Professional Documents
Culture Documents
A. Persiapan Sampel
1. Kulit singkong dicuci sampai bersih dan diambil kulit dalamnya
2. Direndam kulit singkong dengan air garam selama 24 jam
3. Kulit singkong dikukus selama 45 menit dan didinginkan kemudian
dipotong kecil-kecil
B. Pembuatan Tepung Ferkusi-Angkak dan Ferkusi-Ragi Tempe
1. Kulit singkong diberi perlakuan dengan penambahan angkak 5% untuk
Ferkusi-Angkak dan diberi pelakuan penambahan ragi tempe 5% untuk
Fekusi-ragi tempe (fermentasi) hari ke 0,2,4,6 dan 8) dan kulit singkong
dikeringkan
2. Kulit singkong yang sudah dikeringkan dihaluskan dan diayak.
Penentuan Asam Pitat (Makrower, Wheeler, dan Ferrel)
1. Ditimbang sampel 2 g, diekstraksi asam pitat dengan 40 mL
TriChloroAceticAcid (TCA, CCl3COOH) 3%, (bila memungkinkan diunakan
penggojok listrik selama 45 menit).
2. Suspensi kemudian disentrifugasi selama 10 menit. Dipindahkan 10 menit
aliquot dari supermatan kedalam tabung sentrifuge yang bersih.
3. Ditambahkan larutan FeCl3 5 mL dengan cepat.
4. Dipanaskan tabung sentrifuge dalam air mendidih selama 1 jam. Apabila
supernatan tidak jernih dalam waktu 30 menit, ditambahkan 1 atau 2 tetes
larutan Na2SO4 3% dalam TCA 3% dan dilanjutkan pemanasan.
5. Kemudian disentrifugasi selama 10-15 menit dan supernatan yang jernih
didekantasi dan dibuang.
6. Dicuci endapan dengan menambahkan 20 mL TCA 3% sambal diaduk,
dipanaskan dalam air mendidih selama 5-10 menit dan disentrifugasi lagi.
Dibuang supernatannya.
7. Diulangi pencucian dengan aquades. Setelah disentrifugasi, supernatan dibuang
dan endapan diaduk lagi dalam 5 mL akuades dan ditambahkan 5 mL 0,6
NaOH.
8. Dipanaskan dalam air mendidih selama 45 menit sampai semua Fe(OH)3
mengendap.
9. Disentrifugasi sekali lagi selama 10-15 menit dan supernatan dengan hati-hati
didekantasi dan dibuang.
10. Dicuci sekali lagi endapan dengan aquades, disentrifugasi dan didekantasi.
11. Endapan kemudian dilarutkan kedalam 5 mL HCl 0,5 N dengan pemanasan
dalam air selama 10-15 menit sampai warna jernih kekuningan dari FeCl3
tercapai.
12. Dipindahkan kedalam labu ukur 100 mL dan diencerkan sampai tanda dengan
HCl 0,1 N.
13. Diambil 1 mL larutan dan ditambahkan 2 mL Ammonium thiosianat 1,5 M
maka akan terbentuk warna merah.
14. Digenapkan sampai volume 10 mL.
15. Didiamkan selama 5 menit dan diukur menggunakan Spectrofotometer pada
panjang gelombang 510 nm.
Karbohidrat Metode Luff Schoorl
A. Pembuatan Pereaksi Luff Schoorl
1. Ditimbang sebanyak 143,8 g Na2CO3, lalu dilarutkan dengan 300 mL
akuades. Ditimbang juga 50 g asam sitrat dan dilarutkan dengan 50 mL
akuades, dan ditimbang juga 25 g CUSO4.5H2O ditambah 100 mL akuades.
2. Dipindahkan kedalam labu ukur 1 L, digenapkan, dihomogenisasi,
dibiarkan semalam dan disaring bila perlu.
