You are on page 1of 33

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

PASIEN DENGAN KASUS


ENCEPHALITIS PADA ANAK

1. KONSEP DASAR PENYAKIT


A. DEFINISI ENCEPHALITIS
Encephalitis menurut mansjoer dkk (2000) adalah radang jaringan otak
yang dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan protozoa. Sedangkan
menurut Soedarmo dkk (2008) encephalitis adalah penyakit yang menyerang
susunan saraf pusat di medula spinalis dan meningen yang disebabkan oleh
japanese encephalitis virus yang ditularkan oleh nyamuk. Encephalitis adalah
infeksi yang mengenai CNS yang disebabkan oleh virus atau mikroorganisme
lain yang non-purulen (+) (Muttaqin Arif, 2008).
Encephalitis adalah penyakit akibat infeksi virus yang menyebabkan
peradangan otak. Kondisi parah atau sampai mengancam jiwa dari penyakit ini
jarang terjadi. Namun, kasus encephalitis diyakini angkanya cukup tinggi. Tapi
mungkin karena gejalanya ringan, banyak kasus yang tak diketahui.

Ada dua jenis encephalitis, yaitu primer dan sekunder. Untuk encephalitis
terjadi kaena infeksi virus langsung pada otak dan saraf tulang belakang.
Sementara untuk encephalitis sekunder, infeksi virus pertama terjadi di mana
saja di dalam tubuh dan kemudian menjalar ke otak. Segera ke dokter dan
menjalani perawatan sebab pergerakan encephalitis tak dapat diprediksi.

Epidemiologi
Angka kematian untuk encephalitis berkisar antara 35-50%. Pasien yang
pengobatannya terlambat atau tidak diberikan antivirus (pada encephalitis
Herpes Simpleks) angka kematiannya tinggi bisa mencapai 70-80%.
Pengobatan dini dengan asiclovir akan menurukan mortalitas menjadi 28%.
Sekitar 25% pasien encephalitis meninggal pada stadium akut. Penderita yang

1
hidup 20-40%nya akan mempunyai komplikasi atau gejala sisa. Gejala sisa
lebih sering ditemukan dan lebih berat pada encephalitis yang tidak diobati.
Keterlambatan pengobatan yang lebih dari 4 hari memberikan prognosis buruk,
Demikian juga koma. Pasien yang mengalami koma sering kali meninggal atau
sembuh dengan gejala sisa yang berat.
Banyak kasus encephalitis adalah infeksi dan recovery biasanya cepat
encephalitis ringan biasanya pergi tanpa residu masalah neurologi. Dan
semuanya 10% dari kematian encephalitis dari infeksinya atau komplikasi dari
infeksi sekunder. Beberapa bentuk encephalitis mempunyai bagian berat
termasuk herpes encephalitis dimana mortality 15-20% dengan treatment dan
70-80% tanpa treatment. (Soedarmo, Poerwo S. Sumarno. Buku ajar Ilmu
Kesehatan Anak Infeksi dan Penyakit Tropis Edisi Pertama. Ikatan Dokter
Anak Indonesia. Jakarta. 2000)

B. TANDA DAN GEJALA

a. Demam
b. Sakit kepala
c. Pusing
d. Muntah
e. Nyeri tenggorokan
f. Malaise
g. Nyeri ekstrimitas
h. Pucat
i. Halusinasi
j. Kaku kuduk
k. Kejang
l. Gelisah
m. Iritable
n. Gangguan kesadaran
Kebanyakan orang yang terkena infeksi virus encephalitis mengalami
gejala ringan, seperti gejala flu dan rasa sakit di badan tak berlangsung lama.
Dalam beberapa kasus, penderita encephalitis tak menunjukkan gejala
apapun. Gejala yang biasa timbul antara lain:

- Sakit kepala

- Cepat marah

2
- Kelelahan

- Demam

- Sakit persendian

Infeksi lebih serius dapat menyebabkan:

- Linglung dan halusinasi

- Perubahan kepribadian

- Penglihatan ganda

- Kejang

- Otot lemah

- Mati rasa dan kelumpuhan di bagian tubuh tertentu

- Menggigil

- Ruam pada kulit

- Hilang kesadaran

- Benjolan di kepala pada bayi

Tanda-tanda dan gejala encephalitis pada anak-anak dan orang dewasa


meliputi:

- Hilang kesadaran dan halusinasi

- Otot lemah atau mati rasa

- Kejang

- Gangguan mental

Pada bayi, tanda-tanda utama yang harus segera mendapatkan


perawatan medis meliputi:

- Badan kaku

3
- Menangis terus-menerus

- Muntah-muntah

- Benjolan di ubun-ubun

C. MACAM-MACAM PENYAKIT ENCEPHALITIS


Bentuk Encephalitis epedimika yang biasanya disebarkan melalui gigitan
sengkenit yang terinfeksi plavirus, kadang-kadang disertai dengan perubahan
degeneratif pada orang lain.
1) Encephalitis Acuta pada Anak-Anak
Penyakit ini biasanya menyerang anak yang berumur antara 1-4 tahun,
dengan gejala pusing, tidak enak badan dan demam. Kadang-kadang yang
disertai dengan muntah-muntah dan kejang. Keadaan ini berlangsung
kadang-kadang dampai 3 minggu. Sesudah itu demamnya hilang tetapi ia
menjadi lumpuh. Biasanya angota gerak itu panjang sebelah dengan
lengannya lebih panjang dari tungkainya. Pergerakannya sedikit saja dan
tubuhnya tertinggal, reflek urat tinggi dankadang-kadang kelihatan
kontraktur. Otot-otot lisut, perasaannya tidak tergangu. Kalau anak-anak
itu berjalan, kelihatan ia menggerakkan lengan yang panjang itu tidak
berketentuan. Anak-anak itu kelak sering mendapatkan penyakit sawam.
Keadaan yang seperti ini kelihatan juga sesudah campak, scarlatina,
pneumia, influenza, batuk rejan.
2) Encephalitis Epidemica
Pada zaman dahulu penyakit ini dinamakan Encephalitis lethargica.
Hama penyakit ini belum diketahui, tetapi mungkin disebabkan melalui
kelinci dan tikus. Virus ini mempunyai daya tahan yang sangat besar
danterdapat dalam jaringan otak, liquor cerebrospinalis, dalam selaput
rongga hidung dan tekak serta air ludah. Virus ini masuk ke dalam tubuh
manusia denganmelalui selaput hidung dan tekak. Penyakit dimulai
dengan adanya demam, sakit pada sendi, sakit kepala. Pusing, mengigil.
Setelah itu timbul tanda-tanda sakit otak, yang salah satunya adalah tagih
tidur (letargi). Selain itu juga terjadi ptosis (kelopak mata atas jatuh ke

