You are on page 1of 60

6

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Keluarga


2.1.1 Definisi Keluarga
Menurut Marilyn M, Fridman (1998) dalam Efendy (2009: 179) keluarga

adalah dua atau lebih individu yang terikat karena hubungan darah, hubungan

perkawinan atau adopsi dan mereka hidup dalam satu rumah tangga, berinteraksi

satu sama lainnya, dan didalamnya terdapat peranan dari masing-masing anggota,

menciptakan dan mempertahankan kebudayaan yang telah ada.

Menurut Baylon dan Maglaya (1978) dalam Achjar (2010: 2) keluarga

adalah dua atau lebih individu yang tergabung karena hubungan perkawinan,

darah atau adopsi dan hidup dalam satu rumah yang saling berinteraksi satu sama

lain dalam perannya masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan

suatu kebudayaan.

Sedangkan menurut Stanhope dan Lancaster (1996) dalam Susanto (2012:

10) keluarga merupakan salah satu elemen terkecil dari masyarakat. Keberadaan

keluarga dimasyarakat akan menentukan perkembangan masyarakat.

2.1.2 Ciri-ciri Keluarga


Robert Maclver dan Charles Morton Page dalam Ali Zaidin (2009: 5),

menjelaskan ciri-ciri keluarga sebagai berikut:

2.1.2.1 Keluarga merupakan hubungan perkawinan

2.1.2.2 Keluarga berbentuk suatu kelembagaan yang berkaitan dengan hubungan

perkawinan yang sengaja dibentuk atau dipelihara

6
7

2.1.2.3 Keluarga mempunyai suatu sistem tata nama (nomenclatur), termasuk

perhitungan garis keturunan

2.1.2.4 Keluarga mempunyai fungsi ekonomi yang dibentuk oleh anggota-

anggotanya berkaitan dengan kemampuan untuk mempunyai keturunan

dan membesarkan anak

2.1.2.5 Keluarga mempunyai tempat tinggal bersama, rumah, atau rumah tangga.

2.1.3 Tipe Keluarga


Berbagai bentuk dan tipe keluarga, berdasarkan berbagai sumber, dibedakan

berdasarkan keluarga tradisional dan non tradisional seperti :

2.1.3.1 Menurut Maclin (1998) dalam Achjar (2010: 3), pembagian tipe keluarga:

1) Menurut Tradisional

(1) Keluarga inti adalah keluarga yang terdiri dari suami, istri dan anak-

anak yang hidup dalam rumah tangga yang sama.

(2) Keluarga dengan orang tua tunggal yaitu keluarga hanya dengan satu

orang yang mengepalai akibat dari perceraian, pisah atau ditinggalkan

(3) Pasangan inti, hanya terdiri dari suami dan istri saja, tanpa anak atau

tidak ada anak yang tinggal bersama mereka.

(4) Bujang dewasa yang tinggal sendirian

(5) Pasangan usia pertengahan atau lansia, suami sebagi pencari nafkah,

istri tinggal dirumah dengan anak sudah kawin atau bekerja

(6) Jaring keluarga besar terdiri dari dua keluarga inti atau lebih atau

anggota keluarga yang tidak menikah hidup berdekatan dalam daerah

geografis.
8

2) Keluarga Non Tradisional

(1) Keluarga dengan orang tua yang mempunyai anak tetapi tidak menikah

(biasanya terdiri dari ibu dan anak saja)

(2) Pasangan suami istri yang tidak menikah dan telah mempunyai anak

(3) Keluarga gay/ lesbian adalah pasangan yang berjenis kelamin sama

hidup bersama sebagai pasangan yang menikah.

(4) Keluarga komuni adalah rumah tangga yang terdiri dari lebih satu

pasangan monogami dengan anak-anak, secara bersama menggunakan

fasilitas, sumber dan memilki pengalaman yang sama.

2.1.4 Fungsi Keluarga


Menurut Achjar (2010: 5), fungsi keluarga merupakan hasil atau

konsekuensi dari struktur keluarga atau sesuatu tentang apa yang dilakukan oleh

keluarga. Terdapat beberapa fungsi keluarga yaitu:

2.1.4.1 Fungsi Afektif

Fungsi afektif merupakan fungsi keluarga dalam memenuhi kebutuhan

pemeliharaan kepribadian dari anggota keluarga. Merupakan respon dari anggota

keluarga terhadap kondisi dan situasi yang dialami tiap anggota keluarga baik

senang maupun sedih, dengan melihat bagaimana cara keluarga mengekspresikan

kasih sayang.

2.1.4.2 Fungsi Sosialisasi

Fungsi sosialisasi tercermin dalam melakukan pembinaan sosialisasi pada

anak, membentuk nilai dan norma yang diyakini anak, memberikan batasan

perilaku yang boleh dan tidak boleh pada anak, meneruskan nilai-nilai budaya

keluarga. Bagaimana keluarga produktif terhadap sosial dan bagaimana keluarga

memperkenalkan anak dengan dunia luar dengan belajar berdisipsin, mengenal


9

budaya dan norma melalui hubungan interaksi dalam keluarga sehingga mampu

berperan dalam masyarakat.

2.1.4.3 Fungsi Perawatan Kesehatan

Fungsi perawatan kesehatan keluarga merupakan fungsi keluarga dalam

melindungi keamanan dan kesehatan seluruh anggota keluarga serta menjamin

pemenuhan kebutuhan perkembangan fisik, mental dan spritual, dengan cara

memelihara dan merawat anggota keluarga serta mengenali kondisi sakit tiap

anggota keluarga.

2.1.4.4 Fungsi Ekonomi

Fungsi ekonomi, untuk memenuhi kebutuhan keluarga seperti sandang,

pangan, papan dan kebutuhan lainnya melalui keefektifan sumber dana keluarga.

Mencari sumber penghasilan guna memenuhi kebutuhan keluarga, pengaturan

penghasilan keluarga, menabung untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

2.1.4.5 Fungsi Biologis

Fungsi biologis, bukan hanya ditujukan untuk meneruskan keturanan tetapi

untuk memelihara dan membesarkan anak untuk kelanjutan generasi selanjutnya.

2.1.4.6 Fungsi Psikologis

Fungsi Psikologis, terlihat bagaimana keluarga memberikan kasih sayang

dan rasa aman, memberikan perhatian diantara anggota keluarga, membina

pendewasaan kepebribadian anggota keluarga dan memberikan identitas keluarga.

2.1.4.7 Fungsi Pendidikan

Fungsi pendidikan diberikan keluarga dalam rangka memberikan

pengetahuan, ketrampilan, membentuk perilaku anak, mempersiapkan anak untuk

kehidupan dewasa, mendidik anak sesuai dengan tingkatan perkembangannya.


10

2.1.5 Struktur Dan Fungsi Keluarga

Struktur dan fungsi keluarga merupakan hubungan yang dekat dan adanya

interaksi yang terus menerus antara satu dengan yang lainnya. Struktur didasari

oleh organisasi keanggotaan dan pola hubungan yang terus menerus. Hubungan

dapat banyak dan komplek seperti seorang wanita bisa sebagai istri, sebagai ibu,

sebagai menantu dan lain-lain yang semua itu mempunyai kebutuhan, peran dan

harapan yang berbeda. Struktur keluarga dapat diperluas dan dipersempit

tergantung dari kemampuan keluarga tersebut untuk merespon stressor yang ada

dalam keluarga. Struktur dalam keluarga yang sangat kaku dan fleksibel akan

dapat meneruskan fungsi didalam keluarga.

Menurut Friedman, Bowden dan Jones (2003) dalam Susanto (2012: 17),

fungsi keluarga merupakan apa yang dikerjakan dalam keluarga, sedangkan

struktur keluarga meliputi proses yang digunakan dalam keluarga untuk mencapai

tujuan yang diharapkan. Proses ini meliputi komunikasi antar anggota keluarga,

tujuan, pemecahan konflik, pemeliharaan, dan penggunaan sumber internal dan

eksternal. Tujuan reproduksi, seksual, ekonomi, dan pendidikan dalam keluarga

memerlukan dukungan secara psikologis antar anggota keluarga, apabila

dukungan tersebut tidak didapatkan maka akan menimbulkan konsekuensi

emosional seperti marah, depresi, dan perilaku yang menyimpang. Tujuan yang

ada didalam keluarga akan lebih mudah dicapai apabila terjadi komunikasi yang

jelas dan secara langsung. Komunikasi tersebut akan mempermudah

menyelesaikan konflik dan pemecahan masalah. Struktur keluarga didasari oleh

organisasi meliputi keanggotaan dan pola keluarga yang terus menerus. Friedman,
11

Bowden dan Jones (2007) dalam Susanto (2012: 18) membagi struktur keluarga

menjadi empat elemen, yaitu:

2.1.5.1 Pola komunikasi keluarga

Komunikasi dalam keluarga ada yang berfungsi dan ada yang tidak, hal ini

disebabkan oleh beberapa faktor yang ada dalam komponen komunikasi seperti

sender, chanel-media, massage, environment, dan receiver. Komunikasi dalam

keluarga dapat berupa komunikasi secara emosional, komunikasi verbal dan non

verbal, komunikasi sirkular. Komunikasi emosional memungkinkan setiap

individu dalam keluarga dapat mengekpresikan perasaan seperti bahagia, sedih

atau marah diantara para anggota keluarga. Pola komunikasi verbal individu

dalam keluargadapat mengungkapkan sesuatu yang di ingikan melalui kata-kata

yang dapat diringi dengan adanya komunikasi non verbal yang dapat berupa

gerakan tubuh dalam penekanan sesuatu hal yang diucapkan keluarga.

Komunikasi sirkular mencakup sesuatu yang melingkar dua arah dalam keluarga,

misalnya apabila istri marah pada suami, maka suami akan melakukan klasifikasi

kepada istri tentang sesuatu yang membuat istri marah kepada suami.

2.1.5.2 Pola Peran Keluarga

Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai dengan posisi

sosial yang diberikan sehingga pada struktur peran bisa bersifat formal atau

informal. Posisi atau status dalam keluarga adalah posisi individu dalam keluarga

yang dapat dipandang oleh masyarakat sebagai istri, suami atau anak. Peran

formal dalam keluarga merupakan kesepakatan bersama yang dibentuk dalam

suatu norma keluarga. Peran dalam keluarga menunjukkan pola tingkah laku dari

semua anggota didalam keluarga. Peran dalam keluarga merupakan pola tingkah
12

laku yang konsisten terhadap suatu situasi didalam keluarga yang terjadi akibat

interaksi diantara anggota keluarga, seperti menyapu membersihkan rumah. Peran

didalam keluarga sekarang ini terjadi perubahan. Peran didalam keluarga dapat

juga terjadi peran ganda sehingga anggota keluarga dapat menyesuaikan peran

tersebut. Peran didalam keluarga dapat fleksibel sehingga anggota keluarga dapat

beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi.

2.1.5.3 Pola Norma dan Nilai Keluarga

Nilai merupakan persepsi seseorang tentang sesuatu hal apakah baik atau

bermanfaat bagi dirinya. Norma adalah peran-peran yang dilakukan manusia,

berasal dari nilaibudaya terkait. Norma mengarah sesuai dengan nilai yang dianut

oleh masyarakat, dimana norma-norma dipejari sejak kecil. Persepsi seseorang

tentang nilai dipengaruhi nilai. Nilai mengarahkan respon seseorang terhadap nilai

orang lain. Nilai merefleksikan identitas seseorang sebagai bentuk dasar evaluasi

diri. Nilai memberikan dasar untuk posisi seseorang pada isu personal,

profesional, sosial, politik. Nilai yang merupakan perilaku motivasi diekspresikan

melalui perasaan, tindakan dan pengetahuan. Nilai-nilai merupakan tujuan dari

kepribadian individu. Nilai memberikan makna kehidupan dan meningkatkan

harga diri. Nilai merupakan suatu sistem, sikap dan kepercayaan yang secara sadar

atau tidak, mempersatukan anggota keluarga dalam satu budaya. Nilai keluarga

juga merupakan suatu pedoman perilaku dan pedoman bagi perkembangan norma

dan peraturan. Norma adalah pola perilaku yang baik, menurut masyarakat

berdasarkan sistem nilai dalam keluarga.


13

2.1.5.4 Pola Kekuatan Keluarga

Kekuatan keluarga merupakan kemampuan (potensial atau aktual) dari

individu untuk mengendalikan atau memengaruhi untuk merubah perilaku orang

lain ke arah positif. Tipe struktur kekuatan-kekuatan dalam keluarga antara lain:

legitimate power/authority (hak untuk mengotrol) seperti orang tua terhadap anak,

referent power (pendapat, ahli dan lain-lain), reward power (pengaruh kekuatan

karena adanya harapan yang akan diterima), coercive power (pengaruh yang

dipaksakan sesuai keinginannya), informational power (pengaruh yang dilalui

melalui persuasi), affective power (pengaruh yang diberikan melalui manipulasi

dengan cinta kasih misalnya hubungan seksual). Hasil dari kekuatan tersebut akan

mendasari suatu proses dalam pengambilan keputusan dalam keluarga seperti

konsesus, tawar-menawar atau akomodasi, kompromi atau de facto dan paksa.

2.1.6 Proposisi Tentang Peran Keluarga

Klein dan White (1996) dalam Friedman, Marilyn (2010: 300) merangkum

pertimbangan yang sangat bermanfaat guna memahami peran keluarga:

2.1.6.1 Kualitas pengukuhan peran seseorang dalam sebuah hubungan secara

positif memengaruhi kepuasannya dengan hubungan tersebut. Ini berarti

individu lebih puas saat mereka merasa seperti melakukan yang baik dalam

sebuah peran tertentu. Seorang ayah akan lebih puas dalam perannya sebagi

ayah jika ia merasa bahwa ia melakukan pekerjaan sebagai seorang ayah

dengan baik.

2.1.6.2 Semakin besar kejelasan yang dirasakan terhadap pengharapan peran,

semakin tinggi kualitas pengukuhan peran tersebut. Sebuah peran

didefinisikan sebagai harapan normatif yang melekat pada peran tertentu


14

dalam sebuah struktur sosial dan semakin jelas harapan ditegaskan maka

akan semakin mudah untuk mengukuhkan peran tersebut. Sebagai contoh,

peran ibu ditetapkan oleh norma sosial mengenai apa yang diharapkan

dalam peran ibu. Ibu diharapkan untuk mengasuh dan melindungi anak

mereka, tetapi bagaimana ini dicapai dapat berubah sepanjang waktu.

2.1.6.3 Semakin banyak individu merasakan konsensus dalam pengharapan

tentang sebuah peran yang mereka sandang, semakin kecil ketegangan peran

mereka. Rossi dan Berk (1985) menyatakan bahwa satu aspek penting dari

peran adalah bahwa harapan dimilki bersama atau konsensus.

2.1.6.4 Semakin besar keragaman seseorang, semakin sedikit konsesus yang akan

dirasakan dalam harapan mengenai peran tersebut. Anggota keluarga sering

kali menjalani peran ganda secara simultan (misalnya ibu, istri, pekerja,

saudara perempuan dan teman), dan terdapat harapan ganda untuk peran

ganda. Jika individu tidak dapat memenuhi harapan peran atau terdapat

sedikit konsensus mengenai peran tersebut ketegangan peran akan terjadi.

2.1.6.5 Semakin besar ketegangan peran yang dirasakan yang diakibatkan oleh

pelaksanaan peran, semakin sedikit kemudahan membuat transisi ke dalam

peran dan semakin besar kemudahan dalam membuat transisi keluar dari

peran tersebut. Semakin besar ketegangan peran, semakin sulit penyesuaian

transisi ke suatu peran baru.

2.1.7 Peran Keluarga

Menurut Zaidin (2009: 10) peranan keluarga menggambarkan seperangkat

perilaku interpersonal, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam

posisi dan situasi tertentu. Peran individu dalam keluarga didasari oleh harapan
15

dan pola perilaku dari keluarga, kelompok dan masyarakat. Berbagai peranan

yang terdapat didalam keluarga adalah sebagai berikut:

2.1.7.1 Peranan Ayah

Ayah sebagai pemimpin keluarga mempunyai peran sebagai pencari

nafkah, pelindung keluarga, pemberi rasa aman bagi setiap anggota keluarga dan

juga sebagai anggota masyarakat kelompok sosial tertentu.

2.1.7.2 Peranan Ibu

Ibu sebagai pengurus rumah tangga, pengasuh dan pendidik anak-anak,

pelindung keluarga dan pencari nafkah tambahan keluarga dan juga sebagai

anggota masyarakat sosial tertentu.

2.1.7.3 Peran Anak

Anak-anak melaksanakan peranan psikososial sesuai tingkat

perkembangan baik fisik, mental, sosial dan spritual.

Menurut Friedman, Marilyn M (2010: 301), peran keluarga dapat

diklasifikasikan menjadi dua kategori yaitu peran formal atau terbuka dan peran

informal atau tertutup.

1) Peran Formal Keluarga

Peran formal adalah peran eksplisit yang terkandung dalam struktur peran

keluarga (ayah, suami, dll). Terdapat keterbatasan jumlah posisi yang ditentukan

sebagai posisi normatif dalam keluarga inti klasik dengan dua orang tua. Posisi ini

disebut sebagai posisi formal dan berpasangan, serta terdiri dari ayah-suami, istri-

ibu, anak laki-laki saudara laki-laki, dan anak perempuan saudara perempuan. Jika

seorang anggota meninggalkan rumah atau menjadi tidak mampu memenuhi


16

sebuah peran, orang lain akan memenuhi peran tersebut guna mempertahankan

berfungsinya keluarga.

2) Peran Informal Keluarga

Kievit (1968) dalam Friedman, Marilyn (2010: 305) menjelaskan bahwa:

peran informal memiliki kebutuhan yang berbeda, sedikit cenderung berdasarkan

usia atau jenis kelamin dan lebih banyak cenderung berdasarkan atribut

kepribadian dari anggota keluarga.

2.1.8 Dukungan Keluarga

Menurut Friedman (1998) dalam Akhmadi (2009: 60) Dukungan keluarga

adalah sikap, tindakan dan penerimaan orang tua terhadap anggota keluarga lain.

Anggota kelurga dalam menghadapi keadaan yang berada diluar harapan yang

menjadi stressor bagi keluarga melalui proses tertentu akan memungkinkan

keluarga itu untuk bertahan dan beradaptasi dengan baik hingga menjadi sebuah

keluarga yang relisien.

Menurut Friedman (1998) dalam Yuzri Sidik (2014: 7) dukungan keluarga

adalah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap penderita yang sakit.

Anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap

memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan. Jenis dukungan keluarga

terdapat 5 (lima) komponen yaitu: dukungan instrumental, dukungan

informasional, dukungan penilaian, dukungan emosional dan dukungan sosial.

2.1.8.1 Jenis Dukungan Keluarga

1) Dukungan Informasional

Dukungan ini mencakup pemberian nasehat, petunjuk saran dan

mengajarkan keterampilan yang bisa menyedikan pemecahan. Manfaat dalam


17

dukungan ini adalah adanya informasi yang diberikan dapat menyumbangkan aksi

sugesti yang khusus pada individu.

2) Dukungan Penilaian

Keluarga bertindak sebagai sebuah umpan balik, membimbing dan

menengahi pemecahan masalah, sebagai sumber dan validator identitas anggota

keluarga diantaranya memberikan support, penghargaan dan perhatian.

3) Dukungan Instrumental

Keluarga merupakan sumber pertolongan praktis dan konkrit, diantaranya:

kesehatan penderita dalam hal kebutuhan makan dan minum, istirahat,

terhindarnya penderita dari kelelahan.

4) Dukungan Emosional

Dukungan emosional mencakup ungkapan empati, kepedulian dan perhatian

terhadap individu-individu lain. Dengan begitu individu merasa dicintai dan

merasa aman.

5) Dukungan Sosial

Dukungan sosial adalah yang memerlukan bantuan orang lain. Oleh karena

itu, individu merupakan bagian dari keluarga, teman sekolah atau kerja, kegiatan

agama atau bagian dari kelompok lain.

2.1.8.2 Sumber Dukungan Keluarga

Menurut Friedman (1998) dalam Akhmadi (2009: 67), dukungan keluarga

mengacu kepada dukungan sosial yang dipandang oleh keluarga sebagai sesuatu

yang dapat diakses/ diadakan untuk keluarga (dukungan sosial bisa atau tidak

digunakan, tetapi anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat

mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan).


18

Dukungan sosial keluarga dapat berupa dukungan sosial keluarga internal, seperti

dukungan dari suami/ istri atau dukungan dari saudara kandung atau dukungan

sosial keluarga eksternal.

2.1.8.3 Manfaat Dukungan Keluarga

Dukungan sosial keluarga adalah sebuah proses yang terjadi sepanjang masa

kehidupan, sifat dan jenis dukungan sosial berbeda-beda dalam berbagai tahap-

tahap siklus kehidupan. Namun demikian, dalam semua tahap siklus kehidupan,

dukungan sosial keluarga membuat keluarga mampu berfungsi dengan berbagai

kepandaian dan akal. Sebagai akibatnya, hal ini meningkatkan kesehatan dan

adaptasi keluarga.

Wills (1985) dalam Akhmadi (2009: 90), menyimpulkan bahwa baik efek-

efek penyangga (dukungan sosial menahan efek-efek negatif dan stress terhadap

kesehatan) dan efek-efek utama (dukungan sosial secara langsung mempengaruhi

akibat-akibat dari kesehatan) pun ditemukan. Sesungguh efek-efek penyangga dan

utama dari dukungan sosial terhadap kesehatan dan kesejahteraan boleh jadi

berfungsi bersamaan. Secara lebih spesifik, keberadaan dukungan sosial yang

adekuat terbukti berhubungan dengan menurunnya mortalitas, lebih mudah

sembuh dari sakit dan dikalangan kaum tua, fungsi kognitif, fisik dan kesehatan

emosi.

2.1.8.4 Faktor yang Mempengaruhi Dukungan Keluarga

Menurut Purnawan (2008; 72) faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan

keluarga adalah:
19

1. Faktor Internal

1) Tahap perkembangan

Artinya dukungan dapat ditentukan oleh faktor usia dalam hal ini adalah

pertumbuhan dan perkembangan, dengan demikian setiap rentang usia

(bayi-lansia) memiliki pemahaman dan respon terhadap perubahan

kesehatan yang berbeda-beda. Dukungan yang diberikan orangtua

(khususnya ibu) juga dipengaruhi oleh usia. Ibu yang masih muda

cenderung untuk lebih tidak bisa merasakan atau menggali kebutuhan

anaknya dan juga lebih egosentris dibandingkan ibu-ibu yang lebih tua.

2) Pendidikan atau tingkat pengetahuan

Keyakinan seseorang terhadap adanya dukungan terbentuk oleh variabel

intelektual yang terdiri dari pengetahuan, latar belakang pendidikan dan

pengalaman masa lalu. Kemampuan kognitif akan membentuk cara

berpikir seseorang termasuk kemampuan untuk memahami faktor-faktor

yang berhubungan dengan penyakit dan menggunakan pengetahuan

tentang kesehatan untuk menjaga kesehatan dirinya.

3) Faktor emosi

Faktor emosional juga mempengaruhi keyakinan terhadap adanya

dukungan dan cara melaksanakannya. Seseorang yang mengalami respon

stres dalam setiap perubahan hidupnya cenderung berespon terhadap

berbagai tanda sakit, mungkin dilakukan dengan cara mengkhwatirkan

bahwa penyakit tersebut dapat mengancam kehidupannya.


20

4) Spritual

Aspek spritual dapat terlihat dari bagaimana seseorang menjalani

kehidupannya, mencakup nilai dan keyakinan yang dilaksanakan

hubungan dengan keluarga atau teman dan kemampuan mencari harapan

dan arti dalam hidup.

2. Faktor eksternal

1) Praktik di keluarga

Cara bagaimana keluarga memberikan dukungan biasanya mempengaruhi

penderita dalam melaksanakan kesehatannya.

2) Faktor Sosial ekonomi

Faktor sosial dan psikososial dapat meningkatkan resiko terjadinya

penyakit dan mempengaruhi cara sesesorang mendefinisikan dan bereaksi

terhadap penyakitnya. Variabel psikososial mencakup: stabilitas

perkawinan, gaya hidup dan pekerjaan. Seseorang biasanya akan mencari

dukungan dan persetujuan dari kelompok sosialnya, hal ini akan

mempengaruhi keyakinan kesehatan dan cara pelaksanaannya. Semakin

tinggi tingkat ekonomi seseorang biasanya ia akan lebih cepat tanggap

terhadap gejala penyakit yang di rasakan. Sehingga ia akan segera mencari

pertolongan ketika merasa ada gangguan pada kesehatannya.

3) Latar belakang budaya

Latar belakang budaya mempengaruhi keyakinan, nilai dan kebiasaan

individu, dalam memberikan dukungan termasuk cara pelaksanaan

kesehatan pribadi.
21

2.1.9 Peran Keluarga di Bidang Kesehatan

Menurut Setiadi (2008: 19), Keluarga juga berperan atau berfungsi untuk

melaksanaka pratek asuahan kesehatan, yaitu mencegah terjadinya gangguan

kesehatan atau merawat anggota keluarga yang sakit. Kemampuan keluarga dalam

memberikan asuhan keperawatan memengaruhi status kesehatan keluarga.

Kesanggupan kelurga melaksanakan pemeliharaan kesehatan dapat dilihat dari

tugas kesehatan keluarga yang dilaksanakan. Keluarga yang dapat melaksanakan

tugas kesehatan berarti sanggup menyelesaikan masalah kesehatan.

