You are on page 1of 32

7

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Konseling

2.1.1 Pengertian Konseling

Konseling adalah proses pemberian informasi obyektif dan

lengkap yang dilakukan secara sistematik dengan panduan keterampilan

komunikasi interpersonal, teknik, bimbingan dan penguasaan

pengetahuan klinik yang bertujuan untuk membantu seseorang

mengenali kondisinya saat ini, masalah yang dihadapi dan menentukan

jalan keluar atau upaya untuk mengatasi masalah tersebut. (Buku Acuan

Nasional Pelayanan Maternal dan Neonatal, 2009 : 39)

Serangkaian kegiatan paling pokok bimbingan dalam usaha

memberi konseling pada klien secara tatap muka dengan tujuan agar

klien dapat mengambil tanggung jawab sendiri terhadap berbagai

persoalan/masalah khusus (Saifuddin, 2005 : 22).

2.1.2 Tujuan Konseling Prapersalinan

1. Membantu penderita untuk memahami peristiwa kehamilan,

persalinan, nifas dan resiko yang mungkin dihadapi sehingga dapat

dilakukan upaya preventif terhadap hal-hal yang tidak diinginkan.

2. Membantu penderita dan keluarganya menentukan asuhan

kehamilan, pertolongan persalinan yang bersih dan aman atau

tindakan klinik yang mungkin diperlukan.

7
8

3. Membantu klien untuk mengenali gejala/tanda-tanda tentang akan

terjadinya suatu resiko reproduksi dan fasilitas pelayanan kesehatan

yang sesuai/mampu untuk menanggulangi berbagai

resiko/komplikasi yang terjadi. (Saifuddin, 2005 : 24)

2.1.3 Ciri Konselor yang Efektif

Kemampuan untuk melaksanakan komunikasi positif secara

efektif merupakan syarat bagi seorang konselor. Ciri konselor yang

efektif adalah:

1. Mampu menciptakan suasana nyaman dan aman bagi klien

2. Menimbulkan rasa saling percaya di antara klien dan konselor

3. Mampu mengenali hambatan sosio-kultural setempat

4. Mampu menyampaikan informasi obyektif, lengkap dan jelas

(bahasa yang mudah dimengerti)

5. Mau mendengar aktif dan bertanya secara efektif dan sopan

6. Memahami dan mampu menjelaskan berbagai aspek kesehatan

reproduksi

7. Mampu mengenali keinginan klien dan keterbatasan penolong

8. Membuat klien bertanya, berbicara dan mengeluarkan pendapat.

(Saifuddin, 2005 : 25)


9

2.1.4 Pengertian Komunikasi

Adalah suatu proses penyampaian pesan oleh seseorang

kepada orang lain untuk memberitahu atau mengubah sikap, pendapat,

atau perilaku secara keseluruhan baik secara langsung dengan lisan

maupun tidak langsung melalui media. (Saifuddin, 2005 : 88)

Dari aspek pengungkapan dan pertukaran informasi,

komunikasi digolongkan menjadi 2 bentuk, yaitu:

1. Komunikasi Verbal

a. Pertukaran informasi terjadi secara interaktif mendengarkan

lawan bicara atau sebaliknya

b. Kontak mata sangat membantu kelancaran komunikasi

c. Pengamatan bahasa dan gaya bicara

d. Pemahaman dan penyerapan informasi berlangsung relatif cepat

dan baik

2. Komunikasi Non-Verbal

a. Melalui observasi dari gerak gerik, ekspresi gerak tubuh dan

isyarat

b. Sulit untuk menyelami maksud dan perasaan klien

c. Sering terjadi salah persepsi

d. Konselor lebih banyak mengambil inisiatif

e. Komunikasi terganggu apabila kedua belah pihak tidak

mengupayakan komunikasi verbal

(Saifuddin, 2005 : 90)


10

Walaupun petugas pelayanan kesehatan (konselor) belum

mengikuti pelatihan keterampilan konseling, bukan berarti proses ini

tidak dapat dilakukan karena masalah penting di dalam konseling, selain

teknik komunikasi dan pemberian informasi, juga isi dari informasi

yang akan disampaikan. Seharusnya semua petugas dan staf klinik

dalam kesehatan maternal mengenal dan mengetahui berbagai

resiko/komplikasi yang mungkin timbul. Pada dasarnya, konseling

merupakan bentuk kepedulian petugas kesehatan terhadap masalah dan

upaya untuk menyelesaikan masalah tersebut. (Saifuddin, 2005 : 91)

2.1.5 Langkah-langkah dalam Memberikan Konseling

Gallen dan Leitenmaier (1987) memberikan akronim yang

dapat dijadikan panduan bagi konselor untuk melakukan konseling.

Akronim tersebut adalah GATHER yang merupakan singkatan dari:

1. G = Greet

Memberi salam, mengenalkan diri dan membuka

komunikasi.

2. A = Ask/Asses

Menanyakan keluhan/kebutuhan pasien dan menilai

apakah keluhan/keinginan yang disampaikan memang sesuai

dengan kondisi yang dihadapi.


