You are on page 1of 25

LAPORAN PRAKTIK KEPERAWATAN

MANAJEMEN RISIKO BENCANA PARIWISATA

DI UPT PUSDALOPS PB BPBD PROVINSI BALI

1 SEPTEMBER 2017 - 30 SEPTEMBER 2017

OLEH
NI NYOMAN TRIA SUNITA
P07120214020
DIV KEPERAWATAN SEMESTER VII

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat
dan arunia-Nya makalah ini dapat terselesaikan. Tanpa pertolongan Beliau mungkin
penyusun tidak akan sanggup menyelesaikan laporan praktik Manajemen Risiko
Bencana Pariwisata ini dengan baik.

Laporan ini disajikan berdasarkan pengamatan dan penyeleksian dari berbagai


sumber serta praktik di UPT Pusdalops PB Provonsi Bali. Laporan ini disusun untuk
memenuhi tugas praktik Manajemen Risiko Bencana Pariwisata Semester VII.
Penyusun mengucapkan terimakasih kepada :

1. Ibu NLP Yunianti Suntari Cakera, S.Kep.,Ns.,M.Pd. selaku Kepala Jurusan


Keperawatan Politeknik Kesehatan Denpasar
2. Bapak I D. P. G. Putrayasa, S.Kp.,M.Kep.,Sp.MB. selaku Kepala Prodi
DIV Keperawatan
3. Bapak Drs. I G. M. Jaya Serataberana, M.Si. selaku Kepala UPT Pusdalops
PB Provinsi Bali
4. Bapak Drs. I Made Widastra, S.Kep.,Ners.,M.Pd. selaku penanggung
jawab mata kuliah manajemen risiko bencana pariwisata
5. Semua teman teman yang telah membantu serta memberikan dukungan
dalam menyelesaikan makalah ini.
Penyusun menyadari sesungguhnya bahwa laporan ini masih ada kekurangan
dan masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan segala kritik
dan saran yang membangun demi kesempurnaan laporan selanjutnya. Dan semoga
dengan selesainya laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Denpasar, September 2017

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia memiliki ribuan pulau serta budaya yang menjadi ciri khas
bangsa. Hal ini membuat negara Indonesia banyak disukai oleh masyarakat luar.
Maka dari itu pariwisata memiliki peran yang semakin penting dan memiliki
dampak positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah.
Dengan adanya misi kepariwisataan, maka daerah yang memiliki potensi dasar
pariwisata cenderung mengembangkan potensi daerah yang ada sehingga
diharapkan mampu menarik wisatawan dalam jumlah yang besar. Khususnya
bagi Indonesia yang memiliki berbagai keindahan alam dan keragaman budaya
maka potensi tersebut merupakan aset wisata potensial yang dapat digali dan
juga dikembangkan.
Indonesia sebagai negara kepulauan yang secara geografis terletak di
daerah khatulistiwa, di antara Benua Asia dan Australia serta di antara
Samudera Pasifik dan Hindia, berada pada pertemuan tiga lempeng tektonik
utama dunia merupakan wilayah teritorial yang sangat rawan terhadap bencana
alam. Walaupun kekayaan alam yang berlimpah, jumlah penduduk yang besar
dengan penyebaran yang tidak merata, pengaturan tata ruang yang belum tertib,
masalah penyimpangan pemanfaatan kekayaan alam, keaneka ragaman suku,
agama, adat, budaya, golongan pengaruh globalisasi serta permasalahan sosial
lainnya yang sangat komplek mengakibatkan wilayah Negara Indonesia
menjadi wilayah yang memiliki potensi rawan bencana, baik bencana alam
maupun ulah manusia, antara lain; gempa bumi, tsunami, banjir, letusan gunung
api, tanah Iongsor, angin ribut, kebakaran hutan dan lahan serta letusan gunung
api.
Terjadinya bencana alam pastilah menimbulkan banyak kerugian baik
berupa material maupun korban jiwa bagi benduduk yang tertimpa bencana
tersebut serta dampak kepada sector pariwisata. Untuk meminimalisir jumlah

