah sebagai pihak yang
bertanggung jawab dengan ketenagakerjaan di Indonesia terutama
kesejahteraannya. Selain itu masalah pelanggaran HAM pada TKI sudah
melibatkan faktor eksternal maupun internal. Eksternal maksudnya permasalahan
ini menyangkut hubungan diplomatik atau hubungan internasional dengan negara
yang bersangkutan, sedangkan masalah internal adalah investigasi terhadap
adanya kemungkinan penyimpangan dalam persiapan dan penempatan TKI ke
luar negeri.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian
2.1.1 Hak Asasi Manusia

Hak asasi manusia (HAM) merupakan hak-hak yang melekat pada diri
manusia sejak awal dilahirkan yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat
diganggu gugat oleh siapa pun (Rangkuti 2007). HAM pada dasarnya ada bukan
karena diberikan oleh masyarakat atau dari kebaikan negara, melainkan
berdasarkan martabatnya sebagai manusia patut memperoleh apresiasi secara
positif (EL-Muntajdan Hum 2005).
Secra etimologis,hak asasi manusia terbentuk dalam tiga kata yaitu hak,
asasi, dan manusia. Dua kata pertama, hak dan asasi berasal dari bahasa Arab,
sementara kata manusia adalah kata dalam bahasa Indonesia. Kata haqq diambil
dari akar kata haqqa, yahiqqu, dan haqqaan yang memiliki arti benar, nyata,
pasti, tetap, dan wajib. Berdasarkan pengertian tersebut, maka haqq adalah
kewenangan atau kewajiban untuk melakukan sesuatuatau tidak melakukan
sesuatu. Kata asasiy berasal dari akar kata asaa, yaussu, dan asasaan yang artinya
membangun, mendirikan, dan meletakkan. Daat juga berarti asal, pangkal, asas,
dasar dari segala sesuatu. Dengan demikian dapat disimpulakn asasi artinya segala
sesuatau yang bersifat mendasar dan fundamental yang selalu melekat pada
objeknya (Baal Bahi 1979). Hak asasi manusia dalam bahasa Indonesia dapat
diartikan sebagai hak-hak mendasar pada diri manusia (DEPDIKBUD 1994).
HAM dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu hak persamaan dan kebebasan,
hak hidup, hak memperoleh perlindungan, hak penghormatan pribadi, hak
menikah dan berkeluarga, hak wanita sederajat dengan pria, hak anak dari orang
tua, hak memperoleh pendidikan, hak memilih agama, hak memperoleh
kesempatan yang sama, hak milik pribadi, hak menikmati hasil produk, serta hak
narapidana. Pemikiran HAM yang sesuai konteks ruang dan jamannya terus
berlangsung.
Nilai- nilai Ham dapat berlaku secra universal di semua negara atau nilai-
nilai HAM pada suatu negara sangat kontekstual, yaitu mempunyai kekhususan

4
(partikular) dan tidak berlaku untuk setiap negara karena danya keterkaitan
dengan nilai-nilai kultural yang tumbuh dan berkembang pada suatu negara.
Dalam perkembangannya sekarang ini HAM sudah dapat diterima secra universal
sebgai sebuah moral yang merupakan kerangka acuan yang sah dalam
membangun dunia yang damai dan bebas dari ketakutan, penindasan, serta
ketidakadilan. Selain itu di dalam UUD 1945 telah banyak yang menjelaskan
tentang HAM.
Akan tetapi, pada praktiknya banyak pelanggaran-pelanggaran HAM yang
terjadi di dalam negeri maupun di luar negeri. Salah satu permasalahan vital yang
sampai sekarang belum dapat diselesaikan secara tuntas adalah mengenai maslah
ekspor Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri khususnya tenaga kerja
nonformal. Tidak sedikit pemberitaan yang muncul di media massa baik cetak
maupun elektronik yang mengungkap malangnya nasib para TKI yang mendapat
perlakuan dari majikanmereka di luar negeri yang dapat dikatakan tidak
manusiawi dan melanggar hak asasi mereka sebagai manusia.

2.1.2 Tenaga Kerja Indonesia

Pengertian dari TKI adalah tenaga kerja berkewarganegaraan Indonesia


yang bekerja di negra tujuan dengan menggunakan syarat-syarat serta ketentuan.
Menilik dari namanya tenaga kerja bukan berarti mereka mempertaruhkan hak-
hak yang dia miliki sebagaimana ciptaan Tuhan Yng Maha Esa.

