Professional Documents
Culture Documents
Disusun oleh :
NYOMAN CAHYA SATYA B. (15.1316) 1A
2015/2016
Pertanyaan
Pemeriksaan Denyut:
Pada bayi, untuk menentukan ada atau tidaknya denyut nadi adalah dengan meraba bagian
dalam dari lengan atas pad a bagian tengah antara siku dan bahu. Pemeriksaan denyut pada anak
kecil sarna dengan orang dewasa.
2. Luka memar
Luka memar adalah suatu jenis cedera pada jaringan biologis karena kerusakan kapiler darah
yang menyebabkan darah merembes pada jaringan sekitarnya yang biasanya ditimbulkan oleh
tumbukan benda tumpul. Memar ini menimbulkan daerah kebiru-biruan atau kehitaman pada
kulit.
3. Luka tusuk
Luka tusuk biasanya adalah luka akibat logam, nah yang harus diingat maka kita harus curiga
adalanya bakteri clostridium tetani dalam logam tersebut.
4. Luka robek
Luka Robek Adalah Luka yang terjadi karena rusaknya atau robeknya kulit bagian permukaan
atau kulit beserta bagian jaringan dibawahnya. Penyebab luka ini bisa terjadi karena hantaman
benda tumpul yang sangat kuat sedemikian kerasnya sehingga melampaui tingkat elestisitas
kulit atau otot.
5. Luka lecet
Luka Lecet adalah Luka Yang terjadi apabila adanya kerusakan pada bagian atas kulit, dapat
ditandai dengan kulit menjadi kasar, memerah, berdarah, dan biasanya ada rembesaran cairan
bening yang keluar dari kulit yang luka
6. Luka bakar
Luka bakar adalah luka akibat terbakar api secara langsung ataupun tidak langsung, juga
termasuk pancaran suhu tinggi matahari dalam waktu yang lama, termasuk akibat bahan kimia
dan tentunya listrik juga bisa menyabkan luka bakar.
7. Luka tembak
Luka tembak memiliki ciri yang khas. Kerusakan yang diakibatkan oleh gelombang kejut dari
peluru dapat jauh lebih luas dari jalur pelurunya sendiri. Gelombang kejut tersebut akan
menyebabkan terbentuknya rongga disekitar jalur peluru. Hampa udara yang terjadi akan
menyedot kotoran dari luar, menyedot pembuluh darah dan saraf ke dalam jalur peluru yang
menyebabkan kerusakan, perdarahan dan kontaminasi yang luas.
JENIS-JENIS PERDARAHAN
1. Perdarahan arteri : Darah berwarna merah terang karena kaya akan oksigen. Darah
mengidentifikasikan keparahan.
2. Perdarahan venna : Darah berwarna merah gelap dan yang mengalir dengan tetap, mudah
untuk dikontrol.
3. Perdarahan kapiler : Darah berwarna merah gelap, darah merembes dengan perlahan.
TANDA-TANDA FRAKTUR
1. Deformitas ( perubssahan struktur atau bentuk)
2. Bengkak atau penumpukan cairan/darah karena kerusakan pembuluh darah
3. Nyeri
Jenis nyeri pada diagnosis :
Nyeri subjektif : Tidak ada persepsi nyeri yang smaa pada setiap orang. Sebagai contoh,
orang yang memiliki toleransi tinggi terhdap nyeri akan berbeda persepsi dengan toleransi
rendah.
Nyeri objektif : Dapat juga dinamakan deskriptif dapat diukur dengan menggunakan skala.
Menurut Smeltzer skala nyeri dibagi menjadi 0-10 (0= tidak nyeri; 1-3= myeri ringan, 4-6=
nyeri sedang, dapat mengikuti perintah dengan baik, pasien mendesis;7-9= nteri hebat, nyeri
sudah menggangu konsentrasi, pasien masih dapat mendeskripsi nyeri dan 10= nyeri sangat
berat, pasien tidak lagi dapat berkomunikasi).
Nyeri lingkar : Dapat berupa lingkar tulang rusuk, panggul, tulang lingkar paha, dan
sebagainya.
Nyeri sumbu : Pada tarikan dan/atau tekanan.
