You are on page 1of 23

Mata Kuliah : Keperawatan Gerontik

Dosen : Alfi Sahar Yakub,S.Kep.M.Kes

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN KLIEN OSTEOPOROSIS

Disusun Oleh :

Kelompok VI

Indah Purnama Sari S Nh0213036


Indrayani Nh0213142
Iramayasanti Nh0213038
Irfan Asrul Nh0213088
Irma Nh0213150
Ismawati Nur Putri Nh0213013
Iswajidi Nh0213191
Karlina Nh0213047
Kiki Andriani Nh0213129
La Hendri Nh0213210
Laily ramdani NH 0213141
Liani Ringan Nh0213052
Lilis Purnamasari Nh0213008

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NANI HASANUDDIN MAKASSAR


2014-2015
ASUHAN KEPERAWATAN OSTEOPOROSIS

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Dengan meningkatnya usia harapan hidup, maka berbagai penyakit degeneratif dan metabolik,
termasuk osteoporosis akan menjadi problem muskolokeletal yang memerlukan perhatian khusus,
terutama dinegara berkembang, termasuk indonesia. Pada tahun 1990, ternyata jumlah penduduk yang
berusia 55 tahun atau lebih mencapai 9,2%, meningkat 50% dibandingkan survey tahun 1971. Dengan
demikian, kasus osteoporosis dengan berbagai akibatnya, terutama fraktur diperkirakan juga akan
meningkat ( Sodoyo, 2009 )

Penelitian Roeshadi di Jawa Timur, mendapatkan bahwa puncak massa tulang dicapai pada usia
30-34 tahun dan rata-rata kehilangan massa tulang pasca menopause adalah 1,4% tahun. Penelitian yang
dilakukan di klinik Reumatologi RSCM mendapatkan faktor resiko osteoporosis yang meliputi umur,
lamanya menopause dan kadar estrogen yang rendah, sedangkan faktor proteksinya adalah kadar
estrogen yang tinggi, riwayat berat badan lebih/obesitas dan latihan yang teratur ( Sudoyo, 2009 ).

Ada beberapa faktor risiko osteoporosis daiantaranya genetic, jenis kelamin dan masalah
kesehatan kronis, defisiensi hormone, kurang olah raga, serta rendahnya asupan kalsium, Bila dalam suatu
keluarga mempunyai riwayat osteoporosis maka kemungkinan peluang anak mengalami hal yang sama
adalah 60-80%. Dilihat dari jenis kelamin 80% wanita mengidap osteoporosis. Risiko osteoporosis juga
akan meningkat apabila mengidap penyakit kronis. Sedangkan hubunga antara perempuan osteoporosis
karena menaupose akibat penurunan hormone esterogen , (Siswono, 2003).

Osteoporosis atau dikenal sebagai tulang keropos. Pada osteoporosis massa yang membentuk
tulang sudah berkurang, sehingga tulang dapat dikatakan keropos. Struktur pengisi tulang antara lain
berupa senyawa-senyawa kolagen disamping juga kalsium, berfungsi bagaikan semen cor-an nya tulang.
Ketika massa ini menjadi berkurang maka tulang menjadi kurang padat sehingga tak kuat menahan
benturan ringan sekalipun yang mengenainya, resikonya patah tulang gampang terjadi.Di luar dari
mudahnya tulang yang keropos itu mengalami fraktur, tulang yang keropos hampir tak bergejala sama
sekali, silent disease. Jadi Keduanya memang dekat dengan wanita usia post menopause dikarenakan
proses metabolisme di tulang memang membutuhkan pengaruh dari hormone estrogen yang lazimnya
menurun saat wanita post menopause.

B. TUJUAN

1. Tujuan Umum

Mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan pada pasien Osteoporosis

2. Tujuan Khusus

a. Mahasiswa mampu memahami definisi Osteoporosis


b. Mahasiswa mampu memahami etiologi Osteoporosis

c. Mahasiswa mampu memahami patofisiologi Osteoporosis

d. Mahasiswa mampu memahami manifestasi klinik Osteoporosis

e. Mahasiswa mampu memahami pemeriksaan diagnostik Osteoporosis

f. Mahasiswa mampu memahami penatalaksanaan Osteoporosis

g. Mahasiswa mampu memahami komplikasi Osteoporosis

h. Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan Osteoporosis

C. METODE PENULISAN

Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah metode studi pustaka yaitu diambil dari
buku-buku dan mencari sumber-sumber lain.
BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI

Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang, dan porous berarti
berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah tulang yang keropos, yaitu penyakit yang
mempunyai sifat khas berupa massa tulangnya rendah atau berkurang, disertai gangguan mikro-arsitektur
tulang dan penurunan kualitas jaringan tulang yang dapat menimbulkan kerapuhan tulang (Tandra, 2009).

Menurut WHO pada International Consensus Development Conference, di Roma, Itali, 1992
Osteoporosis adalah penyakit dengan sifat-sifat khas berupa massa tulang yang rendah, disertai
perubahan mikroarsitektur tulang, dan penurunan kualitas jaringan tulang, yang pada akhirnya
menimbulkan akibat meningkatnya kerapuhan tulang dengan resiko terjadinya patah tulang (Suryati,
2006).

Menurut National Institute of Health (NIH), 2001 Osteoporosis adalah kelainan kerangka, ditandai
dengan kekuatan tulang mengkhawatirkan dan dipengaruhi oleh meningkatnya risiko patah tulang.
Sedangkan kekuatan tulang merefleksikan gabungan dari dua faktor, yaitu densitas tulang dan kualitas
tulang (Junaidi, 2007).

Osteoporosis adalah penyakit tulamg sisitemik yang ditandai oleh penurunan mikroarsitektur
tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Pada tahun 2001, National Institute of Health
(NIH) mengajukan definisi baru osteoporosis sebagai penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh
compromised bone strength sehingga tulang mudah patah ( Sudoyo, 2009 ).

