You are on page 1of 14

BAB 1

PENDAHULUAN

Penyakit kusta merupakan salah satu penyakit menular yang dapat


menimbulkan masalah yang sangat kompleks. Masalah yang dimaksud
bukan hanya dari segi medis saja tetapi meluas sampai masalah sosial,
ekonomi, budaya, keamanan dan kesehatan nasional. Penyakit kusta pada
umumnya terdapat di negara yang sedang berkembang sebagai akibat
keterbatasan kemampuan negara dalam memberikan pelayanan yang
memadai dibidang kesehatan, pendidikan, kesejahteraan sosial ekonomi
pada masyarakat.1
Pada tahun 1991 World Health Assembly telah mengeluarkan suatu
revolusi eliminasi kusta tahun 2000, sehingga penyakit kusta tidak lagi
menjadi suatu masalah kesehatan masyarakat. Oleh karena itu dibutuhkan
upaya pencegahan atau eliminasi kusta oleh lembaga-lembaga kesehatan
baik tingkat global maupun lokal, serta membutuhkan strategi sehingga
mampu menurunkan angka penderita kusta.2
Sejak tahun 1993, WHO menyatakan bahwa TB merupakan
kedaruratan global bagi kemanusiaan. Walaupun strategi DOTS telah
terbukti sangat efektif untuk pengendalian TB, tetapi beban penyakit TB di
masyarakat masih sangat tinggi. Dengan berbagai kemajuan yang dicapai
sejak tahun 2003, diperkirakan masih terdapat sekitar 9,5 juta kasus baru
TB, dan sekitar 0,5 juta orang meninggal akibat TB di seluruh dunia (WHO,
2009). Selain itu, pengendalian TB mendapat tantangan baru seperti infeksi
TB/HIV, TB yang resisten obat dan tantangan lainnya dengan tingkat
kompleksitas yang makin tinggi.3

1
BAB 2
PROGRAM PENGENDALIAN KUSTA DAN TB

2.1 UPAYA PENGENDALIAN PENULARAN KUSTA


Penentuan kebijakan dan metode pengendalian penyakit kusta
sangat ditentukan oleh pengetahuan epidemilogi kusta, perkembangan ilmu
dan teknologi dibidang kesehatan.1
Upaya pemutusan mata rantai penularan penyakit kusta dapat dilakukan
melalui :
1. Pengobatan MDT pada pasien kusta
2. Vaksinasi BCG
Berikut ini adalah mata rantai penularan penyakit kusta:

2
2.2 KEBIJAKAN NASIONAL PENGENDALIAN KUSTA DI
INDONESIA

2.2.1 PENDAHULUAN
Upaya pengendalian penyakit kusta di dunia ditetapkan tahun 2000
sebagai tonggak pencapaian eliminasi. Indonesia berhasil mencapai target
ini pada tahun yang sama, akan tetapi perkembangan 10 tahun terakhir
memperlihatkan tren statis dalam penemuan kasus baru. Sebagai upaya
global WHO yng didukung ILEP mengeluarkan Enhanced Global Srategy
for Further Reducing the Disease Burden due to Leprasy (2011-2015).
Berpedoman apada panduan WHO ini dan dengan mensinkronkan dengan
rencana stategi Kementrian Kesehatan untuk tahun 2010-2014, disusun
kebijakan nasional pengendalian kusta di indonesia.1

2.2.2 SITUASI PENYAKIT KUSTA DI INDONESIA


Dalam 12 tahun terakhir ( 2000-2011), situasi penyakit kusta
diindonesia tidak mengalami perubahan. Hal ini ditunjukkan dari data pada
tabel berikut:

Dari data-data tersebut di atas dapat dismpulkan bahwa penyakit kusta


masih menjadi masalah di indonesia.1

3
2.3 KEBIJAKAN NASIONAL PENGENDALIAN KUSTA DI
INDONESIA

2.3.1 VISI
Masyarakat sehat bebas kusta yang mandiri dan berkeadilan

2.3.2 MISI
a. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui
pemberdayaan masyarakat termasuk swasta dan masyarakat
madani.
b. Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin
tersedianya upaya kesehatan yang paripurna,merata,
bermutu dan berkeadilan.
c. Menjamin ketersediaan & pemerataan sumber daya
kesehatan.
d. Menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik.1

2.3.3 Strategi
a. Peningkatan penemuan kasus secara dini dimasyarakat.
b. Pelayanan kusta berkualitas, termasuk layanan rehabilitasi,
diintegrasikan dengan pelayanan kesehatan dasar dan
rujukan .
c. Penyebarluasan informasi tentang kusta dimasyarakat.
d. Eliminasi stigma terhadaop orang yang pernah mengalami
kusta dan keluarganya.
e. Pemberdayaan orang yang pernah mengalami kusta dalam
berbagai aspek kehidupan dan penguatan partisipasi mereka
dalam upaya pengendalian kusta.
f. Kemitraan dengan berbagai pemangku kepentingan.
g. Peningkatan dukungan kepada program kusta melalui
penguatan advokasi kepada pengambil kebijakan dan
penyedia layanan lainnya untuk meningkatkan dukungan
terhadap program kusta.
h. Penerapan pendekatan yang berda berdasarkan endemisitas
kusta.1

2.3.4 Sasaran strategis


Pengurangan angka cacat kusta tingkat-2 sebesar 35%
pada tahun 2015 dibandingkan data tahun 2010.1

4
2.4 PENGENDALIAN PENYAKIT KUSTA DI KABUPATEN/KOTA
BEBAN RENDAH

2.4.1 Pengertian
Suatu kabupaten/kota dinyatakan sebagai daerah beban rendah
kusta apabila memenuhi semua indikator di bawah ini :

a. Indikator epidemiologi
Angka penemuan kasus baru 5 / 100.000 penduduk
atau jumlah total penemuan kasus baru 30 kasus
pertahun selama 3 tahun berturut-turut.
Kumulasi kasus baru dengan cacat tingkat 2 dalam 5
tahun terakhir sebanyak 25 kasus.
b. Indikator manajerial
Proporsi puskesmas yang memiliki tenaga pengelola
program kusta terlatih minimal 75% (termasuk
pelatihan 1 hari bagi puskesmas tanpa kasus kusta).
Cakupan pemeriksaan kontak kasus baru > 60%.1

2.4.2 Kebijakan
a. Bila kabupaten/kota dengan jumlah kasus baru 10-30
pertahun, maka ditetapkan puskesmas rujukan kusta (PRK),
jumlah PRK disesuaikan kondisi setempat.
Kriteria puskesmas Rujukan Kusta (PRK) :
Mudah dijangkau sesuai kondisi setempat.
Mempunyai sarana dan SDM yang cukup, kualitas, dan
kuantitas dalam penatalaksaan pasien kusta.
b. Bila kabupaten/kota dengan jumlah kasus baru < 10 per
tahun:
Daerah dengan transportasi mudah, tatalaksana kasus
dilaksanakan oleh program kusta kabupaten/kota
terlatih.
Daerah dengan transportasi sulit , tatalaksana kasus
dilaksanakan oleh RPK.1

5
2.5 KEGIATAN PROGRAM KUSTA
1. Tatalaksana Pasien

6
2. Tatalaksana Program

2.6 Upaya Pengendalian TB


Sejalan dengan meningkatnya kasus TB, pada awal tahun 1990-an
WHO dan IUATLD mengembangkan strategi pengendalian TB yang dikenal
sebagai strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short-course).
Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen kunci, yaitu:

1) Komitmen politis, dengan peningkatan dan kesinambungan


pendanaan.
2) Penemuan kasus melalui pemeriksaan dahak mikroskopis yang
terjamin mutunya.

7
3) Pengobatan yang standar, dengan supervisi dan dukungan bagi
pasien.
4) Sistem pengelolaan dan ketersediaan OAT yang efektif.
5) Sistem monitoring, pencatatan dan pelaporan yang mampu
memberikan penilaian terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja
program.3
Fokus utama DOTS adalah penemuan dan penyembuhan pasien,
prioritas diberikan kepada pasien TB tipe menular. Strategi ini akan
memutuskan rantai penularan TB dan dengan demkian menurunkan
insidens TB di masyarakat. Menemukan dan menyembuhkan pasien
merupakan cara terbaik dalam upaya pencegahan penularan TB. Dengan
semakin berkembangnya tantangan yang dihadapi program dibanyak
negara.3
Pada tahun 2005 strategi DOTS di atas oleh Global stop TB
partnership strategi DOTS tersebut diperluas menjadi Strategi Stop TB,
yaitu:
1. Mencapai, mengoptimalkan dan mempertahankan mutu DOTS
2. Merespon masalah TB-HIV, MDR-TB dan tantangan lainnya
3. Berkontribusi dalam penguatan system kesehatan
4. Melibatkan semua pemberi pelayanan kesehatan baik pemerintah
maupun swasta.
5. Memberdayakan pasien dan masyarakat
6. Melaksanakan dan mengembangkan penelitian.3

2.7 Kebijakan Pengendalian TB di Indonesia.


1. Pengendalian TB di Indonesia dilaksanakan sesuai dengan azas
desentralisasi dalam kerangka otonomi dengan Kabupaten/kota
sebagai titik berat manajemen program, yang meliputi: perencanaan,
pelaksanaan, monitoring dan evaluasi serta menjamin ketersediaan
sumber daya (dana, tenaga, sarana dan prasarana).
2. Pengendalian TB dilaksanakan dengan menggunakan strategi
DOTS sebagai kerangka dasar dan memperhatikan strategi global
untuk mengendalikan TB (Global Stop TB Strategy).