4
bawah oleh sebab terlalu panjang), pergerakan biji mata terganggu dan
nystagmus (matanya bergetar).
Terkadang pikiran orang tersebut kacau dan gelisah.lama penyakit ini
sampai berbulan-bulan dankadang-kadang bertambah parah yang
disebabkan oleh pneumia atau keadaan badanya yang bertambah lemah,
sehingga penyakit ini bisa menahun. Sesudah masa latergi maka terjadi
masa parkinsonisme, dengan ciri-ciri pergerakan sedikit danlambat,
badannya menyondong, hipersalivasi, penglihatan terganggu dan lain-lain
.
3) Encephalitis haemorrhagica acuta pada orang dewasa.
Penyakit ini banyak dijumpai pada wabah influenza. Dengan tanda-
tanda sakit kepala, pinsan, sewaktu demam tinggi serta bisa meninggal.
Selain itu juga pikirannya kacau, buta sebelah, tetapi hanya beberapa
hari/minggu, setelah itu keadaanya baik kembali.
4) Japanese Encephalitis
Encephalitis ini dapat dibiakkan di dalam berbagai macam kultur
jaringan misalnya embrio anak ayam, jaringan kelinci, tikus, manusia dan
kera.Yaitu penyakit akut ygdisebabkan oleh arbovirus yang ditularkan oleh
binatang melalui gigitan nyamuk dan menimbulkan gangguan pada
susunan syaraf pusat yaitu pada otak, sumsum tulang dan selaput otak.
Penyebab penyakit ini adalah virus Japanese Encephalitis (Virus JE) yaitu
flavirus yang termasuk arbovirus grup B sehingga tergolong dalam virus
RNA yang mempunyai selubung (enveloped virus) berukuran 35-40 m.
Virus JE merupakan penyebab penyakit zoonosis yang terutama
menginfeksi binatang akan tetapi dapat ditularkan pada manusia. Babi
merupakan sumber utama penularan meskiupun kuda, sapi, kerbau, anjing
dan burung mungkinjuga berperan dalam penularan JE manusia.
Penyakit zoonosis yang sumber utamanya adalah babi, yang
ditularkan dari babi dan dari babi ke manusia oleh nyamuk Culex
Tritaeniorhynchus dan Culex Vishraei serta nyamuk Culex Gelidus,
nyamuk tersebut berkembang biak di sawah-sawah dan kolam yang
dangkal. Nyamuk ini sesudah menghisap darah binatang yang

5
mengandung virus akan berkembang menjadi infektif dalam waktu 9-12
hari. Di Indonesia ketika spesies nyamuk tersebut yang senang menghisap
darah manusia di samping darah babi. Penyakit ini teruama menyerang
anak-anak usia sekolah terutama anak umur 2-5 tahun, meskipun orang
dewasa juga dapat diserang.
Ensefalitis supurativa, abses otak
Penyebab radang bernanah jaringan otak antaranya
staphylococcus aureus, streptococcus, eschericia coli. Peradangan
dapat menjalar ke dalam otak dari otitis media, mastoiditis,
sinusitis, atau dari plemia yang berasal dari radang, abses di dalam
paru, bronkiektasi, empiema, osteomielitis tengkorak pada fraktura
terbuka, trauma yang menembus ke dalam otak, trombolefbitis. Di
dalam otak mula-mula terjadi radang local disertai sebukan
leukosit polimorfonuklear. Di sekeliling daerah yang meradang
berproliferasi jaringan ikat dan astrosit, yang membentuk kapsula.
Jaringan yang rusak mencair dan terbentuklah abses.
Tanda dan gejala abses otak adalah gejala infeksi umum,
tanda-tanda meningkatnya tekanan intracranial, yaitu nyeri kepala
yang kronik progresif, muntah, penglihatan mengabur, kejang,
kesadaran menurun. Terapi yang dapat diberikan ampisilin 4x3-4 g
dan kloromisetin 4x1 g per 24 jam intravena, selama 10 hari.
Bersama dengan antibiotika dapat diberikan kortison untuk
mengurangi odema otak. Bila abses besar dan operable, dapat
dipertimbangkan eksisi. Angka kematian penyakit ini dapat
mencapai 50%.
Lues Sistem saraf sentral
Lues pada stadium II dapat menyebabkan arteritis yang
mungkin pula mengenai arteri-arteri otak. Gejala-gejala neurologic
timbul bila terjadi thrombosis dengan akibat infark.
Pada stadium III di dalam jaringan otak dapat timbul guma
yang merupakan jaringan granulasi yang terdiri dari kumpulan sel-
sel epiteloid, sel-sel plasma, limfosit yang mengelilingi daerah

6
yang mengiju. Di dalam daerah yang mengiju pada guma masih
terdapat pembuluh darah. Guma memberikan gejala-gejala seperti
tumor serebri disertai tes serologic terhadap lues yang positif dan
tanda radang limfositer di dalam cairan otak.
Tabes dorsalis juga merupakan manifestasi lues pada stadium
III. Radang terjadi di dalam epineurium radiks dorsalis saraf spinal
daerah lumbal. Serat-serat saraf sensorik dalam yang terletak di
bagian luar radiks akan tercerut dan menimbulkan gejala ataksia
spinal. Selain itu pada tabes dorsalis juga terdapat kelainan pada
pupil yang ditemukan oleh Argyll dan Robertson; pupil tidak
bereaksi pada perangsangan cahaya tetapi dapat menciut pada
konvergensi.
Pada stadium IV terjadi ensefalitis leutika kronika progrestiva.
Otak, terutama di daerah frontal dan temporal menjadi atrofik.
Serat-serat saraf mengalami demielinisasi. Karena pada akhirnya
penderita mengalami kelumpuhan penyakit ini disebut demensia
paralitika.
Gejala mental yang dijumpai adalah timbulnya proses
demensia yang progresif. Intelgensi mundur perlahan-lahan yang
mula-mula tampak pada kurang efektifnya kerja, daya konsentrasi
mundur, daya ingat berkurang, daya pengkajian terganggu. Pasien
kemudian menjadi tak acuh terhadap uang. Pada sebagian timbul
waham-waham kebesaran, sebagian menjadi depresif, lainnya
maniakal.
Terapi lues terdiri atas pemberian penisilin G600 mg IM per
hari selama 20 hari. Bila pasien alergik terhadap penisilin, dapat
diberikan eritromisin 4x500 mg per os selama 30 hari.
Kloramfenikol dan klortetrasiklin juga efektif.
Riketsiosis serebri
Riketsia dapat masuk ke dalam tubuh melalui gigitan kutu dan
dapat menyebabkan ensefalitis. Di dalam dinding pembuluh darah
timbul nodule yang terdiri atas sebukan sel-sel mononuclear, yang

