You are on page 1of 28

KEPANITERAAN KLINIK

STATUS OBSTETRI
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
Hari/Tanggal Ujian/Presentasi Kasus:
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CENGKARENG

Nama Mahasiswa : Senna Handoyo Tanda Tangan

Nim : 11.2015.166 ..
Dr. Pembimbing/Penguji : dr.Johanes Benarto,Sp.OG Tanda Tangan

..

I. 1 IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien : Ny. N Nama Suami : Tn. B
Umur : 39 tahun Umur : 43 tahun
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Agama : Islam Agama : Islam
Suku Bangsa : Jakarta WNI Suku Bangsa : Jakarta WNI
Alamat : Jl. Pepaya 2 No. 4 RT/RW 006/001, Alamat : Jl. Pepaya 2 No. 4 RT/RW
Cengkareng Barat 006/001, Cengkareng Barat

I. 2 ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara Autoanamnesis pada tanggal 30 Mei 2017 pada pukul 09:00
Keluhan Utama :
Pusing sejak 2 hari SMRS.
Riwayat Penyakit Sekarang
Wanita G4P3A0 hamil 38 minggu, berusia 43 tahun datang dengan keluhan pusing sejak 2
hari SMRS. Pusing dirasakan berdenyut di seluruh kepala, akan tetapi pasien masih dapat
melakukan aktifitas seperti biasa. Keluhan mual atau muntah tidak ada, BAB lancar, BAK
lancar, demam juga tidak ada.

1
Satu bulan SMRS, pasien melakukan pemeriksaan rutin di bidan, dan pada saat pengukuran
USG didapati perkembangan yang cepat dan akhirnya bidan memutuskan untuk melakukan
pemeriksaan darah lengkap dan gula darah sewaktu, gula darah puasa dan GDN 2 PP. Hasil yang
didapatkan GDS 208 mg/dL, GDP 132 mg/dL, dan GDN 2 PP 178 mg/dL. Akhirnya bidan
memutuskan untuk merujuk pasien ke RSUD cengkareng. Pasien mengatakan pada kehamilan di
trimester 1 dan 2, pasien mengalami keluhan maag, akhirnya pasien melaksanakan pola makan
yang sedikit-sedikit tapi sering, akan tetapi kebiasaan pasien mengemil makanan manis setiap
hari seperti martabak, cokelat, hampir dilakukan setiap hari. Disaat itu pasien merasakan nafsu
makan yang meningkat, sering buang air kecil dan sering merasa haus. Akan tetapi pasien
mengatakan tidak ada keluhan seperti kesemutan, lemas, mual, muntah dan nyeri perut selama
kehamilannya. Pasien mendapatkan terapi insulin 6 Unit untuk pagi dan sore hari, dan diberikan
jam sebelum makan.
Pasien mengatakan awalnya ia tidak mengetahui bahwa ia hamil oleh karena ia memakai
IUD spiral 1 bulan setelah lahir anak ke-3. Setelah pemakaian IUD spiral selama 6 tahun, pasien
tidak lagi mengalami menstruasi dan merasakan tanda-tanda awal seperti orang hamil yaitu
muntah pada pagi hari pada saat itu sehingga pasien memutuskan untuk melakukan test pack
yang dimana hasilnya ialah positif. Pasien akhirnya memutuskan untuk cek ke bidan dan
dianjurkan oleh bidan untuk melakukan USG kehamilan di rumah sakit yang dimana ketika
dirumah sakit pada hasil USG didapatkan usia kandungan pasien sudah berjalan selama 7
minggu dan IUD sudah hampir terlepas dari tempatnya.

a. Riwayat Haid
HPHT : 16 Agustus 2016
Taksiran Partus : 23 Mei 2017
Usia Kehamilan : 38 minggu
Menarche : 12 thn
Siklus Haid : teratur (antara 28-30 hari)
Lama Haid : 7 hari
Banyaknya : 3-4 pembalut per hari
Dismenore : (-)

2
b. Riwayat Perkawinan
Status : Menikah 1x
Usia saat Menikah : 19 tahun
Lama Perkawinan : 20 tahun
Riwayat Kehamilan, Persalinan, dan nifas yang lalu
I. 17 tahun, laki-laki, BB 3,6 kg, PB 52cm, normal
II. 12 tahun, laki-laki BB 4,2 kg, PB 51cm, normal
III. 6 tahun, laki-laki BB 3,2 kg, PB 51 cm, normal
c. Riwayat Keluarga Berencana KB: Pasien pernah menggunakan KB suntik untuk anak
pertama dan kedua. Dan anak yang ketiga pasien menggunakan KB spiral.
d. Riwayat Antenatal dan Imunisasi
Pasien memeriksakan kehamilannya teratur 1x tiap bulan ke bidan di puskesmas pasien
belum mendapatkan imunisasi TT selama kehamilannya
Pernah USG 1x saat usia kehamilannya 7 minggu di Rumah Sakit. Pada hasil USG
dikatakan bayi dalam kondisi baik dan setelah itu pasien diperbolehkan kontrol di bidan
atau puskesmas selama kehamilan.

Riwayat Penyakit Dahulu (Tahun, diisi bila ya (+), bila tidak (-))

(-) Cacar (-) Malaria (-) Batu Ginjal / Saluran Kemih


(-) Cacar air (-) Disentri (-) Burut (Hernia)
(-) Difteri (-) Hepatitis (-) Batuk Rejan
(-) Tifus Abdominalis (-) Wasir (-) Campak
(-) Diabetes (-) Sifilis (-) Alergi (asma)
(-) Tonsilitis (-) Gonore (-) Tumor
(-) Hipertensi (-) Penyakit Pembuluh (-) Demam Rematik Akut
(-) Ulkus Ventrikuli (-) Perdarahan Otak (-) Pneumonia
(-) Ulkus Duodeni (-) Psikosis (-) Gastritis
(-) Neurosis (-) Tuberkulosis (-) Batu Empedu
Lain-lain : (-) Operasi (-) Kecelakaan

Riwayat Penyakit keluarga

3
Bapak pasien memiliki riwayat diabetes mellitus (+), hipertensi (-), jantung (-), asma (-),
alergi (-), maag (-).

Riwayat Sosial dan Pribadi

Pasien tinggal dengan suami di daerah yang padat penduduk, pasien mengatakan
lingkungan rumah pasien cukup nyaman dan cukup bersih. Pasien merupakan seorang ibu
rumah tangga dan suami merupakan seorang karyawan swasta. Pasien tidak memiliki alergi,
mengkonsumsi alkohol, rokok dan obat obatan terlarang

Kesulitan
Keuangan : Tidak diketahui
Pekerjaan : Tidak diketahui
Keluarga : Tidak diketahui
Lain-lain : Tidak diketahui

I.3 PEMERIKSAAN FISIK

a. Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital
Tekanan Darah : 124/72 mmHg
Nadi : 84x/menit, teratur, kuat angkat
Suhu : 36,5oC
Pernapasan : 21x/menit, teratur, simetris
Berat Badan : 84 kg
Tinggi Badan : 160 cm
IMT : 33,59 (Obesitas tipe II)
Kepala : Normocepali, deformitas (-)
Mata : CA-/-, SI-/-
Mulut : karies (-), mukosa intak