3
korban jiwa dan harta benda yang diakibatkan oleh suatu bencana maka perlu
dilakukan langkah-langkah starategis dalam menghadapi kemungkinan
bencana yang terjadi dengan manajemen bencana, terutama dalam masalah
kesehatan para korban jiwa. Pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang
No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Undang-undang
tersebut, penyelenggaraan penanggulangan bencana mencakup serangkaian
upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang beresiko
timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan
rehabilitasi.
Manajemen bencana merupakan keseluruhan dari semua tindakan
yang dilakukan untuk mengurangi kemungkinan kerusakan yang akan terjadi
terkait dengan bahaya dan untuk meminimalkan kerusakan setelah suatu
peristiwa bencana terjadi atau telah terjadi dan untuk pemulihan langsung dari
kerusakan. Manajemen bencana terdiri dari beberapa langkah diantaranya
mitigation, preparadness, response dan recovery. Pada tahap recovery, terjadi
proses pemulihan kondisi masyarakat yang terkena bencana dengan
memfungsikan kembali prasarana dan sarana pada keadaan semula. Tahap
recovery terdiri dari rehabilitasi dan rekontruksi baik dari fisik, psikologis dan
komunitas.
Berdasarkan latar belakang di atas, Prodi D-IV Keperawatan
Reguler Politeknik Kesehatan Denpasar menerapkan metode pembelajaran
praktik Manajemen Risiko Bencana Pariwisata dimana teori dari mata kuliah
ini telah didapatkan di semester IV. Hasil dari proses pembelajaran praktik
manejemen risiko bencana pariwisata ini dimuat dalam laporan kegiatan.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah terkait dengan latar belakang di atas adalah
sebagai berikut.
1. Bagaimana menetapkan konteks risiko bencana pariwisata ?
2. Bagaimana identifikasi risiko bencana pariwisata ?
3. Bagaimana analisis risiko bencana pariwisata ?
4. Bagaimana evaluasi risiko bencana pariwisata ?

4
5. Bagaimana penanganan risiko bencana pariwisata ?

1.3 Tujuan Praktik


Tujuan praktikum ini dapat dibagi menjadi dua yaitu,
1. Tujuan Umum
Setelah melaksanakan kegiatan pembelajaran praktik dan orientasi
ditempat praktik, mahasiswa diharapkan mampu memahami dan
mengimplementasikan proses manajemen risiko bencana pariwisata.
2. Tujuan Khusus
Capaian pembelajaran praktikum yang diharapkan adalah, mahasiswa :
a. Mampu menetapkan konteks risiko bencana pariwisata
b. Mampu mengidentifikasi risiko bencana pariwisata
c. Mampu menganalisis risiko bencana pariwisata
d. Mampu mengevaluasi risiko bencana pariwisata
e. Mampu menangani risiko bencana pariwisata

1.4 Bobot Praktikum


Bobot Praktik Manajemen Risiko Bencana Pariwisata ini adalah 4 SKS.
Waktu yang dibutuhkan selama : 4 x 14 minggu x 170 menit = 9520 menit setara
dengan 4 minggu praktik.

1.5 Kegiatan Praktik


Adapun kegiatan praktik manajemen risiko bencana pariwisata ini adalah :
1. Menetapkan konteks risiko bencana pariwisata
2. Mengidentifikasi risiko bencana pariwisata
3. Menganalisis risiko bencana pariwisata
4. Mengevaluasi risiko bencana pariwisata
5. Menangani risiko bencana pariwisata
6. Mengikuti Pre dan Post conference
7. Mendokumentasikan kegiatan/membuat laporan
8. Melaksanakan seminar

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Manajemen Risiko Bencana


Menurut Krishna (2002), manajemen bencana merupakan
pengetahuan yang terkait dengan upaya untuk mengurangi risiko, yang
meliputi tindakan persiapan sebelum bencana terjadi, dukungan, dan
membangun kembali masyarakat saat setelah bencana terjadi. Lebih lanjut
Krishna mengungkapkan bahwa lingkaran manajemen bencana (disaster
management cycle) terdiri dari tigakegiatan besar. Pertama adalah sebelum
terjadinya bencana (pre event), kedua yaitu saat bencana dan ketiga adalah
setelah terjadinya bencana (post event).
Risiko bencana adalah potensi kerugian yang dinyatakan dalam hidup,
status kesehatan,mata pencaharian, aset dan jasa, yang dapat terjadi pada
suatu komunitas tertentu ataumasyarakat dalam suatu kurun waktu tertentu
(UNISDR, 2009). Risiko bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan
akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat
berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi,
kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat.
Definisi risiko bencana mencerminkan konsep bencana sebagai hasil
dari hadirnya risiko secara terus menerus. Risiko bencana terdiri dari berbagai
jenis potensi kerugian yang sering sulit untuk diukur.Namun demikian,
dengan pengetahuan tentang bahaya, pola populasi, dan pembangunansosial-
ekonomi, risiko bencana dapat dinilai dan dipetakan, setidaknya dalam arti
luas.
Manajemen risiko bencana adalah pengaturan upaya penanggulangan
bencana dengan penekanan pada faktor-faktor yang mengurangi risiko secara
terencana, terkoordinasi, terpadu dan menyeluruh pada saat sebelum
terjadinya bencana.
Jadi kesimpulan dari manajemen risiko bencana adalah upaya untuk
mengurangi bahaya atau konsekuensi yang dapat terjadi pada penghidupan
masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam

6
maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak
psikologis dengan cara tindakan persiapan sebelum bencana terjadi,
dukungan, dan membangun kembali masyarakat saat setelah bencana terjadi.