Tugas kesehatan keluarga adalah sebagai berikut:

2.1.9.1 Mengenal masalah kesehatan

2.1.9.2 Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat

2.1.9.3 Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit.

2.1.9.4 Mempertahankan atau menciptkan suasana rumah yang sehat

2.1.9.5 Mempertahankan hubungan dengan (menggunakan) fasilitas kesehatan

masyarakat.

2.2 Konsep Dasar Interaksi Sosial

2.2.1 Definisi Interkasi Sosial

Menurut Mubarak (2009: 73) interaksi sosial adalah hubungan antar

manusia yang menghasilkan suatu proses pengaruh mempengaruhi yang

menghasilkan hubungan tetap dan pada akhirnya memungkinkan pembentukan

struktur sosial.

Menurut Walgiti, B (2001) dalam Nasir (2009: 91), interaksi sosial adalah

hubungan antar individu satu dengan individu lain, individu satu dapat
22

mempengaruhi yang lainnya atau sebaliknya, jadi pendapat hubungan yang saling

timbal balik.

Sedangkan menurut Fitriayah dan Jauhar (2014: 231), interaksi sosial dapat

diartikan sebagai hubungan hubungan sosial yang dinamis. Hubungan sosial

berupa hubungan antar individu yang satu dengan individu lainnya, antara

kelompok yang satu dengan kelompok lainnya, maupun antara kelompok dengan

individu. Dalam interaksi juga terdapat simbol, di mana simbol diartikan sebagai

sesuatu yang nilai atau maknanya di berikan kepadanya oleh mereka yang

menggunakannya.

Berdasarkan beberapa definisi diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa

interaksi sosial adalah proses dimana orang-orang menjalin kontak dan

berkomunikasi dan saling pengaruh mempengaruhi dalam pikiran maupun

tindakan.

2.2.2 Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial

Menurut Fitriyah dan Jauhar (2014: 233), bentuk-bentuk interaksi yang

mendorong terjadinya lembaga, kelompok dan organisasi sosial adalah sebagai

berikut:

2.2.2.1 Bentuk Interaksi Sosial Menurut Jumlah Pelakunya

1) Interaksi antara individu dan individu

Individu yang satu memberikan pengaruh, rangsangan/ stimulus kepada

individu lainnya. Wujud interaksi bisa dalam bentuk berjabat tangan, saling

menegur, bercakap-cakap, dan mungkin bertengkar.


23

2) Interaksi Antar Individu dan Kelompok

Bentuk interaksi antara individu dengan kelompok, misalnya seorang ustadz

sedang berpidato di depan orang banyak. Bentuk semacam ini menunjukkan

bahwa kepentingan individu berhadapan dengan kepentingan kelompok.

3) Interaksi Antara Kelompok dan Kelompok

Bentuk interaksi seperti ini berhubungan dengan kepentingan kepentingan

individu dalam kelompok lain. Contohnya, satu kesebelasan sepak bola

bertanding melawan kesebelasan lain.

2.2.2.2 Bentuk Interaksi Sosial Menurut Proses Terjadinya

1) Imitasi

Imitasi adalah pembentukan nilai melalui dengan meniru cara-cara orang

lain. Contohnya, seorang anak sering kali meniru kebiasaan-kebiasaan orang

tuanya.

2) Identifikasi

Identifikasi adalah menirukan dirinya menjadi sama denga orang yang

ditirunya. Contohnya, seorang anak laki-laki yang begitu dekat dan akrab

dengan ayahnya suka mengidentifikasikan dirinya sama dengan ayahnya.

3) Sugesti

Sugesti dapat diberikan dari individu kepada kelompok. Kelompok kepada

kelompok dan kepada seorang individu. Contohnya, seorang remaja putus

sekolah akan dengan mudah ikut-ikutan terlibat kenalan remaja tanpa

memikirnya akibatnya kelak.\


24

4) Motivasi

Motivasi juga diberikan dari seorang individu kepada kelompok.

Contohnya, pemberian tugas dari seorang guru kepada muridnya merupakan

salah satu bentuk motivasi supaya mereka mau belajar dengan rajin dan

penuh rasa tanggung jawab.

5) Simpati

Perasaan simpati itu juga disampaikan kepada seseorang/ kelompok orang

atau suatu lembaga format pada saat-saat khusus. Contohnya, apabila

perasaan simpati itu timbul dari seorang perjaka terhadap seorang gadis atau

sebaliknya, maka kelak akan timbul perasaan cinta kasih/ kasih sayang.

6) Empati

Empati itu dibarengi perasaan organisme tubuh yang sangat dalam.

Contohnya, jika kita melihat seseorang celaka sampai luka berat dan orang

itu kerabat kita, maka perasaan empati akan menempatkan kita seolah-oleh

ikut celaka.

Menurut Nasir (2009: 93), ada empat bentuk interaksi sosial yaitu:

1) Kerja Sama (Coorperation)

Suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok manusia untuk

mencapai suatu atau beberapa tujuan bersama. Bentuk kerja sama tersebut

berkembang apabila orang dapat digerakan untuk mencapai suatu tujuan bersama

dan harus ada kesadaran bahwa tujuan tersebut di kemudian hari mempunyai

manfaat bagi semua. Juga harus ada iklim yang menyenangkan dalam pembagian

kerja serta balas jasa yang akan diterima. Dalam perkembangan selanjutnya,

keahlian-keahlian tertentu diperlukan bagi mereka yang bekerja sama supaya


25

rencana kerja samanya dapat terlaksana dengan baik. Kerja sama timbul karena

orientasi orang-perorangan terhadap kelompoknya (yaitu in-group-nya) dan

kelompok lainya (yang merupakan out-group-nya). Kerja sama akan bertambah

kuat jika ada hal-hal yang menyinggung anggota/ perorangan lainnya.

Dalam teori-teori sosiologi dapat dijumpai beberapa bentuk kerjasama yang

biasa diberi nama kerja sama (cooperation). Kerjasama tersebut lebih lanjut

dibedakan lagi dengan:

(1) Kerjasama Spontan (Spontaneous Cooperation) : Kerjasama yang

sertamerta

(2) Kerjasama Langsung (Directed Cooperation) : Kerjasama yang merupakan

hasil perintah atasan atau penguasa

(3) Kerjasama Kontrak (Contractual Cooperation) : Kerjasama atas dasar

tertentu

(4) Kerjasama Tradisional (Traditional Cooperation) : Kerjasama sebagai

bagian atau unsur dari sistem sosial.

Menurut Nasir Abdul dan kawan-kawan (2009: 95), ada lima bentuk kerja

sama ditinjau dari pelaksanaan kerja sama yaitu:

(1) Kerukunan (gotong royong dan tolong menolong)

Kerukunan yang ada di masyarakat tidak pernah diukur dengan biaya atau

tenaga yang telah dikeluarkan, melainkan dilihat dari keikutsertaan anggota

masyarakat akan kegiatan yang dilakukan serta jaminan kebersamaan yang

dibangun.
26

(2) Bargaining

Bargaining merupakan suatu pelaksana perjanjian mengenai pertukaran

barang-barang dan jasa-jasa antara dua organisasi atau lebih.

(3) Kooptasi (cooptation)

Kooptasi merupakan suatu proses penerimaan unsur-unsur baru dalam

kepemimpinan atau pelaksanaan politik dalam suatu organisasi sebagai

salah satu cara untuk menghindari terjadinya kegoncangan dalam stabilitas

organisasi yang bersangkutan.

(4) Koalisi (coalition)

Koalisi merupakan kombinasi antara dua organisasi atau lebih yang

mempunyai tujuan-tujuan yang sama. Koalisi dapat menghasilkan keadaan

yang tidak stabil untuk sementara waktu karena dua organisasi atau lebih

tersebut kemungkinan mempunyai struktur yang tidak sama antara satu

dengan lainnya. Akan tetapi, karena maksud utama adalah untuk mencapat

satu atau beberapa tujuan bersama, maka sifatnnya adalah kooperatif.

(5) Join-venture

Kerjasama dalam pengusahaan proyek-proyek tertentu, misalnya

pengeboran minyak, pertambangan batu bara, perfilman, perhotelan, dst.

2) Persaingan (compettion)

Persaingan atau competition dapat diartikan sebagai suatu proses sosial

dimana individu atau kelompok manusia yang bersaing mencari keuntungan

melalui bidang-bidang kehidupan yang pada suatu masa tertentu menjadi pusat

perhatian umum (baik perseorangan maupun kelompok manusia) dengan cara


27

menarik perhatian publik atau dengan mempertajam prasangka yang telah ada

tanpa mempergunakan ancaman atau kekerasan.

Tipe persaingan terbagi menjadi dua yaitu:

(1) Persaingan Pribadi (rivalry)

Persaingan pribadi yaitu persaingan yang dilatarbelakangi untuk

memuaskan kebutuhan pribadi. Upaya persaingan ini dilandasi untuk

memenuhi kepentingan pribadi tanpa memikirkan orang lain,

implikasinya adalah timbul persaingan sehat dan persaingan tidak sehat.

(2) Persaingan tidak pribadi (nonrivalry)

Persaingan yang tidak pribadi adalah persaingan yang ditunjukkan

dengan meningkatkan kualitas organisasi kelompok melalui

peningkatan kualitas hubungan organisasi kelompok tertentu.

Peningkatan kualitas hubungan biasanya dilakukan organisasi

kelompok dengan meningkatkan tali persaudaraan dan rasa persekutuan

diantara kelompok dengan harapan organisasi kelompok tersebut

sehingga mampu bertahan dan eksis di tengah persaingan global.

Bentuk persaingan ini antara lain persaingan ekonomi, kedudukan dan

peranan, serta persaingan ras.

3) Pertentangan atau Pertikaian (confict)

Pertentangan adalah suatu proses sosial dimana individu atau kelompok

berusaha untuk memnuhi tujuannya dengan jalan menantang pihak lawan yang

disertai dengan ancaman dan atau kekerasan. Biasanya terdapat unsur pemaksaan

kehendak pada individu atau kelompok. Individu atau kelompok hanya berpikir

sangat primitif tanpa memikirkan dampak yang lebih luas. Tipe pertentangan atau
28

pertikaian antara lain mengelompok dengan area yang lebih sempit (tipe vertikal)

dan melembaga dengan area yang lebih luas (tipe horizontal). Bentuk-bentuk

pertentangan antara lain pertentangan pribadi, pertentangan rasial, pertentangan

antar kelas sosial, pertentangan politik dan pertentangan yang bersifat

internasional. Akibat pertentangan yang terjadi adalah:

(1) Tambahnya solidaritas

(2) Goyah dan retaknya persatuan klompok

(3) Perubahan kepribadian individu

(4) Hancurnya harta benda dan jatuhnya korban manusia

(5) Akomodasi, dominasi, dan takluknya salah satu pihak.

4) Akomodasi atau Penyesuain Diri (accomodation)

Beberapa definisi dari akomodasi adalah sebagai berikut:

(1) Menunjuk pada suatu keadaan bahwa akomodasi berarti adanya suatu

keseimbangan (equilibrium) dalam interaksi antar-orang perorangan

atau kelompok manusia dalam kaitannya dengan norma sosial yang

berlaku dalam masyarakat.

(2) Akomodasi sebagai proses yang menunjuk pada usaha-usaha manusia

untuk meredakan suatu pertentangan, yaitu usaha-usaha untuk

mencapai suatu kestabilan.

(3) Secara umum, akomodasi adalah suatu cara untuk menyelesaikan

pertentangan tanpa menghancurkan pihak lawan sehingga pihak lawan

tidak kehilangan kepribadiannya.

Dengan demikian akomodasi merupakan upaya penyeimbangan suatu

perbedaan dalam rangka menciptakan stabilitas internal melalui kesepakatan dan


29

negosiasi dengan jalan musyawarah untuk mufakat tanpa kehilangan kepribadian

sesama dengan anggota kelompok. Akomodasi merupakan pencarian solusi yang

tepat ketika suatu pertentangan atau perbedaan sulit disatukan demi menjaga

keutuhan kelompok.

Menurut Sunaryo (2006) dalam bukunya tentang Psikologi Keperawatan,

bentuk-bentuk akomodasi dapat dibagi menjadi beberapa jenis yaitu:

1) Coercion

Bentuk akomodasi yang prosesnya dilaksanakan karena ada paksaan.

2) Compromise

Bentuk akomodasi di mana pihak yang terlibat saling mengurangi

tuntutannya agar tercapai suatu penyelesaian terhadap perselisihan

3) Arbitration

Suatu cara untuk mencapai compromise apabila pihak-pihak yang

berhadapan tidak sanggup mencapainya sendiri. Dalam hal ini proses

negosiasi biasanya sudah buntu dan memerlukan pihak ketiga untuk

mengatasinya sampai pihak yang bernegosiasi mau bersikap adil dan

proporsional melalui jalan win-win solution.

4) Conciliation

Yaitu suatu usaha untuk mempertemukan keinginan-keinginan dari pihak-

pihak yang berselisih demi tercapainya suatu persetujuan bersama.

