You are on page 1of 18

SADBAB II

PEMBAHASAN

A. Asuhan Kegawatdaruratan Benda Asing Pada Anak

1. Pengertian

Tersedak merupakan suatu kegawatdaruratan yang sangat berbahaya,


karena dalam beberapa menit akan terjadi kekurangan oksigen secara general
atau menyeluruh sehingga hanya dalam hitung menit klien akan kehilangan
reflek nafas, denyut jantung dan kematian secara permanent dari batang otak,
dalam bahasa lain kematian dari individu tersebut. Berikut adalah penjelasan
mengenai tersedak dan penangannya.

Tersedak adalah masuknya benda asing ke arah paru-paru dan menyumbat


jalan napas. Tersedak adalah tersumbatnya trakea seseorang oleh benda asing,
muntah, darah, atau cairan lain. Tersedak merupakan keadaan darurat medis

Tersedak adalah masuknya benda asing misalnya makanan atau minuman


ke dalam tenggorokan.tersedak adalah masuknya makanan atau benda lain
kedalam tenggorokan, misalnya mainan kecil yang tertelan tanpa sengaja.

2. Batasan Anatomi

a. Airway : Mulut, Larink, trachea,brokusterminalis


b. Breathing : alveoli,(paru), dinding dada, otot pernafasan
c. Circulation : jantung sebagai pompa, pembuluh darah sebagai pipa,
darah :isi Kerongkongan sebagai jalan masuknya makanan dan
minuman secara anatomis terletak di belakang tenggorokan (jalan
nafas). Kedua saluran ini sama-sama berhubungan dengan lubang
hidung maupun mulut. Agar tidak terjadi salah masuk, maka di antara
kerongkongan dan tenggorokan terdapat sebuah katup (epiglottis) yang
bergerak secara bergantian menutup tenggorokan dan kerongkongan
seperti layaknya daun pintu. Saat bernafas, katup menutup

1
kerongkongan agar udara menuju tenggorokan, sedangkan saat menelan
makanan, katup menutup tenggorokan agar makanan lewat
kerongkongan. Tersedak dapat terjadi bila makanan yang seharusnya
menuju kerongkongan, malah menuju tenggorokan karena berbagai
sebab.

3. Klasifikasi

a. Obstruksi total
Yaitu pembuntuan saluran pernafasan secara total sehingga klien tidak
dapat bernafas sama sekali, dan harus segera ditolong karena dalam
beberapa menit klien akan mengalami kematian yang permanen. Bila
terjadi obstruksi total maka akan terjadi atelektasis.
b. Fenomena checkvalve / Parsial
Yaitu pembuntuan saluran napas secara parsial atau tidak secara total,
sehingga klien masih dapat bernapas tetapi kurang adekuat, dan benda
asing harus segera dikeluarkan karena akan mempengaruhi pasokan O2
jaringan. Tetapi pengeluaran benda asing tersebut harus dilakukan oleh
tenaga medis yang terlatih, karena ditakutkan akan terjadi sumbatan
total bila dilakukan oleh orang yang tidak berpengalaman. Bila terjadi
obstruksi parsial maka dapat terjadi emphisema paru.

4. Gejala
Gejala yang paling sering muncul saat tersedak adalah batuk-batuk, hal
ini normal karena batuk adalah mekanisme pertahanan tubuh untuk
mengeluarkan benda asing dari tenggorokan. Akan tetapi semakin besar
benda yang masuk maka gejala yang muncul lebih mirip orang yang
tercekik ( choking) seperti : sesak nafas, tidak ada suara atau suara serak,
mengi, hingga tidak nafas dan ini perlu tindakan medis yang segera untuk
menghindari gawat nafas. Pada usia balita, maka balita tersebut akan
memegang lehernya yang merasa seperti tercekik. Apabila tersedak dalam
kategori ringan maka ditandai dengan batuk-batuk hingga muntah.
Apabila tersedak dengan kategori berat maka ditandai dengan batuk-