2.1.1 Tujuan Manajemen Risiko Bencana


Banyak pihak yang kurang menyadari pentingnya mengelola
bencana dengan baik. Saah satu faktor adalah karena bencana belum
pasti tejadinya dan tidak diketahui kapan akan terjadi. Sebagai
akibatnya, manusia sering kurang peduli, dan tidak melakukan
langkah pengamanan dan pencegahan terhadap berbagai
kemungkinan yang dapat terjadi.
Untuk itu diperlukan sistem manajemen bencana yang bertujuan
untuk:

1. Mempersiapkan diri menghadapi semua bencana atau kejadian


yang tidak diinginkan.
2. Menekan kerugian dan korban yang dapat timbul akibat dampak
suatu bencana atau kejadian.
3. Meningkatkan kesadaran semua pihakdalam masyarakat atau
organisasai tentang bencana sehingga terlibat dalam proses
penanganan bencana
4. Melindungi anggota masyarakatdari bahaya atau dampak bencana
sehingga korban dan penderitaan yang dialami dapat dikurangi.
5. Mengurangi, atau mencegah, kerugian karena bencana
6. Menjamin terlaksananya bantuan yang segera dan memadai
terhadap korban bencana
7. Mencapai pemulihan yang cepat dan efektif

2.1.2 Manfaat Manajemen Risiko Bencana


Menurut Pamungkas (2010), manejemen resiko/ bencana
memiliki empat manfaat, yang mana diantaranya adalah sebagai
berikut:

7
1. Evaluasi dari program pengendali bencana akan dapat
memberikan gambaran mengenai keberhasilan dan kegagalan
operasi perusahaan
2. Memberikan sumbangan bagi peningkatan keuntungan
perusahaan
3. Ketenangan hati yang dihasilkan oleh manajemen bencana yang
baik akan membantu meningkatkan produktifitas dan kinerja
4. Menunjukkan tanggungjawab sosial perusahaan terhadap
karyawan, pelanggan dan masyarakat luas

2.1.3 Tim Bencana


Tim bencana merupakan orang. orang yang mengkoordinir atau
memiliki tanggung jawab terhadap manajemen bencana. Tim bencana
yang biasanya digunakan dihotel biasanya adalah Emergency
Responsible Teamdan Fire Brigade, sedangkan menurut BPBD Kota
Denpasar beberapa jenis tim bencana adalah Publict Save Community
(PSC), Barisan Relawan Bencana (BALANA), dan Search and Rescue
(SAR). Adapun jenis - jenis tim bencana tersebut adalah sebagai
berikut:
a. Emergency Responsible Team
Emergency Responsible Team (ERT) didefinisikan oleh
Georgetown University (2014) sebagai berikut, The Emergency
Responsible Team (ERT) is responsible team for coordinating the
response to crises affecting the safety and operation of some
disaster. They will be called to assist inthe management of the
emergency situation. Tim ini merupakan tim khusus yang
menangani masalah bencana, tim ini selain dibentuk oleh
Georgetown University juga dibentuk oleh berbagai organisasi
termasuk hotel.
b. Fire Brigade
Fire Brigade didefinisikan sebagai berikut Fire Brigade is a
private or temporary organization of individual equipped to fight

8
fires. Fire Brigade tersebut merupakan organisasi yang bertugas
untuk menanggulangi segala jenis bencana yang berhubungan
dengan kebakaran. Selain dari pemerintah, tim ini biasanya juga
dibentuk oleh hotel - hotel.
c. Public Save Community (PSC)
Menurut BPBD Kota Denpasar, Public Save Community
merupakan petugas yang memberikan pelayanan kedaruratan
kepada masyarakat Kota, dioprasikan oleh petugas khusus yang
dilengkapi dengan tiga mobil ambulance, dan siaga 24 jam di
setiap pos jaga. Petugas PSC bergerak mengikuti pergerakan
mobil pemadam pada saat terjadi kebakaran dan PSC setiap saat
bertugas mengevakuasi korban kecelakaan lalulintas dan bencana
lainya.
d. Search and Rescue (SAR)
Menurut Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM.43 Tahun
2005 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen
Perhubungan, Searh and Rescue (SAR)memiliki pengertian yaitu
badan yang berfungsi melaksanakan pembinaan,
pengkoordinasian dan pengendalian potensi Search and Rescue
(SAR) dalam kegiatan SAR terhadap orang dan material yang
hilang atau dikhawatirkan hilang, atau menghadapi bahaya dalam
pelayaran dan atau penerbangan, serta memberikan bantuan SAR
dalam penanggulangan bencana dan musibah lainnyasesuai
dengan peraturan SAR Nasional dan Internasional.
e. Barisan Relawan Bencana (BALANA)
Menurut BPBD Kota Denpasar, Barisan Relawan Bencana
(BALANA) merupakan barisan relawan bencana yang direkrut
dari pegawai Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
dilingkungan Pemerintah Kota Denpasar yang ditugaskan ikut
serta menangani bencana.