B. Blanko
1. Dipipetkan larutan luff school sebanyak 10 mL kedalam Erlenmeyer besar.
2. Dipanaskan larutan dalam penangas air hingga mendidih, didinginkan.
3. Ditambah 25 mL KI 20% dan 10 mL H2SO4 4N.
4. Dititrasi dengan Na2S2O3 0,1 N hingga terbentuk kuning jerami.
5. Ditambahkan indikator amilum sebanyak 3 tetes, dan dititrasi kembali
dengan Na2S2O3 0,1 N hingga warna berubah putih. Dilakukan titrasi secara
duplo.
C. Standarisasi Na2S2O3
1. Ditimbang sebanyak 0,0061 K2Cr2O7 gram.
2. Ditambah 25 mL KI dan 10 mL H2SO4 4 N.
3. Dititrasi larutan dengan menggunakan Na2S2O3 0,1 N sampai kuning
jerami.
4. Ditambah indikator amilum sebanyak 3 tetes, dan dititrasi kembali dengan
Na2S203 O,1 N hingga warna berubah putih. Dilakukan titrasi secara duplo.
D. Titrasi Penetapan Kadar Glukosa dengan Metode Luff Schoorl
1. Ditimbang sampel sebanyak 2 gram kedalam Erlenmeyer dan ditambah 100
mL HCl 3%.
2. Dipanaskan larutan menggunakan hotplate dengan suhu 150oC selam 30
menit dan ditunggu dingin.
3. Ditambah NaOH 30% sampai netral, CH3COOH 3% hingga pH menjadi 6,
lalu disaring.
4. Diambil 10 mL larutan yang ber-ph 6 dan ditambah 25 ml larutan luff
school, 15 mL akuades dan dipanaskan 10 menit, kemudian didinginkan.
5. Ditambah 15 mL KI 20% dan ditambah 25 mL H2SO4 4 N.
6. Dititrasi dengan menggunakan Na2S2O3 0,1 N sampai kuning jerami.
7. Ditambah indikator amilum sebanyak 3 tetes, dan dititrasi kembali dengan
Na2S2O3 0,1 N hingga berwarna putih. Titrasi dilakukan secara duplo
Protein
Protein Terlarut Metode Biuret
A. Pembuatan Reagen Biuret
Ditimbang 0,45 g Sodium Potassium Tatrat + 0,15 g CuSO4.5H2O + 0,25 g
Potassium Iodida + 0,4 g NaOH dilarutkan dengan akuades lalu digenapkan
sampai 50 mL.
B. Pengukuran Protein Terlarut
1. Ditimbang 0,3 g sampel + 5 mL akuades + 0,5 mL NaOH 0,1M.
2. Dipanaskan pada suhu 95oC selama 10 menit.
3. Digenapkan dengan menggunakan akuades dalam labu ukur 25 mL.
4. Setelah distirer menggnakan magnetic stirer selama 15 menit.
5. Disaring menggunakan kertas saring, diambil 1 mL supernatan
(blanko=akuades) + 4 mL reagen Biuret.
6. Diinkubasi pada suhu ruang selam 15 menit.
7. Diukur nilai absorbansi pada panjang gelombang 550 nm.
Kurva standar : y=0,0181x + 0,1525
Range : 0,17-0,24
Protein Total Metode Kjedahl
1. Ditimbang sampel sebanyak 1 gram dan dimasukkan kedalam labu ukur kjedahl
100 mL, kemudian ditambah 10 mL H2S04 pekat dan 5 gram Na2SO4 serta batu
didih.
2. Dipanaskan labu dengan menggunakan Bunsen api dalam lemari asam.
3. Pemansan diakhiri setelah cairan menjadi jernih atau tidak berwarna
(destruksi).
4. Sampel yang telah didestruksi ditambah dengan 10 mL akuades, lalu
dimasukkan kedalam alat distilat dan ditambah 35 mL larutan NaOH Na2S2O3.
5. Distilasi dilakukan dengan menampung distilat dalam Erlenmeyer 100 mL yang
berisi 25 mL larutan jenuh asam borat dan beberapa tetes indicator merah-metil
biru.