11

3. T = Tell

Beritahu bahwa persoalan pokok yang dihadapi oleh

pasien adalah seperti yang tercermin dari hasil tukar informasi

dan harus dicarikan upaya penyelesaian tersebut.

4. H = Help

Membantu klien untuk memahami masalah itu yang

harus diselesaikan. Jelaskan beberapa cara yang dapat

menyelesaikan masalah tersebut termasuk dampak dari masalah

tersebut.

5. E = Explain

Jelaskan bahwa alternatif yang diberikan dan hasil yang

diharapkan mungkin dapat segera terlihat atau diobservasi

beberapa saat hingga menampakkan hasil seperti yang

diharapkan. Jelaskan pula siapa dan dimana pertolongan lanjutan

atau darurat dapat diperoleh.

6. R = Refer dan Return Visit

Rujuk apabila di fasilitas ini tidak dapat memberikan

pelayanan yang sesuai atau dibuat jadwal kunjungan ulang

apabila pelayanan terpilih telah diberikan.

(Saifuddin, 2005 :101)


12

2.2 Konsep Ibu Hamil Trimester III

Ibu adalah sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya, mempunyai

peranan penting mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik

anak-anaknya, pelindung dan sebagai salah satu kelompok dari peranan sosial

serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya. (Pantiawati, 2010 : 56)

Masa kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin.

Lamanya hamil normal adalah 280 hari ( 40 minggu atau 9 bulan 7 hari)

dihitung dari hari pertama haid terakhir. Kehamilan dibagi menjadi tiga

triwulan yaitu triwulan pertama dimulai dari hasil konsepsi sampai 3 bulan,

triwulan kedua dimulai dari bulan keempat sampai 6 bulan, dan triwulan

ketiga dari bulan ketujuh sampai 9 bulan (Sarwono, 2005 : 89)

Ibu yang sedang hamil dituntut tidak hanya harus siap secara fisik,

tetapi juga harus siap secara mental. Namun, hal inilah yang kurang

diperhatikan ibu hamil yang umumnya lebih siap dalam menghadapi

perubahan fisik, tetapi tidak siap secara mental. Perubahan secara fisik pada

ibu hamil memang mudah ditebak dan umum terjadi pada setiap ibu yang

sedang hamil. Namun perubahan secara mental pada ibu hamil sangat sulit

ditebak dan tidak selalu sama terjadinya pada setiap ibu hamil ataupun pada

setiap kehamilan. (Wiknjosastro, 2005 : 83).

Pada proses kejiwaan kehamilan trimester III, timbul gejolak baru

menghadapi persalinan, menanti kehadiran bayi dan perasaan tanggung jawab

sebagai ibu pada pengurusan bayi yang akan dilahirkan (Sarwono, 2005 : 92).

Pada trimester III rasa cemas dan takut akan proses persalinan dan kelahiran
13

meningkat. Ibu mulai merasa tidak nyaman dengan perut yang semakin

membesar yang akhirnya mempengaruhi penurunan gairah seksual, selain itu

ibu juga dihantui kecemasan menghadapi proses persalinan, semisal takut

persalinannya bermasalah, khawatir bayinya lahir cacat, maupun

membayangkan rasa sakit saat bersalin. Hal ini dapat terjadi dikarenakan

kondisi kehamilan semakin membesar dan semakin dekatnya waktu persalinan

(Sarwono, 2005 : 94). Harus dijelaskan tentang proses persalinan dan

kelahiran sejelas-jelasnya agar timbul kepercayaan diri pada ibu bahwa ia

dapat melalui proses persalinan dengan baik, sehingga ibu tidak perlu merasa

cemas lagi. Untuk itu diperlukan komunikasi yang baik dengan ibu

(Wiknjosastro, 2005 : 88).

2.3 Konsep Dasar Kecemasan

2.3.1 Pengertian

Kecemasan adalah respon emosi tanpa objek yang bersifat

spesifik yang secara subjektif dialami dan dikomunikasikan secara

interpersonal.(Suliswati, 2005 : 108).

2.3.2 Fisiologi Kecemasan

Reaksi takut dapat terjadi melalui perangsangan hipotalamus

dan nuclei amigdaloid. Sebaliknya amigdala dirusak, reaksi takut beserta

manisfestasi otonom dan endokrinnya tidak terjadi pada keadaan-

keadaan normalnya menimbulkan reaksi dan manisfestasi tersebut,

terdapat banyak bukti bahwa nuclei amigdaloid bekerja menekan


14

memori- memori yang memutuskan rasa takut masuknya sensorik aferent

yang memicu respon takut terkondisi berjalan langsung dengan

peningkatan aliran darah bilateral ke berbagai bagian ujung anterior

kedua sisi lobus temporalis. Sistem saraf otonom yang mengendalikan

berbagai otot dan kelenjar tubuh. Pada saat pikiran dijangkiti rasa takut,

sistem saraf otonom menyebabkan tubuh bereaksi secara mendalam,

jantung berdetak lebih keras, nadi dan nafas bergerak meningkat, biji

mata membesar, proses pencernaan dan yang berhubungan dengan usus

berhenti, pembuluh darah mengerut, tekanan darah meningkat, kelenjar

adrenal melepas adrenalin ke dalam darah. Akhirnya, darah di alirkan ke

seluruh tubuh sehingga menjadi tegang dan selanjunya mengakibatkan

tidak bisa tidur (Sari D.M & Basri, A. Sukarian, 2007 : 96).