2.2 Proses Siklus Manajemen Risiko Bencana

9
A. Pra bencana
Tahapan manajemen bencana pada kondisi sebelum kejadian atau pra
bencana meliputi kesiagaan, peringatan dini dan mitigasi.
1. Kesiapsiagaan
Kesiapsiagaan adalah kegiatan-kegiatan yang difokuskan pada
pengembangan rencana-rencana untuk menanggapi bencana secara
cepat dan efektif dengan menyiapnyiagakan sumber daya, pendidikan
dan pelatihan bagi petugas, menyusun pedoman/prosedur tetap,
menyusun dan mengembangkan sistem informasi dan sistem
manajemen, menyusun rencana kontinjensi (Depkes,2006).
Kesiapsiagaan dapat diartikan pula serangkaian kegiatan yang
dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian
serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna (BNPB, 2007).

2. Peringatan dini
Peringatan dini disampaikan dengan segera kepada semua pihak,
khususnya mereka yang potensi terkena bencana akan kemungkinan
datangnya suatu bencana di daerahnya masing-masing. Peringatan
didasarkan berbagai informasi teknis dan ilmiah yang dimiliki diolah
atau diterima dari pihak berwenang mengenai kemungkinan datangnya
suatu bencana.
3. Mitigasi
Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 21 tahun 2008, mitigasi
bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana,
baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan
kemampuan menghadapi ancaman bencana. Mitigasi juga dapat
diartikan serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik
melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan
kemampuan menghadapi ancaman bencana (BNPB, 2007).
Upaya mitigasi dapat dilakukan dalam bentuk mitigasi struktur dengan
memperkuat bangunan dan infrastruktur yang berpotensi terkena
bencana, seperti membuat kode bangunan, desain rekayasa, dan
konstruksi untuk menahan serta memperkokoh struktur ataupun

10
membangun struktur bangunan penahan longsor, penahan dinding
pantai, dan lain-lain. Selain itu upaya mitigasi juga dapat dilakukan
dalam bentuk non struktural, diantaranya seperti menghindari wilayah
bencana dengan cara membangun menjauhi lokasi bencana yang dapat
diketahui melalui perencanaan tata ruang dan wilayah serta dengan
memberdayakan masyarakat dan pemerintah daerah.
Contoh: zonasi dan pengaturan bangunan (building codes), analisis
kerentanan; pembelajaran public.

Mitigasi harus dilakukan secara terencana dan komprehensif melalui


berbagai upaya dan pendekatan antara lain:
a) Pendekatan teknis
Secara teknis mitigasi bencana dilakukan untuk mengurangi
dampak suatu bencana misalnya membuat material yang tahan
terhadap bencana, dan membuat rancanagan pengaman, misalnya
tanggul banjir, lumpur dan lain sebagainya.
b) Pendekatan manusia
Pendekatan manusia ditujukan untuk membentuk manusia yang
paham dan sadar mengenai bahaya bencana. Untuk itu perilaku
dan cara hidup manusia harus dapat diperbaiki dan disesuaikan
dengan kondisi lingkungan dan potensi bencana yang
dihadapinya.
c) Pendekatan admisnistratif
Pemerintah atau pimpinan organisasi dapat melakukan
pendekatan administratif dalam manajemen bencana, khususnya
di tahap mitigasi sebagai contoh:

1) Penyususnan tata ruang dan tata lahan yang


memperhitungkan aspek risiko bencana
2) Penerapan kajian bencana untuk setiap kegiatan dan
pembangunan industry berisiko tinggi.

11
3) Menyiapkan prosedur tanggap darurat dan organisasi
tanggap darurat di setiap organisasi baik pemerintahan
maupun industry berisiko tinggi.

d) Pendekatan kultural
Pendekatan kultural diperlukan untuk meningkatkan kesadaran
mengenai bencana. Melalui pendekatan kultural, pencegahan
bencana disesuaikan dengan kearifan masyarakat lokal yang telah
mebudaya sejak lama.

B. Saat Bencana
Tahapan paling krusial dalam sistem manajemen bencana adalah saat
bencana sesungguhnya terjadi. Mungkin telah melalui proses peringatan
dini, maupun tanpa peringatan atau terjadi secara tiba-tba. Oleh karena itu
diperlukan langkah-langkah seperti tanggap darurat untuk dapat mengatasi
dampak bencana dengan cepat dan tepat agar jumlah korban atau kerugian
dapat diminimalkan.
1) Tanggap darurat
Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani
dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan
dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar,
perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan
sarana prasarana. Tindakan ini dilakukan oleh Tim penanggulangan
bencana yang dibentuk dimasing-masing daerah atau organisasi.
Menurut PP No. 11, langkah-langkah yangdilakukan dalam
kondisi tanggap darurat antara lain:
a) Pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, dan
sumberdaya, sehingga dapat diketahui dan diperkirakan magnitude
bencana, luas area yang terkena dan perkiraan tingkat
kerusakannya.
b) Penentuan status keadaan darurat bencana.