6. Distilasi dihentikan setelah terjadi perubahan warna menjadi hijau. Larutan
yang diperoleh dititrasi dengan HCl 0,02 M standar.
Lemak
1. Ditimbang 1,5 gram sampel dimasukkan kedalam Erlenmeyer 500 mL, dan
ditambah 30 mL HCl 25%, akuades 20 mL, dan batu didih.
2. Larutan didihkan selam 15 menit.
3. Sampel disaring dan dibilas dengan akuades panas.
4. Dioven kertas saring beserta isinya pada suhu 105 oC, kemudian dimasukkan
kedalam selongsong kertas dan dimasukkan dalam alat soxhlet dengan
diekstraksi dengan heksan selama 3 jam.
5. Kolf diuapkan hingga kering.
6. Doven pad suhu 105 oC, didinginkan pada desikator dan ditimbang.
Kadar air
Pengukuran dilakukan menggunakan Moisture Analyzer
Kadar Abu
1. Dioven cawan petri hingga kering dalam desikator, dan ditimbang massa cawan
petri.
2. Digunakan sampel hasil uji lemak dan ditimbang 1 gram dan dioven (furnace)
pada suhu 600 oC selama 5 jam hingga terbentuk abu.
3. Didinginkan abu dan ditimbang massa abu
Serat
1. Ditimbang 2 gram sampel + 50 mL H2SO4 1,25 %, lalu direfluks selama 30
menit.
2. Setelah itu ditambah 50 mL NaOH 3,25 %, lalu direfluks selama 30 menit.
3. Sampel disaring dan dibilas dengan 20 mL H2SO4 1,25% dan 20 mL etanol
96%.
4. Kemudian sampel dioven pada suhu 105 oC dan ditimbang massa akhirnya
Pendahuluan
Ferkusi-Agkak dan Ferkusi Ragi Tempe
Singkong (Manihot utillisima) merupakan makanan pokok ketiga setelah padi dan jagung bagi
masyarakat Indonesia. Tanaman ini dapat tumbuh sepanjang tahun di daerah tropis dan
memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap kondisi berbagai tanah. Tanaman ini memiliki
kandungan gizi yang cukup lengkap. Kandungan kimia dan zat gizi pada singkong adalah
karbohidrat, lemak, protein, serat makanan, vitamin (B1, C), mineral (Fe, F, Ca), dan zat non
gizi, air. Selain itu, umbi singkong mengandung senyawa non gizi tanin (Soenarso, 2004).
Singkong merupakan tanaman tropis yang termasuk dalam family Euphorbiaceae.
Berdasarkan data produksi singkong di Indonesia, limbah kulit singkong yang dihasilkan juga
memiliki potensi yang cukup baik untuk dikembangkan dan dimanfaatkan oleh masyarakat.
Dengan produksi singkong sebanyak 18,9 juta ton per tahun, limbah kulit dalam yang
berwarna putih, dapat mencapai 1,5-2,8 juta ton sedangkan limbah kulit luar yang berwarna
coklat mencapai 0,04-0,09 juta ton. (Mirwandhono dkk,2006)
Kulit singkong pada awalnya tidak dapat dikonsumsi, karena secara alami, kulit singkong
mengandung kadar serat kasar tinggi, protein rendah, dan kadar senyawa toksik, asam sianida
tinggi. Racun sianida (HCN) masuk kedalam tubuh ternak melalui pernafasan, kulit, dan yang
terbanyak melalui saluran pencernaan. Dosis yang mematikan dari sianida adalah antara 0,5-
3,5 mg/kg bobot. Singkong segar mengandung senyawa glikosida sianogenik dan bila terjadi
proses oksidasi oleh enzim linamarase maka akan dihasilkan glukosa dan asam sianida (HCN)
yang ditandai dengan bercak warna biru, akan menjadi toksik (racun) bila dikonsumsi. Akan
tetapi, pengolahan lebih lanjut terhadap kulit singkong, yaitu dengan fermentasi dapat
mengurangi kandungan zat anti nutrisi atau senyawa sianida sekaligus mampu meningkatkan
nilai gizi kulit singkong sehingga bisa dimanfaatkan secara maksimal sebagai pakan ternak
(Cecep,2009).