7
terdapat pula di sekitar pembuluh darah di dalam jaringan otak. Di
dalam pembuluh darah yang terkena akan terjadi thrombosis.
Gejala-gejalanya ialah nyeri kepala, demam, mula-mula sukar
tidur, kemudin kesadaran dapat menurun. Gejala-gejala neurologik
menunjukkan lesi yang tersebar. Mungkin pula didapatkan tanda-
tanda perangsangan meninges. Saraf-saraf cranial dan perifer
lainnya mungkin pula terkena. Cairan otak menunjukkan radang
limfositer. Terapi penyakit ini adalah pemberian kloramfenikol
intravena, tetrasiklin dapat pula menolong.
Malaria Otak
Malaria otak terjadi pada malaria tropika yang disebabkan
plasmodium palcifarum. Gangguan utama terdapat di dalam
pembuluh darah mengenai eritrosit. Sel darah merah yang
terinfeksi parasit menjadi likat dan melekat satu pada lainnya,
timbullah penyumbatan-penyumbatan. Daerah di sekitar kapiler-
kapiler menjadi nekrotik disertai gliosis di sekelilingnya.
Gejala-gejalanya ialah demam tinggi, kesadaran menurun
hingga koma, mungkin ada kejang-kejang umum. Kelainan-
kelainan neurologic yang timbul bergantung pada lokasi keruakan
kerusakan.
Terapi terdiri atas pemberian kinina 10 mg/kg BB dalam infuse
selama 4 jam, setiap 8 jam, hingga tampak perbaikan pengobatan
selanjutnya dapat diberikan per os. Untuk mengurangi edema otak
baik diberikan rangkaian pengobatan dengan kortison.
Toksoplasmosis
Toxoplasma gondii pada orang dewasa biasanya tidak
menimbulkan gejala-gejala kecuali dalam keadaan dengan daya
imunitas yang lemah. Pada fetus yang berkembang, parasit ini
dapat merusak otak. Bila daya tahan tubuh melemah seperti terjadi
pada AIDS atau karena pengobatan dengan imunosupresan.
Toksoplasma dapat menyebabkan meningoensefalitis.

8
Diagnostic ditegakkan dengan pemeriksaan serologic darah,
cairan otak dengan jumlah limfosit yang meningkat dan
toksoplasma, kadar protein juga meninggi. Pada foto rontgen
kepala dapat tampak kalsifikasi. Sken tomografik dapat
memperlihatkan perkapuran dan hidrosefalus. Terapi yang
diberikan sulfadiazine 100mg/kg BB dan pirimetazin 1 mg/kg BB
per os selama 1 bulan. Spiramisin 3x500 mg per hari dapat pula
menolong

.
Mebiosis
Ameba genus Naegleria dapat masuk ke dalam tubuh melalui
hidung ketika berenang di dalam air yang terinfeksi dan kemudian
menimbulkan meningoensefalitis akuta.
Gejala-gejalanya ialah demam akuta, nausea, muntah, nyeri
kepala, kaku tengkuk, kesadaran menurun. Cairan otak agak kerug
dan banyak mengandung leukosit polimorfonuklear, kadar glukosa
menurun dan kadar protein meningkat. Terapi Rifampisin 8 mg/kg
BB per hari dan amfoterisin B
Sistiserkosis
Cysticercus cellulosae ialah stadium larva Taenia Sodium. Bila
telur cacing ini tertelan dan menetas di dalam lambung, larva
menembus mukosa dan masuk ke dalam pembuluh darah,
menyebar ke seluruh badan. Larva dapat tumbuh menjadi
sistiserkus, berbentuk kista didalam ventrikel dan parenkim otak.
Bentuk resemosanya tumbuh di dalam meninges atau tersebar di
dalam sisterna. Jaringan akan bereaksi dan membentuk kapsula di
sekitarnya. Gejala-gejala neurologic yang timbul bergantung pada
lokasi kerusakan.
Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan feses terhadap telur
Taenia Solium, cairn otak yang mugkin menunjukkan adanya
leukosit eosifonil, kadar globulin gama yang meninggi, kadar

9
glukosa menurun, test fiksasi komplemen yang posistif. Pada foto
rontgen kepala mungkin ditemukan kista-kista yang mengapur
yang terlihat lebih jelas pada sken tomografik.
Eknokokkosis
Ecchinococcus granulosus dapat membentuk kista hidatidosa
di dalam otak dan menimbulkan gejala-gejala tumor serebri.
Skistosomiasis
Schistosoma japonica dapat menimbulkan ensefalitis difus atau
granuloma yang menimbulkan gejala seperti tumor otak. Gambaran
yang ditimbulkan infeksi fungus pada sistim saraf sentral ialah
meningoensafalitis purulenta. Fungus yang dapat menimbulkan
radang ini antaranya : Candida albicans, cryptoccocus neoformans .
coccidiodes immitis, Aspergillus fumagatus, Mucor mycosis.
Factor yan memudahkan timbulnya infeksi ialah daya imunitas
yang rendah, pengobatan dengan imunosupresan, antibiotika
diabetes mellitus, neoplasma ganas.
Terapi: Amfoterisin B dengan dosis 0.1 0.25 g/kg BB dd
intravena, sekali dalam dua hari, dapat dinaikkan hingga 0.5 g/kg
BB, diberikan dua kali seminggu selama minimal 6 minggu. Obat
ini toksik. Miconaol dapat diberikan intravena pula denan doszis
30 mg/kg BB.
Ensefalitis virus
Virus yang menimbulkan radang otak pada manusia dapat
dibagi sebagi berikut :
Virus RNA
- Paramiksovirus : Virus parotitis, virus morbili
- Rabdovirus : Virus rabies
- Togavirus : Virus rubella
- Flavivirus (virus ensefalitis Jepang B, virus dengue)
- Pikonavius : Enterovirus ( Virus polio,
Coxsackie A, B, echovirus)
- Arenavirus : Virus korlomeningitis limfositaria

10
Virus DNA
- Herpes virus : Herpes zoster-varisela, herpes
simpleks, sitomegalovirus, virus Epstein-barr
- Poxvirus : AIDS
Gejala
Penyakit dimulai dengan demam, nyeri kepala, vertigo,
nyeri badan, nausea, kemudian kesadaran menurun, timbul
serangan kejang-kejang. Defisit neurologic yang timbul bergantung
pada lokasi kerusakan yang terjadi.
Virus parolitis meskipun jarang dapat menimbulkan
meningitis dan ensefalitis. Rabies masuk ke dalam tubuh melalui
gigitan hewan yang sakit. Virus mula-mula berkembang di dalam
otot, kemudian masuk melalui saraf kapiler ke dalam otak dalam
waktu beberapa bulan. Virus tumbuh dan berkembang di dalam sel-
sel saraf. Timbul gejala hidrofobia yaitu mengejangnya otot-otot
esophagus dan pernafasan bila air atau makanan dimasukkan ke
dalam mulut, hinga timbul rasa nyeri dan dyspnea. Setelah
serangan ini berhenti, timbul sialorea dan hyperhidrosis. Kemudian
timbul kelumpuhan saraf-saraf kranial dan paralisis flaksida lengan
dan tungkai.
Virus Jepang B biasanya menimbulkan kerusakan pada
batang otak. Virus dengue sering menimbulkan lesi pada traktus
piramidalis; mungkin timbul deserebrasi atau dekortikasi. Virus
poliomyelitis tersering menyerang kornu motoric medulla spinalis
dengan akibat timbulnya kelumpuhan flaksdia pada otot-otot
proksimal ekstremitas. Virus Coxakie biasanya menyerang
sereblum dan maninges, mungkin medula spinalis. Echovirus
menimbulkan radang terutama pada batang otak dan sereblum yang
biasanya sembuh sendiri. Herpes simpleks menimbulkanradang
pada otak di daerah temporal dan orbitofrontal. Sitomegalovirus
adalah penyeb ensefalitis pada fetus dalam kandungan dengan
akibat tergantungnya perkembangan otak.

