Professional Documents
Culture Documents
Disusun Oleh :
Rismiati
BAGIAN ILMU BEDAH
RSUD KABUPATEN SUKOHARJO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2016
REFERAT
Benign Prostat Hyperplasia (BPH)
Oleh :
Rismiati
Telah disetujui dan disahkan oleh Tim Pembimbing Stase Ilmu Bedah Program
Pada September,2016
Pembimbing
Dipresentasikan di Hadapan
BAB I
PENDAHULUAN
Pembesaran prostat benigna atau lebih dikenal sebagai BPH sering ditemukan
pada pria yang memasuki usia lanjut. Istilah BPH atau benign prostatic hyperplasia
sebenarnya merupakan istilah histopatologis, yaitu terdapat hiperplasia sel-sel stroma dan
sel-sel epitel kelenjar prostat1,2,3
Suatu penelitian menyebutkan bahwa prevalensi Benigna Prostat Hiperplasia
(BPH) yang bergejala pada pria berusia 4049 tahun mencapai hampir 15%. Angka ini
meningkat dengan bertambahnya usia, sehingga pada usia 5059 tahun prevalensinya
mencapai hampir 5% dan pada usia 60 tahun mencapai angka sekitar 43%. Angka
kejadian BPH di Indonesia sebagai gambaran hospital prevalensi di dua Rumah Sakit
besar di Jakarta yaitu RSCM dan Sumberwaras selama 3 tahun (19941999) terdapat
1040 kasus.1
Colok dubur atau digital rectal examina-tion (DRE) merupakan pemeriksaan yang
penting pada pasien BPH, disamping pemeriksaan fisik pada regio suprapubik untuk
mencari kemungkinan adanya distensi buli-buli. Dari pemeriksaan colok dubur ini dapat
diperkirakan adanya pembesaran prostat, konsistensi prostat, dan adanya nodul yang
merupakan salah satu tanda dari keganasan prostat5. Kecurigaan suatu keganasan pada
pemeriksaan colok dubur, ternyata hanya 26-34% yang positif kanker prostat pada
pemeriksaan biopsi. Sensitifitas pemeriksaan ini dalam menentukan adanya karsinoma
prostat sebesar 33%.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI PROSTAT
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di
sebelah inferior buli-buli dan membungkus uretra posterior. Prostat berbentuk
seperti pyramid terbalik dan merupakan organ kelenjar fibromuskuler yang
mengelilingi uretra pars prostatica. Bila mengalami pembesaran organ ini
menekan uretra pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urin keluar
dari buli-buli. Prostat merupakan kelenjar aksesori terbesar pada pria; tebalnya
2 cm dan panjangnya 3 cm dengan lebarnya 4 cm, dan berat 20 gram.
B. FISIOLOGI PROSTAT
C. DEFINISI
E. PATOFISIOLOGI
Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional,
sedangkan pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari zona perifer. Pertumbuhan
kelenjar ini sangat bergantung pada hormon testosteron, yang di dalam sel- sel
kelenjar prostat hormon akan dirubah menjadi metabolit aktif dihidrotestosteron
(DHT) dengan bantuan enzim 5 reduktase. Dihidrotestosteron inilah yang secara
langsung memacu m-RNA di dalam sel- sel kelenjar prostat untuk mensintesis
protein growth factor yang memacu pertumbuhan kelenjar prostat. 5
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika
dan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan
intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urine, buli- buli harus berkontraksi lebih
kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan
perubahan anatomik buli- buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi,
terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli- buli. Perubahan struktur pada
buli- buli tersebut, oleh pasien dirasakan sebagai keluhan pada saluran kemih
sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal
dengan gejala prostatimus. 5
Tekanan intravesika yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli- buli
tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini
dapat menimbulkan aliran balik urine dari buli- buli ke ureter atau terjadi refluks
vesiko-ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter,
hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal. 5
F. MANIFESTAS KLINIK
Obstruksi Iritasi
Hesistansi Frekuensi
Intermitensi Urgensi
Derajat 3 : Seperti derajat 2, hanya batas atas prostat tidak teraba lagi
dan sisa urin lebih dari 100 ml.