12
c) Berdasarkan penilaian awal dapat diperkirakan tingkat bencana
sehingga dapat pula ditentukan status keadaan darurat. Jika tingkat
bencana terlalu besar dan berdampak luas, mungkin bencana
tersebut dapat digolongkan sebagai bencana nasional.
d) Penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana.

Langkah selanjutnya adalah melakukan penyelamatan dan


evakuasi korban bencana. Hal yang dapat dilakukan antara lain:

a) Pemenuhan kebutuhan dasar


b) Perlindungan terhadap kelompok rentan (anak-anak, lansia, orang
dengan keterbatasan fisik, pasien rumah sakit, dan kelompok yang
dikategorikan lemah)
c) Pemulihan dengan segera sarana dan prasarana vital.

2) Penanggulangan bencana
Selama kegiatan tanggap darurat, upaya yang dilakukan adalah
menanggulangi bencana yang terjadi sesuai dengan sifat dan jenisnya.
Penanggulangan bencana memerlukan keahlian dan pendekatan khusus
menurut kondisi dan skala kejadian.
Tim tanggap darurat diharapkan mampu menangani segala bentuk
bencana. Oleh karena itu Tim tanggap darurat harus diorganisisr dan
dirancang untuk dapat menangani berbagai jenis bencana.
Contoh aktivitas pada fase ini :
a. Evakuasi dan pengungsi (Evacuation and migration)Melakukan
evakuasi dan pengungsi ketempat evakuasi yang aman.
b. Pencarian dan Penyelamatan (Search and rescue SAR)Malakukan
pencaharian baik korban yang meninggal dan korban yang hilang.
c. Penilaian paska bencana (Post-disaster assessment)Melakukan
penilaian terhadap bencana yang terjadi
d. Respon dan Pemulihan (Response and relief)Memberikan respond
an pemulihan terhadap korban bencana

13
e. Logistik dan suplai (Logistics and supply)Manyalurkan bantuan
logistik kepada korban bencana
f. Manajemen Komunikasi dan Informasi (Communication and
information management)Memberikan informasi dan komunikasi
kepada media massa mengenai jumlah kerugian korban bencana
g. Respon dan pengaturan orang selamat (Survivor response and
coping)
Melakukan mendata jumlah korban bencana yang selamat baik. Ibu
Hamil, anak-anak dan orang Manula
h. Keamanan (Security)Mamberikan pelayanan keamanan terhadap
korban jiwa, baik itu harta benda dan yang lain.
i. Manajemen pengoperasian emergensi (Emergency operations
management)Melakukan manajemen pengoperasian emergenci
pada saat terjadinya bencana

C. Pasca Bencana
Setelah bencana terjadi dan setelah proses tanggap darurat dilewati,
maka langkah berikutnya adalah melakukan rehabilitasi dan rekonstruksi.
1) Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan
public atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah
pasca bencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya
secara wajarsemua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada
wilayah pascabencana.
2) Rekonstruksi
Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan
sarana, kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat
pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan
berkembangnya kegiatan perekonomian, social, dan budaya, tegaknya
hukum, dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam
segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pasca bencana

2.2 Identifikasi Risiko Bencana

14
Unsur berikutnya dalam sistem manajemen bencana adalah
identifikasi dan penilaian risiko bencana. Identifikasi bencana mutlak
diperlukan sebelum mengembangkan sistem manajemen bencana.Menurut PP
No. 21 tahun 2008 , risiko bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan
akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu dapat berupa
kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi,
kerusakan atau kehilangan harta. Dan gangguan kegiatan masyarakat.
Persyaratan analisi risiko bencana sebagaimana ditetapkan dalam PP
tersebut antara lain sebagai berikut:

a Tujuan identifikasi bencana adalah untuk mengetahui dan menilai


tingkat risiko dari suatu kondisi atau kegiatan yang dapat menimbulkan
bencana.
b Persyaratan analisis risiko bencana disusun dan ditetapkan oleh kepala
BNPB dengan melibatkan instansi/lembaga terkait.
c Persyaratan analisi bencana digunakan sebagai dasar dalam
penyususnan analisis mengenai dampak lingkungan, penaataan ruang
serta pengambilan tindakan pencegahan dan mitigasi bencana.
d Pasal 12: setiap kegiatan pembangunan yang mempunyai risiko tinggi
menimbulkan bencana, wajib dilengkapi dengan analisis risiko
bencana.
e Analisis risiko bencana sebagaimana dimaksud disusun berdasarkan
persyaratan analisis risiko bencana melalui penelitian dan pengkajian
terhadap suatu kondisi atau kegiatan yang mempunyai risiko tinggi
menimbulkan bencana.
f Analisis risiko bencana dituangkan dalam bentuk dokumen yang
disahkan oleh pejabat pemerintahan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
g BNPB atau BNBD sesuai dengan kewenangannya melakukan
pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksaan analisis risiko bencana.