11
AIDS (Acquired immune Defiency Syndrome) disebabkan
oleh retrovirus Human Imune Deficiency Virus (HIV) yang
menyerang limfosit T penolong, monosit, endotel, neuron dan sel
glia. Pada stadium I timbul limfadenopati umum, mungkin pula
hepatosplenomegali. Dapat timbul kompleks gejala yang terdiri
atas rasa lelah kronik, berkeringat di waktu malam, diare, herpes
simpleks, kandidias mulut. Pada stadium lnjut terjadi demensia,
disorientasi, ganguan penglihatan dan perubahan kepribadian.
Karena merendahnya daya tahan dapat timbul penyakit-penyakit
infeksi oleh virus lain, bakteri, fungus, protozoa.
Pemeriksaan yang harus dilakukan
Pada pemeriksaan badan perlu diperiksa kelainan pada
kulit, glandula parotis, kelenjar getah bening untuk mencari
kelainan-kelainan yang mungkin dapat menunjukkan
penyebabnya.
Pemeriksaan darah perifer rutin, titer antibody terhadap
virus
Cairan otak: jumlah limfosit, monosit meningkat, kadar
protein meninggi ringan, kadar glukosa normal, kultur virus bila
mungkin.
EEG
Bila mungkin sken tomografik
Terapi simtomatik diberikan untuk menurunkan demam,
mencegah kejang. Kortison untuk mengurangi edema otak.
Pengobatan antivirus baru ditemukan terhadap virus herpes
simpleks. Varisela-zoster yaitu acyclovir intravena dengan dosis 10
mg/kg BB, 3 kali sehari selama 10 hari, atau per os 200 m tiap 4
jam. Bila Hg turun hingga 9, turunkan dosis hingga 200 mg tiap 8
jam. Bila Hb kurang dari 7, hentikan pengobatan dan baru
diberikan lagi setelah Hb normal kembali dengan dosi 200 mg per
8 jam.
Paralisis Otak

12
Paralisis otak (cerebral Palsy) ialah kelainan motoric yang
terdapat pada bayi dan kanak-kana akibat kerusakan pada jaringan
otak dengan gejala-gejala utama tetraplegia, himplegia, paraplegia,
rigiditas, gerakan-gerakan khoreoatetoid, ataksia, daerah-daerah
otak yang mengalami kerusakan ialah korteks motoric, traktus
kortikospinalis, ganglia basal, batang otak, sereblum, akibat
malformasi, perdarahan otak ketika lahir, infeksi prenatal, perinatal
atau postnatal, trauma kapitis sesudah lahir.
Selain gejala-gejala dibidang motoric mungkin pula ada
gangguan neurologik lain seperti gangguan penglihatan, gangguan
pendengaran, gangguan fungsi kortikal luhur. Selain pemeriksaan
klinis biasa yang perlu dilakukan ialah EEG, foto Rontgen kepala,
bila disangka penyebabnya infeksi semua pemeriksaan yang
mungkin dilakukan untuk mencari infeksi itu.
Karena paralisis otak merupakan keadaan cacat, anak-anak
dengan paralisis otak memerlukan penanganan khusus oleh suatu
tim yang terdiri atas ahli fisioterapi, ahli neurologi, ahli psikologi,
ahli psikiatri, ahli bedah dll. Untuk pendidikan selanjutnya pada
sebagiannya diperlukan pendidikan khusus.
Klasifikasi
Klasifikasi menurut Soedamo dkk, (2008) adalah :
a. Encephalitis fatal yang biasanya didahului oleh viremia dan
perkembangbiakan virus ekstraneural yang hebat.
b. Encephalitis subklinis yang biasanya didahului viremia
ringan, infeksi otak lambat dan kerusakan otak ringan.
c. Encephalitis dengan infeksi asimptomatik yang ditandai
dengan hampir tidak adanya viremia dan terbatasnya replikasi
ekstraneural.
d. Enchepalitis dengan infeksi persisten, yang dikenal dengan
Japanes B Encephalitis

13
D. PATOFISIOLOGI
Encephalitis disebabkan oleh mikroorganisme : bakteri, protozoa, cacing,
jamur, spirokaeta dan virus. Macam-macam Encephalitis virus menurut Robin:
a) Infeksi virus yang bersifat epidermik :
Golongan enterovirus = Poliomyelitis, virus
coxsackie, virus ECHO.
Golongan virus ARBO = Western equire encephalitis, St. louis
encephalitis, Eastern equire encephalitis, Japanese B. encephalitis, Murray
valley encephalitis.
b) Infeksi virus yang bersifat sporadic : rabies, herpes simplek, herpes
zoster, limfogranuloma, mumps, limphotic, choriomeningitis dan jenis
lain yang dianggap disebabkan oleh virus tetapi belum jelas.
c) Encephalitis pasca infeksio, pasca morbili, pasca varisela, pasca
rubella, pasca vaksinia, pasca mononucleosis, infeksious dan jenis-jenis
yang mengikuti infeksi traktus respiratorius yang tidak spesifik.
d) Reaksin toxin seperti pada thypoid fever,
campak, chicken pox.
e) Keracunan : arsenik, CO.
Penyebab encephalitis kebanyakan karena infeksi virus. Beberaba
contohnya antara lain:
Virus Herpes
Arbovirus yang ditularkan lewat nyamuk,
kutu dan serangga lainnya
Rabies ditularkan melalui gigitan binatang
seperti anjing dan monyet

Encephalitis dibagi dalam dua jenis, didasarkan pada cara virus menyerang
otak:

Encephalitis primer. Hal ini terjadi jika virus lasung


menyerang otak dan saraf tulang belakang. Serangan virus ini bisa
terjadi pada manusia kapan saja (encephalitis sporadis), atau terjadi
karena adanya epidemi (encephalitis epidemis).

Encephalitis sekunder (pascainfeksi). Kasus ini terjadi


ketika virus pertama menyerang bagian lain di tubuh dan kemudian

14
infeksi itu menyebar ke otak. Penularan bakteri seperti penyakit
Lyme juga kadang-kadang memicu terjadinya encephalitis.

