Professional Documents
Culture Documents
DisusunOleh:
Kelompok 1
Dwi Sefrianty 260112150525
Alfi Fitriyani 260112150529
Novia Eka Putri 260112150582
M. IG Adlan F 260112150597
Michael Octavianus 260112150609
Rurynta Ferly Shavira 260112150618
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................
1.3 Tujuan.......................................................................................................
1.4 Manfaat.....................................................................................................
BAB II REGULASI DI INDUSTRI FARMASI.............................................2
2.1. Demografi..............................................................................................2
2.2. Masalah Kesehatan Pegunungan Bintang.............................................4
2.3. Etnofarmasi Masyarakat di Pegunungan Bintang...............................18
2.4. Penanganan Penyakit Secara Farmakologi..........................................29
2.5 Peranan Apoteker.....................................................................................
BAB III PENUTUP.........................................................................................37
3.1 Simpulan...................................................................................................
3.2 Saran.........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................3
BAB I
PENDAHULUAN
I.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
a. Menganalisis permasalahan kesehatan yang dihadapi oleh masyarakat
Pegunungan Bintang
b. Menentukan solusi yang tepat untuk menangani permasalahan kesehatan yang
dihadapi oleh masyarakat Pegunungan Bintang
c. Memberikan gambaran mengenai peran apoteker dalam menangani
permasalahan kesehatan masyarakat di daerah tersebut
I.4 Manfaat
Manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan makalah ini adalah:
a. Memberikan informasi mengenai permasalahan kesehatan yang terjadi di
daerah Pegunungan Bintang kepada pihak pemerintah yang terkait untuk
kemudian dapat dilakukan upaya penangan lebih lanjut demi terwujudnya
masyarakat Indonesia yang sehat.
b. Memberikan solusi yang dapat membantu pemerintah dan dinas kesehatan
untuk mengatasi permasalahan kesehatan yang terjadi di daerah Pegunungan
Bintang.
c. Memberikan gambaran bagi para Apoteker menegenai peran yang dapat
dilakukan ketika terjun di masyarakat khususnya dalam hal ini adalah
masyarakat di daerah pegunungan.
BAB II
ISI
2.1 Demografi
2.1.1 Orientasi Wilayah
Kabupaten Pegunungan Bintang adalah salah satu kabupaten di Propinsi
Papua, Indonesia. Ibukota kabupaten ini terletak di Oksibil. Kabupaten
Pegunungan Bintang menjadi satu-satunya kabupaten di Pegunungan Jayawijaya
yang berbatasan langsung dengan Negara Papua Nugini. 90% wilayahnya terletak
di dataran tinggi pegunungan dengan ketinggian 400 s.d. 4.000 meter dpl.
Kabupaten ini memiliki luas wilayah 15.682 km2 yang terbagi menjadi tujuh
kecamatan dengan Oksibil sebagai ibukota kabupaten.
Batas wilayah Kabupaten Pegunungan Bintang yaitu :
Sebelah Utara : Kabupaten Keerom dan Jayapura
Sebelah Selatan : Kabupaten Boven Digoel
Sebelah Barat : Kabupaten Yahukimo
Sebelah Timur : Negara PNG
2.1.2 Penduduk
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk di Kabupaten
Pegunungan Bintang pada tahun 2011 sebesar 105.897 jiwa dengan laju
pertumbuhan sebesar 2,48% dan tingkat kepadatan sebanyak 7 jiwa per km 2.
Berdasarkan jenis kelamin, jumlah penduduk laki-laki adalah 55.356 jiwa
(52,27%) dan penduduk perempuan adalah 50.541 jiwa (47,73%). Jumlah
penduduk laki-laki lebih besar dibanding dengan jumlah penduduk perempuan
dengan sex ratio sebesar 109,52. Dilihat dari struktur umur, penduduk di
Kabupaten Pegunungan Bintang dikategorikan sebagai penduduk muda yaitu
penduduk yang berusia 0-30 tahun yaitu berjumlah 66.666 jiwa dengan persentasi
terbesar terdapat pada kelompok 0-14 tahun yaitu sebesar 36.089 jiwa atau
34,07%, dan umur 15-49 tahun yaitu usia produktif berjumlah 62.164 jiwa
(58,70%).Dilihat dari struktur umur, penduduk di Kabupaten Pegunungan Bintang
dapat dikategorikan sebagai penduduk usia muda dengan umur antara 0-30 tahun
yang berjumlah 27.071 jiwa. Persentase terbesar terdapat pada kelompok umur
15-49 tahun yang merupakan usia produktif dengan jumlah 29.947 jiwa
(56,53%), sedangkan penduduk dengan usia 014 tahun persentasenya sebesar
31,55%. Struktur penduduk tersebut dapat menggambarkan Kabupaten
Pegunungan Bintang mempunyai potensi sumber daya manusia yang besar dan
potensial untuk mendukung perkembangan Kabupaten ke depan.
