Professional Documents
Culture Documents
Ada dua jenis encephalitis, yaitu primer dan sekunder. Untuk encephalitis
terjadi kaena infeksi virus langsung pada otak dan saraf tulang belakang.
Sementara untuk encephalitis sekunder, infeksi virus pertama terjadi di mana
saja di dalam tubuh dan kemudian menjalar ke otak. Segera ke dokter dan
menjalani perawatan sebab pergerakan encephalitis tak dapat diprediksi.
Epidemiologi
Angka kematian untuk encephalitis berkisar antara 35-50%. Pasien yang
pengobatannya terlambat atau tidak diberikan antivirus (pada encephalitis
Herpes Simpleks) angka kematiannya tinggi bisa mencapai 70-80%.
Pengobatan dini dengan asiclovir akan menurukan mortalitas menjadi 28%.
Sekitar 25% pasien encephalitis meninggal pada stadium akut. Penderita yang
1
hidup 20-40%nya akan mempunyai komplikasi atau gejala sisa. Gejala sisa
lebih sering ditemukan dan lebih berat pada encephalitis yang tidak diobati.
Keterlambatan pengobatan yang lebih dari 4 hari memberikan prognosis buruk,
Demikian juga koma. Pasien yang mengalami koma sering kali meninggal atau
sembuh dengan gejala sisa yang berat.
Banyak kasus encephalitis adalah infeksi dan recovery biasanya cepat
encephalitis ringan biasanya pergi tanpa residu masalah neurologi. Dan
semuanya 10% dari kematian encephalitis dari infeksinya atau komplikasi dari
infeksi sekunder. Beberapa bentuk encephalitis mempunyai bagian berat
termasuk herpes encephalitis dimana mortality 15-20% dengan treatment dan
70-80% tanpa treatment. (Soedarmo, Poerwo S. Sumarno. Buku ajar Ilmu
Kesehatan Anak Infeksi dan Penyakit Tropis Edisi Pertama. Ikatan Dokter
Anak Indonesia. Jakarta. 2000)
a. Demam
b. Sakit kepala
c. Pusing
d. Muntah
e. Nyeri tenggorokan
f. Malaise
g. Nyeri ekstrimitas
h. Pucat
i. Halusinasi
j. Kaku kuduk
k. Kejang
l. Gelisah
m. Iritable
n. Gangguan kesadaran
Kebanyakan orang yang terkena infeksi virus encephalitis mengalami
gejala ringan, seperti gejala flu dan rasa sakit di badan tak berlangsung lama.
Dalam beberapa kasus, penderita encephalitis tak menunjukkan gejala
apapun. Gejala yang biasa timbul antara lain:
- Sakit kepala
- Cepat marah
2
- Kelelahan
- Demam
- Sakit persendian
- Perubahan kepribadian
- Penglihatan ganda
- Kejang
- Otot lemah
- Menggigil
- Hilang kesadaran
- Kejang
- Gangguan mental
- Badan kaku
3
- Menangis terus-menerus
- Muntah-muntah
- Benjolan di ubun-ubun
4
bawah oleh sebab terlalu panjang), pergerakan biji mata terganggu dan
nystagmus (matanya bergetar).
Terkadang pikiran orang tersebut kacau dan gelisah.lama penyakit ini
sampai berbulan-bulan dankadang-kadang bertambah parah yang
disebabkan oleh pneumia atau keadaan badanya yang bertambah lemah,
sehingga penyakit ini bisa menahun. Sesudah masa latergi maka terjadi
masa parkinsonisme, dengan ciri-ciri pergerakan sedikit danlambat,
badannya menyondong, hipersalivasi, penglihatan terganggu dan lain-lain
.
3) Encephalitis haemorrhagica acuta pada orang dewasa.
Penyakit ini banyak dijumpai pada wabah influenza. Dengan tanda-
tanda sakit kepala, pinsan, sewaktu demam tinggi serta bisa meninggal.
Selain itu juga pikirannya kacau, buta sebelah, tetapi hanya beberapa
hari/minggu, setelah itu keadaanya baik kembali.
4) Japanese Encephalitis
Encephalitis ini dapat dibiakkan di dalam berbagai macam kultur
jaringan misalnya embrio anak ayam, jaringan kelinci, tikus, manusia dan
kera.Yaitu penyakit akut ygdisebabkan oleh arbovirus yang ditularkan oleh
binatang melalui gigitan nyamuk dan menimbulkan gangguan pada
susunan syaraf pusat yaitu pada otak, sumsum tulang dan selaput otak.
Penyebab penyakit ini adalah virus Japanese Encephalitis (Virus JE) yaitu
flavirus yang termasuk arbovirus grup B sehingga tergolong dalam virus
RNA yang mempunyai selubung (enveloped virus) berukuran 35-40 m.
