You are on page 1of 22

Ferkusi-Agkak dan Ferkusi Ragi Tempe

A. Persiapan Sampel
1. Kulit singkong dicuci sampai bersih dan diambil kulit dalamnya
2. Direndam kulit singkong dengan air garam selama 24 jam
3. Kulit singkong dikukus selama 45 menit dan didinginkan kemudian
dipotong kecil-kecil
B. Pembuatan Tepung Ferkusi-Angkak dan Ferkusi-Ragi Tempe
1. Kulit singkong diberi perlakuan dengan penambahan angkak 5% untuk
Ferkusi-Angkak dan diberi pelakuan penambahan ragi tempe 5% untuk
Fekusi-ragi tempe (fermentasi) hari ke 0,2,4,6 dan 8) dan kulit singkong
dikeringkan
2. Kulit singkong yang sudah dikeringkan dihaluskan dan diayak.
Penentuan Asam Pitat (Makrower, Wheeler, dan Ferrel)
1. Ditimbang sampel 2 g, diekstraksi asam pitat dengan 40 mL
TriChloroAceticAcid (TCA, CCl3COOH) 3%, (bila memungkinkan diunakan
penggojok listrik selama 45 menit).
2. Suspensi kemudian disentrifugasi selama 10 menit. Dipindahkan 10 menit
aliquot dari supermatan kedalam tabung sentrifuge yang bersih.
3. Ditambahkan larutan FeCl3 5 mL dengan cepat.
4. Dipanaskan tabung sentrifuge dalam air mendidih selama 1 jam. Apabila
supernatan tidak jernih dalam waktu 30 menit, ditambahkan 1 atau 2 tetes
larutan Na2SO4 3% dalam TCA 3% dan dilanjutkan pemanasan.
5. Kemudian disentrifugasi selama 10-15 menit dan supernatan yang jernih
didekantasi dan dibuang.
6. Dicuci endapan dengan menambahkan 20 mL TCA 3% sambal diaduk,
dipanaskan dalam air mendidih selama 5-10 menit dan disentrifugasi lagi.
Dibuang supernatannya.
7. Diulangi pencucian dengan aquades. Setelah disentrifugasi, supernatan dibuang
dan endapan diaduk lagi dalam 5 mL akuades dan ditambahkan 5 mL 0,6
NaOH.
8. Dipanaskan dalam air mendidih selama 45 menit sampai semua Fe(OH)3
mengendap.
9. Disentrifugasi sekali lagi selama 10-15 menit dan supernatan dengan hati-hati
didekantasi dan dibuang.
10. Dicuci sekali lagi endapan dengan aquades, disentrifugasi dan didekantasi.
11. Endapan kemudian dilarutkan kedalam 5 mL HCl 0,5 N dengan pemanasan
dalam air selama 10-15 menit sampai warna jernih kekuningan dari FeCl3
tercapai.
12. Dipindahkan kedalam labu ukur 100 mL dan diencerkan sampai tanda dengan
HCl 0,1 N.
13. Diambil 1 mL larutan dan ditambahkan 2 mL Ammonium thiosianat 1,5 M
maka akan terbentuk warna merah.
14. Digenapkan sampai volume 10 mL.
15. Didiamkan selama 5 menit dan diukur menggunakan Spectrofotometer pada
panjang gelombang 510 nm.
Karbohidrat Metode Luff Schoorl
A. Pembuatan Pereaksi Luff Schoorl
1. Ditimbang sebanyak 143,8 g Na2CO3, lalu dilarutkan dengan 300 mL
akuades. Ditimbang juga 50 g asam sitrat dan dilarutkan dengan 50 mL
akuades, dan ditimbang juga 25 g CUSO4.5H2O ditambah 100 mL akuades.
2. Dipindahkan kedalam labu ukur 1 L, digenapkan, dihomogenisasi,
dibiarkan semalam dan disaring bila perlu.
B. Blanko
1. Dipipetkan larutan luff school sebanyak 10 mL kedalam Erlenmeyer besar.
2. Dipanaskan larutan dalam penangas air hingga mendidih, didinginkan.
3. Ditambah 25 mL KI 20% dan 10 mL H2SO4 4N.
4. Dititrasi dengan Na2S2O3 0,1 N hingga terbentuk kuning jerami.
5. Ditambahkan indikator amilum sebanyak 3 tetes, dan dititrasi kembali
dengan Na2S2O3 0,1 N hingga warna berubah putih. Dilakukan titrasi secara
duplo.
C. Standarisasi Na2S2O3
1. Ditimbang sebanyak 0,0061 K2Cr2O7 gram.
2. Ditambah 25 mL KI dan 10 mL H2SO4 4 N.
3. Dititrasi larutan dengan menggunakan Na2S2O3 0,1 N sampai kuning
jerami.
4. Ditambah indikator amilum sebanyak 3 tetes, dan dititrasi kembali dengan
Na2S203 O,1 N hingga warna berubah putih. Dilakukan titrasi secara duplo.
D. Titrasi Penetapan Kadar Glukosa dengan Metode Luff Schoorl
1. Ditimbang sampel sebanyak 2 gram kedalam Erlenmeyer dan ditambah 100
mL HCl 3%.
2. Dipanaskan larutan menggunakan hotplate dengan suhu 150oC selam 30
menit dan ditunggu dingin.
3. Ditambah NaOH 30% sampai netral, CH3COOH 3% hingga pH menjadi 6,
lalu disaring.
4. Diambil 10 mL larutan yang ber-ph 6 dan ditambah 25 ml larutan luff
school, 15 mL akuades dan dipanaskan 10 menit, kemudian didinginkan.
5. Ditambah 15 mL KI 20% dan ditambah 25 mL H2SO4 4 N.
6. Dititrasi dengan menggunakan Na2S2O3 0,1 N sampai kuning jerami.
7. Ditambah indikator amilum sebanyak 3 tetes, dan dititrasi kembali dengan
Na2S2O3 0,1 N hingga berwarna putih. Titrasi dilakukan secara duplo
Protein
Protein Terlarut Metode Biuret
A. Pembuatan Reagen Biuret
Ditimbang 0,45 g Sodium Potassium Tatrat + 0,15 g CuSO4.5H2O + 0,25 g
Potassium Iodida + 0,4 g NaOH dilarutkan dengan akuades lalu digenapkan
sampai 50 mL.
B. Pengukuran Protein Terlarut
1. Ditimbang 0,3 g sampel + 5 mL akuades + 0,5 mL NaOH 0,1M.
2. Dipanaskan pada suhu 95oC selama 10 menit.
3. Digenapkan dengan menggunakan akuades dalam labu ukur 25 mL.
4. Setelah distirer menggnakan magnetic stirer selama 15 menit.
5. Disaring menggunakan kertas saring, diambil 1 mL supernatan
(blanko=akuades) + 4 mL reagen Biuret.
6. Diinkubasi pada suhu ruang selam 15 menit.
7. Diukur nilai absorbansi pada panjang gelombang 550 nm.
Kurva standar : y=0,0181x + 0,1525
Range : 0,17-0,24
Protein Total Metode Kjedahl
1. Ditimbang sampel sebanyak 1 gram dan dimasukkan kedalam labu ukur kjedahl
100 mL, kemudian ditambah 10 mL H2S04 pekat dan 5 gram Na2SO4 serta batu
didih.
2. Dipanaskan labu dengan menggunakan Bunsen api dalam lemari asam.
3. Pemansan diakhiri setelah cairan menjadi jernih atau tidak berwarna
(destruksi).
4. Sampel yang telah didestruksi ditambah dengan 10 mL akuades, lalu
dimasukkan kedalam alat distilat dan ditambah 35 mL larutan NaOH Na2S2O3.
5. Distilasi dilakukan dengan menampung distilat dalam Erlenmeyer 100 mL yang
berisi 25 mL larutan jenuh asam borat dan beberapa tetes indicator merah-metil
biru.
6. Distilasi dihentikan setelah terjadi perubahan warna menjadi hijau. Larutan
yang diperoleh dititrasi dengan HCl 0,02 M standar.
Lemak
1. Ditimbang 1,5 gram sampel dimasukkan kedalam Erlenmeyer 500 mL, dan
ditambah 30 mL HCl 25%, akuades 20 mL, dan batu didih.
2. Larutan didihkan selam 15 menit.
3. Sampel disaring dan dibilas dengan akuades panas.
4. Dioven kertas saring beserta isinya pada suhu 105 oC, kemudian dimasukkan
kedalam selongsong kertas dan dimasukkan dalam alat soxhlet dengan
diekstraksi dengan heksan selama 3 jam.
5. Kolf diuapkan hingga kering.
6. Doven pad suhu 105 oC, didinginkan pada desikator dan ditimbang.
Kadar air
Pengukuran dilakukan menggunakan Moisture Analyzer
Kadar Abu
1. Dioven cawan petri hingga kering dalam desikator, dan ditimbang massa cawan
petri.
2. Digunakan sampel hasil uji lemak dan ditimbang 1 gram dan dioven (furnace)
pada suhu 600 oC selama 5 jam hingga terbentuk abu.
3. Didinginkan abu dan ditimbang massa abu
Serat
1. Ditimbang 2 gram sampel + 50 mL H2SO4 1,25 %, lalu direfluks selama 30
menit.
2. Setelah itu ditambah 50 mL NaOH 3,25 %, lalu direfluks selama 30 menit.
3. Sampel disaring dan dibilas dengan 20 mL H2SO4 1,25% dan 20 mL etanol
96%.
4. Kemudian sampel dioven pada suhu 105 oC dan ditimbang massa akhirnya