2.1.3 Iklim
Suhu udara di suatu tempat antara lain ditentukan oleh tinggi
rendahnya tempat tersebut dari permukaan air laut dan jaraknya dari pantai.
Suhu udara rata-rata berkisar antara 14,7 26,8 C. Kabupaten Pegunungan
Bintang mempunyai kelembapan udara relatif tinggi dimana rata-rata berkisar
antara 77 81%.
2.1.4 Sarana dan Prasarana
Komposisi sarana pendidikan yang tersedia dan jumlah murid pada tahun
2009 yaitu Taman Kanak-Kanak (TK) sebanyak 4 sekolah dengan 157 siswa, SD
sebanyak 53 unit dengan 7.569 siswa, SMP sebanyak 5 unit dengan 1.139 siswa,
dan SMA sebanyak 2 unit dengan 415 siswa. Secara keseluruhan, jumlah sekolah
di Kabupaten Pegunungan Bintang sebanyak 6 unit sekolah dengan 9.277 siswa.
Jumlah Puskesmas sebanyak 20 unit, Puskesmas Pembantu 10 unit,
Puskesmas Keliling 1 unit, Polindes 10 unit, Posyandu 92 unit dan Pos Obat Desa
30 unit. Pendirian Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) telah ditetapkan dengan
Peraturan Daerah dan telah dilantik Direkturnya. Jumlah tenaga medis dan
paramedis terdiri :Dokter umum 9 orang (3 orang definitif dan 6 orang PTT),
perawat 95 orang, tenaga gizi 3 orang, sanitarian 2 orang, analis kesehatan 2 orang
dan unit kesehatan masyarakat 2 orang serta bidan 32 orang.
Peralatan kesehatan masih terbatas sementara penyediaan obat-obatan dan
bahan pakai habis secara bertahap relatif semakin dapat dipenuhi. Jenis penyakit
yang menonjol di masyarakat adalah malaria, TBC, ispa, scabies, dan diare.
Angka kematian bayi dan ibu melahirkan masih tinggi disamping itu juga tingkat
gizi bayi/balita masih rendah.
Lebih kurang 90% masyarakat di Kabupaten Pegunungan Bintang masih
menggunakan rumah tradisional yang sangat sederhana dan tidak memenuhi
syarat rumah sehat. Rumah-rumah tradisional tersebut berada dalam lingkungan
yang belum tertata baik serta kekurangan sarana dan prasarana sanitasi dan
kesehatan. Akibatnya banyak masyarakat yang terserang penyakit ISPA, paru-paru
basah, TBC dan disentri cukup tinggi. Bahkan, hampir tiap tahun selalu ada
penderita yang meninggal. Berdasarkan hal tersebut, pembangunan perumahan
dan permukiman harus ditempatakan sebagai salah satu prioritas dalam upaya
meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat Pegunungan Bintang pada berbagai
segi kehidupan, apalagi bila dikaitkan dengan pendidikan dan pembinaan generasi
muda di di tengah masyarakat. Dalam upaya peningkatan kualitas dan kuantitas
permukiman dan perumahan yang layak huni maka perlu didukung dengan
pelaksanaan program pengembangan perumahan, pemberdayaan komunitas
perumahan, penyediaan dan perbaikan perumahan/permukiman, serta penyehatan
lingkungan permukiman.
Sebagian besar wilayah Pegunungan Bintang sangat terisolir, baik secara
internal maupun eksternal. Kondisi medan yang sangat berat menyebabkan
hubungan antar distrik dan antara kabupaten dengan kabupaten-kabupaten
tetangga dan Ibukota Provinsi hanya mengandalkan transportasi udara/pesawat
dengan biaya yang cukup tinggi. Hampir seluruh jaringan jalan masih berupa
jalan tanah yang seringkali tertutup oleh hutan dan semak belukar. Belum
terbangunnya sistem transportasi wilayah yang utuh dan terintegrasi dan
minimnya jaringan jalan, merupakan salah satu akar permasalahan di Kabupaten
Pegunungan Bintang yang menyebabkan tidak optimalnya pemanfaatan
sumberdaya alam. Keterbatasan aksesbilitas wilayah berakibat pada rendahnya
tingkat pelayanan kebutuhan dasar masyarakat. Sebagian besar penduduk belum
dapat menikmati fasilitas dasar seperti listrik, air bersih, sanitasi dan drainase
lingkungan, sarana perumahan dan permukiman. Sarana pendidikan pun belum
tersebar secara merata di setiap distrik. Pemberdayaan kelembagaan guna
mendukung kegiatan sektor perekonomian seperti kegiatan petani ataupun
peternak juga masih kurang optimal. Pada sisi lain, implementasi pembangunan
yang dilaksanakan selama ini terlihat kurang memperhatikan karakteristik lokal,
termasuk pengakuan terhadap hak-hak ulayat/adat masyarakat lokal, sehingga
kurang memberikan manfaat yang optimal bagi peningkatan kesejahteraan
masyarakat.
Pembangunan perumahan dan permukiman juga terkait dengan
pembangunan perkotaan sebagai pusat-pusat kegiatan pelayanan pembangunan,
pemerintahan, kemasyarakatan, dan sosial sesuai potensinya kota-kota di
Kabupaten Pegunungan Bintang terbagi dalam tiga kemampuan yaitu kota pusat
kegiatan nasional, pusat kegiatan wilayah dan pusat kegiatan lokal. Program
kegiatan terutama untuk mendukung fungsi-fungsi kota yang mencerminkan
kapasitas layanan kota dan fungsinya.
2.1.5 Budaya Masyarakat
Keanekaragaman budaya yang dimiliki oleh berbagai etnis dan tersebar di
berbagai wilayah di Kabupaten Pegunungan Bintang dengan program pembinaan
secara intensif akan dapat mendukung percepatan pembangunan. Suku-suku asli
di Pegunungan Bintang terdiri dari Suku Ngalum yang menjadi suku terbesar
diikuti Suku Katengban dan Suku Murop. Suku-suku tersebut termasuk dalam ras
negrito Melanesia yaitu Suku Ngalum atau Sibil dan termasuk dalam wilayah La
Pago dari kelompok etnis Ok dimana sehari-harinya bertutur bahasa Ngalum.
2 2010 23 10 13 6
3 2011 9 3 6 2
Total 37 15 22 9
(a) (b)
Gambar 3. (a) tanaman nyamen (b) daun nyamen
2.3.2 Daun gatal (bep)
Dalam bahasa Ngalum, daun gatal disebut bep. Sesuai dengan namanya, daun
ini memang menimbulkan efek gatal apabila bersentuhan dengan kulit. Akan
terasa gatal dan nyeri seperti digigit semut, begitulah yang dikatakan oleh banyak
orang yang telah mencoba daun ini. Tanaman ini telah dikenal tidak hanya di
wilayah Pegunungan Bintang, tetapi seluruh Papua, bahkan Maluku. Daun gatal
atau Laportea indica adalah tanaman famili Urticaceae. jenis ini memang
memiliki kandungan kimiawi seperti monoridin, tryptophan, histidine, alkaloid,
flavonoid, asam formiat, dan authraguinones. Asam semut ini sendiri terkandung
di dalam kelenjar duri pada permukaan daun. Saat duri tersebut mengenai
tubuh, asam semut dalam kelenjar itu terlepaskan dan mempengaruhi terjadinya
pelebaran pori-pori tubuh. Pelebaran pori-pori ini rupanya meransang peredaran
darah. Itulah sebabnya orang yang memanfaatkan daun gatal pada umumnya
merasa pegal-pegal mereka lenyap atau merasa lebih baik.
Dalam pandangan masyarakat setempat, daun ini bisa dikatakan sebagai
pertolongan pertama bagi orang yang sakit. Apabila seseorang merasa tidak enak
badan, lelah, atau demam. Daun gatal dipakai dengan cara menggosokkan pada
bagian tubuh yang terasa sakit. Apabila seseorang baru saja melakukan perjalanan
jauh dan merasa pegal-pegal pada kakinya, maka daun gatal akan digosokkan
pada kakinya. Selain itu, daun gatal juga dipercaya bisa digunakan untuk
menyembuhkan penyakit yang sumbernya berasal dari dalam badan, seperti
demam, masuk angin, batuk, pilek, atau bahkan dalam kepercayaan masyarakat
setempat daun ini bisa menyembuhkan malaria.
