You are on page 1of 5

ANALISA JURNAL

PERBEDAAN PERILAKU KEKERASAN TERHADAP ANAK


DITINJAU DARI STATUS SOSIAL EKONOMI

A. Jurnal keperawatan Komunitas


1. Judul
Perbedaan Perilaku kekerasan terhadap anak ditinjau dari status sosial ekonomi.
2. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui apakah ada perbedaan perilaku kekerasan terhadap anak ditinjau dari
status sosial ekonomi.
3. Populasi dan sampel
Sempel yang digunakan dalam penelitian ini adalah orang tua yang memiliki anak di
bawah umur 18 tahun. Penetapan sampel terkait anak usia di bawah 18 di ambil dari
klasifikasi pemerintah indonesia melalui Keppres Nomor 39 tahun 1990 disebutkan
bahwa anak adalah mereka yang berusia 18 tahun kebawah (Huraerah, 2006).
4. Instrumen penelitian
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner yang telah disusun dan
berisi tentang aspek kekerasan terhadap anak dan status sosial ekonomi.
Pada instrumen tentang perilaku kekerasan terhadap anak meliputi tentang:
a. Kekerasan anak secara fisik, yang indikatornya berupa penyiksaan, pemukulan, dan
penganiayaan dengan atau tanpa menggunakan benda.
b. Kekerasan anak secara psikis, yang indikatornya adalah berupa penghardikan,
penyampaian kata-kata kotor dan kasar.
c. Kekerasan anak secara sosial, yang indikatornya berupa penelantara, eksploitasi anak
(Huraerah, 2006).
Pada instrumen tentang status sosial meliputi tentang:
a. Aspek pendidikan, indikatornya adalah seberapa tinggi tingkat pendidikan subjek
dari bangku pendidikan formal yang pernah diperoleh.
b. Aspek pekerjaan, indikatornya adalah ditunjukan oleh jenis pekerjaan subjek yang
digunakan oleh adanya pangkat, kedudukan (golongan) dari pekerjaan.
c. Aspek keadaan ekonomi, indikatornya adalah seberapa lengkap fasilitas-fasilitas
yang menunjang kegiatan keluarga, seperti: pendapatan, tempat tinggal, sarana
angkutan, sarana komunikasi dan informasi, makanan, perabotan rumah tangga yang
digerakkan dengan listrik.
5. Metode penelitian
Penelitian ini dilakukan oleh doni maradona, sampel yang diambil adalah orang tua
yang memiliki anak denan usia di bawah 18 tahun. Para orang tua tersebut akan diberikan
angket untuk di isi. Angket ini berisi tentang status sosial ekonomi dan kekerasan
terhadap anak. Sebelumnya peneliti juga melakukan uji validitas kuesionernya yang
diberikan kepada 45 siswa di SMA Negeri 1 Yogyakata, dan dipeoleh hasil yang valid
dan reliable sehingga anket atau kuesioner ini layak digunakan untuk penelitian.
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner yang telah disusun dan
berisi tentang aspek kekerasan terhadap anak dan status sosial ekonomi.
Pada instrumen tentang perilaku kekerasan terhadap anak meliputi tentang:
a. Kekerasan anak secara fisik, yang indikatornya berupa penyiksaan, pemukulan, dan
penganiayaan dengan atau tanpa menggunakan benda.
b. Kekerasan anak secara psikis, yang indikatornya adalah berupa penghardikan,
penyampaian kata-kata kotor dan kasar.
c. Kekerasan anak secara sosial, yang indikatornya berupa penelantara, eksploitasi anak
(Huraerah, 2006).
Pada instrumen tentang status sosial meliputi tentang:
d. Aspek pendidikan, indikatornya adalah seberapa tinggi tingkat pendidikan subjek
dari bangku pendidikan formal yang pernah diperoleh.
e. Aspek pekerjaan, indikatornya adalah ditunjukan oleh jenis pekerjaan subjek yang
digunakan oleh adanya pangkat, kedudukan (golongan) dari pekerjaan.
f. Aspek keadaan ekonomi, indikatornya adalah seberapa lengkap fasilitas-fasilitas
yang menunjang kegiatan keluarga, seperti: pendapatan, tempat tinggal, sarana
angkutan, sarana komunikasi dan informasi, makanan, perabotan rumah tangga yang
digerakkan dengan listrik.
Setelah pengisian kuesioner telah didapatkan selanjutnya dilakukan analisa data
menggunakan sistem komputer. Metode yang dikunakan dalam analisa data adalah
metode deskriptif kuantitatif.
6. Hasil Penelitian
Hasil dari penelitian terkait dengan kekerasan terhadap anak didapatkan secara
keseluruhan 81 responden, rata-rata berada pada tingkat sangat rendah yaitu 76,54%,
rendah 19,75%, sedang 2,46%, tinggi 1,25%, sedangkan untuk kategori angat tinggi tidak
ditemukan.
Untuk hasil status sosial ekonomi didapatkan hasil bahwa dari keseluruhan 81 responden
rata-rata berada pada tingkat tinggi yaitu 61,72%, sedang 29,63%, sedangakan untuk
kategori rendah 8,65%. Sebagai kesimpulannya dilakukan pengujian anova satu jalur
dengan hasil F = 39,703 dengan p = 0,000 (p < 0,01), maka dinyatakan ada perbedaan
yang sangat segnifikan perilaku kekerasan terhadap anak ditinjau dari status sosial
ekonomi, dengan perbedaan rata-rata antara perilaku kekerasan terhadap anak yang
bersetatus sosial ekonomi tinggi dan sedang 10,415. Perbedaan rata-rata antara perilaku
kekerasan terhadap anak yang bersetatus sosial tinggi dan rendah 48,182, sedangkan
perbedaan rata-rata perilaku kekerasan terhadap anak antara yang bersetatus sosial sedang
dan rendah 37,767. Sehingga dapat menunjukkan bahwa ada perbedaan perilaku
kekerasan terhadap anak ditinjau dari status sosial ekonomi.