Pendahuluan
Ferkusi-Agkak dan Ferkusi Ragi Tempe
Singkong (Manihot utillisima) merupakan makanan pokok ketiga setelah padi dan jagung bagi
masyarakat Indonesia. Tanaman ini dapat tumbuh sepanjang tahun di daerah tropis dan
memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap kondisi berbagai tanah. Tanaman ini memiliki
kandungan gizi yang cukup lengkap. Kandungan kimia dan zat gizi pada singkong adalah
karbohidrat, lemak, protein, serat makanan, vitamin (B1, C), mineral (Fe, F, Ca), dan zat non
gizi, air. Selain itu, umbi singkong mengandung senyawa non gizi tanin (Soenarso, 2004).
Singkong merupakan tanaman tropis yang termasuk dalam family Euphorbiaceae.
Berdasarkan data produksi singkong di Indonesia, limbah kulit singkong yang dihasilkan juga
memiliki potensi yang cukup baik untuk dikembangkan dan dimanfaatkan oleh masyarakat.
Dengan produksi singkong sebanyak 18,9 juta ton per tahun, limbah kulit dalam yang
berwarna putih, dapat mencapai 1,5-2,8 juta ton sedangkan limbah kulit luar yang berwarna
coklat mencapai 0,04-0,09 juta ton. (Mirwandhono dkk,2006)

