You are on page 1of 5

a.

Teori Belajar Konstruktivisme

Teori-teori baru dalam psikologi pendidikan dikelompokkan dalam teori pembelajaran


konstruktivisme. Teori konstruktivisme ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri
dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan
lama, dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak sesuai (Trianto ,2007). Bagi siswa agar
benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan
masalah, menemukan segala sesutunya sendiri, dan berusaha dengan susah payah dengan ide-
idenya sendiri (Trianto, 2007).

Menurut teori konstruktivisme ini, satu prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan
adalah bahwa guru tidak hanya sekadar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus
membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk
proses ini dengan memberi kesempatan siswa menemukan atau menerapkan ide-ide mereka
sendiri dan mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri
untuk belajar.

b. Teori Perkembangan Kognitif

Teori belajar kognitif pertama kali dikenalkan oleh Piaget. Menurutnya,

perkembangan kognitif sebagian besar ditentukan oleh manipulasi dan interaksi aktif anak
dengan lingkungan. Piaget yakin bahwa pengalaman-pengalaman fisik dan manipulasi
lingkungan penting bagi terjadinya perubahan perkembangan.

Sementara itu, Nur (Trianto, 2007) berpendapat bahwa interaksi sosial dengan teman sebaya,
khususnya beragumentasi dan berdiskusi membantu memperjelas pemikiran yang akhirnya
memuat pemikiran itu menjadi lebih logis. Menuru teori Piaget, setiap individu pada saat mulai
dari bayi yang baru lahir sampai menginjak usia dewasa mengalami empat tingkat perkembangan
kognitif.

Empat tingkat perkembangan kognitif tersebut diantaranya (Dahar, 1989) :

1) Sensori-motor (mulai lahir-2 tahun)

2) Pra-operasional (2-7 tahun)

3) Operasional konkret (7-11 tahun)

4) Operai formal (11 tahun- dewasa)

Teori Perkembangan Piaget, memandang perkembangan kognitif sebagai suatu proses di mana
anak secara aktif membangun sistem makna dan memahami realitas melalui pengalaman-
pengalaman dan interaksi-interaksi mereka.
c. Teori Penemuan Jerome Bruner

Teori belajar yang paling melandasi pembelajaran PBL adalah teori belajar penemuan (discovery
learning) yang dikembangkan oleh Jerome Bruner pada tahun 1966. Bruner menganggap, bahwa
belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia, dan dengan
sendirinya memberi hasil yang paling baik. Berusaha sendiri mencari pemecahan masalah serta
pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar - benar bermakna
(Dahar, 1989).

Bruner menyarankan agar siswa-siswa hendaknya belajar melaui partisipasi secara aktif dengan
konsep-konsep dan prinsip-prinsip, agar mereka dianjurkan untuk memperoleh pengalaman, dan
melakukan eksperimen-eksperimen yang mengizinkan mereka untuk menemukan prisip-prinsip
itu sendiri.

Tujuan Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL)


PBL utamanya dikembangkan untuk membantu siswa sebagai berikut :
a. Mengembangkan keterampilan berfikir tingkat tinggi
b. Belajar berbagai peran orang dewasa
Dengan melibatkan siswa dalam pengalaman nyata atau simulasi (pemodelan orang dewasa),
membantu siswa untuk berkinerja dalam situasi kehidupan nyata dan belajar melakukan peran
orang dewasa

c. Menjadi pelajar yang otonom dan mandiri


Kemampuan untuk menjadi pembelajar yang otonom dan mandiri ini diharapkan dapat
mendorong tumbuhnya kemampuan belajar secara autodidak dan kesadaran untuk belajar
sepanjang hayat yang merupakan bekal penting bagi siswa dalam mengarungi kehidupan pribadi,
sosial maupun dunia kerja selanjutnya. (Wardhani, Sri et al. (2010 )

Prinsip Dasar Problem Based Learning (PBL)


