Professional Documents
Culture Documents
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Medis
1. Pengertian
Beberapa definisi hipertensi adalah sebagai berikut :
Hipertensi adalah tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya diatas
140 mmHg dan tekanan diastoliknya diatas 90 mmHg. (Brunner dan Suddarth, 896
; 2002).
Hipertensi adalah tekanan darah tinggi yang abnormal dan diukur palingtidak
pada tiga kesempatan yang berbeda. (Elizabeth J. Corwin, 484; 2009).
Hipertensi adalah kondisi abnormal dari hemodinamik, dimana menurut WHO
tekanan saitolik 140 mmHg dan atau tekanan diastoliknya > 90 mmHg (untuk
usia < 60 tahun) dan sistolik 90 dan atau tekanan diastoliknya > 95 mmHg (untuk
usia > 60 tahun). (Taufan Nugroho, 2011).
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik 140 mmHg dan tekanan darah
diastoliknya 90 mmHg, atau bila paien memakai obat antihipertensi. ( Arif
Mansjoer, 2001).
Dari beberapa definisi mengenai hipertensi di atas dapat disimpulkan bahwa
hipertensi adalah tekanan darah diatas 140/90 mmHg, tinggi rendahnya juga
tergantung pada usia.
Adapun Klasifikasi tekanan darah orang dewasa berusia 18 tahun keatas
menurut Joint National Committee on Prevenion, Detectoion, Evaluation, and
Treatment of High Blood pressure, dalam buku Brunner dan suddarth (896, 2002).
Yaitu :
Tabel 2.1. Klasifikasi Tekanan Darah
KATEGORI SISTOLIK DIASTOLIK
Normal < 130 < 85
Tinggi Normal Hipertensi 130 139 85 89
Stadium 1 (ringan) 140 159 90 99
Stadium 2 (Sedang) 160 179 100 109
Stadium 3 (berat) 180 209 110 119
Stadium 4 (sangat berat) > 210 > 120
Sumber : Brunner dan suddarth (896, 2002).
2. Anatomi Fisiologi
a. Anatomi jantung
Jantung adalah organ berongga, berotot, yang terletak ditengah toraks dan ia
menempati rongga antara paru dan diafragma yang beratnya sekitar 300 g. Daerah
pertengahan dada antara kedua paru disebut sebagai mediastinum. Sebagaian besar
rongga mediastinum ditempati oleh jantung yang terbungkus dalam kantung
fibrosa tipis yang disebut pericardium. Sisi kanan jantung dan kiri masing-masing
tersusun atas dua kamar, atrium dan ventrikel. Dinding yang memisahkan kamar
kanan dan kiri disebut septum. Karena posisi jantung agak memutar dalam rongga
dada, maka ventrikel kanan terletak lebih ke anterior ( tepat di bawah sternum )
dan ventrikel kiri lebih ke posterior.
b. Fisiologi Jantung
Fungsi jantung adalah memompa darah ke jaringan, menyuplai oksigen dan zat
nutrisi lain sambil mengangkut karbondioksida dan sampah hasil metabolisme.
Aktivitas listrik jantung terjadi akibat ion bergerak menembus membran sel. Pada
keadaan istirahat otot jantung terdapat dalam keadaan terpolarisasi dan pada saat
siklus jantung bermula saat dilepaskannya implus listrik disebut fase depolarisasi.
Adapun repolarisasi terjadi saat sel kembali kekeadaan dasar dan sesuai dengan
relaksasi otot miokardium.Prinsip penting yang menentukan arah aliran darah
adalah aliran cairan dari daerah bertekanan tinggi ke daerah bertekanan rendah.