Berdasarkan peraturan di atas, jelas terlihat bahwa setiap organisasi


atau kegiatan yang mengandung risiko bencana tinggi wajib melakukan

15
Analisis Risiko Bencana (ARISCANA). ARISCANA dilakukan dengan
tujuan untuk memperoleh informasi dan data mengenai potensi bencana
yang mungkin dapat terjadi dilingkungan masing-masing serta potensi atau
tingkat risiko atau keparahannya.
Risiko adalah merupakan kombinasi antara kemungkinan dengan
tingkat keparahan bencana yang mungkin terjadi. Semakin tinggi ancaman
bahaya di suatu daerah, maka semakin tinggi risiko daerah tersebut terkena
bencana. Demikian pula semakin tinggi tingkat kerentanan masayarakat
atau penduduk, maka semakin tinggi pula tingkat risikonya. Tetapi
sebaliknya, semakin tinggi tingkat kemampuan masyarakat, maka semakin
kecil risiko yang dihadapinya. Dengan menggunakan perhitungan analisis
risiko dapat ditentukan tingkat besaran risiko yang dihadapi oleh daerah
yang bersangkutan.
Sebagai langkah sederhana untuk pengkajian risiko adalah pengenalan
bahaya/ancaman di daerah yang bersangkutan. Semua bahaya/ancaman
tersebut diinventarisasi, kemudian di perkirakan kemungkinan terjadinya
(probabilitasnya) dengan rincian:

Jika probabilitas di atas dilengkapi dengan perkiraan dampaknya


apabila bencana itu memang terjadi dengan pertimbangan faktor dampak
antara lain:
1. jumlah korban;
2. kerugian harta benda;
3. kerusakan prasarana dan sarana;

16
4. cakupan luas wilayah yang terkena bencana; dan
5. dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan,

Maka, jika dampak ini pun diberi bobot sebagai berikut:

Maka akan didapat tabel sebagaimana contoh di bawah ini :

17
Gambaran potensi ancaman di atas dapat ditampilkan dengan model lain
dengan tiga warna berbeda yang sekaligus dapat menggambarkan prioritas
seperti berikut:

Berdasarkan
matriks diatas kita
dapat memprioritaskan jenis ancaman bahaya yang perlu
ditangani.Ancaman dinilai tingkat bahayanya dengan skala (3-1)
1. Bahaya/ancaman tinggi nilai 3 (merah)
2. Bahaya/ancaman sedang nilai 2
3. Bahaya/ancaman rendah nilai 1

Dari uraian di atas dapat disimpulkan proses manajemen bencana


melalui tiga langkah sebagai berikut:
1) Identifikasi Bencana
Identifikasi bencana dilakukan dengan melihat berbagai aspek yang ada
disuatu daerah atau perusahaan, seperti lokasi, jenis kegiatan, kondisi
geografis, cuaca, alam, aktivitas manusia, dan industry, sumberdaya

18
alam serta sumber lainnya yang berpotensi menimbulkan bencana.
Identifikasi bencana ini dapat didasarkan pada pengalaman bencana
sebelumnya dan prediksi kemungkinan suatu bencana yang dapat
terjadi.
2) Penilaian dan Evaluasi Risiko Bencana
Berdasarkan hasil identifikasi bencana dilakukan penilaian
kemungkinan dan skala dampak yang mungkin ditimbulkan oelh
bencana tersebut. Dengan demikian dapat diketahui, apakah potensi
sebuah bencana di suatu daerah tergolong tinggi atau rendah.
a Penilaian Risiko Bencana
Untuk menentukan tingkat risiko bencana tersebut, dapat dilakukan
melalui penilaian Risiko Bencana. Banyak metode yang dapat
dilakukan untuk menilai tingkat risiko bencana. Misalnya dengan
menggunakan sistem matriks seperti yang diuraikan di atas atau
dengan menggunakan teknik yang lebih kuantitatif missal dengan
permodelan risiko.
b Evaluasi Risiko
Berdasarkan hasil penilaian risiko tersebut, selanjutnya ditentukan
peringkat risiko yang mungkin timbul dengan mempertimbangkan
kerentanan dan kemampuan menahan atau menanggung risiko.
Risiko tersebut di bandingkan dengan kriteria yang ditetapkan,
misalnya oleh pemerintah atau berdasarkan referensi yang ada.
3) Pengendalian Risiko Bencana
Hasil identifikasi dan analisa risiko yang telah dilakukan maka langkah
selanjutnya adalah menetapkan strategi pengendalian yang sesuai.
Pengendalian risiko bencana menurut konsep manajemen risiko dapat
dilakukan dengan beberapa cara sebagai berikut:
a Mengurangi kemungkinan
Strategi pertama adalah dengan mengurangi kemungkinan
terjadinya bencana. Semua bencana pada dasarnya dapat dicegah,
namun untuk bencana alam terdapat pengecualian.
b Mengurangi dampak atau keparahan