2.3.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kecemasan

1. Faktor predisposisi

Menurut Stuart dan Sundeen (2004), teori yang

dikembangkan untuk menjelaskan penyebab kecemasan adalah:

Teori psikoanalitik

Menurut Freud struktur kepribadian terdiri dari 3 elemen

yaitu ide, ego, dan super ego. Ide melambangkan dorongan insting

dan impuls primitif, super ego mencerminkan hati nurani

seseorang dan dikendalikan oleh norma- norma budaya seseorang,

sedangkan ego digambarkan sebagai mediator antara tuntutan dari

ide dan super ego. Ansietas merupakan konflik emosional antara


15

ide dan super ego yang berfungsi untuk memperingatkan ego

tentang sesuatu bahaya yang perlu diatasi.

Teori interpersonal

Kecemasan terjadi dari ketakutan akan pola penolakan

interpersonal. Hal ini juga dihubungkan dengan trauma pada masa

perkembangan atau pertumbuhan seperti kehilangan, perpisahan

yang menyebabkan seseorang menjadi tidak berdaya. Individu

yang mempunyai harga diri rendah biasanya sangat mudah untuk

mengalami kecemasan berat.

Teori perilaku

Kecemasan merupakan hasil frustasi yaitu segala sesuatu

yang mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan

yang diinginkan. Para ahli perilaku menganggap ansietas

merupakan sesuatu dorongan yang dipelajari berdasarkan

keinginan untuk menghindarkan rasa sakit. Teori ini meyakini

bahwa manusia yang pada awal kehidupannya dihadapkan pada

rasa takut yang berlebihan akan menunjukkan kemungkinan

ansietas yang berat pada kehidupan masa dewasanya.

Teori keluarga

Intensitas cemas yang dialami oleh individu kemungkinan

memiliki dasar genetik. Orang tua yang memiliki gangguan cemas

tampaknya memiliki resiko tinggi untuk memiliki anak dengan


16

gangguan cemas. Kajian keluarga menunjukkan bahwa gangguan

kecemasan merupakan hal yang bisa ditemui dalam suatu keluarga.

Kajian biologis

Kajian biologi menunjukkan bahwa otak mengandung

reseptor khusus benzodiazepines. Reseptor ini mungkin membantu

mengatur kecemasan. Penghambat asam aminobutirik-gamma

neroregulator (GABA) dan endorfin juga memainkan peran utama

dalam mekanisme biologis berhubungan dengan kecemasan.

2. Faktor presipitasi

Kecemasan adalah keadaan yang tidak dapat dielakkan pada

kehidupan manusia dalam memelihara keseimbangan. Pengalaman

ansietas seseorang tidak sama pada beberapa situasi dan hubungan

interpersonal. Ada 2 faktor yang mempengaruhi kecemasan :

Faktor eksternal

1. Ancaman integritas fisik, meliputi ketidakmampuan

fisiologis atau gangguan terhadap terhadap kebutuhan dasar

(penyakit, trauma fisik, jenis pembedahan yang akan

dilakukan).

2. Ancaman sistem diri antara lain : ancaman terhadap identitas

diri, harga diri, dan hubungan interpersonal, kehilangan serta

perubahan status atau peran (Stuart and Sundeen, 2004).


17

Faktor internal :

Menurut Stuart and Sundeen kemampuan individu dalam

merespon terhadap penyebab kecemasan ditemukan oleh:

1. Potensi stressor

Stressor psikososial merupakan setiap keadaan atau

peristiwa yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan

seseorang sehingga orang itu terpaksa mengadakan

adaptasi.

2. Maturitas

Individu yang memiliki kematangan kepribadian lebih

sukar mengalami gangguan akibat kecemasan, karena

individu yang matur mempunyai daya adaptasi yang lebih

besar terhadap kecemasan.

3. Pendidikan dan status ekonomi

Tingkat pendidikan dan status ekonomi yang rendah

akan menyebabkan orang tersebut mudah mengalami

kecemasan. Tingkat pendidikan seseorang atau individu

akan berpengaruh terhadap kemampuan berfikir, semakin

tinggi tingkat pendidikan akan semakin mudah berfikir

rasional dan menangkap informasi baru termasuk dalam

menguraikan masalah yang baru.


18

4. Keadaan fisik

Seseorang yang akan mengalami gangguan fisik

seperti cidera, operasi akan mudah mengalami kelelahan

fisik sehingga lebih mudah mengalami kecemasan, di

samping itu orang yang mengalami kelelahan fisik mudah

mengalami kecemasan.

