Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1
BAB 2
PROGRAM PENGENDALIAN KUSTA DAN TB
2
2.2 KEBIJAKAN NASIONAL PENGENDALIAN KUSTA DI
INDONESIA
2.2.1 PENDAHULUAN
Upaya pengendalian penyakit kusta di dunia ditetapkan tahun 2000
sebagai tonggak pencapaian eliminasi. Indonesia berhasil mencapai target
ini pada tahun yang sama, akan tetapi perkembangan 10 tahun terakhir
memperlihatkan tren statis dalam penemuan kasus baru. Sebagai upaya
global WHO yng didukung ILEP mengeluarkan Enhanced Global Srategy
for Further Reducing the Disease Burden due to Leprasy (2011-2015).
Berpedoman apada panduan WHO ini dan dengan mensinkronkan dengan
rencana stategi Kementrian Kesehatan untuk tahun 2010-2014, disusun
kebijakan nasional pengendalian kusta di indonesia.1
3
2.3 KEBIJAKAN NASIONAL PENGENDALIAN KUSTA DI
INDONESIA
2.3.1 VISI
Masyarakat sehat bebas kusta yang mandiri dan berkeadilan
2.3.2 MISI
a. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui
pemberdayaan masyarakat termasuk swasta dan masyarakat
madani.
b. Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin
tersedianya upaya kesehatan yang paripurna,merata,
bermutu dan berkeadilan.
c. Menjamin ketersediaan & pemerataan sumber daya
kesehatan.
d. Menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik.1
2.3.3 Strategi
a. Peningkatan penemuan kasus secara dini dimasyarakat.
b. Pelayanan kusta berkualitas, termasuk layanan rehabilitasi,
diintegrasikan dengan pelayanan kesehatan dasar dan
rujukan .
c. Penyebarluasan informasi tentang kusta dimasyarakat.
d. Eliminasi stigma terhadaop orang yang pernah mengalami
kusta dan keluarganya.
e. Pemberdayaan orang yang pernah mengalami kusta dalam
berbagai aspek kehidupan dan penguatan partisipasi mereka
dalam upaya pengendalian kusta.
f. Kemitraan dengan berbagai pemangku kepentingan.
g. Peningkatan dukungan kepada program kusta melalui
penguatan advokasi kepada pengambil kebijakan dan
penyedia layanan lainnya untuk meningkatkan dukungan
terhadap program kusta.
h. Penerapan pendekatan yang berda berdasarkan endemisitas
kusta.1
4
2.4 PENGENDALIAN PENYAKIT KUSTA DI KABUPATEN/KOTA
BEBAN RENDAH
2.4.1 Pengertian
Suatu kabupaten/kota dinyatakan sebagai daerah beban rendah
kusta apabila memenuhi semua indikator di bawah ini :
a. Indikator epidemiologi
Angka penemuan kasus baru 5 / 100.000 penduduk
atau jumlah total penemuan kasus baru 30 kasus
pertahun selama 3 tahun berturut-turut.
Kumulasi kasus baru dengan cacat tingkat 2 dalam 5
tahun terakhir sebanyak 25 kasus.
b. Indikator manajerial
Proporsi puskesmas yang memiliki tenaga pengelola
program kusta terlatih minimal 75% (termasuk
pelatihan 1 hari bagi puskesmas tanpa kasus kusta).
Cakupan pemeriksaan kontak kasus baru > 60%.1
2.4.2 Kebijakan
a. Bila kabupaten/kota dengan jumlah kasus baru 10-30
pertahun, maka ditetapkan puskesmas rujukan kusta (PRK),
jumlah PRK disesuaikan kondisi setempat.
Kriteria puskesmas Rujukan Kusta (PRK) :
Mudah dijangkau sesuai kondisi setempat.
Mempunyai sarana dan SDM yang cukup, kualitas, dan
kuantitas dalam penatalaksaan pasien kusta.
b. Bila kabupaten/kota dengan jumlah kasus baru < 10 per
tahun:
Daerah dengan transportasi mudah, tatalaksana kasus
dilaksanakan oleh program kusta kabupaten/kota
terlatih.
Daerah dengan transportasi sulit , tatalaksana kasus
dilaksanakan oleh RPK.1
5
2.5 KEGIATAN PROGRAM KUSTA
1. Tatalaksana Pasien
6
2. Tatalaksana Program
7
3) Pengobatan yang standar, dengan supervisi dan dukungan bagi
pasien.
4) Sistem pengelolaan dan ketersediaan OAT yang efektif.