4
Leher : kelenjar getah bening tidak teraba membesar, tiroid tidak
teraba membesar.
Thorax
Mammae : Simetris, payudara kanan dan kiri mengencang, hiperpigmentasi
pada kedua areola, retraksi puting -/-
Cor : BJ I-II normal, reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : suara nafas vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
Ektremitas atas : akral hangat +/+, edema -/-. varises -/-, luka -/-
Ektremitas bawah : akral hangat +/+, edema -/-, varises -/-, luka -/-

b. Status Obstetri
- Abdomen
Inspeksi : Buncit, simetris, linea nigra (+), striae gravidarum (+), pembuluh
darah kolateral (-).
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), turgor baik, ballottement (+).
Leopold I : TFU 41 Cm (TBJ: 4340 gram), teraba bagian besar, bulat,
keras dan tidak melenting
Leopold II : Kanan: teraba satu bagian-bagian kecil
Kiri: teraba satu bagian besar, keras seperti papan
Leopold III : teraba satu bagian besar, bulat, keras, dan melenting
Leopold IV : Belum masuk PAP (konvergen)
His : 3x / 10 menit, durasi 30 detik
DJJ : 152 dpm
Auskultasi : bising usus (+) normal
- Pemeriksaan Dalam : Tidak dilakukan tidak ada indikasi

5
I.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
HEMATOLOGI
Hemoglobin 13,6 P: 13-16 ; W: 12-14 g/dL
Hematokrit 41 P: 40-48 ; W: 37-43 Vol%
Leukosit 8,8 5-10 ribu/uL
Trombosit 172 150-400 ribu/uL
HEMOSTATIS
Masa Perdarahan 02.00 1-6 menit
APTT
Pasien 32,6 27,5 40,3 detik
Kontrol 32,0 26,0 38,0 detik
PT/INR
Pasien 12,7 11,3 14,4 detik
Kontrol 13,1 11,5 15,5 detik
INR 0,93 -
KIMIA DARAH
Diabetes
Glukosa Sewaktu 104 <110 mg/dL
HbA1C 7,4 % Normal : <6 % ; Diabetes :
*terkontrol baik : 6,5 8 %
*tidak terkontrol : > 8%

Utrasonography (USG)
Pada USG yang dilakukan ditemukan hasil Janin tunggal hidup presentasi kepala/ denyut
jantung janin (+)/ BPD: 9,7 cm/ AC: 35,9 cm/ ICA cukup/ Plasenta corpus belakang/ 3617 gram/
38-39 minggu.

I.5 RESUME
Wanita G4P3A0 usia 43 tahun datang dengan keluhan pusing sejak 2 hari SMRS. Pusing
dirasakan seperti berdenyut di seluruh lapang kepala. Satu bulan SMRS pasien melakukan
pemeriksaan GDS (208 mg/dL), GDP (132 mg/dL), GDN 2 PP (178 mg/dL). Akhirnya pasien
6
dirujuk ke RSUD cengkareng. Pada kehamilan trimester I dan II, pasien memiliki riwayat maag,
dan sering mengemil makanan yrang manis seperti martabak, cokelat, dll. Pasien mengeluh nafsu
makan meningkat, sering buang air kecil, dan sering merasa haus. keluhan seperti kesemutan,
lemas, mual, muntah dan nyeri perut selama kehamilannya tidak ada. Pasien mendapat terapi
Insulin 6 Unit pagi dan sore, diberikan jam sebelum makan.
Pasien memiliki riwayat pemasangan IUD spiral setelah anak ke-3 selama 6 tahun.
Kehamilan dipastikan dengan USG dan test pack yang positif, pada hasil USG didapatkan usia
kandungan pasien sudah berjalan selama 7 minggu dan IUD sudah hampir terlepas dari
tempatnya.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kondisi pasien compos mentis, Tekanan Darah 124/72
mmHg, Nadi 84x/menit, Suhu 36,5oC, Pernapasan 21x/menit; Berat badan 84 Kg, Tinggi badan
160 cm, IMT 33,59 (Obesitas tipe II); Mammae Simetris serta bagian kanan dan kiri
mengencang, hiperpigmentasi pada kedua areola; Abdomen line nigra (+), striae gravidarum (+),
ballottement (+), Leopold I: TFU 31 Cm, teraba bagian besar, bulat, keras dan tidak melenting;
Leopold II: Kanan: teraba satu bagian-bagian kecil sedangkan bagian Kiri: teraba satu bagian
besar, keras seperti papan; Leopold III: teraba satu bagian besar, bulat, keras, dan melenting;
Leopold IV: konvergen; His: 3x / 10 menit, durasi 30 detik; DJJ: 152 dpm.
Pada pemeriksaan penunjang gula darah sudah turun 104 mg/dL, Hba1c 7,4%. USG
ditemukan Janin tunggal hidup presentasi kepala/ denyut jantung janin (+)/BPD: 9,7 cm/ AC:
35,9 cm / ICA cukup/ Plasenta corpus belakang/ 3617 gram/ 38-39 minggu.

I.6 DIAGNOSA
G4P3A0 Janin hidup 38 minggu presentasi kepala dengan DMG

I.7 PENATALAKSANAAN

Non-medikamentosa :
- Menjelasakan pasien dan keluarga tentang kondisi kesehatan ibu dan janin bayi
- Pantau ketat tanda-tanda vital pasien dan janin seperti tekanan darah,nadi, pernafasan,
suhu, DJJ dan gula darah serta menganjurkan pasien dirawat di ruang Intensive Care
Unit atau Health Care Unit

7
- Menganjurkan pasien untuk melakukan program pengaturan pola makan yaitu rendah
kalori dan menganjurkan pasien untuk melakukan olahraga-olahraga ringan seperti
senam hamil.
- Memberitahu pasien untuk dirujuk ke dokter spesialis kandungan untuk dilakukan
tindakan lebih lanjut seperti salah satunya dilakukan operasi sectio caesaria oleh
karena pasien memiliki riwayat obstetrik yang kurang baik dan riwayat operasi sectio
caesaria pada kehamilan yang sebelumnya serta rujukan ke dokter penyakit dalam
untuk memberikan tatalaksana lanjut diabetes mellitus gestasional yang dialami oleh
pasien.
Medikamentosa :
- Sulfa ferosus 1x1 tab
- Insulin Rapid acting 3 x 9 Unit (Jam 06.00, Jam 12.00, jam 18.00, diberikan jam
sebelum makan)
- Insulin Moderate 1 x 14 Unit (Jam 18.00)

I.8 PROGNOSIS
Ad vitam : Ad bonam
Ad sanationum : Dubia ad bonam
Ad kosmetikum : Dubia ad bonam