Pasal 1 UU No. 39 Tahun 2004 dijelaskan tentang beberapa istilah mngenai


Tenaga Kerja Indonesia, yaitu:

1. Tenaga Kerja Indonesia yang selanjutnya disebut TKI adalah setiap


warga negara Indonesia yang memenuhi syarat untuk bekerja di luar
negeri dalam hubungan kerja untuk jangka waktu tertentu dengan
menerima upah.
2. Calon Tenaga Kerja Indonesia yang selanjutnya disebut calon TKI
adalah setiap warga negara Indonesia yang memenuhi syarat sebagau
pencari kerja yang akan bekerja di luar negeri dan terdaftar di instansi

5
pemerintah kabupaten/kota yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakeerjaan.
3. Penempatan TKI adalah kegiatan pelayanan untuk mempertemukn TKI
sesuai bakat, minat, dan kemampuannya dengan pemberi kerja di luar
negeri yang meliputi seluruh proses perekrutan, pengurus dokumen,
pendidikan dan pelatihan, penampungan, persiapan keberangkatan,
pemberangkatan sampai ke tempat tujuan, dan pemulangan dari negara
tujuan.
4. Perlindungan TKI adalah segala upaya untuk melindungi kepentingan
calon TKI/TKI dalam mewujudkan terjaminnya pemenuhan hak-
haknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, baik sebelum,
selama, maupun sesudah bekerja.

Dalam definisi tersebut seharusnya seseorang yang berprofesi sebagai TKI


diperakukan selayaknya pekerja lainnya dalam negeri, bahkan kalau bisa para TKI
lebih dispesialkan. Apalagi melihat peran TKI untuk negeri sendiri yang sangat
memberikan keuntungan negara cukup besar, antar lain TKI berperan sebagai
penghasil devisa bagai negara. Selain itu TKI juga dapat berperan sebagai
jembatan penyambung silaturahmi antar negara. Melihat peranannya yang
sangat besar, seharusnya pemerintah Indonesia bertindak secara nyata untuk
melindungi hak-hak asasi manusia para TKI. Selama ini perlindungan tentang
HAM di Indonesia terkesan hanya tampak sebatas tulisan peraturan perundang-
undangan yang kurang aksi nyata. Hal itu yang perlu dibenahi dan ditata ulang
dalam negara ini. Pemerintah harus mampu lebih tegas dalam menegakkan
perlindungan HAM dalam negeri agar warga negara lain tidak semena-mena
memperlakukan warga negara Indonesia yang menjaid TKI di luar negeri.

2.2. Permasalahan
2.2.1. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pelanggaran HAM
terhadap TKI
1. Pemahaman belum merata tentang HAM
Masih belum adanya kesepahaman pada tataran konsep hak asasi
manusia antara paham yang memandang HAM bersifat universal dan

6
paham yang memandang bangsa memiliki paham HAM tersendiri berbeda
dengan paham yang lain terutama dalam pelaksanaanya.
2. Telah terjadi krisis moral
Krisis moral jauh lebih berbahaya dari krisis lainnya. Krisis moral
dapat melumpuhkan segala aspek atau sendi dalam kehidupan
bermasyarakat dan bernegara. Selain itu, krisis moral ini juga disebabkan
oleh masih rendahnya kesadaran akan rasa kemanusiaan di dalam
masyarakat oleh karena itu, manusia harus dapat juga menghargai dan
menghormati manusia lainnya. Hal ini dapat diterapkan dengan tidak
berlaku seenaknya, apalagi sampai melanggar hak asasi manusia lainnya.
3. Adanya oknum-oknum PJTKI
Masih banyaknya Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia
(PJTKI) yang tidak mendapat izin dari Departemen Tenaga Kerja
(Depnaker), sehingga menyebabkan aliran TKI tidak terkontrol.
Akibatnya, banyak kasus-kasus pemulangan TKI yang tidak lengkap surat-
suratnya alias ilegal.
4. Aparat hukum yang berlaku bertindak sewenang-wenang
Di dalam masyarakat terdapat banyak kekuasaan yang berlaku.
Kekuasaan disini tidak hanya menunjuk pada kekuasaan pemerintah, tetapi
juga bentuk-bentuk kekuasaan lain yang terdapat di dalam masyarakat.
Salah satu contohnya adalah kekuasaan di dalam perusahaan. Para
pengusaha yang tidak mempedulikan hak-hak buruhnya jelas melanggar
hak asasi manusia. Oleh karena itu, dapat kita lihat bahwa setiap elemen di
dalam masyarakat yang memiliki kekuasaan cenderung menyalahgunakan
kekuasaannya tersebut. Kekuasaan-kekuasaan yang mereka miliki
seharusnya dibatasi sehingga tetap menghormati hak orang lain dan tidak
melanggarnya.Penegak hukum yang bersikap tidak adil akan membuat
masyarakat pun bertindak sewenang- wenang. Pemerintah harus bisa
bertindak tegas dalam menyelesaikan masalah ini. Pelanggar HAM
seharusnya diberi hukuman yang tegas.
5. Tingkat pendidikan TKI di luar negeri yang rendah

