You are on page 1of 17

LAPORAN JURNAL

MANIFESTASI ORAL PADA PASIEN TERINFEKSI VIRUS


HIV/AIDS
Diajukan sebagai salah satu persyaratan dalam menempuh
Program Pendidikan Profesi Dokter Gigi (PPPDG)
Bagian Ilmu Kesehatan Gigi dan Mulut RSUD Tugurejo Semarang

Oleh :
Febrianto Dwilaksono 112080018
Muhammad Muslim A 31101200265
Cassandra Pramudita 112100124
Trisna Ariyanti 112100172
Desy Nisrina Arum S 112110188

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2017
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN JURNAL
MANIFESTASI ORAL PADA PASIEN TERINFEKSI VIRUS
HIV/AIDS

Disetujui dan disahkan:


Tanggal Agustus 2017

Mengetahui

Ketua KSM Ilmu Kesehatan Gigi dan Mulut


RSUD Tugurejo Semarang

drg. Evalina
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................................... 1

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................................. 2

DAFTAR ISI............................................................................................................................ 3

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................ 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................. 6

I. HIV/AIDS..................................................................... Error! Bookmark not defined.

A. Definisi .................................................................................................................. 6

B. Etiologi ................................................................ Error! Bookmark not defined.

C. Tanda dan gejala .................................................. Error! Bookmark not defined.

I. Anemia ......................................................................... Error! Bookmark not defined.

A. Definisi Anemia ................................................... Error! Bookmark not defined.

B. Etiologi ................................................................ Error! Bookmark not defined.

C. Klasifikasi ............................................................ Error! Bookmark not defined.

D. Tanda dan Gejala ................................................. Error! Bookmark not defined.

E. Manifestasi Klinis ................................................ Error! Bookmark not defined.

F. Komplikasi........................................................... Error! Bookmark not defined.

G. Penanganan Anemia pada defisiensi besi ............ Error! Bookmark not defined.

III. Pemeriksaan Darah Lengkap ........................................ Error! Bookmark not defined.

A. Hemoglobin ......................................................... Error! Bookmark not defined.

B. Hematokrit ........................................................... Error! Bookmark not defined.

C. Leukosit ............................................................... Error! Bookmark not defined.


D. Trombosit............................................................. Error! Bookmark not defined.

E. Eritrosit ................................................................ Error! Bookmark not defined.

F. Laju Endap Darah ................................................ Error! Bookmark not defined.

G. Hitung Jenis Leukosit .......................................... Error! Bookmark not defined.

BAB III PEMBAHASAN..26


I. Problem..15

II. Intervensi ...................................................................................................................... 15

III. Comparison................................................................................................................... 15

IV. Output ........................................................................... Error! Bookmark not defined.

BAB IV CRITICAL APPRAISAL ........................................................................................ 16

BAB V KESIMPULAN ......................................................... Error! Bookmark not defined.