8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Definisi

Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik


hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya.
Klasifikasi DM dibagi menjadi DM tipe 1, DM tipe 2, DM tipe lain dan DM Gestasional.1 Secara
umum, diabetes pada masa kehamilan dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu DM yang sudah
diketahui sebelumnya kemudian menjadi hamil (Diabetes Melitus Pregestasional) dan Diabetes
yang baru diidentifikasi dalam masa kehamilan (Diabetes Melitus Gestasional/ DMG). Sehingga
secara spesifiknya, Diabetes Melitus Gestational (DMG) adalah suatu intoleransi glukosa yang
berkembang atau terdiagnosis pertama kali selama kehamilan. Definisi ini berlaku dengan tidak
memandang apakah pasien diabetes melitus hamil yang mendapat terapi insulin atau diet saja,
juga apabila pada pasca persalinan keadaan intoleransi glukosa masih menetap. Demikian pula
ada kemungkinan pasien tersebut sebelum hamil sudah terjadi intoleransi glukosa. Meskipun
memiliki perbedaan pada awal perjalanan penyakitnya, baik penyandang diabtes melitus (DM)
tipe 1 dan tipe 2 yang hamil maupun DMG memiliki penatalaksanaan yang kurang lebih sama.1

II.2 Insidensi
Di Indonesia, prevalensi DMG adalah 1,9-3,6%. Pada studi kohort, 40-60% dari DMG
akan berlanjut menjadi DM tipe 2 atau toleransi glukosa terganggu (TGT). Salah satu penelitian
secara prospektif di Makassar, diantara 46 wanita dengan diabetes melitus gestasional, insisdens
kejadian DM tipe 2 dan toleransi glukosa terganggu setelah 6 tahun melahirkan adalah 56,6%.
Angka kesakitan dan kematian pada DMG cukup serius untuk ibu dan bayi sehingga sebaiknya
dilakukan skrining yang efektif pada wanita hamil yang sebelumnya tidak diketahui memiliki
diabetes mellitus.1

9
II.3 Etiologi

Diabetes melitus dapat merupakan kelainan herediter dengan cara insufisiensi atau
absennya insulin dalam sirkulasi darah, konsentrasi gula darah tinggi, serta berkurangnya
glikogenesis. Diabetes dalam kehamilan menimbulkan banyak kesulitan, penyakit ini akan
menyebabkan perubahan-perubahan metabolik dan hormonal pada penderita yang juga
dipengaruhi oleh kehamilan. Sebaliknya diabetes akan mempengaruhi kehamilan dan
persalinan.2

Saat seorang wanita hamil, beberapa hormon tertentu mengalami peningkatan jumlah.
Misalnya saja jumlah hormon kortisol, estrogen dan Human Placental Lactogen (HPL).
Peningkatan semua jumlah hormon tersebut saat hamil ternyata mempunyai pengaruh terhadap
fungsi insulin dalam mengatur kadar gula darah. Kondisi ini menyebabkan suatu kondisi yang
kebal terhadap insulin yang disebut sebagai insulin resistance. Karena fungsi insulin dalam
mengatur kadar gula darah terganggu, jumlah gula dalam darah akan naik. Hal inilah yang
kemudian menyebabkan terjadinya penyakit diabetes mellitus gestasional. Faktor yang
mempunyai risiko tinggi DM Gestasional:3
1. Umur lebih dari 30 tahun
2. Obesitas dengan indeks massa tubuh 30 kg/m2
3. Riwayat DM pada keluarga (ibu atau ayah)
4. Pernah menderita DM gestasional sebelumnya
5. Pernah melahirkan anak besar > 4.000 gram
6. Adanya glukosuria

II.4 Patofisiologi
Pada DMG, selain perubahan-perubahan fisiologi tersebut akan terjadi suatu keadaan di
mana jumlah atau fungsi insulin menjadi tidak optimal. Terjadi perubahan kinetika insulin dan
resistensi terhadap efek insulin. Akibatnya, komposisi sumber energi dalam plasma ibu
bertambah dimana kadar gula darah pada ibu tinggi tetapi kadar insulin juga tetap tinggi.2

10
Melalui difusi terfasilitasi dalam membran plasenta, dimana sirkulasi janin juga ikut
terjadi komposisi sumber energi abnormal (menyebabkan kemungkinan terjadi berbagai
komplikasi). Selain itu terjadi juga hiperinsulinemia sehingga janin juga mengalami gangguan
metabolik (hipoglikemia, hipomagnesemia, hipokalsemia, hiperbilirubinemia, dan sebagainya)
Dalam kehamilan terjadi perubahan metabolism endokrin dan karbohidrat yang
menunjang pemasukan makanan bagi janin serta persiapan untuk menyusui. Glukosa dapat
berdifusi secara tetap melalui plasenta kepada janin sehingga kadarnya dalam darah janin hampir
menyerupai kadar darah ibu. Insulin ibu tak dapat mencapai janin, sehingga kadar gula ibu yang
mempengaruhi kadar pada janin. Pengendalian kadar gula terutama dipengaruhi oleh insulin,
disamping beberapa hormone lain seperti estrogen, steroid dan plasenta laktogen. Akibat
lambatnya resabsorpsi makanan maka terjadi hiperglikemia yang relatif lama dan ini menuntut
kebutuhan insulin. Menjelang aterm kebutuhan insulin meningkat sehingga mencapai 3 kali dari
keadaan normal. Hal ini disebut sebagai tekanan diabetogenik dalam kehamilan. Secara
fisiologik telah terjadi resistensi insulin yaitu bila ibu ditambah dengan insulin eksogen, sang ibu
tidak mudah menjadi hipoglikemi. Akan tetapi, bila ibu tidak mampu meningkatkan produksi
insulin sehingga ia relative hipoinsulin yang menyebabkan hiperglikemia atau diabetes
kehamilan.2
Jika pada pemeriksaan berat badan bayi ditemukan bayinya besar sekali maka perlu
dilakukan induksi pada minggu ke 36 38 untuk mencegah terjadinya komplikasi saat
persalinan. Proses persalinan ini harus dalam pengawasan ketat oleh dokter spesialis kebidanan
dan dokter spesialis penyakit dalam. Biasanya setelah bayi lahir maka kadar gula darah akan
kembali normal, apabila tidak, maka perlu dilanjutkan pemberian antidiabetes oral sampai jangka
waktu tertentu. Pada kehamilan normal terjadi banyak perubahan pada pertumbuhan dan
perkembangan fetus secara optimal. Pada kehamilan normal kadar glukosa darah ibu lebih
rendah secara bermakna.
Pada kehamilan terjadi resistensi insulin fisiologis akibat peningkatan hormon-hormon
kehamilan yang merupakan sekresi dari plasenta yaitu (human placental lactogen, progesterone,
kortisol, prolaktin) yang mencapai puncaknya pada trimester ketiga kehamilan. Hormon-hormon
ini dan perubahan endokrinologik serta metabolik akan menyebabkan perubahan dan menjamin
pasokan bahan bakar dan nutrisi ke janin sepanjang waktu. Akan terjadi diabetes mellitus
gestasional apabila fungsi pancreas tidak cukup untuk mengatasi keadaaan resisten insulin yang

