You are on page 1of 11

Abnormalitas lipoprotein dapat ditemukan pada individu dengan obesitas

sentral sebagai akibat dari resistensi insulin yang menyebabkan terjadinya perubahan-
perubahan lipoprotein seiring dengan terjadinya peningkatan kandungan lemak tubuh.

1. Peningkatan kadar trigliserida

Overproduksi VLDL didalam hati merupakan kelainan primer yang ditemukan


pada obesitas dan keadaan resistensi insulin. Ketidakmampuan menekan produksi
glukosa dihati, gangguan oksidasi dan ambilan glukosa diotot dan ketidakmampuan
jaringan adiposa menekan pelepasan asam lemak tak jenuh (non esterified fatty acids
= NEFA) merupakan konsekuensi dari resistensi insulin didalam hati, otot dan
jaringan adiposa. Keadaan ini akan meningkatkan aliran NEFA dan glukosa kedalam
hati, yang merupakan regulator dari produksi VLDL didalam hati. Regulasi sekresi
VLDL juga ditentukan oleh kecepatan degradasi apolipoprotein B-100 (apo B-100).
ApoB-100 yang baru disintesis bersama-sama dengan endoplasmic reticulum akan
didegradasi oleh sistem ubiquitin/proteasome atau ditranslokasi menuju lumen dan
bergabung kedalam prekursor2 VLDL yang miskin lipid. Selanjutnya, apoB-100
yang ada di lumen akan didegradasi atau akan bergabung dengan lipid VLDL
didalam endoplasmic reticulum. Apo B-100 distabilisasi dan terlindung dari
degradasi oleh Heat shock protein (HSP) 70. Bila tidak terjadi translokasi, maka
apoB-100 akan mengalami degradasi. Insulin merupakan hormon penting dalam
memfasilitasi proses degradasi apo-B intrasel. Jadi, pada individu dengan obesitas
atau resistensi insulin, ketidakmampuan menekan degradasi apoB-100 akan
mengakibatkan peningkatan sekresi apoB-100. Disamping peningkatan sintesis,
obesitas dan resistensi insulin juga ditandai dengan penurunan klirens lipoprotein
yang kaya trigliserida (triglyceride-rich lipoprotein =TRL) didalam sirkulasi darah.

Insulin merupakan stimulator aktifitas enzim lipoprotein lipase, melalui


kerjanya meningkatkan mRNA LPL. Aktifitas LPL didalam otot rangka dari individu
dengan resistensi insulin mengalami penurunan. Hal ini menunjukkan adanya
gangguan regulasi LPL oleh insulin. Jadi, penurunan aktivitas LPL pada individu
dengan resistensi insulin akan menurunkan rangkaian kaskade metabolisme normal
lipoprotein yang mengakibatkan penurunan klirens VLDL. Partikel-partikel VLDL
terutama dibersihkan dari sirkulasi oleh reseptor LDL atau disebut juga apoB/E
receptor. Transkripsi gen reseptor LDL diatur oleh kadar kolesterol intrasel, hormon
dan faktor-faktor pertumbuhan. Sterol regulatory element-binding protein 1 (SREBP-
1), terlibat secara selektif didalam jalur transduksi sinyal insulin dan insulin-like
growth factor1, yang akan menyebabkan aktivasi gen reseptor LDL. Resistensi
insulin yang disertai dengan obesitas dapat mengganggu aktivitas reseptor LDL, yang
akan menyebabkan hambatan klirens partikel VLDL.

2. Peningkatan partikel-partikel small dense LDL

Konsentrasi small dense LDL dan trigliserida puasa berkorelasi secara positif,
sebab pembentukan small dense LDL sangat tergantung dengan metabolisme
partikel2 VLDL.

Pada individu yang gemuk dan mengalami resistensi insulin, peningkatan kadar
VLDL dan hambatan bersihannya menyebabkan peningkatan pertukaran antara
kolesterol ester didalam LDL dan trigliserida didalam VLDL yang dimediasi oleh
cholesterol ester transfer protein (CETP).