2.4.3 Diare
Rehidrasi oral hal ini dilakukan untuk menghindari risiko dehidrasi terutama
pada bayi, anak-anak dan lansia. Maka ini adalah WHO pada saat ini
menyarankan sistem ORS (oral rehydration solution).
a. Garam rehidrasi oral (ORS)
ORS adalah larutan dengancampuran dari NaCl 3.5 g, KCl 1.5g, Na-
trisitrat 2.5g dan glukosa 20 g dalam 1 liter air matang (Oralit).
b. ORS-beras
Hal ini merupakan alternatif dari ORS konvensional dengan
menggunakan tepung beras sebagai sumber glukosa. ORS beras dapat
mengurangi kuantitas tinja dan lamanya fase diare 20% lebih cepat. Cara
penggunaan bahwa larutan ORS ini dicernakan dengan bahan pati dan harus
dimasak selama 7-10 menit dan setelah dingin harus langsung di konsumsi
karena kendala stabilitas dari ORS ini yang mudah terkontaminasi bakteri.
Berikut adalah tabel susunan larutan ORS (Pelleboer, 1993).
Tabel 3. Susunan Larutan ORS
Susunan ORS WHO/liter ORS Beras
NaCl 3,5 g 3,5 g
KCl 1,5 g 1,5 g
Na-trisilat 2,5 g 2,5 g
Glukosa 20 g -
Tepung beras - 50 g
Nilai osmoralitas 331 mmol/l 220 mmol/l
c. Kemoterapeutika
Digunakan untuk memeberantas bakteri penyebab diare diantaranya
antibiotika, senyawa kuinolon dan sulfonamida.
d. Obstipansia
Digunakan untuk terap Zat-zat penekan peristaltik sehingga memberikan
lebih banyak waktu untuk resorpsi air dan elektrolit oleh mukosa usus, yakni
candu dan alkaloidanya, derivat petidin (loperamida) dan antikolinergik
(atropin, ekstrak belladonna).
1) Adstringensia, yang menciutkan selaput lendir usus, misalnya asam samak
(tanin) dan tannalbumin, garam-garam bismut dan aluminium.
2) Adsorbensia, misalnya karbo adsorbens yang pada permukaannya dapat
menyerap (adsorpsi) zat-zat beracun yang dihasilkan oleh bakteri atau
adakalanya berasal dari makanan (udang, ikan). Termasuk juga mucilagines,
zat-zat lendir yang menutupi selaput lendir usus dan luka-lukanya dengan
suatu lapisan pelindung, misalnya kaolin, pektin (suatu karbohidrat yang
terdapat pada apel) dan garam-garam bismut dan aluminium.
e. Spasmolitika
Spasmolitika adalah zat-zat yang dapat melepaskan kejang-kejang otot
yang sering kali menyebabkan nyeri perut pada diare, misalnya papaverin.
5. Monitoring Implementasi.
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan yang telah dijelaskan, maka dapat disimpulkan
bahwa:
1. Masalah kesehatan yang dihadapi masyarakat Pegunungan Bintang
adalah :
a. Penyakit karena kondisi
lingkungan yang dingin, yaitu ISPA.
b. Penyakit karena vector, yaitu
malaria, scabies, dan diare.
c. Penyakit karena perilaku yang
tidak sehat seperti TBC dan HIV.
2. Solusi yang dapat dilakukan untuk menangani masalah kesehatan
yang dihadapi oleh masyarakat Pegunungan Bintang adalah:
a. Pencegaha
n dapat dilakukan dengan melakukan edukasi terhadap perilakuk yang
tidak sehat serta melakukan foging.
b. Pengobata
n dapat dilakukan dengan menggunakan obat herbal yang berada di
lingkunagn sekitar maupun dengan obat konvensional
3. Peran apoteker dalam membantu menangani masalah kesehatan
yang terjadi di Pegunungan Bintang adalah dengan melakukan promosi
kesehatan berupa ajakan untuk berprilaku hidup bersih dan sehat, cuci tangan
pakai sabun, makan makanan bergizi, BAB/BAK di jamban, dan membuang
sampah pada tempatnya. dan Pharmaceutical care demi tercipyanya
masyarakat yang sehat.
3.2 Saran
1. Meningkatkan kerjasama antar dinas kesehatan setempat dengan tokoh
masyarakat yang dipercaya di darah tersebut untuk menanamkan perilaku
hidup bersih dan sehat di masyarakat.
2. Melakukan pemantauan kesehatan rutin terhadap masyarakat yang rentan
terkena penyakit.
3. Meningkatkan promosi kesehatan mengenai bahya penyakit-penyakit yang
sering menyerang daerah tersebut dan upaya pencegahannya.
DAFTAR PUSTAKA