Protein :
Protein adalah unsur pokok alat tubuh dan jaringan lunak tubuh. Zat tersebut
digunakan sebagai zat pembangun, perbaikan & pertumbuhan sel, sebagai
penyeimbang asam & basa, sebagai pembentuk atau menstimulasii enzim & hormon
(Anggorodi, 1995). Sedangkan menurut Katili (2009) protein adalah makromolekul
yang tersusun dari bahan dasar asam amino. Protein terdapat dalam sistem hidup semua
organisme baik yang berada pada tingkat rendah maupun organisme tingkat tinggi.
Protein dapat diklasifikasikan berdasarkan komposisinya, antara lain
a. Protein Sederhana
1) Albumin, protein larut dalam air dan larutan garam encer.
2) Globulin, tidak larut dalam air tetapi larut dalam larutan encer garam.
3) Histon, protein basa karena banyak mengandung asam amino bermuatan
positif.
4) Globin, mengandung arginin dan triptofan dalam jumlah sama, mengandung
histidin juga tetapi tidak mengandung isoleusin.
5) Glutelin, tidak larut dalam larutan netral tapi larut dalam basa dan asam encer.
6) Prolamin, banyak terdapat pada sayuran. Tidak larut dalam alkohol absolut.
b. Protein Kompleks
1) Fosfoprotein, hidrolisisnya menghasilkan asam amino dan asam fosfat.
2) Glikoprotein, merupakan turunan karbohidrat.
3) Khromoprotein, protein dengan gugus prostetik yang berpigmen.
4) Nukleoprotein
5) Lipoprotein
6) Flavoprotein
7) Metaloprotein. (Soedarmo et al., 1988)
Protein dapat dibagi menjadi dua golongan utama berdasarkan bentuk dan sifat-
sifat tertentu, yaitu protein globuler dan protein serabut. Pada protein globuler, rantai
polipeptida berlipat-lipat rapat menjadi bentuk globuler atau bulat padat. Sedangkan
protein serabut merupakan molekul serabut panjang dengan rantai polipeptida yang
memanjang pada satu sumbu dan tidak berlipat menjadi bentuk globuler ( Lehninger,
1997 ).
Pada dasarnya, protein tersusun atas asam amino-asam amino, yang diikat oleh
ikatan peptida. Pengadaan dan penyediaan asam amino terjadi amat penting oleh
karena senyawa tersebut dipergunakan sebagai satuan penyusun protein. Kemampuan
jasad hidup untuk membentuk asam amino tidak sama. Asam amino digolongkan de
dalam asam amino nir-esensial adalah alanin, prolin, glisin, serin, sistein, tirosin,
asparagin, glutamin, asam aspartat, dan asam glutamat. Jasad hidup tingkat tinggi tidak
dapat mensintesa asam amino esensial. Mekanisme reaksi pembentukanya disusun dari
biosintesa asam tersebut adalah valin, leusin, isoleusin, fenilalanin, triptofan, metionin,
treonin, ornitin, arginin, histidin (Martoharsono, 2000).
Setiap protein memiliki jumlah dan urutan asam amino yang spesifik. Perubahan
posisi asam amino dalam rantai akan menghasilkan protein baru dengan struktur dan
fungsi yang berbeda. Struktur protein merefleksikan fungsi biologisnya.Struktur
protein dapat dilihat sebagai hirarki, yaitu berupa struktur primer (tingkat satu),
sekunder (tingkat dua), tersier (tingkat tiga), dan kuartener (tingkat empat)(Murray,
1999). Struktur primer protein merupakan urutan asam amino penyusun protein yang
dihubungkan melalui ikatan peptida (amida). Sementara itu, struktur sekunder protein
adalah struktur tiga dimensi lokal dan berbagai rangkaian asam amino pada protein
yang distabilkan oleh ikatan hidrogen (Wahjudi, 2003).