Perubahan tekanan yang terjadi dalam kamar jantung selama siklus jantung di
mulai dengan diastolic saat ventrikel berelaksasi. Selama diastolik, katup
atrioventrikularis terbuka dan darah yang kembali dari vena mengalir ke atrium
dan kemudian ke ventrikel. Pada titik ini ventrikel itu sendiri mulai berkontraksi (
sistolik ) sebagai respon propagasi implus listrik yang dimulai di nodus SA
beberapa milidetik sebelumnya. Selama sistolik tekanan di dalam ventrikel dengan
cepat meningkat, mendorong katup AV untuk menutup. Pada saat berakhirnya
sistolik, otot ventrikel berelaksasi dan tekanan dalam kamar menurun dengan
cepat. Secara bersamaan, begitu tekanan di dalam ventrikel menurun drastissampai
di bawah tekanan atrium, nodus AV akan membuka, ventrikel mulai terisi dan
urutan kejadian berulang kembali.( Brunner & , 2002 ; 720 724 ).
3. Etiologi
Penyebab terjadinya hipertensi menurut Elizabeth J. Corwin, (2009 ; 485),
antara lain :
a. Kecepatan denyut jantung
b. Volume sekuncup
c. Asupan tinggi garam
d. Vasokontriksi arterio dan arteri kecil
e. Stres berkepanjangan
f. Genetik
Sedangkan menurut Jan Tambayong (2000) etiologi dari hipertensi adalah
sebagai berikut :
a. Usia
Insidens hipertensi makin meningkat dengan meningkatnya usia. Hipertensi pada
yang kurang dari 35 tahun dengan jelas menaikkan insiden penyakit arteri koroner
dan kematian prematur.
b. Kelamin
Pada umumnya insidens pada pria lebih tinggi daripada wanita, namun pada uia
pertengahan dan lebih tua, insidens pada waktu mulai meningkat, sehingga pada
usia diatas 65 tahun, insidens pada wanita lebih tinggi.
c. Ras
Hipertensi pada yang berkulit hitampaling sedikit dua kalinya pada yang berkulit
putih. Akibat penyakit ini umumnya lebih berat pada ras kulit hitam. Misalnya
mmortalitas pasien pria hitam dengan diastole 115 atau lebih, 3,3 kali lebih tinggi
daripada pria berkulit putih, dan 5,6 kali bagi wanita putih.
d. Pola hidup
Faktor seperti pendidikan, penghasilan, dan faktor pola hidup lain telah diteliti,
tanpa hasil yang jelas. Penghasilan rendah, dan kehidupan atau pekerjaan yang
penus stes agaknya berhubungan dengan insidens hipertensi yang lebih tinggi
e. Diabetes melitus
Hubungan antara diabetes melitus dan hipertensi kurang jelas, namun secara
statistik nyata ada hubungan antara hipertensi dan penyakit arteri koroner.
f. Hipertensi sekunder
Seperti dijelaskan sebelumnya, hipertensi dapat terjadi akibat yang tidak diketahui.
Bila faktor penyebab dapat diatasi, tekanan darah dapat kembali normal.
4. Insiden
Penyakit hipertensi lebih banyak menyerang wanita daripada pria, Sekitar
20% populasi dewasa mengalami hipertensi ; lebih dari 90% diantara mereka
menderita hipertensi esensial (primer), dimana tidak dapat ditentukan penyebab
medisnya. Sisanya mengalami kenaikan tekanan darah dengan penyebab tertentu
(hipertensi sekunder), seperti penyempitan renalis atau penyakit parenkim ginjal,
berbagai obat, disfungsi organ, tumor dan kehamilan. (Brunner & suddarth, 2001;
897).
5. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak
di pusat pasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jarak
saraf simpatis, yang berlanjut kebawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna
medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat
vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui
sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion
melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke
pembuluh darah, dimana dengan dilapaskannya norepinefrin mengakibatkan
konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan
dapat mempengaruhi respons penbuluh darah terhadap rangsang vasokonstriktor.
Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun
tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi. Pada
saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah
seebagai rangsang respons emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan
tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medula adrenal mensekresi epinefrin, yang
menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kkortisol dan steroid
lainnya, yang dapat mempekuat respon vasokonsriktor pembiluh darah.
Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal,
menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang
kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriksi striktor kuat, yang
pada gilirannya merangsang sekresi aldesteron oleh korteks adenal. Hormon ini
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan
peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetuskan
keadaan hipertensi. (Brunner & Suddarth, 898; 2001).
6. Manisfestasi Klinis
Adapun manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada pederita hipertensi
menurut Elizabeth J. Corwin (2009 ; 487), antara lain :
a. Sakit kepala saat terjaga kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat
peningkatan tekanan darah intrakranium.
b. Penglihatan kabur akibat kerusakan hipertensif pada retina.
c. Cara berjalan yang tidak mantap karena kerusakan susuna saraf pusat.
d. Nokturia yang disebabkan peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi
glomerulus.
e. Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler
Sedangkan menurut Marllyn Doengoes (2000). Tanda dari hipertensi adalah
kelemahan, napas pendek, frekuensi jantung meningkat, ansietes, depresi, obesitas,
pusing, sakit kepala, tekanan darah meningkat.
7. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada hipertensi menurut Elizabeth J. Corwin
(2009), antara lain :
a. Stroke
b. Infark miokard
c. Gagal ginjal
d. Ensefalopati (kerusakan otak)
e. Kejang
Sedangkan menurut Sjaifoellah (2002) komplikasi pada hipertensi adalah
angina pectoris, infark miokard, hipertropi ventrikel kiri menyebabkan kegagalan
jantung kongestif dan kerusakan ginjal permanen menyebabkan kegagalan ginjal.
8. Test dignostik
Jenis pemeriksaan diagnostik pada penyakit hipertensi menurut Elizabeth J.
Corwin (2009 ; 487), antara lain :
a. Pengukuran diagnostik pada tekanan darah menggunakan sfigmomanometer
akan memperlihatkan peningkatan tekanan sistolik dan diastolik jauh sebelum
adanya gejala penyakit.
b. Dijumpai proteinuria pada wanita preklamsia.
Sedangkan menurut Lyndon Saputra (2009), Pemeriksaan khusus pada
penderita hipertensi antara lain :
a. Tujuan semua pemeriksaan khusus adalah untuk menemukan penyebab, derajat
dan adanya kerusakan pada end organ.
b. Kimia darah meliputi tes untuk fungsi ginjal dan elektrolit serum.
c. Rontgen toraks.
d. EKG
e. Urinalisasi
f. Tes lebih spesifik bila terdapat kecurigaan yang lebih besar, aortogram untuk
koarktasio aorta atau kelainan vaskuler ginjal.
g. Aktivitas renin plasma dan ekskresi aldosteron untuk aldosteronisme.
h. Rapid-sequnce intravenous pyelogram, arteriogram arteri renalis, aktivitas
renin vena renalis dan biopsi ginjal untuk penyakit ginjal.
i. Pemeriksaan terhadap asam vanillymandelic dan katekolamin pada urin untuk
mencari adanya feokromosotioma.
j. 17-hidroksikortikosteroid dalam urin untuk sindrom Cushing.
k. Tes fungsi tiroid untuk penyakit.
9. Penatalaksanaan medik
Tujuan tiap program penanganan bagi setiap pasien adalah mencegah
terjadinya morbiditas dan mortalitas penyerta dengan mencapai dan
mempertahankan tekanan darah di bawah 140/90 mmHg. Efektifitas setiap
program ditentukan oleh derajat hipertensi, komplikasi biaya perawatan, dan
kualitas hidup sehubungan dengan terapi.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pendekatan nonfarmakologis,
termasuk penurunan berat badan, pembatasan alkohol, natrium dan tembakau;
latihan relaksasi merupakan intervensi wajib yang harus dilakukan pada setiap
terapi antihipertensi. Apabila pada penderita hipertensi ringan berada dalam risiko
tinggi (pria perokok) atau bila tekanan darah diastoliknya menetap, diatas 85 atau
95 mmHg dan siastoliknya diatas 130 sampai diatas 139 mmHg, maka perlu
dimulai terapi obat-obatan. (Brunner and Suddarth, 2002).
a. Aktifitas
Gejala : Kelemahan, letih nafas pendek, gaya hidup monoton.