PATWAY

Faktor-faktor predisposisi pernah mengalami


campak, cacar air, herpes, dan
bronchopneumonia

Virus/bakteri masuk jaringan otak secara


lokal, hematogen dan melalui saraf-saraf

Resiko

Infeksi menyebar melalui darah Infeksi menyebar melalui saraf

Peradangan di

Peningkatan TIK

Ensephalitis

Pembentukan Reaksi kuman Iritasi korteks Kerusaka Kerusak


transudat dan patogen serebral area n saraf V an saraf
eksudat fokal IX
Peningkatan Kesulitan
Edema serebral suhu tubuh menguny Kesulitan
Kejan ah makan
Nyeri
Risiko Hiperterm g kepala
ketidakefektifan
perfusi jaringan otak
Resiko Nyer Ketidakseim
i bangan
nutrisi
kurang dari
15
kebutuhan
tubuh
Penurunan
kesadaran Gangguan persepsi sensori
visual

Gangguan mobilitas fisik


Penumpukan sekret

Koping individu tidak efektif


Ketidakefektifan
bersihan jalan napas
Ansietas

16
E. KOMPLIKASI
Kondisi encephalitis parah dapat menyebabkan:

Kejang

Gangguan pernapasan

Koma

Kematian

Bagi mereka yang mengalami encephalitis parah, beberapa masalah


atau gangguan yang dapat hilang dalam setahun atau lebih adalah:

1. Kelelahan

2. Badan lemah

3. Depresi

4. Perubahan kepribadian

5. Daya ingat menurun

Beberapa komplikasi kemungkinan permanen, seperti hilang


ingatan, ketidakmampuan berbicara dengan jelas, koordinasi otot
berkurang, lumpuh, atau kerusakan pada pendengaran dan penglihatan.

F. PEMERIKSAAN, DIAGNOSA BANDING DAN


PENATALAKSANAAN MEDIS

1. Pemeriksaan Fisik
Pada klien dengan ensepalitis pemeriksaan fisik lebih difokuskan pada
pemeriksaan neurologis. Ruang lingkup pengkajian fisik keperawatan
secara umum meliputi :

17
a. Keadaan umum
Penderita biasanya keadaan umumnya lemah karena mengalami
perubahan atau penurunan tingkat kesadaran. Gangguan tingkat
kesadaran dapat disebabkan oleh gangguan metabolisme dan difusi
serebral yang berkaitan dengan kegagalan neural akibat proses
peradangan otak.

b. Gangguan sistem pernafasan


Perubahan - perubahan akibat peningkatan tekanan intra cranial
menyebabkan kompresi pada batang otak yang menyebabkan
pernafasan tidak teratur. Apabila tekanan intrakranial s
ampai pada batas fatal akan terjadi paralisa otot pernafasan (F. Sri
Susilaningsih, 1994).
c. Gangguan sistem kardiovaskuler
Adanya kompresi pada pusat vasomotor menyebabkan terjadi iskemik
pada daerah tersebut. Hal ini akan merangsang vasokonstriktor dan
menyebabkan tekanan darah meningkat. Tekanan pada pusat
vasomotor menyebabkan meningkatnya transmiter rangsang
parasimpatis ke jantung.
2. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan radiologi :

a.CT Scan
Computed Tomography pada kasus encephalitis herpes simpleks, CT-
scan kepala biasanya menunjukan adanya perubahan pada lobus
temporalis atau frontalis, tapi kurang sensitif dibandingkan MRI.
Kira-kira sepertiga pasien encephalitis herpes simpleks mempunyai
gambaran CT-scan kepala yang normal

18
Encephalitis pada herpes simplex

b. MRI
MRI (magnetic resonance imaging) merupakan pemeriksaan
penunjang yang paling dianjurkan pada kasus encephalitis. Bila
dibandingkan dengan CT-scan, MRI lebih sensitif dan mampu untuk
menampilkan detil yang lebih bila terdapat adanya kelainan-kelainan.
Pada kasus encephalitis herpes simpleks, MRI menunjukan adanya
perubahan patologis, yang biasanya bilateral pada lobus temporalis
medial dan frontal inferior.

19
Gambaran cairan serebrospinal dapat dipertimbangkan. Biasanya
berwarna jernih, jumlah sel 50-200 dengan dominasi limfosit. Kadar
protein meningkat, sedangkan glukosa masih dalam batas normal.
Pada fase awal penyakit encephalitis viral, sel- sel di LCS sering
kalipolimorfonuklear, baru kemudian menjadi sel- sel. LCS sebaiknya
dikultur untuk mengetahui adanya infeksi virus, bakteri &jamur. Pada
encephalitis herpes simpleks, pada pemeriksaan LCS dapat ditemukan
peningkatan dari sel darah merah, mengingat adanya proses
perdarahan diparenkim otak. Disamping itu dapat pula dijumpai
peningkatan konsentrasi protein yang menandakan adanya kerusakan
pada jaringan otak. Pada feses ditemukan hasil yang positif untuk
entero virus. Dengan pemeriksaan pencitraan neurologis
(neuroimaging), infeksi virus dapat diketahui lebih awal dan biasanya
pemeriksaan ini secara rutin dilakukan pada pasien dengan gejala
klinis neurologis.
c. EEG (Electroencephalography)

Didapatkan penurunan aktivitas atau perlambatan. Procedure ini


setengah jam, mengukur gelombang aktivitas elektrik yang diproduksi
oleh otak. Ini sering digunakan untuk mendiagnosa dan mengatur
penyakit kejang. Abnormal EEG menunjukkan encephalitis.
Elektroensefalografi (EEG) pada encephalitis herpes simpleks
menunjukan adanya kelainan fokal seperti spike dan gelombang
lambat atau (slow wave) atau gambaran gelombang tajam (sharp
wave) sepanjang daerah lobustemporalis. EEG cukup sensitif untuk
mendeteksi pola gambaran abnormal encephalitis herpes simpleks,

20
tapi kurang dalam hal spesifisitas. Sensitifitas EEG kira kira 84 %
tetapi spesifisitasnya hanya 32.5% Gambaran elektroensefalografi
(EEG) sering menunjukkan aktifitas listrik yang merendah yang
sesuai dengan kesadaran yang menurun

d. Biopsi Otak
Paling sering digunakan untuk diagnosis dari herpes simplex
encephalitis bila tidak mungkin menggunakan metode DNA atau CT
atau MRI scan. Dokter boleh mengambil sample kecil dari jaringan
otak. Sampel ini dianalysis dilaboratorium untuk melihat virus yang
ada. Dokter boleh mencoba treatment dengan antivirus medikasi
sebelum biopsi otak.
G. Penatalaksanaan

a. Terapi suportif : Tujuannya untuk mempertahankan fungsi organ,


dengan mengusahakan jalan nafas tetap terbuka (pembersihan jalan nafas,
pemberian oksigen, pemasangan respirator bila henti nafas, intubasi,
trakeostomi), pemberian makanan enteral atau parenteral, menjaga
keseimbangan cairan dan elektrolit, koreksi gangguan asam basa darah.
Untuk pasien dengan gangguan menelan, akumulasi lendir pada tenggorok,
dilakukan drainase postural dan aspirasi mekanis yang periodik.
b. Terapi kausal : Pengobatan anti virus diberikan pada encephalitis
yang disebabkan virus, yaitu dengan memberikan asiklovir 10
mg/kgBB/hari IV setiap 8 jam selama 10-14 hari. Pemberian antibiotik
polifragmasi untuk kemungkinan infeksi sekunder.
c. Terapi Ganciklovir : pilihan utama untuk infeksi citomegali virus.
Dosis Ganciklovir 5 mg/kg BB dua kali sehari, kemudian dosis diturunkan
menjadi satu kali, lalu dengan terapi maintenance. Preparat sulfa
(sulfadiasin) untuk encephalitis karena toxoplasmosis.
d. Terapi Simptomatik : Obat antikonvulsif diberikan segera untuk
memberantas kejang. Tergantung dari kebutuhan obat diberikan IM atau
IV. Obat yang diberikan ialah valium dan luminal. Untuk mengatasi
hiperpireksia, diberikan surface cooling dengan menempatkan es pada
permukaan tubuh yang mempunyai pembuluh besar,misalnya pada kiri dan

