Professional Documents
Culture Documents
KEISOMERAN GEOMETRIS :
Vuza Hardyanti
1157040066
JURUSAN KIMIA
BANDUNG
2016
Percobaan ke-5 Senin, 7 November 2016
KEISOMERAN GEOMETRIS :
I. Tujuan Percobaan
- Menentukan titik leleh asam maleat dan titik leleh asam fumarat
- Membandingkan titik leleh asam maleat dan asam fumarat menggunakan
spektrum uv-vis dan spektrum IR
- Menentukan persen rendemen dari asam maleat dan asam fumarat
Perhitungan
a. Rendemen asam maleat
Rendemen = x100%
2,53
=15,0002 x 100%
= 15,53 %
b. Rendemen asam fumarat
Rendemen = x 100%
3,51
= x 100%
15
= 23, 40 %
Persamaan Reaksi
V. Pembahasan
Pada percobaan keisomeran geometri dilakukan pengubahan asam maleat
menjadi asam fumarat. Mula-mula dilakukan pembuatan asam maleat terlebih
dahulu dengan menggunakan 15 gram anhidrida maleat yang ditambahkan dengan
20 mL aquadest yang telah didihkan. Digunakan anhidrida maleat karena lebih
stabil daripada asamnya, yang disebabkan oleh kebebasan anhidrida maleat untuk
bergerak daripada asam maleat yang kaku (ada ikatan phi-nya). Anhidrida maleat
terdiri dari dua molekul asam maleat yang tidak mengandung air. sehingga untuk
merubahnya menjadi asam maleat diperlukan hidrolisis. Untuk memecah
anhidrida maleat diperlukan energi yang besar agar ikatan C-O dapat terputus
sehingga reaksi dilakukan pada suhu yang tinggi. Oleh karena itu proses
pendidihan aquadest berfungsi agar ikatan C-O dapat diputus dan juga agar
anhidrida maleat dapat cepat larut. Ketika penambahan anhidrida maleat ke dalam
air mendidih dalam erlenmeyer dilakukan dengan cepat sehingga air yang
mendidih tadi tidak banuak menguap. Penggunaan aquadest berfungsi sebagai
pelarut sehingga mempermudah terjadi pembukaan ikatan pada senyawa siklik
dari anhidrida maleat dan terbentuknya karbokation.
Dan Setelah anhidrida maleat larut dalam air, larutan ini didinginkan pada
aliran air kran sampai asam maleat yang terbentuk mengendap sempurna. Proses
pendinginan tersebut bertujuan untuk proses kristalisasi dengan menurunkan
kelarutan produk asam maleat. Perubahan suhu yang terjadi dapat mempengaruhi
struktur morfologi kristal, baik pada bentuk maupun ukurannya. Jika perubahan
suhunya sangat besar, kristal yang terbentuk berukuran besar. Namun jika
perubahan suhunya tidak begitu besar, dibutuhkan waktu yang lama untuk
membentuk kristal dan kristal yang terbentuk sangat kecil halus. Karena
perubahan suhu yang besar ini akan menyebabkan daya larut suatu larutan akan
semakin kecil, dengan semakin kecilnya daya larut suatu larutan maka larutan
tersebut akan semakin cepat membentuk kristal. Pada percobaan yang dilakukan,
seharusnya pendinginan dilakukan dengan air es agar perubahan suhunya bisa
besar dan mudah terbentuk kristal tetapi karena yang digunakan hanya aliran air
kran dan perubahan suhunya tidak begitu besar maka pembentukan kristalnya
memakan waktu lama dan kristal yang terbentuk sangat kecil serta halus.
Setelah larutan tersebut membentuk endapan. Kemudian disaring
menggunakan corong Buchner dengan tujuan untuk memisahkan endapan asam
maleat dari hasil larutan hidrolisis anhidrida maleat. Digunakannya corong
Buchner adalah agar pemisahan lebih mudah dan agar filtrat yang dihasilkan
benar-benar murni tanpa ada endapan yang ikut lolos. Setelah itu kristal
dikeringkan dibawah sinar matahari agar air yang masih terkandung didalamnya
bisa menguap dan kristal menjadi benar-benar kering. Saat ditimbang
menggunakan neraca analitik, kristal yang dihasilkan adalah sebanyak 2,33 gram
dan titik lelehnya sebesar 122 oC. Menurut literatur, titik leleh asam maleat adalah
sebesar 130 oC. Terdapat selisih suhu sebesar 8 oC antara nilai literatur dan nilai
yang didapat saat percobaan.
