You are on page 1of 28

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Herpes zoster disebut juga shingles. Di kalangan awam populer atau lebih dikenal
dengan sebutan dampa atau cacar air. Herpes zoster merupakan infeksi virus yang
akut pada bagian dermatoma (terutama dada dan leher) dan saraf. Disebabkan oleh virus
varicella zoster (virus yang juga menyebabkan penyakit varicella atau cacar/chickenpox.
Herpes zoster rupanya menggambarkan reaktivasi dari refleksi endogen yangtelah
menetap dalam bentuk laten mengikuti infeksi varisela yang telah ada sebelumnya.
Hubungan varisela dan herpes zoster pertama kali ditemukan oleh Von Gokay padatahun
1888. ia menemukan penderita anak -anak yang dapat terkena varisela setelahmengalami
kontak dengan individu yang mengalami infeksi herpes zoster. Implikasi neurologik dari
distribusi lesi semental herpes zoster diperkenalkanoleh Richard Bright tahun 1931 dan
adanya peradangan ganglion sensoris dan saraf spinal pertama kali diuraikan oleh Von
Bareusprung pada tahun 1862. Dan tatalaksana dalam menghadapi komplikasi klinis serta
gejala sisa merupakan ranah dokter spesialis Kulit dan Kelamin serta dokter spesialis
terkait lain.
Virus herpes simpleks adalah merupakan virus DNA, dan seperti virus DNA yang
lain mempunyai karakteristik melakukan replikasi didalam inti sel dan membentuk
intranuclear inclusion body. Intranuclear inclusion body yang matang perlu dibedakan
dari sitomegalovirus. Karakteristik dari lesi adalah adanya central intranuclear inclusion
body eosinofilik yang ireguler yang dibatasi oleh fragmen perifer dari kromatin pada tepi
membran inti.
Ini adalah penyakit menular yang disebabkan oleh penularan virus yang disebut
Herpes Simplex Virus (HSV). Virus ini akan ditularkan selama hubungan intim atau
selama kontak antara kedua alat kelamin pria dan wanita. Genital herpes membuktikan
bahwa penyakit ini terutama mulut mempengaruhi organ dan alat kelamin HSV 1
mempengaruhi bibir berupa lepuh dan luka dingin, sedangkan HSV 2 menginfeksi alat
kelamin manusia.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana landasan teori Herves Zoster ?
1.2.2 Bagaimana landasan teori Herves Simpleks ?
1.2.3 Bagaimana konsep asuhan keperawatan Herves Zoster ?
1.2.4 Bagaimana konsep asuhan keperawatan Herves Simpleks ?

1
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui landasan teori Herves Zoster.
1.3.2 Untuk mengetahui landasan teori Herves Simpleks.
1.3.3 Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan Herves Zoster.
1.3.4 Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan Herves Simpleks.

2
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Herves Zoster
2.1.1 Pengertian Herves Zoster
Herpes zoster (HZ) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh reaktivasi
virus varisela zoster (VVZ) yang laten berdiam terutama dalam sel neuronal dan
kadang-kadang di dalam sel satelit ganglion radiks dorsalis dan ganglion sensorik
saraf kranial menyebar ke dermatom atau jaringan saraf yang sesuai dengan segmen
yang dipersarafinya. (Pusponegoro, Nilasari, & Dkk, 2014)
Herpes Zoster adalah jenis penyakit kulit yang di sebabkan oleh virus varisela-
zoster yang menetap laten di akar saraf. (Ayu, 2015). Herpes Zoster Adalah radang
kulit akut, mempunyai sifat khas yaitu vesikel vesikel yang tersusun bekelompok
sepajang persarafan sensorik kulit sesuai dermato. (Siregar, 2005).
Herpes Zoster adalah radang kulit akut dan setempat, terutama terjadi pada
orang tua yang khas ditandai adanya nyeri radikuler unilateral serta timbulnya lesi
vesikuler yang terbatas pada dermatom yang dipersarafi serabut saraf spinal maupun
ganglion serabut saraf sensorik dari nervus kranialis. Infeksi ini merupakan
reaktivasi virus varisela-zoster dari infeksi endogen yang telah menetap dalam
bentuk laten setelah infeksi primer oleh virus. (Harahap & Marwali, 2000)
2.1.2 Etiologi
Penyebab herpes zoster adalah virus varicella-zoster, virus yang juga
menyebabkan cacar air. Infeksi awal oleh virus varicella-zoster (yang bisa berupa
cacar air) berakhir dengan masuknya virus ke dalam ganglia (badan syaraf) pada
syaraf spinalis maupun syaraf kranialis dan virus menetap di sna dalam keadaan
tidak aktif. Herpes zoster selalu terbatas pada penyebaran akar syaraf yang terlibat di
kulit (dermatom).
Virus herpes zoster bisa tidak pernah menimbulkan gejala lagi atau bisa
kembali aktif beberapa tahun kemudian. Herpes zoster terjadi jika virus kembali
aktif. Kadang pengaktifan kembali virus ini terjadi jika terdapat gangguan pada
system kekebalan akibat suatu penyakit atau obat-obatan yang mempengaruhi
system kekebalan. Yang sering terjadi adalah penyebab dari pengaktifan kembali
virus ini tidak diketahui.

3
2.1.3 Manifestasi Klinis
Penyakit ini dapat dideteksi dari gejala-gejala yang terjadi diantaranya :
a. Terasa demam, pilek, cepat merasa lelah, dan lemah.
b. Terasa nyeri sendi, sakit kepala, dan pusing.
c. Rasa sakit seperti terbakar.
d. Kulit menjadi sensitive selama beberapa hari hingga satu minggu.
e. Timbul bitnik kecil kemerahan pada kulit.
Bintik-bintik kecil yang tumbuh ini lalu berubah menjadi gelembung-gelembung
transparan berisi cairan, persis seperti pada cacar air namun hanya bergerombol di
sepanjang kulit yang di lalui oleh syaraf yang terkena. Bintik-bintik baru dapat terus
bermunculan dan membesar sampai seminggu kemudian. Jaringan lunak di bawah
dan di sekitar lepuhan dapat membengkak untuk sementara karena peradangan yang
di sebabkan oleh virus.
Gelembung kulit ini mungkin terasa agak gatal sehingga dapat tergaruk tanpa
sengaja. Jika dibiarkan, gelembung akan segera mongering membentuk keropeng
(krusta) yang nantinya akan terlepas dan meninggalkan bercak berwarna gelap di
kulit (hiperpigmentasi). Bercak ini lama kelamaan akan pudar tanpa meninggalkan
berkas. Namun, jika gelembung tersebut pecah oleh garukan, keropeng akan
meninggalkan bekas yang dalam dan dapat membuat parut permanen.
Virus varisela-zoster umumnya hanya mempengaruhi satu saraf saja, pada satu
sisi tubuh. Sesekali, dua atau tiga syaraf bersebelahan dapat terpengaruh. Saraf di
kulit dada atau perut dan wajah bagian atas (termasuk mata) adalah yang paling
sering terkena. Herpes zoster di wajah sering kali menimbulkan sakit kepala yang
parah. Otot-otot wajah untuk sementara tidak dapat digerakkan. (Ayu, 2015).
2.1.4 Patofisiologi
Virus yang menyebabkan herpes zoster ini adalah golongan varicella yang
mula-mula adalah penyebab dari cacar air atau varicella yang sudah tidak aktif atau
dorman dan kemudian diaktifkan lagi oleh tubuh. Herpes zoster disebabkan oleh
virus herpes yang sama dengan virus penyebab varisella.
Selama terjadinya infeksi varisela, VZV (varicella zoster virus) meninggalkan
lesi di kulit dan permukaan mukosa ke ujung serabut saraf sensorik. Kemudian
secara sentripetal virus ini dibawa melalui serabut saraf sensorik tersebut menuju ke
ganglion saraf sensorik. Dalam ganglion ini, virus memasuki masa laten dan di sini
tidak infeksius dan tidak mengadakan multiplikasi lagi, namun tidak berarti ia

4
kehilangan daya infeksinya. Meskipun setiap syaraf dapat terkena, tetapi syaraf
torakal, lumbal atau kranial agaknya paling sering terserang. Bila daya tahan tubuh
penderita mengalami penurunan, akan terjadi reaktivasi virus. Virus mengalami
multiplikasi dan menyebar di dalam ganglion. Ini menyebabkan nekrosis pada saraf
serta terjadi inflamasi yang berat, dan biasanya disertai neuralgia yang hebat.
VZV (varicella zoster virus) yang infeksius ini mengikuti serabut saraf
sensorik sehingga terjadi neuritis. Neuritis ini berakhir pada ujung serabut saraf
sensorik di kulit dengan gambaran erupsi yang khas untuk erupsi herpes zoster.
Virus varicella yang dorman atau tidak aktif, akan diaktifkan lagi dan timbul
vesikel-vesikel meradang unilateral di sepanjang satu dermatom. Kulit di sekitarnya
mengalami edema dan perdarahan. Keadaan ini biasanya didahului atau disertai
dengan demam rasa nyeri hebat dan / atau disertai dengan rasa terbakar. Herpes
zoster dapat berlangsung selama kurang lebih tiga minggu. Rasa nyeri yang timbul
sesudah serangan herpes disebut neuralgie posterpetika dan biasanya berlangsung
beberapa bulan, bahkan kadang-kadang sampai beberapa tahun. Neuralgie
posterpetika lebih sering dialami pasien yang lanjut usia. Jika herpes zoster
menyerang ke seluruh tubuh, paru-paru dan otak maka mungkin akan terjadi suatu
kefatalan. Penyebaran ini biasanya tampak pada pasien menderita limfoma atau
leukemia. Dengan demikian setiap pasien yang menderita herpes zoster yang
tersebar harus dievaluasi kemungkinan adanya factor keganasan.
2.1.5 Klasifikasi
a. Herpes Zoster Oftalmikus
Herpes zoster oftalmikus merupakan infeksi virus herpes zoster yang
mengenai bagian ganglion gasseri yang menerima serabut saraf dari cabang
ophtalmicus saraf trigeminus (N.V), ditandai erupsi herpetik unilateral pada
kulit. Infeksi diawali dengan nyeri kulit pada satu sisi kepala dan wajah disertai
gejala konstitusi seperti lesu, demam ringan. Gejala prodromal berlangsug 1
sampai 4 hari sebelum kelainan kulit timbul. Fotofobia, banyak kelar air mata,
kelopak mata bengkak dan sukar dibuka.
b. Herpes Zoster Fasialis
Herpes zoster fasialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai
bagian ganglion gasseri yang menerima serabut saraf fasialis (N.VII), ditandai
erupsi herpetik unilateral pada kulit.

5
c. Herpes Zoster Brakialis
Herpes zoster brakialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang
mengenai pleksus brakialis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.
d. Herpes Zoster Torakalis
Herpes zoster torakalis merupakan infeksi virus herpes zoster yang
mengenai pleksus torakalis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.
2.1.6 Komplikasi
a. Komplikasi Neurologis
Neuralgia Paska Herpes (NPH) : Nyeri yang menetap di dermatom yang
terkena 3 bulan setelah erupsi HZ menghilang. Insidensi PHN berkisar sekitar
10-40% dari kasus HZ. NPH merupakan aspek HZ yang paling mengganggu
pasien secara fungsional. dan psikososial. Pasien dengan NPH akan mengalami
nyeri konstan (terbakar, nyeri, berdenyut), nyeri intermiten (tertusuk-tusuk), dan
nyeri yang dipicu stimulus seperti allodinia (nyeri yang dipicu stimulus normal
seperti sentuhan dll). Risiko NPH meningkat pada usia>50 th (27x lipat), nyeri
prodromal lebih lama atau lebih hebat;; erupsi kulit lebih hebat (luas dan
berlangsung lama) atau intensitas nyerinya lebih berat. Risiko lain : Distribusi di
daerah oftalmik, ansietas, depresi, kurangnya kepuasan hidup, wanita, diabetes.
Walaupun mendapat terapi antivirus, NPH tetap terjadi pada 10-20% pasien HZ,
dan sering kali refrakter terhadap pengobatan, walau pengobatan sudah optimal,
40 % tetap merasa nyeri.
b. Komplikasi Mata
Keterlibatan saraf trigeminal cabang pertama menyebabkan HZ Oftalmikus,
terjadi pada 10-25% dari kasus HZ, yang dapat menyebabkan hilangnya
penglihatan, nyeri menetap lama, dan/atau luka parut.
c. Komplikasi THT
Sindrom Ramsay Hunt : sering disebut HZ Otikus merupakan komplikasi pada
THT yang jarang terjadi namun dapat serius. Sindrom ini terjadi akibat reaktivasi
VZV di ganglion genikulata saraf fasialis. Tanda dan gejala sindrom Ramsay
Hunt meliputi HZ di liang telinga luar atau membrana timpani, disertai paresis
fasialis yang nyeri, gangguan lakrimasi, gangguan pengecap 2/3 bagian depan
lidah, tinitus, vertigo, dan tuli. Banyak pasien yang tidak pulih sempurna.
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang
Penyakit herpes zoster dapat dideteksi melalui tes, yaitu :

