You are on page 1of 6

TUGAS GEOGRAFI BUDAYA

Sebagai Pengganti UTS

Dosen Pengampu: Ardyanto Tanjung, S.Pd, M.Pd

Oleh:

Nama Mahasiswa : Ita Meitasari

NIM : 150722602320

Offering :G

Hari, tanggal : Rabu, 15 Maret 2017

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS ILMU SOSIAL

JURUSAN GEOGRAFI
2017
DIFFUSI BUDAYA MENURUT TEORI HAGERSTRAND

Budaya K-POP dengan Teknologi Menghasilkan Hallyu

Model untuk difusi spasial ini pertama kali dikenalkan oleh Hagerstrand,
seorang geograf dari Swedia lewat disertasinya tahun 1953 tentang Difusi Inovasi
dan Proses Spasial. Hagerstrand memiliki keyakinan difusi adalah sesuatu yang
sangat fundamental dalam proses geografi. Sesuatu yang berangsur-angsur terdifusi
dalam ruang dan waktu pasti memiliki mekanisme kontak atau persuasi untuk
menyebarkan fenomena. Penyebaran fenomena itu akan mempresentasikan pola
kontak orang-orang tersebut. Model Hagerstrand dapat menjelaskan difusi untuk
kebanyakan inovasi. Hagerstrand membangun Mean Information Field (MIF) untuk
menjelaskan proses difusi inovasi secara spasial. (Morril et al. 1988)

Difusi adalah proses melalui dimana sebuah inovasi (ide, produk, teknologi,
proses, atau jasa) menyebar (lebih atau kurang cepat, kurang lebih bentuk yang sama)
melalui massa dan media digital, dan interpersonal dan komunikasi jaringan, dari
waktu ke waktu melalui sistem sosial, dengan berbagai konsekuensi (positif dan
negatif). Dasar komponen dari proses difusi adalah sejauh mana berbagai tindakan,
persepsi, proses komunikasi dan sumber-sumber, norma-norma sosial, dan struktur
cukup mengurangi ketidakpastian adopter potensial tentang inovasi.

Dalam paradigma difusi juga muncul beberapa gejala baru seperti akulturasi.
Akulturasi yang dianggap sebagai culture contact terjadi ketika sebuah kebudayaan
tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing yang berbeda,
sehingga dalam unsur kebudayaan asing lambat laun diterima dan diolah ke dalam
kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu
sendiri. Mengenai akulturasi ada beberapa hal yang menjadi kunci penentu proses
akulturasi. Yaitu antara lain:

- Keadaan masyarakat penerima sebelum proses akulturasi berlangsung

- Keadaan individu/agen dari kebudayaan asing

- Saluran-saluran yang dilalui unsur kebudayaan

- Bagian-bagian yang terpengaruh dari masyarakat penerima

- Reaksi-reaksi individu yang terkena pengaruh unsur kebudayaan.

Gejala akulturasi saat ini dipahami sebagai gejala budaya hybrid merupakan
fenomena yang umum terjadi akibat dampak globalisasi. Arus cultural global
seringkali membangkitkan bentuk budaya lokal. Lokalitas melahirkan berbagai
tanggapan cultural yang unik terhadap kekuatan global. Ini yang kemudian dianggap
sebagai proses globalisasi, yakni interaksi yang kompleks antara global dan lokal yang
bercirikan peminjaman budaya. Proses percampuran budaya ini derefleksikan dalam
music, film, fasion, dan bentuk simbolik lainnya.

Pada tugas ini akan menjelaskan mengenai difusi budaya yang menurut Teori
Hagerstrand tentang budaya K-POP yang diiringi dengan perkembangan teknologi
yang semakin canggih dengan menghasilkan budaya Hallyu yang hampir menyebar
ke seluruh dunia. K-POP sendiri yaitu kepanjangan dari Korean Pop atau juga disebut
musik pop Korea, yang merupakan jenis musik popular yang berasal dari Korea
Selatan. Banyak artis dan kelompok musik pop Korea sudah menembus batas dalam
negeri dan populer di mancanegara. Kegandrungan akan musik K-Pop merupakan
bagian yang tak terpisahkan daripada Demam Korea (Korean Wave) di berbagai
negara.

Musik pop Korea pra-modern pertama kali muncul pada tahun 1930-an akibat
masuknya musik pop Jepang yang juga turut mempengaruhi unsur-unsur awal musik
pop di Korea. Penjajahan Jepang atas Korea juga membuat genre musik Korea tidak
bisa berkembang dan hanya mengikuti perkembangan budaya pop Jepang pada saat
itu. Pada tahun 1950-an dan 1960-an, pengaruh musik pop barat mulai masuk dengan
banyaknya pertunjukkan musik yang diadakan oleh pangkalan militer Amerika
Serikat di Korea Selatan.