2
batuk yang semakin lama semakin jarang dan akhirnya tidak dapat batuk
sama sekali. Wajah membiru dan kemudian pingsan
5. Penanganan
a. Dasar
1) Berupa bantuan dasar hidup atau sering disebut sebagai BLS
meliputi yaitu pembebasan Airway atau jalan napas. Penanganan
yang spesifik pada klien dengan tersedak, apabila klien yang
tersedak masih bayi adalah :Aktifkan sistem EMS dengan cara
memanggil orang terdekat untuk menghubungi EMS (Ambulace
118)
2) Pastikan penderita sadar / tidak. Bila anak tidak sadar tepuk /
goyang pundak bayi dengan hati-hati. Lihat pergerakan dada,
dengar suara nafas dan rasakan hembusan nafas.
3) Tapi bila anak sadar maka perintahkan anak untuk membatukkan
benda yang menyebabkan tersedak
4) Jika dengan batuk, benda penyebab tersedak tidak juga bisa
keluar. Mintalah ia batuk membungkuk atau posisi kepala lebih
rendah agar gaya gravitasi membantu ia mengeluarkan benda
tersebut
5) Jika tidak berhasil juga, lakukan tindakan pertolongan dengan
manuver Heimlich. Manuver Heimlich adalah tindakan yang
dikenal dapat menolong orang yang tersedak
6) Bila korban terbaring, korban dipangku oleh penolong lalu
dengan 2 atau 3 jari saja lakukan penekanan pada perut bagian
atas dan lakukan penekanan ke arah bawah atas agar benda asing
terdorong keluar.
7) Perhatikan kekuatan tekanan sesuai keadaan fisik anak.
b. Tindakan Heimlich pada bayi atau pada anak dibawah usia lima tahun
dilakukan dengan cara segera :
1) Menelentangkan penderita dipangkuan penolong
2) Berikan pukulan ringan namun cepat pada punggung penderita
diantara kedua tulang belikat sebanyak 4 kali.

3
3) Lakukan upaya ini beberapa kali hingga penolong yakin benda
asing penyebab tersedak telah keluar yang ditandai dengan
membaiknya kesadaran penderita, tak tersumbatnya pernafasan
yang mengakibatkan rasa lega pada bernafas, hilangnya bunyi
mengi pada waktu bernafas.
c. Tindakan Heimlich pada anak usia 4 tahun hingga anak usia 14-15
tahun dilakukan dengan cara :
1) Bila korban masih bisa berdiri, penolong berada di belakang
korban
2) Lingkarkan tangan ke dada pasien sedangkan kepalan tangan
berada di perut bagian atas
3) kemudian hentakan tangan sebanyak empat kali ke arah belakang
atas secara tiba-tiba dengan harapan benda asing akan terdorong
keluar karena tekanan yang dihasilkan.
4) Berikan istirahat sekitar setengah menit kemudian ulangi tindakan
tersebut beberapa kali
5) Berikan istirahat sekitar setengah menit kemudian ulangi tindakan
tersebut beberapa kali
6) Bila penderita tetap merasa sesak nafas, atau muka masih
membiru hingga penderita merasa lega bernafas. Rujukkan ke
rumah sakit untuk tindakan selanjutnya.
7) Pada posisi penderita tengkurap, penolong berlutut diatas
penderita dengan kedua lutut disamping tubuh penderita.
8) Miringkan kepala penderita kesamping kiri/kanan.
9) Letakan kedua telapak tangan dibawah tulang belikat.
10) Lakukan penekanan tangan dengan kuat dan cepat kearah dada
atas sekitar empat kali.
11) Lakukan berulang kali dengan interval istirahat sekitar setengah
menit hingga penderita sadar.
12) Bila penderita muntah, bersihkan mulut penderita.
13) Tapi bila kesemua tindakan darurat tersebut tidak berhasil, maka
Segera rujukkankerumah sakit untuk pemeriksaan lebih lanjut.

4
d. Bila klien anak anak maka dilakukan tindakan chesttrush :
1) Tanyakan pada klien tersedak atau tidak (pasien biasanya tidak
menjawab dengan tangan memegangi leher)
2) Berdiri di belakang anak, lingkarkan lengan di dada penderita.
3) Buat kepalan dengan sisi jempol di sebelah dalam, letakkan di
atas garis tengah tulang dada penderita.
4) Genggam kepalan dengan tangan yang lain dan jauhkan dari
processusxyfoideus dan pinggir tulang rusuk.
5) Tekan dada ke belakang, ulangi hentakan sampai berhasil atau
penderita sampai tidak sadar. Perhatikan kekuatan tekanan
sesuai keadaan fisik anak.
e. Lanjutan
1) Bronkoskopi
Melihat area bronkus dengan suatu alat yang dimasukkan
melalui hidung.
2) Torakotomi
Prosedur tindakan pembedahan dada untuk mengeluarkan
sumbatan yang menghalangi jalan napas
3) Tracheostomi
4) Intubasi