6
a. Kultur Virus
Cairan dari unilepuh yang baru pecah dapat di ambil dan di masukkan ke
dalam media virus untuk segera dianalisa di laboratorium virologi. Apabila
pengiriman cukup lama, sampel dapat diletakkan pada es cair. Pertumbuhan virus
varicella-zoster akan memakan waktu 3-14 hari dan uji ini memiliki tingkat
sensitivitas 30-70% dengan spesifitas mencapai 100%.
b. Deteksi Antigen
Uji antibody fluoresens langsung lebih sensitif bila dibandingkan dengan
teknik kultur sel. Sel dari ruam atau lesi diambil dengan menggunakan scapel
(semacam pisau) atau jarum, kemudian di oleskan pada kaca dan diwarnai dengan
antibody monoklonal yang terkonjugasi dengan pewarna fluoresens. Uji ini akan
mendeteksi glikoproten virus.
c. Uji Serologi
Uji serologi yang sering digunakan untuk mendeteksi herpes zoster adalah
ELISA.
d. PCR
PCR digunakan untuk mendeteksi DNA virus varicella-zoster di dalam cairan
tubuh, contohnya cairan serebrospina. Pemeriksaan dengan metode ini sangat
cepat dan sangat sensitif, dengan metode ini dapat digunakan berbagai jenis
preparat seperti scraping dasar vesikel dan apabila sudah berbentuk krusta dapat
juga digunakan sebagai preparat, sensifitasnya berkisar 97-100%. Test ini dapat
menemukan nucleid acid dari virus varicella zpster. (Ayu, 2015)
e. Tzanck Smear
Preparat diambil dari discraping dasar vesicel yang masih baru, kemudian
diwarnai engan pewarnaan yaitu Hematoxylin-eosin, toluidine blue ataupun
papanicolaous dengan menggunakan mikroskop cahaya akan dijumpai
multinucleated giant cell. Pemeriksaan ini sensitifitasnya sekitar 48 %, test ini
tidak dapat membedakan antara virus varicella zoster dengan herpes simpleks
virus.
f. Direct fluorescent assay (DFA)
Preparat diambil dari scraping dasar vesikel tetapi apabila sudah membentuk
krusta pemeriksaan dengan DFA kurang sensitif, hasil pemeriksaan sangat cepat,
test ini dapat menemukan antigen virus varricella zoster. Pemeriksaa ini dapat
membedakan antara VVZ dengan herpes simpleks virus.

7
2.2 Herves Simpleks
2.2.1 Pengertian Herves Simpleks
Herpes simpleks adalah suatu penyakit virus menular dengan afnitas pada
kulit, selaput lendir, dan sistem saraf. (Price, 2006)
Virus herpes simpleks adalah merupakan virus DNA, dan seperti virus DNA
yang lain mempunyai karakteristik melakukan replikasi didalam inti sel dan
membentuk intranuclear inclusion body. Intranuclear inclusion body yang matang
perlu dibedakan dari sitomegalovirus. Karakteristik dari lesi adalah adanya central
intranuclear inclusion body eosinofilik yang ireguler yang dibatasi oleh fragmen
perifer dari kromatin pada tepi membran inti.
Jadi, dapat disimpulkan herpes simpleks adalah infeksi akut virus HSV tipe I
dan II, yang ditandai dengan adanya vesikel dan eritema, juga menyebabkan lesi,
lepuh sekitar vagina.
Dalam herpes simplek dibedakan menjadi dua tipe berdasarkan perbedaan
imunologis dan klinisnya yaitu (Bobak, 2004)
1. Virus herpes simpleks tipe I
Merupakan infeksi yang paling benyak ditemukan pada masa kanak-kanak.
Biasanya ditransmisi melalui kontak sekresi oral dan menyebabkan cold sores
dan fever blisters.
2. Virus herpes simpleks tipe 2
Biasanya terjadi setelah puber seiring aktivitas sexual meningkat. Dan di
transmisikan terutama melalui kontak dengan sekresi genetalia.
2.2.2 Etiologi
Penyebab Berdasarkan struktur antigeniknya dikenal 2 tipe virus herpes
simpleks:
1. Virus Herpes Simpleks Tipe I (HSV I)
Penyakit kulit/selaput lendir yang ditimbulkan biasanya disebut herpes
simpleks saja, atau dengan nama lain herpes labialis, herpesfebrilis.
Biasanya penderita terinfeksi virus ini pada usia kanak-kanak melalui udara
dan sebagian kecil melalui kontak langsung seperti ciuman, sentuhan atau
memakai baju/handuk mandi bersama. Lesi umumnya dijumpai pada tubuh
bagian atas termasuk mata dengan rongga mulut, hidung dan pipi; selain
itu, dapat juga dijumpai di daerah genitalia, yang penularannya lewat
koitusoro genital (oral sex).

8
2. Virus Herpes Simpleks Tipe II (HSV II)
Penyakit ditularkan melalui hubungan seksual, tetapi dapat juga terjadi
tanpa koitus, misalnya dapat terjadi pada dokter gigi dan tenaga medik.
Lokalisasi lesi umumnya adalah bagian tubuh di bawah pusar, terutama
daerah genitalia lesi ekstra-genital dapat pula terjadi akibat hubungan
seksualorogenital.
2.2.3 Tanda dan Gejala
Secara umum gejala klinik infeksi virus herpes simpleks dapat dibagi dalam 2
bentuk yaitu :
1. Infeksi primer yang biasanya disertai gejala ( simtomatik ) meskipun dapat pula
tanpa gejala ( asimtomatik ). Keadaan tanpa gejala kemungkinan karena adanya
imunitas tertentu dari antibodi yang bereaksi silang dan diperoleh setelah
menderita infeksi tipe 1 saat anak-anak. Masa inkubasi yang khas selama 3 6
hari ( masa inkubasi terpendek yang pernah ditemukan 48 jam ) yang diikuti
dengan erupsi papuler dengan rasa gatal, atau pegal-pegal yang kemudian
menjadi nyeri dan pembentukan vesikel dengan lesi vulva dan perineum yang
multipel dan dapat menyatu. Adenopati inguinalis yang bisa menjadi sangat
parah. Gejala sistemik mirip influenza yang bersifat sepintas sering ditemukan
dan mungkin disebabkan oleh viremia. Vesikel yang terbentuk pada perineum
dan vulva mudah terkena trauma dan dapat terjadi ulserasi serta terjangkit infeksi
sekunder. Lesi pada vulva cenderung menimbulkan nyeri yang hebat dan dapat
mengakibatkan disabilitas yang berat. Retensi urin dapat terjadi karena rasa nyeri
yang ditimbulkan ketika buang air kecil atau terkenanya nervus sakralis. Dalam
waktu 2 4 minggu, semua keluhan dan gejala infeksi akan menghilang tetapi
dapat kambuh lagi karena terjadinya reaktivasi virus dari ganglion saraf.
Kelainan pada serviks sering ditemukan pada infeksi primer dan dapat
memperlihatkan inflamasi serta ulserasi atau tidak menimbulkan gejala klinis.
2. Infeksi rekuren. Setelah infeksi mukokutaneus yang primer, pertikel-partikel
virus akan menyerang sejumlah ganglion saraf yang berhubungan dan
menimbulkan infeksi laten yang berlangsung lama. Infeksi laten dimana partikel-
partikel virus terdapat dalam ganglion saraf secara berkala akan terputus oleh
reaktivasi virus yang disebut infeksi rekuren yang mengakibatkan infeksi yang
asimtomatik secara klinis ( pelepasan virus ) dengan atau tanpa lesi yang
simtomatik. Lesi ini umumnya tidak banyak, tidak begitu nyeri serta melepaskan