DAFTAR PUSTAKA.................30
BAB I
PENDAHULUAN

Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) adalah suatu penyakit menular yang
disebabkan oleh Human Immuno Deficiency Virus yang dahulu disebut Lymphadenopaty
Associated Virus (LAV) yang kemudian di Amerika Serikat bernama Human T-Cell Leukemia
Virus III (HTLV-III). HTLV-III disebut juga Human T-Cell Lymphotrophic Virus (suatu
retrovirus). Setelah melalui perdebatan yang panjang, penyebab AIDS kemudian ditetapkan
sebagai HIV untuk menggantikan LAV dan HTLV.
Sampai saat ini telah ditemukan 2 subtipe HIV yaitu HIV-1 dan HIV-2. Kedua virus
tersebut dapat menyebabkan AIDS, namun perjalanan penyakit yang disebabkan oleh HIV-2
berlangsung lebih lama. Virus tersebut menyebar di dalam darah, air mata, saliva, air susu, cairan
spinal, sekresi vagina dan cairan semen dari orang yang terinfeksi dan menyebar terutama
melalui kontak seksual, darah, atau produk-produk darah, transplantasi organ, atau secara
perinatal.
Virus HIV dikenal sebagai virus limfadenopati atau virus limfotropik sel T. HIV
mempunyai kemampuan melekat dan membunuh limfosit CD4 sehingga mengurangi imunitas
humoral dan imunitas yang diperantarai sel. Untuk berada dalam tubuh manusia HIV harus
langsung masuk ke dalam aliran darah. Di luar tubuh manusia HIV cepat mati oleh air panas,
sabun, dan bahan pencuci hama. Jangka waktu antara kontak awal sampai munculnya infekksi
bervariasi. Umumnya berkisar antara 3-6 bulan setelah terpapar. Orang-orang yang terinfeksi
HIV biasanya menunjukkan limfadenopati menyeluruh dan menetap (PGL) yang kemudian
diikuti oleh AIDSrelated complex (ARC). Hal tersebut ditandai oleh limfadenopati, kelelahan,
penurunan berat badan, demam, diare, alergi kulit, kandidiasis oral, hairy leukoplakia, dan virus
herpes rekuren. Melihat jumlah penderita HIV/AIDS yang makin meningkat, dokter gigi
memiliki kemungkinan besar untuk menjumpai penderita HIV/AIDS yang belum terdiagnosis
selama memberikan pelayanan kesehatan gigi. Manifestasi oral pada penderita HIV/AIDS ini
sangat penting untuk diketahui karena seringkali merupakan indikasi klinis pertama bahwa
seseorang terinfeksi HIV atau anggota keluarga lainnya telah terinfeksi HIV.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. HIV/AIDS
A. Definisi
Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus penyebab AIDS. Virus ini
termasuk RNA virus genus Lentivirus golongan Retrovirus family Retroviridae. Spesies
HIV-1 dan HIV-2 merupakan penyebab infeksi HIV pada manusia
AIDS adalah singkatan dari Acquired Immunodeficiency Syndrome, sebenarnya
bukan suatu penyakit tetapi merupakan kumpulan gejala-gejala penyakit yang disebabkan
oleh infeksi berbagai macam mikroorganisme serta keganasan lain akibat menurunnya
daya tahan/kekebalan tubuh penderita.
Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) disebabkan oleh virus yang
disebut HIV. Virus ini ditemukan oleh Montagnier, seorang ilmuwan Perancis (Institute
Pasteur, Paris 1983), yang mengisolasi virus dari seorang penderita dengan gejala
limfadenopati, sehingga pada waktu itu dinamakan Limphadenopathy Associated Virus
(LAV). Gallo (National Institute of Health, USA 1984) menemukan virus HTL-III
(Human T Lymphotropic Virus) yang juga adalah penyebab AIDS. Pada penelitian lebih
lanjut dibuktikan bahwa kedua virus ini sama, sehingga berdasarkan hasil pertemuan
International Committee on Taxonomy of Viruses (1986) WHO memberi nama resmi
HIV. Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan virus lain yang dapat pula menyebabkan
AIDS, disebut HIV-2, dan berbeda dengan HIV-1 secara genetik maupun antigenik. HIV-
2 dianggap kurang patogen dibandingkan dengan HIV-1. Untuk memudahkan virus itu
disebut sebagai HIV saja.
B. Etiologi