Virus JE merupakan penyebab penyakit zoonosis yang terutama
menginfeksi binatang akan tetapi dapat ditularkan pada manusia. Babi
merupakan sumber utama penularan meskiupun kuda, sapi, kerbau, anjing
dan burung mungkinjuga berperan dalam penularan JE manusia.
Penyakit zoonosis yang sumber utamanya adalah babi, yang
ditularkan dari babi dan dari babi ke manusia oleh nyamuk Culex
Tritaeniorhynchus dan Culex Vishraei serta nyamuk Culex Gelidus,
nyamuk tersebut berkembang biak di sawah-sawah dan kolam yang
dangkal. Nyamuk ini sesudah menghisap darah binatang yang
5
mengandung virus akan berkembang menjadi infektif dalam waktu 9-12
hari. Di Indonesia ketika spesies nyamuk tersebut yang senang menghisap
darah manusia di samping darah babi. Penyakit ini teruama menyerang
anak-anak usia sekolah terutama anak umur 2-5 tahun, meskipun orang
dewasa juga dapat diserang.
Ensefalitis supurativa, abses otak
Penyebab radang bernanah jaringan otak antaranya
staphylococcus aureus, streptococcus, eschericia coli. Peradangan
dapat menjalar ke dalam otak dari otitis media, mastoiditis,
sinusitis, atau dari plemia yang berasal dari radang, abses di dalam
paru, bronkiektasi, empiema, osteomielitis tengkorak pada fraktura
terbuka, trauma yang menembus ke dalam otak, trombolefbitis. Di
dalam otak mula-mula terjadi radang local disertai sebukan
leukosit polimorfonuklear. Di sekeliling daerah yang meradang
berproliferasi jaringan ikat dan astrosit, yang membentuk kapsula.
Jaringan yang rusak mencair dan terbentuklah abses.
Tanda dan gejala abses otak adalah gejala infeksi umum,
tanda-tanda meningkatnya tekanan intracranial, yaitu nyeri kepala
yang kronik progresif, muntah, penglihatan mengabur, kejang,
kesadaran menurun. Terapi yang dapat diberikan ampisilin 4x3-4 g
dan kloromisetin 4x1 g per 24 jam intravena, selama 10 hari.
Bersama dengan antibiotika dapat diberikan kortison untuk
mengurangi odema otak. Bila abses besar dan operable, dapat
dipertimbangkan eksisi. Angka kematian penyakit ini dapat
mencapai 50%.
Lues Sistem saraf sentral
Lues pada stadium II dapat menyebabkan arteritis yang
mungkin pula mengenai arteri-arteri otak. Gejala-gejala neurologic
timbul bila terjadi thrombosis dengan akibat infark.
Pada stadium III di dalam jaringan otak dapat timbul guma
yang merupakan jaringan granulasi yang terdiri dari kumpulan sel-
sel epiteloid, sel-sel plasma, limfosit yang mengelilingi daerah
6
yang mengiju. Di dalam daerah yang mengiju pada guma masih
terdapat pembuluh darah. Guma memberikan gejala-gejala seperti
tumor serebri disertai tes serologic terhadap lues yang positif dan
tanda radang limfositer di dalam cairan otak.
Tabes dorsalis juga merupakan manifestasi lues pada stadium
III. Radang terjadi di dalam epineurium radiks dorsalis saraf spinal
daerah lumbal. Serat-serat saraf sensorik dalam yang terletak di
bagian luar radiks akan tercerut dan menimbulkan gejala ataksia
spinal. Selain itu pada tabes dorsalis juga terdapat kelainan pada
pupil yang ditemukan oleh Argyll dan Robertson; pupil tidak
bereaksi pada perangsangan cahaya tetapi dapat menciut pada
konvergensi.
Pada stadium IV terjadi ensefalitis leutika kronika progrestiva.
Otak, terutama di daerah frontal dan temporal menjadi atrofik.
Serat-serat saraf mengalami demielinisasi. Karena pada akhirnya
penderita mengalami kelumpuhan penyakit ini disebut demensia
paralitika.
Gejala mental yang dijumpai adalah timbulnya proses
demensia yang progresif. Intelgensi mundur perlahan-lahan yang
mula-mula tampak pada kurang efektifnya kerja, daya konsentrasi
mundur, daya ingat berkurang, daya pengkajian terganggu. Pasien
kemudian menjadi tak acuh terhadap uang. Pada sebagian timbul
waham-waham kebesaran, sebagian menjadi depresif, lainnya
maniakal.
Terapi lues terdiri atas pemberian penisilin G600 mg IM per
hari selama 20 hari. Bila pasien alergik terhadap penisilin, dapat
diberikan eritromisin 4x500 mg per os selama 30 hari.
Kloramfenikol dan klortetrasiklin juga efektif.