11
diakibatkan oleh perubahan hormone diabetogenik selama kehamilan sehingga diabetes mellitus
gestational patofisiologinya tidak jauh berbeda dari DM tipe 2 yaitu terjadi gangguan sekresi sel
beta pancreas.4
Resistensi insulin selama kehamilan merupakan mekanisme adaptif tubuh untuk menjaga
asupan nutrisi ke janin. Resistensi insulin kronik sudah terjadi sebelum kehamilan pada ibu-ibu
dengan obesitas. Kebanyakan wanita dengan DMG memiliki kedua jenis resistensi insulin ini
yaitu kronik dan fisiologis sehingga resistensi insulinnya biasanya lebih berat dibandingkan
kehamilan normal. Kondisi ini akan segera membaik setelah partus dan akan kembali ke kondisi
awal lagi setelah selesai masa nifas, dimana konsentrasi HPL sudah kembali seperti awal.5

Gambar II.4.1 Patofisiologi diabetes gestasional

II.5 Gejala klinis

1. Poliuri (banyak kencing)

Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai melampaui daya
serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic diuresis yang mana gula banyak
menarik cairan dan elektrolit sehingga klien mengeluh banyak kencing.

2. Polidipsi (banyak minum)


Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak karena
poliuri, sehingga untuk mengimbangi klien lebih banyak minum.

12
3. Polifagi (banyak makan)
Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami starvasi (lapar).
Sehingga untuk memenuhinya klien akan terus makan. Tetapi walaupun klien banyak
makan,tetap saja makanan tersebut hanya akan berada sampai pada pembuluh darah.

4. Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang


Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka tubuh
berusaha mendapat peleburan zat dari bagian tubuh yang lain yaitu lemak dan protein, karena
tubuh terus merasakan lapar, maka tubuh selanjutnya akan memecah cadangan makanan yang
ada di tubuh termasuk yang berada di jaringan otot dan lemak sehingga pasien dengan DM
walaupun banyak makan akan tetap kurus.

5. Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan proses reduksi dari glukosa menjadi sorbitol di dalam
sel yang mengandung enzim aldosareduktase. Akibatnya sorbitol tidak dapat melalui membrane
sel Pada keadaan hiperglikemia, sorbitol dapat menumpuk di dalam sel dan akhirnya
membengkak. Akibat penumpukan sorbitol di lensa mata akan terjadi penarikan air yang
selanjutnya merusak kejernidchannya atau katarak. Akibat terdapat penimbunan sorbitol dari
lensa, sehingga menyebabkan pembentukan katarak.4,5

13
Gambar II.5.1 Proses manifestasi klinik dari diabetes

II.6 Diagnosis

Berbeda dengan diabetes mellitus yang sudah mempunyai keseragaman kriteria


diagnosis, diabetes melitus gestational sampai saat ini belum ada kesepakatan mengenai kriteria
diagnosis mana yang harus digunakan. Pada saat ini ada dua cara pemeriksaan penunjang untuk
diagnosis yang banyak dipakai yaitu yang diperkenalkan oleh American Diabetes Association
dan umunya dipakai di negara bagian Amerika Utara dan kriteria diagnosis dari WHO yang
banyak digunakan di luar Amerika Utara.6

Kriteria American Diabetes Association

ADA menggunakan skrining diabetes melitus gestational melalui pemeriksaan


glukosa darah melalui 2 tahap. Tahap pertama dikenal dengan nama tes tantangan
glukosa (GTT) yang merupakan tes skrining. Pada semua wanita hamil yang datang di
klinik diberikan minum glukosa sebanyak 50 gram kemudian diambil contoh darahnya
satu jam kemudian.6 Jika hasil glukosa darah >140 mg/dl disebut tes tantangan positif

14
dan harus melanjutkan dengan tahap kedua yaitu tes toleransi glukosa oral. Untuk tes
toleransi glukosa oral harus dipersiapkan sama dengan dengan pada pemeriksaan bukan
wanita hamil. Perlu diingat apabila pada pemeriksaan awal ditemukan konsentrasi
glukosa plasma puasa 126 mg/dl atau glukosa plasma sewaktu 200 mg/dl, maka
mereka hanya dilakukan pengulangan tes darah, apabila hasilnya sama maka diagnosis
diabetes melitus sudah dapat ditegakkan dan tidak diperlukan lagi pemeriksaan tes
toleransi glukosa oral.

Untuk tes toleransi glukosa oral ADA mengusulkan dua jenis tes yaitu yang
disebut tes toleransi glukosa oral tiga jam, dan tes toleransi glukosa oral dua jam.
Perbedaan utama adalah jumlah beban glukosa, yaitu pada yang tiga jam menggunakan
100 gram sedangkan yang pada dua jam hanya 75 gram.6

Gambar II.6.1 Tes toleransi glukosa oral 2 jam (75g glukosa) dan 3 jam (100g glukosa)

Kriteria WHO
WHO menganjurkan untuk diabetes mellitus gestational harus dilakukan tes
toleransi glukosa oral dengan beban glukosa 75 gram. Kriteria diagnosis sama dengan
yang bukan wanita hamil yaitu puasa 126 mg/dl dan dua jam pasca beban 200 mg/dl,
dengan tambahan mereka yang tergolong toleransi glukosa terganggu dimana kadar
glukosanya > 140mg/dl dan <200mg/dl dapat di diagnosis juga sebagai diabetes melitus
gestational.6
Cara pelaksanaan TTGO menurut WHO adalah :
1. Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan
karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa.

15
2. Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum airputih
tanpa gula tetap diperbolehkan.
3. Diperiksa kadar glukosa darah puasa.
4. Diberikan glukosa 75 g (orang dewasa) atau 1,75 g/Kg BB (anak-anak) dilarutkan dalam
250 ml air dan diminum dalam waktu 5 menit.
5. Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah
minum larutan glukosa selesai.
6. Diperiksa kadar glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa.
7. Selama proses pemeriksaan, subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi criteria normal atau DM, maka dapat
digolongkan ke dalam kelompok TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) atau
GDPT(Glukosa Darah Puasa Terganggu) dari hasil yang diperoleh.
o Glukosa darah 2 jam < 140 mg/dL normal
o Glukosa darah 2 jam 140 - 199 mg/dL toleransi glukosa terganggu
o Glukosa darah 2 jam 200 mg/dL diabetes melitus an hasil
Pemeriksaan tes gula darah puasa pasien menunjukkan angka 130mg/dl dan tes
gula darah post prandial setelah pemberian beban ialah 150mg/dl. Hal ini menjadi
indikasi penting bahwa pasien tersebut menderita diabetes.

