Professional Documents
Culture Documents
Oleh :
Laela Fitriana
Pembimbing :
dr. Bobi Prabowo, Sp.EM
Pendamping :
dr.Yulita Wahyu W
dr.Heru Dwi Cahyono
PENDAHULUAN
2.1 Epidemiologi
Perdarahan saluran cerna atas merupakan suatu kegawatan dibidang gastroenterologist di
seluruh dunia (Cremers et.al, 2014). Perdarahan saluran cerna atas merupakan kasus kegawatan
saluran cerna yang paling sering ditemui dan dapat berpotensi menyebabkan gangguan
hemodinamik dan kematian (Alison et al, 2014). Prevalensi kejadianya mencapai 150 per
100.000 orang dewasa pertahunnya. Angka mortalitasnya mencapai 10% yang menunjukkan
belum adanya perubahan selama 30 tahun terakhir meski telah ditemukan metode diagnostic dan
terapi modern (Cremers et.al, 2014). Perdarahan saluran cerna atas telah dilaporkan
menyebabkan 250.000-300.000 kasus rawat inap dan 15.000-30.000 kematian per tahun di USA.
Bahkan studi terbaru menyebutkan bahwa perdarahan saluran cerna atas menyebabkan kematian
yang signifikasinya mirip dengan kasus infark miokard (0,64% versus 0,77%).
Berdasarkan penyebabnya, perdarahan saluran cerna atas dapat dikategorikan menjadi
varises dan non-varises. Penyebab non varises sendiri meliputi penyakit ulkus peptik (20-50%),
gastroduodenal erosions (8-15%), esophagitis (5-15%), Mallory-Weiss tear (8-15%), dan
malformasi arteriovenous/gastric antral vascular ectasia (5%) (Alison et al, 2014). Selain itu
menurut Fauci et al (2009), penyebab tersering perdarahan saluran cerna atas meliputi ulkus
peptik, gastropathy (alcohol,aspirin,NSAID,stress), esophagitis, gastroesophageal varices,
Mallory-Weiss tear (robeknya mukosa pada gastroesophageal junction karena muntah).
Perdarahan varises ditunjukkan 60-65% dari episode perdarahan pada pasien dengan sirosis.
Kesembuhan pasien sirosis dengan perdarahan varises sangat berhubungan erat dengan
keparahan penyakit liver yang mendasari (Cremers et.al, 2014).
Di Indonesia perdarahan karena ruptur varises gastroesofagus meupakan penyebab tersering
yaitu sekitar 50-60%, gastritis erosiva sekitar 25-30%, ulkus peptik sekitar 10-15% dan karena
sebab lain <5%. Mortalitas secara keseluruhan masih tinggi yaitu sekitar 25%, kematian pada
penderita roptur varises bisa mencapai 60% sedangkan kematian pada perdarahan non varises
sekitar 9-12% (IDI, 2013).
2.2 Definisi
Secara anatomi, perdarahan saluran cerna atas didefinisikan sebagai perdarahan dari saluran
cerna yang sumber perdarahannya terdapat di proximal dari ligament of Treitz, yaitu dari
esofagus sampai sepertiga bagian duodenum (Alison et al, 2014).
Pasien sirosis hepatis dengan perdarahan varises memiliki resiko tinggi terinfeksi bakteri,
yang akan berhubungan dengan terjadinya perdarahan berulang dan meningkatkan angka
mortalitas. Namun hal ini dapat dicegah dengan pemberian antibiotik profilaksis. Rekomendasi
untuk antibiotik yang diberikan adalah norfloxacin dengan dosis 400 mg oral dua kali sehari atau
ciprofloxacin 200 mg intravena dua kali sehari bila rute oral tidak memungkinkan. Namun pada
pasien dengan sirosis advanced Child-Pugh B atau C, ceftriaxone lebih efektif dibanding
norfloxacin (Cremers et.al, 2014).
Endoskopi sebaiknya dilakukan secepatnya selama 12 jam setelah pasien masuk rumah sakit
dan terapi endoskopi sebaiknya dilakukan sekaligus setelah diagnosis perdarahan varises
ditegakkan. Kombinasi terapi pemberian obat vasoaktif dan terapi endoskopi lebih efektif
dibandingkan terapi salah satu saja (Cremers et.al, 2014).
2.8 Prinsip Pemberian Transfusi
Batas kadar hemoglobin untuk trnasfusi pada pasien pendarahan saluran cerna atas masih
menjadi kontroversi. Batasan kadar hemoglobin yang direkomendasikan adalah <7 g.dL pada
perdarahan non varises dan <8 g/dL pada perdarahan varises. Selain itu, berdasarkan guideline
perdarahan non varises, direkomendasikan juga kadar hemoglobin yang lebih tinggi pada pasien
dengan komorbid yang signifikan seperti pada penyakit arteri koroner (Alison et al, 2014).
Dibandingkan dengan strategi transfusi liberal, strategi retriksi secara signifikan
memberikan hasil yang lebih baik pada pasien dengan perdarahan saluran cerna atas. Transfusi
darah dengan strategi restriksi dikaitkan dengan penurunan jumlah perdarahan lebih lanjut dan
perdarahan berulang, serta pengurangan tingkat komplikasi dan angka harapan hidup meningkat
(Cremers et.al, 2014).
Koagulopati merupakan masalah menarik pada perdarahan saluran cerna atas. Hal ini dapat
mengindikasikan adanya faktor komorbid pada pasien seperti penyakit liver (Alison et al, 2014).
Koreksi koagulopati dan trombositopenia, yang biasanya muncul pada pasien sirosis dengan
perdarahan varises, tidak diindikasikan oleh para ahli. Transfusi FFP dan platelet yang
berlebihan dapat menyebabkan peningkatan tekanan portal dan mungkin mengakibatkan
perdarahan terus berlangsung dan perdarahan berulang. Namun dari sumber lain mengatakan
pada koagulopati dengan INR 1,5 terdapat perbedaan pendapat tentang transfusi FFP,
mempertimbangkan temuan bahwa koagulopati juga telah dihubungkan dengan 15% laju
mortalitas (Cremers et.al, 2014).
2.9 Prognosis
Prognosis untuk kondisi perdarahan saluran cerna atas adalah dubia, mungkin tidak sampai
mengancam jiwa, namun ad fungsionam dan sanationam umumnya dubia ad malam (IDI, 2013).
Perdarahan varises merupakan kasus kegawatdaruratan dan komplikasi letal pada pasien sirosis,
terutama pada pasien dengan klinis dekompensasi (asites, ensepalopati, perdarahan sebelumnya
atau jaundice). Angka mortalitas pada pasien sirosis dengan perdarahan varises antara 10% dan
20%. Ketika memberikan managemen dari pasien sirosis dengan perdarahan varises, perlu selalu
diingat terdapat dua langkah penting yaitu, managemen perdarahan akut dan mencegah
perdarahan berulang (Cremers et.al, 2014).
BAB III
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn.S
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Lahir : 5 Mei 1955
Usia : 60th
Alamat : Boyolangu
Pekerjaan :-
Pendidikan : SD
Status : Menikah
Suku : Jawa
Agama : Islam
Tanggal MRS : 17 Desember 2015 (23.36)
ANAMNESA (Autoanamnesa)
Keluhan Utama: Muntah Darah
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien mengatakan muntah darah sebanyak dua kali saat dirumah sekitar 2 jam SMRS (pkl
21.00). Muntah darah merah segar. Volume kurang lebih satu gelas aqua tiap kali muntah. Selain
itu pasien juga mengeluh perut nyeri dan mual, dirasakan setelah pasien muntah darah. Badan
lemas, kepala pusing dan nafsu makan menurun. BAK + normal, BAB + normal. BAB hitam -
Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien mengatakan didiagnosa sakit liver mengecil(sirosis) sejak sekitar 3 tahun SMRS. Opname
terakhir sekitar bulan Juli 2015 karena BAB hitam. Dilakukan pemeriksaan endoskopi, dikatakan
perbesaran pembuluh darah tenggorokkan(varises esophagus). Riwayat DM + tidak rutin minum
obat gula. Riwayat hipertensi -.
Riwayat Pengobatan:
Sekitar bulan Juli opname d RSU karena BAB darah dan rutin control poli dalam. Obat yang
biasa diminum Omeprazole, Spirula, Propanolol, Furosemid, Impepsi.
Riwayat Penyakit Keluarga:
Tidak ada keluarga yang menderita sakit yang sama. Orangtua meninggal karena sudah tua.
Riwayat Sosial:
Saat ini pasien tidak bekerja dan hanya menghabiskan waktu dirumah.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Kesan sakit : Tampak sakit sedang
Gizi : kesan gizi kurang
Berat Badan : tidak diukur
Tinggi Badan : tidak diukur
Tanda-tanda Vital
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : 456
Pernapasan : 18 x/menit
Frekuensi nadi : 80 x/menit
Tekanan darah : 100/60 mmHg
Suhu : 360C
KEPALA DAN LEHER
Inspeksi: rambut, bentuk kepala, I: Konjinctiva anemis (+). Rambut dan bentuk kepala dalam
bengkak konjunctiva, konjinctiva batas normal. Tidak ditemukan bengkak konjunctiva, perdarahan
anemis, sklera ikterik, konjunctiva, sklera ikterik,
Palpasi: pembengkakan kelenjar P: Tidak terdapat pembengkakan kelenjar limfe, trakea di
limfe, trakea. tengah.
I: JVP flat.
Pemeriksaan: JVP. Kesimpulan : tampak anemia
TELINGA
Inspeksi: serumen, infeksi, I: Tidak terdapat serumen dan infeksi, membrane timpani
membrane timpani, massa dalam batas normal, tidak terdapat massa
Palpasi: mastoid, massa P: mastoid dalam batas normal, tidak terdapat massa
Kesimpulan : dalam batas normal
HIDUNG
Inspeksi: septum, mukosa, sekret, I: Septum, mukosa dalam batas normal, tidak terdapat sekret,
perdarahan, polip perdarahan, maupun polip
Palpasi: nyeri P: tidak terdapat nyeri tekan
Kesimpulan : dalam batas normal
A:
suara nafas ronchi wheezing
v v - - - -
v v - - - -
v v - - - -
Kesimpulan : dalam batas normal
JANTUNG
Inspeksi: iktus I: Ictus tidak tampak
Palpasi: iktus, thrill P: ictus tidak teraba
Perkusi: batas kiri, batas kanan, P: batas jantung kesan normal
pinggang jantung S1, S2 single, intensitas lemah murmur -, gallop -
Auskultasi: denyut jantung Kesimpulan : dalam batas normal
(frekuensi, irama) S1, S2, S3, S4,
gallop, murmur, ejection click, rub
ABDOMEN
Inspeksi: kontur, striae, sikatrik, I: tidak terdapat kontur, striae, sikatrik, vena
vena P: soepel, nyeri tekan quadran epigastric + , hepar tidak
Palpasi: nyeri, defans/rigiditas, teraba di bawah arcus costae. Defans - , massa -, limpa tidak
massa, hati, limpa, ginjal teraba
Perkusi: resonansi, shifting P: resonansi timpani, shifting dullness -, tidak terdapat
dullness, undulasi undulasi, traube space timpani
Auskultasi: peristaltic usus, bruit, A: bising usus normal
rub Kesimpulan : nyeri tekan quadran epigastric dan kesan
hepar mengecil
PUNGGUNG
Inspeksi: postur, mobilitas, I: postur dan mobilitas dalam batas normal, tidak terdapat
skoliosis, kifosis, lordosis skoliosis, kifosis, maupun lordosis
Palpasi: nyeri, gybus, tumor P: tidak terdapat nyeri, gybus, maupun tumor
Kesimpulan : dalam batas normal
EKSTREMITAS
Inspeksi: simetri, merah, pucat, I: tidak didapatkan kelainan
sianosis, edema, ulkus, varises, kuku, P: akral hangat, kering, pucat
gerak sendi. CRT < 2dtk
Palpasi: akral, edema, denyut nadi Edema
perifer, CRT - -
- -
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Rekaman ECG
Kimia Darah
Parameter Hasil Satuan Nilai Rujukan
SGOT 22 U/I 0-40
SGPT 22 U/I 0-41
BUN 29,3 mg/dL 6 20
Creatinin 1,05 mg/dL 0,51 1,2
Natrium 137 mmol/dl 135-145
Kalium 4,9 mmol/dl 3,5-5,5
Clorida 103 mmol/dl 96-106
Calsium 7,8 mmol/dl 8,6-10,2
WORKING DIAGNOSIS
Hematemesis + Anemia + DM type 2 uncontrolled
GD A= 245mg/dL
Sat O2:98%
18/12/2015 Muntah GCS:456 Hematemesis + Terapi Lanjut
07.00 Perut perih+ T=100/70mmHg Anemia+ DM type 2
(IGD) Mual berkurang N=80x/mnt uncontrolled
RR=22x/mnt
NGT: Profus Suhu=36,50C
GDA = - mg/dL
Sat O2:98%
18/12/2015 Badan Lemas+ GCS:456 Hematemesis + Terapi lanjut
09.00 Mual T= 98/55mmHg Anemia+ DM type 2 Loading NS 0,9% 200cc
(ROI) Perut perih- N=74x/mnt uncontrolled
RR=24x/mnt
Suhu=36,50C
GDA = -mg/dL
Sat O2:98%
18/12/2015 Penurunan kesadaran GCS: 111 Hematemesis + Terapi Lanjut
10.00 Napas tidak adekuat T=80/palpasi Anemia+ DM type 2 Jackson Reeves 15 lpm napas
(ROI) Akral dingin N=100x/mnt uncontrolled spontan (10.50)
RR=28x/mnt + DOC dt Loading NS 0,9% 500cc
Suhu=36,50C Hypovolemic Shock
GDA = 215mg/dL
Sat O2:-
18/12/2015 Penurunan Kesadaran GCS:1x1 Hematemesis + Terapi lanjut
11.00 T=60/palpasi mmHg Anemia+ DM type 2 c/dr Rina Sp.PD: Extra NS 0,9%
N=110x/mnt uncontrolled 500cc kemuadian Drip NE dosis
RR=28x/mnt + DOC dt 0,05mg,bila darah datang
Suhu=35,60C Hypovolemic Shock masukkan 2 kolf (400cc)
GDA = -mg/dL
18/12/2015 Penurunan Kesadaran GCS:2x3 Hematemesis + Terapi Lanjut
12.00 T=70/37mmHg Anemia+ DM type 2 Loading NS 0,9% 500cc
N=125x/mnt uncontrolled
RR=26x/mnt + DOC dt
Suhu=36,60C Hypovolemic Shock
GD A= 189mg/dL
UOP:500cc
18/12/2015 Penurunan Kesadaran GCS:1x1 Hematemesis + Terapi Lanjut
13.00 T=70/37mmHg Anemia+ DM type 2 Loading NS 0,9% 500cc
N=123x/mnt uncontrolled
RR=26x/mnt + DOC dt
Suhu=36,60C Hypovolemic Shock
GD A= mg/dL
18/12/2015 Penurunan Kesadaran GCS:2x3 Hematemesis + Terapi lanjut
14.00 T=70/24mmHg Anemia+ DM type 2
N=125x/mnt uncontrolled
RR=28x/mnt + DOC dt
Suhu=35,60C Hypovolemic Shock
GDA = -mg/dL
Sat O2:99%
18/12/2015 Penurunan Kesadaran GCS:1x1 Hematemesis + Terapi Lanjut
15.00 T=mmHg Anemia+ DM type 2
N=x/mnt uncontrolled
RR=x/mnt + DOC dt
Suhu=36,50C Hypovolemic Shock
GDA = mg/dL
18/12/2015 Penurunan Kesadaran GCS:1x1 Hematemesis + Terapi Lanjut
16.00 T=49/19mmHg Anemia+ DM type 2
N=115x/mnt uncontrolled
RR=24x/mnt + DOC dt
Suhu=36,50C Hypovolemic Shock
GD A= 202mg/dL
18/12/2015 Penurunan Kesadaran GCS:1x1 Hematemesis + Terapi Lanjut
17.00 T=61/16mmHg Anemia+ DM type 2
N=98x/mnt uncontrolled
RR=24x/mnt + DOC dt
Suhu=36,50C Hypovolemic Shock
GDA = mg/dL
Sat O2:89%
18/12/2015 Penurunan Kesadaran GCS:1x1 Hematemesis + Terapi Lanjut
18.00 Pernapasan gasping T=61/16mmHg Anemia+ DM type 2
N=101x/mnt uncontrolled
RR=24x/mnt + DOC dt
Suhu=36,50C Hypovolemic Shock
GDA = mg/dL
Sat O2:92%
18/12/2015 Penurunan Kesadaran GCS:1x1 Hematemesis + Terapi Lanjut
18.45 T=54/26mmHg Anemia+ DM type 2 Sulfas Atropin IV 2 ampul
N=42x/mnt uncontrolled Support Bagging