7
Kondisi ini kurang memberikan daya tawar (bargaining position)
yang tinggi terhadap majikan di luar negeri yang akan mempekerjakannya.
Keterbatasan pengetahuan tersebut meliputi tata kerja dan budaya
masyarakat setempat. Tingkat pendidikan juga berpengaruh terhadap
penguasaan bahasa, akses informasi teknologi dan budaya tempat TKI
bekerja. Sebagai TKI, bukan hanya bermodal skill atau keahlian teknis
semata tetapi juga pemahaman terhadap budaya masyarakat tempat
mereka bekerja. Karena kualitas tenaga kerja dan pendidikan selalu
memiliki keterkaitan. Sinergisme tersebut bagi TKI, khususnya yang
bekerja di luar negeri masih kurang. Hal ini terbukti dari hasil survey yang
dilakukan oleh The Political and Economic Risk Consultancy yang
memosisikan kualitas pendidikan Indonesia berada pada peringkat ke-12
setelah Vietnam dengan skor 6.56.
6. Regulasi atau peraturan pemerintah yang kurang berpihakpada TKI di luar
negeri khususnya sektor PRT
Hukum yang berlaku di daerah tujuan penempatan TKI yang
kurang memberikan perlindungan. Hal ini sudah jelas terlihat dengan
maraknya kasus penganiayaan yang terjadi terutama pada PRT. Ketika
terjadi masalah para TKI harus mengadu dulu pada duta besar negara
Indonesia atau ketika sudah disorot oleh media baru ada respon untuk
melindungi hak mereka. Hal yang selama ini dipertanyakan mengenai
perjanjian tertulis antara Indonesia dengan negara tujuan karena
banyaknya kasus penganiayaan yang masih terjadi. Hal tersebut ternyata
telah diatur dalam Pasal 27 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004
mengatur tentang penempatan TKI di luar negeri hanya dapat dilakukan ke
negara tujuan yang pemerintahnya telah membuat perjanjian tertulis
dengan Pemerintah Republik Indonesia atau ke negara tujuan yang
mempunyai peraturan perundang-undangan yang melindungi tenaga kerja
asing.
2.2.2. Bentuk Pelanggaran Hak Asasi Manusia Terhadap TKI
Pasar Kerja Luar Negeri sudah sejak lama dikenal oleh Warga Negara Indonesia
melalui hubungan tradisional antar penduduk seperti lintas batas dengan Malaysia dan
Singapura yang didasari atas kedekatan wilayah, hubungan keagamaan dengan Saudi

8
Arabia dan Negara-negara lain di Timur Tengah, dan hubungan sosial dengan negara-
negara dikawasan Asia Pasifik, Eropa dan Afrika, Australia dan negara-negara di
Kawasan Amerika. Pada tahap awalnya luput dari perhatian Pemerintah dan masyarakat,
setelah pemerintah menyadari dan menyerahkan pengelolaannya kepada pihak swasta
penempatan TKI menjadi lebih marak dan permasalahannya pun terus meningkat.
Permasalahan-permasalahan tersebut antara lain :
a. Pra Penempatan.
Berdasarkan data dan berita-berita yang pernah dipublikasikan oleh
media massa, baik cetak maupun elekronik , kasus-kasus yang ditangani
oleh BNP2TKI, permasalahan-permasalahan yang menimpa Calon Tenaga
Kerja Indonesia (CTKI) adalah :
1. Pemotongan gaji terlalu besar oleh PPTKIS (Perusahaan Pengerah
Tenaga Kerja Indonesia Swasta) bekerja sama dengan Agency-nya di
luar negeri.
2. Di penampungan oleh PPTKIS disuruh menandatangani surat, apabila
batal berangkat CTKI harus membayar ganti rugi yang cukup besar
(pemerasan ketika membatalkan diri berangkat).
3. Penyekapan di penampungan karena dijadikan stok manusia.
4. Kondisi penampungan yang buruk yaitu:
a) kotor, sanitasi buruk, tanpa tempat tidur (tidur di lantai dengan
tikar atau karpet.
b) makanan yang tidak memenuhi standart kesehatan dan kelayakan.
5. Selama ditampung dipekerjakan pada rumah pemilik PPTKIS atau
rumah perorangan dan tidak dibayar dengan alasan praktek kerja
lapangan (PKL).
6. Kekerasan psikis dan intimidasi di penampungan.
7. Kekerasan fisik di penampungan.
8. Pelecehan seksual di penampungan.
9. Diansuransikan, tetapi bila ada masalah tidak bias diklaim asuransinya.
10. Sakit tak terawatt sehingga meninggal di penampungan.
b. Masa Penempatan
Pada umumnya Tenaga Kerja Indonesia (TKI), di negara-negara
tujuan penempatan bekerja pada sector-sektor pekerjaan yang sudah