Riketsiosis serebri
Riketsia dapat masuk ke dalam tubuh melalui gigitan kutu dan
dapat menyebabkan ensefalitis. Di dalam dinding pembuluh darah
timbul nodule yang terdiri atas sebukan sel-sel mononuclear, yang
7
terdapat pula di sekitar pembuluh darah di dalam jaringan otak. Di
dalam pembuluh darah yang terkena akan terjadi thrombosis.
Gejala-gejalanya ialah nyeri kepala, demam, mula-mula sukar
tidur, kemudin kesadaran dapat menurun. Gejala-gejala neurologik
menunjukkan lesi yang tersebar. Mungkin pula didapatkan tanda-
tanda perangsangan meninges. Saraf-saraf cranial dan perifer
lainnya mungkin pula terkena. Cairan otak menunjukkan radang
limfositer. Terapi penyakit ini adalah pemberian kloramfenikol
intravena, tetrasiklin dapat pula menolong.
Malaria Otak
Malaria otak terjadi pada malaria tropika yang disebabkan
plasmodium palcifarum. Gangguan utama terdapat di dalam
pembuluh darah mengenai eritrosit. Sel darah merah yang
terinfeksi parasit menjadi likat dan melekat satu pada lainnya,
timbullah penyumbatan-penyumbatan. Daerah di sekitar kapiler-
kapiler menjadi nekrotik disertai gliosis di sekelilingnya.
Gejala-gejalanya ialah demam tinggi, kesadaran menurun
hingga koma, mungkin ada kejang-kejang umum. Kelainan-
kelainan neurologic yang timbul bergantung pada lokasi keruakan
kerusakan.
Terapi terdiri atas pemberian kinina 10 mg/kg BB dalam infuse
selama 4 jam, setiap 8 jam, hingga tampak perbaikan pengobatan
selanjutnya dapat diberikan per os. Untuk mengurangi edema otak
baik diberikan rangkaian pengobatan dengan kortison.
Toksoplasmosis
Toxoplasma gondii pada orang dewasa biasanya tidak
menimbulkan gejala-gejala kecuali dalam keadaan dengan daya
imunitas yang lemah. Pada fetus yang berkembang, parasit ini
dapat merusak otak. Bila daya tahan tubuh melemah seperti terjadi
pada AIDS atau karena pengobatan dengan imunosupresan.
Toksoplasma dapat menyebabkan meningoensefalitis.
8
Diagnostic ditegakkan dengan pemeriksaan serologic darah,
cairan otak dengan jumlah limfosit yang meningkat dan
toksoplasma, kadar protein juga meninggi. Pada foto rontgen
kepala dapat tampak kalsifikasi. Sken tomografik dapat
memperlihatkan perkapuran dan hidrosefalus. Terapi yang
diberikan sulfadiazine 100mg/kg BB dan pirimetazin 1 mg/kg BB
per os selama 1 bulan. Spiramisin 3x500 mg per hari dapat pula
menolong
.
Mebiosis
Ameba genus Naegleria dapat masuk ke dalam tubuh melalui
hidung ketika berenang di dalam air yang terinfeksi dan kemudian
menimbulkan meningoensefalitis akuta.
Gejala-gejalanya ialah demam akuta, nausea, muntah, nyeri
kepala, kaku tengkuk, kesadaran menurun. Cairan otak agak kerug
dan banyak mengandung leukosit polimorfonuklear, kadar glukosa
menurun dan kadar protein meningkat. Terapi Rifampisin 8 mg/kg
BB per hari dan amfoterisin B
Sistiserkosis
Cysticercus cellulosae ialah stadium larva Taenia Sodium. Bila
telur cacing ini tertelan dan menetas di dalam lambung, larva
menembus mukosa dan masuk ke dalam pembuluh darah,
menyebar ke seluruh badan. Larva dapat tumbuh menjadi
sistiserkus, berbentuk kista didalam ventrikel dan parenkim otak.
Bentuk resemosanya tumbuh di dalam meninges atau tersebar di
dalam sisterna. Jaringan akan bereaksi dan membentuk kapsula di
sekitarnya. Gejala-gejala neurologic yang timbul bergantung pada
lokasi kerusakan.
Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan feses terhadap telur
Taenia Solium, cairn otak yang mugkin menunjukkan adanya
leukosit eosifonil, kadar globulin gama yang meninggi, kadar
9
glukosa menurun, test fiksasi komplemen yang posistif. Pada foto
rontgen kepala mungkin ditemukan kista-kista yang mengapur
yang terlihat lebih jelas pada sken tomografik.
Eknokokkosis
Ecchinococcus granulosus dapat membentuk kista hidatidosa
di dalam otak dan menimbulkan gejala-gejala tumor serebri.
Skistosomiasis
Schistosoma japonica dapat menimbulkan ensefalitis difus atau
granuloma yang menimbulkan gejala seperti tumor otak. Gambaran
yang ditimbulkan infeksi fungus pada sistim saraf sentral ialah
meningoensafalitis purulenta. Fungus yang dapat menimbulkan
radang ini antaranya : Candida albicans, cryptoccocus neoformans .
coccidiodes immitis, Aspergillus fumagatus, Mucor mycosis.
Factor yan memudahkan timbulnya infeksi ialah daya imunitas
yang rendah, pengobatan dengan imunosupresan, antibiotika
diabetes mellitus, neoplasma ganas.
Terapi: Amfoterisin B dengan dosis 0.1 0.25 g/kg BB dd
intravena, sekali dalam dua hari, dapat dinaikkan hingga 0.5 g/kg
BB, diberikan dua kali seminggu selama minimal 6 minggu. Obat
ini toksik. Miconaol dapat diberikan intravena pula denan doszis
30 mg/kg BB.
Ensefalitis virus
Virus yang menimbulkan radang otak pada manusia dapat
dibagi sebagi berikut :
Virus RNA
- Paramiksovirus : Virus parotitis, virus morbili
- Rabdovirus : Virus rabies
- Togavirus : Virus rubella
- Flavivirus (virus ensefalitis Jepang B, virus dengue)
- Pikonavius : Enterovirus ( Virus polio,
Coxsackie A, B, echovirus)
- Arenavirus : Virus korlomeningitis limfositaria
10
Virus DNA
- Herpes virus : Herpes zoster-varisela, herpes
simpleks, sitomegalovirus, virus Epstein-barr
- Poxvirus : AIDS
Gejala
Penyakit dimulai dengan demam, nyeri kepala, vertigo,
nyeri badan, nausea, kemudian kesadaran menurun, timbul
serangan kejang-kejang. Defisit neurologic yang timbul bergantung
pada lokasi kerusakan yang terjadi.
Virus parolitis meskipun jarang dapat menimbulkan
meningitis dan ensefalitis. Rabies masuk ke dalam tubuh melalui
gigitan hewan yang sakit. Virus mula-mula berkembang di dalam
otot, kemudian masuk melalui saraf kapiler ke dalam otak dalam
waktu beberapa bulan. Virus tumbuh dan berkembang di dalam sel-
sel saraf. Timbul gejala hidrofobia yaitu mengejangnya otot-otot
esophagus dan pernafasan bila air atau makanan dimasukkan ke
dalam mulut, hinga timbul rasa nyeri dan dyspnea. Setelah
serangan ini berhenti, timbul sialorea dan hyperhidrosis. Kemudian
timbul kelumpuhan saraf-saraf kranial dan paralisis flaksida lengan
dan tungkai.
Virus Jepang B biasanya menimbulkan kerusakan pada
batang otak. Virus dengue sering menimbulkan lesi pada traktus
piramidalis; mungkin timbul deserebrasi atau dekortikasi. Virus
poliomyelitis tersering menyerang kornu motoric medulla spinalis
dengan akibat timbulnya kelumpuhan flaksdia pada otot-otot
proksimal ekstremitas. Virus Coxakie biasanya menyerang
sereblum dan maninges, mungkin medula spinalis. Echovirus
menimbulkan radang terutama pada batang otak dan sereblum yang
biasanya sembuh sendiri. Herpes simpleks menimbulkanradang
pada otak di daerah temporal dan orbitofrontal. Sitomegalovirus
adalah penyeb ensefalitis pada fetus dalam kandungan dengan
akibat tergantungnya perkembangan otak.
11
AIDS (Acquired immune Defiency Syndrome) disebabkan
oleh retrovirus Human Imune Deficiency Virus (HIV) yang
menyerang limfosit T penolong, monosit, endotel, neuron dan sel
glia. Pada stadium I timbul limfadenopati umum, mungkin pula
hepatosplenomegali. Dapat timbul kompleks gejala yang terdiri
atas rasa lelah kronik, berkeringat di waktu malam, diare, herpes
simpleks, kandidias mulut. Pada stadium lnjut terjadi demensia,
disorientasi, ganguan penglihatan dan perubahan kepribadian.
Karena merendahnya daya tahan dapat timbul penyakit-penyakit
infeksi oleh virus lain, bakteri, fungus, protozoa.
Pemeriksaan yang harus dilakukan
Pada pemeriksaan badan perlu diperiksa kelainan pada
kulit, glandula parotis, kelenjar getah bening untuk mencari
kelainan-kelainan yang mungkin dapat menunjukkan
penyebabnya.
Pemeriksaan darah perifer rutin, titer antibody terhadap
virus
Cairan otak: jumlah limfosit, monosit meningkat, kadar
protein meninggi ringan, kadar glukosa normal, kultur virus bila
mungkin.
EEG
Bila mungkin sken tomografik
Terapi simtomatik diberikan untuk menurunkan demam,
mencegah kejang. Kortison untuk mengurangi edema otak.