4. Ganguuan saraf/perasaan.
Gejala/tanda :
a. nyeri hebat disertai gangguan perggerakan sendi bahu
b. lengan yang cidera ditopang oleh tangan sebelahnya.
c. posisi badan penderita miring ke arah sisi yag sakit
d. kontur bahu berubah
e. sumbu humerus tidak menusuk ke bahu
Penatalaksanaannya :
Hanya boleh dilakukan oleh seorang dokter, kecuali dalam keadaan terpaksa dimana di tempat kejadian tidak ada
dokter yang terdekat, barulah kita berikan pertolongan pertama yaitu reposisi. Reposisi dapat dilakukan
dengan 2 cara, yaitu :
Metode Stimson :
1.1. Penderita dibaringkan tertelungkup sambil bagian lengannya yang mengalami dislokasi, keluar dari tepi tempat
tidur, menggantung ke bawah. Kemudian diberikan beban yang diikatkan pada lengan bawah dan pergelangan
tangan, biasanya dengan dumbbell dengan berat tergantung dari kekuatan otot si penderita. Si
penderita disuruh rileks untuk beberapa jam, kemudian bonggol sendi akan masuk dengan sendirinya.
1.2. Penderita dibaringkan terlentang di lantai. Si penolong duduk pada sisi sendi yang lepas. Kaki si penolong
menjulur lurus ke dada si penderita, lengan yang lepas sendinya ditarik dengan kedua tangan penolong dengan
tenaga yang keras dan kuat, sehingga berbunyi klik, ini berarti bonggol sendi masuk kembali Reduksi dengan
menarik lengan ke depan secara hati-hati dan rotasi eksternal, serta imobilisasi selama 3-6 minggu
Teknik Hennipen :
Secara perlahan dielevasikan sehingga bengkol sendi masuk ke dalam mangkok sendi.pasien duduk atau tidur
dengan posisi 45 derajat, siku pasien ditahan oleh tangan kanan penolong dan tangan kiri penolong melakukan
rotasi kearahluar(eksternal) sampai 90 derajat dengan lembut dan perlahan, jika korban merasa nyeri, rotasi
eksternal sementara dihentikan sampai terjadi relaksasi otot, kemudian dilanjutkan. Sesudah seraksasi eksternal
mencapai 90 derajat maka reposisi akan terjadi, jika reposisi tidak terjadi, maka harus dilakukan Program
Rehabilitas
Gejala/tanda :
a. Sendi panggul dalam posisi fleksi, adduksi dan internal rotasi
b. Tungkai tampak lebih pendek
c. Teraba caput femur pada panggul
penatalaksanaannya :
Metode Allis :
1. Pasien 2. Seorang 3. Operator 4. Lengan bawah 5. Paha dalam posisi 6.Setelah traksi
berbaring dalam asisten menekan memegang tungkai operator adduksi dan dipertahankan, capu
posisi supine. spina iliaca yang mengalami diletakkan di endorotasi , lalu femoris diungkit ke
anterior superior. dislokasi pada bawah lutut, lalu difleksikan 900. dalam acetabulum
pergelangan kaki lakukan traksi Tindakan ini dengan abduksi,
menggunakan satu longitudinal sejajarmerelaksasikan rotasi eksternal, dan
tangan. deformitas. ligamen iliofemoral. ekstensi pinggul.
Metode Stimpson :
Pasien ditempatkan di atas meja dalam posisi telungkup.
Tungkai yang mengalami dislokasi digantungkan ke bawah dan lutut difleksikan.
Seorang asisten memegang tungkai yang sehat secara horizontal.
Operator memberi tekanan ke bawah secara mantap pada lutut yang fleksi.
Posisi ini tetap dipertahankan hingga otot-otot relaksasi dan caput femoris turun ke acetabulum.
Kadang-kadang dengan sedikit mengayunkan paha dapat mempercepat reduksi.
Metode Whistler :
Panggul yang mengalami dislocasi direlokasikan menggunakan lengan operator untuk
mengangkat dan memanuver tungkai yang mengalami dislocasi ketika bahu operator diangkat.
Tangan operator bertumpu pada paha kontralateral. Seorang asisten atau tangan lain operator
melakukan kontratraksi pada tibia atau fibula.