5. Tipe kepribadian

Orang yang berkepribadian A lebih mudah

mengalami gangguan akibat kecemasan daripada orang

dengan kepribadian B. Adapun ciri- ciri orang dengan

kepribadian A adalah tidak sabar, kompetitif, ambisius,

ingin serba sempurna, merasa diburu waktu, mudah gelisah,

tidak dapat tenang, mudah tersinggung, otot- otot mudah

tegang. Sedang orang dengan tipe kepribadian B

mempunyai ciri- ciri berlawanan dengan tipe kepribadian

A. Karena tipe keribadian B adalah orang yang penyabar,

teliti, dan rutinitas.

6. Lingkungan dan situasi

Seseorang yang berada di lingkungan asing ternyata

lebih mudah mengalami kecemasan dibanding bila dia

berada di lingkungan yang biasa dia tempati.


19

7. Umur

Seseorang yang mempunyai umur lebih muda

ternyata lebih mudah mengalami gangguan akibat

kecemasan daripada seseorang yang lebih tua, tetapi ada

juga yang berpendapat sebaliknya

8. Jenis kelamin

Gangguan panik merupakan suatu gangguan cemas

yang ditandai oleh kecemasan yang spontan dan episodik.

Gangguan ini lebih sering dialami oleh wanita daripada pria

(Suliswati, 2005 : 99).

2.3.4 Tingkat Kecemasan

Menurut Gail Wiscarz Stuart ada empat tingkat kecemasan, yaitu :

1. Kecemasan Ringan

Berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan

menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan

persepsinya. Kecemasan dapat memotivasi belajar dan menghasilkan

pertumbuhan dan kreativitas.

2. Kecemasan Sedang

Memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal yang penting

dan mengesampingkan yang lain, sehingga seseorang mengalami

perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang lebih

terarah.
20

3. Kecemasan Berat

Sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang cenderung

untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik serta tidak

dapat berpikir tentang hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk

mengurangi ketegangan. Orang tersebut memerlukan banyak

pengarahan untuk dapat memusatkan pada area lain.

4. Panik

Individu kehilangan kendali diri dan detail perhatian hilang. Karena

hilangnya kontrol, orang yang mengalami panik tidak mampu

melakukan apapun meskipun dengan pengarahan. Terjadi

peningkatan aktivitas motorik, berkurangnya kemampuan

berhubungan dengan orang lain, penyimpangan persepsi dan

hilangnya pikiran rasional, tidak mampu berfungsi secara efektif.

Biasanya disertai dengan disorganisasi kepribadian.

(Suliswati, 2005 : 102)

2.3.5 Tipe Kepribadian Pencemas

Seseorang akan menderita gangguan cemas manakala yang

bersangkutan tidak mampu mengatasi stressor yang dihadapi. Tetapi

pada orang- orang tertentu meskipun tidak ada stressor psikososial yang

bersangkutan menunjukkan kecemasan juga, yang ditandai dengan corak

atau tipe kepribadian pencemas (Wiranihardjo, 2005: 85).


21

Tipe kepribadian pencemas, antara lain:

1. Cemas, khawatir, tidak tenang, ragu dan bimbang.

2. Memandang masa depan dengan rasa was- was (khawatir).

3. Kurang percaya diri, gugup apabila tampil dimuka umum (demam

panggung).

4. Sering merasa tidak bersalah, dan menyalahkan orang lain.

5. Tidak mudah mengalah/ ngotot.

6. Gerakan sering serba salah, tidak tenang bila duduk dan gelisah.

7. Seringkali mengeluh ini dan itu (keluhan- keluhan somatik),

khawatir berlebihan terhadap penyakit.

8. Mudah tersinggung, suka membesar-besarkan masalah kecil

(dramatisasi).

9. Dalam mengambil keputusan sering diliputi rasa bimbang dan ragu.

10. Bila mengemukakan sesuatu atau bertanya sering diulang-ulang.

11. Kalau sedang emosi sering kali bertindak histeris.

(Wiranihardjo, 2005 : 88)

Orang dengan tipe kepribadian pencemas tidak selamanya

mengeluh hal- hal yang sifatnya psikis tetapi sering juga disertai dengan

keluhan- keluhan fisik (somatik) dan juga tumpang tindih dengan ciri-

ciri kepribadian depresif atau dengan kata lain batasannya seringkali

tidak jelas. (Sari D.M & Basri, A. Sukarian, 2007 : 90)


22

2.3.6 Penatalaksanaan kecemasan

Pengobatan yang paling efektif untuk pasien dengan

gangguan kecemasan umum adalah kemungkinan pengobatan yang

mengkombinasikan psikoterapi, farmakoterapi dan pendekatan suportif

1. Psikoterapi

Teknik utama yang digunakan adalah pendekatan perilaku

misalnya relaksasi dan bio feed back (proses penyediaan suatu

informasi pada keadaan satu atau beberapa variabel fisiologi seperti

denyut nadi, tekanan darah dan temperatur kulit).