Osteoporosis dibagi 2 kelompok, yaitu :

a. Osteoporosis Primer

Osteoporosis primer berhubungan dengan kelainan pada tulang, yang menyebabkan peningkatan
proses resorpsi di tulang trabekula sehingga meningkatkan resiko fraktur vertebra dan Colles. Pada usia
decade awal pasca menopause, wanita lebih sering terkena dari pada pria dengan perbandingan 68:1
pada usia rata-rata 53-57 tahun.Osteoporosis primer adalah kehilangan massa tulang yang terjadi sesuai
dengan proses penuaan, sedangkan osteoporisis sekunder didefinisikan sebagai kehilangan massa tulang
akibat hal hal tertentu. Sampai saat ini osteoporosis primer masih menduduki tempat utama karena lebih
banyak ditemukan dibanding dengan osteoporosis sekunder. Proses ketuaan pada wanita menopause dan
usia lanjut merupakan contoh dari osteoporosis primer.

b. Osteoporosis Sekunder

Osteoporosis sekunder disebabkan oleh penyakit atau sebab lain diluar tulang. Osteoporisis
sekunder mungkin berhubungan dengan kelainan patologis tertentu termasuk kelainan endokrin, epek
samping obat obatan, immobilisasi, Pada osteoporosis sekunder, terjadi penurunan densitas tulang yang
cukup berat untuk menimbulkan fraktur traumatik akibat faktor ekstrinsik seperti kelebihan steroid,
artritis reumatoid, kelainan hati/ginjal kronis, sindrom malabsorbsi, mastositosis sistemik,
hiperparatiroidisme, hipertiroidisme, varian status hipogonade, dan lain-lain.

B. ETIOLOGI

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengurangan massa tulang pada usia lanjut:

1. Determinan Massa Tulang

a. Faktor genetic

Perbedaan genetik mempunyai pengaruh terhadap derajat kepadatan tulang. Beberapa orang
mempunyai tulang yang cukup besar dan yang lain kecil. Sebagai contoh, orang kulit hitam pada umumnya
mempunyai struktur tulang lebih kuat/berat dari pada bangsa Kaukasia. Jadi seseorang yang mempunyai
tulang kuat (terutama kulit Hitam Amerika), relatif imun terhadap fraktur karena osteoporosis.

b. Faktor mekanis

Beban mekanis berpengaruh terhadap massa tulang di samping faktor genetik. Bertambahnya
beban akan menambah massa tulang dan berkurangnya beban akan mengakibatkan berkurangnya massa
tulang. Kedua hal tersebut menunjukkan respons terhadap kerja mekanik beban mekanik yang berat akan
mengakibatkan massa otot besar dan juga massa tulang yang besar. Sebagai contoh adalah pemain tenis
atau pengayuh becak, akan dijumpai adanya hipertrofi baik pada otot maupun tulangnya terutama pada
lengan atau tungkainya, sebaliknya atrofi baik pada otot maupun tulangnya akan dijumpai pada pasien
yang harus istirahat di tempat tidur dalam waktu yang lama, poliomielitis atau pada penerbangan luar
angkasa. Walaupun demikian belum diketahui dengan pasti berapa besar beban mekanis yang diperlukan
dan berapa lama untuk meningkatkan massa tulang di samping faktor genetik.

c. Faktor makanan dan hormone

Pada seseorang dengan pertumbuhan hormon dengan nutrisi yang cukup (protein dan mineral),
pertumbuhan tulang akan mencapai maksimal sesuai dengan pengaruh genetik yang bersangkutan.
Pemberian makanan yang berlebih (misalnya kalsium) di atas kebutuhan maksimal selama masa
pertumbuhan, disangsikan dapat menghasilkan massa tulang yang melebihi kemampuan pertumbuhan
tulang yang bersangkutan sesuai dengan kemampuan genetiknya.

2. Determinan penurunan Massa Tulang

a. Faktor genetic

Pada seseorang dengan tulang yang kecil akan lebih mudah mendapat risiko fraktur dari pada
seseorang dengan tulang yang besar. Sampai saat ini tidak ada ukuran universal yang dapat dipakai
sebagai ukuran tulang normal. Setiap individu mempunyai ketentuan normal sesuai dengan sitat
genetiknya serta beban mekanis dan besar badannya. Apabila individu dengan tulang yang besar,
kemudian terjadi proses penurunan massa tulang (osteoporosis) sehubungan dengan lanjutnya usia, maka
individu tersebut relatif masih mempunyai tulang lebih banyak dari pada individu yang mempunyai tulang
kecil pada usia yang sama.
b. Faktor mekanis

Faktor mekanis mungkin merupakan yang terpenting dalarn proses penurunan massa tulang
schubungan dengan lanjutnya usia. Walaupun demikian telah terbukti bahwa ada interaksi panting antara
faktor mekanis dengan faktor nutrisi hormonal. Pada umumnya aktivitas fisis akan menurun dengan
bertambahnya usia; dan karena massa tulang merupakan fungsi beban mekanis, massa tulang tersebut
pasti akan menurun dengan bertambahnya usia.

c. Kalsium

Faktor makanan ternyata memegang peranan penting dalam proses penurunan massa tulang
sehubungan dengan bertambahnya usia, terutama pada wanita post menopause. Kalsium, merupakan
nutrisi yang sangat penting. Wanita-wanita pada masa peri menopause, dengan masukan kalsiumnya
rendah dan absorbsinya tidak bak, akan mengakibatkan keseimbangan kalsiumnya menjadi negatif,
sedang mereka yang masukan kalsiumnya baik dan absorbsinya juga baik, menunjukkan keseimbangan
kalsium positif. Dari keadaan ini jelas, bahwa pada wanita masa menopause ada hubungan yang erat
antara masukan kalsium dengan keseimbangan kalsium dalam tubuhnya. Pada wanita dalam masa
menopause keseimbangan kalsiumnya akan terganggu akibat masukan serta absorbsinya kurang serta
ekskresi melalui urin yang bertambah. Hasil akhir kekurangan/kehilangan estrogen pada masa menopause
adalah pergeseran keseimbangan kalsium yang negatif, sejumiah 25 mg kalsium sehari.