Pengobatan antivirus baru ditemukan terhadap virus herpes
simpleks. Varisela-zoster yaitu acyclovir intravena dengan dosis 10
mg/kg BB, 3 kali sehari selama 10 hari, atau per os 200 m tiap 4
jam. Bila Hg turun hingga 9, turunkan dosis hingga 200 mg tiap 8
jam. Bila Hb kurang dari 7, hentikan pengobatan dan baru
diberikan lagi setelah Hb normal kembali dengan dosi 200 mg per
8 jam.
Paralisis Otak
12
Paralisis otak (cerebral Palsy) ialah kelainan motoric yang
terdapat pada bayi dan kanak-kana akibat kerusakan pada jaringan
otak dengan gejala-gejala utama tetraplegia, himplegia, paraplegia,
rigiditas, gerakan-gerakan khoreoatetoid, ataksia, daerah-daerah
otak yang mengalami kerusakan ialah korteks motoric, traktus
kortikospinalis, ganglia basal, batang otak, sereblum, akibat
malformasi, perdarahan otak ketika lahir, infeksi prenatal, perinatal
atau postnatal, trauma kapitis sesudah lahir.
Selain gejala-gejala dibidang motoric mungkin pula ada
gangguan neurologik lain seperti gangguan penglihatan, gangguan
pendengaran, gangguan fungsi kortikal luhur. Selain pemeriksaan
klinis biasa yang perlu dilakukan ialah EEG, foto Rontgen kepala,
bila disangka penyebabnya infeksi semua pemeriksaan yang
mungkin dilakukan untuk mencari infeksi itu.
Karena paralisis otak merupakan keadaan cacat, anak-anak
dengan paralisis otak memerlukan penanganan khusus oleh suatu
tim yang terdiri atas ahli fisioterapi, ahli neurologi, ahli psikologi,
ahli psikiatri, ahli bedah dll. Untuk pendidikan selanjutnya pada
sebagiannya diperlukan pendidikan khusus.
Klasifikasi
Klasifikasi menurut Soedamo dkk, (2008) adalah :
a. Encephalitis fatal yang biasanya didahului oleh viremia dan
perkembangbiakan virus ekstraneural yang hebat.
b. Encephalitis subklinis yang biasanya didahului viremia
ringan, infeksi otak lambat dan kerusakan otak ringan.
c. Encephalitis dengan infeksi asimptomatik yang ditandai
dengan hampir tidak adanya viremia dan terbatasnya replikasi
ekstraneural.
d. Enchepalitis dengan infeksi persisten, yang dikenal dengan
Japanes B Encephalitis
13
D. PATOFISIOLOGI
Encephalitis disebabkan oleh mikroorganisme : bakteri, protozoa, cacing,
jamur, spirokaeta dan virus. Macam-macam Encephalitis virus menurut Robin:
a) Infeksi virus yang bersifat epidermik :
Golongan enterovirus = Poliomyelitis, virus
coxsackie, virus ECHO.
Golongan virus ARBO = Western equire encephalitis, St. louis
encephalitis, Eastern equire encephalitis, Japanese B. encephalitis, Murray
valley encephalitis.
b) Infeksi virus yang bersifat sporadic : rabies, herpes simplek, herpes
zoster, limfogranuloma, mumps, limphotic, choriomeningitis dan jenis
lain yang dianggap disebabkan oleh virus tetapi belum jelas.
c) Encephalitis pasca infeksio, pasca morbili, pasca varisela, pasca
rubella, pasca vaksinia, pasca mononucleosis, infeksious dan jenis-jenis
yang mengikuti infeksi traktus respiratorius yang tidak spesifik.
d) Reaksin toxin seperti pada thypoid fever,
campak, chicken pox.
e) Keracunan : arsenik, CO.
Penyebab encephalitis kebanyakan karena infeksi virus. Beberaba
contohnya antara lain:
Virus Herpes
Arbovirus yang ditularkan lewat nyamuk,
kutu dan serangga lainnya
Rabies ditularkan melalui gigitan binatang
seperti anjing dan monyet
Encephalitis dibagi dalam dua jenis, didasarkan pada cara virus menyerang
otak:
14
infeksi itu menyebar ke otak. Penularan bakteri seperti penyakit
Lyme juga kadang-kadang memicu terjadinya encephalitis.
