Professional Documents
Culture Documents
OLEH
NI NYOMAN TRIA SUNITA
P07120214020
DIV KEPERAWATAN SEMESTER VII
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat
dan arunia-Nya makalah ini dapat terselesaikan. Tanpa pertolongan Beliau mungkin
penyusun tidak akan sanggup menyelesaikan laporan praktik Manajemen Risiko
Bencana Pariwisata ini dengan baik.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
Indonesia memiliki ribuan pulau serta budaya yang menjadi ciri khas
bangsa. Hal ini membuat negara Indonesia banyak disukai oleh masyarakat luar.
Maka dari itu pariwisata memiliki peran yang semakin penting dan memiliki
dampak positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah.
Dengan adanya misi kepariwisataan, maka daerah yang memiliki potensi dasar
pariwisata cenderung mengembangkan potensi daerah yang ada sehingga
diharapkan mampu menarik wisatawan dalam jumlah yang besar. Khususnya
bagi Indonesia yang memiliki berbagai keindahan alam dan keragaman budaya
maka potensi tersebut merupakan aset wisata potensial yang dapat digali dan
juga dikembangkan.
Indonesia sebagai negara kepulauan yang secara geografis terletak di
daerah khatulistiwa, di antara Benua Asia dan Australia serta di antara
Samudera Pasifik dan Hindia, berada pada pertemuan tiga lempeng tektonik
utama dunia merupakan wilayah teritorial yang sangat rawan terhadap bencana
alam. Walaupun kekayaan alam yang berlimpah, jumlah penduduk yang besar
dengan penyebaran yang tidak merata, pengaturan tata ruang yang belum tertib,
masalah penyimpangan pemanfaatan kekayaan alam, keaneka ragaman suku,
agama, adat, budaya, golongan pengaruh globalisasi serta permasalahan sosial
lainnya yang sangat komplek mengakibatkan wilayah Negara Indonesia
menjadi wilayah yang memiliki potensi rawan bencana, baik bencana alam
maupun ulah manusia, antara lain; gempa bumi, tsunami, banjir, letusan gunung
api, tanah Iongsor, angin ribut, kebakaran hutan dan lahan serta letusan gunung
api.
Terjadinya bencana alam pastilah menimbulkan banyak kerugian baik
berupa material maupun korban jiwa bagi benduduk yang tertimpa bencana
tersebut serta dampak kepada sector pariwisata. Untuk meminimalisir jumlah
3
korban jiwa dan harta benda yang diakibatkan oleh suatu bencana maka perlu
dilakukan langkah-langkah starategis dalam menghadapi kemungkinan
bencana yang terjadi dengan manajemen bencana, terutama dalam masalah
kesehatan para korban jiwa. Pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang
No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Undang-undang
tersebut, penyelenggaraan penanggulangan bencana mencakup serangkaian
upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang beresiko
timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan
rehabilitasi.
Manajemen bencana merupakan keseluruhan dari semua tindakan
yang dilakukan untuk mengurangi kemungkinan kerusakan yang akan terjadi
terkait dengan bahaya dan untuk meminimalkan kerusakan setelah suatu
peristiwa bencana terjadi atau telah terjadi dan untuk pemulihan langsung dari
kerusakan. Manajemen bencana terdiri dari beberapa langkah diantaranya
mitigation, preparadness, response dan recovery. Pada tahap recovery, terjadi
proses pemulihan kondisi masyarakat yang terkena bencana dengan
memfungsikan kembali prasarana dan sarana pada keadaan semula. Tahap
recovery terdiri dari rehabilitasi dan rekontruksi baik dari fisik, psikologis dan
komunitas.
Berdasarkan latar belakang di atas, Prodi D-IV Keperawatan
Reguler Politeknik Kesehatan Denpasar menerapkan metode pembelajaran
praktik Manajemen Risiko Bencana Pariwisata dimana teori dari mata kuliah
ini telah didapatkan di semester IV. Hasil dari proses pembelajaran praktik
manejemen risiko bencana pariwisata ini dimuat dalam laporan kegiatan.