d. Protein

Protein juga merupakan faktor yang penting dalam mempengaruhi penurunan massa tulang.
Makanan yang kaya protein akan mengakibatkan ekskresi asam amino yang mengandung sulfat melalui
urin, hal ini akan meningkatkan ekskresi kalsium. Pada umumnya protein tidak dimakan secara tersendiri,
tetapi bersama makanan lain. Apabila makanan tersebut mengandung fosfor, maka fosfor tersebut akan
mengurangi ekskresi kalsium melalui urin. Sayangnya fosfor tersebut akan mengubah pengeluaran
kalsium melalui tinja. Hasil akhir dari makanan yang mengandung protein berlebihan akan mengakibatkan
kecenderungan untuk terjadi keseimbangan kalsium yang negative.

e. Estrogen

Berkurangnya/hilangnya estrogen dari dalam tubuh akan mengakibatkan terjadinya gangguan


keseimbangan kalsium. Hal ini disebabkan oleh karena menurunnya efisiensi absorbsi kalsium dari
makanan dan juga menurunnya konservasi kalsium di ginjal.

f. Rokok dan kopi

Merokok dan minum kopi dalam jumlah banyak cenderung akan mengakibatkan penurunan
massa tulang, lebih-lebih bila disertai masukan kalsium yang rendah. Mekanisme pengaruh merokok
terhadap penurunan massa tulang tidak diketahui, akan tetapi kafein dapat memperbanyak ekskresi
kalsium melalui urin maupun tinja.

g. Alkohol
Alkoholisme akhir-akhir ini merupakan masalah yang sering ditemukan. Individu dengan
alkoholisme mempunyai kecenderungan masukan kalsium rendah, disertai dengan ekskresi lewat urin
yang meningkat. Mekanisme yang jelas belum diketahui dengan pasti.

Beberapa penyebab osteoporosis dalam (Junaidi, 2007), yaitu:

1. Osteoporosis pascamenopause terjadi karena kurngnya hormon estrogen (hormon utama pada
wanita), yang membantu mengatur pengangkutan kalsium kedalam tulang. Biasanya gejala timbul pada
perempuan yang berusia antara 51-75 tahun, tetapi dapat muncul lebih cepat atau lebih lambat. Hormon
estrogen produksinya menurun 2-3 tahun sebelum menopause dan terus berlangsung 3-4 tahun setelah
menopause. Hal ini berakibat menurunnya massa tulang sebanyak 1-3% dalam waktu 5-7 tahun pertama
setelah menopause.

2. Osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang berhubungan
dengan usia dan ketidak seimbangan antara kecepatan hancurnya tulang (osteoklas) dan pembentukan
tulang baru (osteoblast). Senilis berati bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini
biasanya terjadi pada orang-orang berusia diatas 70 tahun dan 2 kali lebih sering wanita. Wanita sering
kali menderita osteoporosis senilis dan pasca menopause.

3. Kurang dari 5% penderita osteoporosis juga mengalami osteoporosis sekunder yang disebakan oleh
keadaan medis lain atau obat-obatan. Penyakit ini bisa disebabkan oleh gagal ginjal kronis dan kelainan
hormonal (terutama tiroid, paratiroid, dan adrenal) serta obat-obatan (mislnya kortikosteroid, barbiturat,
anti kejang, dan hormon tiroid yang berlebihan). Pemakaian alkohol yang berlebihan dapat memperburuk
keadaan ini.

4. Osteoporosis juvenil idiopatik merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya tidak diketahui. Hal
ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi hormon yang normal, kadar
vitamin yang normal, dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang.

C. PATOFISIOLOGI

Osteoporosis terjadi karena adanya interaksi yang menahun antara faktor genetic dan faktor
lingkungan. Faktor genetic meliputi, usia, jenis kelamin, ras keluarga, bentuk tubuh, tidak pernah
melahirkan. Faktor mekanis meliputi, merokok, alkohol, kopi, defisiensi vitamin dan gizi, gaya hidup,
mobilitas, anoreksia nervosa dan pemakaian obat-obatan. Kedua faktor diatas akan menyebabkan
melemahnya daya serap sel terhadap kalsium dari darah ke tulang, peningkatan pengeluaran kalsium
bersama urin, tidak tercapainya masa tulang yang maksimal dengan resobsi tulang menjadi lebih cepat
yang selanjutnya menimbulkan penyerapan tulang lebih banyak dari pada pembentukan tulang baru
sehingga terjadi penurunan massa tulang total yang disebut osteoporosis.

Dalam keadaan normal, pada tulang kerangka tulang kerangka akan terjadi suatu proses yang
berjalan secara terus menerus dan terjadi secara seimbang, yaitu proses resorbsi dan proses
pembentukan tulang (remodeling). Setiap perubahan dalam keseimbangan ini, misalnya apabila proses
resorbsi lebih besar dari pada proses pembentukan tulang, maka akan terjadi pengurangan massa tulang
dan keadaan inilah yang kita jumpai pada osteoporosis.
Dalam massa pertumbuhan tulang, sesudah terjadi penutupan epifisis, pertumbuhan tulang akan
sampai pada periode yang disebut dengan peride konsolidasi. Pada periode ini terjadi proses penambahan
kepadatan tulang atau penurunan porositas tulang pada bagian korteks. Proses konsolidasi secara
maksimal akan dicapai pada usia kuarang lebih antara 30-45 tahun untuk tulang bagian korteks dan
mungkin keadaan serupa akan terjadi lebih dini pada tulang bagian trabekula.

Sesudah manusia mencapai umur antara 45-50 tahun, baik wanita maupun pria akan mengalami
proses penipisan tulang bagian korteks sebesar 0,3-0,5% setiap tahun, sedangkan tulang bagian trabekula
akan mengalami proses serupa pada usia lebih muda. Pada wanita, proses berkurangnya massa tulang
tersebut pada awalnya sama dengan pria, akan tetapi pada wanita sesudah menopause, proses ini akan
berlangsung lebiuh cepat. Pada pria seusia wanita menopause massa tulang akan menurun berkisar
antara 20-30%, sedang pada wanita penurunan massa tulang berkisar antara 40-50%. Pengurangan massa
tulang ini berbagai bagian tubuh ternyata tidak sama.

Dengan teknik pemeriksaan tertentu dapat dibuktikan bahwa penurunan massa tulang tersebut
lebih cepat terjadi pada bagian-bagian tubuh seperti berikut: metacarpal, kolum femoris serta korpus
vertebra, sedang pada bagian tubuh yang lain, misalnya : tulang paha bagian tengah, tibia dan panggul,
mengalami proses tersebut secara lambat.

Pada osteoporosis, terjadi proses pengurangan massa tulang dengan mengikuti pola yang sama
dan berakhir dengan terjadinya penipisan bagian korteks serta pelebaran lumen, sehingga secara
anatomis tulang tersebut tampak normal. Titik kritis proses ini akan tercapai apabila massa tulang yang
hilang tersebut sudah sedemikian berat sehingga tulang yang bersangkutan sangat peka terhadap trauma
mekanis dan akan mengakibatkan terjadinya fraktur. Bagian-bagian tubuh yang sering mengalami fraktur
pada kasus osteoporosis adalah vertebra, paha bagian prosimal dan radius bagian distal. Osteoporosis
dapat terjadi oleh karena berbagai sebab, akan tetapi yang paling sering dan paling banyak dijumpai
adalah osteoporosis oleh karena bertambahnya usia.

D. MANIFESTASI KLINIS

Osteoporosis merupakan silent disease. Penderita osteoporosis umumnya tidak mempunyai


keluhan sama sekali sampai orang tersebut mengalami fraktur. Osteoporosis mengenai tulang seluruh
tubuh, tetapi paling sering menimbulkan gejala pada daerah-daerah yang menyanggah berat badan atau
pada daerah yang mendapat tekanan (tulang vertebra dan kolumna femoris). Korpus vertebra
menunjukan adanya perubahan bentuk, pemendekan dan fraktur kompresi. Hal ini mengakibatkan berat
badan pasien menurun dan terdapat lengkung vertebra abnormal (kiposis). Osteoporosis pada kolumna
femoris sering merupakan predisposisi terjadinya fraktur patologik (yaitu fraktur akibat trauma ringan),
yang sering terjadi pada pasien usia lanjut.

Masa total tulang yang terkena mengalami penurunaan dan menunjukan penipisan korteks serta
trabekula. Pada kasus ringan, diagnosis sulit ditegakkan karena adanya variasi ketebalan trabekular pada
individu normal yang berbeda.

Diagnosis mungkin dapat ditegakkan dengan radiologis maupun histologist jika osteoporosis
dalam keadaan berat. Struktur tulang, seperti yang ditentukan secara analisis kimia dari abu tulang tidak
menunjukan adanya kelainan. Pasien osteoporosis mempunyai kalsium,fosfat, dan alkali fosfatase yang
normal dalam serum.

Manifestasi osteoporosis :

1. Nyeri dengan atau tanpa fraktur yang nyata

2. Rasa sakit oleh karena adanya fraktur pada anggota gerak

3. Nyeri timbul mendadak

4. Sakit hebat dan terlokalisasi pada vertebra yg terserang. Bagian-bagian tubuh yang sering fraktur
adalah pergelangan tangan, panggul dan vertebra

5. Nyeri berkurang pada saat istirahat di tempat tidur

6. Nyeri ringan pada saat bangun tidur dan akan bertambah jika melakukan aktivitas atau karena
suatu pergerakan yang salah

7. Deformitas vertebra thorakalis menyebabkan penurunan tinggi badan, Hal ini terjadi oleh karena
adanya kompresi fraktur yang asimtomatis pada vertebra.

Tulang lainnya bisa patah, yang sering kali disebabkan oleh tekanan yang ringan atau karena jatuh.
Salah satu patah tulang yang paling serius adalah patah tulang panggul. Selain itu, yang juga sering terjadi
karena adalah patah tulang lengan di daerah persambungannya dengan pergelangan tangan, yang disebut
fraktur Colles, Pada penderita osteoporosis, patah tulang cenderung mengalami secara perlahan.

E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1. Radiologis

Gejala radiologis yang khas adalah densitas atau masa tulang yang menurun yang dapat dilihat
pada vertebra spinalis. Dinding dekat korpus vertebra biasanya merupakan lokasi yang paling berat.
Penipisa korteks dan hilangnya trabekula transfersal merupakan kelainan yang sering ditemukan.
Lemahnya korpus vertebra menyebabkan penonjolan yang menggelembung dari nukleus pulposus ke
dalam ruang intervertebral dan menyebabkan deformitas bikonkaf.

2. CT-Scan

CT-Scan dapat mengukur densitas tulang secara kuantitatif yang mempunyao nilai penting dalam
diagnostik dan terapi follow up. Mineral vertebra diatas 110 mg/cm3 baisanya tidak menimbulkan fraktur
vetebra atau penonjolan, sedangkan mineral vertebra dibawah 65 mg/cm3 ada pada hampir semua klien
yang mengalami fraktur.

3. Pemeriksaan Laboratorium

a. Kadar Ca, P, Fosfatase alkali tidak menunjukkan kelainan yang nyata


b. Kadar HPT (pada pascamenoupouse kadar HPT meningkat) dan Ct (terapi ekstrogen merangsang
pembentukkan Ct)

c. Kadar 1,25-(OH)2-D3 absorbsi Ca menurun

d. Eksresi fosfat dan hidroksipolin terganggu sehingga meningkat kadarnya.

F. PENATALAKSANAAN

Diet kaya kalsium dan vitamin D yang mencukupi dan seimbang sepanjang hidup, dengan
pengingkatan asupan kalsium pada permulaan umur pertengahan dapat melindungi terhadap
demineralisasi skeletal. Terdiri dari 3 gelas vitamin D susu skim atau susu penuh atau makanan lain yang
tinggi kalsium (mis keju swis, brokoli kukus, salmon kaleng dengan tulangnya) setiap hari. Untuk
meyakinkan asupan kalsium yang mencukupi perlu diresepkan preparat kalsium (kalsium karbonat).