PATWAY
Resiko
Peradangan di
Peningkatan TIK
Ensephalitis
16
E. KOMPLIKASI
Kondisi encephalitis parah dapat menyebabkan:
Kejang
Gangguan pernapasan
Koma
Kematian
1. Kelelahan
2. Badan lemah
3. Depresi
4. Perubahan kepribadian
1. Pemeriksaan Fisik
Pada klien dengan ensepalitis pemeriksaan fisik lebih difokuskan pada
pemeriksaan neurologis. Ruang lingkup pengkajian fisik keperawatan
secara umum meliputi :
17
a. Keadaan umum
Penderita biasanya keadaan umumnya lemah karena mengalami
perubahan atau penurunan tingkat kesadaran. Gangguan tingkat
kesadaran dapat disebabkan oleh gangguan metabolisme dan difusi
serebral yang berkaitan dengan kegagalan neural akibat proses
peradangan otak.
a.CT Scan
Computed Tomography pada kasus encephalitis herpes simpleks, CT-
scan kepala biasanya menunjukan adanya perubahan pada lobus
temporalis atau frontalis, tapi kurang sensitif dibandingkan MRI.
Kira-kira sepertiga pasien encephalitis herpes simpleks mempunyai
gambaran CT-scan kepala yang normal
18
Encephalitis pada herpes simplex
b. MRI
MRI (magnetic resonance imaging) merupakan pemeriksaan
penunjang yang paling dianjurkan pada kasus encephalitis. Bila
dibandingkan dengan CT-scan, MRI lebih sensitif dan mampu untuk
menampilkan detil yang lebih bila terdapat adanya kelainan-kelainan.
Pada kasus encephalitis herpes simpleks, MRI menunjukan adanya
perubahan patologis, yang biasanya bilateral pada lobus temporalis
medial dan frontal inferior.
19
Gambaran cairan serebrospinal dapat dipertimbangkan. Biasanya
berwarna jernih, jumlah sel 50-200 dengan dominasi limfosit. Kadar
protein meningkat, sedangkan glukosa masih dalam batas normal.
Pada fase awal penyakit encephalitis viral, sel- sel di LCS sering
kalipolimorfonuklear, baru kemudian menjadi sel- sel. LCS sebaiknya
dikultur untuk mengetahui adanya infeksi virus, bakteri &jamur. Pada
encephalitis herpes simpleks, pada pemeriksaan LCS dapat ditemukan
peningkatan dari sel darah merah, mengingat adanya proses
perdarahan diparenkim otak. Disamping itu dapat pula dijumpai
peningkatan konsentrasi protein yang menandakan adanya kerusakan
pada jaringan otak. Pada feses ditemukan hasil yang positif untuk
entero virus. Dengan pemeriksaan pencitraan neurologis
(neuroimaging), infeksi virus dapat diketahui lebih awal dan biasanya
pemeriksaan ini secara rutin dilakukan pada pasien dengan gejala
klinis neurologis.
c. EEG (Electroencephalography)
20
tapi kurang dalam hal spesifisitas. Sensitifitas EEG kira kira 84 %
tetapi spesifisitasnya hanya 32.5% Gambaran elektroensefalografi
(EEG) sering menunjukkan aktifitas listrik yang merendah yang
sesuai dengan kesadaran yang menurun
d. Biopsi Otak
Paling sering digunakan untuk diagnosis dari herpes simplex
encephalitis bila tidak mungkin menggunakan metode DNA atau CT
atau MRI scan. Dokter boleh mengambil sample kecil dari jaringan
otak. Sampel ini dianalysis dilaboratorium untuk melihat virus yang
ada. Dokter boleh mencoba treatment dengan antivirus medikasi
sebelum biopsi otak.
G. Penatalaksanaan
21
kanan leher, ketiak, selangkangan, daerah proksimal betis dan diatas
kepala. Sebagai hibernasi dapat diberikan largaktil 2 mg/kgBB/hari dan
phenergan 4mg/kgBB/hari IV atau IM dibagi dalam 3 kali
pemberian. Diberikan antipiretikum sepeb rti parasetamol, bila keadaan
telah memungkinkan pemberian obat peroral. Untuk mengurangi edema
serebri dengan deksametason 0,2 mg/kgBB/hari IM dibagi 3 dosis dengan
cairan rendah natrium. Bila terdapat tanda peningkatan tekanan
intrakranial, dapat diberikan manitol0,5-2 g/kgBB IV dalam periode 8-12
jam.
H. Diagnosa Banding
a. Meningitis TB
Meningitis tuberkulosis adalah peradangan pada selaput meningen,
cairan serebrospinal dan spinal kolumna yang menyebabkan proses infeksi
pada sistem saraf pusat (Harsono, 2005).
b. Sidrom reye
Adalah disfungsi multiorgan akut yang jarang terjadi yang
menimbulkan efek paling mematikan pada otak dan hepar yang
disebabkan oleh virus.
c. Abses otak
Suatu proses infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang melibatkan
parenkim otak, terutama disebabkan oleh penyebaran infeksi dari focus
yang berdekatan atau melalui sistem vascular.
d. Tumor otak
Adalah tumbuhnya sel abnormal pada otak. Tumor otak dapat berasal
dari otak atau kanker yang berasal dari bagian tubuh lain dan merambat ke
otak.
e. Encefalopati
Adalah kerusakan pada otak atau malfungsi otak yang disebabkan
oleh infeksi bakteri, kekurangan oksigen pada otak, gagal ginjal dan nutrisi
yang buruk. Ditandai dengan demensia, koma dan berakhir dengan
kematian.