19
Jika kemungkinan bencana tidak dapat dikurangi atau dihilangkan,
maka langkah yang harus dilakukan adalah mengurangi keparahan
atau konsekuensi yang ditimbulkan. Berdasarkan hasil identifikasi
bahaya, penilaian risiko bencana dan langkah pengendalaian
tersebut dapat disusun analisa risiko bencana yang terperinci dan
mendasar untuk selanjutnya dikembangkan program kerja
penerapannya.

2.3 Analisis Risiko Bencana


Dilihat dari potensi bencana yang ada, Indonesia merupakan negara
dengan potensi bahaya yang sangat tinggi dan beragam baik berupa bencana
alam, ataupun bencana akibat ulah manusia. Beberapa potensi tersebut antara
lain adalah gempa bumi, tsunami, letusan gunung api, banjir, tanah longsor,
kekeringan, kebakaran lahan dan hutan, kebakaran perkotaan dan
permukiman, angin badai, wabah penyakit, kegagalan teknologi dan konflik
sosial.

Potensi bencana yang ada di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi


2 kelompok utama, yaitu:
1. Potensi bahaya utama (main hazard)
Potensi bahaya utama (Main hazard) ini dapat dilihat antara lain
pada peta rawan bencana gempa di Indonesia yang menunjukkan bahwa
Indonesia adalah wilayah dengan zona-zona gempa yang rawan, peta
kerentanan bencana tanah longsor, peta daerah bahaya bencana letusan
gunung api, peta potensi bencana tsunami, peta potensi bencana banjir,
dan lain-lain.
2. Potensi bahaya ikutan (collateral hazard)
Potensi bahaya ikutan (Collateral Hazard) merupakan suatu potensi
bahaya yang kemungkinan terjadi setelah bahaya utama terjadi dan dapat
dilihat dari beberapa indikator, diantaranya adalah likuifaksi, persentase

20
bangunan yang terbuat dari kayu, kepadatan bangunan, dan kepadatan
industri berbahaya.
Potensi bahaya ikutan (collateral hazard potency) ini sangat tinggi
terutama di daerah perkotaan yang memiliki kepadatan penduduk dan
bangunan, persentase bangunan kayu (utamanya di daerah pemukiman
kumuh perkotaan), dan jumlah industri berbahaya, yang tinggi. Dengan
indikator di atas, perkotaan Indonesia merupakan wilayah dengan potensi
bencana yang sangat tinggi.
Dalam melakukan pemetaan bencana harus dianalisa terkebih dahulu
jenis bahaya yang kemungkinan terjadi bada suatu daerah tersebut. Dengan
menganalisa jenis bahaya, dapat diperkirakan seberapa luas daerah yang
kemungkinan terkena dampak langsung dan tidak langsung dan bahaya ikutan
yang kemungkinan terjadi setelah bahaya utama terjadi, sehingga dapat
ditentukan langkah yang cepat dan tepat untuk mencegah ataupun
menanggulangi dampak yang besar dari bencana tersebut.

2.4 Manajemen Bencana Pada Industri Pariwisata


Definisi bencana menurut Undang Undang Nomor 24 Tahun 2007
adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkanoleh
faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,
kerugian harta benda, dan dampak psikologis.Sedangkan menurut Laws
(2005) bencana dalam industri pariwisata adalah Crisis or disaster in tourism
industry usually refers to an event that leads to a shock resulting in the sudden
emergence of an adverse situation. Berdasarkan sumbernya, bencana
menurut UU No 24 Tahun 2007 dapat dikelompokkan menjadi tiga sumber
yaitu:
1. Bencana Alam