6. Pencegahan
Bagaimana mencegah anak mengalami kecelakaan? Yaitu dengan
melakukan hal hal dibawah ini:
a. meletakkan semua benda berbahaya di tempat yang tidak terjangkau
anak, misalnya : kancing baju, kacang atau biji bijian yang logam,
tulang ikan
b. Memangku bayi saat diberi makan.
c. Sesaat setelah makan, anak-anak atau bayi harus didudukkan dulu
selama 10 menit untuk mengeluarkan udara dari lambung sehingga
resiko muntah dan masuk dalam saluran nafas mengecil.
d. Tak membiarkan bayi sendiri ketika diberi susu botol.

5
e. Hindari memberi susu atau makanan saat anak lagi menangis atau
tertawa karena lebih mudah tersedak.
f. Terutama pada anak kecil hindari menyusu atau makan dengan posisi
berbaring.
g. Juga tidak memaksa bayi makan ketika sedang menangis
ataumemperlihatkan sikap tak mau makan.
h. Hindari makan terlalu kenyang terutama pada bayi sehingga resiko
dimuntahkan kembali dan tersedak jadi kecil.
i. Menggunakan dot yang tidak dapat dibongkar dengan mudah oleh
bayi.
j. Tidak menggunakan dot yang dikalungkan dengan rantai atau tali
padalehernya.
k. Tidak meninggalkan kantong plastik didekat bayi karena
kecendrunganmereka untuk menutupi kepala mereka dengan kantong
tersebut sehinggamenyebabkan terjadinya kesukaran bernapas.
l. Menggunakan kasur yang keras dan tidak ditutupi dengan plastik.
m. Tidak menggunakan bantal dan meletakkan boks bayi jauh dari
peralatanlain atau pemanas (menghindarkan bayi memanjat dan
demikian jatuh sertamenimbulkancidera kepala).
n. Mainan tidak boleh terdiri dari potongan kecil yang mudah
dimasukkankedalam mulut.
o. Jangan tinggalkan bayi sendiri didalam bak mandi (walaupun
hanyasedikit mengandung air).

B. Asuhan Kegawatdaruratan Status Asmatikus Pada Anak


1. Pengertian
Asthma adalah suatu gangguan yang komplek dari bronkial yang
dikarakteristikan oleh periode bronkospasme (kontraksi spasme yang lama
pada jalan nafas). (Polaski : 1996). Asthma adalah gangguan pada jalan
nafas bronkial yang dikateristikan dengan bronkospasme yang reversibel.
(Joyce M. Black : 1996).

6
Asthma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel
dimana trakea dan bronkhi berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi
tertentu. (Smelzer Suzanne : 2001).
Status asmatikus adalah asma yang berat dan persisten yang tidak
berespons terhadap terapi konvensional. Serangan dapat berlangsung lebih
dari 24 jam. Infeksi, ansietas, penggunaan tranquiliser berlebihan,
penyalahgunaan nebulizer, dehidrasi, peningkatan blok adrenergic, dan
iritan nonspesifik dapat menunjang episode ini. Epidsode akut mungkin
dicetuskan oleh hipersensitivitas terhadap penisilin.
Status asmatikus adalah suatu keadaan darurat medic berupa
seranganasam berat kemudian bertambah berat yang refrakter bila
serangan 1 2 jam pemberian obat untuk serangan asma akut seperti
adrenalin subkutan, aminofilin intravena, atau antagonis2 tidak ada
perbaikan atau malah memburuk.
2. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik status asmatikus adalah sama dengan manifestasi
yang terdapat pada asma hebat pernapasan labored, perpanjangan
ekshalasi, perbesaran vena leher, mengi. Namun, lamanya mengi tidak
mengindikasikan keparahan serangan. Dengan makin besarnya obstruksi,
mengi dapat hilang, yang sering kali menjadi pertanda bahaya gagal
pernapasan.
Mengenal suatu serangan suatu asma akut pada dasarnya sangat
mudah. Dengan pemeriksaan klinis saja diagnosis sudah dapat ditegakkan,
yaitu dengan adanya sesak napas mendadak disertai bising mengi yang
terdengar diseluruh lapangan paru. Namun yang sangat penting dalam
upaya penganggulangannya adalah menentukan derajat serangan terutama
menentukan apakah asam tersebut termasuk dalam serangan asma yang
berat.
Asma akut berat yang mengancam jiwa terutama terjadi pada
penderita usia pertengahan atau lanjut, menderita asma yang lama sekitar
10 tahun, pernah mengalami serangan asma akut berat sebelumnya dan