Virus HIV termasuk kedalam famili Retrovirus sub famili Lentivirinae. Virus
famili ini mempunyai enzim yang disebut reverse transcriptase. Enzim ini menyebabkan
retrovirus mampu mengubah informasi genetiknya kedalam bentuk yang terintegrasi di
dalam informasi genetik dari sel yang diserangnya. Jadi setiap kali sel yang dimasuki
retrovirus membelah diri, informasi genetik virus juga ikut diturunkan. Virus HIV akan
menyerang Limfosit T yang mempunyai marker permukaan seperti sel CD4+, yaitu sel
yang membantu mengaktivasi sel B, killer cell, dan makrofag saat terdapat antigen target
khusus. Sel CD4+ adalah reseptor pada limfosit T yang menjadi target utama HIV.22
HIV menyerang CD4+ baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung,
sampul HIV yang mempunyai efek toksik akan menghambat fungsi sel T. secara tidak
langsung, lapisan luar protein HIV yang disebut sampul gp120 dan anti p24 berinteraksi
dengan CD4+ yang kemudian akan menghambat aktivasi sel yang mempresentasikan
antigen.
Setelah HIV menginfeksi seseorang, kemudian terjadi sindrom retroviral akut
semacam flu disertai viremia hebat dan akan hilang sendiri setelah 1-3 minggu.
Serokonversi (perubahan antibodi negatif menjadi positif) terjadi 1-3 bulan setelah
infeksi. Pada masa ini, tidak ada dijumpai tanda-tanda khusus, penderita HIV tampak
sehat dan merasa sehat serta test HIV belum bisa mendeteksi keberadaan virus ini, tahap
ini disebut juga periode jendela (window periode). Kemudian dimulailah infeksi HIV
asimptomatik yaitu masa tanpa gejala. Dalam masa ini terjadi penurunan CD4+ secara
bertahap. Mula-mula penurunan jumlah CD4+ sekitar 30-60 sel/tahun, tetapi pada 2
tahun berikutnya penurunan menjadi cepat, 50-100 sel/tahun, sehingga tanpa pengobatan,
rata-rata masa dari infeksi HIV menjadi AIDS adalah 8-10 tahun, dimana jumlah CD4+
akan mencapai <200 sel/L.
Dalam tubuh ODHA (Orang Dengan HIV AIDS), partikel virus bergabung
dengan DNA sel pasien, sehingga satu kali seseorang terinfeksi HIV, seumur hidup ia
akan tetap terinfeksi. Dari semua orang yang terinfeksi HIV, sebagian berkembang
masuk tahap AIDS pada 3 tahun pertama, 50% berkembang menjadi penderita AIDS
sesudah 10 tahun, dan sesudah 13 tahun hampir semua orang yang terinfeksi HIV
menunjukkan gejala AIDS, dan kemudian meninggal. Perjalanan penyakit tersebut
menunjukkan gambaran penyakit yang kronis, sesuai dengan perusakan sistem kekebalan
tubuh yang juga bertahap. Seiring dengan makin memburuknya kekebalan tubuh, ODHA
mulai menampakkan gejala akibat infeksi opurtunistik seperti penurunan berat badan,
demam lama, pembesaran kelenjar getah bening, diare, tuberkulosis, infeksi jamur,
herpes, dll.
Virus HIV ini yang telah berhasil masuk kedalam tubuh seseorang, juga akan
menginfeksi berbagai macam sel, terutama monosit, makrofag, sel-sel mikroglia di otak,
sel-sel hobfour plasenta, sel-sel dendrit pada kelenjar limfa, sel-sel epitel pada usus, dan
sel Langerhans di kulit. Efek dari infeksi pada sel mikroglia di otak adalah encefalopati
dan pada sel epitel usus adalah diare kronis.
C. Patogenesis
HIV secara selektif akan menginfeksi sel yang berperan membentuk zat anti pada
sistem immunitas selluler yaitu sel limfosit T4. Limfosit T4 menjadi sasaran dari virus ini
karena sel tersebut mempunyai CD4 antigen pada membrannya, yang dapat berperan
sebagai reseptor untuk virus tersebut. Selain sel limfosit T4 yang yang menjadi sasaran
HIV, terbukti kemudian adalah sel lain yang juga mempunyai CD4 antigen pada
membrannya sehingga menjadi target dari HIV. Sel lain tersebut adalah sel monosit-
makrofag, dan beberapa sel hemopoesis di dalam sum-sum tulang.
HIV sebagai virus RNA mempunyai enzim reverse transcriptase dimana pada
kejadian infeksi mampu membentuk virus DNA. Virus DNA yang terbentuk ini masuk