5) Tolerantion

Disebut juga tolerant-perticipation yaitu bentuk akomodasi tanpa

persetujuan yang formal bentuknya.


30

6) Stalemate

Yaitu akomodasi di mana pihak-pihak yang bertentangan karena

mempunyai kekuatan yang seimbang berhenti pada suatu titik tertentu

dalam melakukan pertentangannya.

7) Adjudication

Yaitu penyelesaian perkara atau sengketa di pengadilan.

2.2.3 Jenis Interaksi Sosial

Ada empat jenis interaksi sosial dengan lingkungannya, yaitu:

2.2.3.1 Individu dapat bertentangan dengan lingkungannya.

2.2.3.2 Individu dapat memanfaatkan lingkungannya.

2.2.3.3 Individu dapat berinteraksi dengan lingkungannya.

2.2.3.4 Individu dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya

Lingkungan disini bisa berupa lingkungan fisik (alam benda-benda yang

konkret), lingkungan psikis (jiwa, badan, orang-orang dalam lingkungan) serta

lingkungan rohaniah (keyakinan-keyakinan, ide-ide dan filsafat-filsafat yang

terdapat di lingkungan individu).

2.2.4 Proses Interaksi Sosial

Proses interaksi sosial menurut Herbert Blumer dalam Fitriyah dan Jauhar

(2014: 235) adalah tindakan manusia terhadap sesuatu atas dasar makna yang

dimiliki oleh sesuatu. Makna yang dimiliki oleh sesuatu itu berasal dari interaksi

antara seseorang dengan sesamanya. Makna tidak bersifat tetap namun dapat

berubah. Perubahan terhadap makna dapat terjadi melalui proses penafsiran yang

dilakukan orang ketika menjumpai sesuatu. Proses tersebut disebut juga dengan

interpretative process.
31

Interaksi sosial dapat terjadi bila antara dua individu atau kelompok terdapat

kontak sosial dan komunikasi. Kontak sosial merupakan tahap pertama dari

terjadinya hubungan sosial. Komunikasi merupakan penyampaian suatu informasi

dan pemberian penafsiran dan reaksi terhadap informasi yang disampaikan.

Karp dan Yoels menunjukkan beberapa hal yang dapat menjadi sumber informasi

bagi mulainya komunikasi atau interaksi sosial.

Sumber informasi tersebut dapat dibagi dua, yaitu: ciri fisik dan

penampilan. Ciri fisik adalah segala sesuatu yang dimiliki seorang individu sejak

lahir yang meliputi jenis kelamin, usia dan ras. Penampilan disini dapat meliputi

daya tarik fisik, bentuk tubuh, penampilan busana dan wacana.

Interaksi sosial memiliki aturan dan aturan itu dapat dilihat melalui dimensi

ruang dan waktu. Robert Hall membagi ruangan dalam interaksi sosial menjadi 4

batasan jarak, yaitu: jarak intim, jarak pribadi, jarak sosial, dan jarak publik.

Selain aturan, Hall juga menjelaskan mengenai aturan waktu. Pada dimensi waktu

ini, terlihat adanya batasan toleransi waktu yang dapat mempengaruhi bentuk

interaksi. Aturan yang terakhir adalah dimensi situasi yang dikemukan oleh WiI

Thomas. Definisi situasi merupakan penafsiran seseorang sebelum memberikan

reaksi. Definisi situasi ini dibuat oleh individu dan masyarakat.

Terdapat beberapa faktor yang mendorong terjadinya interaksi sosial, yakni:

2.2.4.1 Tindakan sosial

Tidak semua tindakan manusia dinyatakan sebagai tindakan sosial.

Menurut Max Weber, tindakan sosial adalah tindakan seorang individu yang dapat

mempengaruhi individu-individu lainnya dalam masyarakat. Tindakan sosial

dapat dibedakan menjadi 4 macam yaitu:


32

1) Tindakan rasional instrumental: tindakan yang dilakukan dengan

memperhitungkan kesesuaian antara cara dan tujuan.

2) Tindakan rasional berorientasi nilai: tindakan-tindakan yang berkaitan

dengan nilai-nilai dasar dalam masyarakat.

3) Tindakan tradisional: tindakan yang tidak mempertimbangkan rasional

4) Tidakan objektif: tindakan-tindakan yang dilakukan oleh seorang/

kelompok berdasarkan perasaan/ emosi.

2.2.4.2 Kontak Sosial

Dalam kehidupan sehari-hari kontak sosial dapat dilakukan dengan cara:

1) Kontak sosial yang dilakukan menurut cara pihak-pihak berkomunikasi.

Cara kontak sosial itu ada 2 macam yaitu:

(1) Kontak langsung: pihak komunikator menyampaikan pesannya secara

langsung kepada pihak komunikan.

(2) Kontak tidak langsung: pihak komunikator menyampaikan pesannya

kepada pihak komunikan melalui perantara pihak ketiga.

2) Kontak antar individu, antar kelompok serta individu dan kelompok.

(1) Kontak antar individu: bercakap-cakap dengan salah seorang teman.

(2) Kontak antar kelompok

(3) Kontak individu dengan kelompok.

3) Kontak sosial positif dan kontak sosial negatif: Kontak sosial positif

mengarah pada suatu kerja sama, sedangkan kontak sosial negatif mengarah

pada suatu pertentangan atau konflik.

4) Kontak sosial yang dilakukan menurut terjadinya proses komunikasi. Ada 3

macam kontak sosial, yakni:


33

(1) Kontak primer: terjadi apabila individu mengadakan hubungan

langsung bertemu dan bertatap muka, misalnya berjabat tangan dan

saling melempar senyum.

(2) Kontak sekunder: kontak yang memerlukan perantara atau media,

misalnya bertelponan, menyurati dan menelegram.

(3) Komunikasi sosial

Komunikasi artinya berhubungan atau bergaul dengan orang lain.

Orang yang menyampaikan komunikasi disebut komunikator,

sedangkan orang yang menerima komunikasi disebut komunikan. Tidak

selamanya sosial akan menghasilkan interaksi sosial yang baik apabila

proses komunikasinya tidak berlangsungnya secara komunikatif.

Contohnya, pesan yang disampaikan tidak jelas, berbelit-belit, bahkan

mungkin sama sekali tidak dapat dipahami.

2.3 Konsep Dasar Anak Berkebutuhan Khusus

Kemendiknas (2011: 6), anak berkebutuhan khusus (special needs child)

atau ABK adalah anak yang mengalami keterlambatan lebih dari dua aspek

gangguan perkembangan atau anak yang mengalami penyimpangan yang terdiri

dari yaitu : tunanetra, tunarungu, tunadaksa, tunalaras, tunagrahita, autisme, dan

learning disability.

Menurut Astuti (2014: 45), anak berkebutuhan khusus (ABK) adalah

seorang anak yang memilki hambatan dalam aspek penglihatan, pendengaran,

motorik, fisik, mental, emosional, dan sosial. Berbagai hambatan gangguan

kelainan tersebut dapat diakibatkan dari berbagai faktor penyebab, diantaranya


34

adalah dikarenakan adanya kerusakan bentuk/kondisi organ mata, telinga,

fisik/tubuh yang berpengaruh pada gerak, mental emosional dan sosial sehingga

memperngaruhi dalam aktifitas kehidupan sehari-hari. Beberapa bentuk kelainan

yang dimaksud dapat dilihat dan diklasifikasi berat dan ringannya hambatan

diantaranya :

2.3.1 Tunanetra

Tunanetra adalah anak atau seseorang yang mengalami kerusakan

mata/kebutaan/tunanetra.

2.3.2 Tunarungu

Tunarungu adalah anak atau seseorang yang mengalami kerusakan

organ/syaraf telinga berakibat pada ketunarunguan/ketunawicaraan.

2.3.3 Tunagrahita

Tunagrahita adalah anak atau seseorang yang mengalami kerusakan pada

gangguan organ/syaraf otak berakibat pada ketunagrahitaan/ pikir.

2.3.4 Tunadaksa

Tunadaksa adalah anak atau seseorang yang mengami kerusakan pada organ

tubuh dapat berupa kekauan organ gerak, kelayuhan, gangguan koordinasi gerak,

kontraktur sendi.

2.3.5 Tunalaras

Tunalaras adalah anak atau seseorang yang mengalami gangguan emosi dan

sosial.

2.3.6 Tunaganda

Tunaganda adalah apabila apabila seseorang anak mengalami gangguan/

kelainan lebih dari satu macam misalnya tunanetra dan tunarungu.


35

2.3.7 Autis

Autistik adalah anak atau seseorang yang mengalami gangguan pada

perkembangan koordinasi otak.

Dengan berbagai macam gangguan tersebut, maka akan sangat

mempengaruhi kehidupan seseorang dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

2.4 Konsep dasar Anak dengan Autisme

2.4.1 Definisi Anak Autis

Menurut Sunu Christopher (2012: 7), autisme berasal dari kata auto yang

artinya sendiri. Istilah ini dipakai karena mereka yang mengidap gejala autisme

seringkali memang terlihat seperti seorang yang hidup sendiri. Mereka seolah-

oleh hidup di dunianya sendiri dan terlepas kontak sosial yang ada di sekitarnya.

Autisme merupakan salah satu bentuk gangguan tumbuh kembang, berupa

sekumpulan gejala akibat adanya kelainan syaraf-syaraf tertentu yang

menyebabkan fungsi otak tidak bekerja secara norrmal sehinggan mempengaruhi

seseorang. Gejala-gejala autisme terlihat dari adanya penyimpangan dari ciri-ciri

tumbuh kembang anak secara normal.

Autis merupakan gangguan perkembangan yang mempengaruhi beberapa

aspek bagaimana anak melihat dunia dan bagaimana belajar melalui

pengalamannya. Anak-anak dengan gangguan autis biasanya kurang dapat

merasakan kontak sosial. Mereka cenderung menyendiri dan menghindari kontak

dengan orang lain. Orang di anggap sebagai suatu objek (benda) bukan sebagai

objek yang dapat berinteraksi dan berkomnukasi. Monks, dkk (1988) menuliskan

bahwa autistik berasal dari kata Autos yang berarti Aku. Dalam pengertian
36

non ilmiah dapat diinterpretasikan bahwa semua anak yangg mengarah kepada

dirinya sendiri disebut autistik.

Gangguan pada anak autistik terdapat kelompok ciri-ciri yang tersedia

sebagai kriterria untuk mendiagnosis autisik. Hal ini terkenal dengan istilah

Wings Triad Of Impairment yang dicetuskan Lorna Wing dan Judy Gould.

(Jordan, 2001; Jordan & Powell, 1995; Wall, 2004 ; Yuwono, 2006). Tiga

gangguan yang ditulis oleh Wing dijabarkan secara berbeda dalam tulisan Jordan

(2001) dan wall (2004) meskipun secara diskriptif memilki kesamaan. Jordan

menuliskan tiga gangguan tersebut terdiri dari interaksi sosial, bahasa dan

komunikasi, pikiran dan perilaku. Sedangkan Wall menuliskan interaksi sosial,

komunikasi dan imajinasi. Perbedaan hanya pada istilah pikiran dan perilaku

dengan imajinasi. Tetapi keduanya menjabarkan dalam manifestasi yang tidak

jauh berbeda.

Berdasarkan paparan definisi di atas, penulis menarik kesimpulan bahwa

autistik adalah gangguan perkembangan neurobiologis yang sangat komplek/berat

dalam kehidupan yang panjang, yang meliputi gangguan pada aspek perilaku,

interaksi sosial, komunikasi dan bahasa, serta gangguan emosi dan persepsi

sensori bahkan pada aspek motoriknya. Gejala autistik muncul pada usia sebelum

3 tahun.

2.4.2 Penyebab Autistik

2.4.2.1 Kelainan Anatomis Otak

Kelainan pada bagian-bagian tertentu yang meliputi cerebellum (otak

kecil), lobus parientalis, dan sistim ini mencerminkan bentuk-bentuk perilaku

berbeda yang muncul pada anak-abak autis.


37

1) Cerebellum otak kecil merupakan bagian otak yang mengatur kemampuan

berbahasa, perhatian, kemampuan berpikir, daya ingat, dan proses sensoris.

Kelainan ini menyebabkan terganggunya fungsi-fungsi yang berkaitan

dengan kemampuan diatas.

2) Kelainan pada lobus parientalis ini menyebabkan munculnya perilaku tidak

peduli pada lingkungan yang disekitarnya.

3) Sistem limbik yang terdiri dari hypocampus dan amygdala adalah bagian

otak yang bertanggungjawab terhadap pengaturan emosi. Munculnya

perilaku agresivitas atau emosi naik turun dan kesulitan untuk

mengendalikan disebabkan adanya kelainan bagian ini. Amygdala juga

bertanggung jawab terhadap pengelolaan rasa takut, dan berbagai

rangsangan sensoris seperti penciuman, rasa, perabaan, dan penglihatan.

Sedangkan hypocampus membantu kita dalam proses belajar dan daya ingat

dalam menyimpan informasi baru. Salah satu ciri yang menandai autisme

antara lain adalah perilaku yang impulsif untuk mengulang-ulang gerakan

tertentu, ini juga disebabkan adanya kelainan pada hypocampus.

2.4.2.2 Faktor Pemicu tertentu saat Kehamilan

Beberapa faktor yang memicu munculnya autisme pada masa kehamilan

terjadi pada masa kehamilan 0-4 bulan, bisa diakibatkan karena :

1) Polutan logam berat (Pb, Hg, Cd, Al).

2) Infeksi (toksoplasma, rubella, candida, dan sebagainya)

3) Zat aditif (pengawet, pewarna, MSG)

4) Hiperemesis (muntah-muntah berat)

5) Perdarahan berat
38

6) Alergi berat

2.4.2.3 Zat-Zat aditif yang mencemari otak anak

Beberapa faktor yang berpotensi menjadi penyebab autisme pada anak

autistik, antara lain:

1) Asupan MSG (monosodiumglutamat)

2) Protein tepung terigu (gluten), protein susu sapi (kasein)

3) Zat pewarna

4) Bahan pengawet

5) Bahkan beberapa ahli juga berpendapat bahwa jenis imunisasi seperti

MRR dan Hepatitis B pada bayi dapat menjadi pemicu munculnya

autisme (meskipun hal ini masih menjadi perdebatan)

6) Polutan garam berat. Dari hasil tes darah dan beberapa rambut anak

autis ditemukan kandungan logam berat dan beracun seperti arsenik,

antimoni, kadmium (Cd), air raksa (Hg) atau timbal (Pb). Diduga

kemampuan tubuh anak autis tidak mampu melakukan seksresi

terhadap logam berat akibat masalah yang sifatnya genetis.

2.4.2.4 Gangguan Pencernaan

Gangguan sistem pencernaan, seperti kurangnya enzim sekretin diketahui

berhubungan dengan munculnya gejala autisme. Kasus semacam ini ditemukan

pada seorang penderita autis bersama Parker Back pada tahun 1997. Selain itu,

dari hasil pemeriksaan usus anak-anak yang mengalami autistime ditemukan

adanya gangguan berupa peradangan diususya. Dari hasil penelitian, peradangan

ini diketahui disebabkan oleh virus campak, hal ini menjadi penyebab banyak

orang tua yang akhirnya menolak memberikan vaksinasi MMR (measies, mumps,
39

rubella) pada anak-anaknya karena dicurigai memiliki kontribusi menjadi

penyebab autisme pada anak. Beberapa bentuk gangguan pencernaan juga

membuat anak tidak mampu memecah rantai protein dari makanan yang

dimakannya dengan sempurna (biasanya kasein yang merupakan protein dari

gandum-ganduman), sehingga akibatnya rantai protein yang tidak terpecah

dengan sempurna tersisa menjadi rantai-rantai pendek yang disebut peptida. Di

otak, peptida ini disergap oleh reseptor penerima opioid. Opioid yang berlebihan

diotak anak bekerja seperti morfin yang mengacaukan otak anak.

2.4.2.5 Kekacauan Interpretasi dari Sensori

Yang menyebabkan stimulus dipersepsi secara berlebihan oleh anak

sehingga menimbulkan kebingungan juga menjadi salah satu penyebab autisme.

2.4.2.6 Jamur yang Muncul di Usus Anak

Akibat pemakaian antibiotik yang berlebihan juga dapat menyebabkan

gangguan pada otak, karena jamur ini dapat menyebabkan kebocoran usus dan

tidak tercernanya kasein dan gluten dengan baik sehingga protein yang ada tidak

terpecag dengan sempurna dalam aliran darah ke otak.

2.4.3 Ciri-Ciri anak Autis

Gangguan pada anak autis terdapat ciri-ciri yang disediakan sebagai kriteria

untuk mendiagnosis autistik. Hal ini terkeanl dengan istilah Wings Triad of

Impairment yang dicetuskan oleh Lorna Wing dan Judy Gould. Meskipun ada

perbedaan dalam pemilihan kata dari ketiga gangguan anak autistik, penulis

membagi dalam tiga gangguan yakni perilaku, interaksi sosial, dan komunikasi

dan bahasa. Tiga gangguan ini memilki saling keterkaitan.


40

Jika perilaku bermasalah maka dua aspek interaksi sosial dan komunikasi

dan bahasa akan mengalami kesulitan dalam berkembang. Sebaliknya bila

kemampuan komunikasi dan bahasa anak tidak berkembang, maka anak akan

kesulitan dalam mengembangkan perilaku dan interaksi sosial yang bermakna.

Demikian pula jika anak memiliki sesulitan dan berinteraksi sosial. Implikasi

terhadap penanganannya atas pemahaman ini adalah penanganan yang bersifat

integrated (keterpaduan) karena sifat masalah anak autistik yang tidak dikotomis.

Ciri-ciri anak autistik yang dapat diamati sebagai berikut:

1) Perilaku

(1) Cuek terhadap lingkungan

(2) Perilaku tak terarah, mondar-mandir, lari-lari, manjat-manjat, berputar-

putar, lompat-lompat dan sebagainya.

(3) Kelekatan terhadap benda tertentu

(4) Perilaku tak terarah

(5) Rigid routine

(6) Tantrum

(7) Obsessive-compulsive behavior

(8) Terpaku terhadap benda yang berputar atau benda yang bergerak

2) Inteaksi sosial

(1) Tidak mau menatap mata

(2) Dipanggil tidak menoleh

(3) Tidak mau bermain dengan teman sebayanya

(4) Asyik/ bermain dengan dirinya sendiri

(5) Tidak ada empati dalam lingkungan sosial


41

3) Komunikasi dan Bahasa

(1) Terlambat berbicara

(2) Tidak ada usaha untuk berkomunikasi secara non verbal dengan bahasa

tubuh

(3) Meracau dengan bahasa yang tidak dipahami

(4) Membeo (echolalia)

(5) Tak memahami pembicaraan orang lain

Hal-hal lain yang berkaitan dengan ciri-ciri anak autistik yang

menyertainya seperti gangguan emosional seperti tertawa dan menangis tanpa

sebab yang jelas, tidak dapat berempati, rasa takut yang berlebihan dan

sebagainya. Hal lain adalah koordinasi motorik persepsi sensori misalnya

kesulitan dalam menangkap dan melempar bola, melompat, menutup telinga bila

mendengar suara tertentu, car call, klakson mobil, suara tangisan bayi dan sirine,

menjilat-jilat benda, mencium benda, tidak dapat merasakan sakit memahami

bahaya dan sebagainya serta gangguan perkembangan kognitif anak.

2.4.4 Klasifikasi Anak Autistik

Wing dan Gould dalam Hadis (2006: 48), mengklasifikasikan anak autistik

menurut tipe interaksi sosial menjadi tiga kelompok yaitu:

2.4.4.1 Grup aloof

Grup aloof merupakan ciri yang klasik dan banyak diketahui orang dan ini

sangat sesuai dengan deskripsi autisme infantil klasik oleh Leo Kanner pada tahun

1943. Anak autistik kelompok ini sangat menutup diri untuk berinteraksi dengan

orang lain. Bila anak autistik berdekatan dengan orang lain, anak autistik tersebut

merasa tidak nyaman dan marah. Anak autistik juga menghindari kontak fisik dan
42

sosial, walaupun kadang-kadang masih mau bermain secara fisik. Kadang anak

autistik masih dapat mendekati orang lain untuk keperluan makan, atau duduk

dipangkuan orang lain sejenak, kemudian berdiri tanpa memperlihatkan mimik

apapun. Keengganan berinteraksi lebih nyata terhadap anak yang sebaya

dibandingkan interaksi terhadap orang tuanya.

2.4.4.2 Grup pasif

Grup atau kelompok anak jenis ini tidak berinteraksi secara spontan, tetapi

tidak menolak usaha interaksi dari pihak lain, bahkan kadang-kadang

menunjukkan rasa senang. Kelompok anak autistik jenis ini dapat diajak bermain

bersama, tetapi tetap pasif. Anak ini dapat meniru bermain, tetapi tanpa imajinasi,

berulang dan terbatas.

2.4.4.3 Grup Aktif Tetapi Aneh

Pada kelompok ini, anak autistik dapat mendekati orang lain, mencoba

berkata dan bertanya tetapi bukan untuk kesenangan atau tujuan interaksi sosial

secara timbal balik. Kemampuan anak ini untuk mendekati orang lain kadang

berbentuk fisik, sangat melekat terhadap orang lain, walaupun orang lain tersebut

tidak menyukainya. Kemampuan bicaranya seringkali lebih baik jika

dibandingkan dengan grup lainnya, tetapi tetap ditandai dengan keterlambatan

bicara, dan ciri aneh lainnya. Bicaranya anak ini aneh, karena mereka

mengucapkan kata-kata atau kalimat yang sudah didengar sebelumnya, tanpa

memandang situasi dan tanpa pengertian. Intonasinya menoton, kontrol napas dan

kekerasan suaranya abnormal (berkelainan). Komunikasi non verbal juga

mengalami gangguan. Mimik anak ini terbatas dan kontak mata dengan orang lain

tidak sesuai, kadang bahkan terlalu lama.


43

2.4.5 Perilaku Anak Autis

Semua yang kita lakukan dapat diisebut sebagai perilaku. Senyum, makan,

minum, berjalan, menangis dan berbicara merupakan perilaku (behavior). Dalam

tahap awal perkembangan, semua perilaku tersebut diharapkan dan didorong akan

muncul pada tahap perkembangan dan pertumbuhan. Sebagian dari perilaku

menunjukkan perilaku yang baik, dapat diterima dan tepat. Tetapi kadang

sebagian orang memiliki masalah dalam perilakunya.

Menurut Yuwono (2012: 43) ada beberapa bentuk perilaku anak autistik

menunjukkan keberadaan yang mencolok dibanding dengan anak-anak pada

umumnya. Perbedaan perilaku anak autistik nyata berbeda berkaitan dengan

perkembangan perilaku anak-anak seusianya. Beberapa perilaku yang dapat

ditunjukkan dalam situasi-situasi sebagai berikut:

1) Anak tidak melakukan dengan tepat sesuai dengan lingkungan sekitar.

2) Perilaku anak-anak tidak sesuai dengan apa yang diharapkan dari teman-

teman sebayanya.

3) Anak-anak tidak melakukan apa yang kita ingin mereka lakukan atau ketika

kita ingin mereka untuk melakukan sesuatu atau bagaimana kita ingin hal itu

dilakukan.

2.4.5.1 Aggressive

Meskipun tidak semua anak autistik menunjukkan perilaku aggresive, tapi

ini merupakan gejala yang sangat umum. Perilaku yang menunjukkan kemarahan

yang meledak-ledak dan seketika pada anak autistik merupakan hal yang umum.

Bentuk perilaku anak-anak autistik ini seperti menendang, memukul atau

melempar dengan merusak benda yang ada disekitarnya. Perilaku ini bukan
44

merupakan bentuk dari kemanjan atau kenakalan. Perilaku agresif merupakan

symptom dari gangguan, bukan sebagai akibat dari keterampilan yang bersifat

parenting yang buruk. Yang membedakan perilaku agresif pada anak autistik

dengan anak-anak pada umumnya adalah bahwa perilaku agresif pada anak-anak

autistik menunjukkan agresifitas yang berlebihan dan penyebabnya terkadang

terkesan sangat sederhana (bagi kita) dan terjadi secara tiba-tiba seperti tidak

nyata penyebab kejadiannya.

Bentuk dari perilaku agresif anak-anak autistik dimanifestasikan dalam

berbagai bentuk menyerang orang lain seperti memukul, mencambak,

menendang-nendang, memberantakan benda atau menggigit orang lain. Alasan

munculnya perilaku ini pada umumnya karena kebutuhan/ keinginan anak tidak

terpenuhi meskipun masalahnya sangat sepele (bagi kita) misalnya mainan

kesukaan diambil, posisi benda yang ditata secara berdereh berubah, dilarang

main air dan sebagainya.

2.4.5.2 Self Injury

Self injury merupakan bentuk perilaku anak-anak autistik yang

dimanifestasikan dalam bentuk menyakiti diri sendiri. Perilaku ini muncul dan

meningkat dikarenakan beberapa masalah seperti rasa jemu, stimulus yang kurang

atau kebalikannya yakni adanya stimulus yang berlebihan. Ada juga yang

mungkin disebabkan secara langsung yang berkaitan biologis.

Beberapa kasus perilaku yang menyakiti diri sendiri seperti menjambak

rambut, menggigit dan membenturkan kepalanya sendiri kedinding atau di atas

lantai. Perilaku ini muncul secara spontan dan dilakukannya tanpa ragu-ragu,

sungguh-sungguh. Beberapa anak autistik yang memiliki perilaku ini tidak


45

menunjukkan rasa sakit nmeskipun kenyataan akibat dari perilakunya

menunjukkan adanya bekas benjol atau atas benturan kepala dengan lantai atau

dinding, berdarah atau membiru pada bagian tubuh tertentu sebagai bekas

gigitannya sendiri. Rasa sakit yang ditimbulkan respom secara singkat. Hal ini

menunjukkan adanya indikasi beberapa kasus anak autistik yang memiliki

masalah dengan fungsi sensorinya dimana seperti sama sekali tidak merasakan

rasa sakit yang sedang dialaminya.

2.4.5.3 Rigid Routines

Rigid routines diartikan sebagai perilaku anak autistik yang cenderung

mengikuti pola dan urutan tertentu dan ketika pola atau urutan itu berubah anak

autistik menunjukkan ketidaksiapan atas perubahan tersebut. Beberapa kasus yang

sederhana seperti urutan jalan ketika pergi ke sekolah, jenis pakaian yang

dikenakan, perubahan ruang belajar atau terapi hingga perubahan jadwal terapi

dengan guru yang berbeda.

Beberapa anak-anak autistik akan toleran terhadap perubahan yang terjadi

di lingkungan sekitar, tetapi menjadi sangat cemas dan bingung/ terganggu

dengan perubahan sekecil apapun di lingkungannya. Aktivitas atau peristiwa yang

mereka harapkan tetap sama. Anak-anak autistik mengembangkan perilaku

rutinitas, dimana hal tersebut jarang atau sulit dihilangkan dan perilaku ini dapat

menjadi tidak terkontrol dan terlalu mengganggu dalam proses belajar. Contoh

yang sering dijumpai adalah anak autistik yang cenderung belajar dengan guru

tertentu, jam tertentu dan belajar dengan materi serta alat peraga tertentu. Ketika

guru memiliki hambatan untuk hadir dan digantikan dengan guru lain, beberapa

kasus anak-anak autistik kebingungan dan menolak. Beberapa kasus anak autistik
46

sangat rigid dengan pola duduk saat terapi berlangsung dan respon terhadap

materi yang diberikan oleh guru. Anak-anak autistik cenderung memperlihatkan

perubahan yang terjadi sekecil apapun di lingkungannya. Mereka sangat peka

terhadap perubahan yang terjadi didalam kehidupan sehari-hari. Perilaku ini

bukan hanya menunjukkan kelemahan, tetapi perilaku ini merupakan satu bagian

untuk tetap menjalin hubungan dengan orang lain. Karena tidak memiliki

pemahaman komunikasi verbal maupun non verbal yang memadai, maka mereka

tergantung dengan keadaan rutinitas yang mudah diketahui dan melakukan

kegiatan fisik agar dapat berhubungan dengan dunia luar yang tidak diketahui.

2.4.5.4 Self Stimulation

Leaf dan McEachin (1999) menuliskan bahwa perilku self stimulation

merupakan salah satu ciri utama yang terdapat dalam mendiagnosis anak autistik.

Perilaku ini adalah berulang-ulang stereotype yang tidak untuk menyediakan

beberapa fungsi lain diluar sensori grafitasi. Ketika anak autistik terlibat dalam

self stimulation, maka perhatiannya biasanya tertuju penuh pada perilaku tersebut

dan anak dipastikan tidak dapat memproses informasi penting. Hal ini sangat

berkaitan dengan belajar. Perilaku ini semakin menguatkan individu autistik dan

sering kesulitan mendorongnya untuk mengurangi perilaku tersebut.

Selanjutnya, Leaf dan McEachin (1999) dalam Yuwono (2012: 50),

membagi beberapa perilaku self stimulation ini. Kategori pertama adalah gerak

tubuh. Hal ini termasuk berayun-ayun, hand flapping, dan memutar-mutar badan

sendiri. Tatapan merupakan bentuk visual self stimulation seperti memperhatikan

sesuatu garis visual yang melintang bergerak seperti melihat melalui rusuk-rusuk

pagar. Kategori yang kedua, self stimulation menggunakan objek bertujuan untuk
47

mencari input sensori contohnya flapping menggunakan kertas, daun, melilitkan

tali pada jari, memutar objek, memutar roda mobil, mengayak pasir, memercikan

air dan menjumput-jumput kain. Seringkali anak autistik berinteraksi dengan

benda-benda melalui bermain. Kategori ketiga, ritual dan obsessions. Perilaku ini

termasuk menyusun objek dalam satu deret, memegang/ kelekatan terhadap

benda, memakai pakaian yang sama, menuntut sesuatu yang tidak berpindah

(furniture), berbicara terus-menerus dengan topik tertentu (verbal perseveration),

menutup pintu dan masalah dengan perpindahan benda. Hal ini seringkali

melibatkan aturan yang anak kembangkan dan menuntut orang lain untuk

mengikuti aturan.sebagaimana perilaku obsesi, aturan tersebut sungguh-sungguh

terlibat dalam kehidupan sehari-hari. Saking kuatnya dan menjadi sangat melekat

sehingga anak menjadi menolak untuk mengubah obsesinya.

Self stimulation pada anak autistik terjadi pada waktu anak merasa bosan

atau tertekan/ tidak nyaman. Ketika perilaku ini muncul dengan keasyikan yang

tinngi, anak tidak akan dapat belajar. Tetapi sebenarnya fungsi dari perilaku ini

adalah untuk mengurangi frustasi, tekanan (stress) dan fungsi adaptasi dan

perspektif anak atas stimulus yang hadir.

2.4.5.5 Perilaku Sosial anal Autistik

Perilaku sosial menyebabkan seseorang dapat berhubungan dengan

lingkungan dan berinteraksi dengan orang lain dalam lingkungan sosialnya. Jika

anak mengabaikan kehadiran orang lain disekitarnya maka anak tersebut memiliki

masalah dalam perilaku sosial.

Beberapa gangguan anak autistik dalam memahami komunikasi

menyebabkan masalah dalam mengembangkan perilaku sosial ini. Beberapa anak-


48

anak autistik memiliki perilaku yang cenderung bergerak kesana-kemari, bersuara

sendiri, menggigit, menggaruk-garuk, mengotak-atik sesuatu ditangannya ataupun

flapping (mengepak-kepakan tangannya). Perilaku sosial ini dikatakan tidak

komunikatif, tetapi sebenarnya perilaku tersebut sebagai upaya untuk

berkomunikasi dan berinteraksi dengan lingkungan sosialnya dalam berbagai

situasi. Hal ini membuktikan bagaimana keterkaitan anatara perilaku sosial yang

dipengaruhi oleh pemahaman komunikasi. Perilaku sosial anak autistik yang

muncul terlihat tidak singkron dengan nilai-nilai sosial di lingkungannya. Hal ini

dikarenakan anak-anak autistik tidak memahami sebagian besar nilai-nilai sosial

yang berlaku sehingga orang kebanyakan yang tidak memahami kondisi anak

autistik maka yang terjadi adalah marah dan kemungkinan apa orang tuanya

tidak bisa mendidik?. Perilaku sosial ini sebaiknya diajarkan dan diterapkan

secara rutin dan konsisten. Tata laksana perilaku yang rutin, konsisten dan

pembiasaan yang sesuai dengan situasi dan kebutuhan anak merupakan bagian

yang penting. Tetap ajarkan dan latih dalam kehidupan sehari-hari sesuai

kontekstual dari lingkungan sosial anak. Memulai dalam lingkungan yang sangat

kecil misalnya keluarga, teman bermain, di palygroup atau taman kanak-kanak

merupakan bagian yang pentng.

2.4.5.6 Fixations

Setiap anak autistik memiliki minat dan kesenangan dengan objek atau

aktivitas tertentu. Sebuah benda atau aktivitas yang menjadi favorit bagi anak

autistik misalnya perilaku yang menyukai angka-angka dan alfabetik, membaca

buku, minat terhadap peristiwa penting (sebut sejarah), nama-nama tempat

bersejarah, jenis-jenis mobil, menyanyi atau menggambar.


49

Beberapa literatur menunjukkan bahwa anak autistik dapat mengarahkan

fixation masa kecilnya menjadi karir. Dalam buku yang berjudul Teaching

Children with Autism (noname) memberikan beberapa kasus fixation masa pada

minat anak autistik pada masa kecil menjadi sesuatu yang luar biasa di masa

dewasanya. Bemporad (1979) melaporkan kasus dimana fixation masa kanak-

kanak terhadap matematika dapat membentuk dasar karir dalam bidang pelaporan

finansial fiskal. Kenner (1943) juga melaporkan adanya 11 kasus autistik dan

ternyata 6 orang gagal, 2 tak diketahui, sebagian sembuh dan 2 berhasil. Yang

paling berhasil yaitu yang pada masa kecilnya mengalami fixation dalam

berhitung dan sekarang bekerja sebagai kasir bank. Tujuan dari kegiatan ini

adalah mencapai perkembangan anak yang maksimal sesuai minat yang

diharapkan. Dengan demikian pada saat nanti anak akan besar diharapkan

memiliki keterampilan hidup pada bidang bahasa ataupun geografi.

2.4.6 Komunikasi dan Bahasa Pada Anak Autistik

Komunikasi merupakan proses di mana individu bertukar informasi dan

menyampaikan pikiran serta perasaan, dimana ada pengirim pesan yang

mengkodekan/memformulasikan pesan dan penerima menkodekan

pesan/memahami pesan. Bahasa sebagai alat berkomunikasi yakni untuk

mempermudah pesan disampaikan dan dipahami. Proses komunikasi terjadi

melalui bahasa. Bentuk bahasa dapat berupa isyarat, gesture, tulisan, gambar dan

wicara. Anak-anak autistik memilki kesulitan untuk berkomunikasi dalam bahasa,

sekalipun dalam bahasa isyarat ataupun gesture. Mereka kesulitan untuk

menyampaikan pesan dan menerima pesan.


50

2.4.6.1 Komunikasi Non Verbal Anak Autistik

Keterlambatan komunikasi dan bahasa merupakan ciri yang menonjol dan

selalu dimilki oleh anak autitik. Perkembangan komunikasi dan bahasanya sangat

berbeda dengan perkembangan anak pada umumnya. Sebagian dari mereka cara

berkomunikasi dengan non-verbal communication, karena sebagian besar dari

mereka belum dapat berbicara. Menurut Yuwono (2012: 67) mengutip tulisan

Harlock (1978) perkembangan anak-anak pada umumnya, sejak usia diri, bayi

mulai muncul kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bahasa non

verbal yang disebut dengan pre speech yakni berupa gerak isya;at/ gesture ,

tangisan, mimik dan sebagainya. Tahap ini bersifat sementara sebelum anak dapat

menguasai keterampilan berbahasa yang memadai untuk menggunakan kata-kata

yang berarti dan dapat dipahami baik dipahami oleh dirinya sendiri dan orang

lain. Fungsi bahasa isyarat dalam perkembangan anak adalah sebagai pengganti

atau pelengkap bicara. Sebagai pengganti bicara, isyarat menggantikan kata yaitu

gagasan yang ingin disampaikan kepada orang lain melalui gerakan tertentu.

Anak-anak autistik kesulitan dalam menggunakan bahasa isyrata sebagai

alat komunikasi non verbal, meskipun kemampuan menunjukan benda yang

diinginkan, mengangguk atau menggelengkan kepala sebagai tanda setuju atau

tidak setuju. Berdasarkan penulis, anak-anak autistik pada usia dini 2-3 tahun

sebagian besar, jarang ditemukan memiliki kemampuan komunikasi ini. Anak-

anak autistik, sebagian besar menunjukkan kemampuan pre speech dalam bentuk

menarik tangan bila anak menginginkan sesuatu. Anak-anak autistik menunjukkan

kesulitan dalam memberi informasi tentang keinginannya untuk kencing ataupun

buang air besar. Mereka cenderung kencing dan buang air besar dicelana. Anak
51

autistik membutuhkan rancangan dan strategi serta pendekatan pembelajaran

untuk meningkatkan kemampuan komunikasi non verbal ini secara tepat.

2.4.6.2 Receptive Dan Expresive Language

1) Receftive Language

Secara sederhana, Maurice (1996) dalam Yuwon (2012: 63) mendefinisikan

kemampuan bicara reseptif adalah kemampuan anak dalam mendengar dan

memahami bahasa. Definisi yang cukup lengkap tentang Receptive language

dituliskan oleh Tilton (2004) yakni kemampuan pikiran manusia untuk

mendengarkan bahasa bicara dari orang lain dan menguraikan hal tersebut dalam

gambaran mental yang bermakna atau pola pikiran, dimana dipahami dan

digunakan oleh penerima. Sebagai contoh sederhana dalam kesulitan bahasa

reseptif pada anak-anak autistik adalah ketika mereka diberikan instruksi untuk

mengambil sesuatu ambil bola!, anak autistik tidak dapat merespon dengan baik

dan benar. Hal ini dikarenakan anak tersebut kesulitan dalam memahami apa

maksud dari kata ambil dan bola itu sendiri.

2) Expresive Language

Expresive Language adalah penggunaan kata-kata dan bahasa secara verbal

untuk mengkomunikasikan konsep atau pikiran. Jika anak autistik sudah memiliki

kemampuan ini, maka mereka memiliki beberapa tingkat kemampuan reseptif.

Anak-anak autistik belajar mengekspresikan bahasa dengan imitasi melalui orang

tua mereka. Mereka belajar bahwa bahasa sebagai alat untuk berkomunikasi. Kata

pertama ketika anak mulai berkata-kata sebenarnya tanda bahwa bahasa reseptif

itu telah bekerja secara efektif. Bahasa ekspresif diartikan sebagai kemampuan

anak dalam menggunakan bahasa bak secara verbal, tulisan, symbol, isyarat
52

ataupun gesture. Anak-anak pada umumnya, mereka dapat melalui perkembangan

bahasa ekspresifnya mulai dari menggunka isyarat, bahasa lisan, simbol, hingga

tulisan dengan baik ketika mereka sudah menginjak di bangku sekolah dasar.

2.4.6.3 Echolalia

Echolalia merupakan bentuk pengulangan kata atau prase orang lain. Pada

usia tertentu, sebelum usia 2 tahunan, anak mengalami proses echolalia

(membeo). Demikian pula dengan anak-anak autistik, tetapi yang membedakan

adalah derajat echolalianya dan lama/waktu dalam tahap perkembangan ini. Anak-

anak umumnya pada masa ini cukup singkat dan derajat echolalia yang cepat

berubah menjadi fungsional dan bermakna sosial yang lebih baik. Sedangkan pada

anak-anak autistik cenderung ditemukan echolalia yang derajatnya tinggi dan

kurang bermakna. Berdasarkan pengalaman penulis, ada beberapa kasus anak

autistik yang masa echolalianya cukup lama, 2-3 tahun lebih. Hal ini ditunjukkan

oleh anak autistik yang mengulangi pertanyaan yang sederhana ini siapa?, anak

menjawab :siapa, meskipun anak sudah mengenali dirinya sendiri, namun tetap

kesulitan untuk menjawabnya.

2.4.6.4 Perkembangan Komunikasi Anak Autistik

Menurut Susman (1999) dalam Yunowo (2012: 71) perkembangan

komunikasi anak autistik dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kemampuan

berinteraksi, cara anak berkomunikasi, alasan dibalik komunikasi yang dilakukan

anak dan tingkat pemahaman anak. Selanjutnya ia menuliskan bahwa

perkembangan berkomunikasi anak autistik berkembang melalui empat tahapan :

Pertama, The Own Agenda Stage. Pada tahap ini anak cenderung bermain sendiri

dan tampak tidak tertarik pada orang-orang disekitar. Anak belum memahami
53

bahwa dengan komunikasi dapat mempengaruhi orang lain. Untuk mengetahui

keinginannya kita dapat memperhatikan gerak tubuh dan ekspresi wajahnya. Anak

dapat berinteraksi cukup lama dengan orang yang sudah dikenalnya, namun ia

akan kesulitan dan menolak berinteraksi dengan orang baru dikenalnya. Ia akan

menangis atau berteriak bila merasa terganggua aktifitasnya atau menolak

terhadap aktiftas bermainnya. Kedua, The Requester Stage. Pada tahap ini anak

autistik sudah menyadari bahwa perilakunya dapat mempengaruhi orang lain. Bila

menginginkan sesuatu ia akan menarik tangan dan mengarah ke benda yang

diinginkannya. Aktivitas yang di sukainya masih bersifat fisik seperti : bergular,

ciluk ba, lari, lompat, digiliklitik dan sebagainya. Anak dapat mengenal perintah

sederhana, tetapi responnya belum konsisten. Ia juga sudah dapat melakukan

kegiatan yang bersifat rutinitas. Ketiga, The Eary Communication Stage. Pada

tahap ini, kemampuan komunikasi anak autistik lebih baik karena melibatkan

gestur, suara dan gambar. Ia dapat berinteraksi cukup lama dan menggunakan satu

bentuk komunkasi meski dalam situasi khusus. Inisiatif anak untuk berkomunikasi

masih terbatas seperti : mau makan, minum atau benda-benda/kegiatan yang

disukai saja. Pada tahap ini anak telah mengulang hal-hal yang didengar, mulai

memahami isyarat visual/ gambar dan memahami kalimat-kalimat sederhana yang

diucapkan. Keempat, The Partner Stage. Pada tahap ini merupakan fase yang

paling efektif. Bila kemampuan bicaranya baik, maka ia berkemungkinan dapat

melakukan percakapan sederhana. Anak telah dapat menceritakan kejadian yang

telah lau, meminta keinginan yang belum terpenuhi dan mengekspresikan

perasaannya. Namun demikian, anak masih cenderung menghafal kalimat dan

sulit menemukan topik baru dalam percakapan.


54

2.4.7 Dimensi Interaksi Sosial Anak Autistik

Interaksi sosial merupakan kesulitan yang nyata bagi anak autistik untuk

melakukan transaksi sosial dengan lingkungannya. Anak autistik kurang dapat

mempertahankan kontak, dingin terhadap ekspresi, sulit untuk terlibat dalam

ekspresi emosional, membaca ekspresi muka ibunya dan menafsirkannya nilai

hubungan emosional. Dimensi perkembangan sosial memiliki signifikansi yang

luar biasa dalam dunia autistik. Dalam dimensi ini jelas sekali bagaimana level

perkembangan sosial anak autistik mempengaruhi aspek dalam belajar dan

perilaku. Hal ini bukanlah merupakan sesuatu kekurangan sederhana yang

menghalangi bagi mereka untuk menjadi sociable, tetapi pada keadaan ini pada

umumnya mereka semakin terhalangi dalam proses transaksi sosial, dimana

merupakan kerangka untuk memandang dunia yang ada.

2.4.7.1 Tanda-tanda Awal Keterasingan Sosial

Anak-anak autistik sering kali ditandai dengan perilaku yang suka

mengasingkan diri/ menyendiri, meskipun dalam ruangan yang penuh dengan

teman sebayanya ataupun anggota keluarganya. Sebagian besar laporan dari

orangtua yang memilki anak autistik mengatakan bahwa anak mereka lebih

memilih aktifitasnya sendiri.

2.4.7.2 Tidak Mampu Berteman Dengan Teman Sebaya

Kesulitan untuk menjalin hubungan dengan teman sebayanya merupakan

hal yang paling mencolok sebagai ciri anak autistik dimana ketika anak autistik

digabungkan dengan teman seusianya, maka ada beberapa kemungkinan perilaku

sosial yang salah atau ganjil. Anak autistiik tidak akan bergabung dalam aktifitas
55

sosial dan memilih terpisah dari kelompok temannya atau ia tetap berada dalam

kelompok tetapi keberadaannya tidak terlibat atmosfer kelompok.

2.4.7.3 Theory Of Mind (TOM)

Theory Of Mind (TOM) diperkenalkan pertama kali oleh Premack dan

Woodruff tahun 1978. Mereka mengatakan bahwa TOM merupakan pemahaman

teoritik yang mengacu pada gambaran tentang beliefs (ide dan pemikiran) dan

desires (harapan) orang-orang dewasa atau anak-anak terhadap orang lain, yang

akhirnya dapat menjelaskan perilaku orang lain. TOM dapat dikatakan sebagai

hubungan antara berpikir tentang pikiran (Van Tiel, 2008). Secara luas TOM

berkaitan dengan sosial kognitif pada anak autistikk didefinisikan oleh beberapa

ahli sebagai kesulitan memulai, mempertahankan dan mengakhiri interaksi sosial

dengan tepat; memahami pikiran dan perasaan orang lain dan merasakan dampak

dari perilaku orang lain.

2.4.7.4 Proses Sosial Spesifik Anak Autistik

Anak autistik memilki minat yang sangat terbatas pada lingkungan sosial

dimana mereka lebih tertarik dengan benda-benda mati di lingkungannya. Mereka

mungkin tidak mengenal orang tuanya, tetapi mereka lebih menyukai

memperhatikan barang-barang disusun diruangan. Kenner menyatakan bahwa

disfungsi sosial dan respon yang tak bisa menjadi dua ciri esensial dari sindrom

ini. Anak autistik mungkin sangat tertarik untuk berinteraksi sosial, tetapi gaya

sosial interaksinya aneh dan eksentrik dan memiliki kapasitas untuk memahami

interaksi sosial atau mengatisipasi pernyataan emosional kepada orang lain secara

terbatas, tujuan dan motivasi untuk membuat hal yang sangat sulit untuk
56

bernegosiasi dalam suasana interaksi sosial. Anak-anak autistik menunjukkan

ketidakmampuan dalam memproses aspek sosial yang komplek.

1) Gaze

Ekspresi wajah dan kontak mata merupakan bentuk komunikasi bayi dengan

ibunya. Hal ini merupakan bentuk dialog antara bayi dan orangtua secara

nonverbal dan sebagai bukti bahwa pada masa bayi telah menjadi interaksi sosial

awal dan tersedianya kesempatan penting sebagai pembejaran. Pada kasus anak

autistik, mereka gagal menciptakan interaksi sosial pada masa kanak-kanak awal.

Penyimpangan gaze ini nampak pada anak autistik dan tidak terlihat terlibat pada

masa anak-anak yang terlambat perkembangan atau yang didiagnosis sebagai

mental retardation. Sebagian anak autistik dapat berkontak mata dengan baik,

durasi dan arahnya, tetapi ternyata anak autistik tersebut tidak dapat menggunakan

kontak matanya untuk mengirim pesan. Artinya kontak mata memilki makna

komunikasi interaktif.

2) Joint Attention

Hilangnya perilaku kontak mata dan bentuk pertukaran nonverbal pada

masa awal pada anak-anak autistik mengarah pada munculnya intersubjectivity,

membangun berbagi secara emosional yang bermakna antara orang tua dan

caregiver. Tony Charman dan Wendy Stone (2006) mendefinisikan joint attention

(JA) dalam dua jenis yakni responding to joint Attention (RJA) dan Initiating

Joint Attention (IJA). Dua jenis perilaku ini mengindikasikan secara aktif antara

partner dan objek termasuk dalam fokus perhatian anak. RJA didefinisikan

sebagai kemampuan anak untuk mengikuti perhatian anak remaja secara langsung

dan IJA mengarah pada masa kanak-kanak menggunakan kontak mata, sikap,
57

isyarat, suara atau simbol komunikasi secara spontan untuk berbagai pengaruh

secara positif atau tertarik sesuatu yang mengarah.

3) Imitation

Imitation dalam konteks ini diartikan sebagai kemampuan anak untuk

meniru sesuatu gerakan atau tindakan. Perkembangan meniru pada anak autistik

ini terbagi menjadi tiga tingkatan yang semakin meningkatkan kesulitannya.

Pertama, spontaneous object use, tugas melengkapi model secara spontan

menggunakan objek, contoh memasukkan benda yang berbentuk segi empat

sesuai dengan lubang yang berbentuk segi empat. Kedua, motor object imitation,

maksudnya adalah anak harus melihat bagaimana objek dimanipulasi dan

kemudian menirukannya. Contohnya meniru lipatan kertas menjadi dua bagian.

Ketiga, body imitasi, artinya meniru dengan melibatkan menggunakan gerakan

tubuh daripada dengan objek benda.

4) Play

Bermain dalam bagian ini diartikan sebagai kegiatan memanipulasi objek

dengan bertujuan dimana eksplorasi dan praktiknya mempengaruhi munculnya

tujuan anak. Bermain merupakan kekuatan yang berarti dimana keterampilan ini

penting bagi perkembangan dan tetap eksis dalam lingkungannya. Piaget (1962)

dalam Yunowo Joko (2012), mempertimbangkan dengan sungguh-sungguh bahwa

bermain mengarah pada aktifitas yang didorong secara dalam, dimana aktifitas

bermain memunculkan keasyikan. Piaget membedakan dalam dua kategori yakni

sensorimotor play dan symbolic atau pretend play. Sensori motor play melibatkan

manipulasi objek sebagaimana makna praktis dan penguasaan skema tindakan.

Sedangkan symbolic play merupakan perkembangan anak dalam mengembangkan


58

representasi mental dan memberikan makna dalam praktik dan memahami

peristiwa sosial.

2.4.8 Problem Orangtua dan Keluarga yang Memiliki Anak Autistik

Jordan (2001) dalam Yuwono (2012: 115), menuliskan beberapa probelem

yang dihadapi oleh orang tua yaitu :

2.4.8.1 Ketidakahlian Orang tua (parents lack of expert)

Orangtua memiliki keahlian dalam membantu anak autistik. Kesulitan awal

yang nyata adalah orang tua (khususnya ibu) sulit untuk memahami anak autistik

dan tidak memahami apa yang seharusnya mereka lakukan kepada anaknya.

2.4.8.2 Harga Diri Orang Tua (parents self esteem)

Orang tua merasa bersalah dan hal ini akan menjadi kesulitan yang nyata

bagi ibu khususnya dan anak autistik itu sendiri. Jika ibu memiliki self esteem

yang rendah, hal ini disebabkan oleh ketidakmampuan dalam membuat kontak

dengan anaknya yang mungkin menjadi pembenaran terhadap rasa bersalah

tersebut dan rasa takut. Perhatian yang penting bagi profesional adalah bagaimana

memberikan bimbingan pada orang tua untuk memahami anak autistik dan

bagaimana orang tua dapat bermain dalam perkembangan sosial dan intelektual

anak mereka.

2.4.8.3 Kondisi Kehidupan yang Panjang (life-long condition)

Salah satu faktor yang menghambat perkembangan anak autistik adalah

keyakinan orang tua terhadap masa depan anak. Beberapa hasil penelitian

menunjukkan bahwa dengan intervensi dini yang efektif dapat membuat

perbedaan yang luar biasa bagi perkembangan anak autistik.


59

2.4.8.4 Akibat yang Lebih Komplek (multiple effects)

Ada perhatian yang nyata bagi ibu dengan anak autistik merupakan problem

tambahan yang menyertai pada anak autistik seperti gangguan sensori, gangguan

bahasa yang spesifik, gangguan koordinasi motorik, emosional, perilaku dan

sebagainya. Gangguan perkembangan yang komplek ini tidak hanya

mempengaruhi orang tua, tetapi juga mempengaruhi bagaimana ibu harus

berinteraksi dengan anak autistik. Oleh karena itu ibu selayaknya memperboleh

bimbingan dan bantuan bagaimana mereka seharusnya berinteraksi dan

berkomunikasi secara tepat dengan anak autistik.

2.4.8.5 Akibat Emosi Sosial (social emotional effects)

Kesulitan dalam berinteraksi dengan orang lain merupakan inti dari

kondisi dan kegagalam anak-anak autistik pada umumnya. Apalagi anak yang

autistik yang disertai dengan kesulitan belajar khusus. Ketika suatu waktu anak

didiagnosis sebagai anak autistik, ibu membutuhkan keterangan tentang hal ini.

Pada tahap awal ibu selalu mencoba membantu berinteraksi dengan anaknya tanpa

bimbingan bagaimana seharusnya ibu memberikan rangsangan yang tepat bagi

anaknya. Kegagalan dalam menanggapi perilaku anaknya dan kesulitan dalam

menegakkan hubungan/rasa antara satu dengan lainnya sehingga ibu menjadi

frustasi.

2.4.8.6 Dukungan Informasi dan Sosial (Explanation and social support)

Kesulitan yang seringkali dihadapi oleh ibu adalah ketika ibu harus

mengatakan tentang masalah anaknya. Hal ini sangat sulit dan membutuhkan

dukungan informasi bagi dianosis sesegera mungkin untuk membantu masalah ibu

tersebut. Apabila masalah anak tidak dikenali sejak dini, semua masalah akan
60

muncul menjadi lebih rumit. Masalah tersebut muncul ketika menghadapi anak

autistik dengan berbagai gangguan perkembangannya seperti masalah perilaku,

ekspresi emosional yang salah, tidak dapat bermain dengan teman sebaya dan

tidak dapat berbicara. Ibu yang memilki anak autistik membutuhkan dukungan

yang ekstra baik secara praktis maupun emosional. Penting sekali bagi ibu

mendapatkan dukungan dari teman, tetangga, saudara, kakek, nenek, dan tentu

lingkungan sekolah serta masyarakat.


61

2.5 Penelitian Terkait

1) Desyani Nani, Wahyu Ekowati, Ryan Hara Pernama (2010)


Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kemampuan Sosialisasi Anak Berkebutuhan Khusus

Tabel 2.1 Penelitian terkait tentang Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kemampuan Sosialisasi Anak Berkebutuhan Khusus di
SLB Yakut Purwokerto dan SDN 04 Grendeng Purwokerto
Populasi Penelitian Tindakan Yang Diberikan Hasil Penelitian Uji Statistik
Populasi dalam penelitian ini Hasil penelitian menunjukkan Analisa data dalam penelitian
adalah anak berkebutuhan Memberikan kuesioner bahwa dukungan sosial yang ini dengan analisa kuantitatif
khusus (tunadaksa) yang diperoleh anak berkebutuhan yaitu Hasil pengambilan data
memenuhi kriteria penelitian di khusus menunjukkan bahwa diolah menggunakan komputer
SLB Yakut Purwokerto orang tua telah memberikan sistem dengan analisis chi
berjumlah 16 orang anak dan dukungan dengan 4 jenis square.
11 anak usia sekolah di SD (emosional, penilaian,
Grendeng. informasi dan instrumental).
Hasil yang diperoleh yaitu :
terdapat dukungan emosional
orang tua terhadap anak
sebanyak 8 (50%), penilaian
sebanyak 4 orang (25%),
informasi sebanyak 2 orang
(12,5%), dan instrumental
sebanyak 2 orang (12,5).

61
62

2) Diana Anggorowati, Okky Eka Mugianingrum, Rita Dwi Hartanti


Hubungan Peran Orang tua Dengan Kemampuan Sosialisasi Anak Retardasi Mental Di SDLB Negeri Kota Pekalongan

Tabel 2.2 Penelitian terkait tentang Hubungan Peran Orang tua Dengan Kemampuan Sosialisasi Anak Reatrdasi Mental Di SDLB
Negeri Kota Pekalongan
Populasi Penelitian Tindakan Yang Diberikan Hasil Penelitian Uji Statistik
Populasi dalam penelitian ini Alat pengumpulan data Hasil penelitian pada peran Penelitian ini menggunakan
adalah orangtua anak retardasi menggunakan kuesioner orang tua yang memiliki anak desain Korelasional dengan
mental di SDLB Negeri Kota terkait dengan peran orangtua retardasi mental di SDLB pendekatan cross sectional
Pekalongan sebanyak 71 siswa dan kemampuan sosialisasi. Negeri Kota Pekalongan Teknik pengambilan sampel
Tahun 2015 diketahui bahwa menggunakan sampel jenuh.
59,2% responden menyatakan Jumlah responden sebanyak 49
peran orangtua baik dan orangtua yang memiliki anak
sebanyak 40,8% responden retardasi mental sesuai dengan
menyatakan peran orangtua kriteria inklusi dan eksklusi.
kurang baik. Hasil ini dapat
diartikan bahwa sebagian besar
orangtua yang memiliki anak
retardasi mental mempunyai
peran yang baik.

Hasil penelitian pada


Kemampuan Sosialisasi Anak
Retardasi Mental di SDLB
Negeri Kota PekalonganTahun
2015 bahwa hasil penelitian
diketahui bahwa 51,0 %
responden menyatakan bahwa

62
63

kemampuan sosialisasi pada


anak retardasi mental baik dan
49,0 % responden menyatakan
bahwa kemampuan sosialisasi
anak retardasi mental buruk
di SDLB Negeri Kota
Pekalongan.

63
64

2.6 Kerangka Konsep

Menurut Nursalam (2014: 49) Kerangka konsep adalah abstraksi dari suatu

realitas agar dapat dikomunikasikan dan membentuk suatu teori yang menjelaskan

keterikatan antar variabel, baik variabel yang diteliti maupun tidak diteliti.

Dukungan Keluarga Kemampuan interaksi


1. Dukungan informasi
Hipotesis sosial (anak
2. Dukungan instrumental berkebutuhan Khusus)
3. Dukungan emosional Autisme
4. Dukungan penilaian
5. Dukungan Sosial

Interaksi sosial :
1) Kontak sosial
(1) Kontak langsung dan tidak
langsung
(2) Kontak antar individu,
kelompok, serta individu dan
kelompok.
(3) Kontak positif dan negatif
(4) Kontak primer dan sekunder
2) Komunikasi

Keterangan :

: Diteliti

: Tidak Diteliti
: Berpengaruh

: Berhubungan

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Hubungan Dukungan Keluarga Dengan


Kemampuan Interaksi Sosial pada Anak Berkebutuhan Khusus
Autisme di wilayah Kota Palangka Raya.
65

2.7 Hipotesis

Nursalam (2011: 56), hipotesis adalah jawaban sementara terhadap masalah

penelitian, yang kebenarannya harus diuji secara empiris antara dua variabel.

Variabel tersebut adalah variabel bebas, yakni variabel penyebab, serta variabel

terikat yakni variabel akibat.

Hipotesis alternatif (H1) adalah hipotesis penelitian. Hipotesis ini

menyatakan adanya suatu hubungan, pengaruh dan perbedaan antara dua atau

lebih variabel. Sedangkan hipotesis nol (H0) adalah hipotesis yang digunakan

untuk pengukuran statistik dan interpretasi hasil statistik.

Berdasarkan hasil penelitian, H1 diterima karena nilai p-value <0,05 maka

dapat disimpulkan Ada Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kemampuan

Interaksi Sosial Anak Berkebutuhan Khusus (autisme).

You might also like

  • Bab 1
    Bab 1
    Document5 pages
    Bab 1
    Agustriati Muniz
    No ratings yet
  • Bab 5
    Bab 5
    Document3 pages
    Bab 5
    Agustriati Muniz
    No ratings yet
  • Bab 2
    Bab 2
    Document60 pages
    Bab 2
    Agustriati Muniz
    No ratings yet
  • Bab 4
    Bab 4
    Document19 pages
    Bab 4
    Agustriati Muniz
    No ratings yet
  • Bab 3
    Bab 3
    Document20 pages
    Bab 3
    Agustriati Muniz
    No ratings yet
  • Dafrar Pustaka
    Dafrar Pustaka
    Document4 pages
    Dafrar Pustaka
    Agustriati Muniz
    No ratings yet
  • Konsep Dasar Desa Dan Kelurahan Siaga Aktif
    Konsep Dasar Desa Dan Kelurahan Siaga Aktif
    Document8 pages
    Konsep Dasar Desa Dan Kelurahan Siaga Aktif
    Agustriati Muniz
    No ratings yet
  • Bagian Depan
    Bagian Depan
    Document18 pages
    Bagian Depan
    Agustriati Muniz
    No ratings yet
  • PEMBATAS
    PEMBATAS
    Document8 pages
    PEMBATAS
    Agustriati Muniz
    No ratings yet
  • Cover
    Cover
    Document1 page
    Cover
    Agustriati Muniz
    No ratings yet
  • Lam - Lembar Konsul
    Lam - Lembar Konsul
    Document1 page
    Lam - Lembar Konsul
    Agustriati Muniz
    No ratings yet
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Document2 pages
    Daftar Pustaka
    Agustriati Muniz
    No ratings yet
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Document2 pages
    Daftar Pustaka
    Agustriati Muniz
    No ratings yet
  • Bab I
    Bab I
    Document28 pages
    Bab I
    Agustriati Muniz
    0% (1)
  • Bab 1
    Bab 1
    Document22 pages
    Bab 1
    Agustriati Muniz
    No ratings yet
  • LP Ruptur Tendon
    LP Ruptur Tendon
    Document8 pages
    LP Ruptur Tendon
    Ruben Suciono
    No ratings yet
  • Bab 1
    Bab 1
    Document19 pages
    Bab 1
    Agustriati Muniz
    No ratings yet
  • Out 1
    Out 1
    Document9 pages
    Out 1
    Agustriati Muniz
    No ratings yet
  • Out 2
    Out 2
    Document9 pages
    Out 2
    Agustriati Muniz
    No ratings yet
  • Out 3
    Out 3
    Document10 pages
    Out 3
    Agustriati Muniz
    No ratings yet
  • BAB 3 Maria
    BAB 3 Maria
    Document12 pages
    BAB 3 Maria
    Agustriati Muniz
    No ratings yet
  • Bab 1
    Bab 1
    Document5 pages
    Bab 1
    Agustriati Muniz
    No ratings yet
  • Stress Dan Adaptasi
    Stress Dan Adaptasi
    Document13 pages
    Stress Dan Adaptasi
    dwita
    No ratings yet
  • Tugas
    Tugas
    Document8 pages
    Tugas
    Ruben Suciono
    No ratings yet
  • Faringitis Kel 3
    Faringitis Kel 3
    Document10 pages
    Faringitis Kel 3
    Agustriati Muniz
    No ratings yet
  • Tugas
    Tugas
    Document15 pages
    Tugas
    Agustriati Muniz
    No ratings yet
  • Pembahasan (Isi)
    Pembahasan (Isi)
    Document15 pages
    Pembahasan (Isi)
    Agustriati Muniz
    No ratings yet
  • Askep Penyakit Jantung Bawaan
    Askep Penyakit Jantung Bawaan
    Document8 pages
    Askep Penyakit Jantung Bawaan
    Agustriati Muniz
    No ratings yet
  • Suhan Keperawatan Pada Pasien Dengan
    Suhan Keperawatan Pada Pasien Dengan
    Document11 pages
    Suhan Keperawatan Pada Pasien Dengan
    Agustriati Muniz
    No ratings yet