Kulit singkong pada awalnya tidak dapat dikonsumsi, karena secara alami, kulit singkong
mengandung kadar serat kasar tinggi, protein rendah, dan kadar senyawa toksik, asam sianida
tinggi. Racun sianida (HCN) masuk kedalam tubuh ternak melalui pernafasan, kulit, dan yang
terbanyak melalui saluran pencernaan. Dosis yang mematikan dari sianida adalah antara 0,5-
3,5 mg/kg bobot. Singkong segar mengandung senyawa glikosida sianogenik dan bila terjadi
proses oksidasi oleh enzim linamarase maka akan dihasilkan glukosa dan asam sianida (HCN)
yang ditandai dengan bercak warna biru, akan menjadi toksik (racun) bila dikonsumsi. Akan
tetapi, pengolahan lebih lanjut terhadap kulit singkong, yaitu dengan fermentasi dapat
mengurangi kandungan zat anti nutrisi atau senyawa sianida sekaligus mampu meningkatkan
nilai gizi kulit singkong sehingga bisa dimanfaatkan secara maksimal sebagai pakan ternak
(Cecep,2009).

Protein :
Protein adalah unsur pokok alat tubuh dan jaringan lunak tubuh. Zat tersebut
digunakan sebagai zat pembangun, perbaikan & pertumbuhan sel, sebagai
penyeimbang asam & basa, sebagai pembentuk atau menstimulasii enzim & hormon
(Anggorodi, 1995). Sedangkan menurut Katili (2009) protein adalah makromolekul
yang tersusun dari bahan dasar asam amino. Protein terdapat dalam sistem hidup semua
organisme baik yang berada pada tingkat rendah maupun organisme tingkat tinggi.
Protein dapat diklasifikasikan berdasarkan komposisinya, antara lain
a. Protein Sederhana
1) Albumin, protein larut dalam air dan larutan garam encer.
2) Globulin, tidak larut dalam air tetapi larut dalam larutan encer garam.
3) Histon, protein basa karena banyak mengandung asam amino bermuatan
positif.
4) Globin, mengandung arginin dan triptofan dalam jumlah sama, mengandung
histidin juga tetapi tidak mengandung isoleusin.
5) Glutelin, tidak larut dalam larutan netral tapi larut dalam basa dan asam encer.
6) Prolamin, banyak terdapat pada sayuran. Tidak larut dalam alkohol absolut.
b. Protein Kompleks
1) Fosfoprotein, hidrolisisnya menghasilkan asam amino dan asam fosfat.
2) Glikoprotein, merupakan turunan karbohidrat.
3) Khromoprotein, protein dengan gugus prostetik yang berpigmen.
4) Nukleoprotein
5) Lipoprotein
6) Flavoprotein
7) Metaloprotein. (Soedarmo et al., 1988)
Protein dapat dibagi menjadi dua golongan utama berdasarkan bentuk dan sifat-
sifat tertentu, yaitu protein globuler dan protein serabut. Pada protein globuler, rantai
polipeptida berlipat-lipat rapat menjadi bentuk globuler atau bulat padat. Sedangkan
protein serabut merupakan molekul serabut panjang dengan rantai polipeptida yang
memanjang pada satu sumbu dan tidak berlipat menjadi bentuk globuler ( Lehninger,
1997 ).

Pada dasarnya, protein tersusun atas asam amino-asam amino, yang diikat oleh
ikatan peptida. Pengadaan dan penyediaan asam amino terjadi amat penting oleh
karena senyawa tersebut dipergunakan sebagai satuan penyusun protein. Kemampuan
jasad hidup untuk membentuk asam amino tidak sama. Asam amino digolongkan de
dalam asam amino nir-esensial adalah alanin, prolin, glisin, serin, sistein, tirosin,
asparagin, glutamin, asam aspartat, dan asam glutamat. Jasad hidup tingkat tinggi tidak
dapat mensintesa asam amino esensial. Mekanisme reaksi pembentukanya disusun dari
biosintesa asam tersebut adalah valin, leusin, isoleusin, fenilalanin, triptofan, metionin,
treonin, ornitin, arginin, histidin (Martoharsono, 2000).

Setiap protein memiliki jumlah dan urutan asam amino yang spesifik. Perubahan
posisi asam amino dalam rantai akan menghasilkan protein baru dengan struktur dan
fungsi yang berbeda. Struktur protein merefleksikan fungsi biologisnya.Struktur
protein dapat dilihat sebagai hirarki, yaitu berupa struktur primer (tingkat satu),
sekunder (tingkat dua), tersier (tingkat tiga), dan kuartener (tingkat empat)(Murray,
1999). Struktur primer protein merupakan urutan asam amino penyusun protein yang
dihubungkan melalui ikatan peptida (amida). Sementara itu, struktur sekunder protein
adalah struktur tiga dimensi lokal dan berbagai rangkaian asam amino pada protein
yang distabilkan oleh ikatan hidrogen (Wahjudi, 2003).

Protein berfungsi memindahkan berbagai senyawa melalui aliran darah dan


melewati membran. Fungsi terpentingnya yaitu sebagai enzim ( katalisator) untuk
mempercepat reaksi biokimia. Fungsi lainnya yaitu sebagai pemicu otot untuk
berkontraksi. Protein dalam bentuk antibodi dan komponen lain dalam sistem
kekebalan, dapat melindungi dari infeksi organisme asing. Protein juga mampu
mencegah kehilangan darah dengan membentuk serangkaian proses yang diakhiri
dengan pembentukan pembekuan darah (Marks et al, 2000).