kedalam inti sel target dan berintergrasi dengan DNA dari host dan menjadi provirus
(DNA Provirus). DNA provirus yang telah berintergrasi dengan sel DNA dari host (sel
limfosit T4) akan ikut mengalami replikasi pada setiap terjadi proliferasi sel. Setiap hasil
replikasi DNA ini selanjutnya akan menghasilkan virus RNA, enzim reverse transcriptase
dan protein virus. Demikian peristiwa infeksi HIV ini berlangsung.
HIV sebagai virus RNA mempunyai enzim reverse transcriptase dimana pada
kejadian infeksi mampu membentuk virus DNA. Virus DNA yang terbentuk ini masuk
kedalam inti sel target dan berintergrasi dengan DNA dari host dan menjadi provirus
(DNA Provirus). DNA provirus yang telah berintergrasi dengan sel DNA dari host (sel
limfosit T4) akan ikut mengalami replikasi pada setiap terjadi proliferasi sel. Setiap hasil
replikasi DNA ini selanjutnya akan menghasilkan virus RNA, enzim reverse transcriptase
dan protein virus. Demikian peristiwa infeksi HIV ini berlangsung.
D. Gambaran Penyakit
Secara klinis gambaran penyakit yang diakibatkan oleh infeksi HIV ini dapat
terlihat dalam 4 tahap berurutan. Tahap-tahap ini sangat berkolerasi dengan gambaran
laboratorium akibat perubahan fungsi imunitas dan aktivitas virus.
1. Tahap pertama, tahap infeksi primer (primary infection)
Tahap ini terlihat setelah beberapa minggu terpapar HIV, ditandai dengan gejala
demam, sakit tenggorokan, lesu dan lemas, sakit kepala, fotofobia, limpadenopati
serta berecak makulopapular. Tahap ini biasanya berlangsung sekitar satu atau dua
minggu lebih dan ditemukan pada hampir 70% peristiwa infeksi HIV.
2. Tahap kedua, tahap infeksi dini (early infection)
Tahap ini merupakan nama laten virus yang dapat berlangsung selama beberapa
bulan sampai beberapa tahun. Umumnya penderita asimtomatik kecuali beberapa
diantaranya dengan limpadenopati umum.
3. Tahap ketiga, tahap infeksi menengah (middle infection)
Tahap ini itandai dengan munculnya kembali antigen HIV serta penurunan sel
limfosit T sehinngga penderita menjadi sangat rentan terhadap berbagai kondisi dan
infeksi. Kandiasis di mulut dan oral hairy leukoplakia serinng terlihat pada tahap ini.
4. Tahap keempat, tahap sakit HIV berat (severe HIV disease)
Tahap ini ditandai dengan timbulnya infeksi oportunistik dan neoplasma yang
menyebabkan keadaan sakit berat dengan angka kematian yang tinggi. Tahap inilah
yang disebut AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome).
Pengalaman menunjukkan bahwa resiko masuknya ketahap sakit HIV berat atau
AIDS meningkat sejalan dengan lamanya infeksi. Dalam keadaan penderita tidak
mendapatkan pengobatan terhadap retrovirusnya, sekitar 50% penderita HIV ini
sampai ketahap AIDS kira-kira sesudah 10 tahun.
E. Gejala Klinis dan maifestasi AIDS di rongga mulut
AIDS mempunyai spectrum yang luas pada gambaran klinis. Pada awal
permulaan terdapat gejala-gejala seperti terkena flu. Penderita merasa lelah yang
berkepanjangan dan tanpa sebab, kelenjar-kelenjar getah bening dileher, ketiak, pangkal
paha membengkak selama berbulan bulan, nafsu makan menurun/hilang, demam yang
terus menerus mencapai 39 derajat Celcius atau berkeringat pada malam hari, diarrhea,
berat badan turun tampa sebab, luka-luka hitam pada kulit atau selaput lendir yang tidak
bias ssembuh, batuk-batuk yang berkepanjangan dan dalam kerongkongan, mudah
memar atau pendarahan tanpa sebab. Gejala-gejala awal ini sering disebut AIDS Related
Complex (ARC). Bila keadaan penyakit ini meningkat, penyakit ganas lain berkembang
seperti radang paru (penumocytis carinii), kandiasis oesophagus, cytomegalovirus atau
herpes, sarcoma kaposi, tumor ganas pembuluh darah.
F. Manifestasi AIDS dirongga mulut
Sekitar 95% penderita AIDS mengalami manifestasi pada daerah kepala dan leher