7
menggunakan terapi steroid jangka panjang. Asma akut berat yang
potensial mengancam jiwa, mempuyai tanda dan gejala sebagai berikut.
a. Bising mengi dan sesak napas berat sehingga tidak mampu
menyelesaikan satu kalimat dengan sekali napas, atau kesulitan dalam
bergerak.
b. Frekuensi napas lebih dari 25 x / menit
c. Denyut nadi lebih dari 110x/menit
d. Arus puncak ekspirasi ( APE ) kurang dari 50 % nilai dugaan atau
nilai tertinggi yang pernah dicapai atau kurang dari 120 lt/menit
e. Penurunan tekanan darah sistolik pada waktu inspirasi. Pulsus
paradoksus, lebih dari 10 mmHg.

3. Kajian Keperawatan
a. Airway
Pengkajian:
Pada pasien dengan status asmatikus ditemukan adanya penumpukan
sputum pada jalan nafas. Hal ini menyebabkan penyumbatan jalan
napas sehingga status asmatikus ini memperlihatkan kondisi pasien
yang sesak karena kebutuhan akan oksigen semakin sedikit yang
dapat diperoleh.
Diagnose keperawatan :
Ketidakefektifan bersihan jalan napas b/d penumpukan sputum
Intervensi :
a) Amankan pasien ke tempat yang aman
R/ lokasi yang luas memungkinkan sirkulasi udara yang lebih
banyak untuk pasien
b) Kaji tingkat kesadaran pasien
R/ dengan melihat, mendengar, dan merasakan dapat dilakukan
untuk mengetahui tingkat kesadaran pasien
c) Segera minta pertolongan
R/ bantuan segera dari rumah sakit memungkinkan pertolongan yang
lebih intensif

8
d) Auskultasi bunyi napas dengan mendekatkan telinga ke mulut pasien
R/ mengetahui tingkat pernapasan pasien dan mengetahui adanya
penumpukan sekret
e) Berikan teknik membuka jalan napas dengan cara memiringkan
pasien setengah telungkup dan membuka mulutnya
R/ memudahkan untuk mengeluarkan sputum pada jalan napas
b. Breathing
Pengkajian :
Adanya sumbatan pada jalan napas pasien menyebabkan bertambahnya
usaha napas pasien untuk memperoleh oksigen yang diperlukan oleh
tubuh. Namun pada status asmatikus pasien mengalami nafas lemah
hingga adanya henti napas. Sehingga ini memungkinkan bahwa usaha
ventilasi pasien tidak efektif. Disamping itu adanya bising mengi dan
sesak napas berat sehingga pasien tidak mampu menyelesaikan satu
kalimat dengan sekali napas, atau kesulitan dalam bergerak. Pada
pengkajian ini dapat diperoleh frekuensi napas lebih dari 25 x / menit.
Pantau adanya mengi.
Diagnose keperawatan :
Ketidakefektifan pola napas b/d penurunan kemampuan bernapas
Intervensi :
a) Kaji usaha dan frekuensi napas pasien
R/ mengetahui tingkat usaha napas pasien
b) Auskultasi bunyi napas dengan mendekatkan telinga pada hidung
pasien serta pipi ke mulut pasien
R/ mengetahui masih adanya usaha napas pasien
c) Pantau ekspansi dada pasien
R/ mengetahui masih adanya pengembangan dada pasien

c. Circulation
Pengkajian :
Pada kasus status asmatikus ini adanya usaha yang kuat untuk
memperoleh oksgien maka jantung berkontraksi kuat untuk memenuhi

9
kebutuhan tersebut hal ini ditandai dengan adanya peningkatan denyut
nadi lebih dari 110 x/menit. Terjadi pula penurunan tekanan darah
sistolik pada waktu inspirasi. Pulsus paradoksus, lebih dari 10 mmHg.
Arus puncak ekspirasi ( APE ) kurang dari 50 % nilai dugaan atau nilai
tertinggi yang pernah dicapai atau kurang dari 120 lt/menit. Adanya
kekurangan oksigen ini dapat menyebabkan sianosis yang dikaji pada
tahap circulation ini.