9
virus untuk periode waktu yang lebih singkat (2 5 hari) dibandingkan dengan
yang terjadi pada infeksi primer, dan secara khas akan timbul lagi pada lokasi
yang sama. Walaupun sering terlihat pada infeksi primer, infeksi serviks tidak
begitu sering terjadi pada infeksi yang rekuren.
3. Infeksi primer pada ibu dapat menular pada janin, meskipun jarang, melalui
plasenta atau lewat korioamnion yang utuh dan dapat menyebabkan abortus
spontan, prematuritas, ataupun kelainan kongenital dengan gejala mirip infeksi
pada sitomegalovirus seperti mikrosefali, korioretinitis, IUGR. Janin hampir
selalu terinfeksi oleh virus yang dilepaskan dari serviks atau traktus genitalis
bawah setelah ketuban pecah atau saat bayi dilahirkan. Infeksi herpes pada bayi
baru lahir mempunyai salah satu dari ketiga bentuk berikut ini :
a. Disseminata ( 70 % ), menyerang berbagai organ penting seperti otak, paru.
Hepar, adrenal, dan lain-lain dengan kematian lebih dari 50 % yang
disebabkan DIC atau pneumonitis, dan yang berhasil hidup sering menderita
kerusakan otak. Sebagian besar bayi yang terserang bayi prematur.
b. Lokalisata ( 15 % ) dengan gejala pada mata, kulit dan otak dengan kematian
lebih rendah dibanding bentuk disseminata, tetapi bila tidak diobati 75 %
akan menyebar dan menjadi bentuk disseminata yang fatal. Bentuk ini sering
berakhir dengan kebutaan dan 30 % disertai kelainan neurologis.
c. Asimtomatik hanya terjadi pada sebagian kecil penderita herpes neonatal.
2.2.4 Patofisiologi
Virus herpes simpleks disebarkan melalui kontak langsung antara virus
dengan mukosa atau setiap kerusakan di kulit. Virus herpes simpleks tidak
dapat hidup di luar lingkungan yang lembab dan penyebaran infeksi melalui
cara selain kontak langsung kecil kemungkinannya terjadi. Virus herpes
simpleks memiliki kemampuan untuk menginvasi beragam sel melalui fusi
langsung dengan membran sel. Pada infeksi aktif primer, virus menginvasi sel
pejamu dan cepat berkembang dengan biak, menghancurkan sel pejamu dan
melepaskan lebih banyak virion untuk menginfeksi sel-sel disekitarnya. Pada
infeksi aktif primer, virus menyebar melalui saluran limfe ke kelenjar limfe
regional dan menyebabkan limfadenopati.
Tubuh melakukan respon imun seluler dan humoral yang menahan
infeksi tetapi tidak dapat mencegah kekambuhan infeksi aktif. Setelah infeksi
awal timbul fase laten. Selama masa ini virus masuk ke dalam sel -sel sensorik

10
yang mempersarafi daerah yang terinfeksi dan bermigrasi disepanjang akson
untuk bersembunyi di dalam ganglion radiksdorsalis tempat virus berdiam
tanpa menimbulkan sitotoksisitas atau gejala biasanya munculnya gatal, luka
dingin dibagian mulut yang berulang disertai kesemutan, gatal dan perasaan
terbakar pada bagian luka sebelum terjadi lepuhan ditambah dengan
munculnya lesi pada penis dan juga vulva, lesi yang muncul didekat dubur atau
anus, pada daerah sekitar kelamin atau selangkangan.
2.2.5 Klasifikasi
Sebagian besar orang yang terkena penyakit herpes terlambat mengetahui jika
dirinya terinfeksi bahkan tidak sadar dapat menyebarkannya. Penularan penyakit
herpes melalui Infeksi herpes simpleks ditularkan dari orang ke orang melalui
hubungan langsung dengan daerah tubuh yang terinfeksi. Proses penularan bisa saja
terjadi meski tak ada luka pada penderita penyakit herpes yang terbuka.
Penggolongan penyakit herpes didasarkan atas jenis virus yang menginfeksi yaitu
herpes simpleks dan herpes zoster.
Herpes simpleks terbagi 2 , yaitu virus herpes simpleks tipe I (HSV-I) dan
herpes simpleks virus tipe II (HSV-II). Herpes yang mengenai daerah mulut dan
sekitarnya adalah HSV-I (Herpes Labialis) sedangkan Herpes yang menginfeksi
kulit didaerah vagina merupakan HSV-II (Herpes Genitalis) yang penularannya
melalui hubungan seksual yang menimbulkan , gatal-gatal dan nyeri di daerah
genital, dengan kulit dan selaput lendir yang menjadi merah.
Herpes zoster disebabkan oleh virus Varicella zoster, yaitu virus yang juga
menyebabkan cacar air. Gejalanya khas, yaitu timbul gelembung-gelembung kecil,
biasanya di daerah punggung, hanya pada satu sisi, dan meliputi daerah persyarafan
tertentu. Gelembung gelembung ini terasa nyeri dan dapat pecah sehingga mudah
timbul infeksi oleh bakteri. Penyakit ini bukan penyakit kelamin, dan dapat sembuh
sempurna Penyakit Herpes yang disebabkan oleh virus herpes simpleks tipe 1 adalah
penyebab umum untuk luka-luka demam (cold sore) di sekeliling mulut. Herpes
simpleks-2 biasanya menyebabkan herpes kelamin. Namun belakangan diketahui
lagi, bahwa virus tipe 1 juga dapat menyebabkan infeksi pada kelamin, begitu pula
virus tipe 2 dapat menginfeksikan daerah mulut melalui hubungan seks. Penyakit
Herpes genitalis berpotensi menyebabkan kematian pada bayi yang terinfeksi. Bila
seorang perempuan mempunyai herpes kelamin aktif disaat melahirkan maka
dianjurkan melahirkan dengan bedah caesar. Orang dengan herpes simpleks aktif

11
sebaiknya sangat hati-hati waktu berhubungan seks agar menghindari infeksi HIV.
Orang dengan HIV dan herpes simpleks bersama juga sebaiknya sangat hati-hati
waktu terjangkit herpes aktif. Pada waktu itu, viral load HIV-nya biasanya lebih
tinggi, dan hal ini dapat meningkatkan kemungkinan HIV ditularkan pada orang
lain.
2.2.6 Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan serologi (STS) dan pemeriksaan dengan mikroskop lapang gelap
untuk menyampingkan sifilis.
b. Pemeriksaan Laboratorium lain:
a) Menemukan badan inklusi pada sediaan apus cairan vesikel yang dicat
dengan giemsa (Tzank Test). Atau dilakukan pemeriksaan sitologi sesudah
fiksasi dengan alcohol dan pengecetan Papanicolaou digunakan sebagai cara
yang cepat untuk mendiagnosis eksaserbasi klinis, dan sediaan apus yang
diambil memperlihatkan lesi dengan sel-sel multinucleus yang besar dan
badan inklusi virus yang eosinofilik. Metode ini dibatasi oleh spesifisitas dan
sensitivitasnya. Namun, teknik pengecatan imunoperoksidase dan
pemeriksaan ELISA (enzyme-linked immudosorbent assay) pernah
dievaluasi bahwa pembuatan diagnosis lebih cepat dari sediaan apus, tetapi
teknik ini tidak banyak dipakai selama kehamilan.
b) Elektromikroskop: untuk melihat morfologi virus.
c) Serologi: menentukan jenis antibibodi spesifik.
d) Pemeriksaan immunofluoresen: menentukan antigen virus dan jenis
imunoglobulinnya dengan hasil Ig G maupun komplemen c3 mengendap
disepanjang zona membran basalis.
e) Pemeriksaan histopatologi.
f) Biakan virus pada membran chorio alantois ( CAM ) atau tissue culture.
Metode ini merupakan cara yang paling optimal untuk memastikan infeksi
yang terlihat secara klinis dan eksaserbasi yang asimtomatik. Dan pada
eksaserbasi yang simtomatik lebih dari separuh pemeriksaan kultur akan
memberikan hasil yang positif setelah 48 jam, namun pada eksaserbasi yang
asimtomatik, diperlukan waktu yang lebih lama lagi sebelum terlihat efek
sitopatik mengingat titer virus yang lebih rendah.

12
2.2.7 Pencegahan
Karena kemungkinan tertular penyakit ini meningkat dengan jumlah pasangan
seksual seseorang, membatasi jumlah pasangan adalah langkah pertama menuju
pencegahan. Untuk menjaga dari penyebaran herpes, kontak intim harus dihindari
ketika luka pada tubuh. Gatal, terbakar atau kesemutan mungkin terjadi sebelum
luka berkembang. Hubungan seksual harus dihindari selama waktu ini. Herpes
bahkan dapat menyebar ketika tidak ada luka atau gejala. Untuk meminimalkan
risiko penyebaran herpes, kondom lateks harus digunakan selama semua kontak
seksual. Busa spermisida dan jeli mungkin menawarkan perlindungan tambahan
meskipun bukti mengenai hal ini kontroversial. Virus herpes juga dapat menyebar
dengan menyentuh luka dan kemudian menyentuh bagian lain dari tubuh. Jika Anda
menyentuh luka, cuci tangan Anda dengan sabun dan air sesegera mungkin. Juga,
tidak berbagi handuk atau pakaian dengan siapa pun.
2.2.8 Komplikasi
Komplikasi yang paling signifikan dari HSV adalah ensefalitis, meupakan
kasus fatal sekitar 60-80%. HSV dapat muncul sebagai penyakit menular seperti
pneumonia, colitis, atau esofagitis pada pasien AIDS. Infeksi primer atau rekuren
selama hamil dapat menimbulkan infeksi congenital janin dan bayi baru lahir.
Komplikasi dapat berupa infeksi lokal sampai dengan kelainan dan kadang
meninggal.
Komplikasi herpes simpleks genitalis dapat berupa perluasan lesi lokal dan
penyebaran virus ke lokasi ekstragenital, susunan saraf pusat dan bahkan bisa juga
terjadi superinfeksi jamur. Pada pria dapat terjadi impotensia. Infeksi menyeluruh bisa
terjadi pada toraks dan ekstremitas, penyebaran mukokutan pada pasien dengan
dermatitis atopik atau kehamilan.

13
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Konsep Asuhan Keperawatan Herves Zoster


3.1.1 Pengkajian
1. Pengumpulan Data
a. Identitas pasien
Nama : bisa saja terjadi dengan siapa saja.
Umur : biasanya banyak terjadi pada usia anak 6-12 tahun
Jenis kelamin : bisa saja terjadi pada perempuan dan laki-laki.
Agama : bisa terjadi pada setiap agama walaupun setiap agama
mempunyai larangan tentang hubungan zina.
Alamat : biasanya tempat tinggal di desa banyak mengalami herpes
zoster karena banyak yang tidak mengetahui tentang vaksin
pencegahan cacar.
Pendidikan : biasanya pendidikan yang tinggi dan pengetahuan yang tinggi
tidak akan mengalami penyakit (herpes) sedangkan pendidikan
yang rendah akan mengalami penyakit tersebut karena
kurangnya pengetahuan.
Pekerjaan : biasanya dengan ekonomi yang rendah akan semakin
meningkatnya penyakit hepes zoster.
b. Keluhan Utama
Biasanya berupa nyeri, sensasi gatal, lesi kulit, kemerahan, fatige.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Sebelum klien datang ke rumah sakit, bagian tubuh klien (perut) mengalami
kemerahan disertai nyeri dan gatal-gatal selama 2-7 hari hingga klien dibawa ke
rumah sakit melalui IGD dengan keluhan nyeri disertai gatal-gatal, lesi kulit,
kemerahan dan fatagie.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Biasanya keluarga klien tidak pernah mengalami penyakit herpes zoster.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Biasanya keluarga klien pernah mengalami penyakit herpes zoster.

14
f. Riwayat Psikososial
Biasanya pada penyakit ini dapat mempengaruhi kondisi psikologis pasien,
kecemasan, dan respon pasien terhadap penyakit.
g. Pola Kebiasaan Sehari-hari
1) Istirahat dan tidur
Biasanya istirahat dan tidur pada penyakit ini akan terganggu karena nyeri
dan gatal-gatal yang dialami.
2) Pola Nutrisi dan Metabolik
Biasanya nutrisi pada penyakit ini tidak akan terganggu.
3) Pola Aktivitas dan Latihan
Biasanya aktivitas pada penyakit ini sedikit terganggu karena demam dan rasa
nyeri.
4) Pola Hubungan dan peran
Biasanya klien akan sedikit mengalami penurunan psikologis, isolasi karena
adanya gangguan citra tubuh.
2. Pemeriksaan Fisik
A. Keadaan Umum
a. Tingkat Kesadaran : biasanya tingkat kesadaran pada penyakit ini
composmentis.
b. TTV :TD :
N:
S:
RR :
B. Head To Toe
a. Kepala
- Bentuk kepala pada penyakit ini tidak ada kelainan biasanya berbentuk
oval.
- Kulit kepala pada penyakit ini tidak ada kelainan dan tidak ada gangguan.
b. Rambut
Warna rambut hitam, tidak ada bau pada rambut, keadaan rambut tertata rapi.
c. Mata (Penglihatan)
Posisi simetris, pupil isokor, tidak terdapat massa dan nyeri tekan, tidak ada
penurunan penglihatan.
d. Hidung (Penciuman)