8
3. Penguatan kebijakan ditujukan untuk meningkatkan komitmen
daerah terhadap program pengendalian TB.
4. Penguatan pengendalian TB dan pengembangannya ditujukan
terhadap peningkatan mutu pelayanan, kemudahan akses untuk
penemuan dan pengobatan sehingga mampu memutuskan rantai
penularan dan mencegah terjadinya TB resistan obat.
5. Penemuan dan pengobatan dalam rangka pengendalian TB
dilaksanakan oleh seluruh Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
(FKTP) dan Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL),
meliputi: Puskesmas, Rumah Sakit Pemerintah dan Swasta, Rumah
Sakit Paru (RSP), Balai Besar/Balai Kesehatan Paru Masyarakat
(B/BKPM), Klinik Pengobatan serta Dokter Praktek Mandiri (DPM).
6. Pengobatan untuk TB tanpa penyulit dilaksanakan di FKTP.
Pengobatan TB dengan tingkat kesulitan yang tidak dapat
ditatalaksana di FKTP akan dilakukan di FKRTL dengan mekanisme
rujuk balik apabila faktor penyulit telah dapat ditangani.
7. Pengendalian TB dilaksanakan melalui penggalangan kerja sama
dan kemitraan diantara sektor pemerintah, non pemerintah, swasta
dan masyarakat dalam wujud Gerakan Terpadu Nasional
Pengendalian TB (Gerdunas TB).
8. Peningkatan kemampuan laboratorium diberbagai tingkat
pelayanan ditujukan untuk peningkatan mutu dan akses layanan.
9. Obat Anti Tuberkulosis (OAT) untuk pengendalian TB diberikan
secara cuma-cuma dan dikelola dengan manajemen logistk yang
efektif demi menjamin ketersediaannya. Ketersediaan tenaga yang
kompeten dalam jumlah yang memadai untuk meningkatkan
dan mempertahankan kinerja program.
11. Pengendalian TB lebih diprioritaskan kepada kelompok miskin dan
kelompok rentan lainnya terhadap TB.
12. Pasien TB tidak dijauhkan dari keluarga, masyarakat dan
pekerjaannya.

9
13. Memperhatikan komitmen terhadap pencapaian target strategi
global pengendalian TB.3

2.8 Strategi Nasional Pengendalian TB di Indonesia 2010 2014 :


Strategi nasional program pengendalian TB nasional terdiri dari
7 strategi:
1. Memperluas dan meningkatkan pelayanan DOTS yang bermutu.
2. Menghadapi tantangan TB/HIV, MDR-TB, TB anak dan kebutuhan
masyarakat miskin serta rentan lainnya.
3. Melibatkan seluruh penyedia pelayanan pemerintah, masyarakat
(sukarela), perusahaan dan swasta melalui pendekatan Pelayanan
TB Terpadu Pemerintah dan Swasta (Public Private Mix) dan
menjamin kepatuhan terhadap Standar Internasional
Penatalaksanaan TB (International Standards for TB Care).
4. Memberdayakan masyarakat dan pasien TB.
5. Memberikan kontribusi dalam penguatan sistem kesehatan dan
manajemen program pengendalian TB.
6. Mendorong komitmen pemerintah pusat dan daerah terhadap
program TB.
7. Mendorong penelitian, pengembangan dan pemanfaatan
informasi strategis.3

2.9 Kegiatan
1. Tatalaksana TB Paripurna
a. Promosi Tuberkulosis
b. Pencegahan Tuberkulosis
c. Penemuan pasien Tuberkulosis
d. Pengobatan pasien Tuberkulosis
e. Rehabilitasi pasien Tuberkulosis
2. Manajemen Program TB
a. Perencanaan program pengendalian Tuberkulosis
b. Monitoring dan evaluasi program pengendalian Tuberkulosis
c. Pengelolaan logistik program pengendalian Tuberkulosis

10
d. Pengembangan ketenagaan program pengendalian
Tuberkulosis
e. Promosi program pengendalian Tuberkulosis.
3. Pengendalian TB Komprehensif
a. Penguatan layanan Laboratorium Tuberkulosis;
b. Public-Private Mix Tuberkulosis;
c. Kelompok rentan: pasien Diabetes Melitus (DM), ibu hamil,
gizi buruk.
d. Kolaborasi TB-HIV;
e. TB Anak;
f. Pemberdayaan Masyarakat dan Pasien TB;
g. Pendekatan praktis kesehatan paru (Practicle Aproach to
Lung Health = PAL);
h. Manajemen Terpadu Pengendalian TB Resistan Obat
(MTPTRO)
i. Penelitian tuberkulosis.3