Filtrat hasil penyaringan akan diproses lebih lanjut untuk pembuatan asam
fumarat dengan menggunakan reaksi adisi dan eliminasi.
Pada tahap adisi, filtrat hasil penyaringan yang berupa larutan asam maleat
ditambah dengan HCl pekat sebanyak 15 mL. HCl berfungsi untuk mengadisi
ikatan rangkap C=C pada asam maleat. Reaksi ini merupakan reaksi adisi
elektrofilik karena serangan awal dilakukan oleh sebuah elektrofil. Reaksi adisi ini
menghasilkan ikatan tunggal C-C yang mudah berotasi sehingga terjadi perubahan
letak gugus-gugus yang terikat pada dua atom C tersebut. molekul ini dapat
mengalami rotasi karena gugus-gugusnya hanya terikat oleh ikatan sigma, bukan
ikatan rangkap (phi), sehingga bentuk keseluruhan sebuah molekul selalu berubah
berkesinambungan. Sebuah molekul bukanlah partikel statis yang berdiam diri,
melainkan bergerak memutar dan membengkokkan diri. Hal inilah yang
menyebabkan molekul cenderung untuk berotasi. Akibat rotasi ini, gugus karbonil
yang pada awalnya terletak pada satu sisi (cis) berubah menjadi saling
berseberangan (isomer trans).
Setelah ditambah dengan HCl, larutan direfluks. Proses refluks bertujuan
untuk mempercepat reaksi adisi karena untuk memecah ikatan phi (ikatan
rangkap) menjadi ikatan sigma (ikatan tunggal) karbon-karbon membutuhkan
energi yang tinggi dan energi ini tidak tersedia untuk molekul pada temperatur
kamar, sehingga pendidihan pada proses refluks ini dapat menyediakan energi
bagi molekul untuk memecahkan ikatan phi.
Reaksi eliminasi bertujuan untuk membentuk kembali ikatan rangkap karbon-
karbon sehingga bisa terbentuk asam fumarat. Reaksi eliminasi yang terjadi
merupakan reaksi eliminasi pertama (E1) karena berlangsung lewat zat antara
karbokation.
Setelah direfluks, larutan didinginkan dengan tujuan untuk proses kristalisasi
dengan menurunkan kelarutan produk asam fumarat. Setelah larutan tersebut
membentuk endapan, kemudan disaring menggunakan corong Buchner dengan
tujuan untuk memisahkan endapan asam fumarat dari hasil larutan asam maleat.
Digunakannya corong Buchner adalah agar pemisahan lebih mudah dan agar
filtrat yang dihasilkan benar-benar murni tanpa ada endapan yang ikut lolos.
Setelah itu kristal dikeringkan dibawah sinar matahari agar air yang masih
terkandung didalamnya bisa menguap dan kristal menjadi benar-benar kering.
Saat ditimbang menggunakan neraca analitik, kristal yang dihasilkan adalah
sebanyak 3,51 gram. Dari percobaan, titik leleh yang didapat adalah sebesar
120oC sedangkan nilai yang didapat dari literatur untuk titik leleh asam fumarat
adalah sebesar 287 oC.
Perbedaan titik leleh asam maleat dan asam fumarat antara hasil percobaan
dan nilai literatur ini kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor seperti kurang
padatnya penyimpanan kristal didalam pipa kapiler sehingga kurang terlihat
apakah sudah mencair atau belum, api yang digunakan adalah spiritus sehingga
apinya merah dan sulit untuk diatur, serta banyaknya pengotor yang masuk dalam
kristal sehingga kristal yang meleleh tersebut kemungkinan pengotornya.