2. Farmakoterapi

Dua obat utama yang dipertimbangkan dalam pengobatan

kecemasan umum adalah buspirone dan benzodiazepin. Obat lain

yang mungkin berguna adalah obat trisiklik sebagai contohnya

imipramine (tofranil) antihistamin dan antagonis adrenergik beta

sebagai contonya propanolol (inderal).

3. Pendekatan suportif

Dukungan emosi dari keluarga dan orang terdekat akan

memberi kita cinta dan perasaan berbagai beban. Kemampuan

berbicara kepada seseorang dan mengekspresikan perasaan secara

terbuka dapat membantu dalam menguasai keadaan.

(Davison, Gerald C, dkk, 2006 : 91)


23

2.3.7 Pengukuran Tingkat Kecemasan

Kecemasan dapat diukur dengan pengukuran tingkat

kecemasan menurut alat ukur kecemasan yang disebut HARS (Hamilton

Anxiety Rating Scale). Skala HARS merupakan pengukuran kecemasan

yang didasarkan pada munculnya symptom pada individu yang

mengalami kecemasan. Menurut skala HARS terdapat 14 syptoms yang

nampak pada individu yang mengalami kecemasan.(Sari D.M & Basri,

A. Sukarian, 2005 : 89)

Skala HARS pertama kali digunakan pada tahun 1959,

yang diperkenalkan oleh Max Hamilton dan sekarang telah menjadi

standar dalam pengukuran kecemasan terutama pada penelitian trial

clinic. Skala HARS telah dibuktikan memiliki validitas dan reliabilitas

cukup tinggi untuk melakukan pengukuran kecemasan pada penelitian

trial clinic yaitu 0,93 dan 0,97. Kondisi ini menunjukkan bahwa

pengukuran kecemasan dengan menggunakan skala HARS akan

diperoleh hasil yang valid.(Sari D.M & Basri, A. Sukarian, 2005 : 90)

Skala HARS Menurut Hamilton Anxiety Rating Scale

(HARS) penilaian kecemasan terdiri dan 14 item, meliputi:

1. Perasaan cemas

Cemas, firasat buruk, takut akan pikiran sendiri, mudah

tersinggung.
24

2. Ketegangan

Merasa tegang, lesu, tidak bisa istirahat dengan tenang,

mudah terkejut, mudah menangis, gemetar, gelisah.

3. Ketakutan

Takut terhadap gelap, takut terhadap orang asing, takut bila

ditinggal sendiri, takut pada binatang besar, takut pada keramaian

lalu lintas, dan takut pada kerumunan orang banyak.

4. Gangguan tidur

Terbangun malam hari, sukar memulai tidur, tidur tidak

nyenyak, bangun dengan lesu, banyak mimpi-mimpi terutama mimpi

buruk dan menakutkan.

5. Gangguan kecerdasan

Sulit konsentrasi, daya ingat menurun, daya ingat buruk,

sering bingung.

6. Perasaan depresi

Hilangnya minat, bangun dini hari, berkurangnya

kesenangan pada hobi, sedih, perasaan berubah-ubah sepanjang hari.


25

7. Gejala somatik / fisik (oto-otot)

Sakit dan nyeri pada otot-otot, kaku, kedutan otot, gigi

gemeretak, suara tidak stabil.

8. Gejala sensorik

Tinitus, penglihatan kabur, muka merah atau pucat,

merasa lemah, perasaan ditusuk-tusuk.

9. Gejala kardiovaskuler

Takikardi, berdebar-debar, nyeri di dada, denyut nadi

mengeras, rasa lemah / lesu seperti mau pingsan, detak jantung

menghilang / berhenti sekejap.

10. Gejala pernafasan

Rasa tertekan atau sempit di dada, perasaan tercekik,

sering menarik nafas panjang, nafas pendek atau sesak.

11. Gejala gastrointestinal

Sulit menelan, perut melilit, mual, muntah, buang air besar

lembek, konstipasi, berat badan menurun,gangguan pencernaan,

nyeri lambung sebelum / sesudah makan, rasa panas di perut, perut

terasa penuh / kembung.


26

12. Gejala urogenital

Sering kencing, tidak dapat menahan kencing, amenorhoe,

darah haid berlebihan, darah haid amat sedikit, masa haid

berkepanjangan, masa haid amat pendek, haid beberapa kali dalam

sebulan, frigiditas, ejakulasi dini, ereksi melemah, ereksi hilang,

impotensi.

13. Gejala Vegetatif

Mulut kering, muka merah, mudah berkeringat, pusing

atau sakit kepala, kepala terasa berat, bulu roma berdiri.

14. Perilaku Saat Wawancara

Gelisah, tidak tenang, gemetar, mengerutkan dahi atau

kening, muka tegang, tonus / ketegangan otot meningkat, nafas

pendek dan cepat, muka merah.

(Sari, D.M & Basri, A. Sukarian, 2005 : 93)

Cara Penilaian kecemasan adalah dengan memberikan nilai

dengan kategori:

0 = Tidak ada gejala sama sekali

1 = Satu dari gejala yang ada


27

2 = Sedang/ separuh dari gejala yang ada

3 = Berat/lebih dari gejala yang ada

4 = Sangat berat, semua gejala ada

(Wirahardjo, 2005 :183)

Penentuan derajat kecemasan dengan cara menjumlah nilai

skor dan item 1-14 dengan hasil:

1. Skor kurang dari 6 = Tidak ada kecemasan.

2. Skor 7 14 = Kecemasan ringan.

3. Skor 15 27 = Kecemasan sedang.

4. Skor lebih dari 27 = Kecemasan berat.

(Wirahardjo, 2005 : 183)

2.4 Konsep Dasar Persalinan

2.4.1 Pengertian

Persalinan adalah proses di mana bayi, plasenta dan selaput

ketuban keluar dari uterus ibu. Persalinan disebut normal apabila

prosesnya terjadi pada usia cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa

disertai adanya penyulit atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri).

(Johariyah, 2012 : 1)
28

2.4.2 Persiapan sebelum persalinan

Banyak hal yang harus dipersiapkan sebelum persalinan,

yakni:

1. Mengetahui perkiraan tanggal persalinan

2. Siapkan tabungan untuk biaya persalinan

3. Menyiapkan kendaraan jika sewaktu-waktu diperlukan

4. Merencanakan tempat melahirkan dan siapa yang akan

menolong

5. Merencanakan alat kontasepsi KB yang akan digunakan

kelak setelah persalinan, berdiskusi dengan petugas

kesehatan tentang alat kontrsepsi yang sesuai

6. Menyiapkan pendonor jika sewaktu-waktu dibutuhkan

(Depkes RI, 2009 : 2)

2.4.3 Tanda-tanda persalinan

Sebelum terjadi persalinan sebenarnya beberapa minggu

sebelumnya wanita memasuki kala pendahuluan (preparatory stage

of labor), dengan tanda-tanda :

1. Lightening atau setting atau dropping yaitu kepala turun

memasuki pintu atas panggul terutama pada primigravida.

Pada multigravida tidak terlalu kelihatan.

2. Perut kelihatan lebih melebar, fundus uteri turun

3. Perasaan sering atau susah buang air kecil (polakisuria)

karena kandung kemih tertekan oleh bagian terbawah janin


29

4. Perasaan sakit di perut dan di pinggang oleh adanya

kontraksi-kontraksi lemah dari uterus, disebut false labor

pains

5. Serviks menjadi lembek, mulai mendatar, dan sekresinya

bertambah bisa bercampur darah (bloody show)

Persalinan dimulai (inpartu) sejak uterus berkontaksi dan

menyebabkan perubahan pada serviks (membuka dan menipis) dan

berakhir dengan lahirnya plasenta secara lengkap. Belum inpartu jika

kontraksi uterus tidak mengakibatkan perubahan serviks. (Johariyah,

2012 : 9)

Tanda dan gejala inpartu:

1. Kontraksi uterus yang semakin lama semakin sering dan

teratur dengan jarak kontraksi yang pendek, yang

mengakibatkan perubahan pada serviks (frekuensi minimal 2

kali dalam 10 menit).

2. Keluar cairan lendir bercampur darah (show) melalui vagina

3. Pada pemeriksaan dalam, dapat ditemukan:

a. Pelunakan serviks

b. Penipisan dan pembukaan serviks

4. Dapat disertai ketuban pecah.

(Johariyah, 2012 : 10)


30

2.4.4 Tahap-tahap persalinan

Persalinan merupakan hal yang paling ditunggu-tunggu oleh

para ibu hamil, sebuah waktu yang menyenangkan namun di sisi lain

merupakan hal yang paling mendebarkan. Persalinan akan terasa

menyenangkan karena si kecil yang selama sembilan bulan

bersembunyi di dalam perut, akan lahir ke dunia. Di sisi lain

persalinan juga menjadi mendebarkan khususnya bagi calon ibu

baru, di mana terbayang proses persalinan yang menyakitkan,

mengeluarkan energi yang begitu banyak, dan sebuah perjuangan

yang cukup melelahkan. Ada baiknya para calon ibu mengetahui

proses atau tahapan persalinan seperti apa, sehingga para calon ibu

dapat mempersiapkan segala halnya guna menghadapi proses

persalinan ini. Proses persalinan terbagi ke dalam beberapa tahap,

yaitu :

1. Tahap pembukaan

Ditandai dengan keluarnya lendir bercampur darah,

karena serviks mulai membuka dan mendatar, darah berasal

dari pecahnya pembuluh darah kapiler sekitar kanalis

servikalis karena pergeseran ketika serviks mendatar dan

terbuka. Pada kala ini terbagi atas dua fase, yaitu :

Fase laten : Di mana pembukaan serviks berlangsung

lambat, sampai pembukaan 3cm


31

Fase aktif : Yang terdiri 3 sub fase yaitu akselerasi,

steady dan deselerasi.

Kala I adalah tahap pertama, berlangsung 12-14 jam

untuk kehamilan pertama dan 6-10 jam untuk kehamilan

berikutnya. Pada tahap ini mulut rahim akan menjadi tipis

dan terbuka karena adanya kontraksi rahim secara berkala

untuk mendorong bayi ke jalan lahir. Pada setiap kontraksi

rahim, bayi akan semakin terdorong ke bawah sehingga

menyebabkan pembukaan jalan lahir menjadi 10 cm, yang

berarti pembukaan sempurna dan bayi siap keluar dari rahim.

Masa transisi ini menjadi masa yang paling sulit bagi

ibu. Menjelang berakhirnya kala I, pembukaan jalan lahir

sudah hampir sempurna. Kontraksi yang terjadi akan semakin

sering dan semakin kuat. Ibu mungkin mengalami rasa sakit

yang hebat, kebanyakan wanita yang pernah mengalami,

masa inilah yang dirasakan masa yang paling berat. Ibu akan

merasakan datangnya mulas yang sangat hebat dan seperti

ada tekanan yang sangat besar ke arah bawah, seperti ingin

buang air besar. Menjelang akhir kala I, kontraksi semakin

sering dan kuat, dan bila pembukaan jalan lahir sudah 10 cm

berarti bayi siap dilahirkan dan proses persalinan memasuki

kala II.
32

2. Tahap pengeluaran bayi

Pada kala pengeluaran janin, rasa mulas terkoordinir,

kuat, cepat dan lebih lama, kira-kira 2-3 menit sekali. Kepala

janin turun masuk ruang panggul sehingga terjadilah tekanan

pada otot-otot dasar panggul yang secara reflektoris

menimbulkan rasa ingin mengedan. Ibu merasa seperti ingin

buang air besar, dengan tanda anus terbuka. Pada waktu

mengedan, kepala janin mulai kelihatan, vulva (bagian luar

vagina) membuka dan perineum (daerah antara anus dan

vagina) meregang. Dengan mengedan terpimpin, akan

lahirlah kepala diikuti oleh seluruh badan janin.

Ibu akan merasakan tekanan yang kuat di daerah

perineum. Daerah perineum bersifat elastis, tapi bila

dokter/bidan memperkirakan perlu dilakukan pengguntingan

di daerah perineum (episiotomi), maka tindakan ini akan

dilakukan dengan tujuan mencegah perobekan paksa daerah

perineum akibat tekanan bayi.

3. Tahap pengeluaran plasenta

Dimulai setelah bayi lahir, dan plasenta akan keluar

dengan sendirinya. Proses melahirkan plasenta berlangsung

antara 5-30 menit. Pengeluaran plasenta disertai dengan

pengeluaran darah kira-kira 100-200 cc. Dengan adanya

kontraksi rahim, plasenta akan terlepas. Setelah itu dokter


33

atau bidan akan memeriksa apakah plasenta sudah terlepas

dari dinding rahim. Setelah itu barulah dokter/bidan

membersihkan segalanya termasuk memberikan jahitan jika

terjadi robekan.

4. Tahap pengawasan

Tahap ini dilakukan untuk melakukan pengawasan

terhadap bahaya perdarahan. Pengawasan ini dilakukan

selama lebih kurang dua jam. Dalam tahap ini ibu masih

mengeluarkan darah dari vagina, tapi tidak banyak, yang

berasal dari pembuluh darah dari dinding rahim tempat

terlepasnya plasenta, dan setelah beberapa hari ibu akan

mengeluarkan cairan sedikit darah yang disebut lokhia yang

berasal dari sisa-sisa jaringan. Pada beberapa keadaan,

pengeluaran darah setelah proses persalinan menjadi banyak.

Ini disebabkan beberapa faktor seperti lemahnya kontraksi

atau tidak berkontraksinya otot-otot rahim. Oleh karena itu

perlu dilakukan pengawasan sehingga jika perdarahan

semakin hebat, dapat dilakukan tindakan secepatnya.

(Hartati, 2010 : 62)


34

2.4.5 Tanda bahaya persalinan

Ada beberapa parameter yang digunakan untuk menilai tanda

bahaya dalam persalinan, yaitu :

1. Tekanan darah >140/90 mmHg dengan sedikitnya satu

tanda/gejala preeklampsia

2. Temperatur >38oC

3. Nadi >100x/menit

4. DJJ <100x/menit atau >180x/menit

5. Kontraksi <3x/menit, berlangsung <40 detik dan waktu

palpasi lemah

6. Pembukaan serviks melewati garis waspada pada partograf

7. Pada cairan amnion terdapat mekonium, darah dan berbau

8. Volume urin sedikit dan pekat

(Komang, 2010 : 136)

2.5 Konsep Kecemasan Menghadapi Persalinan

Pada persalinan, kesabaran, ketenangan, dan bebas dari rasa takut

dan cemas akan memperlancar kala I, II, III dan kala IV. Kelainan kejiwaan di

atas dapat menyebabkan kelainan persalinan seperti timbulnya inersia uteri,

partus lama, dan perdarahan post partum (Mochtar, 2012 : 179).

Salah satu kecemasan para ibu menjelang melahirkan adalah

menghadapi rasa sakit dan nyeri, apalagi bagi calon ibu yang belum pernah

mendapatkan konseling tentang persalinan. Semakin bertambah dekatnya

waktu persalinan akan membuat tingkat stres dan kecemasan ibu semakin
35

tinggi. Perasaan cemas muncul bisa dikarenakan si ibu memikirkan proses

melahirkan serta kondisi bayi yang akan dilahirkan (Wulandari, 2007 : 126).

Dengan semakin dekatnya waktu persalinan, ibu dihantui kecemasan

menghadapi proses persalinan, semisal takut persalinannya bermasalah,

khawatir bayinya lahir cacat, maupun membayangkan rasa sakit saat bersalin.

Hal ini dapat terjadi dikarenakan kondisi kehamilan semakin membesar dan

semakin dekatnya waktu persalinan (Sastranegara, Amanda, 2007). Harus

dijelaskan tentang proses persalinan dan kelahiran sejelas-jelasnya agar timbul

kepercayaan diri pada ibu bahwa ia dapat melalui proses persalinan dengan

baik, sehingga ibu tidak perlu merasa cemas lagi. Untuk itu diperlukan

komunikasi yang baik dengan ibu (Asrinah, dkk, 2010 : 127).

Perubahan psikologis dalam menghadapi persalinan dipengaruhi

oleh :

2.5.1 Pengalaman sebelumnya

2.5.2 Kesiapan emosi

2.5.3 Persiapan menghadapi persalinan (fisik, mental, materi dsb)

2.5.4 Support system

2.5.5 Lingkungan

2.5.6 Mekanisme koping

2.5.7 Budaya

2.5.8 Sikap terhadap kehamilan

(Asrinah, dkk, 2010 : 129)


36

2.6 Kerangka Konseptual

Faktor Presipitasi Ibu hamil Faktor Predisposisi


trimester III
1. Faktor eksternal 1. Teori psikoanalitik
Ancaman integritas diri 2. Teori interpersonal
Ancaman system diri 3. Teori perilaku
2. Faktor internal 1. Sangat menanti kehadiran bayi
4. Teori keluarga
Potensi stressor 2. Gairah seksual yang menurun
5. Teori biologis
Maturitas 3. Ketidaknyamanan fisik
Pendidikan dan status 4. Memikirkan keadaan bayi yang
ekonomi dilahirkan apakah normal atau
Keadaan fisik tidak
Tipe kepribadian 5. Memikirkan bagaimana
Lingkungan dan situasi peranannya sebagai orangtua
Umur
Jenis kelamin 6.Memikirkan persalinan
mengalami kesulitan atau tidak

Kecemasan

Konseling

1. Pengertian persalinan Persepsi


2. Persiapan sebelum
persalinan :
Belajar
Mengetahui tanggal
persalinan
Tabungan
Pengambilan keputusan
Kendaraan
Penolong persalinan
Tempat persalinan Tindakan (+)
Rencana KB
Donor darah
3. Tanda-tanda persalinan Respon penerimaan (+)
4. Tahap-tahap persalinan
5. Tanda bahaya persalinan 1. Tenang
2. Menerima
3. Kooperatif

Kecemasan menurun (HARS)


37

Keterangan

= Diteliti

= Tidak diteliti

= Berhubungan

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Pengaruh Pemberian Konseling Pada Ibu


Hamil Trimester III Terhadap Tingkat Kecemasan Menghadapi
Persalinan

2.6.1 Penjelasan teori kerangka konseptual

Pada penelitian Pengaruh pemberian konseling ibu hamil

trimester III terhadap derajat kecemasan dalam menghadapi persalinan

di BPS Ny. Yenie Ika S. S.ST Desa Bakalan Kecamatan Gondang

Kabupaten Mojokerto, sesuai dengan judul peneliti mengambil

responden ibu hamil trimester III kemudian melakukan pre test untuk

mengetahui derajat kecemasan yang dialami oleh ibu hamil trimester III

dalam menghadapi persalinan, dimana tingkat kecemasan ibu hamil

trimester III dipengaruhi faktor presipitasi dan faktor predisposisi,

kemudian peneliti memberikan konseling kepada ibu hamil trimester III

tentang pengertian persalinan, persiapan sebelum persalinan, tanda-tanda

persalinan, tahap-tahap persalinan, tanda bahaya persalinan, kemudian

dilakukan lagi test pasca konseling, dan diharapkan derajat kecemasan

ibu hamil trimester III dalam menghadapi persalinan menurun.


38

2.7 Hipotesis

Menurut Nanang Martono (2010: 57), hipotesis dapat

didefinisikan sebagai jawaban sementara yang kebenarannya harus diuji atau

rangkuman kesimpulan secara teoritis yang diperoleh melalui tinjauan

pustaka. Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada pengaruh pemberian

konseling pada ibu hamil trimester III tentang tingkat kecemasan

menghadapi persalinan di BPS Ny. Yenie Ika S. S.ST Desa Bakalan

Kecamatan Gondang Kabupaten Mojokerto.

You might also like