9
ditinggalkan atau tidak diminati oleh Warga Negara pemberi kerja karena
kondisi kerja yang keras, upah, status rendah dan perlindungan minim.
Memperhatikan kondisi demikian, maka TKI menghadapi berbagai
permasalahan. Permasalahan-permasalahan tersebut antara lain :
1. Dijebak menjadi pelacur di daerah transit.
2. Dilarang menjalankan ibadah, dipaksa memasak dan makan makanan
haram (daging babi).
3. Gaji tidak dibayar.
4. Disiksa, dianiaya, makan-makanan basi dan bekas, diperkosa oleh
majikan atau oleh pegawai Agency.
5. Dipenjara dengan berbagai rekayasa tuduhan.
6. Bunuh diri karena putus asa akibat perlakuan buruk majikan / Agency.
7. Disekap oleh majikan atau Agency.
8. Di PHK sepihak dan dipulangkan majikan tanpa diberikan hak-haknya.
9. Dipulangkan sepihak oleh Agency setelah usai masa pemotongan gaji
oleh Agency, sehingga tak pernah menerima gaji penuh.

c. Purna Penempatan
Keberadaan terminal IV Sepanjang Bandara Sorkarno-Hatta,
dimaksudkan untuk memberikan perlindungan dan pelayanan kepada
para TKI sejak dari terminal 2 dan terminal IV, dipilihnya terminal IV
sebagai tempat proses pemberian pelayanan dalam rangka
perlindungan kepulangan TKI menuju kampong halamannya, Tetapi
sangat disesalkan justru dalam proses pemberian pelayanan dalam
rangka perlindungan inilah telah terjadi berbagai pelanggaran hukum,
aturan, etika, moral sampai penghilangan nyawa TKI telah terjadi,
yang membuat rasa keadilan dan terkesan orang kecil dan miskin dari
kampong tidak ada tempat untuk hidup di negeri yang tercinta ini.
Masalah-masalah tersebut antara lain:
1. Pemerasan dan perlakuan diskriminatif.
2. Kekerasan fisik dan psikis (dibentak dan sikap tidak ramah).
3. Pelecehan seksual.

10
4. Luka ringan bahkan cacat akibat penganiyaan dan atau ketika
mencoba melarikan diri dari majikan.

d. TKI Deportasi
Pasang surut hubungan kedua Negara bertetangga dekat ini telah
mewarnai penanganan TKI illegal. Sebagai contoh : hamper setiap
bulan pemerintah Malaysia mendeportasi ribuan TKI illegal ke
Indonesia melalui pelabuhan-pelabuhan laut debarkasi. Pelabuhan
debarkasi Sri Bintan Pura yang terletak di Tanjung Pinang Provinsi
KEPRI merupakan salah satu pelabuhan laut yang digunakan sebagai
tempat deportasi TKI illegal.
Berdasarkan data yang ada yang dilaporkan oleh SP3TKI Tanjung
Pinang kepada BNP2TKI, selama tahun 2007 jumlah TKI illegal yang
dideportasi melalui Pelabuhan Sri Bintan Pura Tanjung Pinang
sebanyak 30.574 orang dengan rincian bulan April 2007 sebanyak
3343 Orang, bulan Mei 2007 sebanyak 3714 Orang, bulan Juli 2007
sebanyak 2322 Orang, bulan September 2007 sebanyak 6244 Orang,
bulan Oktober 2007 sebanyak 3289 Orang, bulan Nopember sebanyak
3061 dan bulan Desember sebanyak 2594 Orang.

e. Trafiking
Di samping permasalahan-permasalahan tersebut diatas, yang
dialami oleh TKI Perempuan, juga kerap kali menjadi korban trafiking
dengan dalih penempatan. Menurut Undang-undang Nomor 21 Tahun
2007 trafiking adalah tindakan perekrutan, pengangkutan,
penampungan, pengiriman, pemindahan atau penerimaan seseorang,
dengan ancaman kekerasan atau penggunaan kekerasan, penculikan,
penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau
posisi rentan, penjeratan utang atau member pembayaran atau manfaat
sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali
atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam Negara maupun
antara negarauntuktujuaneksplotasiataumengakibatkan orang lain

11
tereksploitasidantrafikingmenurut Protocol PBB, adalahPerekrutan,
pengiriman, pemindahan, penampunganataupenerimaanseseorang,
denganancamanataupenggunaankekerasan, ataubentuk-bentuk lain
darikekerasan, penculikan, penipuan,
kebohonganataupenyalahgunaankekuasaanatauposisirentan,
ataumemberiataumenerimapembayaran, memperolehkeuntungan agar
dapatmemperolehpersetujuandariseseorang yang berkuasaatas orang
lain, untuktujuaneksplotasi. Ekplotasiuntukmelacurkan orang lain,
ataubentuk-bentuk lain darieksplotasiseksual,
kerjaataupelayananpaksa, perbudakanataupraktek-
praktekserupaperbudakan, penghambatanataupengambilan organ
tubuh. Keduadefinisitersebut di
atastidakhanyauntukkasustrafikingpekerjasekssaja,
tapijugatermasukkerjapaksadanbentuk-
bentukeksplotasilainnyayaitulebihmengedepankanpencegahantrafiking
, melindungidanmendampingikorban, danuntukmenghukumpelakunya
(trafiker).
Pentinguntukdiingatbahwa, orang yang telahditipuatau yang
tidakmenerimagaji, daripekerjaannyaatau yang
disiksabisadikategorikansebagaikorbantrafiking.Trafikingadalahkejaha
tan di
manapelakunyamenerimauangataumenarikkeuntunganlainnyadari
orang yang
dieksplotasisecaraterusmenerus.Pelakutrafikingcenderungmengarahpa
da orang-orang yang berbedapadaposisirentan, yaitumereka yang
denganmudahdapatditipudenganjanji-janjikerja.