Protein dapat diuji dengan beberapa percobaan, yang dapat dipelajari dalam
ilmu Biokimia. Pengujian protein antara lain

1) uji pengendapan protein,


2) uji reaksi warna pada protein,
3) pembedaan macam-macam protein ( Chawla, 2003 ).
Larutan Esbach adalah larutan yang tersusun dari larutan trinitrofenol dan asam
sitrat dalam air yang digunakan untuk menentukan albumin dalam air kemih, endapan
berwarna kuning menjadi indikasi diendapkannya albumin oleh larutan Esbach,
sedangkan kalium ferrosianida adalah pigmen besi ferosianida putih yang teroksidasi
menjadi biru yang dibuat dengan berbagai cara (prussian blue), warna hijau menjadi
indikasi diendapkannya albumin oleh kalium ferosianida (Pudjaatmaka, 2002).

Gelatin adalah protein yang terdapat dalam kolagen (bahan penunjang utama dalam
kulit, tulang rawan dan jaringan ikat) (Tjay&Suhardja, 2007). Gelatin tersusun dari 18
asam amino yang saling terikat, terdiri dari asam aspartat, asam glutamat, serin, valin,
tirosin, lisin, treonin, arginin, glisin, histidin, hidroksipiprolin, isoleusin, leusin,
hidroksilisin, fenilalanin, prolin, alanin dan metionin. Susunan asam amino gelatin
berupa triplet peptida, yaitu glisin-X-Y, dimana X umumnya adalah asam amino prolin
dan Y umumnya adalah asam amino hidroksiprolin. Senyawa gelatin merupakan suatu
polimer linier yang tersusun oleh satuan terulang asam amino glisin-prolin-prolin dan
glisin-prolin-hidroksiprolin yang bergabung membentuk rangkaian polipeptida
(Suryani dkk, 2010).

Karbohidrat :

Karbohidrat itu sendiri merupakan senyawa karbon, hidrogen dan oksigen yang
terdapat di alam. Senyawa ini pernah disangka hidrat dari karbon, sehingga
disebutlah karbohidrat. Pada tahun 1880 dinyatakan bahwa gagasan hidrat dari
karbon merupakan gagasan yang salah dan sebenarnya karbohidrat adalah
polihidroksi aldehida dan keton atau turunan keduanya (Fessenden 1986).

Karbohidrat didefinisikan secara umum sebagai senyawa dengan rumus


molekul Cn(H2O)n. Karbohidrat adalah turunan aldehid atau keton dari alkohol
polihidroksi atau senyawa turunan sebagai hasil hidrolisis senyawa kompleks (Girinda
1986).

Karbohidrat yang dihasilkan oleh tumbuhan merupakan cadangan makanan


yang disimpan dalam akar, batang, dan biji sebagai pati (amilum). Karbohidrat dalam
tubuh manusia dan hewan dibentuk dari beberapa asam amino, gliserol lemak, dan
sebagian besar diperoleh dari makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan.
(Sirajuddin dan Najamuddin 2011). Karbohidrat ditemukan pada setiap sel makhluk
hidup yang berperan antara lain sebagai alat komunikasi sel (Winarno 2008).

Ada 3 jenis karbohidrat berdasarkan penggolongan ini, yaitu, Monosakarida,


Disakarida (oligosakarida), dan Polosakarida (Wardiana dan Santoso 2010). Baik pada
hewan maupun manusia, energi disimpan sebagai glikogen dan pada tanaman sebagai
pati. Kedua jenis karbohidrat tersebut merupakan polisakarida (Sumarlin 2006).
Untuk mengindentifikasi makanan tersebut mengandung karbohidrat maka,
dilakukan uji kualitatif. Uji kualitatif yang dilakukan seperti: Uji Benedict, Uji
Barfoed, Uji Molisch, dan Uji Trommer. Uji benedict adalah uji untuk membuktikan
adanya gula pereduksi. Uji Barfoed adalah uji untuk membedakan monosakarida dan
disakarida. Uji Molisch adalah uji untuk membuktikan adanya karbohidrat (Zulfa dkk
2014).

Asam Pitat:

Asam fitat merupakan senyawa organik yang terdiri enam senyawa fosfat.
Fosfat ini tidak tersedia secara luas pada ternak non-ruminansia. Pada ternak
ruminansia, bakteri fitase membebaskan ikatan fosfat. Asam fitat dapat membentuk
chelate dengan bermacam-macam mineral dan memproduksi fitat (Widodo, 2005).
Adanya asam fitat menyebabkan beberapa mineral dan protein menjadi tidak
terlarut sehingga tidak dapat diserap oleh usus manusia dan ternak non-ruminansia.
Secara alami, fitat membentuk komplek dengan beberapa mineral (P, Zn, Fe, Mg, Ca),
protein, dan asam amino. Asam fitat juga dapat mengikat beberapa enzim seperti
amilase, tripsin, pepsin dan -galaktosidase sehingga menurunkan aktivitasnya
(Miswar, 2003).
Asam fitat merupakan bentuk penyimpanan utama fosfor (P) dan dapat
mencapai 80% dari total fosfor yang ada. Asam fitat juga mampu mengikat mineral-
mineral bervalensi 2 atau 3 (kalsium, besi seng, magnesium) untuk membentuk
kompleks yang sulit diserap usus (Amin et al., 2011).
Tingginya konsumsi produk dari biji serealia dan legum oleh manusia dan
ternak non ruminansia dapat memberikan sumbangan pada pencemaran lingkungan.
Hal ini disebabkan karena unsur P yang terikat pada asam fitat tidak dapat diserap dan
terbuang bersama feses sehingga mencemari lingkungan. Tingginya fitat dalam biji-
bijian tersebut menyebabkan rendahnya pemanfaatan unsur P oleh ternak non
ruminansia. Satu cara untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan unsur P dari fitat
adalah dengan penggunaan fitase (phytase) (Miswar, 2003).
Spektrofotometri dapat digunakan untuk menganalisis konsentrasi suatu zat di
dalam larutan berdasarkan absorbansi terhadap warna dari larutan pada panjang
gelombang tertentu. Metode spektrofotometri memerlukan larutan standar yang telah
diketahui konsentrasinya. Larutan standarnya terdiri dari beberapa tingkat konsentrasi
mulai yang rendah sampai konsentrasi tinggi (Khopkar,2003).
Panjang Gelombang Warna Warna Komplementer
400-435 Violet Kuning-hijau
435-480 Biru Kuning
480-490 Hijau-biru Oranye
490-500 Biru-hijau Merah
500-560 Hijau Ungu
560-580 Kuning-hijau Violet
580-595 Kuning Biru
595-610 Oranye Hijau-biru
610-750 Merah Biru-hijau