Musik Pop Korea awalnya terbagi menjadi genre yang berbeda-beda, pertama
adalah genre "oldies" yang dipengaruhi musik barat dan populer di era 60-an. Pada
tahun 1970-an, musik rock diperkenalkan dengan pionirnya adalah Cho Yong-pil.
Genre lain yang cukup digemari adalah musik Trot yang dipengaruhi gaya
musik enka dari Jepang.

Debut penampilan kelompok Seo Taiji and Boys pada tahun 1992 menandakan
awal mula musik pop modern di Korea yang memberi warna baru dengan aliran
musik rap, rock, techno Amerika. Suksesnya grup Seo Taiji and Boys diikuti grup
musik lain seperti Panic, dan Deux. Tren musik ini turut melahirkan banyak grup
musik dan musisi berkualitas lain hingga sekarang. Musik pop dekade 90-an
cenderung beraliran dance dan hip hop. Pasar utamanya adalah remaja sehingga
dekade ini muncul banyak grup teen idol yang sangat digilai seperti
CLON, H.O.T, Sechs Kies, S.E.S, dan g.o.d. Kebanyakan dari kelompok musik ini
sudah bubar dan anggotanya bersolo-karier.

Pada tahun 2000-an pendatang-pendatang baru berbakat mulai bermunculan.


Aliran musik R&B serta Hip-Hop yang berkiblat ke Amerika mencetak artis-artis
semacam MC Mong, 1TYM, Rain, Super Junior, Big Bang yang cukup sukses di
Korea dan luar negeri. Beberapa artis underground seperti Drunken Tiger, Tasha
(Yoon Mi-rae) juga memopulerkan warna musik kulit hitam tersebut. Musik rock
masih tetap digemari di Korea ditambah dengan kembalinya Seo Taiji yang bersolo
karier menjadi musisi rock serta Yoon Do Hyun Band yang sering menyanyikan lagu-
lagu tentang nasionalisme dan kecintaan terhadap negara. Musik techno memberi
nuansa moderen yang tidak hanya disukai di Korea saja, penyanyi Lee Jung-
hyun dan Kim Hyun-joongbahkan mendapat pengakuan di Cina dan Jepang. Musik
balada masih tetap memiliki pendengar yang paling banyak di Korea. Musik balada
Korea umumnya dikenal dengan lirik sedih tentang percintaan, seperti yang
dibawakan oleh Baek Ji Young, KCM, SG Wannabe, dan sebagainya. Musik balada
umumnya digemari karena sering dijadikan soundtrack drama-drama televisi terkenal
seperti Winter Sonata, Sorry I Love You, Stairway to Heaven dan sebagainya.

Berbagai artis Korea menangguk kesuksesan di dunia internasional


seperti BoA yang menembus Jepang dan digemari di banyak negara. Kemudian artis-
artis lain seperti Rain, Se7en, Shinhwa, Ryu Shi-won, dan sebagainya berlomba-
lomba untuk menaklukkan pasar musik di Jepang. Rain tercatat sebagai artis Asia
pertama yang mengadakan konser internasional bertajuk RAINY DAY 2005 Tour,
di Madison Square Garden.

Korean Wave menjadi fenomena kebudayaan yang mengundang decak kagum


berbagai kalangan, meskipun tidak sedikit yang memandangnya rendah. Pengaruh
budaya pop Korea terasa di berbagai belahan dunia, mulai dari Asia sampai Amerika.
Bahkan di berberapa Negara pengaruh K-pop sangat kuat seperti Jepang dan
Indonesia. K-pop menjadi trend dan kiblat baru dalam industri hiburan.

Hallyu merupakan istilah yang dipopularkan media China untuk merujuk pada
budaya pop dan hiburan Korea, meliputi film, drama seri, music, dan fashion yang
berhasil mempengaruhi Negara-negara lain. Budaya pop Korea Selatan yang disebut
sebagai Hallyu dalam bahasa Korea merujuk pada gelombang di dalam pandangan
internasional pada kebudayaan Korea Selatanmenjadi ekspor sukses untuk Korea
Selatan. Fenomena Hallyu juga disebut sebagai Korean Wave. Di akhir decade 90-an,
Korea mengekspor drama serinya ke beberapa Negara Asia. Pada tahun 1997, China
menayangkan salah satu drama Korea What is Love? yang sukses meraih rating
15%. Angka ini termasuk besar bagi tayangan asing.

Popularitas budaya Pop Korea menurut media China memiliki dampak yang
luar biasa dan mengalami perkembangan yang sangat pesat pada tahun 2001.
Kebijakan penyiaran Korea Selatan merencanakan untuk mengirim delegasinya
mempromosikan program TV-nya di India, Indonesia dan Thailand pada bulan Mei
dan Juni 2005. Bahkan melalui fenomena Hallyu pemerintah Korea menerima
pemasukan yang luar biasa. Hallyu mendorong ekspor merchandise, film, program
TV dan pariwisata sebanyak 18,7 millyar dolar pada tahun 2004.