15
Biasanya pada penyakit ini tidak terdapat cuping hidung, bentuk simetris,
tidak ada nyeri tekan.
e. Telinga (Pendengaran)
1) Inspeksi
Lubang dan daun telinga biasanya tidak mengalami kelainan.
2) Palpasi
Biasanya pada penyakit ini tidak terdapat edema, tidak terdapat nyeri
tekan pada otitis media dan mastoidius.
3) Pemeriksaan pendengaran
- Test audiometric : 26 db (tuli ringgan)
- Test weber : telinga yang tidak terdapat sumbatan mendengar lebih
keras.
- Test rinne : test (-) pada telinga yang terdapat sumbatan
f. Mulut dan Gigi
Biasanya mukosa bibir lembab, tidak pecah-pecah, warna gusi merah muda,
tidak terdapat perdarahan gusi, dan gigi bersih.
g. Leher
Posisi trakea simetris, tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada
pembesaran vena jugularis, tidak ada nyeri tekan.
h. Thorak
- Bentuk : simetris
- Pernafasan : regular
- Tidak terdapat otot bantu pernafasan
i. Abdomen
1) Inspeksi
- Bentuk : normal simetris
- Benjolan : tidak terdapat benjolan
2) Palpasi
- Tidak terdapat nyeri tekan
- Tidak terdapat massa / benjolan
- Tidak terdapat tanda tanda asites
- Tidak terdapat pembesaran hepar
3) Perkusi
Suara abdomen tympani.

16
j. Reproduksi
Biasanya pada pemeriksaan genitalia pria, daerah yang perlu diperhatikan
adalah bagian glans penis, batang penis, uretra, dan daerah anus biasanya
terdapat cacar air. Sedangkan pada wanita, daerah yang perlu diperhatikan
adalah labia mayora dan minora, klitoris, introitus vagina, dan serviks
biasanya cacar air. Jika timbul lesi, catat jenis, bentuk, ukuran / luas, warna,
dan keadaan lesi. Palpasi kelenjar limfe regional, periksa adanya pembesaran
pada beberapa kasus dapat terjadi pembesaran kelenjar limferegional.
k. Ekstremitas
Tidak terdapat luka dan spasme otot.
l. Integumen
Ditemukan adanya vesikel-vesikel berkelompok yang nyeri,edema di sekitar
lesi,dan dapat pula timbul ulkus pada infeksi sekunder.
3. Analisa Data
No. Symtom Etiologi Problem
1. DS :
1. Nyeri di bagian kulit.
2. Menyebutkan rentang
nyeri dari skala (1-5)
3. Mengatur
kenyamanan agar
tidak terasa nyeri
DO :
1. Klien tampak
meringis kesakitan
2. Terdapat lesi di
bagian abdomen
3.
2.
3.

3.1.2 Diagnosa Keperawatan


1. Nyeri b.d respons inflamasi lokal sekunder dari kerusakan saraf perifer kulit.
2. Ketidakseimbangan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d intake nutrisi
tidak adekuat, respons sekunder dari mual, muntah, dan anoreksia.
3. Kebutuhan pemenuhan informasi b.d tidak adekuatnya sumber informasi,
ketidaktahuan program perawatan dan pengobatan.

17
3.1.3 Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional


Hasil
1. Nyeri b.d Setelah dilakukan 1. Pantau bintik- 1. Dengan memantau
respons tindakan 3x24 jam bintik kemerahan bintik bintik
inflamasi diharapkan nyeri pada pasien kemerahan pada
lokal klien berkurang, PQRST dan pasien, maka
sekunder dengan kriteria hasil mengkaji skala perawat dapat
dari : nyeri pasien dari mengetahui tingkat
kerusakan a. Klien rentang nyeri 1-5. perkembangan
saraf perifer mengungkapkan kesembuhan pasien.
kulit. nyeri berkurang. 2. Ciptakan 2. Dengan
b. Menunjukkan lingkungan yang menciptakan
mekanisme tenang dan lingkungam yang
koping spesifik nyaman. tenang dan nyaman,
untuk nyeri dan maka pasien akan
metode untuk dapat beristirahat
mengontrol 3. Kolaborasi dengan tenang.
nyeri secara pemberian 3. Dengan melakukan
benar. analgetik ( asam kolaborasi dengan
mefenamat). pemberian analgetik
( asam mefenamat)
akan dapat
mengurangi tingkat
4. Kolaborasi nyeri pasien.
pemberian 4. Dengan melakukan
asiklovir kolaboraaasi dengan
pemberian asiklovir,
maka akan dapat
menyembuhkan
penyakit pasien.

18
2. Kebutuhan Setelah dilakukan 1. Beritahukan 1. Informasi
pemenuhan tindakan 3x24 jam pasien/orang dibutuhkan untuk
informasi diharapkan klien terdekat peningkatan
b.d tidak mengetahui tentang mengenai dosis, perawatan diri,
adekuatnya informasi penyakit aturan, dan efek untuk menambah
sumber yang dideritanya, pengobatan, diet kejelasan efektivitas
informasi, dengan kriteria hasil yang dianjurkan, pengobatan dan
ketidaktahu : serta pembatasan mencegah
an program a. Mengungkapkan aktivitas yang komplikasi.
perawatan pengertian dapat dilakukan.
dan tentang proses 2. Jelaskan tentang 2. Pemberian antivirus
pengobatan. infeksi, tindakan pentingnya di rumah dibutuhkan
yang dibutuhkan pengobatan untuk mengurangi
dengan antivirus. invasi virus pada
kemungkinan kulit.
komplikasi. 3. Meningkatkan 3. Meningkatkan
b. Mengenal cara hidup sehat sistem imun dan
perubahan gaya seperti intake pertahanan terhadap
hidup/tingkah makanan yang infeksi.
laku untuk aik,
mencegah keseimbangan
terjadinya antara aktivitas
komplikasi. dan istirahat,
monitor status
kesehatan dan
adanya infeksi.
4. Beritahu pasien 4. Dengan mengetahui
bahwa mereka kondisi ini, maka
dapat menulari perlu diperhatikan
orang lain. tindakan higienis
rutin seperti
pemakaian alat
pribadi.
5. Identifikasi 5. Keterbatasan
sumber-sumber aktivitas dapat
pendukung yang menganggu
memungkinkan kemampuan pasien
untuk untuk memenuhi
mempertahankan kebutuhan sehari-
perawatan hari.
dirumah yang
dubutuhkan.
6. Ajarkan cara 6. Pada stadium
menggunakan vesikel diberi bedak
obat. salicyl 2% atau
bedak kocok khusus
untuk kelamin
bertujuan mencegah
vesikel pecah. Bila
vesikal pecah dan

19
basah, diberikan
kompres terbuka
dengan larutan
antiseptik atau
kompres dingin
dengan larutan NaCl
3 kali sehari selama
20 menit. Apabila
lesi berkrusta dan
agak basah dapat
diberikan salep
antibiotik
(basitrasin/polyspori
n) untuk mencegah
infeksi sekunder
selama 3 kali sehari.