4
5. Bagaimana penanganan risiko bencana pariwisata ?
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak
psikologis dengan cara tindakan persiapan sebelum bencana terjadi,
dukungan, dan membangun kembali masyarakat saat setelah bencana terjadi.
7
1. Evaluasi dari program pengendali bencana akan dapat
memberikan gambaran mengenai keberhasilan dan kegagalan
operasi perusahaan
2. Memberikan sumbangan bagi peningkatan keuntungan
perusahaan
3. Ketenangan hati yang dihasilkan oleh manajemen bencana yang
baik akan membantu meningkatkan produktifitas dan kinerja
4. Menunjukkan tanggungjawab sosial perusahaan terhadap
karyawan, pelanggan dan masyarakat luas
8
fires. Fire Brigade tersebut merupakan organisasi yang bertugas
untuk menanggulangi segala jenis bencana yang berhubungan
dengan kebakaran. Selain dari pemerintah, tim ini biasanya juga
dibentuk oleh hotel - hotel.
c. Public Save Community (PSC)
Menurut BPBD Kota Denpasar, Public Save Community
merupakan petugas yang memberikan pelayanan kedaruratan
kepada masyarakat Kota, dioprasikan oleh petugas khusus yang
dilengkapi dengan tiga mobil ambulance, dan siaga 24 jam di
setiap pos jaga. Petugas PSC bergerak mengikuti pergerakan
mobil pemadam pada saat terjadi kebakaran dan PSC setiap saat
bertugas mengevakuasi korban kecelakaan lalulintas dan bencana
lainya.
d. Search and Rescue (SAR)
Menurut Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM.43 Tahun
2005 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen
Perhubungan, Searh and Rescue (SAR)memiliki pengertian yaitu
badan yang berfungsi melaksanakan pembinaan,
pengkoordinasian dan pengendalian potensi Search and Rescue
(SAR) dalam kegiatan SAR terhadap orang dan material yang
hilang atau dikhawatirkan hilang, atau menghadapi bahaya dalam
pelayaran dan atau penerbangan, serta memberikan bantuan SAR
dalam penanggulangan bencana dan musibah lainnyasesuai
dengan peraturan SAR Nasional dan Internasional.
e. Barisan Relawan Bencana (BALANA)
Menurut BPBD Kota Denpasar, Barisan Relawan Bencana
(BALANA) merupakan barisan relawan bencana yang direkrut
dari pegawai Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
dilingkungan Pemerintah Kota Denpasar yang ditugaskan ikut
serta menangani bencana.
9
A. Pra bencana
Tahapan manajemen bencana pada kondisi sebelum kejadian atau pra
bencana meliputi kesiagaan, peringatan dini dan mitigasi.
1. Kesiapsiagaan
Kesiapsiagaan adalah kegiatan-kegiatan yang difokuskan pada
pengembangan rencana-rencana untuk menanggapi bencana secara
cepat dan efektif dengan menyiapnyiagakan sumber daya, pendidikan
dan pelatihan bagi petugas, menyusun pedoman/prosedur tetap,
menyusun dan mengembangkan sistem informasi dan sistem
manajemen, menyusun rencana kontinjensi (Depkes,2006).
Kesiapsiagaan dapat diartikan pula serangkaian kegiatan yang
dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian
serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna (BNPB, 2007).
2. Peringatan dini
Peringatan dini disampaikan dengan segera kepada semua pihak,
khususnya mereka yang potensi terkena bencana akan kemungkinan
datangnya suatu bencana di daerahnya masing-masing. Peringatan
didasarkan berbagai informasi teknis dan ilmiah yang dimiliki diolah
atau diterima dari pihak berwenang mengenai kemungkinan datangnya
suatu bencana.
3. Mitigasi
Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 21 tahun 2008, mitigasi
bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana,
baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan
kemampuan menghadapi ancaman bencana. Mitigasi juga dapat
diartikan serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik
melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan
kemampuan menghadapi ancaman bencana (BNPB, 2007).
