Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mengetahui konsep dan asuhan keperawatan gangguan pada saraf
Epilepsi.
1.4 Manfaat
Adapun manfaat yang ingin dicapai dengan adanya makalah
ini adalah sebagai berikut:
1. Mahasiswa
Mahasiswa mampu menjelaskan dan memahami definisi,
patofisiologi, manifestasi klinis, penatalaksanaan medis pada
ganguan sistem saraf Epilepsi serta dapat menerapkan asuhan
keperawatan pada ganguan sistem saraf Epilepsi, khususnya
untuk mahasiswa keperawatan.
2. Dosen
Makalah ini dapat dijadikan tolok ukur sejauh mana mahasiswa
mampu mengerjakan tugas yang diberikan oleh dosen dan sebagai
bahan pertimbangan dosen dalam menilai mahasiswa.
3. Masyarakat umum
Masyarakat umum dapat mengambil manfaat dengan mengetahui
definisi, patofisiologi, manifestasi klinis, penatalaksanaan medis
dan asuhan keperawatan pada ganguan sistem saraf Epilepsi.
Dalam hal ini diatur oleh sistem saraf dalam tiga cara utama:
1. Input sensorik, sistem saraf menerima sensasi atau stimulus melalui
reseptor, yang terletak di tubuh baik eksternal (reseptor somatik)
maupun internal (reseptor viseral).
2. Aktivitas integratif. Reseptor mengubah stimulus menjadi impuls listrik
yang menjalar disepanjang saraf sampai ke otak dan medulla spinalis,
yang kemudian akan menginterpretasi dan mengintegrasi stimulus,
sehingga respons terhadap informasi bisa terjadi.
2. Saraf Motorik/Eferen
Dilihat dari letaknya, sistem saraf tepi bisa dibedakan menjadi dua bagian,
yaitu:
1. Saraf Kranial (sistem saraf yang berada dikepala, terdiri dari 12 pasang
saraf)
2. Saraf spinalis/ sumsum tulang belakang (terdiri dari 31 pasang saraf, yang
dilindungi oleh ruas-ruas tulang belakang).
Sedangkan, jika dilihat dari cara kerjanya, sistem saraf tepi dibedakan
menjadi:
3.1 Definisi
Epilepsy adalah sindrom klinis yang ditandai dengan dua atau lebih
bangkitan. Sebagai besar timbul tanpa provokasi akibat kelainan abnormal
primer diotak dan bukan sekunder oleh sebab sistemik. Penyakit epilepsi
telah dikenal lama di masyarakat (terbukti dengan adanya istilah-istilah
bahasa daerah untuk penyakit tersebut seperti sawam, ayan, sekalor, dan
celengan), tapi pengertian akan penyakit tersebut masih kurang bahkan
salah sehingga penderita digolongkan dalam penyakit gila, kutukan dan
turunan akibatnya penderita tidak diobati atau bahkan disembunyikan.
Harsono (2007) menambahkan bahwa hal tersebut mengakibatnya banyak
penderita epilepsi tidak terdiagnosis dan mendapat pengobatan yang tidak
tepat sehingga menimbulkan dampak klinik dan psikososial yang merugikan
baik bagi penderita maupun keluarganya.
3.2 Etiologi
1. Factor fisiologis
2. Factor biokimiawi
3. Factor anatomis
4. Gabungan factor-faktor diatas
5. Penyakit yang pernah diterima (trauma lahir, trauma kapitis, radang
otak, tumor otak, gangguan peredaran darah, hipoksia, anomaly
kongenital otak, degenerasi susunan saraf pusat, gangguan
metabolism, gangguan elektrolit, keracunan obat atau zat kimia,
jaringan parut factor herediter).
3.3 Patofisiologi
Adanya predisposisi yang memungkinkan gangguan pada sistem
listrik dari sel-sel saraf pusat pada suatu bagian otak akan menjadikan sel-
sel tersebut memberikan muatan listrik yang abnormal, berlebihan, secara
berulang, dan tidak terkontrol (disritmia). Aktivitas serangan epilepsi
dapat terjadi sesudah gangguan pada otak dan sebagian ditentukan oleh
derajat dan lokasi dari lesi. Lesi pada mesenfalon, talamus, dan korteks
serebri kemungkinan besar bersifat epiloptogenik, sedangkan lesi pada
serebelum dan batang otak biasanya tidak menimbulkan serangan epilepsi.
Pada tingkat membran sel, neuron epileptik ditandai oleh fenomena
biokimia tertentu. Beberapa diantaranya adalah ketidakstabilan membran
sel saraf sehingga sel lebih mudah diaktifkan. Neuron hipersensitif
dengan ambang yang menurun, sehingga mudah terangsang, dan
terangsang secara berlebihan.
Situasi ini akan menyebabkan kondisi yang tidak terkontrol,
pelepasan abnormal terjadi dengan cepat, dan seseorang dikatakan menuju
ke arah epilepsi. Gerakan-gerakan fisik yang tidak teratur disebut kejang.
Akibat adanya disritmia muatan listrik pada bagian otak tertentu ini
mmemberikan manifestasi pada serangan awal kejang sederhana sampai
gerakan konvulsif memanjang dengan penurunan kesadaran.