Protein dapat diuji dengan beberapa percobaan, yang dapat dipelajari dalam
ilmu Biokimia. Pengujian protein antara lain
Gelatin adalah protein yang terdapat dalam kolagen (bahan penunjang utama dalam
kulit, tulang rawan dan jaringan ikat) (Tjay&Suhardja, 2007). Gelatin tersusun dari 18
asam amino yang saling terikat, terdiri dari asam aspartat, asam glutamat, serin, valin,
tirosin, lisin, treonin, arginin, glisin, histidin, hidroksipiprolin, isoleusin, leusin,
hidroksilisin, fenilalanin, prolin, alanin dan metionin. Susunan asam amino gelatin
berupa triplet peptida, yaitu glisin-X-Y, dimana X umumnya adalah asam amino prolin
dan Y umumnya adalah asam amino hidroksiprolin. Senyawa gelatin merupakan suatu
polimer linier yang tersusun oleh satuan terulang asam amino glisin-prolin-prolin dan
glisin-prolin-hidroksiprolin yang bergabung membentuk rangkaian polipeptida
(Suryani dkk, 2010).
Karbohidrat :
Karbohidrat itu sendiri merupakan senyawa karbon, hidrogen dan oksigen yang
terdapat di alam. Senyawa ini pernah disangka hidrat dari karbon, sehingga
disebutlah karbohidrat. Pada tahun 1880 dinyatakan bahwa gagasan hidrat dari
karbon merupakan gagasan yang salah dan sebenarnya karbohidrat adalah
polihidroksi aldehida dan keton atau turunan keduanya (Fessenden 1986).
Asam Pitat:
Asam fitat merupakan senyawa organik yang terdiri enam senyawa fosfat.
Fosfat ini tidak tersedia secara luas pada ternak non-ruminansia. Pada ternak
ruminansia, bakteri fitase membebaskan ikatan fosfat. Asam fitat dapat membentuk
chelate dengan bermacam-macam mineral dan memproduksi fitat (Widodo, 2005).
Adanya asam fitat menyebabkan beberapa mineral dan protein menjadi tidak
terlarut sehingga tidak dapat diserap oleh usus manusia dan ternak non-ruminansia.
Secara alami, fitat membentuk komplek dengan beberapa mineral (P, Zn, Fe, Mg, Ca),
protein, dan asam amino. Asam fitat juga dapat mengikat beberapa enzim seperti
amilase, tripsin, pepsin dan -galaktosidase sehingga menurunkan aktivitasnya
(Miswar, 2003).
Asam fitat merupakan bentuk penyimpanan utama fosfor (P) dan dapat
mencapai 80% dari total fosfor yang ada. Asam fitat juga mampu mengikat mineral-
mineral bervalensi 2 atau 3 (kalsium, besi seng, magnesium) untuk membentuk
kompleks yang sulit diserap usus (Amin et al., 2011).
Tingginya konsumsi produk dari biji serealia dan legum oleh manusia dan
ternak non ruminansia dapat memberikan sumbangan pada pencemaran lingkungan.
Hal ini disebabkan karena unsur P yang terikat pada asam fitat tidak dapat diserap dan
terbuang bersama feses sehingga mencemari lingkungan. Tingginya fitat dalam biji-
bijian tersebut menyebabkan rendahnya pemanfaatan unsur P oleh ternak non
ruminansia. Satu cara untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan unsur P dari fitat
adalah dengan penggunaan fitase (phytase) (Miswar, 2003).