G. PEMERIKSAAN FISIK
Buli-buli yang terisi penuh dan teraba massa kistus di daerah supra
simfisis akibat retensi urine. Kadang-kadang didapatkan urine yang selalu
menetes yang merupakan pertanda dari inkontinensia paradoksa.
Adakah asimetri
Apakah batas atas dapat diraba dan apabila batas atas masih dapat
diraba biasanya besar prostat diperkirakan <60 gr.
Pada BPH akan ditemukan prostat yang lebih besar dari normal, permukaan
licin dan konsistensi kenyal.12 Pemeriksaan fisik apabila sudah terjadi kelainan
pada traktus urinaria bagian atas kadang-kadang ginjal dapat teraba dan apabila
sudah terjadi pnielonefritis akan disertai sakit pinggang dan nyeri ketok pada
pinggang. Vesica urinaria dapat teraba apabila sudah terjadi retensi total, buli-
buli penuh (ditemukan massa supra pubis) yang nyeri dan pekak pada perkusi.
Daerah inguinal harus mulai diperhatikan untuk mengetahui adanya hernia.
Genitalia eksterna harus pula diperiksa untuk melihat adanya kemungkinan
sebab yang lain yang dapat menyebabkan gangguan miksi seperti batu di fossa
navikularis atau uretra anterior, fibrosis daerah uretra, fimosis, condiloma di
daerah meatus1.
2) Derajat berat obstruksi
Derajat berat obstruksi dapat diukur dengan menentukan jumlah sisa urin
setelah miksi spontan. Sisa urin ditentukan dengan mengukur urin yang masih
dapat keluar dengan kateterisasi. Sisa urin dapat pula diketahui dengan
melakukan ultrasonografi kandung kemih setelah miksi. Sisa urin lebih dari
100cc biasanya dianggap sebagai batas untuk indikasi melakukan intervensi
pada hipertrofi prostat.Derajat berat obstruksi dapat pula diukur dengan
mengukur pancaran urin pada waktu miksi, yang disebut uroflowmetri. Angka
normal pancaran kemih rata-rata 10-12 ml/detik dan pancaran maksimal sampai
sekitar 20 ml/detik. Pada obstruksi ringan, pancaran menurun antara 6 8
ml/detik, sedangkan maksimal pancaran menjadi 15 ml/detik atau kurang.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
4. Pemeriksaan lain5,12 :
Pemeriksaan derajat obstruksi prostat dapat diperkirakan dengan cara mengukur:
Residual urin :
Jumlah sisa urin setelah miksi, dengan cara melakukan kateterisasi/USG setelah
miksi
Pancaran urin/flow rate :
Dengan menghitung jumlah urine dibagi dengan lamanya miksi berlangsung
(ml/detik) atau dengan alat uroflometri yang menyajikan gambaran grafik
pancaran urin. Aliran yang berkurang sering pada BPH. Pada aliran urin yang
lemah, aliran urinnya kurang dari 15mL/s dan terdapat peningkatan residu urin.
Post-void residual mengukur jumlah air seni yang tertinggal di dalam kandung kemih
setelah buang air kecil. PRV kurang dari 50 mL umum menunjukkan pengosongan
kandung kemih yang memadai dan pengukuran 100 sampai 200 ml atau lebih sering
menunjukkan sumbatan. Pasien diminta untuk buang air kecil segera sebelum tes dan
sisa urin ditentukan oleh USG atau kateterisasi.
I. KOMPLIKASI
Retensi urine akut ketidak mampuan untuk mengeluarkan urin, distensi
kandung kemih, nyeri suprapubik
Retensi urine kronik residu urin > 500ml, pancaran lemah, buli teraba, tidak
nyeri
Infeksi traktus urinaria
Batu buli
Hematuri
Inkontinensia-urgensi
Hidroureter
Hidronefrosis - gangguan pada fungsi ginjal
J. PENATALAKSANAAN
Tidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalami tindakan medik.
Kadang-kadang mereka yang mengeluh LUTS ringan dapat sembuh sendiri tanpa
mendapatkan terapi apapun atau hanya dengan nasehat saja. Namun adapula
yang membutuhkan terapi medikamentosa atau tindakan medik yang lain
karena keluhannya semakin parah.