Upaya mitigasi dapat dilakukan dalam bentuk mitigasi struktur dengan
memperkuat bangunan dan infrastruktur yang berpotensi terkena
bencana, seperti membuat kode bangunan, desain rekayasa, dan
konstruksi untuk menahan serta memperkokoh struktur ataupun
10
membangun struktur bangunan penahan longsor, penahan dinding
pantai, dan lain-lain. Selain itu upaya mitigasi juga dapat dilakukan
dalam bentuk non struktural, diantaranya seperti menghindari wilayah
bencana dengan cara membangun menjauhi lokasi bencana yang dapat
diketahui melalui perencanaan tata ruang dan wilayah serta dengan
memberdayakan masyarakat dan pemerintah daerah.
Contoh: zonasi dan pengaturan bangunan (building codes), analisis
kerentanan; pembelajaran public.
11
3) Menyiapkan prosedur tanggap darurat dan organisasi
tanggap darurat di setiap organisasi baik pemerintahan
maupun industry berisiko tinggi.
d) Pendekatan kultural
Pendekatan kultural diperlukan untuk meningkatkan kesadaran
mengenai bencana. Melalui pendekatan kultural, pencegahan
bencana disesuaikan dengan kearifan masyarakat lokal yang telah
mebudaya sejak lama.
B. Saat Bencana
Tahapan paling krusial dalam sistem manajemen bencana adalah saat
bencana sesungguhnya terjadi. Mungkin telah melalui proses peringatan
dini, maupun tanpa peringatan atau terjadi secara tiba-tba. Oleh karena itu
diperlukan langkah-langkah seperti tanggap darurat untuk dapat mengatasi
dampak bencana dengan cepat dan tepat agar jumlah korban atau kerugian
dapat diminimalkan.
1) Tanggap darurat
Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani
dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan
dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar,
perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan
sarana prasarana. Tindakan ini dilakukan oleh Tim penanggulangan
bencana yang dibentuk dimasing-masing daerah atau organisasi.
Menurut PP No. 11, langkah-langkah yangdilakukan dalam
kondisi tanggap darurat antara lain:
a) Pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, dan
sumberdaya, sehingga dapat diketahui dan diperkirakan magnitude
bencana, luas area yang terkena dan perkiraan tingkat
kerusakannya.
b) Penentuan status keadaan darurat bencana.
12
c) Berdasarkan penilaian awal dapat diperkirakan tingkat bencana
sehingga dapat pula ditentukan status keadaan darurat. Jika tingkat
bencana terlalu besar dan berdampak luas, mungkin bencana
tersebut dapat digolongkan sebagai bencana nasional.
d) Penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana.
2) Penanggulangan bencana
Selama kegiatan tanggap darurat, upaya yang dilakukan adalah
menanggulangi bencana yang terjadi sesuai dengan sifat dan jenisnya.
Penanggulangan bencana memerlukan keahlian dan pendekatan khusus
menurut kondisi dan skala kejadian.
Tim tanggap darurat diharapkan mampu menangani segala bentuk
bencana. Oleh karena itu Tim tanggap darurat harus diorganisisr dan
dirancang untuk dapat menangani berbagai jenis bencana.
Contoh aktivitas pada fase ini :
a. Evakuasi dan pengungsi (Evacuation and migration)Melakukan
evakuasi dan pengungsi ketempat evakuasi yang aman.
b. Pencarian dan Penyelamatan (Search and rescue SAR)Malakukan
pencaharian baik korban yang meninggal dan korban yang hilang.
c. Penilaian paska bencana (Post-disaster assessment)Melakukan
penilaian terhadap bencana yang terjadi
d. Respon dan Pemulihan (Response and relief)Memberikan respond
an pemulihan terhadap korban bencana
13
e. Logistik dan suplai (Logistics and supply)Manyalurkan bantuan
logistik kepada korban bencana
f. Manajemen Komunikasi dan Informasi (Communication and
information management)Memberikan informasi dan komunikasi
kepada media massa mengenai jumlah kerugian korban bencana
g. Respon dan pengaturan orang selamat (Survivor response and
coping)
Melakukan mendata jumlah korban bencana yang selamat baik. Ibu
Hamil, anak-anak dan orang Manula
h. Keamanan (Security)Mamberikan pelayanan keamanan terhadap
korban jiwa, baik itu harta benda dan yang lain.
i. Manajemen pengoperasian emergensi (Emergency operations
management)Melakukan manajemen pengoperasian emergenci
pada saat terjadinya bencana
C. Pasca Bencana
Setelah bencana terjadi dan setelah proses tanggap darurat dilewati,
maka langkah berikutnya adalah melakukan rehabilitasi dan rekonstruksi.
1) Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan
public atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah
pasca bencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya
secara wajarsemua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada
wilayah pascabencana.
2) Rekonstruksi
Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan
sarana, kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat
pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan
berkembangnya kegiatan perekonomian, social, dan budaya, tegaknya
hukum, dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam
segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pasca bencana
14
Unsur berikutnya dalam sistem manajemen bencana adalah
identifikasi dan penilaian risiko bencana. Identifikasi bencana mutlak
diperlukan sebelum mengembangkan sistem manajemen bencana.Menurut PP
No. 21 tahun 2008 , risiko bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan
akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu dapat berupa
kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi,
kerusakan atau kehilangan harta. Dan gangguan kegiatan masyarakat.
Persyaratan analisi risiko bencana sebagaimana ditetapkan dalam PP
tersebut antara lain sebagai berikut:
15
Analisis Risiko Bencana (ARISCANA). ARISCANA dilakukan dengan
tujuan untuk memperoleh informasi dan data mengenai potensi bencana
yang mungkin dapat terjadi dilingkungan masing-masing serta potensi atau
tingkat risiko atau keparahannya.
Risiko adalah merupakan kombinasi antara kemungkinan dengan
tingkat keparahan bencana yang mungkin terjadi. Semakin tinggi ancaman
bahaya di suatu daerah, maka semakin tinggi risiko daerah tersebut terkena
bencana. Demikian pula semakin tinggi tingkat kerentanan masayarakat
atau penduduk, maka semakin tinggi pula tingkat risikonya. Tetapi
sebaliknya, semakin tinggi tingkat kemampuan masyarakat, maka semakin
kecil risiko yang dihadapinya. Dengan menggunakan perhitungan analisis
risiko dapat ditentukan tingkat besaran risiko yang dihadapi oleh daerah
yang bersangkutan.
Sebagai langkah sederhana untuk pengkajian risiko adalah pengenalan
bahaya/ancaman di daerah yang bersangkutan. Semua bahaya/ancaman
tersebut diinventarisasi, kemudian di perkirakan kemungkinan terjadinya
(probabilitasnya) dengan rincian:
16
4. cakupan luas wilayah yang terkena bencana; dan
5. dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan,
17
Gambaran potensi ancaman di atas dapat ditampilkan dengan model lain
dengan tiga warna berbeda yang sekaligus dapat menggambarkan prioritas
seperti berikut:
Berdasarkan
matriks diatas kita
dapat memprioritaskan jenis ancaman bahaya yang perlu
ditangani.Ancaman dinilai tingkat bahayanya dengan skala (3-1)
1. Bahaya/ancaman tinggi nilai 3 (merah)
2. Bahaya/ancaman sedang nilai 2
3. Bahaya/ancaman rendah nilai 1
18
alam serta sumber lainnya yang berpotensi menimbulkan bencana.
Identifikasi bencana ini dapat didasarkan pada pengalaman bencana
sebelumnya dan prediksi kemungkinan suatu bencana yang dapat
terjadi.
2) Penilaian dan Evaluasi Risiko Bencana
Berdasarkan hasil identifikasi bencana dilakukan penilaian
kemungkinan dan skala dampak yang mungkin ditimbulkan oelh
bencana tersebut. Dengan demikian dapat diketahui, apakah potensi
sebuah bencana di suatu daerah tergolong tinggi atau rendah.
a Penilaian Risiko Bencana
Untuk menentukan tingkat risiko bencana tersebut, dapat dilakukan
melalui penilaian Risiko Bencana. Banyak metode yang dapat
dilakukan untuk menilai tingkat risiko bencana. Misalnya dengan
menggunakan sistem matriks seperti yang diuraikan di atas atau
dengan menggunakan teknik yang lebih kuantitatif missal dengan
permodelan risiko.
b Evaluasi Risiko
Berdasarkan hasil penilaian risiko tersebut, selanjutnya ditentukan
peringkat risiko yang mungkin timbul dengan mempertimbangkan
kerentanan dan kemampuan menahan atau menanggung risiko.