Spektrofotometri dapat digunakan untuk menganalisis konsentrasi suatu zat di
dalam larutan berdasarkan absorbansi terhadap warna dari larutan pada panjang
gelombang tertentu. Metode spektrofotometri memerlukan larutan standar yang telah
diketahui konsentrasinya. Larutan standarnya terdiri dari beberapa tingkat konsentrasi
mulai yang rendah sampai konsentrasi tinggi (Khopkar,2003).
Panjang Gelombang Warna Warna Komplementer
400-435 Violet Kuning-hijau
435-480 Biru Kuning
480-490 Hijau-biru Oranye
490-500 Biru-hijau Merah
500-560 Hijau Ungu
560-580 Kuning-hijau Violet
580-595 Kuning Biru
595-610 Oranye Hijau-biru
610-750 Merah Biru-hijau
Lemak :
Lemak adalah ester dari gliserol dengan asam-asam lemak (asam karboksilat
pada suku tinggi) dan dapat larut dalam pelarut organik non-polar, misalnya dietil eter
(C2H5OC2H5), Kloroform (CHCl3), benzena dan hidrokarbon lainnya, lemak dapat
larut dalam pelarut yang disebutkan di atas karena lemak mempunyai polaritas yang
sama dengan pelarut tersebut. Beberapa lemak ada pula yang dapat larut oleh air.
Bahan-bahan dan senyawa kimia akan mudah larut dalam pelarut yang sama
polaritasnya dengan zat terlarut . Tetapi polaritas bahan dapat berubah karena adanya
proses kimiawi. Misalnya asam lemak dalam larutan KOH berada dalam keadaan
terionisasi dan menjadi lebih polar dari aslinya sehingga mudah larut serta dapat
diekstraksi dengan air. Ekstraksi asam lemak yang terionisasi ini dapat dinetralkan
kembali dengan menambahkan asam sulfat encer (10 N) sehingga kembali menjadi
tidak terionisasi dan kembali mudah diekstraksi dengan pelarut non-polar. Lemak dan
minyak merupakan senyawaan trigliserida atau triasgliserol, yang berarti triester dari
gliserol . Jadi lemak dan minyak juga merupakan senyawaan ester . Hasil hidrolisis
lemak dan minyak adalah asam karboksilat dan gliserol . Asam karboksilat ini juga
disebut asam lemak yang mempunyai rantai hidrokarbon yang panjang dan tidak
bercabang (Winarno,1992).
Lemak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang artinya lemak). Lipida
larut dalam pelarut nonpolar dan tidak larut dalam air. Sifat kelarutan ini yang
membedakan lipida dari golongan senyawa alam penting lain seperti protein dan
karbohidrat yang pada umumnya tidak larut dalam pelarut nonpolar (Hart, 1990).
Lemak merupakan bahan padat pada suhu ruang disebabkan kandungannya
yang tinggi akan asam lemak jenuh yang tidak memiliki ikatan rangkap, sehingga
mempunyai titik lebur yang lebih tinggi. (Winarno, 1992).
Air :
Air berwujud cair pada suhu 0-100oC dengan tekanan 1 atm. Perubahan suhu
pada air menyebabkan air mengalamu perubahan fisik. Apabila air dipanaskan, jumlah
rata-rata air dalam satu kelompok molekul air menurun dan ikatan hidrogen putus
kemudian terbentuk lagi secara cepat. Bila suhu pemanasan air makin tinggi maka
molekul air akan bergerak dengan sangat cepat dan pada saat tekanan uap air melebihi
tekanan atmosfer, beberapa molekul dapat terlepas dari permukaan dan membentuk
gas. Perubahan fisik air dari cair menjadi gas inilah yang dijadikan prinsip pengeluaran
air dari suatu bahan pangan terutama dalam penentuan kadar air pangan dengan metode
pengeringan. (Andarwulan,2011)
1. Air bebas, terdapat dalam ruang-ruang antar sel dan inter-granular dan pori-pori
yang terdapat dalam bahan.