Pertukaran ini akan menyebabkan partikel-partikel LDL kaya trigliserida cepat


mengalami lipolisis, menghasilkan partikel-partikel kecil dan padat yaitu small dense
LDL. Partikel-partikel small dense LDL cenderung mengalami modifikasi melalui
proses oksidasi dan glikasi (meningkat dengan adanya peningkatan kadar glukosa
darah), yang akan menyebabkan peningkatan produksi antibodi terhadap modified
apoB-100 dan pembentukan kompleks imun. Berkurangnya diameter partikel-partikel
ini akan meningkatkan kemungkinan pergerakannya menembus endotel menuju
ruang subendotel, sehingga akan memicu terjadinya inflamasi, penumpukan leukosit
dan transformasi membentuk plak aterosklerosis. Modifikasi ini akan menyebabkan
penurunan bersihan partikel-partikel small dense LDL yang dimediasi oleh reseptor
LDL.

3. Penurunan kadar HDL cholesterol

Mekanisme yang mengatur HDL tidak diketahui dengan jelas, dimana ada
beberapa mekanisme yang dapat berkontribusi dalam terjadinya penurunan kadar
HDL pada individu gemuk dengan resistensi insulin. Sebagaimana pembentukan
small dense LDL, metabolisme TRL memainkan peranan. Berbagai studi tentang
lipoprotein menunjukkan adanya hubungan terbalik antara trigliserida VLDL dan
kolesterol LDL. Gangguan lipolisis TRL menyebabkan penurunan kadar HDL
melalui penurunan transfer apolipoprotein dan fosfolipid dari TRL ke kompartmen
HDL. Disamping itu, hambatan bersihan TRL memfasilitasi pertukaran antara ester
kolesterol didalam HDL dan trigliserida didalam VLDL yang dimediasi oleh
Cholesterol ester transfer protein (CETP).

Peningkatan aktifitas lipid dihati pada keadaan obesitas dan resistensi insulin
menghasilkan partikel-partikel HDL yang lebih kecil dan memfasilitasi bersihan
HDL. Insulin juga merangsang produksi apo A-I atau sekresi HDL nascent oleh hati.
Oleh karena itu, pada individu dengan obesitas dan resistensi insulin, terjadi
penurunan partikel-partikel HDL, terutama HDL2 yang lebih besar (dibandingkan
dengan HDL 3 yang lebih kecil) dan HDL yang mengandung apoA-I (dikenal dengan
partikel-partikel LpA-I). Partikel-partikel LpA-I lebih efektif dibandingkan dengan
partikel-partikel LpA-I:A-II dalam proses reverse cholesterol, oleh karena itu
perubahan ini dianggap bersifat lebih aterogenik.

V. Patofisiologi Aterosklerosis pada dislipidemia

Pemahaman tentang peranan dislipidemia dalam patogenesis aterosklerosis


mulai berkembang sejak 30 tahun terakhir. Dari hasil penelitian 7 Countries Study
terbukti bahwa kematian akibat penyakit kardiovaskular sangat tinggi dinegara-
negara yang kebanyakan penduduknya memiliki kadar kolesterol dan LDL kolesterol
yang sangat tinggi.

Berdasarkan kenyataan ini, dimana kolesterol dan LDL kolesterol sebagai


faktor penyebab utama aterosklerosis, mendorong berbagai penelitian klinis untuk
membuktikan manfaat penurunan kadar kolesterol dan LDL kolesterol dalam
menurunkan angka kejadian penyakit kardiovaskular. Aterosklerosis adalah suatu
proses inflamasi kronik didalam dinding pembuluh darah yang ditandai dengan
meningkatnya aktivasi makrofag dan limfosit T, proliferasi dan migrasi sel-sel otot
polos, produksi matriks ekstraseluler dan neovaskularisasi.