I. PENCEGAHAN
22
Cara terbaik untuk mencegah encephalitis adalah menghindari virus
yang dapat menyebabkan penyakit ini. Itu artinya, mulai melakukan
pencegahan terhadap vius herpes. Juga penting untuk menjalani imunisasi
untuk melawan virus penyebab encephalitis, seperti cacar air, campak
(rubeola), gondok dan campak Jerman (rubella).
Untuk melindungi Anda dan keluarga Anda dari serangan nyamuk pembawa
virus penyebab encephalitis, lakukan pencegahan seperti:
Jaga agar nyamuk tak masuk rumah. Tutup lubang udara di rumah
dengan kasa nyamuk, demikian juga dengan jendela dan pintu agar
dilengkapi dengan pintu kasa.
A. PENGKAJIAN
23
(1) Identitas Pasien
Nama :
Umur :
Alamat :
Pekerjaan :
No. Reg :
Tgl. MRS :
Tgl. Pengkajian :
Dx Medis :
(2) Identitas Penanggung Jawab
Nama :
Umur :
Pekerjaan :
Hub. dgn pasien :
(3) Riwayat Kesehatan
Keluhan utama :
Riwayat penyakit sekarang :
Riwayat kehamilan dan kelahiran:
Riwayat kesehatan keluarga
(4) Pola Kesehatan Fungsional Pola Gordon
Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Pola nutrisi dan metabolic
Pola cairan dan metabolic
Pola istirahat dan tidur
Pola aktivitas dan latihan
Pola eliminasi
Pola persepsi dan kognitif
Pola reproduksi dan seksual
Pola persepsi dan konsep diri
Pola mekanisme koping
Pola nilai dan kepercayaan
(5) Pengkajian Fisik
24
Keadaan umum pasien
Kesadaran
Pemeriksaan TTV
(6) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan radiologic
3) Nyeri akut b/d adanya proses infeksi yang ditandai dengan anak
menangis, gelisah.
4) Hambatan mobilitas b/d penurunan kekuatan otot yang ditandai
dengan ROM Terbatas.
5) Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak b/d edema serebral
yang mengubah/ menghentikan aliran darah arteri/vena
6) Resiko cedera b/d aktivitas kejang umum
7) Ketidakmampuan koping keluarga b/d prognosis penyakit,
perubahan psikososial, perubahan persepsi kognitif, perubahan aktual
dalam struktur dan fungsi dalam ketidakberdayaan
8) Distres spiritual b/d ketidakmampuan berinteraksi sosial,
perubahan hidup, sakit kronis
9) Resiko infeksi b/d diseminata hematogen dari petogen
10) Defisit perawatan diri b/d kerusakan sensorik motorik (kerusakan
susunan saraf pusat), ergerakan terganggu
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
25
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Dx
1. Hipertermi
Definisi : peningkatan
suhu tubuh di atas
kisaran normal
Batasan karakteristik :
26
pucat a. BB pasien dalam batas
Ketidakmampuan normal
memakan makanan b. Monitor adanya penurunan
Tonus otak menurun berat badan
Mengeluh gangguan c. Monitor tipe dan jumlah
sensasi rasa aktivitas yang biasa
Mengeluh asupan
dilakukan
makanan kurang dari d. Monitor interaksi anak atau
RDA (Recommended orang tua selama makan
Daily Allowance) e. Monitor lingkungan selama
Cepat kenyang setelah makan
makan f. Jadwalkan pengobatan dan
Sariawan rongga tindakan tidak selama jam
mulut makan
Steatorea g. Monitor kulit kering dan
Kelemahan otot
perubahan pigmentasi
pengunyah h. Monitor turgor kulit
Kelemahan otot untuk i. Monitor kekeringan, rambut
menelan kusam, dan mudah patah
j. Monitor mual dan muntah
Faktor-faktor yang k. Monitor kadar albumin, total
berhubungan : protein, Hb, dan kadar Ht
l. Monitor pertumbuhan dan
Faktor Biologis
perkembangan
Faktor Ekonomi
m.Monitor pucat, kemerahan,
Ketidakmampuan
dan kekeringan jaringan
untuk mengabsorbsi
konjungtiva
nutrient n. Monitor kalori dan intake
Ketidakmampuan
kalori
menelan makanan o. Catat adanya edema,
Ketidakmampuan
hiperemik, hipertonik papilla
untuk mencerna
lidah dan cavitas oral
makanan p. Catat jika lidah berwarna
Faktor psikologis
magenta, scarlet
3. Nyeri akut NOC : NIC :
27
nyeri (tahu penyebab 3. Bantu pasien dan keluarga
nyer, mampu untuk mrncari dan