21
Adalah bencana yang bersumber dari fenomena alam seperti banjir,
gempa bumi, dan letusan gunung berapi, tsunami dan lain-lain.
2. Bencana Non Alam
Adalah peristiwa yang disebabkan oleh faktor non alam antara lain
berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemik, dan wabah
penyakit.
3. Bencana Sosisal
Adalah bencana yang disebabkan oleh peristiwa atau rangkaian
peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial
antar kelompok, antar komunitas masyarakat dan teror.
Rosyidie (2004) lebih lanjut mengungkapkan bahwa bencana dapat
terjadi dimana saja, kapan saja dan pada siapa saja. Frekuensi dan seberapa
kuat atau besar bencana tersebut pun susah untuk diprediksi. Melihat sifat dari
bencana tersebut, maka sering kali terjadi banyak kerugian dan korban
meninggal dunia maupun luka-luka.
Pengertian bencana menurut Undang Undang Nomor 24 Tahun
2007, terfokus pada asal dari gangguan tersebut, sedangkan pengertian
Rosyidie (2004) yang terfokus pada sifat dari bencana tersebut.
Berdasarkan definisi bencana menurut para ahli tersebut maka definisi
bencana dalam penelitian ini yaitu gangguan atau ancaman dari keadaan
normal hingga menyebabkan kerugian dari gangguan tersebut yang
bersumber dari alam, non alam dan sosial. Gangguan tersebut tidak dapat
diprediksi kapan, dimana dan kepada siapa terjadinya.
Bencana ini dapat terjadi di belahan dunia manapun dan pada bidang
apapun, termasuk di suatu industri pariwisata, yang mana industri pariwisata
menurut Yoeti (1985) adalah kumpulan dari macam - macam perusahaan
yang secara bersama menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh
wisatawan pada khususnya dan traveller pada umumnya, selama dalam
perjalanan. Menurut Spillane (1987) ada lima unsur industri pariwisata yang
sangat penting yaitu:
1. Attraction (daya tarik)

22
Attraction dapat digolongkan menjadi site attraction (seperti kebun
binatang, dan museum), event attraction(seperti festival, pameran atau
pertunjukkan kesenian daerah).
2. Facilities(fasilitas yang diperlukan).
Selama tinggal di tempat tujuan wisata,wisatawan memerlukan tidur,
makan, minum oleh karena itu diperlukan fasilitas penginapan. Selain
itu diperlukan pulaindustri penunjang seperti took sourvenir, jasa
laundry, dan jasa pemandu.
3. Infrastructure
Daya tarik dan fasilitas tidak dapat dicapai dengan mudah kalau belum
ada infrastruktur dasar. Pemenuhan atau penciptaan infrastruktur
adalah suatu cara untuk menciptakan suasana cocok bagi
perkembangan pariwisata.
4. Transportations(transportasi)
Dalam pariwisata kemajuan dunia transportasi sangat dibutuhkan
karena sangat menentukan jarak dan waktu dalam suatu perjalanan
wisata. Transportasi baik transportasi darat, laut dan udara merupakan
unsur utama langsung yang merupakan tahap dinamis gejala-gejala
pariwisata
5. Hospitality(keramahtamahan).
Wisatawan yang berada dalam lingkungan yang tidak mereka kenal
memerlukan kepastian jaminan keamanan. Kebutuhan dasar akan
keamanan dan perlindungan harus disediakan dan juga keuletan serta
keramahtamahan tenaga kerja wisata perlu dipertimbangkan supaya
wisatawan merasa aman dan nyaman selama melakukan perjalanan
wisata.
Berdasarkan definisi industri pariwisata tersebut maka dapat
disimpulkan bahwa industri pariwisata merupakan kumpulan industri yang
menghasilkan barang ataupun jasayang diperlukan oleh wisatawan dimulai
dari daerah asalnya hingga sampai di destinasi tujuan dan balik lagi ke daerah
asalnya. Adapun industri pariwisata yang dimaksud dalam penelitian ini

23
adalah hotel yang merupakan tempat tinggal sementara wisatawan selama
melakukan perjalanan.
Untuk meminimalkan segala dampak yang disebabkan oleh bencana
tersebut, maka industri perhotelan perlu menerapkan sebuah manajemen
bencana, yang mana pengertian dari manajemen bencana. Selain dengan
menerapkan kegiatan manajemen bencana, untuk mengurangi kerugian yang
mungkin terjadi akibat bencana, diperlukan pula beberapa upaya peningkatan
keamanan sebagai berikut: menurut Pizam (2010), untuk meningkatkan
keamanan, hotel harus menginstal CCTV, fire sprinklers, pendeteksi asap, dan
pintu elektronik.
Sedangkan menurut Henderson, et.al. (2010) untuk meningkatkan
kemanan hotel memerlukan personel keamanan dan pelatihan kebencanaan.
Personel keamanan merupakan orang yang bertanggung jawab untuk menjaga
keamanan hotel, wisatawan, karyawan serta aset perusahaan. Human
Resource Department suatu hotel harus menunjuk dan mempekerjakan
personel keamanan yang professional, dengan pengalaman yang baik
terhadap penanganan suatu bencana. Karyawan secara umum, dan personel
keamanan khususnya, harus mengikuti workshop dan pelatihan dari
pemerintah mengenai penaganan pertama terhadap kecelakaan.

24
25

You might also like