sebagaimana juga menurut Shiod dan Pinborg 1987. Manifestasi di mulut seringkali
merupakan tanda awal infesi HIV.
G. Infeksi karena jamur (Oral Candidiasis)
Kandiasi nulut sejauh ini merupakan tanda di dalam mulut yang paling sering
dijumpai baik pada penderita AIDS maupun AIDS related complex (ARC) dan
merupakan tanda dari manifestasi klinis pada penderita kelompok resiko tinggi pada lebih
59% kasus.
Kandiasis mulut pada penderita AIDs dapat terlihat berupa oral thrush, acute atrophic
candidiasis, chronic hyperplastic candidiasis, dan stomatis angularis (Perleche).
H. Infeksi karena virus
Infeksi karena virus golongan herpes paling sering dijumpai pada penderita AIDS
dan ARC. Infeksi virus pada penderita dapat terlihat berupa stomatis herpetiformis,
herpes zoster, hairy leukoplakia, cytomegalovirus.
I. Infeksi karena bakteri
Infeksi karena bakteri dapat berupa HIV necrotizing gingivitis maupun HIV
periodontitis.
a. HIV necrotizing gingivitis
HIV necrotizing gingivitis dapat dijumpai pada penderita AIDS maupun
ARC. Lesi ini dapat tersembunyi atau mendadak disertai pendarahan waktu
menggosok gigi, rasa sakit dan halitosis.
Necrotizing gingivitis paling sering mengenai gingiva bagian anterior.
Pada situasi ini, pabila interdental dan tepi gingiva akan tampak berwarna merah,
bengkak, atau kuning keabu-abuan karena nekrosis, bakan sering terjadi
necrotizing ulcrerative gingivitis yang parah dan penyakit periodontal
yangprogresif sekalipun kebersihan mulut terjaga dengan baik dan walaupun telah
diberikan antibiotika.
b. HIV periodontitis
Penyakit periodontal yang berlangsung secara progresif mungkin
merupakan indikator awal yang dapat ditemukan pada infeksi HIV. Dokter gigi
seyogyanya mendiagnosa secara dini proses kerusakan tulang alveolar tersebut
dengan tetap mempertimbangkan kemungkinan adnya infeksi HIV. Hal ini
disebabkan terutama oleh adanya fakta bahwa sejumlah penderita AIDS yang
mengalami kerusakan tulang alveolar yang cepat.
Neoplasma
Sarkoma kaposi yang berhubungan dengan AIDS tampak sebagai penyakit yang
lebih ganas dan biasanya telah menyebar pada saat dilakukan diagnosa awal. Kira-kira
40% penderita AIDS dengan sarcoma kaposi akn meninggal dalam waktu kurang lebih
satu tahun dan biasanya disertai dengan infeksi opotunistik yang lain (misalnya
pneumocystic carinii, jamur, virus, bakteri).
Manifestasi mulut sarcoma kaposi biasanya merupakan tanda awal AIDS dan
umumnya (50%) ditemukan dalam mulut pria homoseksual. Selain mulut, sarcoma ini
juga dapat ditemukan dikulit kepala dan leher. Sarkoma kaposi pada mulut biasanya
terlihat mula mula sebagai macula, nodul dan plak yang datar atau menonjol, biasanya
berbewntuk lingkaran dan berwarna merah atau keunguan. Terletak pada palatum dan
besarnya dari hanya beberapa millimeter sampai centimeter. Bentuknya tidak teratur,
dapat tunggal atau multiple dan biasanya asintomatik, sehingga baru disadari oleh pasien
bila lesi sudah menjadi agak besar.
Pencegahan penularan AIDS untuk dokter gigi
Setelah gejala klinis dimulut diketahui, maka perlu diambil upaya pencegahan
penyebaran penyakit ini melalui praktek dokter gigi, sebab ketakutan terkena infeksi
AIDS telah melanda kalangan dokter gigi, pasien maupun perawat gigi (24). Sampai
sekarang upaya pencegahan kontaminasi atau penularan infeksi HIV pada praktek dokter
gigi masih dilakukan seperti upaya pencegahan infeksi silang lainnya.
Pada dasarnya tindakan pencegahan harus mencakup lima komponen penting
yaitu penjaringan pasien, perlindungan diri, dekontaminasi peralatan, desinfeksi
permukaaan lingkaran kerja dan penanganan limbah kllinik (1,2,13,14,17).
1. Penjaringan Pasien
Dalam hal ini harus disadari bahwa tidak semua pasien dengan penyakit infeksi
dapat terjaring dengan rekam medik sehingga system penjaringan pasien tidak menjamin