Tes Antibodi
Antibodi untuk petanda (marker) adanya proses autoimun pada sel beta adalah
islet cell cytoplasmic antibodies (ICA), insulin autoantibodies (IAA) dan antibodi
terhadap glutamic acid decarboxylase (anti-GAD). ICA bereaksi dengan antigen yang ada
di sitoplasma sel-sel endokrin pada pulau-pulau pancreas terutama sel beta. ICA ini
menunjukkan adanya kerusakan sel. Adanya ICA dan IAA menunjukkan risiko tinggi
berkembangnya penyakit ke arah diabetes tipe 1. GAD adalah enzim yang dibutuhkan
untuk memproduksi neurotransmiter g-aminobutyric acid (GABA). Apabila produksi
GABA menurun maka secata tidak langsung dapat meningkatkan penghasilan hormone
kortisol yang dimana kortisol merupakan salah satu hormonn yang memacu terjadinya
resisten insulin. Anti GAD ini bisa teridentifikasi 10 tahun sebelum onset klinis terjadi.
Jadi, 3 petanda ini bisa digunakan sebagai uji saring sebelum gejala DM muncul.

16
Tes HbA1c (Glycated Hemoglobin)
HbA1c akan meningkat secara signifikan bila glukosa darah meningkat. Karena
itu, HbA1c bisa digunakan untuk melihat kualitas kontrol glukosa darah pada penderita
DM (glukosa darah tak terkontrol, terjadi peningkatan HbA1c-nya ) sejak 3-4 bulan
bedasarkan umur eritrosit. Tes HbA1c berbasis melalui hemoglobin terglikolisasi dalam
eritrosit. Apabila hemoglobin bercampur dengan larutan dengan kadar glukosa yang
tinggi, rantai beta molekul hemoglobin mengikat satu gugus glukosa secara ireversibel,
proses ini dinamakan glikosilasi. Glikosilasi terjadi secara spontan dalam sirkulasi dan
tingkat glikosilasi ini meningkat apabila kadar glukosa dalam darah tinggi. Pada orang
normal, sekitar 4-6% hemoglobin mengalami glikosilasi menjadi hemoglobin glikosilat
atau hemoglobin A1c. Pada hiperglikemia yang berkepanjangan, kadar hemoglobin A1c
dapat meningkat hingga 18-20%. Glikosilasi tidak mengganggu kemampuan hemoglobin
mengangkut oksigen, tetapi kadar hemoglobin A1c yang tinggi mencerminkan kurangnya
pengendalian diabetes selama 3-5 minggu sebelumnya. Setelah kadar normoglikemik
menjadi stabil, kadar hemoglobin A1c kembali ke normal dalam waktu sekitar 3 minggu.
Nilai yang dianjurkan PERKENI untuk HbA1c (terkontrol): 4%-6,5%. Jadi, HbA1c
penting untuk melihat apakah penatalaksanaan sudah adekuat atau belum. Sebaiknya,
penentuan HbA1c ini dilakukan secara rutin tiap 3 bulan sekali.7

Pasien tersebut menderita penyakit diabetes pada kehamilan yang dimana diabetes pada
ibu hamil biasanya dibagi menjadi 2 yaitu diabetes pragestasional dan diabetes gestasional. Pada
diabetes pragestasional akan ditemukan adanya kadar glukosa plasma lebih dari 200 mg/dl
dengan ada tanda serta gejala klasik seperti poliuri, polidipsi dan penurunan berat badan tanpa
sebab yang jelas atau glukosa puasa melebihi 125 mg/dl.6 Namun pada awalnya pasien penderita
diabetes tidak menghiraukan bahwa ia memiliki penyakit diabetes sampai timbul komplikasi
tambahan yang agak menonjol yaitu contoh salah satunya retinopati, cepat lelah dan lain lain
ataupun pasien sudah terdiagnosis menderita diabetes tipe 1 ataupun 2 sebelum kehamilan terjadi
yang dimana akan terjadinya gangguan metabolism karbohidrat. Gangguan metabolisme
karbohidrat terserbut akan meningkat bermakna pada wanita yang memiliki riwayat keluarga
penderita diabetes, pernah melahirkan bayi besar, memperlihatkan glukosuria persisten atau

17
mengalami kematian janin yang tidak jelas. Tidak diragukan lagi bawah diabetes pregestasional
akan memiliki dampak signifikan pada hasil akhir kehamilan dimana sang ibu ataupun janin
dapat mengalami berbagai penyulit akibat diabetesnya tersebut.6 Setelah itu ada pula terdapat
diabetes pada kehamilan yang disebut dengan diabetes gestasional. Pada penderita diabetes
gestasional terjadi introleransi karbohidrat dengan keparahan yang bervariasi dan dikenali
pertama kali selama kehamilan. Keadaan ini paling kelihatan ketika kehamilan berumur 24-28
minggu. Sebagian besar penderita diabetes gestasional telah mengidap diabetes pragestasional
tanpa terdiagnosis.6 Terdapat penelitian yang mengatakan bahwa wanita dengan hiperglikemi
puasa yang didiagnosis sebelum 24 minggu memperlihatkan hasil yang serupa dengan diabetes
pragestasional. Diabetes gestasional juga sering disebut diabetes tipe 2 yang terungkap atau
ditemukan selama kehamilan. Karena insiden diabetes tipe 2 meningkat seiring dengan usia dan
factor diabetogenik yaitu obesitas. Yang dimana pada diabetes gestasional terdapat tanda-tanda
utama yang menyerupai dengan diabetes tipe 2 yaitu obesitas.6 Namun pada penderita diabetes
gestasional, penyakit ini dapat hilang ketika masa pasca melahirkan selama kurang lebih 40 hari
dan apabila ketika dilakukan kembali tes glukosa darah, kadar gula darah tidak turun hal ini
dapat menjadi diabetes tipe lain yang menjadi lanjutan dari diabetes gestasional tersebut.

II.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan diabetes pada kehamilan sebaiknya dilakukan secara terintegrasi oleh
dokter penyakit dalam, dokter kebidanan dan kandungan, dokter gizi dan dokter anak. Tujuan
dari penanganan ini adalah untuk mengurangi angka kematian dan kesakitan baik ibu dan anak.2
Secara umum, tatalaksana pada DMG mirip dengan tatalaksana pada DM, kecuali pada
penggunan obat hipoglikemik oral. Sampai sekarang penggunaan obat hipoglikemik oral pada
kehamilan masih belum direkomendasikan.1,2
Target kontrol diabetes pada kehamilan adalah gula darah puasa (GDP) 95mg/dL dan
gula darah 2 jam post prandial adalah 120mg/dL. Penggunan monitoring HbA1c untuk
mengontrol target tidak direkomendasikan karena hubungan kontrol HbA1c dengan resiko DMG
seperti insidens makrosomia dan dampak negatif pada kehamilan lain. Insidens dari makrosomia
bisa dikontrol dengan USG secara berkala.1,2 untuk mengurangi resiko dari diabetes mellitus
gestasional dapat dilakukan dengan cara:
a. Diet dan aktivitas fisik1