3.1.4 Implementasi Keperawatan


Adalah mengelola dan mewujudkan rencana perawatan meliputi tindakan yang
direncanakan oleh perawat, melaksanakan anjuran dokter dan ketentuan didalam
rumah sakit.
3.1.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, evaluasi
merupakan kegiatan yang disengaja dan terus menerus yang melibatkan klien,
perawat dan tim kesehatan lain. Evaluasi juga hanya menunjukkan masalah mana
yang telah dipecahkan yang perlu dikaji ulang rencana kembali dilaksanakan dan
rencana evaluasi kembali.
3.2 Konsep Asuhan Keperawatan Herves Simpleks
3.2.1 Pengkajian
1. Pengumpulan Data
a. Identitas pasien
Nama : biasanya sering terjadi pada siapa saja.
Umur : biasanya terjadi pada usia remaja 13-20 tahun.
Jenis kelamin : bisa saja terjadi pada perempuan dan laki-laki.
Agama :bisa terjadi pada setiap agama walaupun setiap agama
mempunyai larangan tentang hubungan zina.

20
Alamat : biasanya tempat tinggal seperti di kota banyak mengalami
penyakit ini karena pergaulan yang bebas dan tidak adanya
kasih dan sayang dari orang tua maupun keluarga.
Pendidikan : biasanya pendidikan yang tinggi dan pengetahuan yang tinggi
tidak akan mengalami penyakit seksual (herpes) sedangkan
pengetahuan yang rendah akan mengalami penyakit tersebut.
Pekerjaan : biasanya dengan ekonomi yang rendah akan semakin
meningkat untuk melakukan hubungan seksual.
b. Keluhan Utama
Biasanya keluhan utamanya nyeri.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Sebelum klien datang ke rumah sakit, bagian tubuh klien (perut) mengalami
kemerahan disertai nyeri dan gatal-gatal selama 2-7 hari hingga klien dibawa ke
rumah sakit melalui IGD dengan keluhan nyeri disertai gatal-gatal, lesi kulit,
kemerahan dan fatagie, dengan tekanan darah 120/90 mmHg, nadi meningkat
100x/menit karena cemas, suhu meningkat hingga 37,5C-39C, respirasi
biasanya tidak meningkat 18-20x/menit.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Ditanyakan riwayat kesehatan klien, terutama untuk penyakit penyakit yang
dapat memperberat kondisinya saat ini, misalnya memiliki DM. Dapatkan juga
informasi sejak mulai kapan dan bagaimana riwayat pengobatannya.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Ditanyakan apakah ada keluarga yang memiliki penyakit yang sama ataupun
menderita tumor atau kanker jenis yang lain. Ditanyakan juga penyakit
penyakit menular dan menurun yang diderita oleh keluarga yang lain seperti
hipertensi, DM, Gangguan Jantung, Astma, TBC, dll.
f. Kebutuhan psikososial
Klien dengan penyakit kulit, terutama yang lesinya berada pada bagian muka
atau yang dapat dilihat oleh orang, biasanya mengalami gangguan konsep diri.
Hal itu meliputi perubahan citra tubuh, ideal diri tubuh, ideal diri, harga
diri,penampilan peran, atau identitas diri.
Reaksi yang mungkin timbul adalah:
Menolak untuk menyentuh atau melihat salah satu bagian tubuh.

21
Menarik diri dari kontak sosial.
Kemampuan untuk mengurus diri berkurang.
g. Kebiasaan sehari-hari
Dengan adanya nyeri, kebiasaan sehari-hari klien juga dapat
mengalamigangguan, terutama untuk istirahat/tidur dan aktivitas. Terjadi
gangguan BABdan BAK pada herpes simpleks genitalis. Penyakit ini sering
diderita olehklien yang mempunyai kebiasaan menggunakan alat-alat pribadi
secarabersama-sama atau klien yang mempunyai kebiasaan melakukan
hubungan seksual dengan berganti ganti pasangan.
2. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum klien bergantung pada luas, lokasi timbulnya lesi, dandaya tahan
tubuh klien. Pada kondisi awal/saat proses peradangan,dapat terjadipeningkatan suhu
tubuh atau demam dan perubahan tanda-tanda vital yang lain.
a) Pada pengkajian kulit,ditemukan adanya vesikel-vesikel berkelompok yang
nyeri,edema di sekitar lesi,dan dapat pula timbul ulkus pada infeksisekunder.
b) Perhatikan mukosa mulut, hidung, dan penglihatan klien. Pada pemeriksaan
genitalia pria, daerah yang perlu diperhatikan adalah bagianglans penis, batang
penis, uretra, dan daerah anus.
c) Sedangkan pada wanita,daerah yang perlu diperhatikan adalah labia mayora dan
minora, klitoris, introitus vagina, dan serviks. Jika timbul lesi, catat jenis,
bentuk, ukuran / luas,warna, dan keadaan lesi. Palpasi kelenjar limfe regional,
periksa adanyapembesaran; pada beberapa kasus dapat terjadi pembesaran
kelenjar limferegional.
d) Untuk mengetahui adanya nyeri, kita dapat mengkaji respon individuterhadap
nyeri akut secara fisiologis atau melalui respon perilaku.
e) Secara fisiologis,terjadi diaphoresis, peningkatan denyut jantung,
peningkatanpernapasan, dan peningkatan tekanan darah; pada perilaku, dapat
jugadijumpai menangis, merintih, atau marah.Lakukan pengukuran nyeri
denganmenggunakan skala nyeri 0-10 untuk orang dewasa.
f) Untuk anak-anak, pilihskala yang sesuai dengan usia perkembangannya kita
bisa menggunakan skalawajah untuk mengkaji nyeri sesuai usia; libatkan anak
dalam pemilihan

22
a. Pemeriksaan status generalis untuk menilai keadaan umum penderita dan tanda-
tanda metastasis pada paru, hati dan tulang.
b. Pemeriksaan status lokalis meliputi:
1) Tumor primer:
Lokasi tumor
Ukuran tumor
Batas tumor, tegas atau tidak
Konsistensi dan mobilitas
Tanda-tanda infiltrasi, sehingga perlu diperiksa fungsi motorik/sensorik
dan tanda-tanda bendungan pembuluh darah, obstruksi usus, dan lain-
lain sesuai dengan lokasi lesi.
2) Metastasis regional:
Perlu diperiksa ada atau tidaknya pembesaran kelenjar getah bening
regional.
3. Pengkajian Fungsional
Pengkajian selanjutnya adalah untuk mengkaji kebutuhan klien dapat
menggunakan dasar kebutuhan manusia berdsarkan Henderson atau dengan adaptasi
dari Calista Roy.
3.2.2 Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri b.d. kerusakan integritas kulit dan inflamasi jaringan.
2. Gangguan citra tubuh b.d perubahan penampilan, skunder akibat penyakit herpes
simpleks.
3. Risiko penularan infeksi b.d pemajanan melalui kontak (kontak langsung, tidak
langsung).