Tanda : Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, tachypnea.
b. Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi, atherosklerosis, penyakit jantung kongesti/katup dan
penyakit serebrovaskuler.
Tanda : Kenaikan tekanan darah.
Nadi: denyutan jelas dari karotis, jugularis, radialis, perbedaan denyut.
Denyut apical: titik point of maksimum impuls, mungki bergeser atau sangat kuat.
Frekuensi/irama: takikardia, berbagai disritmia.
Bunyi jantung: tidak terdengar bunyi jantung I, pada dasar bunyi jantung II dan
bunyi jantung III.
Murmur stenosis valvular.
Distensi vena jugularis/kongesti vena.
Desiran vaskuler tidak terdengar di atas karotis, femoralis atau epigastrium
(stenosis arteri).
Ekstremitas: perubahan warna kulit, suhu dingin, pengisian kapiler mungkin
lambat atau tertunda.
c. Integritas ego
Gejala : Riwayat kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, marah kronik, factor stress
multiple.
Tanda : Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinu perhatian, tangisan yang
meledak, gerak tangan empati, muka tegang, gerak fisik, pernafasan menghela
nafas, penurunan pola bicara.
d. Eliminasi
Gejala : Gejala ginjal saat ini atau yang lalu (misalnya: infeksi, obstruksi atau riwayat
penyakit ginjal masa lalu).
e. Makanan dan cairan
Gejala : Makanan yang disukai mencakup makanan tinggi garam, lemak, kolesterol serta
makanan dengan kandungan tinggi kalori.
Tanda : Berat badan normal atau obesitas.
Adanya edema, kongesti vena, distensi vena jugulalaris, glikosuria.
f. Neurosensori
Gejala : Keluhan pening/ pusing, berdenyut, sakit kepala sub occipital.
Episode bebas atau kelemahan pada satu sisi tubuh.
Gangguan penglihatan dan episode statis staksis.
Tanda : Status mental: perubahan keterjagaaan, orientasi. Pola/isi bicara, afek, proses
fikir atau memori.
Respon motorik: penurunan kekuatan, genggaman tangan
Perubahan retinal optik: sclerosis, penyempitan arteri ringan mendatar, edema,
papiladema, exudat, hemorgi.
g. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : Angina (penyakit arteri koroner/keterlibatan jantung).
Nyeri tungkai yang hilang timbul/klaudasi.
Sakit kepala oxipital berat.
Nyeri abdomen/massa.
h. Pernafasan (berhubungan dengan efek cardiopulmonal tahap lanjut dari
hipertensi menetap/berat).
Gejala : Dispnea yang berkaitan dengan aktifitas/kerja tachypnea, ortopnea, dispnea,
nocturnal paroxysmal, batuk dengan/tanpa pembentukan sputum, riwayat merokok.
Tanda : Distress respirasi/penggunaan otot aksesori pernafasan, bunyi nafas tambahan,
sianosis.
i. Keamanan
Keluhan : Gangguan koordinasi/cara berjalan.
Gejala : Episode parastesia unilateral transien, hypotensi postural.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah cara mengidentifikasi, memfokuskan dan
mengatasi kebutuhan spesifik pasien serta respons terhadap masalah actual dan
resiko tinggi. Menurut Marllyn Doengoes (2000), diagnosa keperawatan pada
hipertensi adalah sebagai berikut :
a. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung
b. Intolerans aktifitas
c. Nyeri (akut)
d. Perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh.
e. Koping individual tidak efektif
f. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi rencana pengobatan.