sepenuhnya pencegahan penularan penyakit. Konsep Universal precaution pertama kali
dianjurkan oleh Centers For disease Control (CDC) pada tahun 1987 yaitu
mempermalukan semua pasien seolah-olah mereka terinfeksi HIV.
2. Perlindungan diri
Perlindungan diri meliputi cuci tangan, pemakaian sarung tangan, cadar, kaca
mata, dan mantel kerja. Prosedur cuci tangan dilakukan dengan sabun antiseptik di bawah
air mengalir. Persyaratan yang harus dipenuhi sarung tangan adalah bdasar tidak
mengiritasi tangan, tahan bocor, dan memberikan kepekaan yang tinggi bagi pemakainya.
Cadar berfungsi untuk melindungi mukosa hidung dan kontaminasi percikan saliva dan
darah pada mata karena conjunctiva mata merupakan salah satu port entry sebagian besar
infeksi virus. Sedangkan mantel kerja dianjurkan digunakan sewaktu melayani pasien
yang setiap saat terkancing baik.
3. Dekontaminasi Peralatan
Dekontaminasi adalah suatu istilah umum yang meliputi segala metode
pembersihan, desenfeksi dan sterilisasi yang bertujuan untuk menghilangkan pencemaran
mikroorganisme yang melekat pada peralatan medis sedemikian rupa sehingga tidak
berbahaya. Metode dekontaminasi yang utama adalah penguapan dibawah tekana
(autklav), pemanasan kering (oven udara panas), air mendidih dan desinfektan kimia
dengan menggunakan hipoklorit atau glutaraldehid 2%.
4. Desinfeksi permukaan lingkungan kerja
Setiap permukaan yang dijamah oleh tangan operator harus disterilkan (misalnya
instrumen) atau desinfeksi (misalnya meja kerja, kaca pengaduk, tombol-tombol atau
pegangan laci dan lampu). Meja kerja, tombol-tombol, selang as[pirator, tabung, botol
material dan pegangan lampu unit harus diulas dengan klorheksidin 0,5% dalam alcohol
atau hipoklorit 1000 bagian perjuta (bpj) dari klorida yang tersedia, dalam setiap sesi atau
setiap pergantian pasien. Piston harus dicuci dan debris dari pelastik penyaring
dibersihkan setiap selesai satu pasien. Selang aspirator sebaiknya memakai yang sekali
pakai. Bila ada noda darah, cairan tubuh atau nanah, permukaan harus didesinfeksidengan
larutan hipoklorit yang mengandung 10.000 bjp dari klorida yang tersedia dan kemudian
dibersihkan dengan lap sekali pakai.
Larutan harus dibiarkan pada permukaan yang akan dibersihkan minimal selama
tiga menit, kemudian larutan tersebut dilap, serta permukaan permukaan tersebut dibilas
dan dikeringkan. Posisi operator tertentu didalam melakukan tindakan perawatan gigi,
juga mempunyai rwesiko kontaminasi dari mulut pasien ke operator. Penelitian di
Universitas Bologna, Itali membuktikan bahwa resiko terbesar bagi operator bila ia
bekerja pada posisi kanan penderita diposisi jam 9.
5. Penanganan limbah klinik
Yang dimaksud dengan limbah klinik adlah semua bahan yang menular atau
kemungkinan besar menular atau zat-zat yang berbahaya yang berasal dari lingkungan
kedokteran dan kedokteran gigi. Sampah ini dikumpulkan untuk dibakar, atau ditanam
untuk jenis tertentiu. Limbah klinik seperti jarum dikumpulkan di dalam wadah plastik
berwarna kuninguntuk dibakar dan jenis limbah tertentu dikumpulkan untuk ditanam.
Sebaiknya jarum suntik disposible setelah dipakai langsung dibuang dalam wadah tanpa
memasang kembali penutup jarum, hal ini untuk menghindari tertusuknya tangan oleh
jarum tersebut.
Limbah darah, adalah yang paling potensial mengandung HIV, maka bila ada
limbah darah misalnya kapas dengan darah, ekstraksi jaringan atau gigi jatuh ke lantai
ambillah limbah tersebut dengan mengggunakan sarung tangan, dibersihkan dengan lap
atau tissue kertas kemudian lap atau tissuedan daerah tumpahan dituangkan larutan
hipoklorit 10.000 bpj. Setelah 10 menit atau lebih, bilas tempat tersebut dengan lap lain,
dan lap serta tissue dapat dibuang sesuai dengan tempatnya.
BAB III
PEMBAHASAN