Jika tidak terdapat kesalahan saat praktikum, seharusnya titik leleh asam
maleat lebih rendah daripada asam fumarat. Hal ini untuk menandakan adanya
perbedaan sifat fisik antara senyawa berisomer cis dan trans. Senyawa berisomer
cis memiliki titik leleh lebih kecil karena adanya tolakan antara dua gugus
karboksilat yang bersebelahan mengakibatkan senyawa kurang stabil. Sedangkan
senyawa berisomer trans memiliki tolakan yang lebih kecil sehingga senyawanya
relatif stabil. Dengan demikian seharusnya titik leleh asam fumarat lebih tinggi
daripada asam maleat.
Persen rendemen yang didapat untuk asam maleat adalah sebesar 15,53 %
sedangkan untuk asam fumarat sebesar 23,40 %. Nilai rendemen yang didapat
sangat kecil karena kristal dari asam maleat dan asam fumarat juga sedikit.
Kemudian kristal asam maleat dan kristal asam fumarat dihitung panjang
gelombangnya dengan menggunakan Spektrofotometer FourierTransform Infra
Red atau biasa disingkat dengan FTIR yang bertujuan untuk membandingkan
struktur keduanya.
Dari hasil praktikum kali ini didapatkan hasil bahwa terdapat beberapa
senyawa pada frekuensi tertentu dalam asam maleat dan asam fumarat. Untuk
asam maleat senyawa tersebut adalah cincin aromatik CH (frekuensi 3010
3100), ikatan hidrogen asam karboksilat O-H (frekuensi 2500 2700), ester C=O
(frekuensi 1690 1760), alkena C=C (frekuensi 1610 1680), alkana C-H
(frekuensi 1340 1470), amina, amida C-N (frekuensi 1180 1360), alkohol,
eter, asam karboksilat, ester C-O (frekuensi 1050 1300), alkena C-H (frekuensi
675 995).
Sedangkan senyawa yang terdapat dalam asam fumarat adalah cincin
aromatik CH (frekuensi 3010 3100), alkana C-H (frekuensi 2850 2970),
ikatan hidrogen asam karboksilat O-H (frekuensi 2500 2700), alkuna CC (2100
2260), ester C=O (frekuensi 1050- 1300), senyawa nitro NO2 (frekuensi 1500
1570), alkana C-H (frekuensi 1340 1470), senyawa nitro NO2 (frekuensi 1300
1370), dan alkena C-H (675 995).
Tetapi jika dilihat dari strukturnya, asam maleat hanya memiliki ikatan C=O,
C-C, C=C, O-H, dan C-O serta tidak terdapat ikatan C-H, dan C-N. Sedangkan
untuk asam fumarat hanya memiliki ikatan O-H, C=O. C-C, C=C, dan C-O serta
tidak terdapat ikatan CC, C-H, dan NO2. Perbedaan struktur dengan uji FTIR ini
kemungkinan dikarenakan kesalahan pada saat praktikum, pengubahan asam
maleat menjadi asam fumaratnya dan juga adanya zat pengotor lain sehingga hasil
yang didapat tidak benar-benar murni dan akhirnya mempengaruhi pada hasil uji
FTIR.
Dari hasil uji FTIR bisa dilihat bahwa terdapat beberapa ikatan yang sama
antara asam maleat dan asam fumarat, diantaranya adalah ikatan C-H (cincin
aromatik), O-H (ikatan hidrogen asam karboksilat), C=O (ester), dan C-H
(alkana). Kehomogenan sampel ini berakibat pada rentang titik leleh dimana
rentang yang diperoleh dari senyawa yang homogen adalah kecil. Hal ini dapat
dilihat pada titik leleh yang didapat untuk asam maleat sebesar 122 oC dan untuk
asam fumarat adalah sebesar 120 oC.
VI. Kesimpulan
Setelah dilakukan percobaan dapat ditarik kesimpulan bahwa :
- Titik leleh asam maleat adalah sebesar 122 oC sedangkan titik leleh asam fumarat
adalah sebesar 120 oC.
- Dengan menggunakan uji FTIR, dapat dilihat bahwa asam maleat dan asam
fumarat memiliki kemiripan yang sangat dekat sehingga rentang titik lelehnya
kecil yaitu 2oC.
- Persen rendemen yang didapat untuk asam maleat adalah 15,53 % dan persen
rendemen untuk asam fumarat adalah 23,40 %.
VII. Daftar Pustaka