Diagnose Keperawatan :
perubahan perfusi jaringan perifer b/d kekurangan oksigen
Intervensi :
a) pantau tanda tanda vital ( nadi, warna kulit ) dengan menyentuh
nadi jugularis
R/ mengetahui masih adanya denyut nadi yang teraba
d. Disability
Pengkajian :
Pada tahap pengkajian ini diperoleh hasil bahwa pasien dengan status
asmatikus mengalami penurunan kesadaran. Disamping itu pasien yang
masih dapat berespon hanya dapat mengeluarkan kalimat yang terbata
bata dan tidak mampu menyelesaikan satu kalimat akibat usaha napas
yang dilakukannya sehingga dapat menimbulkan kelelahan . Namun
pada penurunan kesadaran semua motorik sensorik pasien unrespon.
e. Exposure
Pengkajian :
Setelah tindakan pemantauan airway, breathing, circulation, disability,
dan exposure dilakukan, maka tindakan selanjutnya yakni transportasi
ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan yang lebih intesif.

4. Klasifikasi
Ada beberapa tingkatan penderita asma yaitu :
a. Tingkat I :

10
a) Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi
paru.
b) Timbul bila ada faktor pencetus baik didapat alamiah maupun
dengan test provokasi bronkial di laboratorium.
b. Tingkat II :
a) Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru
menunjukkan adanya tanda-tanda obstruksi jalan nafas (batuk,
sesak nafas, wheezing).
b) Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan.
c. Tingkat III :
a) Tanpa keluhan.
b) Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi
jalan nafas.
c) Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah
diserang kembali.
d. Tingkat IV :
a) Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing.
b) Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi
jalan nafas.
e. Tingkat V :
a) Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa
serangan asma akut yang berat bersifat refrakter (tak beraksi)
sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai.
b) Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas
yang reversibel.

5. Penatalaksanaan Medis
Semua penderita yang dirawat inap di rumah sakit memperlihatkan
keadaan obstruktif jalan napas yang berat. Perhatian khusus harus
diberikan dalam perawatan, sedapat mungkin dirawat oleh dokter dan
perawat yang berpengalaman. Pemantauan dilakukan secara tepat
berpedoman secara klinis, uji faal paru ( APE ) untuk dapat menilai respon

11
pengobatan apakah membaik atau justru memburuk. Perburukan mungkin
saja terjadi oleh karena konstriksi bronkus yang lebih hebat lagi maupun
sebagai akibat terjadinya komplikasi seperti infeksi, pneumothoraks,
pneumomediastinum yang sudah tentu memerlukan pengobatan lainnya.
Efek samping obat yang berbahaya dapat terjadi pada pemberian drips
aminofilin. Dokter yang merawat harus mampu dengan akurat menentukan
kapan penderita meski dikirim ke unit perawatan intensif.
Penderita status asmatikus yang dirawat inap di ruangan, setelah
dikirim dari UGD dilakukan penatalaksaanan sebagai berikut.
a. Pemberian terapi oksigen dilanjutkan
Terapi oksigen dilakukan megnatasi dispena, sianosis,
danhipoksemia. Oksigen aliran rendah yang dilembabkan baik dengan
masker Venturi atau kateter hidung diberikan. Aliran oksigen yang
diberikan didasarkan pada nilai nilai gas darah. PaO2 dipertahankan
antara 65 dan 85 mmHg. Pemberian sedative merupakan kontraindikasi.
Jika tidak terdapat respons terhadap pengobatan berulang, dibutuhkan
perawatan di rumah sakit.
b. Agonis 2
Dilanjutkan dengan pemberian inhalasi nebulasi 1 dosis tiap jam,
kemudian dapat diperjarang pemberiannya setiap 4 jam bila sudah ada
perbaikan yang jelas. Sebagian alternative lain dapat diberikan dalam
bentuk inhalasi dengan nebuhaler / volumatic atau secara injeksi. Bila
terjadi perburukan, diberikan drips salbutamol atau terbutalin.
c. Aminofilin
Diberikan melalui infuse / drip dengan dosis 0,5 0,9 mg/kg BB /
jam. Pemberian per drip didahului dengan pemberian secara bolus
apabila belum diberikan. Dosis drip aminofilin direndahkan pada
penderita dengan penyakit hati, gagal jantung, atau bila penderita
menggunakan simetidin, siprofloksasin atau eritromisin. Dosis tinggi
diberikan pada perokok. Gejala toksik pemberian aminofilin perlu
diperhatikan. Bila terjadi mual, muntah, atau anoreksia dosis harus