2.2.3. Proses Perekrutan Tenaga Kerja Indonesia yang Legal


Menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) untuk mengadu nasib di negeri
orang memang rentan terhadap tindak kriminal, kekerasan dan sebagainya.
Maka disetiap TKI yang berada di luar negeri perlu kewaspadaan tinggi
dengan berbekal skill dan pengetahuan yang memadai sehingga perlindungan

12
diri dan keamanan dapat dicapai. Ada tahapan yang harus diketahui, manakala
seseorang ingin bekerja ke luar negeri yang legal, antara lain :
1. Harus memahami prosedur bekerja ke luar negeri yang dapat diperoleh
di dinas atau kantor yang membidangi ketenagakerjaan setempat.
Informasi yang perlu diketahui tentunya berkaitan dengan penempatan
TKI ke luar negeri seperti : jenis, jabatan atau pekerjaan, negara
tujuan, gaji atau upah, biaya penempatan, syarat, tata caranya, PPTKIS
(Perusahaan Pengerah Tenaga Kerja Indonesia Swasta) resmi yang
memiliki job order, dan lain-lain,semakin lengkap informasi, semakin
baik.
2. Melengkapi persyaratan administrasi sebagaimana tertuang di Pasal 51
UU 39 tahun 2004 antara lain seperti KTP, Kartu Keluarga, Surat Ijin
OrangTua/wali/suami/istri, Surat Keterangan status perkawinan, akte
kelahiran/surat kenal lahir, ijazah, pendidikan terakhir, surat
keterangan sehat, sertifikat keterampilan dan keahlian bila memiliki.
Ada baiknya Calon TKI juga mengetahui dokumen keberangkatan
keluar negeri, seperti perjanjian penempatan, paspor dan visa kerja,
tiket perjalanan, perjanjian kerja, rekening bank, KTKLN (Kartu
Tenaga Kerja Luar Negeri), kartu kepersertaan asuransi, rekomendasi
bebas fiskal luar negeri.
3. Mendaftar ke Dinas Ketenagakerjaan setempat atau PPTKIS
(Perusahaan Pengerah Tenaga Kerja Indonesia Swasta) resmi, dengan
membawa persyaratan administrasi yang sudah ditentukan. Tata cara
yang harus ditempuh oleh Calon TKI untuk bekerja di luar negeri
sebagai berikut :
A. Calon TKI mengikuti penyuluhan tentang kerja di luar
negeri, mendaftar dan menyerahkan persyaratan administrasi, dan
kesehatan yang dilakukan oleh dinas ketenagakerjaan bersama
dengan PPTKIS (Perusahaan Pengerah Tenaga Kerja Indonesia
Swasta).
B. Mengikuti pelatihan teknis/keterampilan dan bahasa negara
tujuan penempatan yang disiapkan oleh PPTKIS (Perusahaan

13
Pengerah Tenaga Kerja Indonesia Swasta) sesuai waktu/jam yang
sudah ditentukan. Sekaligus pelaksanaan uji kompetensi dari
Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) melalu lembaga
Sertifikasi sesuai bidangnya. Selanjutnya PPTKIS (Perusahaan
Pengerah Tenaga Kerja Indonesia Swasta) membantu calon TKI untuk
mengurus dokumen yang diperlukan yaitu paspor dan visa kerja,
rekening bank, kartu peserta asuransi,tiket perjalanan, rekomendasi
bebas fiskal luar negeri dan Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri
(KTKLN)
C. Calon TKI menandatangani perjanjian kerja dan mengikuti
pembekalan akhir pemberangkatan (PAP). Untuk memantapkan
keinginan dan tekad calon TKI ke luar negeri. Pembekalan itu
mencakup tentang pembinaan mental kerohanian, situasi dan
kondisi kerja, budaya, adat-istiadat, dan hukum negara setempat,
hak dan kewajiban, cara mengatasi permasalahan, tata cara
perjalanan dan kepulangan,program tabungan dan pengiriman
uang, penjelasan kelengkapan dokumen yang harus dibawa oleh
TKI dan lain-lain yang terkait dengan perlindungan TKI.
D. Calon TKI diberangkatkan ke negara tujuan penempatan.