21
kanan leher, ketiak, selangkangan, daerah proksimal betis dan diatas
kepala. Sebagai hibernasi dapat diberikan largaktil 2 mg/kgBB/hari dan
phenergan 4mg/kgBB/hari IV atau IM dibagi dalam 3 kali
pemberian. Diberikan antipiretikum sepeb rti parasetamol, bila keadaan
telah memungkinkan pemberian obat peroral. Untuk mengurangi edema
serebri dengan deksametason 0,2 mg/kgBB/hari IM dibagi 3 dosis dengan
cairan rendah natrium. Bila terdapat tanda peningkatan tekanan
intrakranial, dapat diberikan manitol0,5-2 g/kgBB IV dalam periode 8-12
jam.

H. Diagnosa Banding
a. Meningitis TB
Meningitis tuberkulosis adalah peradangan pada selaput meningen,
cairan serebrospinal dan spinal kolumna yang menyebabkan proses infeksi
pada sistem saraf pusat (Harsono, 2005).

b. Sidrom reye
Adalah disfungsi multiorgan akut yang jarang terjadi yang
menimbulkan efek paling mematikan pada otak dan hepar yang
disebabkan oleh virus.
c. Abses otak
Suatu proses infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang melibatkan
parenkim otak, terutama disebabkan oleh penyebaran infeksi dari focus
yang berdekatan atau melalui sistem vascular.
d. Tumor otak
Adalah tumbuhnya sel abnormal pada otak. Tumor otak dapat berasal
dari otak atau kanker yang berasal dari bagian tubuh lain dan merambat ke
otak.
e. Encefalopati
Adalah kerusakan pada otak atau malfungsi otak yang disebabkan
oleh infeksi bakteri, kekurangan oksigen pada otak, gagal ginjal dan nutrisi
yang buruk. Ditandai dengan demensia, koma dan berakhir dengan
kematian.

I. PENCEGAHAN

22
Cara terbaik untuk mencegah encephalitis adalah menghindari virus
yang dapat menyebabkan penyakit ini. Itu artinya, mulai melakukan
pencegahan terhadap vius herpes. Juga penting untuk menjalani imunisasi
untuk melawan virus penyebab encephalitis, seperti cacar air, campak
(rubeola), gondok dan campak Jerman (rubella).
Untuk melindungi Anda dan keluarga Anda dari serangan nyamuk pembawa
virus penyebab encephalitis, lakukan pencegahan seperti:

Menggunakan pakaian panjang. Baju lengan panjang dan celana


panjang wajib dipakai saat senja atau fajar.

Pakai cairan pengusir nyamuk. Obat pengusir nyamuk ini cukup


efektif melindungi kulit dari gigitan nyamuk dan serangga lainnya.
Tapi hati-hati jika menggunakannya pada tangan anak kecil karena
takut tangan masuk mulut dan mata. Juga hindari menggunakan obat
pengusir nyamuk pada bayi. Lebih baik lindungi bayi Anda dengan
menggunakan kelambu di tempat tidurnya.

Hindari nyamuk. Jika tak perlu, hindari beraktivitas di luar rumah


saat menjelang fajar dan menjelang petang, karena di waktu-waktu ini
nyamuk paling aktif.

Jaga agar nyamuk tak masuk rumah. Tutup lubang udara di rumah
dengan kasa nyamuk, demikian juga dengan jendela dan pintu agar
dilengkapi dengan pintu kasa.

Musnahkan barang bekas yang dapat menampung air. Segera


musnahkan barang-barang tak terpakai yang dapat menampung air,
yang dapat digunakan nyamuk untuk bertelur.

2. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


ENCEPHALITIS

A. PENGKAJIAN

23
(1) Identitas Pasien
Nama :
Umur :
Alamat :
Pekerjaan :
No. Reg :
Tgl. MRS :
Tgl. Pengkajian :
Dx Medis :
(2) Identitas Penanggung Jawab
Nama :
Umur :
Pekerjaan :
Hub. dgn pasien :
(3) Riwayat Kesehatan
Keluhan utama :
Riwayat penyakit sekarang :
Riwayat kehamilan dan kelahiran:
Riwayat kesehatan keluarga
(4) Pola Kesehatan Fungsional Pola Gordon
Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Pola nutrisi dan metabolic
Pola cairan dan metabolic
Pola istirahat dan tidur
Pola aktivitas dan latihan
Pola eliminasi
Pola persepsi dan kognitif
Pola reproduksi dan seksual
Pola persepsi dan konsep diri
Pola mekanisme koping
Pola nilai dan kepercayaan
(5) Pengkajian Fisik

24
Keadaan umum pasien
Kesadaran
Pemeriksaan TTV
(6) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan radiologic

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG


MUNGKIN MUNCUL
1) Hipertermi berhubungan dengan reaksi inflamasi
2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhububgan dengan gangguan menelan

3) Nyeri akut b/d adanya proses infeksi yang ditandai dengan anak
menangis, gelisah.
4) Hambatan mobilitas b/d penurunan kekuatan otot yang ditandai
dengan ROM Terbatas.
5) Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak b/d edema serebral
yang mengubah/ menghentikan aliran darah arteri/vena
6) Resiko cedera b/d aktivitas kejang umum
7) Ketidakmampuan koping keluarga b/d prognosis penyakit,
perubahan psikososial, perubahan persepsi kognitif, perubahan aktual
dalam struktur dan fungsi dalam ketidakberdayaan
8) Distres spiritual b/d ketidakmampuan berinteraksi sosial,
perubahan hidup, sakit kronis
9) Resiko infeksi b/d diseminata hematogen dari petogen
10) Defisit perawatan diri b/d kerusakan sensorik motorik (kerusakan
susunan saraf pusat), ergerakan terganggu

C. INTERVENSI KEPERAWATAN

No. Diagnosa Keperawatan Rencana Keperawatan

25
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Dx
1. Hipertermi

Definisi : peningkatan
suhu tubuh di atas
kisaran normal

Batasan karakteristik :