12
diturunkan. Bila terjadi konfulsi, aritmia jantung drip aminofilin segera
dihentikan karena terjadi gejala toksik yang berbahaya.
d. Kortikosteroid
Kortikosteroid dosis tinggi intraveni diberikan setiap 2 8 jam
tergantung beratnya keadaan serta kecepatan respon. Preparat pilihan
adalah hidrokortison 200 400 mg dengan dosis keseluruhan 1 4 gr /
24 jam. Sediaan yang lain dapat juga diberikan sebagai alternative
adalah triamsiolon 40 80 mg, dexamethason / betamethason 5 10
mg. bila tidak tersedia kortikosteroid intravena dapat diberikan
kortikosteroid per oral yaitu predmison atau predmisolon 30 60 mg/
hari.
e. Antikolonergik
Iptropium bromide dapt diberikan baik sendiri maupun dalam
kombinasi dengan agonis 2 secara inhalasi nebulisasi terutama
penambahan penambahan ini tidak diperlukan bila pemberian agonis
2 sudah memberikan hasil yang baik.
f. Pengobatan lainnya
a) Hidrasi dan keseimbangan elektrolit
Dehidrasi hendaknya dinilai secara klinis, perlu juga pemeriksaan
elektrolit serum, dan penilaian adanya asidosis metabolic. Ringer
laktat dapat diberikan sebagai terapi awal untuk dehidrasi dan pada
keadaan asidosis metabolic diberikan Natrium Bikarbonat.
b) Mukolitik dan ekpetorans
Walaupun manfaatnya diragukan pada penderita dengan obstruksi
jalan berat ekspektorans seperti obat batuk hitam dan gliseril
guaikolat dapat diberikan, demikian juga mukolitik bromeksin
maupun N-asetilsistein.
c) Fisioterapi dada
Drainase postural, fibrasi dan perkusi serta teknik fisioterapi lainnya
hanya dilakukan pada penderita hipersekresi mucus sebagai
penyebab utama eksaserbasi akut yang terjadi.
d) Antibiotic

13
Diberikan kalau jelas ada tanda tanda infeksi seperti demam,
sputum purulent dengan neutrofil leukositosis.
e) Sedasi dan antihistamin
Obat obat sedative merupakan indikasi kontra, kecuali di ruang
perawatan intensif. Sedangkan antihistamin tidak terbukti
bermanfaat dalam pengobatan asma akut berat malahan dapat
menyebabkan pengeringan dahak yang mengakibatkan sumbatan
bronkus.
g. Penatalaksanaan lanjutan
Setelah diberikan terapi intensif awal, dilakukan monitor yang
ketat terhadap respon pengobatan dengan menilai parameter klinis
seperti sesak napas, bising mengi, frekuensi napas, frekuensi nadi,
retraksi otot bantu napas. APE, fotothoraks, AGD, kadar serum
aminofilin, kadar kalium dan gula darah diperiksa sebagai dasar
tindakan selanjutnya.
h.Perawatan Intensif
Indikasi perawatan intensif yaitu penderita yang tidak
menunjukkan respon terhadap terapi intensif yang diberikan perlu
dipikirkan apakah penderita akan dikirim ke unit perawatan intensif.
Adapun penderita yang memerlukan perawatan intensif yaitu
a. Terdapat tanda- tanda kelelahan
b. Gelisah, bingung, kesadaran menurun
c. Terjadi henti napas ( PaO2 < 40 mmHg atau PaCO2 > 45 mmHg )
sesudah pemberian oksigen.
i. Penatalaksanaan lanjutan diruangan
Pada penderita yang telah menunjukkan respon yang baik
terhadap pengobatan, terapi intensif dilanjutkan paling sedikit 2 hari.
Pada 2 5 hari pertama semua pengobatan intravena diganti, diberikan
steroid oral dan aminofilin oral serta agonis 2 dengan inhaler dosis
terukur 6 8 x/ hari atau preparat oral 3 4 x/hari. Pada hari 5 10,
steroid oral ( predmison, predmisolon ) diturunkan, obat agonis 2 dan
aminofilin diteruskan.