B. Pembahasan
Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah di paparkan bahwa ada perbedaan yang
segnifikan perilaku kekerasan terhadap anak ditinjau dari status sosial ekonomi tinggi, sedang
dan rendah dimana hasil dari analisis uji anova didapatkan hasil p = 0,000 (p < 0,001).
Perilaku kekerasan menjadi masalh yang sangat serius di beberapa negara seperti Amerika,
australia dan negara maju lainnya. Bentuk perilaku kekerasan yang sering terjadi seperti
perkelahian, pemukulan, penyerangan dengan senjata, perampokan, perkosaan dan
pembunuhan (Evans, 2000). Menurut Marrison (1993) perilaku kekerasan berupa perilaku
menciderai orang lain dapat berupa serangan fisik berupa memukul, melukai; perilaku
menciderai diri sendiri berupa ancaman melukai, melukai diri; perilaku merusak lingkungan
berupa merusak perabot rumah tangga, membanting pintu; ancaman verbal berupa kata-kata
kasar, nada suara tinggi dan bermusuhan.
Perilaku kekerasan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Shalala (2001) faktor
pengalaman masa kanak-kanak, keluarga, kelompok, sekolah dan komunitas turut
mempengaruhi. Faktor penyebab individu adalah perlakuan kejam atau pengabaian sehingga
dapat menjadi pencetus perilaku kekerasan. Menurut Martin, Gordon & Kupersmidt dalam
(Wong Dkk, 1999) adapun faktor lain yang mempengaruhi perilaku kekerasan dipicu adanya
pengaruh tahap perkembangan, geng, adanya senjata api, obat-obatan, media, kemiskinan
dalam hal ini adalah variabel yang diambil oleh peneliti sebagai variabel status ekonomi.
status adalah kedudukan seseorang dalam suatu kelompok dan hubungannya dengan
anggota lain dalam kelompok itu, atau kedudukan suatu kelompok berbanding dengan
kelompok lain yang lebih banyak jumlahnya. Sedangkan status sosial selalu mengacu kepada
kedudukan khusus seseorang dalam masyarakatnya berhubungan dengan orang lain dalam
lingkungan yang disertainya, martabat yang diperoleh, dan hak serta tugas yang dimilikinya
(Joseph and Roland, 1984). Adapun pengertian lain dari status sosial ekonomi adalah
pembedaan anggota masyarakat bedasarkan pemilikan materi, orang yang memiliki materi
dalam jumlah besar didudukkan dalam posisi tinggi sedangkan yang memiliki materi sedikit
menempati posisi rendah (Samuel dan Suganda, 1997). Dari pengertian diatas dapat
disimpulkan bahwa status sosial ekonomi adalah pembedaan status seseorang kedalam kelas-
kelas tertentu yang didasari oleh kriteria ekonomi.
Hal ini sesuai dengan yang telah tercantum dalam Huraerah, 2006 salah satu faktor
penyebab terjadinya kekerasan terhadap anak adalah faktor lingkungan sosial atau komunitas,
dimana dalam faktor tersebut salah satunya adalah kondisi status sosial ekonomi yang rendah.
Pernyataan lain dikemukakan oleh Gelles (Huraerah, 2006) bahwa sebagian besar kasus-
kasus dilaporkan tentang tindak kekerasan terhadap anak berasal dari keluarga yang hidup
dalam kemiskinan.
Kondisi ekonomi sangat berpengaruh tinggi terhadap perilaku kekerasan, semakin rendah
tingkat ekonomi suatu keluarga maka akan berpotensi tindakan kekerasan yang tinggi
terhadap anak. Sedangkan semakin tinggi status ekonomi suatu keluarga maka tindakan
kekerasan semakin keci. Adanya Perbedaan perilaku kekerasan terhadap anak terebut
berhubungan dengan pendapatan karena pendapatan merupakan salah satu indikator yang
dapat menunjukkan keadaan ekonomi seseorang tinggi atau rendah, dimana hal tersebut
berhubungan dengan stress. Menurut Meyer (Kurniawan, 2005) menjelaskan bahwa tinggkat
pendapatan yang rendah mengurangi kemampuan para orang tua untuk menjadi orang tua
yang baik.
Pada penelitian ini cukup untuk menggambarkan kondisi keadaan di Kabupaten Batang
dimana sesuai dengan data LSM Pelangi Nusa Kabupaten Batang menempati urutan yang
kedua se Jateng dalam hal kekerasan pada perempuan dan anak, baik secara psikis, fisik,
maupun seksual. Sesuai data dari LSM Pelangi Nusa, tren kekerasan terhadap perempuan dan
anak di Kabupaten Batang terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Tahun 2008
dilaporkan 12 kasus, lalu menjadi 7 kasus di tahun 2009. Angka ini kembali naik di tahun
2010 menjadi 20 kasus. Pada tahun 2011, angka pelaporan kasus kekerasan terhadap
perempuan dan anak melonjak tajam menjadi 38 kasus, lalu bertambah 42 kasus ditahun
2012, dan 46 kasus di tahun 2013 (Radar Pekalongan, 2014). Dari gambaran kasus kekerasan
terhadap anak di Kabupaten Batang diatas dilatarbelakangi karena keadaan ekonomi yang
kurang. Sedangkan tren kekerasan tertinggi di Kabupaten Batang adalah kekerasan seksual
yang dilakukan kepada perempuan di bawah umur.
Anak adalah tunas bangsa yang dapat mewujudkan cita-cita suatu bangsa dan dipundak
merekalah suatu bangsa dapat ditentukan. Oleh karena itu mereka harus mendapatkan
kesempatan yang seluas-luasnya untuk dapat tumbuh dan berkembang secara optimal baik
fisik, psikis, sosial, maupun spiritual dan mereka juga perlu mendapatkan hak-haknya, perlu
dilindungi dan disejahterakan. Karenanya segala bentuk tindakan kekerasan terhadap anak
perlu dicegah dan diatasi sebagaimana tercantum dalam pasal 2 undang-undang nomor 4
tahun 1976 tentang kesejahteraan anak dan konvensi hak anak yang telah diratifikasi dengan
dikeluarkannya Keputusan Presiden RI No. 28 tahun 1990, bahwa anak harus mendapatkan
pelindungan dan dipenuhi hak-haknya untuk tumbuh dan berkembang secara normal, dan
anak-anak diberikan kesempatan berpartisipasi yaitu dengan didengarkan suara hatinya,
diberi kesempatan mengembangkanpotensi sesuai dengan keinginan anak (Tursilani, 2005).
Hal ini juga sesuai pengaturan dalam pasal 13 ayat (1) UU no, 23 tahun 2002 tentang
perlindungan anak (UU perlindungan anak) yang menyatakan bahwa setiap anak selama
dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain manapun yang bertanggung jawab atas
pengasuahan, berhak untuk mendapat perlindungan dari perlakuan: diskriminasi, eksploitasi
baik ekonomi maupun seksual, penelantaran, kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan,
ketidak adilan, dan perlakuan salah lainnya. Adapun pasal-pasal lain yang mengatur tentang
pelaku penganiayaan anak dapat kita temui pada pasal penganiayaan yang diatur dalam pasal
351 KUHP, pasal penganiayaan ringan sesuai pasal 351 jo.352 KUHP dan pasal 80 ayat (1)
UU Perlindungan anak.