Spektrofotometri merupakan metode analisis yang didasarkan pada absorpsi


radiasi elektromagnet. Cahaya terdiri dari radiasi terhadap mana mata manusia peka,
gelombang dengan panjang berlainan akan menimbulkan cahaya yang berlainan
sedangkan campuran cahaya dengan panjang-panjang ini akan menyusun cahaya putih.
Cahaya putih meliputi seluruh spektrum nampak 400-760 mm. Spektrofotometri ini
hanya terjadi bila terjadi perpindahan elektron dari tingkat energi yang rendah ke
tingkat energi yang lebih tinggi (Ali,2005).
Keuntungan utama pemilihan metode spektrofotometri ini adalah bahwa
metode ini memberikan metode sangat sederhana untuk menetapkan kuantitas zat yang
sangat kecil. Spektrofotometri menyiratkan pengukuran jauhnya penyerapan energi
cahaya oleh suatu sistem kimia itu sebagai suatu fungsi dari panjang gelombang radiasi,
demikian pula pengukuran penyerapan yang menyendiri pada suatu panjang
gelombang tertentu. Analisis spektrofotometri digunakan suatu sumber radiasi yang
menjorok ke dalam daerah ultraviolet spektrum itu. Dari spektrum ini, dipilih panjang-
panjang gelombang tertentu dengan lebar pita kurang dari 1
nm(Sastrohamidjojo,1999).
Adapun jenis-jenis spektrofotometri, yaitu :
1. Spektrofotometri Infra Merah
Spektrofotometri Infra Red atau Infra Merah merupakan suatu metode yang
mengamati interaksi molekul dengan radiasi elektromagnetik yang berada pada daerah
panjang gelombang 0,75 1.000 m atau pada Bilangan Gelombang 13.000 10 cm-
1
.
2. Spektrofotometri Raman
Interaksi Radiasi Elektro Magnetik (REM) .Apabila media transparan tersebut
mengandung hanya partikel dengan ukuran dimensi atom (permukaan 0,01 A2) maka
akan terjadi percikan radiasi dengan intensitas yang sangat lemah. Radiasi hamburan
tersebut dikenal dengan hamburan Rayleigh.
3. Spektrofotometri Fluorescensi dan Fosforescensi
Suatu zat yang berinteraksi dengan radiasi, setelah mengabsorpsi radiasi
tersebut, bisa mengemisikan radiasi dengan panjang gelombang yang umumnya lebih
besar daripada panjang gelombang radiasi yang diserap. Fenomena tersebut
disebut fotoluminensi yang mencakup dua jenis yaitu fluoresensi dan fosforesensi.
Fluoresensi terjadi dalam selang waktu lebih pedek daripada fosforesensi.
4. Spektrofotometri Resonansi Magnetik Inti
Metode baru sebagai anggota baru teknik soektroskopi yang diberi
nama Nuclear Magnetic Resonance (NMR). Para ilmuwan di Indonesia
mempopulerkan metode ini dengan nama spektrofotometer Resonansi Magnet Inti
(RMI). Spektrofotometri RMI sangat penting artinya dalam analisis kualitatif,
khususnya dalam penentuan struktur molekul zat organik.
Spektrofotometri merupakan suatu metoda analisa yang didasarkan pada
pengukuran serapan sinar monokromatis oleh suatu lajur larutan berwarna pada
panjang gelombamg spesifik dengan menggunakan monokromator prisma atau kisi
difraksi dengan detektor fototube ( Underwood,2001).
Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitan atau absorban suatu
sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Sedangkan pengukuran menggunakan
spektrofotometer ini, metoda yang digunakan sering disebut dengan spektrofotometri
(Basset,1994).
Spektrofotometri dapat dianggap sebagai perluasan suatu pemeriksaan visual
dengan studi yang lebih mendalam dari absorbsi energi. Absorbsi radiasi oleh suatu
sampel diukur pada berbagai panjang gelombangdan dialirkan oleh suatu perkam untuk
menghasilkan spektrum tertentu yang khas untuk komponen yang berbeda (Khopkar,
2003).
Absorbsi sinar oleh larutan mengikuti hukum Lambert-Beer, yaitu :
A = log ( Io / It ) = abc
Keterangan : Io = Intensitas sinar datang
It = Intensitas sinar yang diteruskan
a = Absorptivitas
b = Panjang sel/kuvet
c = konsentrasi (g/l)
A = Absorban
Spektrofotometri merupakan bagian dari fotometri dan dapat dibedakan dari
filter fotometri sebagai berikut :
1. Daerah jangkauan spektrum
Filter fotometr hanya dapat digunakan untuk mengukur serapan sinar tampak
(400-750 nm). Sedangkan spektrofotometer dapat mengukur serapan di daerah tampak,
UV (200-380 nm) maupun IR (> 750 nm).
2. Sumber sinar
Sesuai dengan daerah jangkauan spektrumnya maka spektrofotometer
menggunakan sumber sinar yang berbeda pada masing-masing daerah (sinar tampak,
UV, IR). Sedangkan sumber sinar filter fotometer hanya untuk daerah tampak.
3. Monokromator
Filter fotometere menggunakan filter sebagai monokrmator. Tetapi pada
spektro digunakan kisi atau prisma yang daya resolusinya lebih baik.
4. Detektor
- Filter fotometer menggunakan detektor fotosel
- Spektrofotometer menggunakan tabung penggandaan foton atau fototube.
Komponen utama dari spektrofotometer yaitu :
1. Sumber cahaya
Untuk radisi kontinue :
- Untuk daerah UV dan daerah tampak :
- Lampu wolfram (lampu pijar) menghasilkan spektrum kontiniu pada
gelombang 320-2500 nm.
- Lampu hidrogen atau deutrium (160-375 nm)
- Lampu gas xenon (250-600 nm)
Untuk daerah IR
Ada tiga macam sumber sinar yang dapat digunakan :
- Lampu Nerst,dibuat dari campuran zirkonium oxida (38%) Itrium
oxida (38%) dan erbiumoxida (3%)
- Lampu globar dibuat dari silisium Carbida (SiC).
- Lampu Nkrom terdiri dari pita nikel krom dengan panjang gelombang 0,4
20 nm
- Spektrum radiasi garis UV atau tampak :
- Lampu uap (lampu Natrium, Lampu Raksa)
- Lampu katoda cekung/lampu katoda berongga
- Lampu pembawa muatan dan elektroda (elektrodeless dhischarge lamp)
- Laser
2. Pengatur Intensitas
Berfungsi untuk mengatur intensitas sinar yang dihasilkan oleh sumber cahaya
agar sinar yang masuk tetap konstan.
3. Monokromator
Berfungsi untuk merubah sinar polikromatis menjadi sinar monokromatis
sesuai yang dibutuhkan oleh pengukuran
Macam-macam monokromator :
- Prisma
- kaca untuk daerah sinar tampak
- kuarsa untuk daerah UV
- Rock salt (kristal garam) untuk daerah IR
- Kisi difraksi
Keuntungan menggunakan kisi :
- Dispersi sinar merata
- Dispersi lebih baik dengan ukuran pendispersi yang sama
- Dapat digunakan dalam seluruh jangkauan spektrum
4. Kuvet
Pada pengukuran di daerah sinar tampak digunakan kuvet kaca dan daerah UV
digunakan kuvet kuarsa serta kristal garam untuk daerah IR.
5. Detektor
Fungsinya untuk merubah sinar menjadi energi listrik yang sebanding dengan
besaran yang dapat diukur.
Syarat-syarat ideal sebuah detektor :
- Kepekan yang tinggi
- Perbandingan isyarat atau signal dengan bising tinggi
- Respon konstan pada berbagai panjang gelombang.
- Waktu respon cepat dan signal minimum tanpa radiasi.
Macam-macam detektor : Detektor foto (Photo detector), Photocell, Phototube,
Hantaran foto, Dioda foto,dan Detektor panas.
6. Penguat (amplifier)
Berfungsi untuk memperbesar arus yang dihasilkan oleh detektor agar dapat
dibaca oleh indikator (Hastuti,2007).