I. Problem
Melihat jumlah penderita HIV/AIDS yang makin meningkat, dokter gigi memiliki
kemungkinan besar untuk menjumpai penderita HIV/AIDS yang belum terdiagnosis
selama memberikan pelayanan kesehatan gigi.
II. Intervensi

Sebagai seorang dokter gigi pertimbangan utama dalam perawatan dental adalah
untuk meminimalisasi kemungkinan penularan HIV dari pasien yang terinfeksi
kepada mereka sendiri, para staf, dan pasien lain.

Pencegahan

Mengetahui gambaran manifestasi oral pada pasien yang terinfeksi HIV dan
penatalaksanaannya, serta mengidentifikasi lebih dini mengenai lesi oral yang paling
sering ditemukan pada pasien yang terinfeksi HIV

III. Comparison
Berbagai manifestasi oral yang sering ditemukan pada pasien yang terinfeksi
HIV berhubungan langsung dengan tingkat imunosupresinya, yang dapat menjadi
indikator infeksi HIV dan prediksi perkembangan infeksinya menjadi AIDS.
Penatalaksanaannya meliputi pengobatan anti jamur, anti virus, dan antibiotik, serta
perawatan terhadap gigi dan jaringan pendukungnya, dengan mempertimbangkan
status imunologi.

IV. Output
Dengan Mengetahui gambaran manifestasi oral pada pasien yang terinfeksi HIV,
maka dapat dilakukan penatalaksanaan yang terbaik melalui tindakan pencegahan dan
pemeriksaan gigi mulut secara rutin untuk mempertahankan kesehatan dan mencapai
kualitas hidup yang lebih baik serta dapat melakukan penatalaksanaannya dengan
tepat.
BAB IV
CRITICAL APPRAISAL

I. Validity
Jurnal ini valid karena merupakan tinjauan kepustakaan yang berasal dari tulisan-
tulisan ilmiah yang berkaitan dengan pengembangan ilmu-ilmu kedokteran gigi
terbaru, bisa di pertanggung jawabkan isinya, bebas dari plagiat. Jurnal ini memiliki
ISSN: 2338-4891
II. Importancy
Jurnal ini penting untuk memuat informasi yang digunakan oleh dokter gigi dalam
menggambarkan manifestasi oral pada pasien yang terinfeksi HIV dan
penatalaksanaannya.
III. Aplicable
Jurnal ini dapat digunakan sebagai referensi dalam penatalaksanaan perawatan
gigi dan mulut pada penderita HIV/AIDS
IV. Kelebihan
Jurnal ini memberikan informasi gambaran dan penatalaksanaan manifestasi oral
pada penderita HIV/AIDS disertai dengan gambar pada masing masing macam
manifestasi oral
V. Kekurangan
Jurnal ini tidak mencantumkan tanggal pembuatan
Daftar Pustaka
Basyarahil, H. (1987). AIDS dan profesi kedokteran gigi. Majalah PDGI.

Madhin. (1996). Pencegahan ifeksi silang di klinik. Medan: Kumpulan Makalah Ilmiah.

Pederson, & GW. (1996). Oral Surgery. Jakarta: EGC.

Permana G, d. (1993). Tatalaksana kontrol infeksi sehubungan dengan upaya pencegahan dan penularan
HIV dalam pelayanan Kesehatan Gigi. Jurnal jaringan Epidemiologi Nasional, 34-45.

Simatupang, T. (1992). Mengapa AIDS begitu mematikan? Harian Analisa.

You might also like