Di Ruang Unit Gawat Darurat RSUD DR. Moewardi Srakarta
Oleh :
KAKA NJEBI NIM. 010215A034
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS NGUDI WALUYO UNGARAN 2017 ANALISA SINTESIS
TINDAKAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
Nama Mahasiswa : Kaka Njebi Tanggal praktik : 11 17 september 2017
NIM : 070116B035 Ruangan : IGD
Nama pasien : Ny. W
Umur : 35 tahun 1. Diagnosa Medis Sindrom Obstruksi Pasca Tuberkulosis di sertai Destroyed Lung 2. Primery survey a. Airway Penumpukan secret dijalan nafas b. Breathing Tampak sesak, Pernafasan 34x/menit, Irama teratur, ada pernafasan cuping hidung, ada retraksi dinding dada, SPO2 79 % c. Circulation Pasien tampak sianosis pada bibir dan ujung kuku, akral dingin, suhu 36,9oC, turgor kulit elastic, nadi cepat dan kuat, frekuensi 108x/menit, CRT < 3 detik, klien tampak pucat, konjungtiva tidak anemis. d. Disability and Drug Pasien Ny. W tampak sesak dan lemas, kesadaran komposmentis, GCS 15 E4 M6 V5, pupil isokor 3. Diagnosa Keperawatan a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas Ds : Psien mengatakan batuk Pasien mengatakan sesak nafas Pasien mengeluh terasa penuh pada daerah Dada Pasien mengeluh Kesulitan menggambil nafas Pasien mengatakan pernah mengalami penyakit TB Paru dan sudah dinyatakan sembuh sejak 3 bulan yang lalu. Do: Ku sedang Pasien tampak batuk Pasien tampak sesak Secret + Bunyi ronkhi saat di auskultasi GCS : E4 M6 V5 kesdaran komposmentis TTV : - TD : 102/79 mmHg - N : 108x/menit - S : 36,9o C - RR: 34x/ menit b. Ketidakefektifan pola nafas Ds : Pasien mengatakan sesak nafas Pasien mengeluh terasa penuh pada daerah Dada Pasien mengeluh Kesulitan menggambil nafas Pasien mengatakan pernah mengalami penyakit TB Paru dan sudah dinyatakan sembuh sejak 3 bulan yang lalu. Do: Pasien tampak Sesak Tampak pernafasan cuping hidung Tampak Retraksi intercosta GCS : E4 M6 V5 kesdaran komposmentis RR 34x/menit Hasil rontgen menunjukka infiltran dan penumpukka cairan di paru paru kanan c. Gangguan pertukaran gas Ds : Pasien mengatakan sesak nafas Pasien mengeluh terasa penuh pada daerah Dada Pasien mengeluh Kesulitan menggambil nafas Do: Pasien tampak Sesak GCS : E4 M6 V5 kesdaran komposmentis RR 34x/menit, SPO2 79% Tampak sianosis pada bibir dan ujung kuku TTV : - TD : 102/79 mmHg - N : 108x/menit - S : 36,9o C - RR: 34x/ menit - SPO2 : 79%
4. Tindakan Keperawatan Gawat Darurat
Pemberian oksigen Non Rebreathing Mask Memberikan posisi semifowler 5. Patofisiologi Diagnosa Keperawatan Penularan tuberkulosis primer terjadi karena batuk atau percikan ludah yang mengandung basil Mycobacterium Tuuberkulosis bertebaran di udara, kemudian terhirup oleh anak yang pada saat itu sistem imunitas dalam tubuhnya menurun sehingga mudah terinfeksi. Basil tersebut berkembangbiak perlahan-lahan dalam paru sehingga menyebabkan kelainan paru. Basil ini bila menetap di jaringan paru, ia akan tumbuh dan berkembangbiak dalam sitoplasma makrofag. Basil juga dapat terbawa masuk ke organ tubuh lain yang nantinya bisa menyebabkan tuberculosis hati, ginjal, jantung, kulit dan lain-lain (UKK PP IDAI, 2005). Bersamaan dengan itu, sebagian kuman akan dibawa melalui cairan getah bening ke kelenjar getah bening yang terdekat disamping bronkus. Dari kedua tempat tersebut, kuman akan menimbulkan reaksi tubuh, dan sel-sel kekebalan tubuh akan berkumpul. Dalam waktu 4 hingga 8 minggu akan muncul daerah kecil di tengah-tengah proses tersebut dimana terdapat jaringan tubuh yang mati (perkijuan) yang dikelilingi sel-sel kekebalan tubuh yang makin membesar. Perubahan-perubahan yang terjadi pada paru dan kelenjar getah bening ini dikenal sebagai tuberkulosis primer (Harun, 2009). Basil Mycobacterium Tuberculosis ini dapat bertahan selama 1-2 jam pada suasana lembab dan gelap, sebaliknya akan mati jika terkena sinar matahari. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dormant, tertidur lama selama beberapa tahun (Depkes RI, 2011). Setelah kuman TBC sudah mencapai paru disitu akan mengendap bertahun tahun sampai waktu pasien tersebut terjangkit TB paru, setelah terjangkit pasien akan mengaami batuk yang tidak kunjunf sembuh sampai penurunan berat badan yang meyebabkan daya tahun tubuh tidak kuat sehingga pasien akan lebih mengalami gejala yang lebih spesifik yang menyebabkan pasien menjadi sesak dan produksi cairan paru akan meningkat sehingga rongga pleura terisi cairan yang lebih banyak yang dapat menyebabkan pasien tambah sesak (harun, 2009) 6. Analisa Tindakan Keperawatan Pada pasien yang mengalami sindrom obstruksi pasca Tuberkulosis biasannya sering mengalami masalah pernafasan karena akkibat dari bekas penyakit TB paruu yang di derita sebelumnya, pasien dengan SOPT mempunyai gejala yang sama yaitu timbul sesak jika terlalu bekerja berat atau berada di udara yang dingin apalagi di saat pagi saat matahari terbit. Saat gejala SOPT kambuh biasanya akan mengalami sesak yang hebat karena pengaruh dari paru paru yang sudah terfiltrasi atau bahkan penumpukan cairan yang berlebihan di rongga pleura, biasaya pertolongan yang dapat dilakukan adalah dengan membawa pasien ke IGD rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan pertama di ruang Unit Gawat Darurat. Dengan adanya peningakatan pernafasan maka akan menyebabkan fungsi tubuh yang lain terganggu seperti jatung, ginjal dan otak bahkan dapat mennyebabkan kematian jika tidak segera di tangani, hal yang dapat dilakukan agar mencegah kegawatan yang lebih lanjut maka akan dilakukan pertolongan dengan cara pemberian oksigen tambahan seperti nasal canul (20%-40%), rebreathing mask (40%-60%) dan Non Rebreathing Mask (bisa sampai 99%), saat pemberian oksigen dengan canul tidak dapat memenuhi kebutuhan oksigen dapat di tingkatkan sampai pada penggunaan oksigen Rebreathing mask sampai penggunaan Non rebreathing Mask untuk memenuhi kebutuhan oksigen dalam tubuh Dalam Jurnal Internasional yang berjudul Oxygen Administration In The Emergency Departement : Choosing the Appropriate Dosage and the Technology oleh slessarev dan joseph dan jurnal nasional yang berjudul Pengaruh Terapi Oksigen Menggunakan Non-Rebreathing Mask Terhadap Tekanan Parsial CO2 darah pada pasien cedera kepala sedang oleh hendrizal menjelaskan bahwa dari hasil penelitian terhadap 16 sampel pasien cedera kepala sedang di IGD Rumah Sakit Dr. M. Djamil bpadang di dapatkan nilai rata-rata PCO2 sebelum dan sesudah terapi menggunakan oksigen Non-Rebreathing Mask masing-masing 32,06 + 6,35 dan 39,00 + 3,74. Nilai PH darah setelah pemberian terapi ini 75% berada pada nilai normal. Dari kesimpulan hasil yang di dapatkan dari hasil penelitian ini bahwa 1. Nilai PH darah setelah terapi oksigen menggunakan Non-Rebreathing Masksebagian besar dalam batas normal. 2. Nilai PCO2 darah setelah terapi menggunakan Non- Rebreathing Masksebagian besar di bawah normal. 3. Terjadi penerunan PCO2 darah pada terapi oksigen menggunakan Non-Rebreathing Mask. Dari kesimpulan di atas di dapatkan hasil bahwa penggunaan oksigen Non-Rebreathing Maskdapat menurunkan nilai PH dalam batas normal maupun nilai PCO2 dapat menetralkannya di bawah normal atau dapat menurunkan nilai PCO2 yang tinggi, dengan hasil ini penggunaan oksigenNon-Rebreathing Mask dapat digunakan pada pasien CKD kronis yang di sertai CHF. 7. Efek Samping a. Nekrose C02 ( pemberian dengan Fi02 tinggi) pada pasien dependent on Hypoxic drive misal kronik bronchitis, depresi pemafasan berat dengan penurunan kesadaran . Jika terapi oksigen diyakini merusak C02, terapi 02 diturunkan perlahan-lahan karena secara tiba-tiba sangat berbahaya b. Toxicitas paru, pada pemberian Fi02 tinggi ( mekanisme secara pasti tidak diketahui). Terjadi penurunan secara progresif compliance paru karena perdarahan interstisiil dan oedema intra alviolar c. Retrolental fibroplasias. Pemberian dengan Fi02 tinggi pada bayi premature pada bayi BB < 1200 gr. Kebutaan d. Barotrauma ( Ruptur Alveoli dengan emfisema interstisiil dan mediastinum), jika 02 diberikan langsung pada jalan nafas dengan alat cylinder Pressure atau auflet dinding langsung. 8. Referensi 1. Todan N, Ayaki K, okamura T. cerebral blood flow regulation by nitrc oxide, recent advances, j . pharmalogical revews. Vol 61. 2009 2. Dahlan. Ms, statistika untuk kedokteran dan kesehatan, pt arkans, 2004 3. Simon M, Andrew B, mark CB, Intensive Care 2nd ed, Elsevier churchilllivingstone, 2006