RR=36x/mnt + DOC dt
Suhu=35,6C Hypovolemic Shock
GDA = mg/dL
Sat O2:89%
18/12/2015 Penurunan Kesadaran GCS:1x1 Hematemesis + Bagging
18.50 T=tidak terukur Anemia+ DM type 2 RJP 5 siklus
N=tidak teraba uncontrolled NE IV 1 amp 5x selang 2 menit
RR= - + DOC dt
Akral dingin Hypovolemic
Sat O2:tidak Shock+Cardiac Arrest
terdeteksi
18/12/2015 - Pupil Midriasis Pasien dinyatakan Px Meninggal --> KRS
19.08 maksimal, reflek meninggal
kornea -
BAB IV
PEMBAHASAN
Perdarahan saluran cerna atas didefinisikan sebagai perdarahan dari saluran cerna yang
sumber perdarahannya terdapat di proximal dari ligament of Treitz, yaitu dari esofagus sampai
sepertiga bagian duodenum (Alison et al, 2014). Pasien biasanya datang dengan keluhan muntah
darah (hematemesis) dan atau BAB hitam (melena). Hematemesis merupakan muntah darah atau
coffe ground yang menunjukkan perdarahan terletak di proksimal dari ligamentum Treitz.
Muntahan darah segar yang tampak menunjukkan banyaknya perdarahan yang sedang
berlangsung, sedangkan muntahan coffe ground menunjukkan perdarahan yang lebih sedikit.
(Kim et al, 2012). Pasien datang ke UGD dengan keluhan muntah darah. Muntahan darah segar
dengan volume sekitar 200 cc (satu gelas aqua) tiap muntahan. Berdasarkan teori, hal ini
menunjukkan adanya suatu proses perdarahan yang banyak dilihat dari volume muntahan
darahnya dan warna muntahan darah yang berupa darah segar.
Dari anamnesa pasien didapatkan bahwa pasien memiliki faktor komorbid yaitu penyakit
liver kronis (sirosis). Pada pasien dengan sirosis, perdarahan saluran cerna yang paling sering
seri terjadi akibat dari ruptur varises esofagus (perdarahan varises). Hal ini sesuai teori
perdarahan varises ditunjukkan 60-65% dari episode perdarahan pada pasien dengan sirosis.
Kesembuhan pasien sirosis dengan perdarahan varises sangat berhubungan erat dengan
keparahan penyakit liver yang mendasari (Cremers et.al, 2014). Meski begitu, tidak menutup
kemungkinan perdarahan diakibatkan dari perdarahan non varises, sebab menurut teori secara
garis besar, perdarahan saluran cerna atas pada pasien dengan sirosis hepatis dibagi kedalam dua
kelompok yaitu yang pertama adanya lesi yang muncul akibat hipertensi porta termasuk di
dalamnya varises gastroesofageal dan gastropathy hipertensi portal. Sedangkan yang kedua juga
bisa terjadi perdarahan yang tidak diakibatkan hipertensi porta yang juga ditemukan pada
populasi umum (ulkus peptic,gastritis erosiva,Mallory-Weiss syndrome)
Pada saat datang, pasien dalam keadaan hemodinamik stabil. Oleh karena itu pada pasien
tatalaksana awal yang diberikan adalah sesuai dengan tatalaksana pada hemodinamik stabil, yaitu
evaluasi dan resusitasi dengan cairan normal saline 500 ml, terapi antibiotik profilaksis dan
terapi suportif. Hal ini sesuai dengan teori dari Ooi et al (2013) terapi suportif yang dapat
diberikan pada pasien dengan hemodinamik normal meliputi : pasien bisa ditempatkan pada area
semi kritis (intermediate). Pasang setidaknya satu jalur akses vena. Mulai infus normal saline
500 ml dalam waktu 1-2 jam.