Sebagaimana dikemukakan oleh Dr. Peter Libby, disfungsi endotel memegang


peran utama dalam patofisiologi aterosklerosis. Disfungsi endotel akan menimbulkan
rangkaian kejadian yang akan menyebabkan terbentuknya plak yang diikuti dengan
inflamasi, trombosis, gangguan tonus pembuluh darah dan interaksi biokimiawi yang
kompleks. Pembesaran plak akan menyebabkan shear stress, ruptur plak, adhesi
platelet dan trombosis. Makrofag akan mengalami aktivasi didalam pembuluh darah
dan akan menangkap LDL kolesterol untuk membentuk sel-sel busa (foam cells).
Makrofag juga mensekresi metalloproteinase yang dapat memperlemah jaringan ikat
plak, sehingga dapat menyebabkan instabilitas plak. Makrofag juga mensekresi
PDGF (Platelet Derived Growth Factor), yang akan merangsang mitogenesis dan
neovaskularisasi. Makrofag juga merangsang pembentukan sitokin-sitokin yang
merangsang proliferasi sel-sel otot polos dan limfosit sehingga meningkatkan proses
inflamasi. Dengan terbentuknya plak dan disfungsi endotel, akan terjadi penurunan
produksi NO (Nitric Oxide) , EDRF (Endothelial Derived Relaxation Factor) dan
peningkatan aktivasi platelet sehingga meningkatkan agregasi platelet dan
vasokonstriksi. Platelet juga mensekresi PDGF (Platelet Derived Growth Factor),
yang merupakan mitogen yang kuat. Proses ini selanjutnya akan menyebabkan
peningkatan kadar lipoprotein (a) dan C-reactive protein yang terjadi akibat
berlanjutnya proses inflamasi.
VI. Klasifikasi Dislipidemia

Dislipidemia merupakan kelainan yang bersifat heterogen dengan berbagai


etiologi. Di negara-negara barat sebagian besar dislipidemia disebabkan karena gaya
hidup dan kebiasaan makan. Kadar LDL kolesterol antara 50 70 mg/dl ditemukan
pada populasi masyarakat primitif dimana jarang ditemukan aterosklerosis. Kebiasaan
makan dan gaya hidup modern (merokok, obesitas, asupan lemak tinggi dan aktivitas
fisik yang kurang) merupakan kontributor terbesar terhadap terjadinya epidemi
aterosklerosis saat ini. Secara garis besar penyebab dislipidemia dibagi 2 bagian :

1. Penyebab primer :

a. Meningkatnya LDL kolesterol :

a) Defisiensi reseptor LDL


b) Familial homozygous hyperlipidemia

b. Menurunnya HDL kolesterol :

a) Defisiensi Apo A-1


b) Mutasi Apo A-1
c) Defisiensi LCAT (sebagian atau menyeluruh)
d) Penyakit Tangier
e) Familial hypoalpalipoproteinemia

2. Penyebab sekunder :
a. Meningkatnya LDL kolesterol :

a) Obesitas
b) Asupan tinggi lemak
c) Diabetes Melitus
d) Sindrom Nefrotik
e) Steroid Anabolik
f) Progestin
g) Penyakit Hepatobilier Obstruktif

b. Menurunnya HDL kolesterol :

a) Sindrom Metabolik
b) Diabetes Melitus
c) Obesitas
d) Inaktivitas fisik
e) Merokok
f) Terapi beta bloker
g) Diet lemak tinggi PUFA
h) Steroid Anabolik
i) Progestin
j) Diuretik tiazid

Dalam praktek sehari-hari paling sering ditemukan dislipidemia sekunder dan


jarang ditemukan gambaran dislipidemia terisolasi (misalnya hanya LDL kolesterol
saja yang meningkat atau HDL kolesterol saja yang menurun). Kebanyakan pasien
menunjukkan gambaran dislipidemia campuran, yaitu kombinasi LDL kolesterol
yang tinggi disertai dengan HDL kolesterol rendah atau trigliserida yang tinggi.
Disamping itu pasien dislipidemia juga dapat disertai beberapa penyakit penyerta
seperti DM, sindrom metabolik, obesitas, hipertensi dan kadang-kadang obstructive
sleep apnea, yang semuanya memerlukan pengobatan.