2. Ketidakseimbangan NOC NIC


Nutrisi Kurang dari
Setelah dilakukan asuhan 1. Nutrition Management
Kebutuhan Tubuh a. Kaji adanya alergi makanan
keperawatan x 24 jam
b. Kolaborasi dengan ahli gizi
Definisi : diharapkan masalah
untuk menentukan jumlah
keperawatan
Asupan nutrisi tidak cukup kalori dan nutrisi yang
ketidakseimbangan nutrisi
untuk memenuhi dibutuhkan pasien
kurang dari kebutuhan tubuh c. Anjurkan pasien untuk
kebutuhan metabolic.
dapat teratasi dengan meningkatkan intake Fe
d. Anjurkan pasien untuk
Batasan Karakteristik :
Kriteria Hasil : meningkatkan protein dan
Kram abdomen vitamin C
Nyeri abdomen 1. Adanya peningkatan berat e. Berikan substansi gula
Menghindari makanan badan sesuai dengan f. Yakinkan diet yang dimakan
Berat badan 20% atau mengandung tinggi serat
tujuan
lebih dibawah berat 2. Berat badan ideal sesuai untuk mencegah konstipasi
badan ideal dengan tinggi badan g. Berikan makanan yang
Kerapuhan kapiler 3. Mampu mengidentifikasi terpilih (sudah
Diare kebutuhan nutrisi
Kehilangan rambut dikonsultasikan dengan ahli
4. Tidak ada tanda-tanda
berlebihan gizi)
malnutrisi h. Ajarkan pasien bagaimana
Bising usus hiperaktif 5. Menunjukkan peningkatan
Kurang makanan membuat catatan makanan
fungsi pengecapan dari
Kurang informasi
harian
Kurang minat pada menelan i. Monitor jumlah nutrisi dan
6. Tidak terjadi penurunan
makanan kandungan kalori
Penurunan berat berat badan yang berarti j. Berikan informasi tentang
badan dengan asupan kebutuhan nutrisi
makanan adekuat k. Kaji kemampuan pasien
Kesalahan konsepsi untuk mendapatkan nutrisi
Kesalahan informasi
Membrane mukosa yang dibutuhkan
2. Nutrition Monitoring

26
pucat a. BB pasien dalam batas
Ketidakmampuan normal
memakan makanan b. Monitor adanya penurunan
Tonus otak menurun berat badan
Mengeluh gangguan c. Monitor tipe dan jumlah
sensasi rasa aktivitas yang biasa
Mengeluh asupan
dilakukan
makanan kurang dari d. Monitor interaksi anak atau
RDA (Recommended orang tua selama makan
Daily Allowance) e. Monitor lingkungan selama
Cepat kenyang setelah makan
makan f. Jadwalkan pengobatan dan
Sariawan rongga tindakan tidak selama jam
mulut makan
Steatorea g. Monitor kulit kering dan
Kelemahan otot
perubahan pigmentasi
pengunyah h. Monitor turgor kulit
Kelemahan otot untuk i. Monitor kekeringan, rambut
menelan kusam, dan mudah patah
j. Monitor mual dan muntah
Faktor-faktor yang k. Monitor kadar albumin, total
berhubungan : protein, Hb, dan kadar Ht
l. Monitor pertumbuhan dan
Faktor Biologis
perkembangan
Faktor Ekonomi
m.Monitor pucat, kemerahan,
Ketidakmampuan
dan kekeringan jaringan
untuk mengabsorbsi
konjungtiva
nutrient n. Monitor kalori dan intake
Ketidakmampuan
kalori
menelan makanan o. Catat adanya edema,
Ketidakmampuan
hiperemik, hipertonik papilla
untuk mencerna
lidah dan cavitas oral
makanan p. Catat jika lidah berwarna
Faktor psikologis
magenta, scarlet
3. Nyeri akut NOC : NIC :

1. Pain level 1. Lakukan pengkajian nyeri


2. Pain control secara komprehensif termasuk
3. Comfort level lokasi, karakteristik, furasi,
frekuensi, kualitas dan faktor
presipitasi
Kriteria Hasil
2. Observasi reaksi nonverbal
1. Mampu mengontrol dari ketidaknyamanan

27
nyeri (tahu penyebab 3. Bantu pasien dan keluarga
nyer, mampu untuk mrncari dan
menggunakan teknik menemukan dukungan
nonfarmakologi untuk 4. Kontrol lingkungan yang
mengurangi nyeri, dapat mempengaruhi nyeri
mencari bantuan) seperti suhu rungan,
2. Melaporkan bahwa pencahayaan dan kebisingan
nyeri berkurang dnegan 5. Kurangi faktor presipitasi
menggunakan nyeri
manajemen nyeri 6. Kaji tipe dan sumber nyeri
3. Mampu mengenali untuk menentukan intervensi
nyeri (skala, intensitas, 7. Ajarkan tentang teknik non
frekuensi dan tanda farmakologi : napas dala,
nyeri) relaksasi, distraksi, kompres
4. Menyatakan rasa hangat/dingin
nyaman setelah nyeri 8. Berikan informasi tentang
berkurang nyeri seperti penyebab nyeri,
5. Tanda vital dalam berapa lama nyeri akan
rentang normal berkurang dan antisipasi
6. Tidak mengalami ketidaknyamanan dari
gangguan tidur prosedur
9. Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
analgesik
4. Hambatan mobilitas fisik NOC NIC

1. Joint movement : Exercise therapy : ambulation


Active
2. Mobility Level 1. Monitoring vital sign
3. Self care : ADLs sebelum/sesudah latihan dan
4. Transfer performance lihat respon pasien saat latihan
2. Ajarkan pasien dan
keluarga tentang teknik
Kriteria hasil : ambulasi
3. Kaji kemampuan pasien
1. Klien meningkat
dalam mobilisasi
dalam aktivitas fisik 4. Latih pasien dengan
2. Mengerti tujuan dari
pemenuhan kebutuhan ADLs
peningkatan mobilitas
ps
3. Memverbalisasikan
5. Berikan alat bantu jika
perasaan dalam
klien memerlukan
meningkatkan kekuatan 6. Ajarkan pasien bagaimana
dan kemampuan merubah posisi dan berikan
berpindah bantuan jika diperlukan
4. Memperagakan 7. Latih pasien dengan teknik
penggunaan alat bantu ROM
untuk mobilisasi

28
5. Resiko ketidakefektifan
perfusi jaringan otak

6. Resiko infeksi NOC Infection Control

1. Immune Status 1.Bersihkan lingkungan


2. Knowledge : setelah dipakai pasien lain
Infection Control 2.Pertahankan teknik isolasi
3. Risk Control 3.Batasi pengunjung bila
perlu
4.Instruksikan pada
Kriteria Hasil : pengunjung untuk mencuci
tangan saat berkunjung dan
1. Klien bebas dari
setelah berkunjung
tanda dan gejala infeksi
5.Gunakan sabun
2. Mendeskripsikan
antimikroba untuk mencuci
proses penularan
tangan
penyakit, faktor yang
6.Cuci tangan setiap
mempengaruhi
sebelum dan sesudah
penularan serta
tindakan keperawatan
penatalaksanaannya
7.Gunakan baju, sarung
3. Menunjukkan
tangan sebagai pelindung
kemampuan untuk
8.Pertahankan lingkungan
mencegah timbulnya
aseptik selama pemasangan
infeksi
alat
4. Jumlah leukosit
9.Gunakan kateter
dalam batas normal
intermiten untuk
5. Menunjukkan
menurunkan infeksi
perilaku hidup sehat
kandung kencing
10. Berikan terapi
antibiotik bila perlu
Infection Protection
11. Monitor tanda dan
gejala infeksi sistemik dan
lokal
12. Monitor hitung
granulosit, WBC
13. Monitor
kerentanan terhadap infeksi
14. Pertahankan
teknik asepsis pada pasien
berisiko
15. Instruksikan
pasien untuk minum
antibiotik sesuai resep
16. Ajarkan pasien
dan keluarga tanda dan

29
gejala infeksi
17. Ajarkan cara
menghindari infeksi
7. Defisit perawatan diri NOC NIC

1. Activity intolerance Self-care assistance:


2. Mobility: physical bthing/hygiene
impaired
3. Self care deficit 1. Pertimbangkan budaya
hygiene pasien ketika mempromosikan
4. Self care deficit aktivitas perawatan diri
toileting 2. Pertimbangkan usia pasien
5. Self care: dressing ketika mempromosikan
6. Ambulation aktivitas perawatan diri
Kriteria hasil : 3. Tempat handuk, sabun,
deodorant, alat pencukur, dan
1. Perawatan diri
aksesoris lainnya yang
ostomi: tindakan pribadi
dibutuhkan di samping tempat
mempertahankan ostomi
tidur atau di kamar mandi
untuk eliminasi 4. Memfasilitasi pasien
2. Perawatan diri: menyikat gigi dengan sesuai
aktivitas kehidupan 5. Memfasilitasi pasien mandi
sehari-hari (ADL) 6. Memantau pembersihan
mampu untuk kuku menurut kemampuan
melakukan aktivitas perawatan diri pasien
perawatan fisik dan 7. Memantau integritas kulit
pribadi secara mandiri pasien
atau dengan alat bantu
3. Perawatan diri
mandi: mampu untuk Self-care assistance: toileting
membersihkan tubuh
1. Pertimbangkan budaya
sendiri secara mandiri
pasien ketika mempromosikan
dengan atau tanpa alat
aktivitas perawatan diri
bantu 2. Pertimbangkan usia pasien
4. Perawatan diri
ketika mempromosikan
hygiene: mampu untuk
aktivitas perawatan diri
mempertahankan 3. Lepaskan pakaian yang
kebersihan dan penting untuk memungkinkan
penampilan yang rapi penghapusan
secara mandiri dengan 4. Membantu pasien ke
atau tanpa alat bantu toilet/commode/bedpan/fraktu
5. Perawatan diri r pan/ urinoir pada selang
hygiene oral: mampu waktu tertentu
untuk merawat mulut 5. Pertimbangkan respon
dan gigi secara mandiri pasien terhadap kurangnya
dengan atau tanpa alat privasi
bantu 6. Menyediakan privasi
6. Mampu selama eliminasi

30
mempertahankan 7. Menyiram
mobilitas yang toilet/membersihkan
diperlukan untuk ke penghapusan alat (commode,
kamar mandi dan pispot)
menyediakan 8. Menyediakan alat bantu
perlengkapan mandi (misalnya, kateter eksternal
7. Mampu duduk dan atau urinal)
turun dari kloset 9. Memantau integritas kulit
8. Mengenali dan pasien
mengetahui kebutuhan
bantuan untuk eliminasi
9. Mampu untuk Self care assistance:
mengenakan pakaian dressing/grooming
dan berhias sendiri
1. Pantau tingkat kekuatan
secara mandiri atau
dan toleransi aktivitas
tanpa alat bantu 2. Pantau peningkatan dan
10. Menggunaka
penurunan kemampuan untuk
n pakaian secara rapi
berpakaian dan melakukan
dan bersih
11.Mampu melepas perawatan rambut
3. Sediakan pakaian pasien
pakaian, kaus kaki dan
pada tempat yang mudah
sepatu
12. Menunjukka dijangkau (di samping tempat
n rambut yang rapi dan tidur)
4. Fasilitasi pasien untuk
bersih
13. Menggunaka menyisir rambut, bila
n tata rias memungkinkan
5. Dukung kemandirian dalam
berpakaian, berhias, bantu
pasien jika diperlukan
6. Pertahankan privasi saat
pasien berpakaian
7. Bantu pasien untuk
menaikkan, mengancingkan,
dan meresleting pakaian, jika
diperlukan
8. Gunakan alat bantu
tambahan (missal sendok,
pengait kancing, dan penarik
resleting) untuk menarik
pakaian jika diperlukan
9. Beri pujian atas usaha
untuk berpakaian sendiri
10. Gunakan terapi
fisik dan okupasi sebagai
sumber dalam perencanaan
tindakan pasien dalam
perawatan pasien dengan alat

31
bantu

D. IMPLEMENTASI

Pelaksanaan atau implementasi merupakan realisasi dari rangkaian dan


penetuan diagnosa keperawatan. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana
tindakan disusun untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan.

E. EVALUASI

Evaluasi yang diharapkan pada pasien fraktur disesuaikan dengan criteria


hasil yang telah ditentukan pada intervensi.

32
DAFTAR PUSTAKA

Adams, R.D & Victor, M. 1985 Principle of Neurologi, 3rd Newyork: Graw Hill
Book co.
Anonim. 2002. Encephalitis. (online) available:
http://www.go4healthylife.com/articles/1002/1/Enchepalitis/Page1.html
(28 September 2015)
Anonim. 2014. Encephalitis. (online) Available:
https://www.scribd.com/doc/42487234/Encephalitis#download (28
September 2015)
Brunner / Suddarth. 1984. Medical Surgical Nursing. JB Lippincot Company :
Philadelphia.
Doenges, Marilyn E . 1993. Nursing Care Plans, F.A.Davis Company
:Philadelphia.
Harsono.1996. Kapita Selekta Neurologi, Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press
Herdman, T. Heather. 2012. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi
2012-2014. Jakarta: EGC
Laboratorium UPF Ilmu Kesehatan Anak.1998. Pedoman Diagnosis dan Terapi
Fakultas Kedokteran UNAIR Surabaya.
Lubis Imran, 1983. Penyakit Japaness Encephalitis. (online) available:
http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/BPK/article/view/582/1253
(28 September 2015)
Mansjoer,et al.2001. Kapita Selekta Kedokteran volume 1 edisi 3. Jakarta : Media
Aesculapius
Muttaqin Arif.2008.Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika

33

You might also like