2.10 Organisasi Pelaksana


1. Aspek Manajemen Program TB 3
a. Tingkat Pusat
Upaya pengendalian TB dilakukan melalui Gerakan Terpadu
Nasional Pengendalian Tuberkulosis (Gerdunas-TB) yang
merupakan forum kemitraan lintas sektor dibawah koordinasi
Menko Kesra. Menteri Kesehatan R.I. sebagai penanggung jawab
teknis upaya pengendalian TB. Dalam pelaksanaannya program TB
secara Nasional dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, cq. Sub
Direktorat Tuberkulosis.
b. Tingkat Propinsi
Di tingkat propinsi dibentuk Gerdunas-TB Propinsi yang terdiri dari
Tim Pengarah dan Tim Teknis. Bentuk dan struktur organisasi
disesuaikan dengan kebutuhan daerah. Dalam pelaksanaan

11
program TB di tingkat propinsi dilaksanakan Dinas Kesehatan
Propinsi.
c. Tingkat Kabupaten/Kota
Di tingkat kabupaten/kota dibentuk Gerdunas-TB kabupaten/kota
yang terdiri dari Tim Pengarah dan Tim Teknis. Bentuk dan struktur
organisasi disesuaikan dengan kebutuhan kabupaten/kota. Dalam
pelaksanaan program TB di tingkat Kabupaten/Kota dilaksanakan
oleh DinasKesehatan Kabupaten/Kota.

2. Aspek Tatalaksana pasien TB


Dilaksanakan oleh Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dan
Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL).3
a. Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP)
FKTP dalam hal ini adalah fasilitas kesehatan tingkat pertama yang
mampu memberikan layanan TB secara menyeluruh mulai dari
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Fasilitas kesehatan yang
termasuk dalam FKTP adalah Puskesmas, DPM, Klinik Pratama,
RS Tipe D dan BKPM. Dalam layanan tatalaksana TB, fasilitas
kesehatan yang mampu melakukan pemeriksaan mikroskopis
disebut FKTP Rujukan Mikroskopis (FKTP-RM).
FKTP Rujukan Mikroskopis (FKTP-RM) menerima rujukan
pemeriksaan mikroskopis dari FKTP yang tidak mempunyai fasilitas
pemeriksaan mikroskopis yang disebut sebagai FKTP Satelit
(FKTP-S).
b. Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL)
FKRTL dalam hal ini adalah fasilitas kesehatan RTL yang mampu
memberikan layanan TB secara menyeluruh mulai dari promotif,
preventif, kuratif, rehabilitatif dan paliatif untuk kasus-kasus TB
dengan penyulit dan kasus TB yang tidak bisa ditegakkan
diagnosisnya di FKTP. Fasilitas kesehatan yang termasuk dalam
FKRTL adalah RS Tipe C, B dan A, RS Rujukan Khusus Tingkat
Regional dan Nasional, Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat
(BBKPM) dan klinik utama.

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Kemenkes RI. Pedoman Nasional Program Pengendalian Penyakit


Kusta. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI; 2012.
2. WHO. Weekly Epidemiological Record. Geneva: World Health
Organization, 2014 0049-8114.
3. Kemenkes RI. Pedoman Nasional Program Pengendalian Penyakit
TB. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI; 2014.

13
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................ii

BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................ 1


BAB 2 PENGENDALIAN KUSTA DAN TB ................................................. 2
2.1 UPAYA PENGENDALIAN PENULARAN KUSTA ......................... 2
2.2 KEBIJAKAN NASIONAL PENGENDALIAN KUSTA DI
INDONESIA ............................................................................................ 3
2.2.1 PENDAHULUAN .................................................................... 3
2.2.2 SITUASI PENYAKIT KUSTA DI INDONESIA ........................ 3
2.3 KEBIJAKAN NASIONAL PENGENDALIAN KUSTA DI
INDONESIA ............................................................................................ 4
2.3.1 VISI ........................................................................................ 4
2.3.2 MISI ........................................................................................ 4
2.3.3 Strategi ................................................................................... 4
2.3.4 Sasaran strategis ................................................................... 4
2.4 PENGENDALIAN PENYAKIT KUSTA DI KABUPATEN/KOTA
BEBAN RENDAH ................................................................................... 5
2.4.1 Pengertian .............................................................................. 5
2.4.2 Kebijakan ............................................................................... 5
2.5 KEGIATAN PROGRAM KUSTA ................................................... 6
2.6 Upaya Pengendalian TB ............................................................... 7
2.7 Kebijakan Pengendalian TB di Indonesia. .................................... 8
2.8 Strategi Nasional Pengendalian TB di Indonesia 2010 201410
2.9 Kegiatan...................................................................................... 10
2.10 Organisasi Pelaksana ................................................................. 11
2.11 Aspek Tatalaksana pasien TB.......................................................12
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................13

14

You might also like