7. Penyelesaian Masalah

Pemaparan di atas merupakan bentuk permasalahan yang mayoritas terjadi


dan dialami oleh Tenaga Kerja Indonesia. Banyak pihak yang terlibat langsung
dalam permaslahan ini terutama dari pihak negara asal TKI tersebut. Konteks
pihak negara asal dalam hal ini adlaah pemerintah sebagai wadah yang
mengayomikesejahteraan para TKI. Setelah kami menelaah dan menganalisis,
ternyata berbagai permasalahan yang kami paparkan di atas dapat diusahakan
solusinya. Pemerintahlah sendiri yang memainkan peran utama sebagai aktor yang
menerapkan solusi untuk mencegah dan mengatasi masalah pelanggaran hak asasi
manusia TKI. Menurut pendapat kami, dalam melakssanakan solusi tersebut
pemerintah dapat melakukan berbagai upaya yang kami rangkum dalam beberapa
poin.

14
2.3.1. Upaya Peningkatan Perlindungan

Sinonim dengan upaya pencegahan oleh pemerintah. Peran ini lebih


ditekankan saat pengadaan Tenaga Kerja Indonesia. Pengadaan tenaga kerja yang
dimaksud adalah tahap-tahap yang dikaji dalam menyiapkan nominasi tenaga
kerja yang akan dipekerjakan di luar negeri. Pemerintah dan lembaga terkait
memberikan pembekalan untuk calon-calon tenaga kerja Indonesia agar mereka
memiliki kompetensi dan kualitas yang tinggi sehingga mendapat pekerjaan yang
setara dengan kualitas yang dimiliknya. Upaya upgrading ini meliputi sosialisasi,
penyesuaian budaya, fokus keterampilan, dan penguasaan TI.

2.3.3.1. Sosialisasi

Sosialisasi diadakan oleh lembaga pemerintah yaitu Badan


Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia
(BNP2TKI) atau Dinas Tenaga Kerja (Disnaker). Sosialisasi kami
anggap sebagai upaya yang vital dalam pembekalan Tenaga Kerja
Indonesia. Melalui sosialisasi calon Tenaga Kerja Indonesia dapat
menerima informasi mengenai negara tujuan, prospek kerja, dan
pengetahuan-pengetahuan umum mengenai ketenagakerjaan.
Informasi ini penting untuk memberi pandangan kepada calon tenaga
kerja mengenai profesi yang akan diambil dan profil negara yang akan
dituju. Sudut pandang lain mengenai pengetahuan umum
ketenagakerjaan memaparkan tentang tenaga kerja yang kompeten di
bidangnya, bermoral, dan profesional. Penjelasannya disampaikan
standar kompetensi tenaga kerja pada masing-masing sektor profesi,
pendidikan karakter untuk mencetak tenaga kerja yang bermoral dan
mampu beradaptasi, dan sosialisasi pelatihan-pelatihan yang
dilakukan untuk meningkatkan kualitas keprofesionalan dari tenaga
kerja.
Materi tentang resiko dalam ketenagakerjaan perlu
disosialisasikan mengingat maraknya kasus kriminal yang dialami
Tenaga Kerja Indonesia. Perlu ditekankan bahwa materi ini digunakan
sebagai sara peningkatan kewaspadaan dan seleksi bagi calon tenaga

15
kerja, bukan sebagai penghalang untuk bekerja di luar negeri.
Pemerintah juga perlu menyampaikan standart operational
procedure(SOP) untuk menjadi TKI seperti kelengkapan dokumen-
dokumen visa kerja, paspor, KTP, perjanjian kontrak kerja, dan
memiliki kartu tenaga kerja luar negeri. Tujuan diadakannya
sosialisasi tersebut guna memberikan pemahaman yang jelas dan
menyeluruh kepada calon TKI mengenai tata cara, mekanisme, dan
prosedur menjadi TKI yang legal. TKI yang legal lebih mudah
dikontrol dan dikoordinasi oleh pemerintah daripada TKI ilegal. Hal
ini terkait dengan entry data-data TKI legal dimiliki pemerintah
sehingga berdampak pada kemudahan dalam kontrol dan pengawasan
oleh pemerintah terhadap TKI tersebut.

2.3.3.2. Penyesuaian Budaya

Pelatihan ini lebih difokuskan untuk kemampuan TKI dalam


beradaptasi dengan kebudayaan masyarakat di negara tujuan.
Didasari dengan beragamnya kebudayaan dalam masing-masing
negara tujuan, perlu adanya pelatihan untuk memahami kebudayaan
negara tujuan. Pelatihan ini memudahkan calon tenaga kerja untuk
masuk dalam sistem kebudayaan masyarakat di negara tujuan.
Penyesuaian kebudayaan dianggap hal yang urgent karena kebudyaan
adalah faktor utama bagi TKI untuk dapat diterima dalam lingkungan
masyarakat dan kemudahan dalam bersosialisasi di negara tujuan. TKI
yang mudah menerima dan meradaptasi dengan budaya negara tujuan
lebih kecil peluangnya dalam menerima tindakan pelecehan atau
kriminalitas yang berbau pelanggaran hak asasi manusia.
Hubungannya, TKI yang mudah beradaptasi dengan kebudayaan
negara tujuan memiliki sikap hormat dan menghargai terhadap
maasyarakat sekitar. Hal ini secara otomatis memberikan respek
positif dari masyarakat. Sehingga tercipta hubungan yang harmonis
saling menghargai budaya masing-masing. TKI tersebut juga mudah
diterima oleh masyarakat baik di lingkungan tempat tinggal maupun