Pada menopause, terapi pergantian hormone (HRT=hormone replacemenet therapy) dengan


estrogen dan progesteron dapat diresepkan untuk memperlambat kehilangan tulang dan mencegah
terjadinya patah tulang yang diakibatkannya. Wanita yang telah mengalami pengangkatan ovarium atau
telah menjalani menopause prematur dapat mengalami osteoporosis pada usia yang cukup
muda;penggantian hormon perlu dipikirkan pada pasien ini estrogen menurunkan resorpsi tulang tapi
tidak meningkatkan massa tulang. Penggunaan hormon dalam jangka panjang masih dievaluasi. Estrogen
tidak akan mengurangi kecepatan kehilangan tulang dengan pasti. Terapi estrogen sering dihubungkan
dengan sedikit pengingkatan insidensi kanker payudara dan endometrial. Maka selama HRT pasien harus
diperiksa payudaranya setiap bulan dan diperiksa panggulnya termasuk masukan papanicolaou dan biopsi
endometrial (bila ada indikasi), sekali atau dua kali setahun.

Obat-obat lain yang dapat diresepkan untuk menangani osteoporosis termasuk kalsitonin,
natrium fluorida, dan natrium etidronat. Kalsitonin secara primer menekan kehilangan tulang dan
diberikan secara injeksi subkutan atau intra muscular. Efek samping ( mis gangguan gastrointestinal, aliran
panas, frekuensi urin) biasanya ringan dan kadang-kadang dialami. Natrium fluoride memperbaiki aktifitas
osteoblastik dan pembentukan tulang ; namun,kualitas tulang yang baru masih dalam pengkajian.
Natrium etidronat, yang menghalangi resorpsi tulang osteoklastik, sedang dalam penelitian untuk efisiensi
penggunaannya sebagai terapi osteoporosis.

G. KOMPLIKASI

Osteoporosis mengakibatkan tulang secara progresif menjadi panas, rapuh dan mudah patah.
Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur. Bisa terjadi fraktur kompresi vertebra torakalis dan lumbalis,
fraktur daerah kolum femoris dan daerah trokhanter, dan fraktur colles pada pergelangan tangan.

H. ASUHAN KEPERAWATAN

i. Pengkajian
Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam menentukan status
kesehatan dan pola pertahanan penderita, mengidentifikasikan, kekuatan dan kebutuhan penderita yang
dapat diperoleh melalui anamnese, pemeriksaan fisik dan riwayat psikososial.

1. Anamnese

a) Identitas

a. Identitas klien

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk, tanggal
pengkajian, nomor register, diagnosa medik, alamat, semua data mengenai identitaas klien tersebut
untuk menentukan tindakan selanjutnya.

b. Identitas penanggung jawab

Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan dan jadi penanggung jawab klien
selama perawatan, data yang terkumpul meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan
klien dan alamat.

b) Riwayat Kesehatan

Dalam pengkajian riwayat kesehatan, perawat perlu mengidentifikasi adanya :

a. Rasa nyeri atau sakit tulang punggung (bagian bawah), leher,dan pinggang

b. Berat badan menurun

c. Biasanya diatas 45 tahun

d. Jenis kelamin sering pada wanita

e. Pola latihan dan aktivitas

c) Pola aktivitas sehari-hari

Pola aktivitas dan latihan biasanya berhubungan dengan olahraga, pengisian waktu luang dan rekreasi,
berpakaian, makan, mandi, dan toilet. Olahraga dapat membentuk pribadi yang baik dan individu akan
merasa lebih baik. Selain itu, olahraga dapat mempertahankan tonus otot dan gerakan sendi. Lansia
memerlukan aktifitas yang adekuat untuk mempertahankan fungsi tubuh. Aktifitas tubuh memerlukan
interaksi yang kompleks antara saraf dan muskuloskeletal.

Beberapa perubahan yang terjadi sehubungan dengan menurunnya gerak persendian adalah agility (
kemampuan gerak cepat dan lancar ) menurun, dan stamina menurun.

2. Pemeriksaan Fisik

a. B1 (Breathing)

Inspeksi: Ditemukan ketidaksimetrisan rongga dada dan tulang belakang

Palpasi : Taktil fremitus seimbang kanan dan kiri

Perkusi : Cuaca resonan pada seluruh lapang paru


Auskultasi : Pada kasus lanjut usia, biasanya didapatkan suara ronki

b. B2 ( Blood)

Pengisian kapiler kurang dari 1 detik, sering terjadi keringat dingin dan pusing. Adanya pulsus perifer
memberi makna terjadi gangguan pembuluh darah atau edema yang berkaitan dengan efek obat.

c. B3 ( Brain)

Kesadaran biasanya kompos mentis. Pada kasus yang lebih parah, klien dapat mengeluh pusing dan
gelisah.

a) Kepala dan wajah : ada sianosis

b) Mata : Sklera biasanya tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis

c) Leher : Biasanya JVP dalam normal

Nyeri punggung yang disertai pembatasan pergerakan spinal yang disadari dan halus merupakan indikasi
adanya satu fraktur atau lebih, fraktur kompresi vertebra

d. B4 (Bladder)

Produksi urine biasanya dalam batas normal dan tidak ada keluhan pada sistem perkemihan.

e. B5 ( Bowel)

Untuk kasus osteoporosis, tidak ada gangguan eliminasi namun perlu di kaji frekuensi, konsistensi, warna,
serta bau feses.

f. B6 ( Bone)

Pada inspeksi dan palpasi daerah kolumna vertebralis. Klien osteoporosis sering menunjukan kifosis atau
gibbus (dowagers hump) dan penurunan tinggi badan dan berat badan. Ada perubahan gaya berjalan,
deformitas tulang, leg-length inequality dan nyeri spinal. Lokasi fraktur yang sering terjadi adalah antara
vertebra torakalis 8 dan lumbalis 3.