5) Sistem monitoring, pencatatan dan pelaporan yang mampu
memberikan penilaian terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja
program.3
Fokus utama DOTS adalah penemuan dan penyembuhan pasien,
prioritas diberikan kepada pasien TB tipe menular. Strategi ini akan
memutuskan rantai penularan TB dan dengan demkian menurunkan
insidens TB di masyarakat. Menemukan dan menyembuhkan pasien
merupakan cara terbaik dalam upaya pencegahan penularan TB. Dengan
semakin berkembangnya tantangan yang dihadapi program dibanyak
negara.3
Pada tahun 2005 strategi DOTS di atas oleh Global stop TB
partnership strategi DOTS tersebut diperluas menjadi Strategi Stop TB,
yaitu:
1. Mencapai, mengoptimalkan dan mempertahankan mutu DOTS
2. Merespon masalah TB-HIV, MDR-TB dan tantangan lainnya
3. Berkontribusi dalam penguatan system kesehatan
4. Melibatkan semua pemberi pelayanan kesehatan baik pemerintah
maupun swasta.
5. Memberdayakan pasien dan masyarakat
6. Melaksanakan dan mengembangkan penelitian.3
8
3. Penguatan kebijakan ditujukan untuk meningkatkan komitmen
daerah terhadap program pengendalian TB.
4. Penguatan pengendalian TB dan pengembangannya ditujukan
terhadap peningkatan mutu pelayanan, kemudahan akses untuk
penemuan dan pengobatan sehingga mampu memutuskan rantai
penularan dan mencegah terjadinya TB resistan obat.
5. Penemuan dan pengobatan dalam rangka pengendalian TB
dilaksanakan oleh seluruh Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
(FKTP) dan Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL),
meliputi: Puskesmas, Rumah Sakit Pemerintah dan Swasta, Rumah
Sakit Paru (RSP), Balai Besar/Balai Kesehatan Paru Masyarakat
(B/BKPM), Klinik Pengobatan serta Dokter Praktek Mandiri (DPM).
6. Pengobatan untuk TB tanpa penyulit dilaksanakan di FKTP.
Pengobatan TB dengan tingkat kesulitan yang tidak dapat
ditatalaksana di FKTP akan dilakukan di FKRTL dengan mekanisme
rujuk balik apabila faktor penyulit telah dapat ditangani.
7. Pengendalian TB dilaksanakan melalui penggalangan kerja sama
dan kemitraan diantara sektor pemerintah, non pemerintah, swasta
dan masyarakat dalam wujud Gerakan Terpadu Nasional
Pengendalian TB (Gerdunas TB).
8. Peningkatan kemampuan laboratorium diberbagai tingkat
pelayanan ditujukan untuk peningkatan mutu dan akses layanan.
9. Obat Anti Tuberkulosis (OAT) untuk pengendalian TB diberikan
secara cuma-cuma dan dikelola dengan manajemen logistk yang
efektif demi menjamin ketersediaannya. Ketersediaan tenaga yang
kompeten dalam jumlah yang memadai untuk meningkatkan
dan mempertahankan kinerja program.
11. Pengendalian TB lebih diprioritaskan kepada kelompok miskin dan
kelompok rentan lainnya terhadap TB.
12. Pasien TB tidak dijauhkan dari keluarga, masyarakat dan
pekerjaannya.
9
13. Memperhatikan komitmen terhadap pencapaian target strategi
global pengendalian TB.3
2.9 Kegiatan
1. Tatalaksana TB Paripurna
a. Promosi Tuberkulosis
b. Pencegahan Tuberkulosis
c. Penemuan pasien Tuberkulosis
d. Pengobatan pasien Tuberkulosis
e. Rehabilitasi pasien Tuberkulosis
2. Manajemen Program TB
a. Perencanaan program pengendalian Tuberkulosis
b. Monitoring dan evaluasi program pengendalian Tuberkulosis
c. Pengelolaan logistik program pengendalian Tuberkulosis
10
d. Pengembangan ketenagaan program pengendalian
Tuberkulosis
e. Promosi program pengendalian Tuberkulosis.
3. Pengendalian TB Komprehensif
a. Penguatan layanan Laboratorium Tuberkulosis;
b. Public-Private Mix Tuberkulosis;
c. Kelompok rentan: pasien Diabetes Melitus (DM), ibu hamil,
gizi buruk.
d. Kolaborasi TB-HIV;
e. TB Anak;
f. Pemberdayaan Masyarakat dan Pasien TB;
g. Pendekatan praktis kesehatan paru (Practicle Aproach to
Lung Health = PAL);
h. Manajemen Terpadu Pengendalian TB Resistan Obat
(MTPTRO)
i. Penelitian tuberkulosis.3
11
program TB di tingkat propinsi dilaksanakan Dinas Kesehatan
Propinsi.
c. Tingkat Kabupaten/Kota
Di tingkat kabupaten/kota dibentuk Gerdunas-TB kabupaten/kota
yang terdiri dari Tim Pengarah dan Tim Teknis. Bentuk dan struktur
organisasi disesuaikan dengan kebutuhan kabupaten/kota. Dalam
pelaksanaan program TB di tingkat Kabupaten/Kota dilaksanakan
oleh DinasKesehatan Kabupaten/Kota.
12
DAFTAR PUSTAKA
13
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................ii
14