C. Kesimpulan
Anak adalah tunas bangsa yang dapat mewujudkan cita-cita suatu bangsa dan dipundak
merekalah suatu bangsa dapat ditentukan. Oleh karena itu mereka harus mendapatkan
kesempatan yang seluas-luasnya untuk dapat tumbuh dan berkembang secara optimal baik
fisik, psikis, sosial, maupun spiritual dan mereka juga perlu mendapatkan hak-haknya, perlu
dilindungi dan disejahterakan. Hasil penelitian ini menyatakan ada perbedaan yang sangat
segnifikan perilaku kekerasan terhadap anak ditinjau dari status sosial ekonomi, dengan
perbedaan rata-rata antara perilaku kekerasan terhadap anak yang bersetatus sosial ekonomi
tinggi dan sedang 10,415. Perbedaan rata-rata antara perilaku kekerasan terhadap anak yang
bersetatus sosial tinggi dan rendah 48,182, sedangkan perbedaan rata-rata perilaku kekerasan
terhadap anak antara yang bersetatus sosial sedang dan rendah 37,767. Kondisi ekonomi
sangat berpengaruh tinggi terhadap perilaku kekerasan, semakin rendah tingkat ekonomi
suatu keluarga maka akan berpotensi tindakan kekerasan yang tinggi terhadap anak.
Sedangkan semakin tinggi status ekonomi suatu keluarga maka tindakan kekerasan semakin
keci.

You might also like