Selain itu, pada hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan kesimpulan anemia (Hb 7,6)
dan trombositopenia (PLT 142.000). Anemia pada pasien menunjukkan adanya suatu indikasi
untuk dilakukan transfusi sesuai teori batasan kadar hemoglobin yang direkomendasikan adalah
<7 g.dL pada perdarahan non varises dan <8 g/dL pada perdarahan varises. Selain itu,
berdasarkan guideline perdarahan non varises, direkomendasikan juga kadar hemoglobin yang
lebih tinggi pada pasien dengan komorbid yang signifikan seperti pada penyakit arteri koroner
(Alison et al, 2014). Pada pasien direncanakan untuk dilakukan transfusi PRC hingga target Hb
>8 g/dL. Trombositopenia yang terjadi mengindikasikan adanya suatu koagulopati. Namun pada
pasien belum direncanakan untuk transfusi FFP. Menurut teori disebutkan bahwa koreksi
koagulopati dan trombositopenia, yang biasanya muncul pada pasien sirosis dengan perdarahan
varises, tidak diindikasikan oleh para ahli. Transfusi FFP dan platelet yang berlebihan dapat
menyebabkan peningkatan tekanan portal dan mungkin mengakibatkan perdarahan terus
berlangsung dan perdarahan berulang (Cremers et.al, 2014).
Pada pasien dengan kecurigaan perdarahan varises, dianjurkan untuk endoskopi dalam
waktu kurang dari 24 jam atau 12 jam pada pasien dengan komorbid, untuk mendiagnosa dan
terapi intervensi endoskopi. Menurut teori disebutkan bahwa endoskopi pada pasien dengan
resiko tinggi sebaiknya dilakukan dalam waktu 24 jam pertama setelah episode perdarahan untuk
mencari tahu penyebab pasti perdarahan, memprediksi perdarahan berulang dan tindakan terapi
intervensi dengan endoskopi jika diperlukan (Kim et al, 2012). Bahkan sumber lain meny
ebutkan endoskopi sebaiknya dilakukan secepatnya selama 12 jam setelah pasien masuk rumah
sakit dan terapi endoskopi sebaiknya dilakukan sekaligus setelah diagnosis perdarahan varises
ditegakkan. Kombinasi terapi pemberian obat vasoaktif dan terapi endoskopi lebih efektif
dibandingkan terapi salah satu saja (Cremers et.al, 2014). Namun pada pasien belum dilakukan
endoskopi karena belum tersediannya endoskopi emergency di UGD.
Pada pasien sirosis dengan perdarahan varises yang profus, memiliki prognosis yang
buruk. Disebutkan dalam teori angka mortalitasnya mencapai 10-20%, bahkan disebutkan di
Indonesia angka kematian pada pasien sirosis dengan perdarahan varises mencapai 60%
(Cremers et al, 2014; IDI, 2013).
DAFTAR PUSTAKA
1. Cremers, I. dan Ribeiro, S. 2014. Management of Variceal and Nonvariceal
Upper Gastrointestinal Bleeding in Patients with Cirrhosis. (online),
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4107701, diakses 12 Februari
2016
3. Kim, J., Chant, C., Steven, E. 2012. Management and Prevention of Upper GI
Bleeding.(online).https://www.accp.com/docs/bookstore/psap/p7b11sample01.pdf
diakses 30 Januari 2016
4. Fauci, A. S., Kasper, D. L., Longo, D. L., Braunwald, E., Hauser, S. L., Jameson,
J. L., Loscalzo, J. 2009. Harrisons Manual of Medicine 17th Ed.
America:McGraw-Hill
6. IDI. 2013. Pedoman Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Primer. Jakarta:IDI