16
di lingkungan kerja. Bentuk penerimaan ini menumbuhkan mental
toleransi yang besar sehingga dapat mencegah terjadinya pelecehan
dan tindak kriminal tehadap TKI. Pembinaan penyesuaian kebudayaan
ini juga dapat dijadikan tolak ukur bagi calon TKI dala menentukan
destinasi negara yang akan dituju. Diharapkan mereka mendapat
pandangan tentang kehidupan dan analisa perbandingan antara
kebudayaan negara tujuan dengan kepribadiannya.
Mengambil conyoh dari kebudayaan negara di Timur Tengah.
Masyarakat Timur Tengah lebih menggunakan sistem bebas memiliki,
maksudnya seoran TKI di sana bukan diperlakukan hanya sebagai
seorang pekerja saja tetapi mereka menggunakan sistem seperti
membeli. Sehingga posisi TKI bebas diperlakukan oleh atasannya.
Kebudayaan seperti ini jika ditelaah ke belakang sebenarnya berasal
dari nenek moyang Jazirah Arab yang memberlakukan perbudakan.
Meski dalam wujud konkretnya bukan lagi menunjukkan hubungan
antara budak dengan majikan, tetapi unsur-unsur perbudakan masih
terasa terutama jika terdapat perbedaan strata yang terlalu mencolok.
Budaya seperti ini dapat diolah dan disesuaikan dengan mengirim
tenaga kerja yang memiliki kualitas tinggi ke negara Timur Tengah
sehingga dalam negara tersebut TKI tersebut menduduki strata yang
tinggi.

2.3.3.3. Fokus Skill

Esensi dari pelatihan calon Tenagan Kerja Indonesia adalah


peningkatan skill atau keterampilan calon Tenaga Kerja Indonesia
sesuai bidang keahliannya. Pemerintah bertanggung jawab penuh atas
pelatihan ini, karena pentingnya pelatihan ini menentukan kualitas
dari tenaga kerja itu sendiri. Sasarannya adalah semua calon Tenaga
Kerja Indonesia dari berbagai lapisan terutama yang memiliki
pendidikan rendah. Tenaga Kerja Indonesia yang memiliki pendidikan
rendah lebih rentan terhadap tindak pelanggaran HAM. Untuk alon
Tenaga Kerja Indonesia yang berpendidikan rendah, peningkatan skill

17
disesuaikan dengan bakat atau minat yang dimiliki dengan intensitas
tinggi. Hal ini dimaksudkan untuk mendongkrak kualitas calon
Tenaga Kerja Indonesia berpendidikan rendah menjadi tenaga kerja
handal yang berkompetensi tinggi di bidangnya, bukan hanya sebagai
tenaga kerja yang digaji rendah dan dipandang remeh. Pemerintah
perlu mengkaji secara detail mengenai kemampuan yang dimiliki para
calon Tenaga Kerja Indonesia agar pelatihan skill dapat difokuskan
pada bidang yang menjadi kelebihannya sehingga pelatihan berjalan
efektif dan efisien.
Selaain fokus pelatihan skill fisik, pemerintah juga perlu
memberikan pelatihan skill linguistik secara intensif. Kemampuan
berbahasa asing menjadi penting karena bahasa adalah sarana
komunikasi utama bagi Tenaga Kerja Indonesia saat bekerja di luar
negeri. Kemampuan berbahasa asing dapat mempermudah TKI dalam
bersosialisasi dan mencegah kesalahpahaman dalam berinteraksi di
lapangan. Berbagai pelanggaran HAM dan tindak kriminalitas yang
menyangkut TKI di luar negeri bermula dari kesalahpahaman dalam
komunikasi, maka kemampuan berbahasa dapat dijadikan standar
kelayakan TKI untuk dikirim ke negara tujuan. Kemampuan linguistik
juga daat mencerminkan tingkat intelektualitas TKI sehingga dapat
dihormati kedudukannya dan berdampak pada peningkatan kualitas
kompetens sesuai profesinya.

2.3.3.4. Penguasaan Teknologi Informasi

Berada di zaman modern seperti sekarang sudah menjadi


kewajiban bagi setiap orang untuk memiliki kemampuan dalam
memanfaatkan teknologi, terutama teknologi informasi (TI).
Kemajuan teknologi yang paling pesat adalah teknologi informasi.
Oleh sebab itu penguasaan dasar TI perlu diajarkan kepada calon TKI
agar tidak terkesan kuno dan gagap teknologi. Pemanfaatan teknologi
informasi juga telah merambah ke segala ranah kehidupan manusia
bahkan fasilitas yang tersedia semakin canggih. Kemampuan dasar