VII. Dislipidemia pada Diabetes Melitus

The Centers for Disease Control and Prevention baru2 ini melaporkan bahwa
70-97% individu dengan diabetes mengalami dislipidemia. Laporan dari dua pusat
kesehatan di Amerika Serikat, menunjukkan bahwa hanya 35,5% dari pasien yang
berkunjung ke klinik diabetes memiliki kadar LDL kolesterol dibawah 100 mg/dl.
Huruf C dalam ABC penatalaksanaan diabetes mengingatkan pasien akan pentingnya
evaluasi dan penatalaksanaan kolesterol,yang merupakan bagian integral dari
penatalaksanaan diabetes. Untuk menurunkan komplikasi makrovaskular,
pengendalian terhadap profil lipid dan tekanan darah harus sejalan dengan
pengendalian terhadap kadar glukosa darahnya. Dislipidemia pada diabetes ditandai
dengan meningkatnya kadar trigliserida dan menurunnya kadar HDL kolesterol.
Kadar LDL kolesterol tidak banyak berbeda dengan yang ditemukan pada individu
non diabetes, namun lebih didominasi oleh bentuk yang lebih kecil dan padat (small
dense LDL). Partikel2 LDL kecil padat ini secara intrinsik lebih bersifat aterogenik
daripada partikel2 LDL yang lebih besar (buoyant LDL particles). Selanjutnya,
karena ukurannya yang lebih kecil, kandungan didalam plasma lebih besar
jumlahnya, sehingga lebih meningkatkan risiko aterogenik. Trias dari abnormalitas
profil lipid ini dikenal dengan istilah dislipidemia diabetik. Adanya dislipidemia
diabetik, meningkatkan risiko Penyakit Kardiovaskular dan keadaan ini ekivalen
dengan kadar LDL kolesterol antara 150-220 mg/dl. Untuk memahami patofisiologi
dislipidemia pada diabetes, perlu diketahui perubahan2 komposisi lipoprotein yang
dapat meningkatkan sifat aterogenisitasnya. Dalam pengamatan the Multiple Risk
Factor Intervention Trial mendapatkan bahwa mortalitas akibat Penyakit
Kardiovaskular diantara pasien diabetes mencapai 4 kali lebih tinggi daripada
individu non DM dengan kadar kolesterol serum yang sama. Selanjutnya, pasien2
diabetes dengan kadar kolesterol serum terendah, mempunyai angka kematian yang
lebih tinggi dibandingkan kelompok individu non DM yang mempunyai kadar
kolesterol tertinggi. Meningkatnya sifat aterogenisitas ini disebabkan karena adanya
pengaruh proses glikosilasi, oksidasi dan tingginya kandungan trigliserida didalam
lipoprotein. Glikosilasi LDL akan meningkatkan waktu paruhnya, sehingga
bentuknya menjadi lebih kecil dan padat serta lebih bersifat aterogenik. Bentuk ini
lebih mudah mengalami oksidasi serta lebih mudah diambil oleh makrofag untuk
membentuk sel-sel busa (foam cells). Glikosilasi HDL akan memperpendek waktu
paruhnya dan membentuk lebih banyak varian HDL3 yang kurang bersifat protektif
dibandingkan varian HDL2. Kemampuan HDL untuk mengangkut kolesterol dari
jaringan perifer kembali ke hati mengalami penurunan bila HDL banyak mengandung
trigliserida. Perbaikan kendali glukosa darah melalui perubahan gaya hidup atau
dengan terapi insulin dan OHO dapat menurunkan kadar trigliserida, meningkatkan
kadar HDL, mengurangi glikosilasi lipoprotein dan menurunkan kandungan
trigliserida didalam lipoprotein.

VIII. Manifestasi klinis dislipidemia

Keadaan dislipidemia kadang-kadang tidak menimbulkan gejala, dan hanya


diketahui pada saat pemeriksaan kesehatan rutin. Tidak jarang, dislipidemia
didiagnosis pertama kali setelah pasien mengalami infark miokard atau stroke.
Benjolan-benjolan yg tidak nyeri yang disebut xanthoma dapat ditemukan pada
daerah tendo, siku dan bokong. Kelainan ini terjadi akibat endapan kolesterol intra
dan ekstra seluler.

IX. Komplikasi Dislipidemia

Dislipidemia merupakan faktor risiko utama untuk terjadinya aterosklerosis,


yaitu suatu proses penyakit yang mengenai sirkulasi darah koroner, serebral dan arteri
perifer.
1. Penyakit Jantung Koroner

Etiologi atherosklerosis bersifat multifaktorial, namun hubungan sebab akibat


antara dislipidemia dan atherosklerosis telah dibuktikan melalui banyak studi klinis
dan percobaan-percobaan hewan. Penurunan kadar kolesterol LDL plasma telah
terbukti dapat menurunkan risiko klinis Penyakit Jantung Koroner berulang pada
pasien yang sebelumnya telah mengalami PJK ataupun serangan baru pada pasien
yang belum mengalami PJK. Terbukti pula tentang sifat aterogenisitas dari LDL,
yang terjadi akibat modifikasi oksidatif dari LDL didalam arteri.

Studi angiografik menunjukkan bahwa terapi intensif penurunan kolesterol


akan memperlambat progresivitas lesi koroner dan pada beberapa kasus bahkan dapat
menimbulkan regresi lesi secara bermakna. Kolesterol LDL merupakan faktor risiko
kuat terhadap kejadian Penyakit Jantung Koroner, tidak hanya kadarnya, melainkan
juga jenis LDLnya memegang peran penting dalam proses patofisiologi terjadinya
aterosklerosis pembuluh darah koroner. LDL dapat berupa small dense LDL yang
kecil padat dan large buoyant LDL yang berukuran lebih besar dan kurang padat.
Small dense LDL lebih bersifat aterogenik dan toksik terhadap endotel. Small dense
LDL akan memasuki dinding pembuluh darah, mengalami oksidasi dan memicu
proses aterosklerosis. Large buoyant LDL tidak terlalu toksik terhadap dinding
pembuluh darah dan tidak terlalu kuat memicu proses aterosklerosis. Small dense
LDL lebih banyak terjadi pada dislipidemia diabetik. Kadar trigliserida serum yang
tinggi dapat disertai dengan risiko penyakit kardiovaskular yang tidak tergantung
dengan faktor-faktor risiko lainnya. Studi-studi terdahulu menunjukkan bahwa
hubungan antara trigliserida dan risiko kardiovaskular berkurang setelah penyesuaian
terhadap kadar kolesterol total dan HDL. Namun dalam suatu studi terbaru,
menunjukkan bahwa kadar trigliserida serum merupakan determinan independen
terhadap risiko kardiovaskular diantara kelompok populasi di wilayah Asia Pasifik.
Bahkan peningkatan ringan saja dari kadar trigliserida dapat meningkatkan risiko
Penyakit Jantung Koroner. Kilomikron dan VLDL tidak langsung bersifat aterogenik,
diduga karena terlalu besar untuk dapat menembus dinding arteri. Namun demikian,
produk2 katabolisme dari kilomikron dan VLDL dapat bersifat aterogenik. Kadar
HDL plasma yang tinggi disertai dengan risiko rendah Penyakit Jantung Koroner. Hal
ini disebabkan karena HDL mempunyai kemampuan proteksi terhadap terjadinya
aterosklerosis melalui fasilitasi transpor balik kolesterol, yaitu kemampuan HDL
menerima kelebihan kolesterol dari jaringan dan mengembalikannya ke hati baik
secara langsung maupun melalui perantaraan lipoprotein yang lain. Meningkatnya
risiko Penyakit Jantung Koroner juga ditemukan pada individu dengan kadar Lp(a)
yang tinggi. Lp(a) adalah suatu partikel LDL dimana melekat suatu protein besar
yang disebut apo(a). Gambaran lipoprotein aterogenik yang ditandai dengan small
dense LDL yang predominan, peningkatan kadar trigliserida dan penurunan kadar
HDL, merupakan faktor risiko yang sangat kuat untuk terjadinya Penyakit Jantung
Koroner.

2. Stroke

Stroke adalah suatu istilah untuk menjelaskan adanya kejadian klinis yang
disebabkan karena oklusi atau perdarahan arteri yang memperdarahi sistem syaraf
pusat sehingga menimbulkan kematian jaringan. Stroke merupakan konsekuensi
paling berbahaya dari penyakit pembuluh darah. Pembentukan atheroma merupakan
akar permasalahan dalam patogenesis terjadinya stroke thrombo-embolik. Studi
observasional menunjukkan bahwa dislipidemia terutama kadar LDL kolesterol yang
tinggi, HDL kolesterol yang rendah dan kadar trigliserida yang tinggi merupakan
faktor2 risiko penting untuk terjadinya stroke thrombo-embolik. Studi-studi klinis
terbaru pada pasien2 dengan penyakit jantung koroner menunjukkan bahwa terapi
penurun lipid, terutama statin dapat menurunkan risiko terjadinya stroke. Penurunan
kejadian stroke yang signifikan dilaporkan pada 3 studi klinis besar yang
menggunakan statin, yaitu studi2 4S, CARE dan LIPID. Hasil yang sama juga
didapatkan pada studi metaanalisis menggunakan pravastatin. Mekanisme terjadinya
penurunan risiko stroke pada pasien-pasien Penyakit Jantung Koroner yang diterapi
dengan statin masih belum diketahui dengan pasti, namun diduga terjadi akibat
hambatan terhadap progresifitas plak, stabilisasi plak dan penurunan risiko terjadinya
serangan PJK berulang. Penurunan risiko terjadinya stroke merupakan manfaat
tambahan dari terapi dengan statin dalam pencegahan sekunder. Disamping terapi
statin, pengobatan dengan gemfibrozil pada pasien-pasien dengan PJK terbukti juga
dapat menurunkan kejadian stroke sebesar 25% dan TIA sebesar 59% yang terlihat
pada studi VA-HIT.

3. Penyakit Arteri Perifer

Penyakit Arteri Perifer merupakan manifestasi klinis dari aterosklerosis


sistemik yang paling sering terjadi, dimana lumen arteri dari ekstremitas bawah
mengalami oklusi progresif akibat adanya plak aterosklerotik. Kadar lipoprotein yang
tinggi merupakan faktor risiko penting dalam terjadinya Penyakit Arteri Perifer. Dari
berbagai studi klinis menyimpulkan bahwa aterosklerosis didalam sirkulasi darah
perifer hendaklah diperlakukan sama dengan aterosklerosis didalam sirkulasi darah
koroner. Pasien-pasien dengan Penyakit Arteri Perifer walaupun tanpa adanya
riwayat infark miokard atau stroke, mempunyai risiko kematian kardiovaskular yang
relatif sama dengan pasien yang mempunyai riwayat penyakit jantung koroner atau
penyakit serebrovaskular.

: Gau GT, Wright RS. Pathophysiology, Diagnosis and Management of


Dyslipidemia. Curr Probl Cardiol 2006;31:445-486.

You might also like