Tujuan terapi hyperplasia prostat adalah (1) memperbaiki keluhan miksi,
(2) meningkatkan kualitas hidup, (3) mengurangi obstruksi intravesika, (4)
mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal, (5) mengurangi volume
residu urine setelah miksi dan (6) mencegah progrefitas penyakit. Hal ini dapat
dicegah dengan medikamentosa, pembedahan atau tindakan endourologi yang
kurang invasif.
a. Watchful waiting 5
Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS
dibawah 7, yaitu keluhan ringan yang tidak mengganggu aktivitas sehari-hari.
Pasien tidak mendapat terapi namun hanya diberi penjelasan mengenai sesuatu
hal yang mungkin dapat memperburuk keluhannya, misalnya (1) jangan
mengkonsumsi kopi atau alcohol setelah makan malam, (2) kurangi konsumsi
makanan atau minuman yang mengiritasi buli-buli (kopi/cokelat), (3) batasi
penggunaan obat-obat influenza yang mengandung fenilpropanolamin, (4)
kurangi makanan pedasadan asin, dan (5) jangan menahan kencing terlalu lama.
b. Medikamentosa
Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk : (1) mengurangi resistansi
otot polos prostat sebagai komponen dinamik penyebab obstruksi infravesika dengan obat-
obatan penghambat adrenergic alfa (adrenergic alfa blocker dan (2) mengurangi volume
prostat sebagai komponen static dengan cara menurunkan kadar hormone
testosterone/dihidrotestosteron (DHT) melalui penghambat 5-reduktase.
1) Penghambat reseptor adrenergik . 5,
Mengendurkan otot polos prostat dan leher kandung kemih, yang membantu untuk
meringankan obstruksi kemih disebabkan oleh pembesaran prostat di BPH.
Efek samping dapat termasuk sakit kepala, kelelahan, atau ringan.
Umumnya digunakan alpha blocker BPH termasuk tamsulosin (Flomax), alfuzosin
(Uroxatral), dan obat-obatan yang lebih tua seperti terazosin (Hytrin) atau doxazosin
(Cardura). Obat-obatan ini akan meningkatkan pancaran urin dan mengakibatkan
perbaikan gejala dalam beberapa minggu dan tidak berpengaruh pada ukuran
prostat.
2) Penghambat 5 reduktase 5
Obat ini bekerja dengan cara menghambat pembentukan
dihidrotestosteron (DHT) dari testosterone yang dikatalisis oleh enzim 5
reduktase di dalam sel prostat. Menurunnya kadar DHT menyebabkan sintesis
protein dan replikasi sel-sel prostat menurun. Pembesaran prostat di BPH secara
langsung tergantung pada DHT, sehingga obat ini menyebabkan pengurangan 25%
perkiraan ukuran prostat lebih dari 6 sampai 12 bulan.
Watchfull waiting
Kontrol setelah 6 bulan, kemudian setiap tahun untuk mengetahui
apakah terdapat perbaikan klinis
Pengobatan penghambat 5-reduktase
Dikontrol pada minggu ke-12 dan bulan ke-6
Pengobatan penghambat 5-adrenegik
Setelah 6 minggu untuk menilai respon terhadap terapi dengan
melakukan pemeriksaan IPSS uroflometri dan residu urin pasca miksi
Terapi invasive minimal
Setelah 6 minggu, 3 bulan dan setiap tahun. Selain dilakukan penilaian
skor miksi, juga diperiksa kultur urin
Pembedahan
Paling lambat 6 minggu pasca operasi untuk mengetahui kemungkinan
penyulit.
BAB III
KESIMPULAN
4. Purnomo, Basuki B. Dasar Dasar Urologi. Edisi Kedua. Jakarta : Sagung Seto.
7. Sabiston, David. Sabiston : Buku Ajar Bedah. Alih bahasa : Petrus. Timan. EGC.
1994.
9. Sjamsuhidajat R, De Jong W. 1997. Tumor Prostat. Dalam: Buku ajar Ilmu Bedah,
EGC, Jakarta, 1997; 1058-64.