Risiko tersebut di bandingkan dengan kriteria yang ditetapkan,
misalnya oleh pemerintah atau berdasarkan referensi yang ada.
3) Pengendalian Risiko Bencana
Hasil identifikasi dan analisa risiko yang telah dilakukan maka langkah
selanjutnya adalah menetapkan strategi pengendalian yang sesuai.
Pengendalian risiko bencana menurut konsep manajemen risiko dapat
dilakukan dengan beberapa cara sebagai berikut:
a Mengurangi kemungkinan
Strategi pertama adalah dengan mengurangi kemungkinan
terjadinya bencana. Semua bencana pada dasarnya dapat dicegah,
namun untuk bencana alam terdapat pengecualian.
b Mengurangi dampak atau keparahan
19
Jika kemungkinan bencana tidak dapat dikurangi atau dihilangkan,
maka langkah yang harus dilakukan adalah mengurangi keparahan
atau konsekuensi yang ditimbulkan. Berdasarkan hasil identifikasi
bahaya, penilaian risiko bencana dan langkah pengendalaian
tersebut dapat disusun analisa risiko bencana yang terperinci dan
mendasar untuk selanjutnya dikembangkan program kerja
penerapannya.
20
bangunan yang terbuat dari kayu, kepadatan bangunan, dan kepadatan
industri berbahaya.
Potensi bahaya ikutan (collateral hazard potency) ini sangat tinggi
terutama di daerah perkotaan yang memiliki kepadatan penduduk dan
bangunan, persentase bangunan kayu (utamanya di daerah pemukiman
kumuh perkotaan), dan jumlah industri berbahaya, yang tinggi. Dengan
indikator di atas, perkotaan Indonesia merupakan wilayah dengan potensi
bencana yang sangat tinggi.
Dalam melakukan pemetaan bencana harus dianalisa terkebih dahulu
jenis bahaya yang kemungkinan terjadi bada suatu daerah tersebut. Dengan
menganalisa jenis bahaya, dapat diperkirakan seberapa luas daerah yang
kemungkinan terkena dampak langsung dan tidak langsung dan bahaya ikutan
yang kemungkinan terjadi setelah bahaya utama terjadi, sehingga dapat
ditentukan langkah yang cepat dan tepat untuk mencegah ataupun
menanggulangi dampak yang besar dari bencana tersebut.
21
Adalah bencana yang bersumber dari fenomena alam seperti banjir,
gempa bumi, dan letusan gunung berapi, tsunami dan lain-lain.
2. Bencana Non Alam
Adalah peristiwa yang disebabkan oleh faktor non alam antara lain
berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemik, dan wabah
penyakit.
3. Bencana Sosisal
Adalah bencana yang disebabkan oleh peristiwa atau rangkaian
peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial
antar kelompok, antar komunitas masyarakat dan teror.
Rosyidie (2004) lebih lanjut mengungkapkan bahwa bencana dapat
terjadi dimana saja, kapan saja dan pada siapa saja. Frekuensi dan seberapa
kuat atau besar bencana tersebut pun susah untuk diprediksi. Melihat sifat dari
bencana tersebut, maka sering kali terjadi banyak kerugian dan korban
meninggal dunia maupun luka-luka.
Pengertian bencana menurut Undang Undang Nomor 24 Tahun
2007, terfokus pada asal dari gangguan tersebut, sedangkan pengertian
Rosyidie (2004) yang terfokus pada sifat dari bencana tersebut.