18
Tujuannya ialah untuk mencapai normoglikemi dan memastikan pertumbuhan dan
perkembangan fetus berlangsung dengan baik. Rekomendasi kenaikan berat badan
bervariasi tergantung dari berat badan sebelum hamil. Dianjurkan kenaikan sebanyak
7kg pada wanita dengan BMI>30kg/m2 dan kenaikan sampai 18kg pada wanita dengan
BMI<18,5kg/m2. Wanita dengan BMI 18,5-24,9 dianjurkan memiliki kenaikan berat
badan sekitar 11-16kg. Sementara wanita dengan BMI 25-29,9 dianjurkan memiliki
kenaikan berat badan sebanyak 7-11kg.
Secara umum kalkulasi kebutuhan kalori pada wanita hamil antara lain:
35-40kkal/kg underweight
30-34kkal/kg - normal weight
23-25kkal/kg overweight
Dengan komposisi makanan yang tidak berbeda dari wanita dengan diabetes,
yaitu protein 1-1,5 gram/kgbb.
Sangat dianjurkan wanita hamil melakukan aktivitas fisik seperti berjalan,
berenang, sepeda statis atau olah raga ringan lain sebanyak 30 menit sehari dan latihan
gerakan tangan selama 10 menit setiap selesai makan. American Diabetes Association
merekomendasikan aktivitas fisik ringan yang tidak mempunyai kontraindikasi medis
(perdarahan vagina, pingsan, berkurangnya aktivitas janin, edema generalisata, low back
pain).1
Sasaran gula darah yang ingin dicapai adalah GDP<95 dan GD 2 PP <120.
Apabila sasaran tersebut terpenuhi maka teruskan perencanaan makan. Apabila tidak
terpenuhi maka perencaan makan ditambah dengan insulin. Dan jika GDP >130mg/dL
perencanaan makan langsung disertai insulin.

b. Terapi insulin
Jenis insulin yang dipakai adalah insulin human. Insulin analog belum dianjurkan
untuk wanita hamil mengingat struktur asam aminonya berbeda dengan insulin human.
Perbedaan struktur ini menimbulkan perbedaan afinitas antara insulin analog dengan
insulin human terhadap reseptor insulin dan reseptor IGF-1. Mengingat kerja Human
Placental Lactogen (HPL) melalui reseptor IGF-1, maka perubahan afinitas ini
dikhawatirkan dapat mempengaruhi janin atau kehamilan. Beberapa studi tentang

19
pemakaian insulin lispro menunjukkan dapat memperbaiki profil glikemia dengan
episode hipoglikemia yang lebih sedikit, pada usia kehamilan 14-32 minggu. Namun
masih dirasa perlu penelitian jangka panjang untuk menilai keamanannya pada
kehamilan dan FDA mengkategorikan keamanannya di tingkat B.2
Dosis dan frekuensi pemberian insulin sangat tergantung dari karakteristik rerata
konsentrasi glukosa darah setiap pasien. Berbeda dengan diabetes hamil pragestational,
pemberian insulin pada diabetes melitus gestational selain dosis yang lenih rendah juga
frekuensi pemberian lebih sederhana. Pemberian insulin kombinasi kerja singkat dan
kerja sedang seperti Mixard atau Humulin 30-70 dilaporkan sangat berhasil.6 DMG
dengan hiperglikemia hanya pada pagi hari, cukup diberikan suntikan insulin kerja
menengah sebelum tidur malam. Pasien dengan hiperglikemia pada keadaan puasa
maupun sesudah makan diberikan insulin kombinasi kerja menengah dan kerja cepat,
pagi dan sore hari. Dosis insulin diperkirakan antara 0,5-1,5 U/kg berat badan, 2/3
diberikan pagi hari dan 1/3 pada sore hari. Hanya pada keadaan tertentu dimana belum
terkendali dengan pemberian 2 kali perlu diberikan 4 kali sehari yaitu 3 kali insulin kerja
cepat jam sebelum makan dan insulin kerja menengah pada malam hari sebelum tidur
Cara Pemberian Insulin Berdasarkan Kadar Glukosa Darah Setelah Gagal Dengan Diet

Kendali glikemik ketat sangat dibutuhkan pada semua wanita diabetes melitus
dengan kehamilan. Penting sekali memantau glukosa darah sendiri oleh pasien di rumah,
teerutama pada mereka yang mendapat suntikan insulin. Pasien perlu dibekali dengan
alat meter (reflectance meter) untuk memantau glukosa darah sendiri di rumah.
Penggunaan HbA1C sebagai pemantauan belum menunjukkan dampak yang signifikan
dalam kendali glukosa darah.1,2

20
c. Terapi Obat hipoglikemik oral
Penggunaan obat hipoglikemik oral pada pasien dengan hiperglikemia pada masa
kehamilan merupakan kontroversi terbesar dalam pengobatan diabetes dan kehamilan.
Untuk pasien hamil, yang paling penting untuk diperhatikan dari suatu obat adalah
kemampuan obat untuk menembus sawar plasenta dari maternal ke sirkulasi janin dalam
jumlah tertentu. Janin sebaiknya tidak terekspos dengan obat-obatan selama periode
organogenesis.8
Laporan pertama penggunaan obat hipoglikemik oral pada kehamilan dilaporkan
oleh Coetzee dari Cape Town, Afrika selatan pada tahun 1974. Pada penelitian tersebut,
digunakan metformin untuk pasien obesitas dan glibenklamid untuk pasien
normoweight.8 Sampai sekarang, metformin dan glibenklamid sudah diteliti beberapa
kali untuk digunakan pada masa kehamilan. Pertimbangan penggunaan OHO adalah
apakah obat-obatan ini dapat menembus sawar plasenta karena jika dapat menembus
sawar plasenta akan mempengaruhi dan menyebabkan efek samping pada fetus.1
Pada penelitian yang ada, metformin belum dapat mengontrol gula darah secara
signifikan. Dengan demikian, tidak ada rekomendasi penggunaan metformin dan
glibenclamid karena masih diperlukan penelitian lebih lanjut.1