Fenomena Hallyu juga tidak akan berkembang pesat jika tidak ada teknologi
informasi dan komunikasi yang mendukung. Dari adanya teknologi yang dari tahun
ke tahun semakin berkembang canggih inilah membuat persebaran Pop Korea ini
berkembang. Tidak hanya di Asia saja, bahkan saat ini fenomena Hallyu sudah
merambah ke Negara Amerika Serikat.
Sejarah teknologi informasi dan komunikasi sendiri mulai ada sejak abad 3000
SM. Teknologi informasi dan komunikasi pada zaman dahulu digunakan manusia
sebagai sistem untuk pengenalan bentuk-bentuk yang manusia kenal. Untuk
menggambarkan informasi yang diperoleh, mereka menggambarkannya pada dinding-
dinding gua tentang berburu dan binatang buruannya. Pada masa ini, manusia mulai
mengidentifikasi benda-benda yang ada di sekitar lingkungan tempat tinggal mereka,
kemudian melukiskannya pada dinding gua tempat mereka tinggal. Awal komunikasi
mereka pada zaman ini hanya berkisar pada bentuk suara dengusan dan menggunakan
isyarat tangan.

Untuk pertama kalinya, tulisan digunakan oleh bangsa Sumeria dengan


menggunakan symbol-simbol yang dibentuk dari piktografi sebagai huruf. Symbol
atau huruf-huruf ini juga mempunyai bentuk bunyi (penyebutan) yang berbeda
sehingga mampu menjadi kata, kalimat, dan bahasa yang akhirnya sebagai teknologi
informasi dan komunikasi. Lambat laun, dari tahun ke tahun karena kecerdasan
manusia, teknologi informasi dan komunikasi yang bermuka dari kata dan symbol
tersebut semakin dikembangkan menjadi teknologi yang canggih. Dari kecanggihan
teknologi ini maka seseorang yang berada berjauhan lokasi bisa saling berhubungan
dan menyampaikan informasi. Sama halnya dengan fenomena Hallyu yang berasal
dari kebudayaan Korea ini, yang menyebar ke seluruh Asia hingga Amerika Serikat
bahkan hampir seluruh dunia yang disebabkan dari kecanggihan teknologi saat ini,
seperti misal TV, internet, majalah/media cetak, dan menjamurnya android.

Sebagai contoh dari fenomena Hallyu ini yaitu dari musik Korea Gangnam
Style yang dipopularkan oleh Psy pada tahun 2012 yang membuat K-Pop semakin
dikenal dunia. Hal ini diketahui dari media teknologi yang menunjukkan berbagai
masyarakat yang berasal dari berbagai Negara yang menirukan gerakan/tarian
Gangnam Style dan membuat video yang diupload ke YouTube. Ini merupakan bukti
dari perpaduan budaya Korean Pop dengan Teknologi yang menghasilkan suatu
budaya baru yaitu Hallyu. Hal ini sama dengan teori Hagestrand, yaitu sesuatu yang
berangsur-angsur terdifusi dalam ruang dan waktu pasti memiliki mekanisme kontak
atau persuasi untuk menyebarkan fenomena.

Pada saat ini, di masa sekarang teori Hagerstand masih berlaku. Semakin
bertambah tahun, semakin canggih teknologi, dan semakin cerdas manusia dalam
menciptakan inovasi maka semakin banyak inovasi-inovasi yang bermunculan seperti
semakin banyaknya model Hp Android yang semakin dikembangkan yang awalnya
hanya Hp biasa buat berbicara dan mengirim pesan singkat, sekarang bisa digunakan
untuk mengambil gambar, telepon bisa melihat wajahnya (videocall), dan lain
sebagainya. Inovasi terbaru yaitu dari jam tangan dengan android yang menghasilkan
smartwatch.
Daftar Pustaka

Mulyawan, M. Budi. 2012. Difusi Spasial Kaos Kedaerahan Galgil di Tegal dan Sekitarnya :
Skipsi. Universitas Indonesia. (Online) http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20294073-
S1416-M.Budi%20Mulyawan.pdf

https://id.wikipedia.org/wiki/K-pop

https://tikom2sobang.wordpress.com/topik/kelas-vii/sejarah-perkembangan-teknologi-
informasi-dan-komunikasi/

http://sejarahmunculnyateknologi.blogspot.co.id/

https://www.academia.edu/6967264/KEMUNCULAN_BUDAYA_POPULER_KOREA_DI_
ASIA_Studi_Kasus_Pengaruh_K-Pop_di_Indonesia

You might also like