Lemak :
Lemak adalah ester dari gliserol dengan asam-asam lemak (asam karboksilat
pada suku tinggi) dan dapat larut dalam pelarut organik non-polar, misalnya dietil eter
(C2H5OC2H5), Kloroform (CHCl3), benzena dan hidrokarbon lainnya, lemak dapat
larut dalam pelarut yang disebutkan di atas karena lemak mempunyai polaritas yang
sama dengan pelarut tersebut. Beberapa lemak ada pula yang dapat larut oleh air.
Bahan-bahan dan senyawa kimia akan mudah larut dalam pelarut yang sama
polaritasnya dengan zat terlarut . Tetapi polaritas bahan dapat berubah karena adanya
proses kimiawi. Misalnya asam lemak dalam larutan KOH berada dalam keadaan
terionisasi dan menjadi lebih polar dari aslinya sehingga mudah larut serta dapat
diekstraksi dengan air. Ekstraksi asam lemak yang terionisasi ini dapat dinetralkan
kembali dengan menambahkan asam sulfat encer (10 N) sehingga kembali menjadi
tidak terionisasi dan kembali mudah diekstraksi dengan pelarut non-polar. Lemak dan
minyak merupakan senyawaan trigliserida atau triasgliserol, yang berarti triester dari
gliserol . Jadi lemak dan minyak juga merupakan senyawaan ester . Hasil hidrolisis
lemak dan minyak adalah asam karboksilat dan gliserol . Asam karboksilat ini juga
disebut asam lemak yang mempunyai rantai hidrokarbon yang panjang dan tidak
bercabang (Winarno,1992).