3. Pemeriksaan penunjang

a) Radiologi

Gejala radiologi yang khas adalah densitas atau massa tulang yang menurun yang dapat dilihat pada
vertebra spinalis. Dinding dekat korpus vertebra biasanya merupakan lokasi yang paling berat. Penipisan
korteks dan hilangnya trabekula transversal merupakan kelainan yang sering ditemukan. Lemahnya
korpus vertebrae menyebabkan penonjolan yang menggelembung dari nucleus pulposus kedalam ruang
intervertebral dan menyebabkan deformitas bikonkaf.

b) CT-Scan

Dapat mengukur densitas tulang secara kuantitatif yang mempunyai nilai penting dalam diagnostik dan
terapi follow up. Mineral vertebra diatas 110 mg/cm3 biasanya tidak menimbulkan fraktur vertebra atau
penonjolan, sedangkan mineral vertebra dibawah 65 mg/cm3 ada pada hampir semua klien yang
mengalami fraktur.

ii. Diagnosa

1. Nyeri berhubungan dengan dampak sekunder dari fraktur vertebra spasme otot, deformitas tulang.

2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan disfungsi sekunder akibat perubahan skeletal
(kifosis), nyeri sekunder atau fraktur baru.

3. Risiko cedera berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skeletal dan ketidakseimbangan
tubuh.

4. Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi yang berhubungan dengan
kurang informasi, salah persepsi.

iii. Intervensi

1. Nyeri berhubungan dengan dampak sekunder dari fraktur vertebra, spasme otot, deformitas tulang.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam diharapkan

nyeri berkurang.

Kriteria Hasil : Klien akan mengekspresikan nyerinya, klien dapat tenang dan

istirahat yang cukup, klien dapat mandiri dalam perawatan dan penanganannya secara sederhana.

Intervensi Rasional

Pantau tingkat nyeri pada punggung, Tulang dalam peningkatan jumlah


nyeri terlokalisasi atau menyebar pada trabekular, pembatasan gerak spinal.
abdomen atau pinggang. Skala nyeri 7-9 yaitu
nyeri berat.

Ajarkan pada klien tentang alternative Alternatif lain untuk mengatasi nyeri,
lain untuk mengatasi dan mengurangi rasa pengaturan posisi, kompres hangat dan
nyerinya. sebagainya.

Kaji obat-obatan untuk mengatasi nyeri Keyakinan klien tidak dapat menoleransi
: obat yang adekuat atau tidak adekuat untuk
mengatasi nyerinya.
- Aspirin

- Phenyl-butazone
- Naproxen

- Ibuprofen

- Diclofenac

- Piroxicam

- Tenoxicam

- Celecoxib

- Lumiracoxib

Rencanakan pada klien tentang periode Kelelahan dan keletihan dapat


istirahat adekuat dengan berbaring dalam menurunkan minat untuk aktivitas sehari-hari.
posisi telentang selama kurang lebih 15 menit

2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan disfungsi sekunder akibat perubahan skeletal
(kifosis), nyeri sekunder atau fraktur baru.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam, diharapkan

klien mampu melakukan mobilitas fisik.

Kriteria hasil : Klien dapat meningkatan mobilitas fisik ; klien mampu

melakukan aktivitas hidup sehari hari secara mandiri.

Intervensi Rasional

Kaji tingkat kemampuan klien yang Dasar untuk memberikan alternative dan
masih ada. latihan gerak yang sesuai dengan
kemapuannya.

Rencanakan tentang pemberian Latihan akan meningkatkan pergerakan


program latihan : otot dan stimulasi sirkulasi darah

Bantu klien jika diperlukan latihan

Ajarkan klien tentang aktivitas hidup sehari


hari yang dapat dikerjakan

Ajarkan pentingnya latihan.

Bantu kebutuhan untuk beradaptasi dan Aktifitas hidup sehari-hari secara mandiri
melakukan aktivitas hidup sehari hari.
Peningkatan latihan fisik secara adekuat Dengan latihan fisik :
:

Dorong latihan dan hindari tekanan pada


Masa otot lebih besar sehingga
tulang seperti berjalan
memberikan perlindungan pada osteoporosis
Instruksikan klien untuk latihan selama
Program latihan merangsang pembentukan
kurang lebih 30menit dan selingi dengan
tulang
istirahat dengan berbaring selama 15 menit

Hindari latihan fleksi, membungkuk tiba


tiba,dan penangkatan beban berat

Gerakan menimbulkan kompresi vertical


dan fraktur vertebra.

3. Risiko cedera berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skeletal dan ketidakseimbangan
tubuh.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam Cedera

tidak terjadi

Kreteria Hasil : Klien tidak jatuh dan fraktur tidak terjadi, Klien dapat

menghindari aktivitas yang mengakibatkan fraktur

Intervensi Rasional

Ciptakan lingkungan yang nyaman : Menciptakan lingkungan yang aman dan


mengurangi risiko terjadinya kecelakaan.
Tempatkan klien pada tempat tidur rendah

Amati lantai yang membahayakan klien

Berikan penerangan yang cukup

Tempatkan klien pada ruangan yang


tertutup dan mudah untuk diobservasi

Ajarkan klien tentang pentingnya


menggunakan alat pengaman di ruangan.

Berikan dukungan ambulasi sesuai Ambulasi yang dilakukan tergesa-gesa


dengan kebutuhan : dapat menyebabkan mudah jatuh.

Kaji kebutuhan untuk berjalan

Konsultasi dengan ahli therapist


Ajarkan klien untuk meminta bantuan bila
diperlukan

Ajarkan klien untuk berjalan dan keluar


ruangan

Bantu klien untuk melakukan aktivitas Penarikan yang terlalu keras akan
hidup sehari-hari secara hati-hati. menyebabkan terjadinya fraktur.

Ajarkan pada klien untuk berhenti Pergerakan yang cepat akan lebih
secara perlahan, tidak naik tanggga, dan memudahkan terjadinya fraktur kompresi
mengangkat beban berat. vertebra pada klien osteoporosis.