23
3.2.3 Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
Hasil
1. Nyeri Setelah dilakukan 1. Pantau bintik- 1. Dengan memantau
berhubungan tindakan 3x24 jam bintik kemerahan bintik bintik
dengan diharapkan nyeri pada pasien kemerahan pada
kerusakan klien berkurang, PQRST dan pasien, maka
integritas kulit dengan kriteria mengkaji skala perawat dapat
dan proses hasil : nyeri pasien dari mengetahui tingkat
inflamasi c. Klien rentang nyeri 1-5. perkembangan
mengungkapkan kesembuhan pasien.
nyeri berkurang. 2.Ciptakan 2. Dengan
d. Menunjukkan lingkungan yang menciptakan
mekanisme tenang dan lingkungam yang
koping spesifik nyaman. tenang dan nyaman,
untuk nyeri dan maka pasien akan
metode untuk dapat beristirahat
mengontrol dengan tenang.
nyeri secara 3.
Kolaborasi 3. Dengan melakukan
benar. pemberian kolaborasi dengan
analgetik ( asam pemberian analgetik
mefenamat). ( asam mefenamat)
akan dapat
mengurangi tingkat
nyeri pasien.
4. Kolaborasi 4. Dengan melakukan
pemberian kolaboraaasi dengan
asiklovir pemberian asiklovir,
maka akan dapat
menyembuhkan
penyakit pasien.
2. Gangguan Setelah dilakukan 1. Ciptakan 1. Menjamin bahwa
citra tubuh b.d tindakan 3x24 jam hubungan saling pasien tidak akan
perubahan diharapkan , dengan percaya antara sendiri dan
penampilan, kriteria hasil : klien-perawat. terlantarka,
sekunder a. Klien menunjukkan rasa
akibat mengatakan menghargai dan
penyakit dan menerima
herpes menunjukkan ,membantu
simpleks. penerimaan atas meningkatkan rasa
penampilannya. percaya diri.
b. Menunjukkan 2. Dorong klien 2. Dapat mengurangi
keinginan dan untuk ansietas dan
kemampuan menyatakan ketidakmampuan
untuk perasaannya , pasien untuk
melakukan terutama tentang menerima realita.
perawatan diri. cara ia
c. Melakukan merasakan ,
pola-pola berpikir, atau

24
penanggulanga memandang
n yang baru. dirinya.
3. Hindari 3. Membantu pasien
mengkritik. untuk merasa
diterimah pada
kondisi yang
sekarang.
4. Tingkatkan 4. Memungkinkan
interaksi sosial. agar tidak terjadi
rasa frustrasi..
5. Dorong klien 5. Membantu pasien
untuk melakukan dan keluarga untuk
aktivitas. merasa menerima
dengan keadaaan
sekarang tanpa
perasaan dihakimi
dan meningkatkan
perasaaan harga diri
dan kontrol.
6. Beri kesempatan 6. Memberikan
klien untuk penentraman hati
berbagi lebih lanjut dan
pengalaman kesempatan bagi
dengan orang pasien untuk
lain. memecahkan
masalah.
3. Resiko Setelah dilakukan 1. Jelaskan tentang 1. Memberikan
penularan tindakan penyakit herpes pengetahuan dasar
infeksi b.d keperawatan 3x24 simpleks, di man pasien dapat
pemajanan jam diharapkan penyebab, cara membuat pilihan
melalui penularan infeksi penularan, dan berdasarkan
kontak berkurang dengan akibat yang informasi.
(kontak kriteria hasil : ditimbulkan.
langsung,tidak a. Klien 2. Anjurkan klien 2. Mengurangi
langsung , menyebutkan untuk penularan penyakit
kontak perlunya isolasi menghentikan ; meningkatkan
droplet). sampai ia tidak kegiatan kesehatan pada
lagi menularkan hubungan masa berkurangnya
infeksi. seksual selama kemampuan sistem
b. Klien dapat sakit dan jika imun.
menjelaskan perlu
cara penularan menggunakan
penyakit. kondom.
3. Beri penjelasan 3. Mengurangi
tentang kesalahan konsepsi
pentingnya dan meningkatkan
melakukan keamanan bagi
kegiatan seksual pasien / orang lain.
dengansatu orang
(satu sama lain

25
setia) dan
pasangan yang
tidak terinfeksi
(hubungan seks
yang sehat).

3.2.4 Implementasi Keperawatan


Adalah mengelola dan mewujudkan rencana perawatan meliputi tindakan yang
direncanakan oleh perawat, melaksanakan anjuran dokter dan ketentuan didalam
rumah sakit.
3.2.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, evaluasi
merupakan kegiatan yang disengaja dan terus menerus yang melibatkan klien,
perawat dan tim kesehatan lain. Evaluasi juga hanya menunjukkan masalah mana
yang telah dipecahkan yang perlu dikaji ulang rencana kembali dilaksanakan dan
rencana evaluasi kembali.

26
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Herpes Zoster Adalah radang kulit akut, mempunyai sifat khas yaitu vesikel vesikel
yang tersusun bekelompok sepajang persarafan sensorik kulit sesuai dermato. (Siregar,
2005). Penyebab dari Herpes Zoster ini secara umum adalah Virus Varicella zoster.
Penyakit ini dapat dideteksi dari gejala-gejala yang terjadi diantaranya :Terasa
demam, pilek, cepat merasa lelah, dan lemah, Terasa nyeri sendi, sakit kepala, dan
pusing, Rasa sakit seperti terbakar, Kulit menjadi sensitive selama beberapa hari hingga
satu minggu, Timbul bitnik kecil kemerahan pada kulit. Faktor Resiko : Usia lebih dari
50 tahun, infeksi ini sering terjadi pada usia ini akibat daya tahan tubuhnya lemah. Makin
tua usia penderita herpes zoster makin tinggi pula resiko terserang nyeri.
Herpes simplex adalah infeksi akut oleh virus Herpes Simplex (virus Herpes
Hominis) tipe I dan tipe IIyang ditandai dengan vesikel berkelompok diatas kulit yang
eritematosa di daerah mukokutan. Ciri-ciri Herpes simplex adalah adanya bintil-bintil
kecil, bisa satu atau sekumpulan, yang berisi cairan, dan jika pecah bisa menyebabkan
peradangan.
Virus herpes simpleks menyebar melalui kontak tubuh secara langsung dan sebagian
besar dengan kontak seksual. Gejala herpes adalah Area yang terinfeksi biasanya
berwarna kemerahan, dan menjadi sensitif, setelah itu timbul bintik-bintik merah.
Jumlahnya bervariasi.

27
DAFTAR PUSTAKA

Daili, S. F dan Wresti I B. M. (2002). Infeksi virus herpes. Jakarta: FKUI


Smeitzer, Suzanne C.(2001). Buku Ajar Keperawatan Medical-Bedah Brunner & Suddarth.
Jakarta: EGC
Harahap, Marwali.(2000). Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates
Muttaqin, Arif. (2011). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Integumen. Jakarta: Salemba
Medika

28

You might also like