2. Air yang terikat secara lemah karena terserap (teradsorpsi) pada permukaan
kolloid makromolekular seperti protein, pektin pati, selulosa. Selain itu air juga
terdispersi diantara kolloid tersebut dan merupakan pelarut zat-zat yang ada
didalam sel. Air yang ada dalam bentuk ini masih tetap mempunyai sifat air bebas
dan dapat dikristalkan pada pembekuan.
3. Air yang dalam keadaan terikat kuat, yaitu membentuk hidrat. Ikatanya bersifat
ionik sehingga relatif sukar dihilangkan atau diuapkan.
Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang
dinyatakan dalam persen. Kadar air juga merupakan satu karakteristik yang sangat
penting pada bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, dan
citarasa pada bahan pangan. Kadar air dalam bahan pangan ikut menentukan kesegaran
dan daya awet bahan pangan tersebut (Sandjaja 2009).
Penentuan kadar air dapat dilakukan dengan beberapa cara. Hal ini tergantung
pada sifat bahannya. Pada umumnya penentuan kadar air dilakukan dengan
mengeringkan bahan dalam oven pada suhu 105-110C selama 3 jam atau sampai
didapat berat yang konstan.Selisih berat sebelum dan sesudah pengeringan adalah
banyaknya air yang diuapkan.(Winarno,2004)
Penentuan kadar air dengan metode oven dilakukan dengan cara mengeluarkan
air dari bahan dengan bantuan panas yang disebut dengan proses pengeringan. Analisis
kadar air dengan metode oven didasarkan atas berat yang hilang, oleh karena itu sampel
seharusnya mempunyai kestabilan panas yang tinggi dan tidak mengandung komponen
yang mudah menguap. Beberapa faktor yang dapat memengaruhi analisis air metode
oven diantaranya adalah yang berhubungan dengan penimbangan sampel, kondisi
oven, pengeringan sampel, dan perlakuan setelah pengeringan. Faktor-faktor yang
berkaitan dengan kondisi oven seperti suhu, gradien suhu, kecepatan aliran dan
kelembaban udara adalah faktor-faktor yang sangat penting diperhatikan dalam metode
pengeringan dengan oven. (Andarwulan,2011)
Prinsip metode penetapan kadar air dengan oven atau thermogravitimetri yaitu
mengupakan air yang ada dalam bahan dengan jalan pemanasan. Penimbangan bahan
dengan berat konstan yang berarti semua air sudah diuapkan dam cara ini relatif mudah
dan murah. Percepatan penguapan air serta menghindari terjadinya reaksi yang lain
karena pemanasan maka dapat dilakukan pemanasan dengan suhu rendah atau vakum.
Namun, terdapat kelemahan cara analisa kadar air dengan cara pengeringan, yaitu
bahan lain selain air juga ikut menguap dan ikut hilang misalnya alkohol, asam
asetat,minyak atsiri. Kelemahan lain yaitu dapat terjadi reaksi selama pemanasan yang
menghasilkan air atau zat mudah menguap lainya, dan juga bahan yang mengandung
zat pengikat air akan sulit melepaskan airnya walaupun sudah dipanaskan.
(Sudarmadji,2010)
Abu :
Abu merupakan residu anorganik dari proses pembakaran atau oksidasi
komponen organik bahan pangan. Kadar abu dari suatu bahan pangan menunjukkan
kandungan mineral yang terdapat dalam bahan tersebut, kemurnian, serta kebersihan
suatu bahan yang dihasilkan. Analisis kadar abu dengan metode pengabuan kering
dilakukan dengan cara mendestruksi komponen organik sampel dengan suhu tinggi di
dalam suatu tanur pengabuan (furnace), tanpa terjadi nyala api, sampai terbentuk abu
berwarna putih keabuan dan berat konstan tercapai. Oksigen yang terdapat di dalam
udara bertindak sebagai oksidator. Residu yang didapatkan merupakan total abu dari
suatu sampel .(Andarwulan, 2011).
Berikut adalah kadar abu dari beberapa jenis bahan, menurut Sudarmadji,2010.