Berdasarkan definisi bencana menurut para ahli tersebut maka definisi
bencana dalam penelitian ini yaitu gangguan atau ancaman dari keadaan
normal hingga menyebabkan kerugian dari gangguan tersebut yang
bersumber dari alam, non alam dan sosial. Gangguan tersebut tidak dapat
diprediksi kapan, dimana dan kepada siapa terjadinya.
Bencana ini dapat terjadi di belahan dunia manapun dan pada bidang
apapun, termasuk di suatu industri pariwisata, yang mana industri pariwisata
menurut Yoeti (1985) adalah kumpulan dari macam - macam perusahaan
yang secara bersama menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh
wisatawan pada khususnya dan traveller pada umumnya, selama dalam
perjalanan. Menurut Spillane (1987) ada lima unsur industri pariwisata yang
sangat penting yaitu:
1. Attraction (daya tarik)
22
Attraction dapat digolongkan menjadi site attraction (seperti kebun
binatang, dan museum), event attraction(seperti festival, pameran atau
pertunjukkan kesenian daerah).
2. Facilities(fasilitas yang diperlukan).
Selama tinggal di tempat tujuan wisata,wisatawan memerlukan tidur,
makan, minum oleh karena itu diperlukan fasilitas penginapan. Selain
itu diperlukan pulaindustri penunjang seperti took sourvenir, jasa
laundry, dan jasa pemandu.
3. Infrastructure
Daya tarik dan fasilitas tidak dapat dicapai dengan mudah kalau belum
ada infrastruktur dasar. Pemenuhan atau penciptaan infrastruktur
adalah suatu cara untuk menciptakan suasana cocok bagi
perkembangan pariwisata.
4. Transportations(transportasi)
Dalam pariwisata kemajuan dunia transportasi sangat dibutuhkan
karena sangat menentukan jarak dan waktu dalam suatu perjalanan
wisata. Transportasi baik transportasi darat, laut dan udara merupakan
unsur utama langsung yang merupakan tahap dinamis gejala-gejala
pariwisata
5. Hospitality(keramahtamahan).
Wisatawan yang berada dalam lingkungan yang tidak mereka kenal
memerlukan kepastian jaminan keamanan. Kebutuhan dasar akan
keamanan dan perlindungan harus disediakan dan juga keuletan serta
keramahtamahan tenaga kerja wisata perlu dipertimbangkan supaya
wisatawan merasa aman dan nyaman selama melakukan perjalanan
wisata.
Berdasarkan definisi industri pariwisata tersebut maka dapat
disimpulkan bahwa industri pariwisata merupakan kumpulan industri yang
menghasilkan barang ataupun jasayang diperlukan oleh wisatawan dimulai
dari daerah asalnya hingga sampai di destinasi tujuan dan balik lagi ke daerah
asalnya. Adapun industri pariwisata yang dimaksud dalam penelitian ini
23
adalah hotel yang merupakan tempat tinggal sementara wisatawan selama
melakukan perjalanan.
Untuk meminimalkan segala dampak yang disebabkan oleh bencana
tersebut, maka industri perhotelan perlu menerapkan sebuah manajemen
bencana, yang mana pengertian dari manajemen bencana. Selain dengan
menerapkan kegiatan manajemen bencana, untuk mengurangi kerugian yang
mungkin terjadi akibat bencana, diperlukan pula beberapa upaya peningkatan
keamanan sebagai berikut: menurut Pizam (2010), untuk meningkatkan
keamanan, hotel harus menginstal CCTV, fire sprinklers, pendeteksi asap, dan
pintu elektronik.
Sedangkan menurut Henderson, et.al. (2010) untuk meningkatkan
kemanan hotel memerlukan personel keamanan dan pelatihan kebencanaan.
Personel keamanan merupakan orang yang bertanggung jawab untuk menjaga
keamanan hotel, wisatawan, karyawan serta aset perusahaan. Human
Resource Department suatu hotel harus menunjuk dan mempekerjakan
personel keamanan yang professional, dengan pengalaman yang baik
terhadap penanganan suatu bencana. Karyawan secara umum, dan personel
keamanan khususnya, harus mengikuti workshop dan pelatihan dari
pemerintah mengenai penaganan pertama terhadap kecelakaan.
24
25