14
C. Asuhan Kegawatdaruratan Dengue Syok Syndrome (Dss) Pada Anak
1. Pengertian

Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang


disertai dengan adanya manifestasi perdarahan, yang bertendensi
mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan kematian (Mansjoer :
2000).
Dengue Syok Sindrom (DSS) adalah kasus demam berdarah dengue
disertai dengan manifestasi kegagalan sirkulasi/ syok/ renjatan. Dengue
Syok Syndrome (DSS) adalah sindroma syok yang terjadi pada penderita
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) atau Demam Berdarah Dengue (DBD).

2. Manifestasi klinis
Dengue berat didefinisikan oleh satu atau lebih tanda berikut: (i)
kebocoran plasma yang dapat menyebabkan syok (dengue shock) dan / atau
akumulasi cairan, dengan atau tanpa gangguan pernapasan, dan / atau (ii)
pendarahan berat, dan / atau (iii) gangguan organ.
Permeabilitas pembuluh darah yang menurun dan hipovolemia
memburuk akan mengakibatkan syok. Ini biasanya terjadi pada hari ke-4
atau 5 (kisaran hari 3-7) penyakit, didahului dengan tanda-tanda peringatan.
Selama syok tahap awal, mekanisme kompensasi yang mempertahankan
tekanan darah sistolik normal akan mengakibatkan takikardia dan
vasokonstriksi perifer pengurangan perfusi kulit seperti ekstremitas yang
dingin dan waktu pengisian kapiler yang lambat. Uniknya, tekanan diastolik
naik mendekati tekanan sistolik dan tekanan nadi menyempit sebagai akibat
peningkatan resistensi vaskular perifer. Pasien dengan syok dengue
umumnya tetap sadar. Syok hipotensi berkepanjangan dan hipoksia dapat
menyebabkan kegagalan multi-organ.
Pasien dianggap syok dengue jika tekanan nadi (yaitu perbedaan antara
tekanan sistolik dan diastolik) adalah 20 mm Hg pada anak-anak

15
atau kurangnya tanda-tanda perfusi kapiler (ekstremitas dingin, pengisian
kapiler yang lambat, atau nadi cepat). Pada orang dewasa, tekanan nadi 20
mm Hg dapat menunjukkan syok dengue berat. Hipotensi biasanya
dikaitkan dengan syok berkepanjangan dimana sering terjadi komplikasi
pendarahan.
Pasien dengan demam berdarah berat mungkin memiliki kelainan
koagulasi, namun hal ini tidak menyebabkan pendarahan besar. Ketika
pendarahan besar terjadi, hal tersebut hampir selalu dikaitkan dengan syok,
dikombinasikan dengan trombositopenia, hipoksia dan asidosis, yang
menyebabkan gagal organ multipel dan koagulasi intravaskular. Perdarahan
masif dapat terjadi tanpa syok berkepanjangan ketika asam asetilsalisilat
(aspirin), ibuprofen atau kortikosteroid diberikan.
Manifestasi yang tidak umum, seperti gagal hati akut dan ensefalopati
mungkin terjadi bahkan tanpa adanya kebocoran plasma berat atau syok.
Kardiomiopati dan ensefalitis juga dilaporkan dalam beberapa kasus demam
berdarah.
Namun, sebagian besar kematian akibat DBD terjadi pada pasien
dengan syok berat terutama komplikasi dengan kelebihan/overload cairan.

3. Penanggulangan Kegawatan Syok secara Umum


Penanggulangan syok dimulai dengan tindakan umum yang bertujuan
untuk memperbaiki perfusi jaringan; memperbaiki oksigenasi tubuh; dan
mempertahankan suhu tubuh. Tindakan ini tidak bergantung pada
penyebab syok. Diagnosis harus segera ditegakkan sehingga dapat
diberikan pengobatan kausal.