18
dalam menggunakan dan memnfaatkan TI dapat dijadikan sarana bagi
calon TKI dalam meningkatkan kesejahteraan hidupnya dan
kuaitasnya sebagai tenaga kerja. Banyak sektor perusahaan
memanfaatkan TI dalam operasionalnya serta bidang TI menawarkan
peluang kerja yang melimpah dan fleksibel. Maksudnya, TKI yang
menguasai TI lebih mudah dalam mendapatkan dan memilih
pekerjaan yang layak.
Penguasaan TI juga memudahkan TKI dalam menjalin
komunikasi dengan berbagai pihak, terutama kepada keluarga. Selain
itu juga memudahkan pemerintah dalam melakukan kontrol terhadap
TKI. Terjadi transaransi antara ihak negara tujuan, TKI, dan
pemerintah akibat pemanfaatan TI diharapkan dapat mengurangi
adanya pelanggarana HAM kepada TKI. Informasi yang semakin
lancar dapat memudahkan pemerinth dalam menindaklanjuti perkara
pelanggaran terhadap TKI dengan cepat.

2.3.3.5. Seleksi Negara Tujuan

Calon TKI dalam menentukan negara tujuan sebaiknya haurus


dilakukan dengan teliti. Peran pemerintah dalam mebantu TKI sebagai
konselor untuk memberikan pertimbangan dalam menentukan negara
tujuan. Kenyataannya tidak semua negara di dunia layak menjadi
destinasi penempatan TKI, maka perlu analisa cerdas dari pemerintah
untuk membantu TKI dalam menentukan negara tujuan. Beberapa
faktor dapat dijadikan fokus untuk ditelaah untuk seleksi dalam
menentukan destinasi negara bagi calon TKI. Faktor-faktor tersebut
antara lain peluang kerja, keamanan, dan standar upah di negara
tujuan.
Pemerintah perlu melakukan analisa terhadap peluang kerja
yang tersedia dalam negara-negara yang menjadi tujuan penempatan
calon TKI. Analisa berdasarkan kuota tawaran pekerjaan di negara-
negara lain dengan menyesuaikan jenis pekerjaan yang ditawarkan.
Kesalahan dalam menganalisa dan mengarahkancalon TKI dalam

19
penempatannya malah menimbulkan permasalahan baru, yaitu
pengangguran. Parahnya lagi pengangguran tersebut berada di negara
lain sehingga dalam mengatasinya masih melewati birokrasi yang
rumit dan panjang. Jenis pekerjaan juga perlu dianalisa, jangan sampai
pemerintah menempatkan TKI sebagai tenaga kerja rendahan yang
berarti membuka peluang terjadinya pelanggaran HAM.
Segi keamanan maksudnya frekuensi terjadinya kasus-kasus
pelanggaran HAM kepada TKI di berbagai negara. Pemerintah perlu
menangani nay dengan serius mengingat ini menyangkut
kesejahteraan dan terjaminnya pemenuhan hak asasi manusia TKI.
Menrut data BNP2TKI tahun 2010, negara dengan kasus pelanggaran
HAM terhadap TKI adalah Arab Saudi dengan kisaran 22.000 kasus.
Mengacu pada data BNP2TKI tersebut, pemerintah perlu melakukan
pemilihan secara tepat dan hati-hati dalam menempatkan TKI di
negara tersebut. Selain itu segi keamanan lain yang perlu dianalisa
adalah kemampuan negara tujuan dalam menjunjung dan penegakan
HAM. Negara yang menjunjung HAM akan memberikan rasa aman
dan jaminan kesejahteraan bagi TKI yang ditempatkan di negara
tersebut. Intinya, analisa dari segi keamanan adalah mencegah
bertambahnya kasus pelanggaran HAM kepada TKI.
Tentu dalam ketenagakerjaan hal yang menjadi obsesi adalah
besarnya upah yang diterima dari pekerjaan tersebut. Untuk
memenuhi obsesi tersebut pemerintah perlu mengkaji standar upah
minimum dari masing-masing negara tujuan TKI. Pengkajian dapat
dari perbandingan nominal yang diperoleh dengan bobot pekerjaan.
Umumnya pekerjaan yang menyangkut skill tinggi memiliki
perbandingan yang besar. Artinya dari bobot pekerjaan yang relatif
ringan secara fisik mendapat upah yang tinggi. Berbeda dengan
pekerja kasar yang bobot pekerjaannya berat mendapat upah yang
relatif rendah. Untuk itu kembali lagi pentingnya peningkatan kualitas
TKI untuk mendapatkan upah yang layak. Analisa yang lain dapat
diambil dari nilai tukar mata uang negara tujuan dengan kurs rupiah.

20
Lebih menguntungkan dengan bobot pekerjaan yang sama tetapi
dengan upah yang nilai tukar rupiahnya lebih tinggi. Misalnya antara
negara Malaysia dengan Arab Saudi. Nilai tukar mata uang dinar lebih
tinggi dari ringgit, sehingga lebih menguntungkan bekerja di Arab
Saudi daripada di Malaysia.

21

You might also like