Ajarkan pentingnya diet untuk Diet kalsium dibutuhkan untuk


mencegah osteoporosis : mempertahankan kalsium serum, mencegah
bertambahnya kehilangan tulang. Kelebihan
Rujuk klien pada ahli gizi
kafein akan meningkatkan kalsium dalam
Ajarkan diet yang mengandung banyak urine. Alcohol akan meningkatkan asidosis
kalsium yang meningkatkan resorpsi tulang

Ajarkan klien untuk mengurangi atau


berhenti menggunakan rokok atau kopi

Ajarkan tentang efek rokok terhadap Rokok dapat meningkatkan terjadinya


pemulihan tulang asidosis

Observasi efek samping obat-obatan Obat-obatan seperti diuretic, fenotiazin


yang digunakan dapat menyebabkan pusing, megantuk, dan
lemah yang merupakan predisposisi klien
untuk jatuh

4. Kurangnya pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi yang berhubungan
dengan kurang informasi, salah persepsi.

Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan 1x24 jam diharapkan

klien memahami tentang penyakit osteoporosis dan program

terapi.

Kriteria hasil : Klien mampu menjelaskan tentang penyakitnya, mampu

menyebutkan program terapi yang diberikan, klien tampak tenang.

Intervensi Rasional
Kaji ulang proses penyakit dan harapan Memberikan dasar pengetahuan dimana
yang akan datang klien dapat membuat pilihan berdasarkan
informasi.

Ajarkan pada klien tentang faktor-faktor Informasi yang diberikan akan membuat
yang mempengaruhi terjadinya osteoporosis klien lebih memahami tentang penyakitnya

Berikan pendidikan kepada klien Suplemen kalsium ssering


mengenai efek samping penggunaan obat mengakibatkan nyeri lambung dan distensi
abdomen maka klien sebaiknya
mengkonsumsi kalsium bersama makanan
untuk mengurangi terjadinya efek samping
tersebut dan memperhatikan asupan cairan
yang memadai untuk menurunkan resiko
pembentukan batu ginjal

iv. Implementasi dan Evaluasi

Diagnosa Implementasi Evaluasi

1. Nyeri berhubungan dengan Memantau tingkat nyeri S : Klien mengatakan


dampak sekunder dari fraktur pada punggung, nyeri nyeri berkurang
vertebra, spasme otot, terlokalisasi atau menyebar
O : Dapat melakukan
deformitas tulang. pada abdomen atau pinggang.
perawatan secara
Skala nyeri 7-9 yaitu nyeri berat.
mandiri dan
Mengajarkan pada klien penanganannya secara
tentang alternative lain untuk sederhana.
mengatasi dan mengurangi rasa
A : Masalah teratasi
nyerinya.
sebagian
Mengkaji obat-obatan
P : Intervensi
untuk mengatasi nyeri.
dilanjutkan :
- Aspirin
Pantau tingkat
- Phenyl-butazone nyeri pada punggung,
nyeri terlokalisasi atau
- Naproxen
menyebar pada
- Ibuprofen abdomen atau
pinggang. Skala nyeri 7-
- Diclofenac 9 yaitu nyeri berat.
- Piroxicam Ajarkan pada
- Tenoxicam klien tentang
alternative lain untuk
- Celecoxib mengatasi dan
mengurangi rasa
- Lumiracoxib
nyerinya.
Merencanakan pada klien
Kaji obat-obatan
tentang periode istirahat
untuk mengatasi nyeri.
adekuat dengan berbaring
dalam posisi telentang selama - Aspirin
kurang lebih 15 menit
- Phenyl-butazone

- Naproxen

- Ibuprofen

- Diclofenac

- Piroxicam

- Tenoxicam

- Celecoxib

- Lumiracoxib

Rencanakan pada
klien tentang periode
istirahat adekuat
dengan berbaring
dalam posisi telentang
selama kurang lebih 15
menit

2. Hambatan mobilitas fisik Mengkaji tingkat S : Klien mengatakan


berhubungan dengan disfungsi kemampuan klien yang masih sudah bisa beraktivitas
sekunder akibat perubahan ada. kembali
skeletal (kifosis), nyeri sekunder
Merencanakan tentang O : Dapat beraktivitas
atau fraktur baru.
pemberian program latihan : secara mandiri

Membantu klien jika A : Masalah teratasi


diperlukan latihan
P : Intervensi
Mengajarkan klien tentang dihentikan
aktivitas hidup sehari hari yang
dapat dikerjakan

Mengajarkan pentingnya
latihan.

Membantu kebutuhan
untuk beradaptasi dan
melakukan aktivitas hidup sehari
hari.

Meningkatan latihan fisik


secara adekuat :

Mendorong latihan dan


hindari tekanan pada tulang
seperti berjalan

Menginstruksikan klien untuk


latihan selama kurang lebih
30menit dan selingi dengan
istirahat dengan berbaring
selama 15 menit

Menghindari latihan fleksi,


membungkuk tiba tiba,dan
penangkatan beban berat

3. Risiko cedera berhubungan Menciptakan lingkungan S : Klien mengatakan


dengan dampak sekunder yang nyaman : sudah bisa beraktivitas
perubahan skeletal dan
Menempatkan klien pada O : Dapat menghindari
ketidakseimbangan tubuh
tempat tidur rendah aktivitas yang
mengakibatkan fraktur
Mengamati lantai yang
membahayakan klien A : Masalah teratasi

Memberikan penerangan P : Intervensi


yang cukup dihentikan

Menempatkan klien pada


ruangan yang tertutup dan
mudah untuk diobservasi

Mengajarkan klien tentang


pentingnya menggunakan alat
pengaman di ruangan.

Memberikan dukungan
ambulasi sesuai dengan
kebutuhan :

Mengkaji kebutuhan untuk


berjalan

Mengkonsultasi dengan ahli


therapist
Mengajarkan klien untuk
meminta bantuan bila
diperlukan

Mengajarkan klien untuk


berjalan dan keluar ruangan

Membantu klien untuk


melakukan aktivitas hidup
sehari-hari secara hati-hati.

Mengajarkan pada klien


untuk berhenti secara perlahan,
tidak naik tanggga, dan
mengangkat beban berat.