Segera berikan pertolongan pertama sesuai dengan prinsip resusitasi


ABC.

a. Airway (jalan nafas)


Jalan nafas harus bebas kalau perlu dengan pemasangan pipa
endotrakeal. Pada kasus dengue syok syndrome ini biasanya
mengeluarkan darah (muntah darah), sehingga apalabila akan dilakukan
pembebasan jalan napas maka harus dilakukan suction terlebih dahulu.

16
b. Breathing (pernapasan)
Pernafasan harus terjamin, kalau perlu dengan memberikan ventilasi
buatan dan pemberian oksigen 100%.
c. Circulation
Defisit volume peredaran darah pada syok hipovolemik sejati atau
hipovolemia relatif (syok septik, syok neurogenik, dan syok anafilaktik)
harus diatasi dengan pemberian cairan intravena dan bila perlu
pemberian obat-obatan inotropik untuk mempertahankan fungsi jantung
atau obat vasokonstriktor untuk mengatasi vasodilatasi perifer
4. Terapi Pada Pasien Penderita Syok
Semua pasien dengan demam berdarah hebat harus dirawat di
rumah sakit yang memiliki akses untuk fasilitas perawatan intensif dan
transfusi darah. Protap resusitasi cairan intravena penting dan biasanya
satu-satunya hal yang 4. diperlukan. Larutan kristaloid harus menjadi
isotonik dan volume harus cukup untuk mempretahankan sirkulasi sejak
terjadi kebocoran plasma. Plasma yang rendah harus segera diganti dan
segera dengan larutan kritaloid atau jika dalam kasus shok hipotensi,
penanganannya dengan koloid. Jika mungkin, pantau hematokrit sebelum
dan setelah resusuitasi cairan.
Hal ini harus diakhiri dengan pengulangan untuk kehilangan
plasma lebih lanjut untuk memelihara keefektifan sirkulasi untuk 24-48
jam. Untuk pasien dengan kelebihan berat badan dan obesitas, berat badan
ideal harus digunakan untuk mengukur rata-rata cairan infus. Cross match
harus dilakukan untuk semua pasien dengan syok. Transfusi darah harus
diberikan hanya untuk kasus dengan suspek/ perdarahan berat.
Tujuan dari resusitasi cairan termasuk meningkatkan sirkulasi
pusat dan perifer (menurunkan takikardia, meningkatkan tekanan darah,
volume nadi, ekstremitas yang hangat dan berwarna merah muda, waktu
pengisian kapiler < 2 detik), meningkatkan berakhirnya kerusakan organ
dengan adanya kesadaran yang stabil (lebih dari waspada atau tidak
gelisah), urine output 0,5 ml/kg/jam, dan menurunkan kemungkinan
terjadinya asidosis metabolik.

17
Rencana terapi pasien dengan shock terkompensasi adalah sebagai
berikut:
a. Mulai dengan resusitasi cairan intravena dengan kristaloid isotonik 5-
10 ml/kg/jam selama lebih dari satu jam. Kemudian observasi kondisi
pasien (tanda-tanda vital, waktu pengisian kapiler, hematokrit, dan
keluaran urin).
b. Jika kondisi pasien membaik, cairan intravena harus diturunkan
bertahap 5-7 cc/kg/jam selama 1-2 jam, kemudian 3-5 ml/kg/jam
selama 2-4 jam, kemudian 2-3 ml/kg/jam dan kemudian tergantung
pada status hemodinamik dimana dapat dipertahankan selama 24-48
jam
c. Jika tanda-tanda vital masih tidak stabil (shok persisten), setelah bolus
pertama dilakukan pengecekan hematokrit. Jika hematorit naik atau
masih tinggi (>50%) ulang bolus kedua dari larutan kristaloid 10-20
ml/ kg/jam selama 1-2 jam. Setelah bolus kedua, jika ada perbaikan
turunkan bolus cairan menjadi 7-10 ml/kg/jam selama 1-2 jam dan
kemudian diturunkan secara bertahap. Indikator adanya perdarahan,
cross match dan transfusi darah segera mengkin jika hematokrit
menurun dibanding dengan hematokrit awal (<40% untuk anak dan
wanita dewasa, <45% untuk laki-laki dewasa)
d. Bolus cairan lebih lanjut dari kristaloid atau koloid mungkin diberikan
selama 24-48 jam berikutnya.

18

You might also like