JENIS-JENIS SYOK
1. SYOK HIPOVOLEMIK
Syok hipovolemik merupakan tipe syok yang paling umum ditandai dengan penurunan volume
intravascular. Cairan tubuh terkandung dalam kompartemen intraseluler dan ekstraseluler.
Cairan intraseluler menempati hamper 2/3 dari air tubuh total sedangkan cairan tubuh
ekstraseluler ditemukan dalam salah satu kompartemen intavaskular dan interstitial. Volume
cairan interstitial adalah kira-kira 3-4x dari cairan intravascular. Syok hipovolemik terjadi jika
penurunan volume intavaskuler 15% sampai 25%. Hal ini akan menggambarkan kehilangan 750
ml sampai 1300 ml pada pria dgn berat badan 70 kg.
Etiologi
Kondisi-kondisi yang menempatkan pasien pada resiko syok hipovolemik adalah (1) kehilangan
cairan eksternal seperti : trauma, pembedahan, muntah-muntah, diare, diuresis, (2) perpindahan
cairan internal seperti : hemoragi internal, luka baker, asites dan peritonitis
2. SYOK KARDIOGENIK
Syok kardiogenik disebabkan oleh kegagalan fungsi pompa jantung yang mengakibatkan curah
jantung menjadi berkurang atau berhenti sama sekali.
Etiologi
Penyebab syok kardiogenik mempunyai etiologi koroner dan non koroner. Koroner, disebabkan
oleh infark miokardium, Sedangkan Non-koroner disebabkan oleh kardiomiopati, kerusakan
katup, tamponade jantung, dan disritmia.
3. SYOK OBSTRUKTIF
Merupakan gangguan kontraksi jantung akibat dari luar atau gangguan aliran balik menuju
jantung terhambat, akibatnya berkurangnya preload sehingga Cardiac output berkurang. Contoh
kasusnya : tension pneumotoraks, tamponade kordis, emboli paru, dan perikardtis konstriktif.
Etiologi
terjadi akibat aliran darah dari ventrikel mengalami hambatan
secara mekanik, diakibatkan oleh gangguan pengisian pada ventrikel kanan maupun kiri
yang dalam keadaan berat bisa menyebabkan penurunan Cardiaac Output. Hal ini biasa
terjadi pada obstruksi vena cava, emboli pulmonal, pneumotoraks, gangguan pada
pericardium (misalnya : tamponade jantung) ataupun berupa atrial myxoma
4. SYOK DISTRIBUTIF
Syok distributif atau vasogenik terjadi ketika volume darah secara abnormal berpindah tempat
dalam vaskulatur seperti ketika darah berkumpul dalam pembuluh darah perifer.
Etiologi
Syok distributif dapat disebabkan baik oleh kehilangan tonus simpatis atau oleh pelepasan
mediator kimia ke dari sel-sel. Kondosi-kondisi yang menempatkan pasien pada resiko syok
distributif yaitu (1) syok neurogenik seperti cedera medulla spinalis, anastesi spinal, (2) syok
anafilaktik seperti sensitivitas terhadap penisilin, reaksi transfusi, alergi sengatan lebah (3) syok
septik seperti imunosupresif, usia yang ekstrim yaitu > 1 thn dan > 65 tahun, malnutrisi
Berbagai mekanisme yang mengarah pada vasodiltasi awal dalam syok distributif lebih jauh
membagi klasifikasi syok ini kedalam 3 tipe :
1. Syok Neorugenik
Pada syok neurogenik, vasodilatasi terjadi sebagai akibat kehilangan tonus simpatis.
Kondisi ini dapat disebabkan oleh cedera medula spinalis, anastesi spinal, dan kerusakan
sistem saraf. Syok ini juga dapat terjadi sebagai akibat kerja obat-obat depresan atau
kekurangan glukosa (misalnya : reaksi insulin atau syok). Syok neurogenik spinal
ditandai dengan kulit kering, hangat dan bukan dingin, lembab seperti terjadi pada syok
hipovolemik. Tanda lainnya adalah bradikardi.