Mengajarkan pentingnya
diet untuk mencegah
osteoporosis :

Merujuk klien pada ahli gizi

Mengajarkan diet yang


mengandung banyak kalsium

Mengajarkan klien untuk


mengurangi atau berhenti
menggunakan rokok atau kopi

Mengajarkan tentang efek


rokok terhadap pemulihan
tulang

Mengobservasi efek
samping obat-obatan yang
digunakan

4. Kurangnya pengetahuan Mengkaji ulang proses S : Klien mengatakan


mengenai proses osteoporosis penyakit dan harapan yang akan sudah memahami
dan program terapi yang datang tentang penyakit
berhubungan dengan kurang osteoporosis dan
Mengajarkan pada klien
informasi, salah persepsi. program terapi
tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya O : Pengetahuan klien
osteoporosis jadi bertambah

Memberikan pendidikan A : Masalah teratasi


kepada klien mengenai efek
samping penggunaan obat
P : Intervensi
dihentikan

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dengan meningkatnya usia harapan hidup, maka berbagai penyakit degeneratif dan metabolik, termasuk
osteoporosis akan menjadi problem muskolokeletal yang memerlukan perhatian khusus, terutama
dinegara berkembang, termasuk indonesia. Pada tahun 1990, ternyata jumlah penduduk yang berusia 55
tahun atau lebih mencapai 9,2%, meningkat 50% dibandingkan survey tahun 1971. Dengan demikian,
kasus osteoporosis dengan berbagai akibatnya, terutama fraktur diperkirakan juga akan meningkat (
Sodoyo, 2009 ).

Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang, dan porous berarti berlubang-
lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah tulang yang keropos, yaitu penyakit yang mempunyai sifat
khas berupa massa tulangnya rendah atau berkurang, disertai gangguan mikro-arsitektur tulang dan
penurunan kualitas jaringan tulang yang dapat menimbulkan kerapuhan tulang (Tandra, 2009).

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengurangan massa tulang pada usia lanjut:

1. Determinan Massa Tulang

2. Determinan penurunan Massa Tulang

Osteoforosis terjadi karena adanya interaksi yang menahun antara faktor genetic dan faktor lingkungan.
Faktor genetic meliputi, usia jenis kelamin, ras keluarga, bentuk tubuh, tidak pernah melahirkan. Faktor
lingkungan meliputi, merokok, alkohol, kopi, defisiensi vitamin dan gizi, gaya hidup, mobilitas, anoreksia
nervosa dan pemakaian obat-obatan. Kedua faktor diatas akan menyebabkan melemahnya daya serap sel
terhadap kalsium dari darah ke tulang, peningkatan pengeluaran kalsium bersama urin, tidak tercapainya
masa tulang yang maksimal dengan resobsi tulang menjadi lebih cepat yang selanjutnya menimbulkan
penyerapan tulang lebih banyak dari pada pembentukan tulang baru sehingga terjadi penurunan massa
tulang total yang disebut osteoporosis.

Manifestasi osteoporosis :

1. Nyeri dengan atau tanpa fraktur yang nyata

2. Rasa sakit oleh karena adanya fraktur pada anggota gerak

3. Nyeri timbul mendadak

Pemeriksaan Diagnostik
1. Radiologis

2. CT-Scan

Penatalaksanaannya dengan Diet kaya kalsium dan vitamin D yang mencukupi dan seimbang sepanjang
hidup, dengan pengingkatan asupan kalsium pada permulaan umur pertengahan dapat melindungi
terhadap demineralisasi skeletal. Terdiri dari 3 gelas vitamin D susu skim atau susu penuh atau makanan
lain yang tinggi kalsium (mis keju swis, brokoli kukus, salmon kaleng dengan tulangnya) setiap hari. Untuk
meyakinkan asupan kalsium yang mencukupi perlu diresepkan preparat kalsium(kalsium karbonat).

Osteoporosis mengakibatkan tulang secara progresif menjadi panas, rapuh dan mudah patah.
Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur. Bisa terjadi fraktur kompresi vertebra torakalis dan lumbalis,
fraktur daerah kolum femoris dan daerah trokhanter, dan fraktur colles pada pergelangan tangan.

Diagnosa yang timbul :

1. Nyeri berhubungan dengan dampak sekunder dari fraktur vertebra spasme otot, deformitas tulang.

2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan disfungsi sekunder akibat perubahan skeletal
(kifosis), nyeri sekunder atau fraktur baru.

3. Risiko cedera berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skeletal dan ketidakseimbangan
tubuh.

4. Kurangnya pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi yang berhubungan
dengan kurang informasi, salah persepsi.

B. SARAN

Bagi orang yang mengalami osteoporosis sebaiknya melakukan diet kaya kalsium dan vitamin D yang
mencukupi dan seimbang sepanjang hidup, dengan pengingkatan asupan kalsium pada permulaan umur
pertengahan dapat melindungi terhadap demineralisasi skeletal. Terdiri dari 3 gelas vitamin D susu skim
atau susu penuh atau makanan lain yang tinggi kalsium (mis keju swis, brokoli kukus, salmon kaleng
dengan tulangnya) setiap hari. Untuk meyakinkan asupan kalsium yang mencukupi perlu diresepkan
preparat kalsium (kalsium karbonat), sering berolahraga dan pola hidup sehat.

Dalam pembuatan makalah ini kelompok masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kelompok meminta
kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Semoga makalah yang kelompok buat dapat bermanfaat
bagi pembaca.
DAFTAR PUSTAKA

Tandra, H, 2009. Segala Sesuatu Yang Harus Anda Ketahui Tentang Osteoporosis Mengenal,

Mengatasi dan Mencegah Tulang Keropos. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama

Sudoyo, Aru dkk. 2009. Buku Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 3 Edisi 5. Jakarta : Internal

Publishing

Junaidi, I, 2007. Osteoporosis - Seri Kesehatan Populer. Cetakan Kedua : Penerbit PT

Bhuana Ilmu Populer

Suryati, A, Nuraini, S. 2006. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan. Vol.2. Jakarta

Anonim, 2013/05. www.debyrahmad.blogspot.com

You might also like