Lemak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang artinya lemak). Lipida
larut dalam pelarut nonpolar dan tidak larut dalam air. Sifat kelarutan ini yang
membedakan lipida dari golongan senyawa alam penting lain seperti protein dan
karbohidrat yang pada umumnya tidak larut dalam pelarut nonpolar (Hart, 1990).
Lemak merupakan bahan padat pada suhu ruang disebabkan kandungannya
yang tinggi akan asam lemak jenuh yang tidak memiliki ikatan rangkap, sehingga
mempunyai titik lebur yang lebih tinggi. (Winarno, 1992).
Air :
Air berwujud cair pada suhu 0-100oC dengan tekanan 1 atm. Perubahan suhu
pada air menyebabkan air mengalamu perubahan fisik. Apabila air dipanaskan, jumlah
rata-rata air dalam satu kelompok molekul air menurun dan ikatan hidrogen putus
kemudian terbentuk lagi secara cepat. Bila suhu pemanasan air makin tinggi maka
molekul air akan bergerak dengan sangat cepat dan pada saat tekanan uap air melebihi
tekanan atmosfer, beberapa molekul dapat terlepas dari permukaan dan membentuk
gas. Perubahan fisik air dari cair menjadi gas inilah yang dijadikan prinsip pengeluaran
air dari suatu bahan pangan terutama dalam penentuan kadar air pangan dengan metode
pengeringan. (Andarwulan,2011)

Menurut Sudarmadji,2010, air dalam suatu bahan makanan terdapat dalam


berbagai bentuk, yaitu:

1. Air bebas, terdapat dalam ruang-ruang antar sel dan inter-granular dan pori-pori
yang terdapat dalam bahan.
2. Air yang terikat secara lemah karena terserap (teradsorpsi) pada permukaan
kolloid makromolekular seperti protein, pektin pati, selulosa. Selain itu air juga
terdispersi diantara kolloid tersebut dan merupakan pelarut zat-zat yang ada
didalam sel. Air yang ada dalam bentuk ini masih tetap mempunyai sifat air bebas
dan dapat dikristalkan pada pembekuan.
3. Air yang dalam keadaan terikat kuat, yaitu membentuk hidrat. Ikatanya bersifat
ionik sehingga relatif sukar dihilangkan atau diuapkan.
Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang
dinyatakan dalam persen. Kadar air juga merupakan satu karakteristik yang sangat
penting pada bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, dan
citarasa pada bahan pangan. Kadar air dalam bahan pangan ikut menentukan kesegaran
dan daya awet bahan pangan tersebut (Sandjaja 2009).

Penentuan kadar air dapat dilakukan dengan beberapa cara. Hal ini tergantung
pada sifat bahannya. Pada umumnya penentuan kadar air dilakukan dengan
mengeringkan bahan dalam oven pada suhu 105-110C selama 3 jam atau sampai
didapat berat yang konstan.Selisih berat sebelum dan sesudah pengeringan adalah
banyaknya air yang diuapkan.(Winarno,2004)

Penentuan kadar air dengan metode oven dilakukan dengan cara mengeluarkan
air dari bahan dengan bantuan panas yang disebut dengan proses pengeringan. Analisis
kadar air dengan metode oven didasarkan atas berat yang hilang, oleh karena itu sampel
seharusnya mempunyai kestabilan panas yang tinggi dan tidak mengandung komponen
yang mudah menguap. Beberapa faktor yang dapat memengaruhi analisis air metode
oven diantaranya adalah yang berhubungan dengan penimbangan sampel, kondisi
oven, pengeringan sampel, dan perlakuan setelah pengeringan. Faktor-faktor yang
berkaitan dengan kondisi oven seperti suhu, gradien suhu, kecepatan aliran dan
kelembaban udara adalah faktor-faktor yang sangat penting diperhatikan dalam metode
pengeringan dengan oven. (Andarwulan,2011)

Prinsip metode penetapan kadar air dengan oven atau thermogravitimetri yaitu
mengupakan air yang ada dalam bahan dengan jalan pemanasan. Penimbangan bahan
dengan berat konstan yang berarti semua air sudah diuapkan dam cara ini relatif mudah
dan murah. Percepatan penguapan air serta menghindari terjadinya reaksi yang lain
karena pemanasan maka dapat dilakukan pemanasan dengan suhu rendah atau vakum.
Namun, terdapat kelemahan cara analisa kadar air dengan cara pengeringan, yaitu
bahan lain selain air juga ikut menguap dan ikut hilang misalnya alkohol, asam
asetat,minyak atsiri. Kelemahan lain yaitu dapat terjadi reaksi selama pemanasan yang
menghasilkan air atau zat mudah menguap lainya, dan juga bahan yang mengandung
zat pengikat air akan sulit melepaskan airnya walaupun sudah dipanaskan.
(Sudarmadji,2010)

Suatu bahan yang telah mengalami pengeringan lebih bersifat hidroskopis


daripada bahan asalnya. Oleh karena itu selama pendinginan sebelum penimbangan,
bahan telah ditempatkan dalam ruangan tertutup kering misalnya dalam eksikator atau
desikator yang telah diberi zat penyerap air. Penyerapan air atau uap ini dapat
menggunakan kapur aktif, asam sulfat, silica gel, klorida, kalium hidroksid, kalium
sulfat atau bariumoksida. (Sudarmadji, 2010)

Abu :
Abu merupakan residu anorganik dari proses pembakaran atau oksidasi
komponen organik bahan pangan. Kadar abu dari suatu bahan pangan menunjukkan
kandungan mineral yang terdapat dalam bahan tersebut, kemurnian, serta kebersihan
suatu bahan yang dihasilkan. Analisis kadar abu dengan metode pengabuan kering
dilakukan dengan cara mendestruksi komponen organik sampel dengan suhu tinggi di
dalam suatu tanur pengabuan (furnace), tanpa terjadi nyala api, sampai terbentuk abu
berwarna putih keabuan dan berat konstan tercapai. Oksigen yang terdapat di dalam
udara bertindak sebagai oksidator. Residu yang didapatkan merupakan total abu dari
suatu sampel .(Andarwulan, 2011).

Berikut adalah kadar abu dari beberapa jenis bahan, menurut Sudarmadji,2010.