Ada beberapa prinsip dalam PBL, yakni:
1. Belajar adalah proses konstruktif
Belajar adalah proses konstruktif bukan penerimaan. Pembelajaran tradisional didominasi oleh
pandangan bahwa belajar adalah penuangan pengetahuan kekepala siswa. Kepala siswa
dipandang sebagai kotak kosong yang siap diisi melalui repetisi dan penerimaan. Jadi
pelaksanaan pembelajaran selama ini dianggap sebagai perekaman materi oleh guru saja ke
dalam otak siswa. Padahal menurut teori psikologi kognitif modern, memori merupakan struktur
asosiatif. Pengetahuan disusun dalam jaringan antar konsep, mengacu pada jalinan semantik.
Ketika belajar terjadi informasi baru digandengkan pada jaringan informasi yang telah ada.
Jalinan semantik tidak hanya menyangkut bagaimana menyimpan informasi, tetapi juga
bagaimana informasi itu diinterpretasikan dan dipanggil. Dan dalam pembelajaran berbasis
masalah, siswa dilatih untuk mengumpulkan konsep-konsep agar tujuan pembelajaran itu dapat
terekam.
2. Knowing about knowing (metakognisi)
Knowing about knowing mempengaruhi Pembelajaran Prinsip kedua yang sangat penting dalam
belajar adalah proses cepat, bila siswa mengajukan keterampilan-keterampilan self monitoring,
secara umum mengacu pada metakognisi (Bruer, 1993 dalam Gijselaers, 1996). Metakognisi
dipandang sebagai elemen esensial keterampilan belajar seperti setting tujuan (what am I going
to do), strategi seleksi (how am I doing it?), dan evaluasi tujuan (did it work?). Keberhasilan
pemecahan masalah tidak hanya bergantung pada pemilikan pengetahuan konten (body of
knowledge), tetapi juga penggunaan metode pemecahan masalah untuk mencapai tujuan. Secara
khusus keterampilan metokognitif meliputi kemampuan memonitor prilaku belajar diri sendiri,
yakni menyadari bagaimana suatu masalah dianalisis dan apakah hasil pemecahan masalah
masuk akal?
3. Faktor-faktor Kontekstual dan Sosial Mempengaruhi Pembelajaran.
Prinsip ketiga ini adalah tentang penggunaan pengetahuan. Mengarahkan siswa untuk memahami
pengetahuan dan untuk mampu menerapkan proses pemecahan masalah merupakan tujuan yang
sangat ambisius. Pembelajaran biasanya dimulai dengan penyampaian pengetahuan oleh guru
kepada siswa, kemudian disertai dengan pemberian tugas-tugas berupa masalah untuk
meningkatkan penggunaan pengetahuan. Namun studi-studi menunjukkan bahwa siswa
mengalami kesulitan serius dalam menggunakan pengetahuan ilmiah (Bruning et al, 1995). Studi
juga menunjukkan bahwa pendidikan tradisional tidak memfasilitasi peningkatan pemahaman
masalah-masalah (Clement, 1990).
Tahap tahap pembelajaran PBL
Tahapan Kegiatan Guru
Pembelajaran

Tahap 1 Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan


Orientasi peserta didik logistik yang diperlukan, mengajukan fenomena atau
pada masalah demonstrasi atau cerita untuk memunculkan masalah,
memotivasi siswa untuk terlibat dalam aktivitas
pemecahan masalah.

Tahap 2 Guru membagi siswa ke dalam kelompok, membantu


Mengorganisasi peserta siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas
didik belajar yang berhubungan dengan masalah.

Tahap 3 Guru mendorong peserta didik untuk mengumpulkan


Membimbing informasi yang dibutuhkan, melaksanakan eksperimen
penyelidikan individu dan penyelidikan untuk mendapatkan penjelasan dan
maupun kelompok pemecahan masalah.

Tahap 4 Guru membantu siswa dalam merencanakan dan


Mengembangkan dan menyiapkan laporan, dokumentasi, atau model, dan
menyajikan hasil membantu mereka berbagi tugas dengan sesama
temannya.

Tahap 5 Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau


Menganalisis dan evaluasi terhadap proses dan hasil penyelidikan yang
mengevaluasi proses dan mereka lakukan.
hasil pemecahan masalah

Karakteristik Model Problem Based Learning (PBL)

Ciri yang paling utama dari dimunculkannnya masalah pada model pembelajaran PBL yaitu

awal pembelajarannya.. Menurut Arends (Trianto, 2007), berbagai pengembangan pengajaran


berdasarkan masalah telah memberikan model pengajaran itu memiliki karakteristik sebagai
berikut :

a. Pengajuan pertanyaan atau masalah

1. Autentik, yaitu masalah harus berakar pada kehidupan dunia nyata siswa dari pada berakar
pada prinsip-prinsip disiplin ilmu tertentu.
2. Jelas, yaitu masalah dirumuskan dengan jelas, dalam arti tidak menimbulkan masalah baru
bagi siswa yang pada akhirnya menyulitkan penyelesaian siswa.

3. Mudah dipahami, yaitu masalah yang diberikan harusnya mudah dipahami siswa dan
disesuaikan dengan tingkat perkembangan siswa.

4. Luas dan sesuai tujuan pembelajaran. Luas artinya masalah tersebut harus mencakup seluruh
materi pelajaran yang akan diajarkan sesuai dengan waktu, ruang, dan sumber yang tersedia.

5. Bermanfaat, yaitu masalah tersebut bermanfaat bagi siswa sebagai pemecah masalah dan guru
sebagai pembuat masalah.

b. Berfokus pada keterkaitan antar disiplin ilmu Masalah yang diajukan hendaknya melibatkan
berbagai disiplin ilmu.

c. Penyelidikan autentik (nyata) Dalam penyelidikan siswa menganalisis dan merumuskan


masalah,

mengembangkan dan meramalkan hipotesis, mengumpulkan dan menganalisis informasi,


melakukan eksperimen, membuat kesimpulan, dan menggambarkan hasil akhir.

d. Menghasilkan produk dan memamerkannya Siswa bertugas menyusun hasil belajarnya dalam
bentuk karya dan memamerkan hasil karyanya.

e. Kolaboratif

Pada model pembelajaran ini, tugas-tugas belajar berupa masalah diselesaikan

bersama-sama antar siswa.

You might also like