2. Syok Anafilaktik
Syok anafilaktik disebabkan oleh reaksi alergi ketika pasien yang sebelumnya sudah
membentuk anti bodi terhadap benda asing (anti gen) mengalami reaksi anti gen- anti
bodi sistemik.
3. Syok Septik
Syok septik adalah bentuk paling umum syok distributuf dan disebabkan oleh infeksi
yang menyebar luas. Insiden syok septik dapat dikurangi dengan melakukan praktik
pengendalian infeksi, melakukan teknijk aseptik yang cermat, melakukan debriden luka
untuk membuang jarinan nekrotik, pemeliharaan dan pembersihan peralatan secara tepat
dan mencuci tangan secara menyeluruh.
2. SYOK KARDIOGENIK
biasanya ada keluhan nyeri dada, tanda-tanda edema paru ataupun kematian mendadak.
3. SYOK OBSTRUKTIF
gejalanya sulit dibedakan dengan syok kardiogenik, namun dari riwayat penyakit pasien, syok
ini bisa didiagnosa.
4. SYOK DISTRIBUTIF
pada awalnya pasien ada demam, riwayat penyakit infeksi sebelumnya, riwayat alergi makanan,
obat-obatan, dll. Bisa juga didapatkan urtikaria dan angioedema serta bronkospasme (terutama
pada syok anafilaktik).
Di lapangan :
1. Luka gigitan harus segera dicuci dengan sabun atau detergen dengan air mengalir
selama 10-15 menit.
2. Debridement luka
3. Diberikan desinfektan seperti alkohol 40-70%, tinktura yodii, atau larutan ephiran 0,1%
4. Luka gigitan tidak dibenarkan untuk dijahit, kecuali jahitan situasi
Di rumah sakit :
1. Vaksinasi : Anamnesa, Pemeriksaan fisik, Pemberian VAR, Pemberian SAR
2. Pemberian vaksin anti rabies
- Vaksin PVRV (Purufied Vero Rabies Vaccine)
- SMBV (Suckling Mice Brain Vaccine)
3. Pemberian Serum Anti Rabies (SAR)
- Serum heterolog (kuda)
- Serum hemolog
PRICEM
1. Protection
Dilakukan dengan memberikan alat untuk melindungi bagian tubuh yang mengalami cedera.
2. Rest
Kurangi aktifitas sehari-hari sebisa mungkin. jangan menaruh beban pada tempat yang cedera selama
48-72 jam guna memulai proses pemulihan.
3. Ice
Letakkan es yang sudah dihancurkan kedalam kantung plastik atau semacamnya.
4. Compression
Untuk mengurangi terjadinya pembengkakan lebih lanjut, dapat dilakukan penekanan pada daerah yang
cidera. Penekanan dapat dilakukan dengan elastis dan dilakukan pembalutan, pemberian dapat
dilakukan selama/setelah pemberian es.
5. Elavation
Jika memungkinkan, pertahankan agar daerah yang cedera berada lebih tinggi daripada jantung.
6. Mobilisation
Dilakukan selama 24-48 jam untuk strain derajat satu dan dua, kegunaannya merangsang perbaikan.
JENIS JENIS KERACUNAN
1. KERACUNAN BOTULISME
Botulisme adalah suatu bentuk keracunan yang spesifik, akibat penyerapan toksin/racun yang
dikeluarkan oleh kuman Clostridium botulinum. Toksin botulinum mempunyai efek yang sangat
spesifik, yaitu menghambat hantaran pada serabut saraf kolinergik dan mengadakan sparing
dengan serabut adrenergic, Toksin mengganggu hantaran saraf di dekat percabangan akhir dan
di ujung serabut saraf. Kuman clostridium botulinum masuk ke dalam tubuh melalaui saluran
cerna. Makanan yang tercemar oleh kuman clostridium. Biasanyaterdapat juga makanan kaleng
yang udah habis masa berlakunya. Angka kematian akibat keracunan botulisme ini sangat
tinggi.