Macam bahan % Abu


Milk 0,5 1
Milk kering tidak berlemak 1,5
Buah-buahan segar 0,2 0,8
Buah-buahan yang dikeringkan 3,5
Biji kacang-kacangan 1,5 2,5
Daging Segar 1
Daging yang dikeringkan 12
Daging ikan segar 12
Gula,madu 0,5
Sayur-sayuran 1
Beberapa metode analisis telah digunakan untuk analisis mineral/logam/unsur
dalam berbagai makanan seperti gravimetri dan volumetri. Pada metode gravimetri,
bentuk mineral yang tidak larut diendapkan,dibilas,dikeringkan dan ditimbang untuk
mengestimasi kandungan mineral/logam. Analisis gravimetri berdasarkan pada
kenyataan bahwa konstituen mineral dalam senyawa murni apapun selalu berada pada
proporsi berat yang sama. Pada analisis gravimetri, konstituen yang diharapkan
dipisahkan dari senyawa yang mengkontaminasi dengan pengendapan selektif dan
dilanjutkan dengan pembilasan untuk meminimalkan elemen apapun yang terjerap
atau menempel. Senyawa yang terendapkan kemudian dikeringkan dan ditimbang.
Prosedur gravimetri paling sesuai untuk sampel dengan ukuran besar dan pada
umumnya terbatas untuk bahan makanan yang mengandung unsur yang akan
ditentukan dalam jumlah banyak. Kerugian utama metode gravimetri adalah
banyaknya waktu yang diperlukan. (Rohman,2013)

Menurut Sudarmadji,2010. Penentuan abu total dapat digunakan untuk


berbagai tujuan yaitu antara lain:

1. Untuk menentukan baik tidaknya suatu proses pengolahan. Misalnya pada


penggilingan gandum diharapkan dapat dipisahkan antara bagian endosperm
dengan kulit dan lembaganya. Apabila masih banyak katul atau lembaga terikut
dalam endosperm maka tepung gandum yang dihasilkan akan mempunyai kadar
abu yang relatif tinggi.
2. Untuk mengertahu jenis bahan yang digunakan. Misalnya penentuan kadar abu
dapat digunakan untuk memperkirakan kandungan buah yang digunakan untuk
membuat jelly atau marmalade.
3. Penentuan abu total sangat beguna sebagai parameter nilai gizi bahan makanan.
Adanya kandungan abu yang tidak larut dalam asam yang cukup tinggi
menunjukkan adanya pasir atau kotoran yang lain.
Secara umum pengabuan dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu cara kering dan
cara basah. Perbedaan pengabuan cara kering dan cara basah adalah :
a. Cara kering biasa digunakan untuk penentuan total abu dalam suatu bahan
makanan dan hasil pertanian, sedangkan cara basah untuk trace elements.
b. Cara kering untuk penentuan abu yang larut dan tidak larut dalam air serta abu
yang tidak larut dalam asam memerlukan waktu yang relatif lama,sedangkan cara
basah memerlukan waktu yang cepat.
c. Cara kering memerlukan suhu yang relatif tinggi, sedangkan cara basah suhu
relatif rendah.
d. Cara kering dapat digunakan untuk sampel yang relatif banyak, sedang cara basah
sebaiknya sampel sedikit dan memerlukan reagensia yang kadang kala agak
berbahaya. (Sudarmadji,2010)
Serat :
Serat adalah zat non gizi, ada dua jenis serat yaitu serat makanan (dietry fiber)
dan serat kasar (crude fiber). Peran utama dari serat dalam makanan adalah pada
kemampuannya mengikat air, selulosa dan pektin. Dengan adanya serat, membantu
mempercepat sisa-sisa makanan melalui saluran pencernaan untuk disekresikan keluar.
Tanpa bantuan serat, feses dengan kandungan air rendah akan lebih lama tinggal dalam
saluran usus dan mengalami kesukaran melalui usus untuk dapat diekskresikan keluar
karena gerakan-gerakan peristaltik usus besar menjadi lebih lamban.
Serat kasar adalah bagian dari pangan yang tidak dapat terhidrolisis oleh bahan-
bahan kimia yang digunakan untuk menentukan kadar serat kasar yaitu asam sulfat
(H2SO4) dan natrium hidroksida (NaOH). Serat kasar merupakan bagian dari
karbohidrat dan didefinisikan sebagai fraksi yang tersisa setelah didigesti dengan
larutan asam sulfat standar dan natrium hidroksida pada kondisi yang terkontrol.
Pengukuran serat kasar dapat dilakukan dengan menghilangkan semua bahan yang
larut dalam asam dengan pendidihan dalam asam sulfat (Hunter, 2002).
Bahan makanan yang mengandung banyak serat kasar lebih tinggi
kecernaannya dibanding bahan makanan yang lebih banyak mengandung bahan ekstrak
tanpa nitrogen (Arif, 2006). Prinsipnya komponen dalam suatu bahan yang tidak dapat
larut dalam pemasakan dengan asam encer dan basa encer selama 30 menit adalah serat
kasar dan abu sebagaimana pendapat Allend (1982) yang menyatakan bahwa serat
kasar adalah karbohidrat yang tidak larut setelah dimasak berturut-turut dalam larutan
asam sulfat dan NaOH. Untuk mendapatkan nilai serat kasar, maka bagian yang tidak
larut tersebut (residu) dibakar sesuai dengan prosedur analisis abu. Selisih antara residu
dengan abu adalah serat kasar (Ridwan, 2002).
Langkah pertama metode pengukuran kandungan serat kasar adalah
menghilangkan semua bahan yang terlarut dalam asam dengan pendidihan dengan
asam sulfat bahan yang larut dalam alkali dihilangkan dengan pendidihan dalam larutan
sodium alkali. Residu yang tidak larut adalah serat kasar (Soejono, 1990).

You might also like