Gambar II.8.1 Penatalaksanaan diabetes gestasional

21
II.8 Prosedur melahirkan pada DM Gestasional
Pada kasus Diabetes atau DMG, operasi section caesaria bukan merupakan indikasi.
Sebagai contoh, pada kasus pasien DMG yang menggunakan terapi insulin dan mempunyai
perkembangan janin normal, maka dapat dilakukan persalinan secara normal atau operasi sectio
caesaria. Pada janin yang macrosomia pada perempuan DMG, disarankan untuk melahirkan
melalui operasi sectio caesaria karena dokter melihat adanya distosia bahu karena macrosomia
tersebut. Sehingga pasien hamil yang mengandung janin kira-kira 4000g atau lebih disarankan
operasi sectio caesaria secara elektif.9
Saat melahirkan, perempuan yang menggunakan insulin saat kehamilan membutuhkan
perawatan khusus baik saat melahirkan dan setelah melahirkan karena jumlah insulin yang
dibutuhkan jauh berbeda. Jumlah insulin yang dibutuhkan saat akhir kehamilan meningkat
kurang lebih dua kali lipat. Saat kala satu jumlah yang dibutuhkan berkurang namun saat kala
dua jumlahnya meningkat sangat drastis dan saat post partum jumlahnya menurun secara cepat.
Oleh karena itu, perlu perhatian khusus dalam pemberian insulin. Banyak kasus di Universitas
Mie saat mulai proses persalinan, pasien diberikan cairan elektrolit mengandung 5% glukosa
dengan jumlah 100-120ml/ jam, kemudian diberikan insulin intravena melalui syringe pump.
Kemudian kadar gula darah diukur setiap 1-2 jam. Pemberian insulin diberikan mulai 0,5 unit
perjam sampai menggunakan dosis sesuai fluktuasi kadar gula darah.9
II.9 Pengelolaan Pascapersalinan
Karena sudah tidak ada resistensi terhadap insulin lagi, maka pada periode pasca-
persalinan, perempuan dengan diabetes gestasional jarang memerlukan insulin.
Pasien dengan diabetes yang terkontrol dengan diet, setelah persalinan tidak perlu
diperiksa kadar glukosanya. Namun, bila pada waktu kehamilan diberi pengobatan
insulin, sebelum meninggalkan rumah sakit perlu diperiksa kadar glukosa puasa dan 2
jam pascaprandial.
Karena risiko terjadinya tipe 2 diabetes melitus di kemudian hari meningkat, maka 6
minggu pasca persalinan perlu dilakukan pemeriksaan diabetes dengan cara pemeriksaan
gula darah puasa dalam dua waktu atau 2 jam setelah pemberian 75 gr glukosa pada
glucose tolerance test (kadar kurang dari 140 mg per dl berarti normal, kadar antara 140-
200 mg/dL, berarti ada gangguan toleransi glukosa, kadar lebih dari 200 berarti diabetes

22
melitus). Bila tes ini menunjukkan kadar yang normal, maka kadar glukosa darah puasa
dievaluasi lagi setelah 3 tahun.
Skrining diabetes ini harus dilakukan secara berkala, khususnya pada pasien dengan
kadar glukosa darah puasa yang meningkat waktu kehamilan.
Perempuan yang pernah menderita diabetes melitus gestasional harus diberi konseling
agar menyusui anaknya karena pemberian ASI akan memperbaiki kontrol kadar gula
darah.
Harus direncanakan penggunaan kontrasepsi karena sekali perempuan hamil menderita
diabetes, maka dia berisiko terkena hal yang sama pada kehamilan berikutnya. Tidak ada
pembatasan penggunaan kontrasepsi hormonal pada pasien dengan riwayat diabetes
melitus gestasional.
Bagi perempuan yang obes, setelah melahirkan harus melakukan upaya penurunan berat
badan dengan diet dan berolahraga secara teratur agar berisiko terjadi diabetes menjadi
menurun.
II.9 Rekurensi Diabetes Gestasional
Dalam kehamilan selanjutnya, rekurensi diabetes gestasional ditemukan pada 40%
perempuan yang hamil. Perempuan obese lebih cenderung mempunyai toleransi glukosa
terganggu di kehamilan berikutnya. Berbeda dengan perempuan yang mempunyai perubahan
pola hidup, mengurangi berat badan dan latihan fisik diantara periode kehamilan dapat mencegah
rekurensi diabetes gestasional. Menurut literature, hanya 4,2 persen perempuan tanpa DMG yang
akan didiagnosis DMG pada kehamilan berikutnya, sebaliknya 41,3 persen perempuan dengan
riwayat DMG.6

II.10 Komplikasi Diabetes Gestasional


Komplikasi pada kasus Diabetes Mellitus Gestasional tidak hanya semata-mata terkena
pada ibu saja tetapi juga dapat pada janin yang sedang dikandungnya yaitu
1. Komplikasi pada janin
Sebagian besar wanita yang mengalami gestational diabetes dapat melahirkan bayi yang
sehat. Akan tetapi, gestational diabetes yang tidak di monitor dengan baik dapat mengakibatkan
kadar gula darah yang tidak terkontrol & akan menyebabkan masalah kesehatan pada sang ibu &

23
bayi nya kelak, termasuk kemungkinan untuk melahirkan dengan cara operasi cesar. Berikut
adalah beberapa resiko yang dapat terjadi akibat gestational diabetes

Makrosomia
Hiperglikemia maternal akan menyebabkan hyperinsulinemia pada bayi terutama
pada trimester kedua kehamilan. Hal ini mengstimulasi pertumbuhan somatic secara
pesat oleh karena kadar glukosa yang berlebih dalam darah dapat menembus plasenta,
yang mengakibatkan pankreas bayi akan memproduksi insulin berlebih. Hal ini dapat
menyebabkan bayi tumbuh terlalu besar (macrosomia). Tujuan utama dari pengobatan
DMG ini adalah mencegah persalinan yang sulit diakibatkan oleh macrosomia dan
mencegah distosia bahu yang dapat menyebabkan trauma kelahiran. Dalam penelitian
Cheng dkk (2013) didapatkan data bahwa resiko distosia bahu pada neonatus berat
>4200g meningkat hingga 76 kali dibandingkan neonatus dengan berat <3500g.6
Prematuritas dan Respiratory Distress Syndrome
Ibu dengan kadar gula darah yang tinggi dapat meningkatkan resiko untuk
melahirkan sebelum waktunya. Atau dapat juga dokter yang menyarankan demikian,
karena bayinya tumbuh terlalu besar. Bayi yang dilahirkan sebelum waktunya dapat
mengalami sindrom sulit untuk bernafas. Bayi yang mengalami sindrom tersebut
memerlukan bantuan pernafasan hingga paru-parunya sempurna. Bayi yang ibunya
mengalami gestational diabetes juga dapat mengalami sindrom sulit untuk bernafas
meskipun dilahirkan tepat waktu.
Hipoglikemia
Terkadang, bayi dari ibu yang mengalami gestational diabetes mempunyai kadar
gula darah yang rendah (hipoglikemia) setelah dilahirkan, karena kadar insulin dalam
tubuhnya yang tinggi. Hipoglikemia berat yang dialami oleh bayi, dapat mengakibatkan
kejang pada bayi. Pemberian nutrisi secara cepat & terkadang juga dengan pemberian
cairan glukosa secara intra vena dapat mengembalikan kadar gula darah bayi kembali ke
normal. Menurut penelitian dari HAPO (Hyperglycemia and Adverse Pregnancy
Outcome), insiden hipoglikemi pada neonatus meningkat seimbang dengan hasil TTGO
ibu, frekuensinya bervariasi dari 1 sampai 2 persen tetapi frekuensinya meningkat 4,6
persen pada perempuan dengan gula darah puasa >= 100 mg/dL. Menurut Leipold
(2004), kadar insulin pada talipusat akan terkait dengan kadar glukosa ibu.6

24
Jaundice
Warna kekuningan pada kulit & bagian putih dari mata ini dapat terjadi bila hati
bayi belum berfungsi dengan sempurna untuk memecah zat yang bernama bilirubin, yang
secara normal terbentuk ketika tubuh mendaur ulang sel darah merah yang tua ataupun
rusak. Meskipun jaundice tidak menimbulkan kekhawatiran, tetapi pengawasan secara
menyeluruh tetap diperlukan.