2. KERACUNAN INSEKTISIDA
Semua insektisida bentuk cair dapat diserap melalui kulit dan usus dengan sempurna. Jenis yang
paling sering menimbulkan keracunan di Indonesia adalah golongan organofosfat dan
organoklorin. Golongan karbamat efeknya mirip efek organofosfat, tetapi jarang menimbulkan
kasus keracunan. Masih terdapat jenis pestisida lain seperti racun tikus (antikoagulan dan seng
fosfit) dan herbisida (parakuat) yang juga sangat toksik. Kasus keracunan golongan ini jarang
terjadi. Organofosfat diabsorbsi dengan baik melalui inhalasi, kontak kulit, dan tertelan dengan j
alan utama pajanan pekerjaan adalah melalui kulit
3. KERACUNAN JENGKOL
Keracunan jengkol atau kejengkolan merupakan salah satu sebab gagal ginjal akut (acute renal
failure), akan tetapi kematian yang disebabkan oleh keracunan ini jarang sekali terjadi.
Penetapan diagnosis keracunan jengkol bagi seorang dokter yang pemah melihat kasus
keracunan jengkol dan pernah mencium bau khas jengkol memang tidak terlalu sulit. Anamnesa
yang cukup teliti akan mengungkapkan bahwa gejala-gejala keracunan timbul beberapa waktu
setelah memakan buah jengkol. Pengobatannyapun tidak terlalu sulit. Dalam rumah sakit
diusahakan agar diuresis dapat berlangsung kembali melalui pemberian cairan melalui infus
yang dibuat sedikit alkalis dengan natrium bikarbonat.
PRINSIP-PRINSIP TRIASE
1. Memilah korban berdasarkan berat kelainan.
2. Menentukan prioritas siapa korban yang akan ditolong lebih dulu
3. Dilakukan oleh petugas yang pertama tiba atau berada ditempat
4. Untuk memudahkan survei primer
5. Dilakukan pada bencana atau pra RS, atau jika sumber daya (penolong) terbatas
6. Dilakukan dengan memakai cara tagging (pita warna, ditulis, dll)
Cara penggunaan:
1. Jarum tidak boleh dipegang oleh jari
2. Jarum dipegang pada 1/3 pangkal kurang lebih 1-2 cm dari ujung needle holder
3. Posisi needle holder dapat berada dalam posisi ; Pronasi pada waktu menusuk dan
mengambil jarum, Mid position pada waktu pengambilan jarum siap dipakai,
Supinasi tidak dianjurkan dipakai untuk pengambilan jarum
4. Dengan memakai pinset ditangan kiri, dan needle holder tangan kanan
5. Dengan cara memutar tangan kiri ke arah supinasi dan tangan kanan ke arah pronasi
dan cara sebaliknya jika ingin memutar jarum dari posisi backhand ke forehand
6. Pergerakan ini merupakan pergerakan pergelangan tangan tanpa mengikut sertakan
siku.
2. Klem ( clamp)
4. Pinset
1. Pinset Anatomi, memiliki ujung tidak bergigi, digunakan untuk menjepit jaringan yang
halus dan lembut, menjepit kassa sewaktu menekan luka.
2. Pinset Chirrurgis, Memiliki ujung bergigi, untuk menjepit kulit/tepi luka saat menjahit
memberi tanda pada kulit sebelum memulai insisi.
3. Pinset Splinter, untuk mengadaptasi tepi-tepi luka (mencegah overlapping).
5. Pisau bedah
Terdiri atas dua bagian mata pisau (blade/mess dan biatouri) dan gagang pisau. kegunaannya
untuk menyayat berbagai organ atau bagian tubuh manusia.
6. Korentang
Untuk mengambil instrumen steril, mengambil kasa, jas operasi dan doek steril.
7. Jarum jahit
1. Jarum Traumatis, Jarum yang mempunyai mata untuk memasukkan benang di bagian
ujung tumpulnya sehingga benangnya bisa diganti.
2. Jarum Atraumatis, Tidak memiliki mata sehingga ujung jarum nya dihubungkan dengan
benang dan memiliki ukuran penampang yang sama.
3. Jarum Cutting, Jarum yang penampangnya berbentuk segitiga atau pipih dan tajam.
Dipakai untuk menjahit kulit dan tendon.
4. Jarum Non-cutting, Jarum yang penampangnya bulat dan ujungnya saja yang tajam.
Dipakai untuk menjahit jaringan yang lunak.