3. Perencanaan
Intervensi keperawatan adalah preskripsi untik prilaku spesifik yang diharapkan
dari pasien dan/atau tindakan yang harus dilakukan oleh perawat. Tindakan
keperawatan dibagi menjadi, mandiri (dilakukan perawat) dan kolaboratif
(dilakukan oleh pemberiperawatan lainnya).
a. Curah jantung, penurunan, resti, terhadap.
ngan dengan : Peningkatan afterload, vasokontriksi, iskemia myokardia, hypertropi/rigiditas
(kekakuan) ventrikuler,
Tujuan:
1) Mempertahankan tekanan darah dalam rentang individu yang dapat diterima.
2) Memperlihatkan irama dan frekuensi jantung stabil dalam rentang dan pasien.
Intervensi dan rasional:
Tabel 2.2 Intervensi dan Rasional
INTERVENSI RASIONAL
1. Pantau tekanan darah. 1.
Perbandingan dari tekanan
memberikan gambaran yang
lebih lengkap tentang
keterlibatan/bidang masalah
vaskuler.
2. Catat keberadaan, kualitas2. Denyutan karotis, jugularis,
denyutan sentral dan perifer. radialis, dan femoralis mungkin
diamati atau tekanan palpasi.
Denyutan pada tungkai
INTERVENSI RASIONAL
mungkin menurun: efek dari
vasokontraksi.
3. Auskultasi tonus jantung dan3. Bunyi jantung IV umum
bunyi nafas. terdengar pada hipertensi berat
dan kerusakan fungsi adanya
krakels mengi dapat
mengindikasi kongesti paru
sekunder terhadap atau gagal
jantung kronik.
4. Amati warna kulit,
4. Mungkin berkaitan dengan
kelembaban suhu, dan masa vasokontraksi atau
pengisian kapiler. mencerminkan dekompensasi
atau penurunan curah jantung.
5. Catat edema umum/tertentu. 5. Mengindikasi gagal jantung,
kerusakan ginjal atau vaskuler.
6. Beri lingkungan tenang, 6. Membantu untuk
nyaman, kurangi menurunkan rangsangan
aktifitas/keributan lingkungan simpatis, menurunkan relaksasi.
dan batasi jumlah pengunjung
dan lamannya tinggal.
7. Pertahankan pembatasan7. Menurunkan stress dan
aktifitas (jadwal istirahat tanpa ketegangan yang mempengaruhi
gangguan, istirahat di tempat tekanan darah dan perjalanan
tidur/kursi), bantu pasien penyakit hipertensi.
melakukan aktifitas perawatan
diri sesuai kebutuhan.
8. Lakukan tindakan yang8. Mengurangi
nyaman (pijatan punggung dan ketidaknyamanan dan dapat
leher, meninggikan kepala menurunkan rangsang simpatis.
tempat tidur).
INTERVENSI RASIONAL
a. Tindakan mandiri
b. Tindakan observasi
c. Tindakan health education
d. Tindakan kolaborasi
5. Evaluasi
Tahapan evaluasi merupakan proses yang menentukan sejauh mana tujuan
dapat dicapai, sehingga dalam mengevaluasi efektivitas tindakan keperawatan.
Perawat perlu mengetahui kriteria keberhasilan dimana kriteria ini harus dapat
diukur dan diamati agar kemajuan perkembangan keperawatan kesehatan klien
dapat diketahui Dalam evaluasi dapat dikemukakan 4 kemungkinan yang
menentukan keperawatan selanjutnya yaitu :
a. Masalah klien dapat dipecahkan .
b. Sebagian masalah klien dapat dipecahkan.
c. Masalah klien tidak dapat dipecahkan.
d. Dapat muncul masalah baru.
Evaluasi untuk klien dengan hipertensi dapat disesuaikan dengan masalah yang
telah ditanggulangi dengan mengacu pada tujuan yang telah ditentukan.
a. Apakah tekanan darah dalam rentang yang dapat diterima oleh klien?.
b. Apakah klien dapat beraktifitas secara mandiri ?.
c. Apakah kebutuhan nutrisi klien terpenuhi ?.
d. Apakah klien dapat menggunakan koping yang efektif ?.
e. Apakah pemahaman klien tentang penyakit meningkat ?.