2. Komplikasi terhadap ibu

Pre-eclampsia dan eclampsia.


Gestational diabetes akan meningkatkan resiko ibu untuk mengalami tekanan
darah yang tinggi selama kehamilan. Hal tersebut juga akan meningkatkan resiko ibu
untuk terkena preeclampsia dan eclampsia, yaitu 2 buah komplikasi serius dari kehamilan
yang menyebabkan naiknya tekanan darah & gejala lain, yang dapat membahayakan ibu
maupun sang buah hati.
Diabetes di kemudian hari.
Jika mengalami gestational diabetes, maka kemungkinan besar akan mengalami
kembali pada kehamilan berikutnya. Selain itu, ibu juga beresiko untuk menderita
diabetes tipe 2 di kemudian hari. Akan tetapi dengan mengatur gaya hidup seperti makan
makanan yang bernutrisi & berolahraga dapat mengurangi resiko terkena diabetes tipe 2
nantinya. Untuk wanita dengan riwayat gestational diabetes, yang berhasi menurunkan
berat badan hingga ideal setelah melahirkan, maka resikonya untuk terkena diabetes tipe
2 hanya kurang dari 1 per 4 wanita.
Obesitas maternal
Pada perempuan dengan diabetes gestasional, IMT maternal merupakan factor
resiko independen bagi macrosomia fetal dibandingkan intoleransi glukosa. Dengan
meningkatnya IMT, berat badan lahir akan meningkat seiring dengan meningkatnya
kadar gula darah. Peningkatan berat badan secara masif saat masa kehamilan sering
ditemukan pada perempuan dengan diabetes gestasional, hal ini juga merupakan factor
resiko tambahan untuk macrosomia.6
Retinopati

25
Gangguan penglihatan pada ibu hamil tetjadi karena :
- Ekstravasi cairan yang menimbulkan edema
- Terjadi kistik maskularvedema pada kombinasi :

a. Hyperglikemia
b. Proteinuria
c. Hypertensi
Pengobatannya : fotokoagulasi dengan lancar

Nefropati
Ibu hamil dengan DM ada kemungkinan mempunyai dasar penyakit ginjal sebelumnya
(5- 10 %). Proteinuria yang terjadi akibat adanya hipertensi yang semakin meningkat
akibat DM
Neuropati
Dengan hilangnya cairan akibat polyuria, termasuk juga vitamin yang larut dalam air
seperti golongan vitamin B kompleks dan vitamin C yang dapat menimbulkan gangguan
neurologis pada ibu hamil

II.11 Prognosis
Diabetes pada kehamilan yang tidak terkontrol dengan baik akan menimbulkan akibat
pada ibu dan bayi. Efek jangka pendek pada bayi antara lain adalah makrosomia, hipoglikemia,
cacat bawaan atau berat badan lahir rendah. Insidens makrosomia pada diabetes gestasional
dengan kontrol gula darah yang buruk sekitar 40%. Makrosomia meningkatkan resiko distosia
dan asfiksia. Pada ibu hamil dengan DMG ada kemungkinan terkena infeksi saluran kemih,
preeklamsia, dan melahirkan dengan sectio sesaria.1,2
Efek jangka panjang pada ibu antara lain menjadi toleransi glukosa terganggu atau
diabetes melitus tipe 2. Pada bayi juga meningkatkan kemungkinan terjadinya obesitas,
gangguan toleransi glukosa dan DM. Oleh karena itu, kontrol gula darah yang adekuat pada saat
kehamilan sangat penting untuk mencegah komplikasi pada ibu dan bayi.1,2
Pada wanita dengan DMG dilakukan pemeriksan gula darah secara rutin di rumah sakit
sebagai kontrol awal untuk DM. Apabila GDP 126 mg/dL atau GD 2 PP 200mg/dL maka
hasil ini merupakan konfirmasi DM. Tetapi apabila hasilmya normal maka disarankan untuk

26
mengulang pemeriksaan skrining TTGO pada 6 minggu post-partum dan setiap tahun
setelahnya.6

BAB III

PENUTUP

III.1 Kesimpulan
Diabetes melitus gestasional ialah intoleransi glukosa yang pertama kali ditemukan saat
hamil. Biasanya, diabetes melitus gestasional terjadi tanpa gejala. Pada wanita hamil sebaiknya
dilakukan skrining diabetes melitus gestasional secara menyeluruh, bukan hanya pada resiko
tinggi saja. Karena apabila diabetes melitus gestasional tidak ditangani dengan baik makan akan
menimbulkan komplikasi pada ibu dan juga pada bayi. Skirining DMG biasanya dilakukan
dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO).
Penanganan DMG juga harus bersifat menyeluruh dari multidisplin yang berbeda seperti
dari spesialis penyakit dalam, spesialis obstetri-ginekologi, ahli gizi, dan juga spesialis anak.
Tatalaksana pada DMG merupakan diet, aktivitas fisik dan bila diperlukan dapat diberikan
insulin human kerja singkat dan kerja sedang. Penanganan DMG juga dilanjutkan dengan
pemeriksaan ulang post-partum untuk mengetahui apakah DMG berlanjut menjadi DM atau
tidak

III.2 Daftar Pustaka

1. Purnamasari D, Waspadji S, Adam JMF et al. Indonesian clinical practice guidelines for
diabetes in pregnancy. JAFES. 2013; 28: 9-13. Diakses di http://asean-
endocrinejournal.org/index.php/JAFES/article/view/44/85 pada tanggal 30 Maret 2017.
2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simandibrata KM, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. Edisi ke-5. Jakarta: Interna Publishing; 2009.h.1873-1960.
3. Beaser RS, Brown FM. Joslins clinical guidelines. Boston: Joslin Publication
Department; 2007.h.573-93.
4. Saifudin AB, Rachimhadhi T, Wiknjosastro GH et al. Ilmu kebidanan sarwono
prawirohardjo. Edisi ke-4. Jakarta; PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2014.h.851-
7.

27
5. Porth CM, Matfin G. Pathophysiology concepts of altered health states. Edisi ke-8.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2009.h.1047-75.
6. Cunningham G, Leveno KJ, Bloom SL et al. Obsteri williams. Edisi ke-24. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC; 2014.h.1165-83.
7. Sulivan A. Kean L. Lycer A. Panduan pemeriksaan antenatal. Jakarta: Buku Kedokteran
EGC; 2009.h.119-20.
8. Adam JMF, Adam FMS. Hyperglycemia in pregnancy: recent diagnostic criteria and
pharmacologic treatment for glycemic control. IDJ. 2012; 36(4): 211-6. Diakses di
http://indonesia.digitaljournals.org/index.php/IJOG/article/viewFile/1363/1335 pada
tanggal 30 Maret 2017.
9. Sugiyama T. Management of gestasional diabetes melitus. JMAJ. 2011; 54(5): 293-300.
Diakses di https://www.med.or.jp/english/journal/pdf/2011_05/293_300.pdf pada tanggal
30 Maret 2017.

28

You might also like