menggunakan teknik menemukan dukungan
nonfarmakologi untuk 4. Kontrol lingkungan yang
mengurangi nyeri, dapat mempengaruhi nyeri
mencari bantuan) seperti suhu rungan,
2. Melaporkan bahwa pencahayaan dan kebisingan
nyeri berkurang dnegan 5. Kurangi faktor presipitasi
menggunakan nyeri
manajemen nyeri 6. Kaji tipe dan sumber nyeri
3. Mampu mengenali untuk menentukan intervensi
nyeri (skala, intensitas, 7. Ajarkan tentang teknik non
frekuensi dan tanda farmakologi : napas dala,
nyeri) relaksasi, distraksi, kompres
4. Menyatakan rasa hangat/dingin
nyaman setelah nyeri 8. Berikan informasi tentang
berkurang nyeri seperti penyebab nyeri,
5. Tanda vital dalam berapa lama nyeri akan
rentang normal berkurang dan antisipasi
6. Tidak mengalami ketidaknyamanan dari
gangguan tidur prosedur
9. Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
analgesik
4. Hambatan mobilitas fisik NOC NIC
28
5. Resiko ketidakefektifan
perfusi jaringan otak
29
gejala infeksi
17. Ajarkan cara
menghindari infeksi
7. Defisit perawatan diri NOC NIC
30
mempertahankan 7. Menyiram
mobilitas yang toilet/membersihkan
diperlukan untuk ke penghapusan alat (commode,
kamar mandi dan pispot)
menyediakan 8. Menyediakan alat bantu
perlengkapan mandi (misalnya, kateter eksternal
7. Mampu duduk dan atau urinal)
turun dari kloset 9. Memantau integritas kulit
8. Mengenali dan pasien
mengetahui kebutuhan
bantuan untuk eliminasi
9. Mampu untuk Self care assistance:
mengenakan pakaian dressing/grooming
dan berhias sendiri
1. Pantau tingkat kekuatan
secara mandiri atau
dan toleransi aktivitas
tanpa alat bantu 2. Pantau peningkatan dan
10. Menggunaka
penurunan kemampuan untuk
n pakaian secara rapi
berpakaian dan melakukan
dan bersih
11.Mampu melepas perawatan rambut
3. Sediakan pakaian pasien
pakaian, kaus kaki dan
pada tempat yang mudah
sepatu
12. Menunjukka dijangkau (di samping tempat
n rambut yang rapi dan tidur)
4. Fasilitasi pasien untuk
bersih
13. Menggunaka menyisir rambut, bila
n tata rias memungkinkan
5. Dukung kemandirian dalam
berpakaian, berhias, bantu
pasien jika diperlukan
6. Pertahankan privasi saat
pasien berpakaian
7. Bantu pasien untuk
menaikkan, mengancingkan,
dan meresleting pakaian, jika
diperlukan
8. Gunakan alat bantu
tambahan (missal sendok,
pengait kancing, dan penarik
resleting) untuk menarik
pakaian jika diperlukan
9. Beri pujian atas usaha
untuk berpakaian sendiri
10. Gunakan terapi
fisik dan okupasi sebagai
sumber dalam perencanaan
tindakan pasien dalam
perawatan pasien dengan alat
31
bantu
D. IMPLEMENTASI
E. EVALUASI
32
DAFTAR PUSTAKA
Adams, R.D & Victor, M. 1985 Principle of Neurologi, 3rd Newyork: Graw Hill
Book co.
Anonim. 2002. Encephalitis. (online) available:
http://www.go4healthylife.com/articles/1002/1/Enchepalitis/Page1.html
(28 September 2015)
Anonim. 2014. Encephalitis. (online) Available:
https://www.scribd.com/doc/42487234/Encephalitis#download (28
September 2015)
Brunner / Suddarth. 1984. Medical Surgical Nursing. JB Lippincot Company :
Philadelphia.
Doenges, Marilyn E . 1993. Nursing Care Plans, F.A.Davis Company
:Philadelphia.
Harsono.1996. Kapita Selekta Neurologi, Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press
Herdman, T. Heather. 2012. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi
2012-2014. Jakarta: EGC
Laboratorium UPF Ilmu Kesehatan Anak.1998. Pedoman Diagnosis dan Terapi
Fakultas Kedokteran UNAIR Surabaya.
Lubis Imran, 1983. Penyakit Japaness Encephalitis. (online) available:
http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/BPK/article/view/582/1253
(28 September 2015)
Mansjoer,et al.2001. Kapita Selekta Kedokteran volume 1 edisi 3. Jakarta : Media
Aesculapius
Muttaqin Arif.2008.Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika
33