1. Sawan parsial, yang berasal dari daerah tertentu dalam otak. Sawan
ini dibagi menjadi:
Sawan parsial sederhana
Sawan parsial kompleks
Sawan umum sekunder
2. Sawan umum primer, yang sejak awal seluruh otak terlibat secara
bersamaan. Sawan ini dibagi menjadi :
Sawan tonik-klonik
Sawan lena
Sawan mioklinik
Sawan tonik saja
3.7 Komplikasi
3.8 Prognosis
1. Prognosis umumnya baik, 70 80% pasien yang mengalami epilepsy
akan sembuh, dan kurang lebih separo pasien akan bisa lepas obat
4.1 Pengkajian
4.1.1 Anamnesa
Biodata : Nama ,umur, seks, alamat, suku, bangsa,
pendidikan, pekerjaan, dan penanggungjawabnya.
Usia: Penyakit epilepsi dapat menyerang segala umur
Pekerjaan: Seseorang dengan pekerjaan yang sering
kali menimbulkan stress dapat memicu terjadinya
epilepsi.
Kebiasaan yang mempengaruhi: peminum alcoho
(alcoholic)
Keluhan utama: Untuk keluhan utama, pasien atau
keluarga biasanya ketempat pelayanan kesehatan
karena klien yang mengalami penurunan kesadaran
secara tiba-tiba disertai mulut berbuih. Kadang-kadang
klien / keluarga mengeluh anaknya prestasinya tidak
baik dan sering tidak mencatat. Klien atau keluarga
mengeluh anaknya atau anggota keluarganya sering
berhenti mendadak bila diajak bicara.
Riwayat penyakit sekarang: kejang, terjadi aura, dan
tidak sadarkan diri.
Riwayat penyakit dahulu:
Trauma lahir, Asphyxia neonatorum, cedera kepala,
infeksi system saraf, gangguan metabolik, tumor otak,
dll.
4.1.2 Pemeriksaan Fisik (ROS)
1. B1 (breath): RR biasanya meningkat (takipnea) atau dapat
terjadi apnea, aspirasi
2. B2 (blood): Terjadi takikardia, cianosis
3. B3 (brain): penurunan kesadaran
1. Pemeriksaan Laboratorium
Perlu diperiksa kadar glukosa, kalsium, magnesium, natrium,
bilirubin, ureum dalam darah. Yang memudahkn timbulnya
kejang ialah keadaan hipoglikemia, hipokalemia, hiprnatremia,
uremia dll. Penting juga diperiksa pH darah karena alkalosis
mungkin pula disertai kejang.
2. Pemeriksaan radiologis
Pada foto rontgen kepala dapat dilihat adanya kelainan-
kelainan pada tengkorak. Klasifikasi abnormal dapat dijumpai
pada toksoplasmosis, penyakit inklusi sitomegalik, sklerosis
tuberosa, kraniofaringeoma, meningeoma, oligodendroglioma.
Tujuan : dalam waktu 1x24 jam perawatan, klien bebas dari cedera
yang disebabkan oleh kejang dan penurunan kesadaran.
Kriteria hasil :
- TTV normal ( TD: 110 /70 -120/80 ,RR : 16- 20 x/mnt, N : 60 -
100x/mnt , S : 36,5 -37,50 C )
- Tidak ada sianosis
- Pasien tidak sesak nafas
4.4 Evaluasi
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Epilepsi adalah kelompok sindrom yang ditandai dengan
gangguan otak sementara yang bersifat paroksimal yang
dimanefestasikan berupa gangguan atau penurunan kesadaran
yang episodic, fenomena motorik yang opnormal, gangguan psikis,
sensorik, dan system otonom, gejala-gejalanya disebabkan oleh
aktifitas listrik otak. Epilepsi dapat disebabkan oleh:
1. Factor fisiologis
2. Factor biokimiawi
3. Factor anatomis
4. Gabungan factor-faktor diatas
5. Penyakit yang pernah diterima
5.2 Saran
setelah disusun makalah ini, diharapkan mahasiswa dan
masyarakat mengetahui apa itu penyakit epilepsi dan bagaiman
asuhan keperawatannya, karena melihat bahwa penyakit epilepsi
adalah penyakit yang dipandang sebelah mata di masyarakat
sehingga berdampak buruk bagi penderitanya. Dengan mengetahui
tentang konsep keperawatn pada penyakit epilepsi, diharapkan
dapat meningkatkan kehidupan sosial bagi penderita.
Sloane, ethel. 2003. Anatomi dan fisiologi untuk pemula: Jakarta. EGC
Wade, Carole dan Travis carol. 2001. Psikologi edisi 9: Jakarta. Erlangga
Dewanto, George & Budi, Riyanto dkk. 2007. Diagnosis & Tata laksana penyakit
saraf: Jakarta. EGC
Carpenito, Lynda Jual-Moyet. 2008. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 10.
Jakarta : EGC.
Doengoes, M. E., Moorhouse, M. F., & Geissler, A.C. 2000. Rencana asuhan
keperawatan. (Edisi 3). Jakarta: EGC
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika